(Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Teori Akuntansi)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sutrisno T., S.E, M.Si, Ak, CA
Oleh :
Anisa Ayu Kharismasari (2014240921)
Kelompok Diskusi :
1. Anisa Ayu K.
2. Annisa Sabrina D.
3. Irmayunita Dewi A.
Dikumpulkan:
sesuai
sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan
mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif yaitu (Watt &
Zimmerman,1986 ):
1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris,
karena didasarkan pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat
diuji keabsahannya secara empiris.
2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara
individual daripada kemakmuran masyarakat luas.
3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi
sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa
dalam system perekonomian yang mendasarkan pada mekanisme pasar,
informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat dalam
mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.
Pada awal perkembangannya teori akuntansi menghasilkan teori normatif yang
didefinisikan sebagai teori yang mengharuskan dan menggunakan kebijakan nilai
(value judgement), (Wolk & Tearney, 1997). Teori normatif pada awalnya belum
menggunakan pendekatan investigasi formal, baru pada perkembangan berikutnya
mulai digunakannya pendekatan investigasi terstruktur formal, yaitu pendekatan
deduktif (dimulai dari proposisi akuntansi dasar sampai dengan dihasilkan prinsip
akuntansi yang rasional sebagai dasar untuk mengembangkan teknik-teknik akuntansi
(Anis dan Imam,2003). Selain itu perkembangan akuntansi juga mengarah pada teori
akuntansi positif atau deskriptif yang investigasinya sudah lebih terstruktur dengan
menggunakan pendekatan induktif (didasarkan pada konklusi yang digeneralisasikan
berdasarkan hasilobservasi dan pengukuran yang terinci (Anis dan Imam,2003).
Berbagai teori positif atau deskriptif berkembang dengan pesat dalam akuntansi.
Perkembangan teori mengarah pada teori positif (deskriptif) ini dibarengi dengan
perubahan fokus teori akuntansi yang digunakan oleh lembaga akuntansi, misalnya
FASB yang menekankan pada kegunaan dalam pengambilan keputusan dan tidak lagi
terfokus pada postulate seperti terlihat pada kerangka konseptual yang diterbitkan oleh
FASB mulai tahun 1979 yang dimulai dengan perumusan tujuan pelaporan keuangan
(SFAC 1).Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang
menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan
kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa
mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari
teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi.
Ada dua jenis penelitian pasar modal yang penting dalam teori akuntansi positif yaitu :
1. Penelitian yang berusaha menentukan pengaruh dikeluarkannya informssi
keuangan terhadap share return, dan
2. Penelitian yang mempertimbangkan efek perubahan kebijakan akuntansi pada
harga saham. Kebanyakan riset pada wilayah ini telah dilakukan dengan
menguji bentuk semistrong dari hipotesis pasar efisien (EMH). EMH memiliki
implikasi yang signifikan untuk kedua aspek teori akuntansi positif dan
pengaturan standar akuntansi secara keseluruhan. Studi peristiwa, studi asosiasi,
dan pendekatan perilaku mekanistis adalah beberapa contoh penelitian yang
diuji hubungannya dalam pasar modal. Hipotesis pasar efisien mengacu pada
teori harga mikroekonomi, yang karateristiknya adalah menekankan pada
penawaran dan permintaan indformasi pada pasar. Pada pasar modal yang
kompetitif, marginal cost informasi sama dengan marginal revenuenya.
EMH mengacu pada teori harga ekonomi mikro, yang ditandai dengan emphasi
pada penawaran dan permintaan, analisis keseimbangan dan persaingan sempurna pasar
modal, dalam kesetimbangan biaya marjinal informasi sama dengan pendapatan
marjinal. Oleh karena itu, tidak mungkin, rata-rata, untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi murni dengan perdagangan pada informasi ini. Ball menunjukkan bahwa
pekerjaan empiris awal, seperti karya fama, Fisher, Jensen dan Roll dalam kaitannya
dengan reaksi harga saham terhadap stock split.
Setelah periode ini, mulailah dikenal pengujian empiris dengan didukung oleh
penggunaan data base yang berasal dari CRSP (Center for Research in Security
Prices). Pengkombinasian data dengan menggunakan komputer banyak menghasilkan
penelitian mengenai perilaku harga saham dan pengaruh informasi terhadap harga
saham (misal: Fama, 1976). Hasil penelitian empiris ini membawa kepada
pengembangan tentang EMH (efficient markets hypothesis). Dalam teori akuntansi
positif, tidak dijelaskan tentang praktek akuntansi, tetapi dilakukan penelitian terhadap
hubungan pengumuman laba dengan reaksi harga saham. Untuk melakukan penelitian
dalam tahap ini digunakan Hipotesis Pasar Efisien (Efficiency Market Hyphothesis)
(Scott,2000). Pasar modal efisien adalah pasar modal dimana harga surat-surat berharga
yang diperdagangkn setiap waktu secara wajar dan merefleksikan semua informasi
yang diketahui publik berkaitan dengan surat berharga dan Capital Asset Pricing Model
(CAPM).
3. Saat ini sedang terjadi pergeseran pelaporan keuangan menuju ke arah
paradigma perspektif pengukuran. Perspektif pengukuran dan perspektif
informasi dibahas secara terpisah dalam literatur akuntansi. Setiap perspektif
tidak mempertimbangkan aspek yang ditawarkan oleh perspektif yang
lainnya. Setujukan saudara? Berikan komentar!
Jawaban :
Perspektif informasi lebih menekankan pengungkapan penuh (full disclosure),
apapun bentuknya, untuk meningkatkan kegunaan informasi akuntansi bagi investor.
Perspektif informasi didasari asumsi bahwa terdapat cukup banyak investor rasional
terinformasi, yang dapat secara cepat dan tepat memasukkan bentuk pengungkapan
apapun ke dalam harga pasar yang efisien. Sebaliknya, perspektif pengukuran lebih
menekankan peran fundamental dari informasi akuntansi keuangan untuk menentukan
nilai perusahaan Perspektif pengukuran lebih menekankan kualitas angka akuntansi
dalam laporan keuangan, termasuk di dalamnya adalah kualitas laba. Kedua perspektif
ini, perspektif informasi dan perspektif pengukuran, mendasari kebijakan-kebijakan
badan penyusun standar akuntansi.
dapat mempengaruhi keputusan sebenarnya yang dibuat oleh manajer dan pihak
lainnya daripada hanya mencerminkan hasil dari keputusan.
Pasar dapat menggunakan earnings management untuk menduga atau
mengambil kesimpulan mengenai informasi dari dalam. Dan juga, ketika tingkat dari
earnings management itu baik, maka penentuan standar yang merupakan keterbatasan
dari pilihan akuntansi akan menurunkan kemampuan pelaporan keuangan untuk
mengungkapkan informasi dari dalam.
Selain itu, Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham
terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba
atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba
dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan
diterima oleh manajer.
Manajemen laba juga dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor.
Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran
utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinya dengan membuat
kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan
memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau penjadwalan ulang
utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.
Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya terutama
pada perusahaan go publik pada saat IPO. Manajemen laba muncul dalam proses
pelaporan keuangan suatu organisasi karena manajer atau para pembuat laporan
mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukannya. Manajemen laba
merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan.
Pada dasarnya, basis akrual dipilih dengan tujuan untuk menjadikan laporan keuangan
lebih informatif yaitu laporan keuangan yang benar-benar mencerminkan kondisi yang
sebenarnya. Namun dalam kenyataannya, penggunaan dasar akrual membuka peluang
bagi manajemen untuk melakukan praktik manajemen laba. Karena itulah, walaupun
dalam EMH manajer tetap melakukan praktik manajemen laba.
Manajemen laba adalah cara yang digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi
angka laba secara sistematis dan sengaja dengan cara memilih kebijakan akuntansi dan
prosedur akuntansi tertentu yang bertujuan untuk memaksimumkan utility manajer dan
harga saham. Dari definisi tersebut, jelas bahwa manajemen laba merupakan intervensi
langsung manajer dalam proses pelaporan keuangan dengan maksud untuk
mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu, baik bagi manajer maupun bagi
perusahaan.
Adapun teori-teori yang menjelaskan adanya manajemen laba pada suatu
perusahaan yaitu:
1. Teori Sinyal (Signaling Theory)
Teori sinyal (signaling theory) merupakan salah satu teori yang mendasari
penelitian tentang praktek perataan laba, salah satu bentuk manajemen laba. Teori ini
berkaitan dengan asimetri informasi yang dapat terjadi apabila salah satu pihak
mempunyai sinyal informasi yang lebih lengkap daripada pihak lain. Angka-angka
akuntansi yang dilaporkan oleh pihak manajemen dapat digunakan sebagai sinyal, bila
angka-angka tersebut dapat mencerminkan informasi mengenai atribut-atribut
keputusan perusahaan yang tidak terpantau.
2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Dalam teori ini dijelaskan bahwa terdapat kontrak yang menjadi landasan satu
pihak (principal/pemilik) mempekerjakan pihak lain (agent) untuk mengelola
perusahaan atas nama perusahaan. Berdasarkan kontrak tersebut, principal
mendelegasikan wewenang pembuatan keputusan kepada agent. Pemisahan
kepemilikan dan operasional ini berarti bahwa para manajer, sebagai agent pemegang
saham, dapat bertindak untuk kepentingan mereka sendiri.
3. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)
Teori akuntansi positif atau positive accounting theory (PAT) berusaha
mengungkapkan pengaruh faktor-faktor ekonomi terhadap perilaku manajer untuk
memilih suatu metode akuntansi. Terdapat tiga hipotesis yang diungkapkan oleh
Zimmerman (1986) yang mendorong timbulnya fenomena manajemen laba, yaitu
hipotesis rencana bonus (bonus plan hypothesis), hipotesis kontrak utang (debt
covenant hypothesis) dan hipotesis biaya politis (political cost hypothesis). Hipotesis
rencana bonus menyatakan bahwa manajer pada perusahaan yang menggunakan
kebijakan rencana bonus cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan
meningkatkan income saat ini. Sedangkan hipotesis kontrak utang menyebutkan
manajer pada perusahaan yang mempunyai debt to equity ratio besar akan cenderung
menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan pendapatan maupun laba.
Hipotesis biaya politis menyatakan bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan
operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi
laba yang dilaporkan.
6. Konsep historical cost sering mendapat kritik tajam karena dianggap sudah
ketinggalan jaman dan tidak relevan dalam menyajikan informasi akuntansi.
Jelaskan pendapat saudara baik setuju maupun yang tisak setuju!
Jawaban :
Historical cost sering mendapat kritik tajam karena dianggap sudah ketinggalan
jaman dan tidak relevan dalam menyajikan informasi akuntansi karena Historical Cost
Principle adalah prinsip akuntansi yang mengakui harta atau utang dicatat pada nilai
historisnya atau harga perolehan, historical cost (HC) selama ini menggunakan
perspektif informasi lama kelamaan akan ditinggalkan oleh pemakainya. Memang
informasi yang disajikan oleh historical cost merupakan informasi yang reliable karena
didukung oleh transaksi yang benar-benar real dan akurat pencatatannya. Hanya saja,
investor ternyata membutuhkan informasi yang lebih relevan dalam pengambilan
keputusan. Karena data yang digunakan oleh historical cost adalah data lama yang
sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini dan tidak menggambarkan perusahaan yang
sebenarnya, maka HC tidak dapat memberikan informasi yang berdaya tambah kepada
pihak yang membutuhkan informasi. Jadi menurut saya konsep historical cost ini sudah
ketinggalan jaman, Dalam perkembangannya saya rasa historical cost akan beralih pada
fair value accounting (FVA) yang menggunakan perpektif pengukuran.
Historical cost (HC) yang selama ini menggunakan perspektif informasi lama
kelamaan akan ditinggalkan oleh pemakainya. Memang informasi yang disajikan oleh
historical cost merupakan informasi yang reliable karena didukung oleh transaksi yang
benar-benar real dan akurat pencatatannya. Hanya saja, investor ternyata membutuhkan
informasi yang lebih relevan dalam pengambilan keputusan. Karena data yang
digunakan oleh historical cost adalah data lama yang sudah tidak sesuai dengan kondisi
saat ini dan tidak menggambarkan perusahaan yang sebenarnya, maka HC tidak dapat
memberikan informasi yang berdaya tambah kepada pihak yang membutuhkan
informasi.
7. Isu tentang IFRS, IAS, harmonisasi dan konvergensi terkait erat dengan
faktor budaya (culture) antarnegara. Berikan penjelasan singkat tentang isuisu tersebut.
Jawaban :
Budaya merupakan faktor lingkungan yang paling kuat mempengaruhi sistem
akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu di negara tersebut menggunakan
informasi akuntansi. Praktek akuntansi sangat dipengaruhi oleh budaya, sehingga
ketidakseragaman praktek akuntansi internasional banyak disebabkan oleh budaya
(Violet, 1983; dan Hofstede, 1986). Mengacu pada model Hofstede's (1980) untuk
pembentukan dan stabilisasi pola budaya, Gray (1988) mengembangkan kerangka
untuk menjelaskan bagaimana budaya mempengaruhi sistem akuntansi nasional. Secara
singkat, Gray (1988) menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya yang di amalkan secara
bersama sama di negara tertentu akan merubah budaya akuntansi yang seterusnya akan
mempengaruhi sistem akuntansi negara yang bersangkutan.
Budaya adalah nilai dan attitude yang digunakan dan di yakini oleh suatu
masyarakat atau negara. Variabel budaya tergambar dalam kelembagaan negara yang
bersangkutan. Hofstede (1980; 1983) meneliti dimensi budaya di 39 negara. Dia
mendefinisikan budaya sebagai The collective programming of the mind which
distinguishes the members of one human group from another' (Hofstede 1983) dan
membagi dimensi budaya menjadi 4 bagian
1. Individualism (lawan dari collectivism)
Individualism merefleksikan sejauh mana individu mengharapkan kebebasan pribadi.
Ini berlawan dengan collectivism (kelompok) yang didefinisikan menerima
tanggungjawab dari keluarga, kelompok masyarakat (suku, dan lain-lain).
2. Power distance
Didefinisikan sebagai jarak kekuasan antara Boss B dengan Bawahan S dalam hirarki
organisasi adalah berbeda antara sejauh mana B dapat menentukan prilaku S dan
sebaliknya (Hofstede 1983). Pada masyarakat yang power distance besar, adanya
pengakuan tingkatan didalam masyarakat dan tidak memerlukan persamaan tingkatan.
Sedangkan pada masyarakat yang power distance kecil, tidak mengakui adanya
perbedaan dan membutuhkan persamaan tingkatan didalam masyarakat.
3. Uncertainty avoidance
Ketidakpastian mengenai masa depan adalah sebagai dasar kehidupan masyarakat.
Masyarakat yang tingkat ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi dampak
Produk utama dari akuntansi adalah informasi keuangan yang dijabarkan dalam
bentuk laporan keuangan. Agar sebuah laporan keuangan dapat bernilai guna, laporan
tersebut harus mampu dibandingkan dengan laporan keuangan yang dihasilkan oleh
negara lain. Toleransi adanya budaya dalam pembahasan akuntansi yang tertuang
melalui perbedaan standar akuntansi di setiap negara memungkinkan adanya
ketidakseragaman konsep dalam pembuatan laporan keuangan. Kondisi seperti ini akan
berpengaruh terhadap keputusan investor untuk menggunakan laporan keuangan
sebagai salah satu alat analisis investasi. Apabila pihak-pihak yang seharusnya
membutuhkan laporan keuangan tidak lagi membutuhkan laporan keuangan, maka
fungsi dari akuntansi perlu dipertanyakan. Sehingga menurut saya budaya tidak harus
dijadikan salah satu pertimbangan dalam membuat standar akuntansi yang akan
berpengaruh terhadap laporan keuangan
Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan jaman turut membawa perubahan
yang cukup besar dalam dunia akuntansi, dimana diantaranya adalah wacana mengenai
implementasi IFRS dalam proses akuntansi secara global. Menurut penulis, hal ini
mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dan uraian dibawah ini adalah
pandangan penulis mengenai hal tersebut diatas. Pada dasarnya International Financial
l.
m
n.
o.
e.
f.
g.
p.
q.
r.
j.
u.
k.
jumlah aktiva
v.
h.
i.
s.
t.
jumlah investasi;
jumlah kewajiban;
jumlah ekuitas;
rasio laba (rugi) terhadap jumlah
aktiva;
rasio laba (rugi) terhadap ekuitas;
rasio lancar;
rasio kewajiban terhadap ekuitas;
rasio kewajiban terhadap jumlah
aktiva;
rasio kredit yang diberikan terhadap
jumlah simpanan (khusus untuk
perbankan);
rasio kecukupan modal (khusus
untuk perbankan); dan
informasi keuangan perbandingan
lainnya yang relevan dengan
perusahaan.
efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta
tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adaah kepatuhan perusahaan terhadap
peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial,
kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara
lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan
menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam
kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk
bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
4. Independency (Kemandirian)
Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada
benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang
tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat
menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan
perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Dari sejumlah prinsip tersebut, dapat disimpulkan bahwa GCG dapat pula
dipahami sebagai suatu sistem dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu seluruh kepentingan stakeholders
secara proporsional dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam
strategi perusahaan sekaligus juga memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi
dapat diperbaiki dengan segera.
Memahami prinsip-prinsip GCG diatas, sebenarnya akan dapat dilihat benang
merah atau keterkaitan dan adanya hubungan antara GCG dengan CSR sendiri. Prinsip
Responsibility merupakan prinsip yang mempunyai makna paling dekat dengan CSR.
Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholder
perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini juga, perusahaan diharapkan dapat
menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali menghasilkan dampak
eksternal yang harus ditanggung oleh semua stakeholder, dan tidak hanya internal,
tetapi juga semua stakeholder eksternal. Karena itu merupakan suatu tuntutan yang
sangat wajar jika perusahaan juga harusnya memperhatikan kepentingan dan nilai
tambah bagi stakeholders-nya.
Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) di berbagai perusahaan di
Indonesia menunjukkan perkembangan menggembirakan. Timbulnya kesadaran untuk
menerapkan prinsip Good Corporate Governance (itu tidak terlepas dari tuntutan
perekonomian modern yang mengharuskan setiap perusahaan dikelola secara baik dan
kepercayaan investor, dan lain sebagainya juga secara gamblang menunjukkan bahwa
laporan keuangan akan lebih berkualitas.
Gordon (2008) memaparkan keuntungan yang diperoleh oleh sebuah negara di
seluruh dunia dalam mengadopsi IFRS, yaitu: 1) informasi keuangan menjadi lebih
baik dan berguna bagi pemegang saham, 2) informasi keuangan menjadi lebih baik dan
berguna bagi pemerintah, 3) laporan keungan lebih dapat dibandingkan, 4)
meningkatkan transparansi perusahaan, 5) managemen perusahaan lebih baik dalam
operasional global, 6) mengurangi biaya modal.
Penelitian di Bangladesh yang dilakukan oleh Bhattacharjee (2009) secara lebih rinci
memaparkan dampak Adopsi terhadap perekonomian negara, yaitu: 1) dampak sektor
korporasi yaitu IFRS mampu mengurangi masalah agensi. 2) Meningkatkan minat
invetor untuk berinvestasi di pasar modal. 3) Mengurangi asimetri informasi melalui
penggunaan Fair Value Accountin (FVA). 4) Meningkatkan keseragaman akuntansi
sehingga dapat memperbaiki iklim investasi. 5) Standar keuangan lokal yang digunakan
ambigu dan terdapat beberapa peraturann yang tumpang tindih satu dengan yang lain.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa adopsi IFRS mampu mengurangi ketidakjelasan
interpretasi laporan keuangan. Kesimpulan ini sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ding et al, (2007), Bae, Tan dan Welker (2008).