Anda di halaman 1dari 8

Nama : Yoga Arif Pratama

NIM : K7718078

Kelas : B

UTS MATA KULIAH TEORI AKUNTANSI

1. Pentingnya disusun rerangka konseptual dalam pengembangan teori akuntansi


dimulai dari sebuah kejadian pada awal abad ke-20an dimana tidak adanya
standar yang baku dalam menyusun laporan keuangan dan audit sehingga
membuat para pemegang saham kurang percaya terhadap informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan perusahaan. Buntut dari persoalan ini adalah
timbulnya krisis pasar modal dan Great Depression tahun 1929 di Amerika
(Kustono, 2010).
Pada tahun 1940 Paton dan Littleton menulis Mono-graph teori akuntansi no.
3 yang diberi judul “An Introduction to Corporate Accounting Standards”. Hal ini
menjadi awal mula kesadaran akan pentingnya disusun sebuah rerangka
konseptual yang dapat dijadian suatu acuan yang dapat dipakai secara luas dalam
pengembangan teori akuntansi.
Hal lain yang menjadi pertimbangan mengenai pentingnya sebuah rerangka
konseptual dalam pengembangan teori akuntansi adalah era globalisasi dimana
perkembangan teknologi yang mengubah dunia internasional menjadi sebuah
global village, negara-negara seolah tanpa batas (borderless). Pelaporan keuangan
dapat menjadi berbeda di tiap negara karena dipicu sistem hukum, penyedia
dana, pajak, profesi akuntansi, inflasi, teori dan sejarah akuntansi di tiap
negara yang berbeda (Nobes dan Parker, 1995:11). Sehingga perlu disusun suatu
rerangka konseptual yang bisa dijadikan acuan secara internasional dimana dalam
proses penyusunannya faktor politik dan kondisi ekonomi menjadi tidak relevan
(Narsa, 2007).
2. Perkembangan akuntansi sedang mengarah pada teori akuntansi positif atau
deskriptif yang investigasinya sudah lebih terstruktur dengan menggunakan
pendekatan induktif (didasarkan pada konklusi yang digeneralisasikan
berdasarkan hasil observasi dan pengukuran yang terinci (Anis dan Imam,2003).
Perkembangan teori yang mengarah pada teori positif (deskriptif) dari teori
normatif ini dibarengi dengan perubahan fokus teori akuntansi yang digunakan
oleh lembaga akuntansi, misalnya FASB yang menekankan pada kegunaan dalam
pengambilan keputusan dan tidak lagi terfokus pada postulate seperti terlihat pada
kerangka konseptual yang diterbitkan oleh FASB mulai tahun 1979 yang dimulai
dengan perumusan tujuan pelaporan keuangan (SFAC 1,1979 dalam Anis dan
Imam,2003).
Dasar pemikiran untuk menganalisis teori akuntansi dalam pendekatan
normatif terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat (Watt
dan Zimmerman, 1986). Untuk mengurangi kesenjangan dalam pendekatan
normatif, maka Watt dan Zimmerman mengembangkan pendekatan postitif yang
lebih berorientasi pada penelitian empiris untuk menjustifikasi berbagai teknik
atau metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk
penge bangan teori akuntansi di kemudian hari.
Teori akuntansi positif berpusat dengan memprediksi pilihan kebijakan
akuntansi dan bagaimana manajer merespon perubahan regulasi akuntansi. Hasil
penelitian empiris dari Fama (1976) membahas mengenai perkembangan tentang
EMH (efficient markets hypothesis). Pasar modal efisien adalah pasar modal
dimana harga surat-surat berharga yang diperdagangkan setiap waktu secara wajar
dan merefleksikan semua informasi yang diketahui publik berkaitan dengan surat
berharga dan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Studi RAPM (Riset
Akuntansi Pasar Modal) pada umumnya mendasarkan pada asumsi adanya pasar
efisien dan validitas deskriptif CAPM. Namun dalam praktik nampaknya hal
tersebut kurang mendukung. Sebagian besar penelitian hanya mengandalkan pada
model pasar dan tidak pada CAPM. Di samping itu hasil penelitian juga
menunjukkan adanya persistensi harga setelah pengumuman laba, dengan
demikian tidak sesuai dengan properti penyesuaian secara cepat dan akurat dari
pasar efisien. Berdasarkan perkembangan kedua konsep tersebut dalam teori
keuangan, diharapkan riset akuntansi akan memberikan validitas empiris pada
konstruk teoritis kedua konsep tersebut. Selain itu dengan perkembangan riset
akuntansi menunjukkan bahwa CAPM adalah misspesifikasi, yang menyebabkan
munculnya upaya terhadap verifikasi empiris teori arbritase. Implikasi lainnya
adalah alternative penggunaana data akuntansi untuk penghitungan risiko
sistematik.
3.
4. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan relevan
kepada pembuat keputusan yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan
(usefulness), standar akuntansi yang sudah ada yang mungkin membuat informasi
keuangan yang dilaporkan sudahkan sesuai dengan tujuannya (Scott, 2009).
Usefulness informasi akuntansi menjadi perhatian dalam bisnis kontemporer
karena standar akuntansi dinilai kurang sesuai dengan tujuan pelaporan keuangan
dalam aspek relevansi, reliabilitas, dan volatilitasnya bila diterapkan pada
kegiatan ekonomi bisnis kontemporer. Dalam aspek relevansi historical cost
dalam standar akuntansi dinilai telah banyak kehilangan relevansinya karena
kegagalan mengukur realitas ekonomi. Dalam aspek reliabilitas terdapat
pertentangan mengenai akuntansi berdasarkan nilai pasar (market value
accounting) dan akuntansi berdasarkan nilai historis (historical cost accounting).
Dalam aspek volatilitas, laporan keuangan kurang efektif dalam mengelola resiko
akan tercermin pada volatilitas yang selalu ada dalam setiap usahanya (Istikhoroh,
2010).
5. Efficient Market Hypothesis (EMH) menyatakan bahwa pasar modal secara
penuh dan seketika merefleksikan informasi baru dalam harga saham. Jika
hipotesis tersebut benar, maka harga dari informasi baru sepenuhnya dan secara
keseluruhan digambarkan melalui respon harga surat-surat berharga. Ketika ini
terjadi, bagian dari informasi dapat dikatakan mempunyai informasi yang
berguna. Selanjutnya investor bersikap rasional dalam melakukan keputusan
ekonomi di pasar modal dengan mempertimbangkan risk dan return yang
diperoleh. Pendekatan akuntansi positif menekankan kepada reaksi pasar yang
dapat diamati terhadap angka (informasi) akuntansi yang dikeluarkan oleh emiten.
Namun, mengukur reaksi pasar bukan merupakan tujuan utama pendekatan
akuntansi positif. Handy (2021) menjelaskan konsep yang ditawarkan dalam
penyusunan pendekatan akuntansi positif didasarkan pada dua alasan, yaitu
a. Informasi keuangan perlu mempertimbangkan aspek lain, yaitu lingkungan
yang dipengaruhi oleh laporan keuangan dari emiten, seperti management
compensation plan, debt covenance dari pihak kreditor, dan aturan
pemerintah.
b. Laporan keuangan dapat mempengaruhi lingkungan, maka terdapat dorongan
dalam menyusun kebijakan akuntansi yang tidak hanya sekedar mengukur
hasil dari emiten, tetapi juga memberikan masukan bagi manajemen dalam
mengambil keputusan operasi dan pilihan akuntansi yang diambil.
Berdasarkan penjelasan di atas, konsep EMH, perilaku investor tidak dapat
diprediksi. Kenyataannya investor bertindak tidak rasional dan tidak dapat diduga
(unpredictable). Investor lebih mementingkan keuntungan jangka pendek
dibandingkan jangka panjang. Oleh karena itu, manajer melakukan manajemen
laba dalam rangka meningkatkan kepercayaan investor pada perusahaan. Salah
satu pertimbangan manajer terhadap konsekuensi ekonomi adalah bahwa
pemilihan kebijakan akuntansi akan mempengaruhi tidak hanya terhadap teori
pasar efisien, tetapi juga pada nilai perusahaan. Sehingga manajemen laba
digunakan untuk menduga atau mengambil kesimpulan mengenai informasi dari
dalam.
6. Prinsip Historical Cost adalah prinsip akuntansi yang mengakui harta atau
utang dicatat pada nilai historisnya/harga perolehan. Permasalahan yang terjadi
kemudian adalah bahwa metode historical cost dalam pencatatan akuntansi yang
tercantum dalam laporan keuangan tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya.
Misalnya adalah dalam perubahan nilai mata uang dari waktu ke waktu. Sehingaa
jika menggunakan historical cost maka akan menyimpang dari SFAC no.1
tentang tujuan dari pelaporan keuangan dan bahwa bahwa kualitas utama dari
pelaporan keuangan adalah informasi akuntansi harus relevan dan reliabel. Suatu
informasi dalam laporan keuangan dinyatakan memiliki relevansi jika informasi
tersebut mampu mempengaruhi keputusan investor dan informasi dinyatakan
memiliki reliabilitas yang tinggi jika informasi tersebut sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan dapat diuji kebenarannya oleh pihak lain (Istikhoroh, 2010).
Akuntan meyakini bahwa jika laporan keuangan mampu memenuhi kedua
karakteristik tersebut, maka laporan keuangan akan berguna dalam pengambilan
keputusan investasi.
Akuntansi historical cost tidak melaporkan nilai dari hasil yang diharapkan
dari perencanaan bisnis. Tetapi lebih pada melaporkan tentang kemajuan yang
dibuat dalam melaksanakan rencana, mengenali nilai tambah (earning) dari
tranksaksi aktual dalam input dan output pasar menjadi arbitraged. Kemudian
FASB baru-baru ini mengeluarkan draft mengenai pengukuran fair value untuk
mengembangkan konsistensi, reliability dan comparability dengan aset keuangan
dan bukan keuangan dan kewajiban yang dilaporkan. Dengan menggunakan
historical costing dipandang akan mengurangi aspek kualitas relevansi
(Istikhoroh, 2010). Sehingga laporan keuangan tidak dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan. Oleh sebab itu, fair value muncul untuk mengatasi
kekurangan historical cost. Namun fair value tidak dapat sepenuhnya berguna
untuk pengambilan keputusan karena tidak memiliki reliabilitas. Suatu informasi
dalam laporan keuangan dinyatakan memiliki relevansi jika informasi tersebut
mampu mempengaruhi keputusan investor dan informasi dinyatakan memiliki
reliabilitas yang tinggi jika informasi tersebut sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya dan dapat diuji kebenarannya oleh pihak lain. Historical cost dan fair
value mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam beberapa hal.
Karna belum adanya penelitian yang menyatakan historical cost benar-benar tidak
relevan jika diterapkan dalam akuntansi masa kini dan hal ini juga masih menjadi
perdebatan, jadi saya tidak setuju jika historical cost dianggap sudah ketinggalan
jaman dan tidak relevan dalam menyajikan informasi akuntansi.
7. Dalam konteks akuntansi muncul akuntansi internasional yang mencoba
menguraikan teori dan praktik-praktik akuntansi yang berlaku secara
internasional. Harmonisasi standar akuntansi keuangan dalam wujud
International Financial Reporting Standard (IFRS) berlaku secara internasional,
dan dalam proses penyusunannya faktor politik dan kondisi ekonomi menjadi
tidak relevan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh Amerika dalam
dalam kancah internasional sangat kuat, seringkali kita sulit membedakan mana
yang internasional mana yang Amerika. Pelaporan keuangan dapat menjadi
berbeda di tiap negara karena dipicu sistem hukum, penyedia dana, pajak,
profesi akuntansi, inflasi, teori dan sejarah akuntansi di tiap negara yang
berbeda (Nobes dan Parker, 1995:11). Dengan demikian bagaimana standar
akuntansi yang banyak terpengaruh dengan lingkungan bisnis Amerika dapat
diterapkan pada lingkungan bisnis global. Nobes dan Parker (1995: 3)
mengatakan, “If corporate financial reporting and accounting were identical in
all countries of the word, there would be no point in studying comparative
international accounting”.
Pada lingkup global, sebenarnya ada dua badan penyusun standar yang
berkaitan dengan praktik akuntansi secara internasional. Badanbadan itu adalah
The International Federation of Accountant (IFAC), dan The International
Accounting Standards Committee (IASC). IASC lebih berkonsentrasi untuk
membuat International Accounting Standards (IASs). Sedangkan IFAC lebih
memfokuskan pada upaya pengembangan International Standard Audits (ISAs),
kode etik, kurikulum pendidikan, standar akuntansi sektor swasta, dan kaidah
kaidah bagi akuntan dalam berbisnis atau mereka yang terlibat dalam
teknologi.
Faktanya dalam dunia akuntansi saat ini standar akuntansi yang berlaku di
Amerika Serikat yang disusun oleh Financial Accounting Standards Board
(FASB), diikuti oleh beberapa negara, baik secara langsung maupun modifikasi.
Sementara International Accounting Standards (IASs) yang dikeluarkan oleh
International Accounting Standards Committee (IASC), belum diikuti oleh semua
negara, bahkan oleh negara-negara anggota yang tergabung dalam IASC
tersebut(Narsa, 2007).
8. Penyajian informasi dalam laporan keuangan selama ini mengacu kepada
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) tahun 1994 yang dibuat oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI). Terdapat badan khusus yang meregulasi kewajiban disclosure
ini, misalnya IAI dan Bapepam. Bagi perusahaan yang go public, pihak
BAPEPAM telah mengatur tentang format dan isi laporan keuangan termasuk
informasi yang wajib diungkapkan melalui aturan nomor 38 tahun1996.
Disclosure dibedakan atas dua jenis, yaitu Mandatory Disclosure yaitu disclosure
yang wajib dikemukakan oleh perusahaan, khususnya perusahaan publik kepada
masyarakat. Mandatory Disclosure wajib dilakukan oleh perusahaan dalam
rangka melindungi para investor maupun kreditur dari praktik penyembunyian
informasi oleh manajemen perusahaan publik yang sering terjadi di Pasar Modal.
Sedangkan Voluntary Disclosure yaitu disclosure yang diberikan oleh
perusahaan diluar item-item yang diwajibkan untuk di-disclose. Voluntary
disclosure ini disesuaikan sesuai dengan kebijakan perusahaan guna memberikan
informasi yang lebih relevan serta meningkatkan kinerja perusahaan di bursa
saham. Karena adanya tuntutan dari para stakeholders (investor dan pihak
pemakai lainnya) terhadap prinsip transparansi dan responsibilitas sebagai bagian
dari praktik good corporate governance. Prinsip ini menuntut tanggung jawab
dan kontribusi perusahaan terhadap lingkungan eksternalnya yang harus
dicantumkan secara terbuka dalam laporan tahunannya. Untuk itu perlu disajikan
juga informasi lain yang sifatnya sukarela atau “voluntary” dalam rangka
memberikan informasi yang lebih lengkap kepada para pemakai dengan harapan
dapat lebih meningkatkan kegunaan informasi dalam laporan keuangan.
(Fadlillah, 2018)

Anda mungkin juga menyukai