1)
Tasha Indira Fitra, 2)Yuniarti, 3)Mia Kusmiati
1,2,3
Pedidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung,
Jl. Hariangbangga No.20 Bandung 40116
Email : 1 indira_ft@yahoo.com, 2candytone26@gmail.com, 3emkahf@yahoo.co.id
Abstrak: Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, 36,3% penduduk Indonesia
merupakan perokok aktif. Rokok memiliki banyak komponen zat yang berbahaya bagi tubuh, salah
satunya nikotin. Nikotin pada rokok dapat mengakibatkan efek perangsangan langsung terhadap produksi
pigmen melanin (melanosis) pada mukosa mulut termasuk gusi dan bibir. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan kebiasaan merokok berdasarkan indeks brinkman dengan timbulnya pigmentasi
melanin gusi pada pegawai administrasi UNISBA. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik
dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional). Dengan menggunakan studi populasi 18 orang
pegawai administrasi Universitas Islam Bandung yang tergolong kedalam perokok aktif. Hasil penelitian
dianalisis melalui uji Fisher exact test. Hasil penelitian menunjukan terdapat 44.4% perokok ringan dan
55.6% perokok sedang. Perokok ringan, 12.5% tergolong kategori pigmentasi gusi 1 dan 50% pigmentasi
gusi 2, sementara untuk perokok sedang menunjukan 10% tergolong kategori pigmentasi gusi 1 dan 70%
pigmentasi gusi 2. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan antara kebiasaan
merokok pada pegawai administrasi UNISBA dengan pigmentasi melanin pada gusi (p = 0.789). Pada
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama merokok dengan pigmentasi
melanin pada gusi, karana adanya faktor jumlah melanosit yang berbeda tiap orang. Sehingga banyaknya
rokok yang dihisap tidak mempengaruhi pigmentasi melanin pada gusi untuk orang yang memiliki
melanosit yang sedikit.
A. Pendahuluan
Merokok saat ini sudah menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan pada
masyarakat. Merokok jarang diakui oleh orang sebagai kebiasaan buruk terutama bila
tujuan merokok untuk mengalihkan diri dari stres dan tekanan emosi.1,2
Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan bahwa terdapat 300
juta perokok di negara maju, sedangkan di negara berkembang mendekati tiga kali lipat
yaitu sebanyak 800 juta. WHO melaporkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari
lima negara yang terbanyak perokoknya di dunia.2
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat
konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi.2 Menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada data tahun 2007 sebesar 34,2%, pada data tahun 2010 sebesar 34,7%,
dan pada data tahun 2013 menjadi 36,3%.3
Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) 2011, penggunaan tembakau
di Indonesia 34,8% (59.900.000) dari populasi orang dewasa yang merokok tembakau.
Di antara populasi orang dewasa terdapat 56,7% (57.600.000) laki-laki dewasa, 1,8%
(1.600.000) wanita dewasa dan 29,2% (50.300.000) adalah perokok secara keseluruhan
setiap hari.4
Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi juga dapat
menyebabkan timbulnya kondisi patologis di rongga mulut. Rongga mulut ialah bagian
tubuh yang pertama kali terpapar asap rokok sehingga sangat mudah terpapar efek
rokok karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok
903
904 | Tasha Indira Fitra, et al.
yang utama.2 Penyakit periodontal, karies, kehilangan gigi, resesi gusi, lesi prekanker,
kanker mulut, serta kegagalan implan, adalah kasus-kasus yang dapat timbul akibat
kebiasaan merokok.5
Komposisi rokok, terdiri dari aseton, asam asetat, amonia, arsenikum, bensol,
butana, kadmium, karbon monoksida, formaldehida, heksamin, timah, naftalin, metanol,
nikotin, tar, toluena.7 Nikotin dapat menyebabkan efek melanosis pada gusi, dimana
melanosis pada perokok terjadi karena efek dari nikotin (senyawa polisiklik) terhadap
melanosit yang terletak di sepanjang sel-sel basal epitel lapisan mukosa mulut. Nikotin
langsung merangsang melanosit memproduksi melanosom berlebih, yang menghasilkan
deposisi peningkatan pigmen melanin sebagai melanosis basilar dengan jumlah yang
bervariasi dari inkontinensia melanin.9
Seseorang yang memiliki smile gum, gusi adalah struktur yang juga ikut
terlihat pertama kali ketika tersenyum. Semakin tinggi bibir atas terangkat saat
tersenyum, maka akan lebih terlihat gigi dan gusi, sehingga pewarnaan pada gusi dapat
mempengaruhi estetika seseorang saat tersenyum.10
B. Metode
Subjek penelitian ini adalah kelompok perokok yang merupakan pegawai
administrasi Universitas Islam Bandung. Subjek penelitian dipilih dari populasi
terjangkau dengan metode pengambilan cross sectional terhadap total sampling yaitu
mengambil seluruh populasi yang sesuai berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Alat dan bahan penelitian ini menggunakan handsglove. Variabel dalam
penelitian ini adalah pigmentasi melanin pada gusi dan kebiasaan merokok.
Prosedur penelitian terdiri dari informed consent kepada subjek, pengisian
formulir pemeriksaan, persiapan diri dan pasien, pemeriksaan gusi anterior rahang atas,
pencatatan hasil pemeriksaan. Penelitian dilakukan di Universitas Islam Bandung tahun
2015.
C. Hasil
Penelitian dilakukan pada Pegawai Administrasi Universitas Islam Bandung,
didapatkan 18 orang adalah seorang perokok yang sebanyak 13 orang mengalami
pigmentasi melanin pada gusi. Penelitian ini menggunakan metode pengisian data awal
dan pemeriksaan gusi subjek.
Karakteristik Tipe Perokok dan Pigmentasi Gusi
Karakteristik Tipe Perokok pada Pegawai Administrasi UNISBA
Karakteristik tipe perokok pada Pegawai Administrasi Universitas Islam
Bandung dapat dilihat pada table 4.1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah tipe
perokok sedang lebih banyak dibandingkan jumlah tipe perokok ringan dan tidak
ditemukan tipe perokok berat.
Tabel 4.1 Karakteristik Tipe Perokok
n %
Tipe Perokok
Ringan 8 44,4
Sedang 10 55,6
Total 18 100
D. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pegawai Administrasi Universitas Islam
Bandung yang perokok sebanyak 18 orang (7,8%) untuk tipe perokok ringan berjumlah
8 orang (44,4%) dari 18 orang perokok, tipe perokok sedang berjumlah 10 orang
(55,6%) dari 18 orang perokok dan tidak ada tipe perokok berat. Hal ini berbeda dengan
hasil survey yang dilakukan UCR Smoke/Tabacco-Free Campus Survey Result 2013
pada tahun 2012 bahwa sebanyak 747 orang (44%) dari 1,693 pegawai University of
California.17
E. Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 8 orang perokok ringan dan perokok
sedang sebanyak 10 orang. Tidak ditemukan hubungan antara tipe perokok dengan
pigmentasi gusi (p > 0.05). Hal ini menunjukkan tipe perokok tidak berpengaruh
terhadap pigmentasi gusi.
Daftar Pustaka
Setiadhi R, Soewondo W. BIONATURA. Journal of Life Physical Sciences.
2011;13(13):31–9.
Mintjelungan C, B. S. L, Mulyana Djokja R. Gambaran perokok dan angka kejadian lesi
mukosa mulut di desa monsongan kecamatan banggai tengah 1. Jurnal e-GiGi.
2013;1(1):38–44.
Trihono. Riset Kesehatan Dasar. 2013;1(1):1–261.
Trihono, Hardjo H, Kadarmanto, N Sinha D, Mohan Palipudin K, Asma S. Global Adult
Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. Kosen S, editor. 2011. 18 p.