REVIEW ARTIKEL
DISUSUN OLEH:
RARA FITRI ANNISA / 206020302011001
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
1. Peneliti meninjau penelitian empiris tentang hubungan antara pasar modal dan laporan
keuangan. Sumber utama dari permintaan dan penelitian pasar modal dalam akuntansi
adalah analisis dan penilaian fundamental, tes efisiensi pasar, dan peran angka akuntansi
dalam kontrak dan proses politik. Topik penelitian pasar modal yang menarik bagi para
peneliti saat ini meliputi tes efisiensi pasar sehubungan dengan informasi akuntansi,
analisis fundamental, dan relevansi nilai pelaporan keuangan. Bukti dari penelitian tentang
topik tersebut kemungkinan akan membantu dalam keputusan investasi pasar modal,
penetapan standar akuntansi, dan keputusan pengungkapan keuangan perusahaan
Berikut ini setidaknya empat sumber permintaan riset pasar modal di bidang akuntansi
yang menjelaskan popularitasnya:
1. Analisis dan valuasi fundamental;
Kinerja perusahaan saat ini penting untuk menggunakan informasi dalam laporan
keuangan, tetapi laporan keuangan bukan satu-satunya dokumen untuk penilaian
pasar atas arus kas bersih masa depan perusahaan. Analisis fundamental
memerlukan penggunaan informasi dalam laporan keuangan saat ini dan masa lalu,
dalam hubungannya dengan industri dan data ekonomi makro untuk mendapatkan
nilai intrinsik perusahaan. Perbedaan antara harga saat ini dan nilai intrinsik
merupakan indikasi imbalan yang diharapkan untuk berinvestas. Penelitian pasar
modal tentang analisis fundamental telah menjadi sangat populer dalam beberapa
tahun terakhir karena semakin banyak bukti di bidang ekonomi keuangan. literatur
melawan hipotesis pasar efisien
2. Pengujian efisiensi pasar modal;
Efisiensi pasar memiliki implikasi penting bagi profesi akuntansi. Misalnya,
munculnya analisis fundamental yang mengurangi penelitian di pasar yang efisien.
Beralihnya metode akuntansi ke metode lain tanpa efek arus kas langsung, efek
sinyal, atau konsekuensi insentif tidak mempengaruhi harga sekuritas di pasar yang
efisien. Pilihan antara pengungkapan dalam catatan kaki dan pengakuan dalam
laporan keuangan (misalnya, akuntansi untuk opsi saham karyawan) kurang
diperdebatkan dari perspektif pengaruhnya terhadap harga sekuritas di pasar yang
tidak efisien.
3. Peran akuntansi dalam kontrak dan dalam proses politik
Teori akuntansi positif (lihat Watts dan Zimmerman, 1986) memprediksi bahwa
penggunaan angka akuntansi dalam kompensasi dan kontrak utang dan dalam
proses politik mempengaruhi pengambilan keputusan. Misalnya, pengujian
konsekuensi ekonomi akuntansi memeriksa reaksi harga saham terhadap standar
akuntansi baru, mempelajari apakah variasi cross-sectional dalam reaksi harga
saham terkait dengan variabel keuangan yang mewakili biaya kontrak dan/atau
politik teori akuntansi positif dan untuk memperbaiki efek dari variabel dihilangkan
yang berkorelasi pada pengujian, peneliti berusaha untuk mengontrol pengaruh
informasi keuangan pada harga sekuritas yang tidak terkait dengan teori akuntansi
positif.
4. Regulasi pengungkapan
Secara internasional, pembuat standar mungkin mencari bukti dari penelitian pasar
modal. Globalisasi pasar modal, produk, dan tenaga kerja yang cepat telah
menciptakan permintaan yang kuat untuk standar akuntansi internasional dalam
beberapa tahun terakhir. Mungkin masalah paling penting yang dihadapi praktisi,
dan pembuat standar adalah apakah harus ada seperangkat standar akuntansi yang
seragam atau apakah harus ada keragaman. Jika standar harus seragam, AS prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP) menjadi standar? Atau haruskah standar
dikembangkan secara internasional? Atau haruskah standar berbeda antar negara,
tergantung pada perbedaan dalam lingkungan hukum, politik, dan ekonomi?
Apakah pasar modal di negara lain seefisien di AS, yang dapat mempengaruhi sifat
standar akuntansi internasional? Ketertarikan pada isu-isu ini dan terkait telah
memicu permintaan untuk penelitian pasar modal menggunakan akuntansi
internasional dan data pasar modal.
Sebuah studi asosiasi menguji korelasi positif antara ukuran kinerja akuntansi (misalnya,
pendapatan atau arus kas dari operasi) dan pengembalian saham, keduanya diukur
selama periode waktu yang relatif lama dan kontemporer, misalnya, satu tahun.
Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) memberikan bukti yang meyakinkan bahwa
terdapat kandungan informasi dalam pengumuman laba akuntansi. Ball dan Brown
mengkorelasikan tanda abnormal return saham pada bulan pengumuman laba dengan
tanda perubahan laba atas laba tahun sebelumnya perusahaan tersebut. Mereka
menemukan korelasi positif yang signifikan.
Penelitian akuntansi terdahulu (early accounting research) memberikan hasil bahwa laporan
akuntansi ternyata mempunyai konten informasi dan angka yang ada dalam laporan
keuangan mencerminkan informasi yang berpengaruh terhadap harga saham walaupun
tidak tepat waktu. Selama satu dekade terakhir ini, penelitian pasar modal sudah sangat
berkembang banyak. Kothari membagi
berbagai macam standar akuntansi dan konsekuensi ekonomi dari standar akuntansi
baru yang dikeluarkan oleh badan standar.
4.1 Metodologi Penelitian Pasar Modal
Penelitian pasar modal berusaha untuk menjawab banyak pertanyaan yang berkaitan
dengan pasar modal. Beberapa contoh penelitian yang terdapat pada beberapa penelitian
terdahulu diantaranya adalah:
Apakah laba kos sekarang (current cost earnings) mempunyai konten informasi
incremental (tambahan) dibandingkan dengan laba kos historis?
Apakah perbedaan dalam tatakelola perusahaan akan mempengaruhi derajat
asimetri informasi yang ada dalam pasar modal and apakah hal tersebut
mempengaruhi waktu dan kekuatan hubungan antara imbal hasil (security return)
dan informasi laba?
Apakah kepemilikan manajerial mempengaruhi keinformatifan dari angka akuntansi
karena adanya pemisahan kepemilikan perusahaan (corporate ownership) dan
pemisahan pengendalian?
Apakah kualitas auditor bisa mempengaruhi hubungan antara laba perusahaan
dengan imbal hasil sekuritas (security return)?
Bagaimana pelaporan yang berkaitan dengan transitory gain sebagai bagian dari
Laba yang berasal dari pos biasa (ordinary income) dan
transitory loss sebagai bagian dari pos luarbiasa dapat mempengaruhi harga saham?
Penelitian Kormendi dan Lipe (1987) merupakan penelitian pertama yag membahas
earnings response coefficient (lihat juga Miller dan Rock, 1985). Kormedi dan Lipe
mengestimasi besaran earning response coefficient dan melakukan pengujian
apakah estimasi faktor firm specific dari earnings response coefficient secara cross-
sectional menghasilkan hubungan yang positif dengan sifat laba time-series
perusahaan (time series property of firms earnings). Dengan demikian bisa dikatakan
bahwa earnings response coefficient merupakan mapping atau pemetaan dari sifat
laba time-series dan tingkat dikonto kedalam perubahan nilai pasar ekuitas.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kormendi dan Lipe (1987), Easton dan Zmijewski
(1989) dan penelitian yang dilakukan oleh Collins dan Kothari (1989) ditemukan 4
determinan ekonomi (economic determinant) yang diantaranya adalah:
Persistensi (persistence)
Risiko (Risk)
Growth (pertumbuhan)
Interest Rate (tingkat bunga)
4.1.1.4 Penilaian Bukti Awal Penelitian Tentang Koefisien Respon Laba (Earnings Response
Coefficient).
Hasil penelitian Kormendi dan Lipe (1987), Easton dan Zmijewski (1989), Collins dan Kothari
(1989) mengindikasikan adanya efek yang signifikan secara statistik dari determinan
crosssectional (cross-sectional determinant) dan determinan temporal (temporal
determinant) dalam earning response coefficient yang diestimasi. Namun disisi lain banyak
juga yang mengkritisi penelitian mengenai determinan ekonomi dari earning response
coefficient. Terdapat kurang lebih tiga kritik yang diantaranya adalah:
membahas tentang ini diantaranya adalah penelitian Ahmed (1994), Thomadakis (1976),
Lidenberg dan Ross (1981) dan Mandleker dan Rhee (1984) yang meneliti tentang hubungan
antara potensi untuk menghasilkan pendapatan sewa yang berasal dari aset perusahaan dan
tingkat kompetisi dalam industri dan struktur biaya perusahaan. Ahmed (1994 p.379)
kemudian menyebutkan adanya bukti yang konsisten bahwa jika laba akuntansi
merefleksikan informasi tentang pendapatan sewa masa depan yang diperoleh perusahaan
dari asetnya maka earnings response coefficient akan menghasilkan nilai yang bervariasi dan
mempunyai arah yang berkebalikan dengan tingkat kompetisi industri namun berhubungan
secara langsung dengan rasio biaya tetap terhadap biaya variabel. Anthony dan Ramesh
(1992) juga meneliti mengenai hubungan antara siklus hidup perusahaan (firms life cycle)
dengan dan strategi bisnis (business strategy) untuk menjelaskan variasi cross-secional dari
earnings response coefficients. Mereka berpendapat bahwa bergantung pada tahapan
perusahaan dalam siklus hidupnya, informasi yang ada dalam laporan keuangan ternyata
menghasilkan informasi yang berbeda mengenai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan arus kas dengan demikian, earnings response coefficients bisa diprediksi
mempunyai hubungan dengan tahapan kehidupan perusahaan.
- Kelemahan kedua dari penelitian tentang hubungan antara earnings response coefficient
dengan presistensi adalah penelitian tersebut cenderung menampilkan bukti-sampel (to
present in-sample evidence). Misalnya saja penelitian Kormendi dan Lipe (1987) dan Collin
dan Kothari (1989) yang mengestimasi parameter time-series dan melakukan uji cross-
sectional hubungan antara parameter persistensi dengan earnings response coefficient pada
periode sampel yang sama. Ketiadaan uji prediksi (predictive test) dalam penelitian tersebut
Ukuran koefisien respon laba (earnings response coefficient) yang relatif kecil dibandingkan
dengan nilai yang diprediksi memotivasi para peneliti untuk menambah hipotesis dan
penjelasan lainnya dalam penelitian yang membahas mengenai earnings response
coefficient. Beaver et al. (1980) dalam penelitiannya mencoba untuk menjelaskan
perbedaan antara nilai prediksi dan nilai estimasi dari earnings response coefficient dengan
cara memperkenalkan 3 ide yang saling berkaitan yaitu:
Dengan mengasumsikan bahwa nilai buku dari ekuitas merupakan proksi dari gangguan nilai
buku ekuitas dan mengasumsikan adanya surplus bersih (clean surplus) mereka berargumen
bahwa laba (earnings) dapat digunakan untuk mengukur perubahan dalam nilai pasar
ekuitas. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa earnings deflated by price harus
digunakan sebagai variabel tambahan untuk mengukur laba.
Pendapat lain dikemukakan oleh Easton dan Harris (1991) yang menyatakan bahwa
Koefisien yang diprediksi dalam laba hanya satu. Easton dan Harris
Jika pasar ternyata gagal mengkoreksi implikasi dari adanya kejutan laba (current earnings
surprise) maka perubahan harga yang yang terasosiasi dengan perubahan laba akan menjadi
terlalu kecil. Ada banyak sekali bukti yang menyatakan bahwa pasar modal sebenarnya
kurang bereaksi terhadap informasi
laba karena pasar sebenarnya mengakui dampak dari informasi laba tersebut secara
bertahap.
Nilai dari earnings response coefficient yang terlalu kecil sejalan dengan argumen bahwa
pasar modal sebenarnya tidak efisien. Interpretasi tersebut bisa disanggah kecuali terdapat
teori ketidakefisienan pasar yang konsisten yang dapat digunakan untuk memprediksi
kurangbereaksinya pasar terhadap informasi laba.
c. Gangguan dalam Laba (noise in earnings) dan lemahnya GAAP (deficient GAAP)
Argumen yang menyatakan bahwa terdapat gangguan dalam laba (noise in earnings) telah
banyak mendapat perhatian dari para peneliti pasar modal. Beaver et al (1980) dalam
penelitiannya mendefinisikan laba akuntansi sebagai penjumlahan dari true earnings
ditambah dengan value-irrelevant noise atau nilai yang tidak berkaitan dengan harga saham.
Asumsi tersebut kemudian mendorong Beaver et al untuk menyajikan model yang
berangkat dari fenomena harga mendahului laba (price leads earnings).
Adanya sudut pandang mengenai pengukuran laba dengan cara menambahkan laba
akuntansi dengan value irrelevant noise ini sedikit banyak telah membuat para peneliti
menyangsikan argument bahwa true earnings menyampaikan sinyal tentang nilai
perusahaan. Pendapat tersebut tentu saja bertentangan dengan 2 hasil penelitian yang ada.
Pertama, bahwa dari hasil penelitian Rayburn (1986) dan Dechow (1994) yang menyatakan
bahwa akrual akuntansi (accounting accruals) cukup informatif. Kedua, terlepas dari apakah
akrual tersebut bersifat informatif atau tidak, hal tersebut tidak berarti bahwa laba tanpa
akrual bisa diartikan sebagai laba yang sebenarnya “true income”.
melakukan prediksi terhadap arus kas masa depan atau imbal hasil saham ( Lev, 1989 p
157). Dengan demikian, argumen yang mendukung adanya pelemahan GAAP menggunakan
hubungan antara imbal hasil-laba sebagai pengukur kesuksesaan GAAP dalam memenuhi
tujuan yang tersebut diatas. Hipotesis yang dipertahankan dalam argument tersebut adalah
bahwa sebenarnya pasar modal efisien dan sebenarnya tujuan dari pelaporan keuangan
secara umum diambil dari FASB’s statement of financial accounting concept. Pelemahan
GAAP diklaim sebagai sebab adanya kualitas laba yang rendah (low quality) yang
menggambarkan hubungan yang lemah (weak correlation) dengan imbal hasil saham. Lev
(1989 p 155) menyatakan bahwa lemahnya hubungan antara laba dan saham bukan hanya
diakibatkan oleh investor yang tidak rasional, faktor lain yang membentuk hal tersebut
adalah rendahnya konten informasi yang ada dalam laba.
Walaupun sebenarnya laba tahunan sering diasumsikan mengikuti pola random walk,
adanya komponen laba sementara sebenarnya telah disadari oleh banyak peneliti dan
literatur yang ada. Terdapat beberapa argument yang mendasari adanya konsep laba
sementara yang diantaranya adalah:
Laba sementara bisa saja muncul karena adanya aktivitas bisnis tertentu seperti
penjualan aset atau muncul karena item gain/loss
Selain itu, laba sementara bisa saja muncul karena adanya asimetri informasi antara
manajer dan pihak luar yaitu misalnya perusahaan yang sedang menghadapi masalah
litigasi yang keterjadiannya bersifat potensial.
Bagian ini menjelaskan mengenai motivasi yang mendasari dilakukannya penelitian tentang
properties of time series, manajemen, dan peramalan analis terhadap laba (analyst forecast
of earnings). Penjelasan dari masing-masing sub bagian tersebut dibawah ini.
4.1.2.1 Motivasi dari penelitian tentang peramalan laba (Motivation for research on
earnings forecast)
Sedikitnya ada 5 alasan yang mendasari penelitian yang berkaitan dengan time- series
properies of earnings dan properties of time series dan properties of management and
analyst forecast (lihat Watts dan Zimmerman 1968, Chapter 2), Schipper (1991) dan Brown
(1993). Pertama dari semua model penilaian baik secara langsung maupun tidak langsung
menggunakan laba peramalan. Pertama, discounted cashflow valuation model (Fama dan
Miller, 1972 Chapter 2) biasanya menggunakan laba peramalan dengan beberapa
penyesuaian sebagai proksi dari arus kas masa depan.
Alasan yang kedua adalah penelitian tentang pasar modal yang menghubungkan antara
informasi laporan keuangan dengan imbal hasil sekuritas biasanya menggunakan model dari
laba ekspektasian untuk memisahkan komponen kejutan dari laba (surprise component of
earnings) dari komponen antisipasian. Dalam pasar modal yang efisien, komponen
antisipasian tidak berhubungan dengan imbal hasil masa depan (future return) yang diukur
selama periode pengumuman.
Alasan ketiga hipotesis pasar modal efisien masih banyak dipertanyakan keabsahannya baik
secara teori maupun secara empiris (lihat Daniel et al 1998; Barberis et al 1998; Hong dan
Stein 1999). Penelitian pasar modal berbasis akuntansi telah memberikan bukti yang
nampaknya tidak konsisten dengan efisiensi pasar.
Alasan terakhir yang dikemukakan adalah hasil prediksi analis dan peramalan yang dilakukan
oleh manajemen merupakan sumber informasi dalam pasar modal. Peramalan-peramalan
tersebut kemudian akan mempengaruhi lingkungan informasi dan akan mempengaruhi
tingkat dan variabilitas dari harga sekuritas.
4.1.2.2.1 Sifat dari laba Tahunan (Properties of Annual Earnings). Random Walk
Banyak bukti penelitian yang menyatakan bahwa pola acak atau pola random walk with drift
merupakan deskripsi yang masuk akal untuk menggambarkan sifat dari laba tahunan.
Penelitian terdahulu yang membahas mengenai hal tersebut adalah penelitian Little (1962),
Little dan Rayner (1966), Lintner dan Glauber (1967) dan referensi tambahan yang ada
dalam penelitian Ball dan Watts (1972). Ball dan Watts (1972) melakukan penelitian
sistematis pertama dan menghasilkan kesimpulan bahwa sifat dari laba tahunan mengikuti
pola yang acak (the random walk time series property for annual earnings). Penelitian
selanjutnya juga menyatakan kesimpulan yang sama diantaranya adalahWatts (1970), Watts
dan Lefwich (1977), Albrecht et al (1977) dengan melakukan pengujian terhadap
kemampuan prediktif dari model Box-Jenkins yang digunakan untuk melihat pola dari laba
tahunan tersebut.
Sifat laba tahunan (properties of annual earnings) ini tidak seperti sifat harga saham yang
merupakan prediksi atas hipotesis pasar efisien, teori ekonomi tidak memprediksi adanya
pola acak (random walk) pada laba. Laba akuntansi tidak menampilkan adanya kapitalisasi
dari arus kas bersih masa depan seperti halnya pada harga. Oleh karena itu, tidak terdapat
alasan ekonomi yang menyatakan bahwa laba tahunan bersifat mengkuti pola random walk
(lihat Fama dan Miller (1972) Chapter 2, Watts dan Zimmerman (1986) chapter 6.
Revisi rata-rata (Mean Revision), dimulai dari Brooks dan Buckmaster (1976) yang memulai
penelitian mengenai adanya mean revision, selanjutnya muncul banyak seri penelitian yang
meneliti mengenai revisi rata-rata dalam laba tahunan. Misalnya saja adalah penelitian yang
dilakukan oleh Ramakrishnan dan Thomas (1992), Lipe dan Kormendi (1994), Fama dan
French (2000).
Terdapat beberapa alasan ekonomi dan statistik yang mendorong dilakukannya revisi rata-
rata dalam laba. Pertama, kompetisi pasar dalam produk mengindikasikan bahwa
keuntungan yang diatas normal (above normal profitability) merupakan hal yang tidak
berkelanjutan (not sustainable) (Beaver dan Morse, 1978; Lev, 1983;Ohlson, 1995;Fama dan
French, 2000). Alasan yang kedua adanya konservatisme dalam akuntansi (lihat Basu, 1977)
dan risiko litigasi (lihat Kothari et al, 1988; Ball et al.,2000) memotivasi manajer untuk
mengakui informasi ekonomi yang buruk (economic bad news) secara lebih cepat
dibandingkan dengan kabar baik (economic goodnews). Sebagai hasilnya, perusahaan-
perusahaan akan mengakui adanya rugi antisipasian (anticipated loss). Pengakuan kerugian
tersebut membuat kerugian itu sendiri menjadi kurang permanen dan karenanya
memunculkan adanya autokorelasi yang negatif dalam laba. Alasan yang ketiga, Perusahaan
yang mengalami kerugian mempunyai opsi untuk melikuidasi perusahaan jika ternyata
manajemen tidak melakukan antisipasi atas adanya kerugian tersebut (Hayn, 1995; Berger
et al ., 1996; Burgstahler dan Dichev, 1997; Collins et al., 1999).
Ketertarikan dalam memahami sifat laba kwartalan dipicu oleh 4 alasan yang diantaranya
adalah:
Laba kwartalan biasanya bersifat musiman sesuai dengan natur bisnis pada industri
tertentu misalnya saja adalah pada industri pakaian dan industri mainan anak (toys)
Laba kwartalan lebih tepat waktu (more timely) sehingga penggunaan peramalan
laba kwartalan sebagai proksi dari harapan pasar (market’s expectation) dirasa lebih
akurat dibandingkan jika menggunakan peramalan laba tahunan.
GAAP sendiri mensyaratkan bahwa laporan keuangan kwartalan harus dipandang
sebagai bagian integral dari laporan tahunan perusahaan (
Terdapat tiga alasan mengapa para peneliti melakukan penelitian terhadap sifat dari
komponen laba. Pertma adalah untuk melakukan estimasi apakah komponen laba memang
bersifat informative. Alasan kedua adalah akrual dan arus kas merupakan dua komponen
laba yang paling sering diuji dalam penelitian. Adanya pos akrual operasi (operating accrual)
menunjukan adanya upaya dari akuntan perusahaan untuk mengubah arus kas yang berasal
dari aktivitas operasi kedalam komponen laba yang sebenarnya membuat laba menjadi
lebih informatif dalam menggambarkan kinerja perusahaan sehingga hal tersebut membuat
laba menjadi ukuran yang lebih berguna untuk kepentingan kontrak dan atau kepentingan
analisis fundamental dan penilaian.
Disisi lain, perlu diperhatikan bahwa manajer yang lebih berorientasi memperkya diri sendiri
bisa saja menggunakan kebijakan akuntansi (accounting discretion) secara oprtunis dengan
memanipulasi jumlah akrual yang ada dalam laporan keuangan sehingga hal tersebut akan
mendistorsi laba.
Alasan yang terakhir adalah bahwa dengan menjumlahkan hasil dari peramalan komponen-
komponen laba hal tersebut akan menghasilkan peramalan laba yang lebih akurat.
- Earnings warnings
- Earnings pre-announcement
- Management earnings forecast
Salah satu hipotesis yang mendasari adanya peramalan manajemen adalah bahwa melalui
peramalan, manajemen perusahaan berusaha mensejajarkan antara harapan investor
(investor expectation) dengan informasi-informasi penting yang dimiliki oleh manajemen
(Ajinkya dan Gift, 1984).
Penelitian terbaru yang berkaitan dengan peramalan manajemen adalah penelitian yang
mengurai masalah-masalah mengenai tipe, ketepatan, kredibilitas peramlan manajemen
dengan perubahan harga sekuritas ( e.g Pownall et al., 1993; Baginski et.al 1993; Pownall
dan Waymire, 1989; Bamber dan Cheon, 1998). Secara keseluruhan, bukti-bukti dari hasil
penelitian menyatakan bahwa peramalan manajemen mempunyai arah hubungan yang
positif dengan berbegai penentu kualitas peramalan manajemen.
Terdapat banyak penelitian mengenai peramalan analis. Penelitian tersebut bisa dibagi
menjadi dua kategori yang diantaranya adalah:
model pertanyaan yang ada dalam penelitian tersebut adalah faktor penentu apa saja
(determinant) yang dapat mempengaruhi akurasi peramalan analis?
Penelitian terdahulu menguji keakuratan dari peramalan analis dan hubungannya dengan
imbal hasil saham dan membandingkan sifat-sifat tersebut dengan peramalan time-series
dari laba. Brown dan Rozeff (1978) merupakan orang pertama yang mendokumentasikan
adanya keakuratan yang lebih unggul dari peramalan analis dibandingkan dengan
peramalan time-series dari laba kwartalan. Penelitian-penelitian selanjutnya memberikan
hasil yang beragam dan memunculkan perdebatan berkaitan dengan hasil penelitian
tersebut. Hasil penelitian tersebut juga memunculkan pertanyaan apakah superioritas yang
dimiliki analis tersebut timbul karena anlis mempunyai time-advantage seperti misalnya
analis memiliki akses terhadap informasi terkini yang lebih banyak dibandingkan dengan
model time-series.
Brown et.al (1987 a, b) melakukan pengujian terhadap akurasi dan hubungan (asosiasi)
antara imbal hasil saham yang digunakan untuk membandingkan kualitas peramlaan analis
dibandingkan dengan peramalan time-series dari laba kwartalan. Hasil penelitian Brown et
al. menunjukan bahwa bahkan setelah dilakukan pengendalian terhadap time-advantage
yang dimiliki oleh analis, hasil peramalan analis dikatakan lebih akurat dan lebih terasosiasi
dengan imbal hasil saham dibandingkan dengan peramlaan time-series.
Banyak penelitian yang menemukan bahwa peramalan analis (analys forecast) bersifat
optimistik walaupun sebenarnya optimism tersebut saat ini juga dipertanyakan (Brown
1997, 1998, Matsumoto 1998, Richardson et al 1999).
Setidaknya terdapat 3 hipotesis yang sejalan dengan penurunan optimism analis yaitu:
Analis sebenarnya belajar dari kesalahan masa lalu (learning from past biases)
sehingga analis menjadi lebih berhati-hati dan tidak terlalu optimis
Dorongan/incentive yang dimiliki oleh analis telah berubah
Kualitas data yang digunakan sudah lebih baik (data bebas dari survivor bias maupun
selection bias)
Optimisme peramalan diperoleh dari perbedaan positif antara EPS yang diramalkan
dengan EPS yang sebenarnya. Optimisme tersebut telah didokumentasikan dengan
menggunakan metode value line, I/B/E/S dan Zack data source for analys (Lim,
1998). Estimasi keoptimisan analis bervariasi antar penelitian. Hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan dalam desain penelitian, definisi variabel dan
periode pengujian.
Walaupun secara desain penelitian berbeda namun bukti yang ada dalam penelitian-
penelitian tersebut menyatakan adanya optimisme analis. Kesimpulan mengenai
optimism analis itu harus dimaknai secara hati-hati karena sebenarnya sampel yang
diuji pada banyak penelitian tersebut tidaklah independen.
Dari hasil penelitian terdahulu yang membahas mengenai bias peramalan analis.
Penulis masih merasa ragu dan bersikap skeptic terhadap bukti yang ada.
Penulis mengemukakan beberapa alasan yang mendasari sikap tersebut yang diantaranya
adalah:
Pertama, pembandingan laba aktual dengan laba peramlan tidaklah selalu sama
(misalnya data I/E/B/S). Dalam melakukan peramalan (forecasting) analis biasanya
tidak memasukan komponen special item (misalnya extraordinary loss/gain)
Kedua, cakupan data telah berkembang secara dramatis selama bertahun-tahun dan
derajat bias sebenarnya bisa dikatakan telah banyak mengalami penurunan yang
pasti ( Brown, 1997, 1998, Richardson et al 1999)
Adanya bukti mengenai optimism peramalan analis telah banyak mendorong para
peneliti untuk mengajukan dan menguji hipotesis agar dapat menjelaskan adanya
optimistic bias. Hipotesis tersebut terbagi dalam dua kategori besar yaitu:
yang mereka berikan kepada perusahaan investasi. Selain itu, menurut Lim (1998) dan Das
et al (1998) alasan yang lainnya mengapa analis mempublikasikan peramalan yang
optimistik salah satunya adalah untuk memperoleh akses informasi dari manajemen
perusahaan terutama pada saat dimana terjadi asimetri informasi antara manajemen
dengan komunitas investor tinggi. Alasan ketiga disampaikan oleh Gu dan Wu (2000) yang
menyatakan bahwa bias peramalan terjadi karena adanya dorongan dari analis karena
adanya ketepatan laba (earnings skewness). Mereka berargumen bahwa optimistic bias
merupakan hal yang wajar dan justru diharapkan karena sebenarnya para analis tersebut
berusaha untuk meminimalkan nilai rata-rata dari kesalahan peramalan.
Dan yang terakhir adalah pendapat dari Abarbanell dan Lehavy (2000b) yang menyatakan
bahwa sebenarnya bias peramalan analis disebabkan oleh perilaku manajemen perusahaan
yang melakukan manajemen laba misalnya saja bentuk take a bath