Anda di halaman 1dari 61

MODUL SEMINAR DARING PENINGKATAN PERAN FKTP DALAM

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN COVID-19

PENGARAH
dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS (Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan)

PEMBINA
drg. Saraswati, MPH (Direktur Pelayanan Kesehatan Primer)

PENYUSUN & KONTRIBUTOR


Kementerian Kesehatan:
dr. Ganda Raja Partogi Sinaga, MKM
dr. Upik Rukmini, MKM
Nusli Imansyah, SKM, M.Kes
dr. Monika Saraswati Sitepu, M.Sc
drg. Aditia Putri
dr. Ernawati Octavia, MKM
Roostiati S.W., SKM, MKM
dr. Sari Hayuningtyas, MKM
drg. Naneu Retna Arfani
dr. Era Renjana Diskamara

WHO Indonesia:
dr. Benyamin Sihombing, MPH
dr. Setiawan Jati Laksono
dr. Kemmy A. Purnamawati

Kolegium Dokter Indonesia:


Dr. dr. Amir Syafruddin, M.Med.Ed
dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed
dr. Nurhadji Abdullah Kastari
dr. Hartati B. Bangsa
dr. Ardiansyah Bahar
dr. Oktarina, M.Med.Ed

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya telah
tersusun Modul Seminar Daring Peningkatan Peran FKTP dalam Pencegahan dan
Pengendalian COVID-19 bagi Tenaga Kesehatan.
Seiring dengan kondisi Pandemi COVID-19, pelayanan kesehatan menghadapi
tantangan yang luar biasa dalam mengatasi masalah kesehatan akibat penyebaran
penyakit ini yang sangat cepat. Pelayanan kesehatan tidak hanya menjadi tumpuan
pada aspek penatalaksanaan kasus di rumah sakit, namun juga berkontribusi lebih ke
hulu yaitu melakukan prevensi, deteksi dan respon di level individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang menjadi fasilitas kesehatan
terdepan di tengah-tengah masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
pelaksanaan prevensi, deteksi dan respon di masyarakat tersebut. Puskesmas, klinik
pratama, dan praktik mandiri diharapkan memberi kontribusi optimal guna mendukung
upaya pemerintah mengatasi wabah ini. FKTP diharapkan tetap memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan tetap mengambil langkah-langkah
antisipatif guna mencegah transmisi COVID-19 dalam penyelenggaraan
pelayanannya.
Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan di FKTP diharapkan
memiliki pengetahuan yang memadai terkait regulasi, peranannya dalam surveilans
dan respon, penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi, dan manajemen klinis
serta laboratorium dalam menghadapi COVID-19 di tingkat FKTP. Pengetahuan
tersebut dapat diperoleh secara mandiri dari berbagai sumber ataupun dengan
mengikuti kegiatan peningkatan kapasitas dalam berbagai bentuk.
Seminar Daring ini menjadi salah satu media untuk meningkatkan kapasitas para
tenaga kesehatan yang berjuang di pelayanan kesehatan primer. Seminar daring ini
dirancang dengan metode campuran belajar mandiri dan tatap muka secara
daring/webinar dengan para narasumber. Hal ini dilakukan agar tenaga kesehatan
yang sangat sibuk di pelayanan saat ini memiliki keleluasaan dalam mengakses
materi dan mengikuti webinar yang dapat disesuaikan dengan waktu yang dimiliki.
Buku Modul Seminar ini menjadi bahan bacaan pendamping pembelajaran
mandiri selain video dan bahan tayang lainnya yang juga telah disiapkan. Melalui
modul ini kami berharap para tenaga kesehatan dapat lebih memahami perannya
dalam menghadapi pandemi COVID dan selanjutnya dapat diterapkan dalam
pelayanan sehari-hari.
Kami ucapkan terima kasih kepada WHO dan semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan modul ini. Semoga modul ini bermanfaat dan
mencapai tujuan yang diharapkan. Mari Bersatu bersatu lawan COVID-19.

Jakarta, April 2020


Direktur Pelayanan Kesehatan Primer,

drg. Saraswati, MPH

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
PENDAHULUAN 1
MODUL I KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI FKTP DAN 3
PERANNYA DALAM SURVEILANS DAN RESPON PADA MASA PANDEMI
COVID-19
A. Kebijakan Pelayanan Kesehatan di FKTP pada Masa Pandemi COVID-19 3
B. Peran FKTP dalam Surveilans dan Respon pada Penanganan COVID-19 7
Modul II Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP pada Masa Pandemi 15
COVID-19
A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 15
B. Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan Pelayanan 16
Kesehatan
C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Isolasi di Rumah (Perawatan di 20
Rumah)
D. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Karantina 21
E. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes Pra Rujukan 24
F. Pcncegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Pemulasaran Jenazah 25
G. Penggunaan Alat Pelindung Diri 26
Modul III Manajemen Klinis dan Pengelolaan Spesimen pada Kasus COVID-19 35
A. Definisi 36
B. Etiologi 36
C. Patogenesis Dan Patofisiologis 37
D. Faktor Risiko Dan Faktor Predisposisi 38
E. Triage: Deteksi Dini Kasus 39
F. Panduan Klinis Kasus COVID-19 di FKTP 41
G. Pengelolaan Spesimen 50
Referensi 55

iii
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada awal tahun 2020, dunia diramaikan dengan adanya wabah penyakit yang menyerang
sistem pernafasan. Hal ini bermula dari laporan Negara Cina tepatnya di kota Wuhan pada
tanggal 31 Desember 2019 yang menyatakan bahwa adanya sekelompok kasus pneumonia
yang tidak diketahui penyebabnya. Penyakit ini kemudian diidentifikasi sebagai sindrom
pernafasan akut yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2) yang selanjutnya diumumkan oleh WHO pada tanggal 11 Februari 2020
sebagai penyakit COVID -19.
Gejala penyakit yang disebabkan COVID-19 ini mirip dengan gejala influenza yaitu
demam, batuk, sesak napas dan dapat berakhir dengan gagal napas (Acute Respiratory Distress
Syndrome, ARDS) dalam 2 sampai 14 hari setelah terjadinya paparan. Dibandingkan dengan
influenza, COVID-19 memberikan gejala yang lebih bervariasi baik akibat virulensi maupun
reaksi kekebalan tubuh yang ditimbulkan. Virus penyebab COVID-19 ini memiliki
kemampuan untuk menyebar dari manusia ke manusia (human-to-human transmission) dengan
penyebarluasan yang sangat cepat. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO menyatakan wabah
coronavirus sebagai Public Health Emergency of International Concern. Pada bulan Februari
2020, wabah ini menyebar ke berbagai negara. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO
mengumumkan wabah COVID-19 sebagai pandemi global. Berdasarkan data dari WHO
tanggal 8 April 2020, telah tercatat 211 negara, area atau teritori di dunia yang sudah terjangkit
wabah COVID-19.
Berdasarkan data tanggal 02 April 2020, total pasien yang terkonfirmasi positif COVID-
19 di seluruh dunia adalah 955.412 dengan 48.579 pasien meninggal dunia (CFR 5%), dan
203.013 pasien dinyatakan sembuh. Data tersebut meningkat menjadi 1.282.931 kasus pada
tanggal 08 April 2020 dan 72.774 pasien meninggal dunia (CFR 5,67%). Kasus terbanyak
adalah di negara Amerika Serikat yang pada tanggal 08 April 2020 tercatat sejumlah 333.811
kasus dengan kematian berjumlah 9.559 pasien (CFR 2,8%) dan 21.711 pasien dinyatakan
sembuh. Sedangkan di Indonesia, kasus pertama yang dinyatakan positif COVID-19 adalah
pada tanggal 2 Maret 2020 berjumlah 2 orang, dan sejak saat itu jumlahnya semakin meningkat.
Data pada tanggal 8 April 2020 tercatat adalah 2738 kasus positif dengan jumlah kematian 221
pasien (CFR 7,9%) dan 204 pasien dinyatakan sembuh.
Berbagai upaya dilakukan untuk meratakan kurva pandemi (flattening the curve) yang
dilakukan secara sistematis dan komprehensif melalui upaya diagnosis dini, pelaksanaan Rapid
Test, edukasi perilaku hidup bersih kepada masyarakat (cuci tangan, tidak menyentuh wajah
dengan tangan yang kotor, etika batuk, penggunaan masker bila sakit, dan lain-lain), karantina
dan social/physical distancing melalui kegiatan Work From Home (WFH).
Saat ini tenaga kesehatan menghadapi kondisi yang cukup berat, baik dalam menangani
kasus suspect COVID-19 hingga menangani kasus positif COVID-19. Hingga saat ini pun
belum ada vaksin yang dinyatakan akurat untuk menangani COVID-19 ini, sehingga
pengobatan masih berdasarkan pada berat ringannya gejala yang dialami. Perilaku hidup bersih
dan sehat serta social/physical distancing masih mejadi cara yang utama dianjurkan untuk
menekan penyebaran virus ini.

1
Pengetahuan tenaga kesehatan khususnya yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama (FKTP) terhadap pencegahan dan pengendalian COVID-19 sangat penting
mengingat FKTP merupakan fasyankes terdepan yang berada di tengah-tengah masyarakat.
Peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan untuk mengoptimalkan perannya di FKTP perlu
dilakukan dalam rangka berkontribusi mengatasi COVID-19.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Meningkatnya pengetahuannya tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian
COVID-19 di FKTP.
Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Peserta memiliki pengetahuan terkait kebijakan pelayanan kesehatan di FKTP dan
peranannya dalam surveilans dan respon pada masa pandemic COVID-19
2. Peserta memiliki pengetahuan dalam menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi di
FKTP pada masa pandemic COVID-19
3. Peserta memiliki pengetahuan dalam manajemen klinis dan pengelolaan spesimen pada
kasus COVID-19

C. STRUKTUR MODUL
Modul ini terdiri atas 3 tema besar yang masing-masing pembahasannya dibahas secara
mandiri, yaitu:
1. Modul Kebijakan Pelayanan Kesehatan di FKTP dan Perannya dalam Surveilans dan
Respon pada Masa Pandemi COVID-19
2. Modul Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP pada Masa Pandemi COVID-19
3. Modul Manajemen Klinis dan Pengelolaan Spesimen pada Kasus COVID-19

D. SASARAN MODUL
Modul ini ditujukan untuk dokter, dokter gigi, perawat, bidan, ahli teknologi
laboratorium medik dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan di Puskesmas,
klinik pratama maupun praktik mandiri.

E. METODE PEMBELAJARAN
Seminar ini dilaksanakan secara daring. Kegiatan dilaksanakan dengan metode sinkron
(peserta dan narasumber melakukan webinar) dan asinkron (peserta mendapatkan bahan belajar
dan belajar secara mandiri).
Hari 1 dan ke-2 dilakukan online secara asikron (waktu kegiatan setiap peserta
dilaksanakan sesuai dengan waktu dan cara belajar masing-masing). Hari 3 hingga 5 adalah
hari untuk webinar.

2
MODUL I
KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI FKTP DAN PERANNYA
DALAM SURVEILANS DAN RESPON PADA MASA PANDEMI
COVID-19

A. KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI FKTP PADA MASA PANDEMI


COVID-19
1. Regulasi terkait Pandemi COVID-19
Meningkatnya kasus COVID-19 secara global diikuti dengan penyebarannya yang telah
meluas ke 123 negara dari Asia, Eropa, Amerika hingga Afrika Selatan pada saat itu
mendorong WHO resmi mengumumkan wabah COVID-19 pada tanggal 11 Maret 2020
sebagai pandemi. Pemerintah Indonesia menyikapi situasi ini dengan menerbitkan berbagai
regulasi antara lain:

a. Keppres nomor 7 tahun 2020, tanggal 13 Maret 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Dsease 2019 (COVID-19) yang kemudian direvisi dengan
Keppres Nomor 9 Tahun 2020.
b. Keputusan Kepala BNPB Nomor 9A Tahun 2020, diperpanjang melalui Keputusan
Kepala BNPB Nomor 13 Tahun 2020 tentang Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana
Wabah Penyalit Akibat Virus Corona di Indonesia.
c. PP Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB)
d. Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
e. Keppres Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional

2. Kondisi COVID di Indonesia


Sejak kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020, kasus COVID-19 meningkat
cukup cepat di Indonesia. Secara kumulatif kasus konfirmasi positif sudah menuju 10.000
an kasus. Dilaporkan infeksi sudah meluas ke 34 Provinsi di Indonesia. Panambahan kasus
baru perhari juga cukup signifikan sampai mencapai 400 an kasus perhari, seperti dapat
dilihat pada grafik di bawah ini.

3
Gambar 1.1. Jumlah Kasus Baru Konfirmasi COVID-19

Sumber data: https://www.covid19.go.id/ 29 April 2020 update 16:00 WIB; Diunduh 29 April 2020
21:15 WIB.

Menekan meningkatnya penambahan jumlah kasus memerlukan peran Fasilitas Kesehatan


Tingkat Pertama (FKTP) yaitu Puskesmas, Klinik Pratama, dokter/drg praktik mandiri
dalam kegiatan-kegiatan untuk memutus mata rantai penularan dan memantau kasus isolasi
mandiri, mengingat keterbatasan kapasitas RS.
COVID-19 merupakan emerging disease, sehingga pedoman dalam penanganannya harus
disesuaikan dengan perkembangan pengetahuan terkini dan rekomendasi para ahli. Saat ini
telah terbit Kepmenkes nomor HK.01.07/MENKES/247/2020 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang merupakan
revisi ke-4 buku pedoman sejak pertama kali diterbitkan di bulan Januari 2020.
Untuk menangani kasus COVID-19, pemerintah telah menetapkan RS Rujujan COVID-19.
Seiring dengan eskalasi kasus yang terjadi, menimbulkan pertanyaan sampai seberapa besar
kemampuan RS rujukan menampung dan mengelola kasus COVID-19. Tatalaksana pasien
mulai dari transportasi rujukan, tatalaksana di poliklinik/ruang pemeriksaan, di IGD/ruang
tindakan, di ruang perawatan isolasi, di ICU dan pemulasaran jenazah menjadi lingkup
pelayanan yang saat ini bersentuhan langsung dengan penanganan kasus COVID-19 di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Oleh sebab itu peran FKTP menjadi sangat penting dalam pencegahan dan pengendalian
COVID-19 agar wabah ini dapat segera berhenti.

3. Pelayaann Kesehatan di FKTP pada Masa Pandemi COVID-19


Puskesmas merupakan salah satu FKTP yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. Hubungan kerja antara

4
Puskesmas dengan FKTP lain bersifat pembinaan, koordinasi dan/atau rujukan di bidang
upaya kesehatan.
Sesuai dengan Permenkes nomor 43 tahun 2019 yang mengatur tentang penyelenggaraan
Puskesmas, tujuan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan Puskesmas adalah untuk
mewujudkan kecamatan yang sehat, melalui 6 prinsip penyelenggaraannya yaitu paradigma
sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, ketersediaan akses pelayanan
kesehatan, teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan.

Pelayanan kesehatan sesungguhnya hanya berkontribusi 20% erhadap derajat kesehatan


individu. Kontribusi terbesar adalah lingkungan (40%) dan perilaku kesehatan (30%)
menurut Teori Blum. Namun bila FKTP dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara
optimal, akan dapat mempengaruhi individu, keluarga dan masyarakat untuk mewujudkan
lingkungan dan perilaku sehat. Dalam kaitannya dengan COVID-19, FKTP berperan dalam
prevensi, deteksi dan respon yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan lainnya di masa pandemi COVID-19 ini.
a. Peran FKTP dalam Pencegahan dan Pengendalian COVID-19
1) Prevensi: melakukan KIE kepada masyarakat dan pemantauan ke tempat-tempat
umum
2) Deteksi: Surveilans ILI dan pneumonia, surveilans aktif pelaku perjalanan dari
wilayah terjangkit, membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan
stakeholder, LS dan tokoh masyarakat
3) Respon: tata laksana klinis sesuai kondisi pasien, melakukan rujukan ke RS sesuai
indikasi, menerapkan prinsip PPI, notifikasi kasus 1x24 jam secara berjenjang,
melakukan penyelidikan epidemiologi, mengidentifikasi kontak erat, melakukan
pemantauan kesehatan PDP ringan, ODP dan OTG, mencatat dan melaporkan hasil
pemantauan secara rutin, edukasi pasien untuk isolasi diri di rumah, melakukan
komunikasi risiko kepada keluarga dan masyarakat, pengambilan spesimen.
b. Pelayanan Puskesmas pada Masa Pandemi COVID-19
Pelayanan Puskesmas pada masa pandemi COVID-19 mengacu pada buku Juknis
Pelayanan Puskesmas pada Masa Pandemi COVID-19 yang diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan. Hal-hal penting yang dalam pelayanan Puskesmas dalam
situasi saat ini antara lain:
1) Pelayanan kesehatan tetap berjalan dengan memperhatikan prinsip pencegahan dan
pengendalian COVID-19 seperti: pengaturan jadwal kunjungan, alur pelayanan dan
triage; penerapan physical distancing; penerapan PPI dan integrasi program dan
sumber daya untuk mengatasi wabah COVID-19.
2) Manajemen Puskesmas disesuaikan dengan situasi dalam menghadapi pandemi
COVID-19 dalam hal perencanaan, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian-
pengawasan-dan penilaian Puskesmas. Dalam hal perencanaan, perlu ditentukan
target sasaran kasus terkait COVID-19 dengan menggunakan angka prevalensi dari
Dinkes Kabupaten/Kota. Selain itu, perlu mengembangkan target indikator
keberhasilan penanganan COVID-19 di wilayah kerjanya. Hal yang perlu diingat
adalah strategi penanganan pandemic COVID-19 dapat berbeda antar Puskesmas

5
karena dipengaruhi kondisi biologi, psikologi, sosial dan budaya masyarakat yang
ada di wilayah kerja Puskesmas.
3) Kegiatan-kegiatan dalam rangka Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tetap
dilaksanakan dengan memperhatika skala prioritas. Puskesmas tetap melaksanakan
pelayanan dasar sebagai standar pelayanan minimal guna mencapai pemenuhan
SPM kabupaten/kota bidang kesehatan. Adapun pelaksanaan kegiatan
Posyandu/UKBM disesuaikan dengan kondisi infeksi COVID-19 di wilayah kerja
Puskesmas.
4) Pelayanan dalam rangka Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tetap dilaksanakan.
Namun modifikasi/penyesuaian perlu dilakukan guna mencegah penularan
COVID-19 pada saat pelaksanaan pelayanan tersebut. Beberapa penyesuaian yang
dapat dilakukan antara lain:
• pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
• penyesuaian alur dan jadwal pelayanan.
• Pelayanan luar gedung misalnya pemantauan kasus OTG, ODP, PDP
diintegrasikan dengan pendekatan keluarga, dilakukan setiap hari menggunakan
formulir sesuai pedoman dengan melibatkan lintas sektor terkait
• Penyesuaian kebutuhan obat dan BHMP, bahan untuk pemeriksaan
laboratorium terkait COVID-19
c. Peran Puskesmas dalam Mengoptimalkan Jejaring Puskesmas di Wilayah Kerjanya
Agar Puskesmas dapat berperan optimal dalam penanganan COVID-19, perlu didukung
oleh jejaring nya. Jejaring Puskesmas terdiri atas rumah sakit, klinik, praktik mandiri
tenaga kesehatan, apotek, laboratorium, fasyankes lainnya dan bentuk-bentuk Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (seperti Posyandu, dll) di wilayah kerjanya.
Puskesmas perlu mengoptimalkan hubungan kerja dengan jejaringnya tersebut, baik
hubungan yang bersifat koordinasi, rujukan, maupun pembinaan.
Keterlibatan klinik dan dokter praktik mandiri yang merupakan jejaring Puskesmas
sangat penting dalam penanganan COVID-19 seperti dalam hal:
1) Koordinasi dengan Puskesmas/Dinkes setempat terkait pemantauan kontak erat
2) Mencatat dan melaporkan hasil pemantauan kasus COVID-19 yang ditanganinya
secara rutin harian menggunakan formulir yang sudah ditentukan
Koordinasi yang baik antara klinik dan dokter praktik mandiri dengan Puskesmas yang
menjadi Pembina wilayah kerjanya dapat memaksimalkan peran prevensi, deteksi dan
respon dalam mengatasi COVID-19 di tingkat pelayanan primer.
Demikian pula halnya dengan dokter keluarga berkolaborasi dengan Puskesmas di
wilayah kerjanya dan dengan tenaga kesehatan lainnya untuk melakanakan kegiatan
prevensi, deteksi dan respon. Kolaborasi tersebut dapat berbentuk kolaborasi dalam
penanganan pasien, manajen fasyankes, health awareness dan screening serta dalam
memperkuat sistem layanan kesehatan primer
4. Pemberdayaan Masyarakat
Wabah COVID-19 menyebar mengikuti rantai penularannya. Memutuskan mata rantai
penularan di level individu, keluarga, kelompok dan masyarakat menjadi hal yang penting
dan perlu disampaikan ke masyarakat. Ini termasuk peran esensial FKTP yang sehari-

6
harinya berhadapan dengan masyarakat. Pesan-pesan kesehatan ke masyarakat seperti
penerapan prilaku hidup bersih sehat, menggunakan masker, etika batuk/bersin, menjaga
imunitas tubuh, physical distancing dan pesan kesehatan lainnya perlu terus-menerus
disampaikan ke pengunjung FKTP atau masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Demikian
pula halnya di level masyarakat. Peran serta lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat
menjai sangat penting, seperti dalam hal memantau penerapan PSBB, sanitasi lingkungan,
dan membantu dalam penelusuran kontak erat kasus COVID-19 serta penyediaan rumah
isolasi jika diperlukan di wilayah tersebut. Penyediaan rumah isolasi ditujuka bagi
masyarakat yang tidak memungkinkan untuk isolasi di rumah secara mandiri. Dalam hal ini,
masyarakat berperan dalam pemanfaaatn dan pemeliharaan rumah isolasi tersebut. Adapun
aparat desa/kelurahan/RT-RW berperan dalan perencanaan, sosialisasi dan pengelolaan
masyarakat yang terdampak. Sedangkan Puskesmas berperan dalam memberikan KIE,
pemantauan kesehatan kasus COVID-19 dan rujukan jika diperlukan. Karena itu,
Puskesmas bersama apparat desa/kelurahan/RT-RW bekerja sama dalam memantau
pelaksanaan prevensi, deteksi dan respon COVID-19 di individu, keluarga dan masyarakat,
termasuk dalam hal implementasi kebijakan PSBB.
5. Peran Dinas Kesehatan
Peran FKTP yang sangat penting tersebut akan dapat dilaksanakan dengan optimal jika ada
dukungan dari dinas kesehatan seperti:
a. Melaksanakan pembinaan secara berkala dan berkesinambungan ke Puskesmas
temasuk peningkatan kapasitas SDMK di Puskesmas dalam penanganan COVID-19
dan Program Prioritas
b. Melakukan perencanaan dan pemenuhan sumber daya Puskesmas seperti: SDM,
prasarana (fasilitas CTPS, jaringan telekomunikasi, dll) alkes dan BMHP (APD,
thermogun, desinfektan, obat-obatan,dll)
c. Mengkoordinasikan seluruh Fasyankes yang ada di kab/kota di dalam penanganan
COVID-19
d. Penyediaan kebijakan operasional tingkat kab/kota terkait COVID-19 seperti:
• skema penanganan bila ada nakes Puskesmas yang terkena COVID-19 termasuk
tracking dan karantina/isolasi bagi kontak erat à apakah penutupan Puskesmas
selama 2 minggu karena petugas isolasi mandiri 14 hari atau Puskesmas tetap buka
dengan SDM dari Puskesmas lain atau dukungan FKTP lain atau rekrutmen relawan
• Skema untuk kegiatan luar gedung dan kunjungan rumah seperti PIS-PK, Posyandu,
dan kegiatan UKBM lainnya pada saat pandemi COVID-19 berlangsung.
• Penggunaan telemedicine dalam bentuk telekonsultasi untuk meminimalisir kontak
antara masyarakat/pasien dengan petugas kesehatan Puskesmas.

B. PERAN FKTP DALAM SURVEILANS DAN RESPON PADA PENANGANAN


COVID-19

Puskesmas bersama FKTP lain di bawah koordinasi dinas kesehatan setempat berperan
dalam melakukan kegiatan surveilans dan respon dalam rangka mendeteksi sedini mungkin
transmisi yang telah terjadi dan secara simultan melakukan kegiatan-kegiatan untuk

7
meminimalisir dampak yang terjadi sekaligus mencegah meluasnya transmisi COVID-19 di
tingkat pelayanan primer. Untuk melakukan kegiatan surveilans dan respon, perlu dipahami
definisi operasional kasus COVID-19 yang saat ini digunakan.

1. Definisi Operasional, Surveilans dan Respon Kasus COVID-19


a. Orang Tanpa Gejala (OTG)
Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-
19. Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan
atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam pengawasan atau
konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus
timbul gejala.
Termasuk kontak erat adalah:
1) Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan ruangan di
tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai standar.
2) Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk tempat
kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga
14 hari setelah kasus timbul gejala.
3) Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah
kasus timbul gejala.
Kegiatan surveilans terhadap OTG dilakukan selama 14 hari sejak kontak terakhir
dengan kasus positif COVID-19. Terhadap OTG dilakukan pengambilan spesimen pada hari
ke-1 dan ke-14 untuk pemeriksaan RT PCR. Dilakukan pemeriksaan Rapid Test
Antibodi/Antigen apabila tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, apabila hasil
pemeriksaan pertama menunjukkan hasil:
1) Nonreaktif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan menerapkan PHBS
dan physical distancing; pemeriksaan ulang pada 10 hari berikutnya. Jika hasil
pemeriksaan ulang reaktif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2
kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan
pemeriksaan RT PCR.
2) Reaktif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan menerapkan PHBS
dan physical distancing; Pada kelompok ini juga akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang
mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
Apabila OTG yang terkonfirmasi positif menunjukkan gejala demam (≥38⁰C) atau
batuk/pilek/nyeri tenggorokan selama masa karantina maka:
1) Jika gejala ringan, dapat dilakukan isolasi diri di rumah
2) Jika gejala sedang, dilakukan isolasi di RS darurat
3) Jika gejala berat, dilakukan isolasi di RS rujukan
Kegiatan surveilans terhadap OTG dilakukan berkala untuk mengevaluasi adanya
perburukan gejala selama 14 hari. Petugas kesehatan dapat melakukan pemantauan melalui
telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dilakukan pencatatan.

8
Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala
harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas kesehatan layanan primer dan berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan setempat. Orang tanpa gejala yang tidak menunjukkan gejala
COVID-19, ditetapkan melalui surat pernyataan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan.

b. Orang Dalam Pemantauan (ODP)


Definisi operasional ODP adalah:
1) Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala gangguan
sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk dan tidak ada penyebab lain
berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum
timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal.
2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Kegiatan surveilans terhadap ODP dilakukan selama 14 hari sejak mulai munculnya
gejala. Terhadap ODP dilakukan pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk
pemeriksaan RT PCR. Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium
setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi pemantauan.
Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, dilakukan pemeriksaan Rapid Test
Antibodi/Antigen. Apabila hasil pemeriksaan Rapid Test pertama menunjukkan hasil:
1) Nonreaktif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah; pemeriksaan ulang pada
10 hari berikutnya. Jika hasil pemeriksaan ulang reaktif, maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium
pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
2) Reaktif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah; Pada kelompok ini juga
akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-
turut,di Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
Apabila ODP yang terkonfirmasi menunjukkan gejala perburukan maka:
1) Jika gejala sedang, dilakukan isolasi di RS darurat
2) Jika gejala berat, dilakukan isolasi di RS rujukan
Kegiatan surveilans terhadap ODP dilakukan berkala untuk mengevaluasi adanya
perburukan gejala selama 14 hari. Petugas kesehatan dapat melakukan pemantauan melalui
telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dilakukan pencatatan.
Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala
harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas kesehatan layanan primer dan berkoordinasi
dengan dinas kesehatan setempat. Orang dalam pemantauan yang sudah dinyatakan sehat
yang tidak memiliki gejala terkait COVID-19, ditetapkan melalui surat pernyataan yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan.

c. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)


Definisi operasional PDP adalah:

9
1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38°C) atau
riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti:
batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat, dan tidak
ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan serta pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.
2) Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA, pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-
19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia bera yang membutuhkan perawatan di rumah
sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

Kegiatan surveilans terhadap PDP dilakukan selama 14 hari sejak mulai munculnya
gejala. Terhadap PDP dilakukan pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk
pemeriksaan RT PCR. Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium
setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi pemantauan.
Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, dilakukan pemeriksaan Rapid Test
Antibodi/Antigen Apabila hasil pemeriksaan Rapid Test pertama menunjukkan hasil:
1) Nonreaktif, tatalaksana selanjutnya adalah sesuai kondisi: ringan (isolasi diri di rumah),
sedang (rujuk ke RS Darurat), berat (rujuk ke RS Rujukan); pemeriksaan ulang pada 10
hari berikutnya. Jika hasil pemeriksaan ulang reaktif, maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturutturut, di Laboratorium
pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
2) Reaktif, tatalaksana selanjutnya adalah adalah sesuai kondisi: ringan (isolasi diri di
rumah), sedang (rujuk ke RS Darurat), berat (rujuk ke RS Rujukan); Pada kelompok ini
juga akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari
berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT
PCR.
Jika memenuhi kriteria PDP maka dilakukan:

1) Tatalaksana sesuai kondisi pasien:


a) Gejala ringan: Isolasi diri di rumah
b) Gejala sedang: Rujuk ke RS Darurat
c) Gejala berat: Rujuk ke RS Rujukan (lihat Kepmenkes Nomor
HK.01.07/MENKES/169/2020 tentang Penetapan RS Rujukan Penanggulangan Penyakit
Infeksi Emerging Tertentu) dengan menggunakan ambulans penyakit infeksi dengan
menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2) Melakukan tindakan penyehatan terhadap barang dan alat angkut
3) Mengidentifikasi penumpang lain yang berisiko (kontak erat/OTG)
4) Terhadap kontak erat (dua baris depan belakang kanan kiri) dilakukan observasi
menggunakan formulir yang sudah ditetapkan kemenkes.
5) Melakukan pemantauan terhadap petugas yang kontak dengan pasien. Pencacatan
pemantauan menggunakan formulir yang ditetapkan kemenkes
6) Pemberian HAC dan komunikasi risiko

10
7) Notifikasi ≤ 24 jam ke Ditjen P2P melalui PHEOC ditembuskan ke Dinas Kesehatan
Provinsi dan dilakukan pencatatan menggunakan formulir notifikasi HAC dan
penemuan kasus. Notifikasi ke Dinas Kesehatan dimaksudkan untuk koordinasi
pemantauan kontak erat/OTG.

Bila memenuhi kriteria ODP maka dilakukan:


1) Tatalaksana sesuai diagnosis yang ditetapkan
2) Orang tersebut dapat dinyatakan laik/tidak laik melanjutkan perjalanan dengan suatu
alat angkut sesuai dengan kondisi hasil pemeriksaan
3) Pemberian HAC dan komunikasi risiko mengenai infeksi COVID-19, informasi bila
selama masa inkubasi mengalami gejala perburukan maka segera memeriksakan ke
fasyankes dengan menunjukkan HAC kepada petugas kesehatan. Selain itu pasien
diberikan edukasi untuk isolasi diri di rumah dan akan dilakukan pemantauan dan
pengambilan spesimen oleh petugas kesehatan.
4) KKP mengidentifikasi daftar penumpang pesawat. Hal ini dimaksudkan bila pasien
tersebut mengalami perubahan manifestasi klinis sesuai definisi operasional PDP maka
dapat dilakukan pemantauan terhadap kontak erat
5) Notifikasi ≤ 24 jam ke Dinkes Prov dan Kab/Kota menggunakan formulir notifikasi
HAC dan penemuan kasus (lampiran 1) untuk dilakukan pemantauan di tempat tinggal.
Apabila positif, tatalaksana selanjutnya adalah adalah sesuai kondisi: ringan (isolasi diri
di rumah), sedang (rujuk ke RS Darurat), berat (rujuk ke RS Rujukan); Pada kelompok ini
juga akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-
turut, di Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
Apabila PDP yang terkonfirmasi menunjukkan gejala perburukan maka:
1) Jika gejala ringan berubah menjadi sedang, dilakukan isolasi di RS darurat
2) Jika gejala sedang berubah menjadi berat, dilakukan isolasi di RS rujukan

Kegiatan surveilans terhadap PDP ringan dan PDP sedang dilakukan berkala untuk
mengevaluasi adanya perburukan gejala selama 14 hari. Petugas kesehatan dapat melakukan
pemantauan melalui telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dilakukan
pencatatan.
Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala
harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas kesehatan layanan primer dan berkoordinasi
dengan dinas kesehatan setempat. Orang dalam pemantauan yang sudah dinyatakan sehat
yang tidak memiliki gejala terkait COVID-19, ditetapkan melalui surat pernyataan yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan.

Tabel 1.1 Kriteria COVID-19


Orang Tanpa Orang Dalam Pasien dalam Konfirmasi
Gejala (OTG) Pemantauan Pemantauan
Orang tanpa Orang yang Pasien yang memiliki Pasien yang terinfeksi
gejala yang memiliki gejala gejala COVID-19 dengan
memiliki kontak ringan dan ringan/sedang/berat

11
Orang Tanpa Orang Dalam Pasien dalam Konfirmasi
Gejala (OTG) Pemantauan Pemantauan
dengan kasus membutuhkan yang memiliki hasil pemeriksaan
positif pemeriksaan perjalanan kontak positif
dan membutuhkan
pemeriksaan
Isolasi diri di Isolasi diri di rumah Ringan: isolasi diri di Ringan: isolasi diri di
rumah rumah rumah
Sedang: isolasi diri di Sedang: isolasi diri di
rumah sakit darurat rumah sakit darurat
Berat: isolasi diri di Berat: isolasi diri di
RS rujukan RS rujukan

2. KEKARANTINAAN
Karantina merupakan pembatasan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu wilayah
termasuk wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Kegiatan surveilans merupakan bagian
tidak terpisahkan dari karantina, selama masa karantina, surveilans dilakukan untuk memantau
perubahan kondisi seseorang atau sekelompok orang. Ringkasan upaya karantina dijelaskan
pada tabel berikut:
Tabel 1.2 Kriteria Bentuk Karantina
Karantina Fasilitas
Bentuk Karantina Rumah Karantina Rumah
Khusus/ RS Darurat
Karantina (Isolasi Diri) Sakit
COVID-19
Status OTG, ODP, PDP 1. ODP usia diatas 60 tahun PDP Gejala Berat
Gejala Ringan dengan penyakit penyerta
yang terkontrol,
2. PDP Gejala Sedang
3. PDP ringan tanpa fasilitas
karantina rumah yang
tidak memadai
Tempat* Rumah Tempat yang disediakan Rumah Sakit
sendiri/fasilitas Pemerintah (Rumah sakit
sendiri darurat COVID-19)
Pengawasan 1. Dokter, perawat Dokter, perawat dan/atau Dokter, perawat
dan/atau tenaga tenaga kesehatan lain dan/atau tenaga
kesehatan lain Kesehatan lain
2. Dapat dibantu
oleh
Bhabinkabtibnas,
Babinsa dan/atau
Relawan
Pembiayaan 1. Mandiri 1. Pemerintah: BNPB, 1. Pemerintah:
2. Pihak lain yang Gubernur, Bupati, BNPB, Gubernur,
bisa membantu Walikota, Camat dan Bupati, Walikota,
(filantropi) Kades Camat dan Kades
2. Sumber lain

12
Karantina Fasilitas
Bentuk Karantina Rumah Karantina Rumah
Khusus/ RS Darurat
Karantina (Isolasi Diri) Sakit
COVID-19
2. Sumber lain
Monitoring Dilakukan oleh Dilakukan oleh Dinas Dilakukan oleh
dan Evaluasi Dinas Kesehatan Kesehatan setempat Dinas Kesehatan
setempat setempat

Bagan di bawah ini menggambarkan secara ringkas deteksi dan respon yang harus dilakukan
kepada kasus COVID-19 berdasarkan Kriteria Kasus

Gambar 1.2. Ringkasan Deteksi dan Respon Berdasarkan Kriteria Kasus

3. PELAPORAN
Setiap penemuan kasus balik di pintu masuk negara maupun wilayah harus dilakukan
pencatatan sesuai dengan formulir yang telah ditetapkan dan menyampaikan laporan. Selain
formulir untuk kasus, formulir pemantauan kontak erat juga harus dilengkapi. Laporan hasil
orang dalam pemnatauan, pemantauan kontak erat, dan pemnatauan orang dalam karantina dari
fasilitas kesehatan dilaporkan setiap hari oleh petugas surveilans Dinkes setempat setempat
secara berjenjang hingga sampai kepada Dirjen P2P cq PHEOC.
Adapun format laporan yang digunakan di FKTP sesuai Keptusan Menkes Nomor
HK.01.07/Menkes/247/2020, yaitu:

1. Formulir Laporan Harian Penemuan Kasus Konfirmasi PDP, ODP, OTG di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (RS, Puskesmas, Klinik)
2. Formulir Pemantauan Harian (digunakan untuk ODP, OTG dan PDP Ringan)

13
3. Formulir Pemantauan Petugas KEsehatan di KKP/Fasyankes (RS, Puskesms, dll)
Terhaap Kasus ISPA, Pneumonia, dan Pneumonia Berat)
4. Formulir Pendataan Kontak
5. Formulir Identifikasi Kontak Erat/OTG
6. Formulir Penyelidikan Epidemiologi COVID-19
7. Formulir Pelacakan Kontak Erat

14
MODUL II
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI FKTP
PADA MASA PANDEMI COVID-19

A. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


1. Instruksi Untuk Pasien
a. Berikan masker medis pada pasien suspek dan arahkan ke area terpisah - ruang isolasi
jika tersedia.
b. Jaga jarak antara pasien suspek dengan pasien lain setidaknya 1 m.
c. Instruksikan semua pasien untuk menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin
dengan tisu atau sisi dalam lengan atas yang terlipat dan membersihkan tangan setelah
kontak dengan sekresi pernapasan.

2. Kewaspadaan Pencegahan Transmisi Droplet


a. Gunakan masker medis saat bekerja dalam radius 1-2m dari pasien.
b. Tempatkan pasien dalam ruang terpisah, atau kumpulkan pasien-pasien dengan
diagnosis etiologi yang sama.
c. Jika diagnosis etiologi tidak pasti, kelompokkan pasien dengan diagnosis klinis yang
serupa dan berdasarkan faktor-faktor risiko epidemiologis, dengan tetap diberi jarak
pemisah.
d. Gunakan pelindung mata (masker wajah atau kacamata) saat menangani pasien dalam
jarak kontak dekat dengan pasien gangguan pernapasan seperti batuk atau bersin.
Karena sekresi dapat tersembur.
e. Batasi aktivitas pasien keluar ruangan

3. Kewaspadaan Pencegahan Kontak


Kewaspadaa kontak mencegah penularan langsung maupun tidak langsung dari kontak
dengan permukaan atau peralatan yang terkontaminasi, seperti kontak dengan
tabung/antarmuka oksigen yang terkontaminasi.
a. Gunakan APD (masker medis, pelindung mata, sarung tangan dan jubah) saat
memasuki ruangan dan lepaskan APD saat meninggalkan ruangan dan bersihkan tangan
setelah melepas APD.
b. Jika mungkin, gunakan perlengkapan sekali pakai atau didedikasikan khusus untuk
COVID-19. Seperti stetoskop, sabuk lengan pengukur tekanan darah, oksimeter denyut,
dan termometer.
c. Jika perlengkapan perlu digunakan bersama dengan pasien lain, bersihkan dan
disinfeksi setelah digunakan untuk setiap pasien.
d. Pastikan petugas kesehatan tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan sarung
tangan atau tangan yang kemungkinan terinfeksi.
e. Jangan mengontaminasi permukaan lingkungan yang tidak langsung berhubungan
dengan perawatan pasien, seperti gagang pintu dan tombol lampu. Hindari gerakan
pasien atau transportasi yang tidak diperlukan secara medis. Bersihkan tangan.

15
4. Kewaspadaan pencegahan penularan airborne saat melaksanakan prosedur yang
menimbulkan aerosol
a. Pastikan petugas kesehatan yang melakukan prosedur yang menimbulkan aerosol,
seperti hisap lendir terbuka saluran pernapasan, intubasi, bronkoskopi dan resusitasi
jantung paru menggunakan APD, termasuk sarung tangan, jubah lengan panjang,
pelindung mata, dan respirator partikulat yang teruji sesuai (N95 atau yang setara, atau
perlindungan lebih tinggi).
b. Fit test yang sudah dijadwalkan tidak sama dengan pemeriksaan kerapatan pengguna
sebelum penggunaan. Jika mungkin, gunakan ruang terpisah berventilasi cukup saat
melaksanakan prosedur yang menimbulkan aerosol, yaitu ruang dengan tekanan negatif
dengan penggantian udara setidaknya 12 kali setiap jam atau setidaknya 160
L/detik/pasien di fasilitas berventilasi alami.
c. Hindari adanya orang yang tidak harus ada di dalam ruangan. Rawat pasien di jenis
kamar yang sama setelah mulai ventilasi mekanis dimulai.

B. STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI BERKAITAN


DENGAN PELAYANAN KESEHATAN

Program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) merupakan komponen penting yang
harus diterapkan dalam managemen kasus infeksi. Berikut strategi PPI untuk mencegah atau
membatasi penularan infeksi di fasilitas kesehatan meliputi:
1. Triase, deteksi dini dan pengontrolan sumber
Triase klinis merupakan sistem pemeriksaan pasien dititik pertama masuk rumah sakit yang
merupakan bagian penting dalam mengidentifikasi, deteksi dini dan menempatkan segera
pasien di area terpisah dari pasien lain (pengontrolan sumber) atau isolasi serta merawat
pasien dengan dugaan infeksi COVID-19. Untuk memudahkan deteksi dini kasus yang
dicurigai, fasilitas kesehatan harus:
a. Memotivasi petugas kesehatan untuk memiliki tingkat kecurigaan klinis yang tinggi
b. Tempat triase yang memadai serta staff yang terlatih.
c. Memberlakukan kuesioner skrining berdasarkan definisi kasus (pada bab sebelumnya).
d. Memasang tanda di tempat umum yang mengingatkan gejala-gejala pada pasien yang
penting untuk diberitahukan kepada petugas kesehatan.
e. Promosi respiratory hygiene merupakan tindakan pencegahan yang penting
f. Isolasi atau pemisahan pasien COVID-19 yang dicurigai segera setelah dicurigai serta
terapkan program PPI.

2. Penerapan standard precautions untuk semua pasien


Standard Precautions mencakup kebersihan tangan dan pernapasan (hand and
respiratory hygiene); penggunaan alat pelindung diri (APD), bergantung penilaian risiko;
pencegahan luka tertusuk jarum suntik atau benda tajam; pengelolaan limbah yang aman;
pembersihan lingkungan dan sterilisasi peralatan dan linen yang digunakan dalam merawat
pasien.

16
a. Kebersihan tangan dan pernapasan Langkah-langkah respiratory hygiene yang harus
dilakukan yaitu:
1) Tutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin dengan tisu atau bagian dalam siku.
2) Lakukan hand hygiene.
a) Setelah kontak dengan secret saluran napas.
b) Lima momen cuci tangan: sebelum menyentuh pasien, sebelum prosedur
dilakukan, setelah terpapar cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah
menyentuh sekitar pasien.
c) Menggunakan alkohol atau sabun dengan air selama 40-60 detik.
d) Jika terdapat minyak atau kotoran yang terlihat, cuci tangan dengan sabun dan air.
e) Jika kotoran tidak terlihat, gunakan alcohol-based hand rub.
3) Tawarkan masker untuk pasien terduga infeksi COVID19 bagi yang bisa
mentolerirnya. 3
b. Alat pelindung diri Penggunaan APD yang rasional, benar dan konsisten membantu
mengurangi penyebaran patogen. Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang
memadai, pelatihan staf yang memadai, hand hygiene yang tepat dan perilaku yang baik.
c. Kebersihan lingkungan dan desinfektan Pembersihan lingkungan dan prosedure
desinfeksi harus dipatuhi secara konsisten dan benar.Pembersihan permukaan
lingkungan dengan air dan deterjen yang teliti. Selain itu, penerapan desinfektan yang
biasa digunakan (seperti natrium hipoklorit) harus efektif dan memadai. Pengelolaan
laundry, layanan penyediaan alat makan dan limbah medis harus sesuai dengan prosedur
rutin yang aman.

3. Penerapan tindakan pencegahan tambahan secara empiris (untuk droplet, kontak,


dan pencegahan lain) untuk kasus yang dicurigai.
a. Pencegahan kontak dan droplet untuk terduga infeksi COVID-19:
1) Setiap individu, termasuk anggota keluarga, pengunjung, dan petugas kesehatan
harus mematuhi pencegahan kontak dan droplet.
2) Setiap pasien harus ditempatkan di ruangan privat yang memiliki ventilasi cukup.
Ventilasi memerlukan 160 L/detik/pasien.
3) Jika ruangan privat tidak tersedia, kumpulkan pasien terduga COVID-19 bersama
4) Tempatkan pasien pada bed yang paling tidak terpisah sejauh 1 meter
5) Jika memungkinkan, petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19
eksklusif hanya menangani pasien terduga COVID-19 untuk mencegah risiko
transmisi infeksi
6) Gunakan masker medis/bedah
7) Gunakan gaun APD yang bersih, non steril, dan berlengan panjang
8) Gunakan pelindung mata dan wajah (misal googles atau face shield)
9) Gunakan gloves / handscoon
10) Setelah kontak pasien, lakukan pelepasan APD dengan tepat dan lakukan cuci
tangan. APD baru dibutuhkan untuk kontak atau merawat pasien yang berbeda.
11) Gunakan alat-alat sekali pakai atau gunakan alat yang diperuntukkan hanya untuk
pasien COVID-19. Alat seperti stetoskop, cuff sphygmomanometer, termometer

17
tidak boleh dicampur. Jika alat harus digunakan untuk pasien lain, bersihkan dan
desinfeksi setiap selesai pemakaian (misalnya dengan alkohol 70%)
12) Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang berpotensi
terkontaminasi
13) Hindari memindahkan pasien keluar ruangan kecuali diperlukan secara medis.
Gunakan portable X-ray atau alat diagnostik lain yang diperlukan. Jika perpindahan
dibutuhkan, gunakan jalur perpindahan yang sudah ditentukan sebelumnya untuk
meminimalisir paparan terhadap staff, pasien lain, dan pengunjung. Pasien
menggunakan masker.
14) Pastikan petugas kesehatan yang mengantar pasien pada saat perpindahan pasien
menggunakan APD dan melakukan hand hygiene yang baik
15) Beritahu area yang akan menerima pasien sebelum memindahkan pasien. Pastikan
area yang akan menerima telah melakukan tindakan pencegahan (precaution) yang
baik sebelum kedatangan pasien
16) Bersihkan dan desinfeksi permukaan yang kontak dengan pasien secara rutin
17) Batasi jumlah petugas kesehatan, keluarga, dan pengunjung yang melakukan kontak
dengan terduga pasien COVID-19
18) Catat setiap orang yang masuk dan keluar ruangan pasien termasuk staff dan
pengunjung.

b. Pencegahan airborne untuk prosedur yang dapat memproduksi droplet/ aerosol pada
pasien terduga COVID19 (aerosol generating procedure):
Beberapa prosedur yang menghasilkan aerosol telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
penularan Coronavirus (SARS-CoV dan MERS-CoV), prosedur tersebut misalnya
intubasi trakea, ventilasi non invasif, trakeotomi, resusitasi kardiopulmoner, ventilasi
manual sebelum intubasi dan bronkoskopi.
Pastikan hal berikut ketika melakukan prosedur tersebut:
1) Menggunakan respirator partikulat yang setidaknya sekuat N95 yang bersertifikat
NIOSH, EU FFP2, atau yang setara; saat memasang respirator sekali pakai, selalu
lakukan seal-check. Waspadai bahwa jika pemakai memiliki rambut wajah, dapat
mengganggu seal dari respirator
2) Prosedur dilakukan di ruangan dengan ventilasi cukup, minimal aliran
160L/detik/pasien atau di ruangannegatif atau 12 air changes per hour (ACH).
Gunakan controlled direction of air flow saat melakukan ventilasi mekanis.
3) Menggunakan pelindung mata
4) Menggunakan gaun APD bersih, non steril, berlengan panjang
5) Jikagaun tidak tahan cairan, gunakan apron waterproof untuk prosedur yang
berpotensi memproduksi jumlah cairan yang banyak dan dapat menembus gaun
6) Batasi jumlah orang dalam ruangan. Gunakan jumlah absolute minimum yang
diperlukan untuk perawatan pasien.

18
4. Pengontrolan administratif
Kontrol dan kebijakan administratif untuk pencegahan dan kontrol penularan infeksi
COVID-19 diantaranya pembangunan infrastruktur dan kegiatan PPI berkelanjutan,
pelatihan petugas kesehatan; edukasi untuk perawat pasien, kebijakan tentang deteksi dini
infeksi pernapasan akut yang berpotensi COVID-19, akses ke laboratorium uji yang cepat
untuk identifikasi agen etiologi, pencegahan kepadatan yang berlebihan terutama di Instalasi
Gawat Darurat, penyediaan ruang tunggu khusus untuk pasien bergejala dan penempatan
yang tepat dari pasien rawat inap yang menjamin rasio pasien-staf yang memadai,
penyediaan dan penggunaan persediaan APD yang teratur, kebijakan dan prosedur PPI
untuk semua aspek pelayanan kesehatan - dengan penekanan pada surveillans infeksi
pernapasan akut yang berpotensi disebabkan oleh COVID-19 pada petugas kesehatan dan
pentingnya mencari perawatan medis, dan pemantauan kepatuhan petugas kesehatan,
bersama dengan mekanisme untuk perbaikan sesuai kebutuhan.

5. Pengontrolan Secara Lingkungan dan Engineering


Pengontrolan ini bertujuan untuk menjamin ventilasi yang memadai di seluruh area fasilitas
kesehatan sekaligus menjamin pembersihan yang memadai. Pemisahan dengan jarak
minimal 1 meter harus dilakukan untuk setiap pasien terduga. Pengontrolan ini dapat
mengurangi transmisi patogen selama perawatan. Pastikan pembersihan dan desinfektan
dilakukan dengan konsisten dan benar. Pembersihan lingkungan dengan air dan detergen
serta desinfektan yang biasa digunakan yaitu sodium hipoklorit. 31 Semua spesimen yang
dikumpulkan untuk investigasi laboratorium harus dianggap berpotensi menular. Petugas
kesehatan yang mengumpulkan dan mengangkut spesimen klinis harus mematuhi
kewaspadaan standar untuk meminimalkan kemungkinan paparan ke patogen.
a. Pastikan petugas mengenakan APD yang memadai. Jika sampel diambil dengan
prosedur yang dapat menciptakan aerosol, maka gunakan masker N95.
b. Pastikan bahwa semua personel yang mengangkut spesimen dilatih dalam praktik
penanganan dan prosedur dekontaminasi pada kejadian tumpahan yang aman.
c. Tempatkan spesimen untuk pengangkutan dalam tas spesimen anti bocor (wadah
sekunder) yang memiliki sealable pocket terpisah untuk spesimen (mis. tas plastik
biohazard), dengan label pasien pada wadah spesimen (wadah primer), dan formulir
permintaan laboratorium yang ditulis dengan jelas.
d. Pastikan bahwa laboratorium fasilitas layanan kesehatan mematuhi praktik biosafety
dan pengangkutan yang sesuai persyaratan, sesuai dengan jenis organisme yang sedang
ditangani.
e. Kirimkan semua spesimen secara manual / diantar langsung jika memungkinkan, jangan
gunakan sistem tabung pneumatik untuk transportasi spesimen.
f. Dokumentasikan nama lengkap pasien dan tanggal lahir terduga COVID-19 dengan
jelas pada formulir permintaan laboratorium yang menyertai. Beri tahu laboratorium
sesegera mungkin bahwa spesimen sedang dikirim.

19
C. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK ISOLASI DI RUMAH
(PERAWATAN DI RUMAH)
Isolasi rumah atau perawatan di rumah dilakukan terhadap orang yang bergejala ringan
dan tanpa kondisi penyerta seperti (penyakit paru, jantung, ginjal dan kondisi
immunocompromised). Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien dalam pengawasan, orang
dalam pemantauan dan kontak erat yang bergejala dengan tetap memperhatikan kemungkinan
terjadinya perburukan. Beberapa alasan pasien dirawat di rumah yaitu perawatan rawat inap
tidak tersedia atau tidak aman. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan kondisi klinis dan
keamanan lingkungan pasien. Pertimbangan lokasi dapat dilakukan di rumah, fasilitas umum,
atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi setempat. Perlu dilakukan
informed consent terhadap pasien yang melakukan perawatan rumah.
Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk
memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu
atau lebih fasilitas umum yang dapat digunakan untuk pemantauan harus diidentifikasi dan
dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Evaluasi harus
dilakukan oleh pejabat atau petugas kesehatan masyarakat.
Selama proses pemantauan, pasien harus selalu proaktif berkomunikasi dengan petugas
kesehatan. Petugas kesehatan yang melakukan pemantauan menggunakan APD minimal
berupa masker. Berikut rekomendasi prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi untuk
isolasi di rumah:
1. Tempatkan pasien/orang dalam ruangan tersendiri yang memiliki ventilasi yang baik
(memiliki jendela terbuka, atau pintu terbuka)
2. Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang sama. Pastikan ruangan bersama
(seperti dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.
3. Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang berbeda, dan jika tidak
memungkinkan maka jaga jarak minimal 1 meter dari pasien (tidur di tempat tidur berbeda)
4. Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idelanya satu orang yang benar-benar sehat
tanpa memiliki gangguan kesehatan lain atau gangguan kekebalan. Pengunjung/penjenguk
tidak diizinkan sampai pasien benar-benar sehat dan tidak bergejala.
5. Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak dengan pasien atau
lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah menyiapkan makanan,
sebelum makan, setelah dari kamar mandi, dan kapanpun tangan kelihatan kotor. Jika
tangan tidak tampak kotor dapat menggunakan hand sanitizer, dan untuk tangan yang
kelihatan kotor menggunakan air dan sabun.
6. Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk kertas sekali pakai
direkomendasikan. Jika tidak tersedia bisa menggunakan handuk bersih dan segera ganti
jika sudah basah.
7. Untuk mencegah penularan melalui droplet, masker bedah (masker datar) diberikan
kepada pasien untuk dipakai sesering mungkin.
8. Orang yang memberikan perawatan sebaiknya menggunakan masker bedah terutama jika
berada dalam satu ruangan dengan pasien. Masker tidak boleh dipegang selama digunakan.
Jika masker kotor atau basah segera ganti dengan yang baru. Buang masker dengan cara

20
yang benar (jangan disentuh bagian depan, tapi mulai dari bagian belakang). Buang segera
dan segera cuci tangan.
9. Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh terutama cairan mulut atau pernapasan
(dahak, ingus dll) dan tinja. Gunakan sarung tangan dan masker jika harus memberikan
perawatan mulut atau saluran nafas dan ketika memegang tinja, air kencing dan kotoran
lain. Cuci tangan sebelum dan sesudah membuang sarung tangan dan masker.
10. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.
11. Sediakan sprei dan alat makan khusus untuk pasien (cuci dengan sabun dan air setelah
dipakai dan dapat digunakan kembali)
12. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar mandi secara teratur.
Sabun atau detergen rumah tangga dapat digunakan, kemudian larutan NaOCl 0.5% (setara
dengan 1 bagian larutan pemutih dan 9 bagian air).
13. Bersihkan pakaian pasien, sprei, handuk dll menggunakan sabun cuci rumah tangga dan
air atau menggunakan mesin cuci dengan suhu air 60-900C dengan detergen dan
keringkan. Tempatkan pada kantong khusus dan jangan digoyang-goyang, dan hindari
kontak langsung kulit dan pakaian dengan bahan-bahan yang terkontaminasi.
14. Sarung tangan dan apron plastic sebaiknya digunakan saat membersihkan permukaan
pasien, baju, atau bahan-bahan lain yang terkena cairan tubuh pasien. Sarung tangan (yang
bukan sekali pakai) dapat digunakan kembali setelah dicuci menggunakan sabun dan air
dan didekontaminasi dengan larutan NaOCl 0.5%. Cuci tangan sebelum dan setelah
menggunakan sarung tangan.
15. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama perawatan harus dibuang di
tempat sampah di dalam ruangan pasien yang kemudian ditutup rapat sebelum dibuang
sebagai kotoran infeksius.
16. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti sikat gigi, alat makan-
minum, handuk, pakaian dan sprei).
17. Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan rumah, maka selalu
perhatikan APD dan ikut rekomendasi pencegahan penularan penyakit melalui droplet

D. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK KARANTINA


Karantina dilakukan terhadap OTG untuk mewaspadai munculnya gejala sesuai definisi
operasional. Lokasi karantina dapat dilakukan di rumah, fasilitas umum, atau alat angkut
dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi setempat. Penting untuk memastikan bahwa
lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis
yang diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat digunakan
untuk observasi harus diidentifikasi dan dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan
menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas kesehatan
masyarakat.
Setiap akan melakukan karantina maka harus mengkomunikasikan dan
mensosialisasikan tindakan yang akan dilakukan dengan benar, untuk mengurangi kepanikan
dan meningkatkan kepatuhan:
1. Masyarakat harus diberikan pedoman yang jelas, transparan, konsisten, dan terkini serta
diberikan informasi yang dapat dipercaya tentang tindakan karantina

21
2. Keterlibatan masyarakat sangat penting jika tindakan karantina harus dilakukan
3. Orang yang di karantina perlu diberi perawatan kesehatan, dukungan sosial dan
psikososial, serta kebutuhan dasar termasuk makanan, air dan kebutuhan pokok lainnya.
Kebutuhan populasi rentan harus diprioritaskan
4. Faktor budaya, geografis dan ekonomi mempengaruhi efektivitas karantina. Penilaian
cepat terhadap faktor lokal harus dianalisis, baik berupa faktor pendorong keberhasilan
maupun penghambat proses karantina
Pada pelaksanaan karantina harus memastikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tata cara dan perlengkapan selama masa karantina
Tatacara karantina meliputi:
a. Orang-orang ditempatkan di ruang dengan ventilasi cukup serta kamar single yang luas
yang dilengkapi dengan toilet. jika kamar single tidak tersedia pertahankan jarak
minimal 1 meter dari penghuni rumah lain. meminimalkan penggunaan ruang bersama
dan penggunaan peralatan makan bersama, serta memastikan bahwa ruang bersama
(dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.
b. Pengendalian infeksi lingkungan yang sesuai, seperti ventilasi udara yang memadai,
sistem penyaringan dan pengelolaan limbah
c. Pembatasan jarak sosial (lebih dari 1 meter) terhadap orang-orang yang di karantina
d. Akomodasi dengan tingkat kenyamanan yang sesuai termasuk:
1) penyediaan makanan, air dan kebersihan
2) perlindungan barang bawaan
3) perawatan medis
4) komunikasi dalam bahasa yang mudah dipahami mengenai: hak-hak mereka;
ketentuan yang akan disediakan; berapa lama mereka harus tinggal; apa yang akan
terjadi jika mereka sakit; informasi kontak kedutaan
e. bantuan bagi para pelaku perjalanan
f. bantuan komunikasi dengan anggota keluarga
g. jika memungkinkan, akses internet, berita dan hiburan
h. dukungan psikososial
i. pertimbangan khusus untuk individu yang lebih tua dan individu dengan kondisi
komorbid, karena berisiko terhadap risiko keparahan penyakit COVID-19.

2. Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Minimal


Berikut langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus digunakan
untuk memastikan lingkungan aman digunakan sebagai tempat karantina.
a. Deteksi dini dan pengendalian
1) Setiap orang yang dikarantina dan mengalami demam atau gejala sakit pernapasan
lainnya harus diperlakukan sebagai suspect COVID-19
2) Terapkan tindakan pencegahan standar untuk semua orang dan petugas:
a) Cuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak dengan saluran
pernapasan, sebelum makan, dan setelah menggunakan toilet. Cuci tangan
dapat dilkukan dengan sabun dan air atau dengan hand sanitizer yang
mengandung alkohol. Peggunaan hand sanitizer yang mengandung alkohol

22
lebih disarankan jika tangan tidak terlihat kotor. Bila tangan terlihat kotor,
cucilah tangan menggunakan sabun dan air
b) Pastikan semua orang yang diobservasi menerapkan etika batuk
c) Sebaiknya jangan menyentuh mulut dan hidung;
3) Masker tidak diperlukan untuk orang yang tidak bergejala. Tidak ada bukti bahwa
menggunakan masker jenis apapun dapat melindungi orang yang tidak sakit.
b. Pengendalian administratif
Pengendalian administratif meliputi:
1) Pembangunan infrastruktur PPI yang berkelanjutan (desain fasilitas) dan kegiatan;
2) Memberikan edukasi pada orang yang diobservasi tentang PPI; semua petugas
yang bekerja perlu dilatih tentang tindakan pencegahan standar sebelum
pengendalian karantina dilaksanakan. Saran yang sama tentang tindakan
pencegahan standar harus diberikan kepada semua orang pada saat kedatangan.
Petugas dan orang yang diobservasi harus memahami pentingnya segera mencari
pengobatan jika mengalami gejala;
3) Membuat kebijakan tentang pengenalan awal dan rujukan dari kasus COVID19.

c. Pengendalian Lingkungan
Prosedur pembersihan dan disinfeksi lingkungan harus diikuti dengan benar dan
konsisten. Petugas kebersihan perlu diedukasi dan dilindungi dari infeksi COVID19
dan petugas kebebersihan harus memastikan bahwa permukaan lingkungan
dibersihkan secara teratur selama periode observasi:
1) Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti meja, rangka
tempat tidur, dan perabotan kamar tidur lainnya setiap hari dengan disinfektan
rumah tangga yang mengandung larutan pemutih encer (pemutih 1 bagianhingga
99 bagian air). Untuk permukaan yang tidak mentolerir pemutih maka dapat
menggunakan etanol 70%.
2) Bersihkan dan disinfeksi permukaan kamar mandi dan toilet setidaknya sekali
sehari dengan disinfektan rumah tangga yang mengandung larutan pemutih encer
(1 bagian cairan pemutih dengan 99 bagian air).
3) Membersihkan pakaian, seprai, handuk mandi, dan lain-lain, menggunakan sabun
cuci dan air atau mesin cuci di 60–90°C dengan deterjen biasa dan kering
4) Harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk memastikan sampah dibuang di
TPA yang terstandar, dan bukan di area terbuka yang tidak diawasi
5) Petugas kebersihan harus mengenakan sarung tangan sekali pakai saat
membersihkan atau menangani permukaan, pakaian atau linen yang terkotori oleh
cairan tubuh, dan harus melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
melepas sarung tangan.

23
E. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI FASYANKES PRA
RUJUKAN

1. Penanganan Awal
lsolasi dan Penanganan Kasus Awal yang sudah dilakukan wawancara dan anamnesa dan
dinyatakan sebagai PDP ringan diminta untuk isolasi di rumah, PDP sedang isolasi di RS
Darurat dan PDP berat segera dilakukan isolasi di RS rujukan untuk mendapatkan
tatalaksana lebih lanjut.
a. Pasien dalam pengawasan ditempatkan dalam ruang isolasi sementara yang sudah
ditetapkan, yakni:
1) Pasien dalam pengawasan menjaga jarak lebih dari 1 meter satu sama lain dalam
ruangan yang sama.
2) Terdapat kamar mandi khusus yang hanya digunakan oleh pasien dalam
pengawasan.
b. Petugas kesehatan menginstruksikan pasien dalam pengawasan untuk melakukan hal-
hal sebagai berikut:
1) Menggunakan masker medis ketika menunggu untuk dipindahkan ke fasilitas
kesehatan yang diganti secara berkala atau apabila telah kotor.
2) Tidak menyentuh bagian depan masker dan apabila tersentuh wajib menggunakan
sabun dan air atau pembersih berbahan dasar alkohol.
3) Apabila tidak menggunakan masker, tetap menjaga kebersihan pernapasan dengan
menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin dengan tisu atau lengan atas
bagian dalam. Diikuti dengan membersihkan tangan menggunakan pembersih
berbahan dasar alkohol atau sabun dan air.
c. Petugas kesehatan harus menghindari masuk ke ruang isolasi sementara. Apabila
terpaksa harus masuk, maka wajib mengikuti prosedur sebagai berikut:
1) Petugas menggunakan APD lengkap.
2) Membersihkan tangan menggunakan pembersih berbahan dasar alkohol atau sabun
dan air sebelum dan sesudah memasuki ruang isolasi.
d. Tisu, masker, dan sampah lain yang berasal dari dari ruang isolasi sementara harus
ditempatkan dalam kontainer tertutup dan dibuang sesuai dengan ketentuan nasional
untuk limbah infeksius.
e. Permukaan yang sering disentuh di ruang isolasi harus dibersihkan menggunakan
desinfektan setelah ruangan selesai digunakan oleh petugas yang menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang memadai.
f. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan desinfektan yang mengandung 0.5%
sodium hypochlorite (yang setara dengan 5000 ppm atau perbandingan 1/9 dengan air).

2. Penyiapan Transportasi Untuk Rujukan Ke RS Rujukan


a. Menghubungi RS rujukan untuk memberikan informasi pasien dalam pengawasan yang
akan dirujuk.

24
b. Petugas yang akan melakukan rujukan harus secara rutin menerapkan kebersihan tangan
dan mengenakan masker dan sarung tangan medis ketika membawa pasien ke ambulans.
1) Jika merujuk pasien dalam pengawasan COVID-19 maka petugas menerapkan
kewaspadaan kontak, droplet dan airborne.
2) APD harus diganti setiap menangani pasien yang berbeda dan dibuang dengan benar
dalam wadah dengan penutup sesuai dengan peraturan nasional tentang limbah
infeksius.
c. Pengemudi ambulans harus terpisah dari kasus (jaga jarak minimal satu meter). Tidak
diperlukan APD jika jarak dapat dipertahankan. Bila pengemudi juga harus membantu
memindahkan pasien ke ambulans, maka pengemudi harus menggunakan APD yang
sesuai.
d. Pengemudi dan perawat pendamping rujukan harus sering membersihkan tangan dengan
alkohol dan sabun.
e. Ambulans atau kendaraan angkut harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan perhatian
khusus pada area yang bersentuhan dengan pasien dalam pengawasan. Pembersihan
menggunakan desinfektan yang mengandung 0,5% natrium hipoklorit (yaitu setara
dengan 5000 ppm) dengan perbandingan 1 bagian disinfektan untuk 9 bagian air.
Bagi OTG maupun ODP yang berusia diatas 60 tahun dengan penyakit penyerta (seperti
hipertensi, diabetes melitus, dll) yang terkontrol dan ditemukan diluar fasyankes, dilakukan
rujukan ke RS Darurat dengan menggunakan mobil sendiri, jika tidak tersedia dapat
menghubungi petugas kesehatan setempat. Jika menggunakan mobil sendiri, buka jendela
mobil dan pasien menggunakan masker bedah.

F. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PEMULASARAN


JENAZAH

Langkah-langkah pemulasaran jenazah pasien terinfeksi COVID-19 dilakukan sesuai dengan


Pedoman Pemulasaran Jenazah COVID 19 (Kemenkes, 2020) sebagai berikut:
1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien yang
meninggal akibat penyakit menular.
2. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut
meninggal dalam masa penularan.
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus
sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah.
5. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum jenazah
dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD.
7. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi
jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan
budaya harus diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular meninggal dunia.
8. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.

25
9. Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan oleh keluarga dan
Direktur Rumah Sakit.
a. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
b. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
c. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah

G. PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI


Penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus dipatuhi yaitu: menetapkan indikasi
penggunaan APD, cara memakai dengan benar, cara melepas dengan benar, cara
mengumpulkan (disposal) setelah dipakai. Cara tersebut dilakukan sesuai dengan pedoman
yang berlaku.
Penetapan indikasi penggunaan APD dilakukan dengan mempertimbangkan risiko
terpapar, dimana APD digunakan oleh orang yang berisiko terpajan dengan pasien atau
material infeksius; dinamika transmisi, yaitu droplet dan kontak, transmisi secara airborne
dapat terjadi pada tindakan yang memicu terjadinya aerosol misalnya resusitasi jantung paru,
pemeriksaan gigi seperti penggunaan scaler ultrasonic dan bur high speed air driven,
pemeriksaan hidung dab tenggorokan, dan pengambilan swab. Penggunaan alat pelindung diri
(APD) yang digunakan tenaga kesehatan, nonkesehatan dan pengunjung di FKTP dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Penggunaan APD di FKTP

Target petugas atau Jenis aktivitas Jenis APD yang digunakan


Lokasi pasien
Petugas kesehatan Skrining awal tanpa kontak ü Jaga jarak dengan pasien
Triase dengan pasien minimal 1 m
Menggunakan masker bedah

Pasien dengan gejala Segala jenis kegiatan ü Jaga jarak dengan pasien
infeksi saluran nafas minimal 1 m
ü Menggunakan masker bedah
Pasien tanpa gejala Segala jenis kegiatan ü Menggunakan masker bedah
infeksi saluran nafas ü Jaga jarak minimal 1 m
Cleaning service Membersihkan ruang ü Masker bedah
isolasi ü Gaun/gown
ü Sarung tangan tebal
ü Pelindung mata (goggles)
ü Pelindung kepala
ü Sepatu pelindung
Pasien dengan gejala Segala jenis kegiatan ü Kenakan masker bedah pada
Ruang tunggu infeksi saluran nafas pasien. Segera pindahkan
pasien ke ruang isolasi atau
ke ruangan lain yang terpisah
dengan pasien lainnya. Jika
tidak memungkinkan,
tempatkan pasien dengan
jarak minimal 1 m dengan
pasien lainnya.
Pasien tanpa gejala Segala jenis kegiatan ü Menggunakan masker bedah
infeksi saluran nafas

26
Target petugas atau Jenis aktivitas Jenis APD yang digunakan
Lokasi pasien
Bagian pendaftaran ü Jaga jarak dengan pasien
Bagian Admisi pelayanan dan petugas minimal 1 m
kasir ü Menggunakan masker bedah
ü Face shield
Seluruh staf, termasuk Pekerjaan administratif, ü Menggunakan masker bedah
Area administrasi petugas kesehatan dan tidak berkontak
langsung dengan pasien
Pemeriksaan fisik pada ü Masker bedah
Ruang pemeriksaan Petugas kesehatan pasien dengan gejala ü Gaun/gown
infeksi saluran nafas ü Sarung tangan
ü Pelindung mata dan atau
pelindung wajah (face shield)
ü Pelindung kepala
ü Sepatu pelindung
Pemeriksaan fisik pada ü Masker N 95
pasien tanpa gejala infeksi ü Gaun/gown
saluran nafas, tetapi ü Sarung tangan
melakukan pengambilan ü Pelindung mata dan atau
swab, pemeriksaan gigi pelindung wajah (face shield)
seperti scaler ultrasonik ü Pelindung kepala
dan high speed air driven, ü Celemek (apron)
pemeriksaan hidung dan ü Sepatu pelindung
tenggorokan dan
pemeriksaan mata
Pasien dengan gejala Segala jenis kegiatan ü Menggunakan masker bedah
infeksi saluran nafas ü Jaga jarak minimal 1 meter
Pasien tanpa gejala Segala jenis kegiatan ü Menggunakan masker bedah
infeksi saluran nafas ü Jaga jarak minimal 1 meter
Cleaning service Setelah dan di antara ü Masker bedah
kegiatan konsultasi pasien ü Jubah/gaun
dengan infeksi saluran ü Sarung tangan tebal
nafas oleh petugas ü Pelindung mata (goggles)
kesehatan ü Pelindung kepala
ü Sepatu pelindung
Mengerjakan sampel ü Masker N95
Laboratorium ATLM, tenaga kesehatan saluran nafas ü Gaun/Gown
lainnya ü Sarung tangan
ü Pelindung mata dan atau
pelindung wajah (face shield)
ü Pelindung kepala
ü Sepatu pelindung
Petugas Kesehatan Penerimaan dan pelayanan ü Masker bedah
Ruang Farmasi resep ü Gown
ü Sarung tangan
ü Pelindung mata dan atau
pelindung wajah (face shield)
ü Pelindung kepala
Merawat secara langsung ü Masker bedah
Ruang rawat inap *, Petugas kesehatan pasien suspect COVID-19 ü Gaun/gown
ruang persalinan, ü Sarung tangan
Ruang tindakan dan ü Pelindung mata (goggles)
gawat darurat dan atau
ü Pelindung wajah (face shield)
ü Pelindung kepala
Sepatu pelindung

27
Target petugas atau Jenis aktivitas Jenis APD yang digunakan
Lokasi pasien
Tindakan yang ü Masker N 95
menghasilkan aerosol ü Gaun/gown
ü Sarung tangan
(seperti intubasi trakea, ü Pelindung mata (goggles)
ventilasi non invasive, dan atau
trakeostomi, resusitasi ü Pelindung wajah (face shield)
jantung paru, ventilasi ü Pelindung kepala
manual sebelum intubasi, ü Celemek (apron)
nebulasi, bronskopi, Sepatu pelindung

pengambilan swab,
pemeriksaan hidung dan
tenggorokan dan
pemeriksaan mata pada
pasien suspect/curiga
COVID-19
Cleaning service Masuk ke ruang rawat ü Masker bedah
pasien suspect/curiga ü Gaun/gown
COVID-19 ü Sarung tangan tebal
ü Pelindung mata (goggles)
ü Pelindung kepala
Sepatu pelindung

Semua staf termasuk Semua kegiatan dimana ü Menggunakan masker bedah


Area lain yang petugas kesehatan tidak terjadi kontak
digunakan untuk langsung dengna pasien
transit pasien (misal COVID-19
koridor, bangsal)*
Transport pasien curiga ü Masker bedah
Ambulans Petugas kesehatan COVID-19 ke RS Rujukan ü Gaun/gown
ü Sarung tangan
ü Pelindung mata (goggles)
ü Pelindung kepala
ü Sepatu pelindung
Sopir Hanya bertugas sebagai ü Jaga jarak dengan pasien
sopir pada proses transport minimal 1 m
pasien curiga COVID-19 ü Menggunakan masker bedah
dan area sopir terpisah
dengan area pasien
Membantu mengangkat ü Masker bedah
pasien dengan suspect ü Gaun/gown
COVID-19 ü Sarung tangan
ü Pelindung mata (goggles)
ü Pelindung kepala
ü Sepatu pelindung
Tidak ada kontak langsung ü Masker bedah
dengan pasien curiga
COVID-19 namu area sopir
tidak terpisah dengan area
pasien
Pasien dengan suspect Dilakukan transport ke RS ü Masker bedah
COVID-19 Rujukan
Cleaning service Membersihkan setelah atau ü Masker bedah
di antara kegiatan ü Gaun/gown
pemindahan pasien curiga ü Sarung tangan tebal
COVID-19 ke RS rujukan ü Pelindung mata (goggles)
ü Pelindung kepala
ü Sepatu pelindung

28
Target petugas atau Jenis aktivitas Jenis APD yang digunakan
Lokasi pasien
Petugas di ruang Petugas yang melakukan ü Masker bedah
Ruang sterilisasi dekontaminasi pencucian alat instrumen ü Gaun/gown
ü Sarung tangan panjang
ü Pelindung mata (goggles)
dan atau
ü Pelindung wajah (face shield)
ü Pelindung kepala
ü Celemek (apron)
ü Sepatu pelindung
Petugas di ruang cuci Menangani linen infeksius ü Masker bedah
Ruang cuci linen linen ü Gaun/gown
ü Sarung tangan panjang
ü Pelindung mata (goggles)
dan atau
ü Pelindung wajah (face shield)
ü Pelindung kepala
ü Celemek (apron)
ü Sepatu pelindung

Tabel 2.2 Karakteristik Jenis Masker

Jenis Masker
Masker N95 (Atau Reusable
Bedah (3ply) Ekuivalen*) Facepiece
Aspek Respirato

Perlindungan pemakai terhadap


Ö Ö Ö
Droplet besar
Perlindungan pemakai terhadap
Tidak Ö Ö
aerosol/partikelairborne
Pencegahan keluarnya droplet
besar dari batuk/bersin Ö Ö Ö
pemakai
Pencegahan keluarnya droplet kecil
dari batuk/bersin Ö Ö Ö
pemakai
0,1 mikron : 0,1 mikron : 0,1 mikron :
Efektivitas filtrasi
30 – 95% ³95% ³99%
Face seal fit longgar ketat ketat
Dapat dipakai ulang Tidak Tidak*** Ö****
Keharusan mengecek
Tidak Ö Ö
Face seal fit
Tidak ada kebocoran Tidak Ö***** Ö*****
Keterangan:

29
* Masker Filtering Facepiece Respirator (FFR) ekuivalen N95 (NIOSH-42CFR84, Amerika):
- FFP2 (EN 149-2001, Eropa)
- KN95 (GB2626-2006, Cina)
- P2 (AS/NZA 1716:2012, Australia/New Zealand)
- KF94 (KMOEL-2017-64, Korea)
- DS (JMHLW-Notification 214,2018, Jepang)
** Dicuci dengan sabun/deterjen hingga bersih
*** Idealnya tidak digunakan kembali, namun dengan stok N95 yang sedikit, dapat dipakai ulang
dengan catatan semakin sering dipakai ulang, kemampuan filtrasi akan menurun. Jika akan
menggunakan metode pemakaian kembali, bisa dengan memiliki beberapa masker sehingga
masker yang sudah dipakai dapat dikeringkan tanpa terkena sinar UV secara langsung selama 3 –
4 hari
**** Facepiece respirator dapat digunakan kembali setelah dibersihkan dengan disinfektan secara benar
***** Tidak ada kebocoran dari N95 dan Facepiece respirator jika dipakai dengan benar

Tabel 2.3 Karakteristik Jenis Pelindung Mata


Jenis Pelindung Mata
Google Full Face
Face Respirators
Indirect- Shield Safety Glass
Aspek Direct-
Vented Vented

Perlindungan mata Ö (lebih


terhadap percikan dan Ö Ö Ö rendah dari Ö
droplet Goggle)
Perlindungan area
wajah lain Tidak Tidak Ö Tidak Ö

Tidak berkabut setelah


dipakai (fogging) Tidak Ö* Ö Tidak Ö*

Proteksi
Tidak Tidak Tidak Tidak Ö
Pernapasan

Gambar 2.1 Cara Pemakaian dan Pelepasan Alat Pelindung Diri (APD)-Coverall

30
31
32
Gambar 2.2 Cara Pemakaian dan Pelepasan Alat Pelindung Diri (APD)-Gown/Jubah

33
34
Berikut adalah beberapa referensi video penggunaan dan pelepasan APD:
https://www.ncptt.nps.gov/blog/covid-19-basics-personal-protective-equipment-ppe/
https://www.youtube.com/watch?v=M4olt47pr_o
https://youtu.be/kKz_vNGsNhc
https://youtu.be/SikWKRxv8jA
https://youtu.be/OcXVrg065gs
https://youtu.be/cdt2hxOs0T4

35
MODUL III
MODUL MANAJEMEN KLINIS DAN PENGELOLAAN SPESIMEN
PADA KASUS COVID-19

A. DEFINISI
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif dengan ukuran paling besar,
berkapsul dan tidak bersegmen, memiliki tonjolan glikoprotein di permukaan sel yang
menyerupai mahkota. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik
genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan
gamma coronavirus.
Coronavirus adalah kelompok besar virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan
dan manusia. Beberapa penyakit-penyakit pada manusia yang ditimbulkan virus dari keluarga
Genus beta dan alpha umumnya menyebabkan gejala ringan, namun beberapa kasus genus beta
dapat menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS), Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan Coronavirus Disease 19 (COVID-19) yang sedang menjadi wabah di
dunia pada tahun 2020 ini.
COVID-19 ini merupakan penyakit yang menyerang sistem pernafasan yang disebabkan
oleh coronavirus jenis baru. Pada tanggal 11 Februari 2020, Komite Nasional Taksonomi Virus
(The International Committee on Taxonomy of Viruses, ICTV) menamai virus tersebut adalah
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) (Sindrom Pernafasan Akut 2) Sindrom Rety
coronavirus 2, yang disingkat SARS-CoV-2.

B. ETIOLOGI
COVID-19 terjadi karena infeksi dari virus yang berasal dari kelompok coronavirus yang
bernama Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) Syndrom Rety Coronavirus 2 atau
SARS-CoV-2. Pada sebagian besar kasus, coronavirus hanya menyebabkan infeksi pernapasan
ringan sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi
pernapasan berat, seperti pneumonia dan sindrom pernafasan akut.
Berdasarkan susunan GNA dan analisis filogenik, SARS-CoV-2 memiliki struktur regio
gen receptor-binding yang mirip dengan virus SARS dan menggunakan reseptor yang sama
untuk menginfeksi sel, Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2).
Secara umum, virus korona memiliki struktur sampul yang melingkupi materi genetik.
Pada sampul terdapat berbagai protein dengan berbagai fungsi, salah satunya berikatan dengan
reseptor membran sel sehingga dapat masuk sel. Struktur sampul dan protein ini menyerupai
mahkota atau crown sehingga virus ini dinamai virus corona atau coronavirus.
Struktur sampul pada virus tersebut yang pada akhirnya mampu dipecahkan oleh sabun
handrub dengan kandungan alkohol minimal 60%. Sehingga pencegahan virus ini dapat
dilakukan dengan mencuci tangan memakai sabun sesering mungkin, dan jika tidak ada maka
digunakan hand sanitizer atau alkohol minimal 70%.

36
Gambar 3.1 Struktur Covid-19

C. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIS


Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel inang/ host-nya. Virus tidak bisa
hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel host sesuai
tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S
yang ada dipermukaan virus. Protein S adalah penentu utama dalam menginfeksi spesies host-
nya serta penentu tropisnya. Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel
host yaitu enzim ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada
mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum
tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel
arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari
RNA genom virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi di mana sintesis virus RNA melalui
translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus.
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian bereplikasi di sel
epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas
bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut
meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus
sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari.
Evolusi group dari SARS-CoV-2 ditemukan di kelelawar sehingga diduga host alami
atau utama dari SARS-CoV-2 mungkin juga kelelawar. Coronavirus tipe baru ini dapat
bertransmisi dari kelelawar kemudian host perantara kemudian manusia melalui mutasi
evolusi. Ada kemungkinan banyak host perantara dari kelelawar ke manusia yang belum dapat
diidentifikasi. Coronavirus baru, memproduksi variasi antigen baru dan populasi tidak
memiliki imunitas terhadap strain mutan virus sehingga dapat menyebabkan pneumonia. Pada
kasus ini ditemukan kasus “super-spreader” yaitu dimana virus bermutasi atau beradaptasi di
dalam tubuh manusia sehingga memiliki kekuatan transmisi yang sangat kuat dan sangat
infeksius. Satu pasien menyebarkan virus kepada lebih dari 3 orang dianggap super-spreader,
jika lebih dari 10 lebih tepat lagi dikatakan super spreader.
37
Secara patofisiologi, pemahaman mengenai COVID-19 masih perlu studi lebih lanjut.
Pada SARS-CoV-2 ditemukan target sel kemungkinan berlokasi di saluran napas bawah. Virus
SARS-CoV-2 menggunakan ACE-2 sebagai reseptor, sama dengan pada SARS-CoV. Sekuens
dari RBD (Reseptor-Binding Domain) termasuk RBM (Receptor Binding Motive) pada SARS-
CoV-2 kontak langsung dengan enzim ACE 2 (Angiotensin-Converting Enzyme 2). Hasil
residu pada SARS-CoV-2 RBM (Gln493) berinteraksi dengan ACE 2 pada manusia, konsisten
dengan kapasitas SARS-CoV-2 untuk infeksi sel manusia. Beberapa residu kritis lain dari
SARS-CoV-2 RBM (Asn501) kompatibel mengikat ACE2 pada manusia, menunjukkan
SARS-CoV-2 mempunyai kapasitas untuk transmisi manusia ke manusia.
Periode inkubasi COVID-19 berlangsung 1-14 hari, biasanya sekitar lima hari.2 Gejala
yang muncul dapat berupa demam, batuk nonproduktif, sesak, mialgia, dan lemas. Pada
pemeriksaan penunjang dapat ditemukan jumlah leukosit normal atau leukopenia dan bukti
radiologis yang mengarah ke pneumonia.

Sumber: Journal of Pharmaceutical Analysis (sciencedirect.com / www.elseuiver.com)


Gambar 3.2 Diagnosis Covid-19

D. FAKTOR RISIKO DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Faktor risiko adalah faktor yang mencakup perilaku, situasi, atau perilaku psikologis
yang mempengaruhi penyakit, sedangkan faktor predisposisi adalah keadaan seseorang untuk
mudah terjangkit penyakit, yaitu keadaan fisiologis seperti usia, kondisi patologis seperti
hipertensi atau kebiasaan yang meningkatkan kerentanan terhadap kejadian penyakit.
Pada COVID-19, kelompok faktor risiko tertular dan menularkan adalah:
• Orang yang memiliki riwayat bepergian ke daerah terjangkit dalam waktu 14 hari terakhir
selama kejadian wabah.
• Orang yang berkontak dengan pasien COVID-19, termasuk petugas kesehatan dan pelaku
rawat pasien.
Sedangkan kelompok rentan atau yang memiliki faktor predisposisi adalah:
• Orang lanjut usia (>50 tahun).
• Anak-anak yang memiliki imun / kekebalan tubuh yang lemah

38
• Orang yang mengkonsumsi makanan tidak bergizi
• Imunitas rendah/ imunokompromi (HIV/AIDS, pasien kemoterapi, konsumsi makanan
kurang gizi).
• Perokok aktif.
• Orang dengan penyakit lain sebelumnya (komorbid), seperti dengan riwayat Diabetes,
Jantung, Hipertensi, kanker, dan penyakit paru (pneumonia, asma atau penyakit paru
lainnya).
Pada kelompok yang memiliki faktor predisposisi, gejala dan komplikasi yang ditimbulkan
dari COVID-19 dapat sangat parah hingga menimbulkan kematian.

E. TRIAGE: DETEKSI DINI KASUS


1. Tindakan terkait dengan Triase:
a. Pada tahap triase, identifikasi pasien dengan ISPA dan lakukan tindakan pencegahan
PPI yang sesuai untuk mencegah penyebaran penyakit ke petugas kesehatan atau
pasien lain.
b. Triase semua pasien pada titik kontak pertama dengan pengaturan perawatan
kesehatan dengan alat triase standar.
c. Kenali pasien dengan Severe Acute Respiratory Infection (SARI) yang membutuhkan
perawatan darurat, mulai intervensi darurat dan atur rujukan ke rumah sakit jika
membutuhkan rawat inap.
d. Sindrom klinis yang memerlukan rawat inap di rumah sakit termasuk pneumonia
berat, sepsis, dehidrasi parah atau eksaserbasi penyakit kronis.

2. Penapisan berdasarkan riwayat epidemiologis terhadap orang dengan SARI


Dugaan COVID-19 pada pasien dengan SARI apabila:
a. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang melaporkan transmisi
lokal.
b. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di Indonesia.
c. Kontak dekat dengan pasien COVID-19 terkonfirmasi atau probable.
d. Kontak dekat dengan pasien dengan SARI dari etiologi yang tidak jelas.
e. Kontak langsung dengan binatang hidup atau mati (mis. burung, babi, unta).

3. Definisi Kontak
a. Kontak
Kontak didefinisikan individu yang berkaitan dengan beberapa aktivitas sama dengan
kasus dan memiliki kemiripan paparan seperti kasus. Kontak mencakup anggota rumah,
kontak keluarga, pengunjung, tetangga, teman kuliah, guru, teman sekelas, pekerja,
pekerja sosial atau medis, dan anggota grup sosial.
b. Kontak erat
Kontak erat didefinisikan seseorang yang memiliki kontak (dalam 1 meter) dengan
kasus yang terkonfirmasi, minimal selama 15 menit, selama masa simptomatiknya
termasuk satu hari sebelum onset gejala. Kontak tidak hanya kontak fisik langsung.

39
• Kontak pekerja sosial atau pekerja medis Paparan terkait perawatan kesehatan,
termasuk menangani langsung untuk pasien COVID-19, bekerja dengan petugas
kesehatan yang terinfeksi COVID-19 atau memeriksa pasien yang terkonfimasi
kasus atau dalam lingkungan ruangan sama, ketika prosedur aerosol dilakukan.
• Kontak lingkungan rumah atau tempat tertutup
- Berbagi lingkungan ruangan, bekerja bersama, belajar bersama dalam
jarak dekat dengan pasien COVID-19.
- Bepergian bersama pasien COVID-19 dalam segala jenis mode
transportasi.
- Anggota keluarga atau tinggal di rumah yang sama dengan pasien
COVID-19.

4. Prinsip dasar penerapan PPI yang sesuai saat triase


Bertujuan untuk menghindari penularan ke pasien lain dan petugas kesehatan. Pelaksanaan
disesuaikan dengan tingkat risiko yang dihadapi dan transmisi penularan yang mungkin
terjadi.
a. Terapkan tindakan pencegahan penularan melalui droplet
b. Berikan masker medis pada pasien yang dicurigai menderita ISPA
c. Instruksikan pasien untuk mempraktikkan kebersihan pernafasan/etika batuk dan
kebersihan tangan dan untuk menghindari penularan di dalam fasilitas
d. Tempatkan pasien yang dicurigai di area terpisah
e. Jaga jarak setidaknya 1 m antara pasien

5. Prinsip dasar pelaksanaan Triase


a. Lakukan triase di titik kontak pertama pasien yang sakit dengan FKTP yaitu bagian
penerimaan pasien dan ruang gawat darurat.
b. Prioritaskan dan sortir pasien berdasarkan tingkat keparahan penyakit mereka dan
kebutuhan untuk perawatan segera.
1) Gunakan alat triase standar untuk memastikan realibilitas dan validitas dalam
penyortiran pasien
2) Hindari "under-triage" dan "over-triage".
3) Identifikasi pasien prioritas tinggi yang membutuhkan perawatan segera.

6. Faktor resiko yang harus diidentifikasi ketika Triase


Kelompok berisiko harus dipertimbangkan untuk mendapat Rawat Inap meskipun gejala
sakit ringan atau sedang untuk dipantau terhadap kemungkinan perburukan dan
keberlangsungan pemberian terapinya. Faktor risiko tinggi yang harus diwaspadai adalah:
a. Penyakit komorbid
1) penyakit kardiovaskular (gagal jantung)
2) penyakit paru-paru (asma dan COPD)
3) penyakit metabolik (diabetes)
4) penyakit ginjal
5) penyakit hati

40
6) Hemoglobinopati
7) kondisi neurologis kronis (gangguan neuromuskuler, neurokognitif, dan kejang).
b. Usia ekstrem
1) Bayi dan anak < 2 tahun
2) Lansia >65 tahun
c. Kondisi imunosupresif: HIV, pengobatan imunosupresif, terapi keganasan
d. Kondisi-kondisi khusus:
1) Anak-anak yang menerima terapi aspirin kronis
2) Kehamilan (hingga 2 minggu setelah melahirkan).

7. Pemindahan pasien yang aman


Pasien dengan gejala sakit berat atau kritis membutuhkan pemindahan/rujukan dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama ke rumah sakit. Langkah-langkah yang harus dipersiapkan untuk
pemindahan adalah
a. Pastikan tindakan PPI selalu diterapkan selama proses pemindahan.
b. Komunikasi mengenai ketersediaan ruangan di fasilitas rujukan.
c. Pastikan tatalaksana yang tepat dan perawatan darurat telah diberikan dan pasien
dalam kondisi stabil sebelum siap dipindahkan.
d. Kendaraan untuk transport telah disiapkan dengan baik termasuk rute yang harus
dilalui.
e. Pastikan petugas perawatan kesehatan yang bertanggung jawab memahami
tupoksinya selama proses pemindahan.
f. Pastikan semua monitor dan fasilitas perawatan yang berkelanjutan tersedia dan
dapat dipertahankan selama proses pemindahan.
g. Pastikan dokumentasi yang sesuai dan ada proses serah terima perawatan untuk
dokter yang bertanggung jawab berikutnya.

F. PANDUAN PRAKTIK KLINIS KASUS COVID-19 DI FKTP


Sebagai penyakit infeksi emerging, COVID-19 tentunya belum tercantum dalam
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di FKTP. Alur pemeriksaan di fasilitas kesehatan
dapat dilihat dalam buku pedoman ataupun beberapa rekomendasi yang diterbitkan oleh
perhimpunan organisasi.
Pemeriksaan klinis yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan juga penegakan diagnosis, tatalaksana serta pelayanan rujukan jika
diperlukan tetap dilakukan pada kasus COVID-19. Namun, pemeriksaan klinis tersebut pada
kondisi tertentu kemungkinan membutuhkan penyesuaian/modifikasi guna mencegah
transmisi COVID-19 pada saat pemberian pelayanan. Penerapan prinsip PPI dan physical
distancing perlu dikedepankan demi keamanan dan keselamatan petugas dan pengunjung.

41
Gambar 3.3 Alur Pemeriksaan di Fasilitas Kesehatan

Masyarakat yang ingin


tahu Pencegahan
1. PHBS
Kontak dengan terduga 2. Dilarang berdekatan
COVID-19 atau ada salah 3. Dilarang berkumpul
Call Center satu gejala (Demam, batuk,
BNPB: 117 sakit tenggorokan, sesak
KEMENKES: 119 ext 9 nafas)
Kanal info digital lainnya Penjadwalan untuk
pemeriksaan di Faskes
terdekat

Fasilitas Kesehatan Kategori Gejala

Orang Tanpa Gejala/PDP/ODP Gejala berat (Butuh perawatan RS)

Rapid Test (-) Rapid Test (+)

Isolasi di 10 hari Real time PCR/TCM


kemudian ulang RDT, SARS-COV-2
Jika selama isolasi swab/sputum 2x (2
Rapid Test ulang
gejala memberat hari berturut-turut)
Negatif Positif segera ke FKTP

Positif Negatif
Sakit Real time PCR/TCM
bukan SARS-COV-2 Terkonfirmasi Sakit bukan
COVID-19 swab/sputum 2x (2 hari COVID-19
COVID-19
berturut-turut)

Negatif Positif Rujuk ke RS


Rujukan
Sakit bukan Terkonfirmasi sesuai
COVID-19 COVID-19 pedoman

Tanpa Ringan Sedang Berat


Gejala

Isolasi diri Isolasi diri Rujuk ke Rujuk ke RS


di rumah di rumah RS darurat Rujukan

Sumber: Gugus Tugas Percepatan Penangatan COVID-19

42
1. Anamnesis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan adanya:
a. Demam (≥38oC) atau riwayat demam,
b. Batuk, pilek
c. Sakit tenggorokan, dan
d. Kesulitan bernafas.
Perlu juga ditanyakan gejala lain yang menyertai seperti mual muntah, diare, sakit
kepala, konjungtivitis, menggigil, hilang nafsu makan, kelelahan, penurunan kesadaran
atau gejala neurologis lainnya. Selain itu, sangat penting untuk menanyakan faktor risiko
(riwayat kontak) dan faktor predisposisi (kondisi komorbid) yang dimiliki pasien.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya manifestasi klinis.
a. Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
b. Tanda vital: suhu tubuh meningkat, frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas
meningkat, tekanan darah normal atau menurun. Saturasi oksigen dapat normal atau
turun.
c. Dapat disertai retraksi otot pernapasan
d. Pemeriksaan fisik paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan dinamis,
fremitus raba engeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau
bronkial dan ronki kasar.

Manifestasi klinis kasus COVID-19 bervariasi mulai dari gejala ringan, sedang sampai
berat. Tabel 3.1 menjelaskan gejala klinis yang dapat ditemukan pada kasus COVID-19.
Pasien dengan gejala klinis ringan sampai sedang dapat dijumpai di FKTP, sedangkan gejala
berat umunya dijumpai di rumah sakit.

Tabel 3.1 Gejala Klinis COVID-19


Gejala Ringan Gejala Sedang Gelaja Berat
• Demam lebih dari 38°C
• Demam lebih dari • Demam lebih dari 38°C
• Sesak nafas, batuk menetap
38°C
dan sakit tenggorokan • Ada infeksi saluran
• Batuk pernafasan dengan tanda:
• Pada anak: batuk dan
• Nyeri tenggorokan takipneu
a. Peningkatan frekuensi
• Hidung tersumbat nafas (>30x/menit)
• Anak dengan pneumonia
hingga sesak nafas
mengalami batuk dan
b. Batuk
kesulitan bernafas serta
c. Penurunan kesadaran
bernafas cepat
• Dalam pemeriksaan
• Frekuensi nafas:
lanjut ditemukan:
• ≥ 60x/menit: 2-11 bulan
o Saturasi oksigen
• ≥ 50x/menit: 1-5 tahun
<90% udara luar

43
Gejala Ringan Gejala Sedang Gelaja Berat
• ≥ 40x/menit dan tidak o Dalam pemeriksaan
ada tanda pneumonia darah: Leukopenia,
berat peningkatan monosit
dan peningkatan
limposit atopik

Sindroma klinis kasus COVID-19 dapat ditemukan pada saat penanganan di FKTP,
namun umumnya ditemukan pada saat perawatan di rumah sakit.

Tabel. 3.2 Sindrom Klinis Terkait COVID-19


Penyakit Pasien infeksi virus saluran pernapasan atas tanpa komplikasi, dapat
ringan menunjukkan gejala-gejala non-spesifik seperti demam, kelelahan, batuk
(dengan atau tanpa dahak), anoreksia, tidak enak badan, nyeri otot, sakit
tenggorokan, sesak napas, hidung tersumbat, atau sakit kepala. Sejumlah
kecil pasien juga dapat mengalami diare, mual, dan muntah-muntah.
Orang lansia dan orang yang terganggu sistem imunnya dapat
menunjukkan gejala-gejala yang tidak biasa. Gejala-gejala akibat adaptasi
fisiologis untuk kehamilan dan kejadian merugikan selama kehamilan,
seperti sesak napas, demam atau kelelahan, bisa mirip atau terjadi
bersamaan dengan gejala-gejala COVID-19.
Pneumonia Pasien dewasa yang terjangkit pneumonia tanpa tanda-tanda pneumonia
berat dan tidak memerlukan oksigen tambahan.
Pasien anak yang terjangkit pneumonia tidak berat yang batuk atau
kesulitan bernapas + napas pendek: napas pendek (hitungan napas/menit):
1. < 2 bulan: ≥ 60;
2. 2-11 bulan: ≥ 50;
3. 1-5 tahun: ≥ 40 tanpa tanda pneumonia berat.
Pneumonia Pasien anak atau dewasa:
berat 1. Demam atau diduga pneumonia berat
2. frekuensi napas > 30 napas/menit
3. gawat pernapasan, atau
4. saturasi oksigen (SpO2) ≤ 93% pada udara kamar.
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya
satu dari yang berikut:
1. Sianosis sentral atau SpO2 < 90%
2. Gawat pernapasan (seperti mendengkur, tarikan dinding dada ke bawah
yang sangat berat)
3. Tanda-tanda pneumonia disertai gejala umum yang berat seperti
4. Ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau tidak sadarkan diri,
atau kejang.

44
Tanda-tanda lain yang munkin timbul:
1. Tarikan dinding dada ke bawah, napas cepat (napas/menit):
a. < 2 bulan: ≥ 60;
b. 2-11 bulan: ≥ 50;
c. 1-5 tahun: ≥ 40.
Meskipun diagnosis dilakukan atas dasar diagnosis klinis, metode
pencitraan dada dapat mengidentifikasi atau memastikan tidak
terjadinya komplikasi paru tertentu
Sindrom Awal mula: dalam waktu 1 minggu dari timbulnya penyebab (insult) klinis
Pernafasan diketahui atau memburuknya gejala-gejala respirasi.
akut gawat 1. Metode Pencitraan dada (radiografi, CT scan, atau ultasonografi):
(ARDS) opasitas bilateral, yang belum dapat dibedakan apakah karena kelebihan
cairan (volume overload), kolaps lobus atau kolaps paru, atau nodul.
2. Asal infiltrasi paru: gagal napas yang belum dapat dibedakan apakah
akibat gagal jantung atau kelebihan cairan. Diperlukan penilaian
obyektif (Seperti: ekokardiografi) untuk memastikan tidak terjadinya
penyebab hidrostatik atas inflitrasi/ edema jika tidak ada faktor
risikonya.
3. Pelemahan oksigenasi pada pasien dewasa:
a. ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2a ≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau CPAP ≥ 5cm H2O, atau tidak diventilasi)
b. ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg (dengan
PEEP ≥ 5cm H2O, atau tidak diventilasi)
c. ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg (dengan PEEP ≥ 5 cmH2O,
atau tidak diventilasi)
d. Jika tidak tersedia PaO2, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan
terjadinya ARDS (termasuk pada pasien yang tidak diventilasi).
4. Pelemahan oksigenasi pada pasien anak:
a. catatan OI = Indeks Oksigenasi dan OSI = Indeks Oksigenasi
dengan SpO2.
b. Gunakan ukuran berbasis PaO2 jika tersedia. Jika PaO2 tidak
tersedia, hilangkan FiO2 agar SpO2 tetap ≤ 97% untuk menghitung
OSI atau rasio SpO2/FiO2.
c. Bilevel NIV atau CPAP ≥ 5 cmH2O dengan masker wajah penuh:
PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤ 264
d. ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ OI < 8 atau 5 ≤ OSI < 7.5
e. ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ OSI < 12.3
f. ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.3.
Sepsis Pasien dewasa:
Disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat disregulasi respons tubuh
terhadap dugaan infeksi atau infeksi terbukti. Tanda-tanda disfungsi organ
meliputi:
1. Perubahan status mental

45
2. Kesulitan bernapas atau napas cepat
3. Saturasi oksigen rendah,
4. Penurunan produksi urin
5. Denyut jantung cepat,
6. Nadi lemah
7. Ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah
8. Kulit berbintik atau koagulopati dari hasil laboratorium
9. Trombositopenia
10. Asidosis
11. Laktat tinggi, atau hiperbilirubinemia.
Pasien anak:
Infeksi terduga atau terbukti dan kriteria sesuai umur Systemic
Inflammatory Response Syndrome ≥ 2, yang salah satunya adalah suhu
tubuh atau jumlah sel darah putih abnormal.
Septic shock Pasien dewasa:
hipotensi menetap meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan,
membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg and
kadar laktat serum > 2 mmol/L.

Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau SD > 2 di bawah normal
usianya) atau dua dari gejala berikut:
1. Perubahan status mental;
2. Takikardia atau bradikardia (denyut jantung < 90 x/menit atau > 160
x/menit pada bayi dan < 70 x/menit atau > 150 x/menit pada anak);
3. Kenaikan waktu pengisian ulang kapiler (> 2 detik) atau denyut yang
lemah;
4. Takipnea;
5. Kulit berbintik atau kulit dingin atau ruam petekie atau purpura;
6. Peningkatan laktat;
7. Oliguria;
8. Hipertermia atau hipotermia.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Kasus konfirmasi COVID-19 diperoleh berdasarkan hasil positif pada pemeriksaan
spesimen saluran nafas atas dan bawah dengan RT-PCR SARS CoV-2. Petugas
kesehatan di FKTP berperan dalam pengambilan spesimen untuk dikirimkan ke
laboratorium rujukan yang telah ditetapkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tata
cara pengambilan spesimen dan pengelolaannya dijelaskan khusus di bagian materi
Pengelolaan Spesimen di modul ini.
Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, pengambilan sampel dari saluran napas atas
dan bawah diulangi untuk petunjuk clearance dari virus. Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari
sampai 2 kali hasil negatif dari kedua sampel serta secara klinis perbaikan, setidaknya 24
jam.

46
b. Pemeriksaan serologi menggunakan Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid Test Antigen
digunakan untuk skrining awal yang hasilnya harus tetap dikonfirmasi dengan
menggunakan RT-PCR. Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh petugas terlatih di FKTP.
Penjelasan tentang tata kelola Rapid Test Antibodi dan Rapid Test Antigen dapat dilihat
pada materi Pengelolaan Spesimen di modul ini.
c. Pemeriksaan penunjang lainnya yang mendukung tata laksana COVID-19 umumnya
dilakukan di rumah sakit, seperti:
1) Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental,
lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat
bayangan multipel plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di
perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan
infiltrat di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan
“white-lung” dan efusi pleura (jarang).
2) Bronkoskopi
3) Pungsi pleura sesuai kondisi 5
4) Pemeriksaan kimia darah
a) Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit menurun.
Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.
b) Analisis gas darah
c) Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)
d) Fungsi ginjal
e) Gula darah sewaktu
f) Elektrolit
g) Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, d Dimer meningkat
h) Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
i) Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)
5) Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum, bilasan
bronkus, cairan pleura) dan darah
6) Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).

5. Diagnosis Banding
a. Adenovirus
b. Influenza
c. Human Metapneumovirus (HmPV)
d. Parainfluenza
e. Respiratory Syncytial Virus (RSV)
f. Selesma
g. Demam dengue

47
6. Tata Laksana
a. Tanpa Gejala (OTG)
1) Isolasi dan Pemantauan
a) Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
b) Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas FKTP
c) Kontrol di FKTP setelah 14 hari karantina untuk pemantauan klinis

2) Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan:
a) Pasien
• Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
• Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
• Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
• Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
• Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
• Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun - Berjemur matahari
minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
• Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik / wadah
tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum
dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
• Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi, jam 12 siang dan jam 19 malam.
• Segera berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi
peningkatan suhu tubuh > 38◦C

b) Lingkungan/kamar:
• Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
• Membuka jendela kamar secara berkala
• Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar (setidaknya
masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle.
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin
• Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan
lainnya

c) Keluarga:
• Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
• Anggota keluarga senanitasa pakai masker
• Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
• Senantiasa mencuci tangan
• Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
• Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar

48
• Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien misalnya
gagang pintu dan lain-lain

3) Farmakologi
a) Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan
pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat
antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor
Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter
Spesialis Jantung
b) Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan:
• Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
• Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
• Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari)
• Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink

b. Gejala Ringan
1) Isolasi dan Pemantauan
a) Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
b) Ditangani oleh FKTP, contohnya Puskesmas, sebagai pasien rawat jalan
c) Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis

2) Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi pada kasus tanpa
gejala).

3) Farmakologis
a) Vitamin C dengan pilihan:
• Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
• Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
• Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
• Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E, zink
b) Pengobatan simtomatis, seperti paracetamol bila demam

c. Gejala Sedang dan berat


Pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan/rumah sakit darurat sesuai dengan protokol yang
telah ditetapkan

7. Kondisi Khusus
a. Perempuan yang sedang mengandung dengan dugaan atau terkonfirmasi COVID-19
perlu mendapatkan perawatan terapi suportif seperti yang telah dijelaskan di atas dengan
mempertimbangkan adaptasi fisiologis pada kehamilan. Penggunaan agen terapeutik di
luar penelitian harus mempertimbangkan analisis risk-benefit dengan menimbang potensi
keuntungan bagi ibu dan keamanan bagi janin. Diperlukan konsultasi ke spesialis obstetri
dan komite etik. Keputusan untuk melakukan persalinan gawat darurat dan terminasi
kehamilan cukup menantang untuk ditentukan dan perlu mempertimbangkan beberapa

49
faktor: usia kehamilan, kondisi ibu, dan stabilitas janin. Konsultasi dengan spesialis
obstetrik, spesialis neonates, dan intensivist sangat penting.
b. Untuk pasien usia lanjut kemungkinan atau suspek COVID-19, berikan penilaian yang
bersifat pribadi, termasuk tidak hanya pencatatan riwayat konvensional, melainkan
pemahaman penuh tentang kehidupan, nilai, prioritas, dan pilihan tatalaksana orang
tersebut. Pastikan ada kolaborasi multidisipliner antara dokter, perawat, tenaga farmasi,
dan tenaga kesehatan lainnya dalam proses pengambilan keputusan untuk menangani
multimorbiditas dan penurunan fungsional.
1) Perubahan fisiologis karena usia menyebabkan penurunan kapasitas intrinsik, yang
muncul dalam bentuk malnutrisi, penurunan kognitif, dan gejala-gejala depresi;
pasien dengan kondisi tersebut harus diberi tatalaksana secara komprehensif.
2) Dianjurkan untuk melakukan deteksi awal resep obat yang tidak sesuai guna
mencegah efek samping yang tidak diinginkan dan interaksi obat yang merugikan
bagi yang dirawat karena COVID-19.
3) Lansia lebih berisiko mendapatkan pengobatan yang polifarmasi, karena jenis obat
yang baru diberikan, rekonsiliasi obat yang tidak cukup, dan kurangnya koordinasi
antar pemberi perawatan, yang kesemuanya meningkatkan risiko konsekuensi
kesehatan negatif.
4) Libatkan pelaku rawat dan anggota keluarga dalam mengambil keputusan dan
menetapkan tujuan selama tatalaksana pasien COVID-19 lansia.

G. PENGELOLAAN SPESIMEN
1. Pengambilan spesimen
Pada saat pengambilan spesimen, yang harus diambil adalah:
a. Spesimen dari saluran pernafasan atas adalah dengan swab/hapusan tenggorokan
(nasofasring dan orofaring)
b. Spesimen dari saluran pernafasan bawah adalah dengan sputum, aspirat endotrakeal, dan
Teknik Bronchoalveolar Lavage (BAL) pada pasien dengan penyakit pernafasan yang
lebih parah (catatan untuk yang berisiko tinggi terhadap aerosolisasi: tetap patuh pada
prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi)
Pemeriksaan spesimen lainnya yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan COVID-19
adalah dengan darah dan tinja. Seperti halnya corona virus pada penyakit SARS yang pernah
terjadi beberapa tahun lalu. Waktu dan jumlah penyebaran virus COVID-19 pada tinja dan
berpotensi pada urine belum jelas diketahui. Dalam kasus pasien yang meninggal, adanya
pertimbangan untuk melakukan otopsi termasuk pada jaringan paru-paru. Pada pasien yang
sembuh, dilakukan uji serologi dalam dua waktu, yaitu pada saat sakit (akut) dan pada saat
setelah penyembuhan (2 minggu setelah terjangkit), hal ini berguna untuk mengetahui
perjalanan penyakit secara retrospektif.
Spesimen yang diuji harus langsung dibawa ke laboratorium sesegera mungkin setelah
pengumpulan. Penanganan spesimen selama dalam perjalanan harus benar-benar
diperhatikan. Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium dapat disimpan pada suhu 2-
8°C. Jika ada kemungkinan keterlambatan pengiriman ke laboratorium, penggunaan media
transportasi harus diperhatikan, Spesimen dapat dibekukan hingga - 20°C atau idealnya -

50
70°C dan disimpan dalam cooler atau es. Hindari pembekuan berulang-ulang dan pencairan
spesimen.
Pada pasien PDP dan ODP, spesimen diambil sebanyak dua kali berturut-turut (hari ke-
1 dan ke-2 serta jika terdapat perburukan). Untuk kasus kontrak erat risiko tinggi,
pengambilan spesimen dilakukan di hari ke-1 dan ke-14.

Tabel 3.2. Pengambilan Spesimen Pada Pasien


Jenis Spesimen Bahan Suhu Penyimpanan Keterangan
Pengambilan Pengiriman
Swab Nasoparing SWAB dacron 4°C ≤5 hari: 4°C Kedua swab harus Wajib
atau Oroparing atau Flocked >5 hari: -70°C ditempatkan di diambil
Swab + Virus tabung yang sama
Transportasi untuk
Medium meningkatkan
(VTM) viral load
Sputum Kontainer Steril 4°C ≤48 jam: 4°C Pastikan sputum Wajib
>48 jam: -70°C berasal dari diambil
saluran
pernafasan bawah
(bukan liur)
Bronchoalveolar Kontainer Steril 4°C ≤48 jam: 4°C Wajib bila memungkinkan
lavage >48 jam: -70°C
Tracheal aspirate, Kontainer Steril 4°C ≤48 jam: 4°C Wajib bila memungkinkan
nasopharyngeal >48 jam: -70°C
aspirate atau nasal
wash
Jariangan biopsi Kontainer steril 4°C ≤24 jam: 4°C
atau otopsi + Salin > 24 jam: -70°C
termasuk dari
paru-paru
Serum (2 sampel Serum 4°C ≤5 hari: 4°C Pengambilan 2 Wajib
yaitu akut dan separator tubes >5 hari: -70°C sampel: diambil
konvalesen) untuk (Dewasa 3-5ml a. Akut-minggu
serologi whole blood) pertama saat
sakit
b. Konvalesen 2
s.d 3 minggu
setelahnya

2. Pengambilan Spesimen
Pengambilan spesimen harus memperhatikan universal precaution atau kewaspadaan
universal untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien ke petugas kesehatan
maupun lingkungan sekitar. Hal tersebut meliputi cuci tangan sebelum dam sesudah
tindakan, menggunakan APD lengkap dengan masker minimal N95.

a. Bahan pengambilan spesimen:


1) Formulir Pengambilan Spesimen

51
2) Spesimen Saluran Pernafasan Bawah
a) Virus Transport Media (VTM)
Dapat digunakan dengan beberapa merek komersial yang sudah siap pakai
atau dengan mencampur beberapa bahan (Hanks BSS; antifungal dan
antibiotik dengan komposisi tertentu) dan disatukan dalam wadah steril
b) Swab dakron atau flocked swab
c) Tongue spatel
d) Kontainer steril untuk sputum
e) Parafilm
f) Plastik klip
g) Marker atau label
3) Spesimen darah/serum
a) Spuit disposable 3 mL atau 5 mL atau sistem vacutainer
b) Wing needle
c) Kapas alkohol 70%
d) Kapas kering
e) Vial 1,8 mL atau tabung tutup ulir (wadah spesimen serum)
f) Marker atau label
4) Bahan pengepakan/pengiriman spesimen:
a) Ice pack dan cold box (diutamakan menggunakan sistem tiga lapis)
b) Label alamat
c) Lakban/pereka

b. Tata Cara Pengambilan Spesimen Nasofaring


1) Persiapkan cryotube yang berisi 1,5 ml media transpor virus (Hanks BSS +
antibiotika), dapat juga digunakan VTM komersil yang siap pakai.
2) Berikan label yang berisi nama dan kode nomor spesimen. Jika label bernomor tidak
tersedia, penamaan menggunakan marker/pulpen pada bagian berwarna putih di
dinding cryotube. (Jangan gunakan Medium Hanks bila telah berubah warna
menjadi kuning).
3) Gunakan swab dari dakron steril dengan tangkai plastik atau jenis flocked swab.
Jangan gunakan swab kapas atau swab yang mengandung calcium alginate karena
mungkin mengandung substansi yang menginaktifasi virus dan menghambat proses
pemeriksaan molekular.
4) Pastikan tidak ada obstruksi pada lubang hidung.
5) Masukkan swab perlahan, posisikan swab pada septum bawah hidung.
6) Arahkan swab ke nasofaring.
7) Lakukan gerak memutar secara perlahan.
8) Masukan sesegera mungkin ke dalam cryotube yang berisi VTM.
9) Putuskan tangkai plastik di darah mulut cryotube agar dapat ditutup dengan rapat.
10) Pastikan label kode spesimen sesuai dengan yang ditulis di formulir.
11) Cryotube dililit parafilm dan dimasukkan ke klip plastik.
12) Simpan disuhu 4-8°C sebelum dikirim. Jangan dibekukan.

52
c. Tata Cara Pengambilan Spesimen Sputum
Pasien berkumur dengan air, kemudian diminta mengeluarkan dahaknya dengan batuk
yang dalam. Sputum lalu ditampung di wadah steril antibocor.

d. Tata Cara Pengambilan Spesimen Serum


Ambil sampel serum berpasangan untuk konfirmasi. Serum awal dikumpulkan pada
minggu pertama, serum kedua dikumpulkan 2-3 minggu kemudian. Untuk anak-anak
dan dewasa dibutuhkan sampel whole blood (3-5 mL) lalu disentrifugasi sehingga
mendapat serum sebanyak 1,5-3 mL. Untuk bayi diperlukan minimal 1 mL whole
blood.
3. Pengepakan Spesimen
Spesimen dikonfirmasi harus dilakukan tatalaksana sebagai UN3373, “Substansi
Biologis, Kategori B”, ketika akan diangkut/ditransportasikan dengan tujuan diagnostik
atau investigasi. Semua spesimen harus dikemas untuk mencegah kerusakan dan
tumpahan. Sistem yang digunakan menggunakan tiga lapis sesuai dengan pedoman
WHO dan International Air Transport Association (IATA).

4. Pengiriman Spesimen
Pengiriman spesimen ODP, dan PDP dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan dengan
menyertakan formulir pemeriksaan spesimen PDP/ODP. SEdangkan pengiriman
spesimen OTG harus menyertakan salinan Formulir Pemantauan Harian. Pengiriman
spesimen ke laboratorium pemeriksa dapat menggunakan jasa kurir door to door. Bila
diperlukan pengiriman port to port, petugas Dinas Kesehatan dapat berkoordiasi dengan
petugas KKP setempat dan Laboratorium pemeriksa. Pengiriman spesimen sebaiknya
dilakukan paling lama 1x 24 jam.

5. Tata Kelola Rapid Test Antibodi dan Rapid Test Antigen


Pada OTG/kasus kontak dari pasien konfirmasi COVID-19, dilakukan pemeriksaan
Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid Test Antigen. Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid
Test Antigen dapat juga digunalan untuk deteksi kasus ODP dan PDP pada wilayah
yang tidak mempunyai fasilitas untuk pemeriksaan RT-PCR atau tidak mempunyai
media pengambilan spesimen (swab dan VTM). Pemeriksaan Rapid Test Antibodi
dan/atau Rapid Test Antigen hanya merupakan skrining awal. Adapun hasilnya harus
tetap dikonfirmasi dengan menggunakan RT-PCR.

a. Rapid Test Antibodi


Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah darah. Pemeriksaan ini
dapat dilakukan pada komunitas dan di FKTP.

53
b. Rapid Test Antigen
Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah Swab orofaring/swab
nasofaring. Namun, pemeriksaan ini hanya dilakukan di fasyankes yang
memiliki fasilitas biosafety cabinet.

6. Konfirmasi Laboratorium
Laboratorium pemeriksa menginformasikan hasil pengujian positif dan negative kepada
fasyankes pengirim, dinas kesehatan terkait, Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan Balitbangkes Kemenkes sebagai laboratorium rujukan nasional dengan
tembusan ke PHEOC Ditjen P2P.Masing-masing peneria laporan menindaklanjuti sesuai
peraturan yang berlaku. Laboratorium pemeriksa mengirimkan seluruh spesimen untuk
melakukan uji validitas ke laboratorium rujukan nasional dengan segera tanpa menunggu
hasil pemeriksaan. Jika hasil pemeriksaan laboratorium positif, Dirjen P2P selaku
National Focal Point IHR memberikan notifikasi ke WHO dalam 1x 24 jam.
Berikut ini alamat komunikasi PHEOC Ditjen P2P: Telp: 0877-7759-1097; whatsapp:
0878-0678-3906; email: poskoklb@yahoo.com.

54
REFERENSI

1. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P). Pedoman


Penegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Jakarta:
Kementerian Kesehatan; 27 Maret 2020.
2. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam Menghadapi COVID-19. Jakarta. Kementerian Kesehatan. 2020
3. Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer. Petunjuk Teknis Pelayanan Puskesmas pada
Masa Pandemi COVID-19. Jakarta. Kementerian Kesehatan.2020
4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tanggap Pandemi Covid-19 Tahun 2020-
Buku Rancangan Pengajaran. Medical Education Unit FK UI. Jakarta: 2020
5. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Pedoman penanganan cepat medis
dan kesehatan masyarakat COVID-19 di Indonesia. Jakarta: Gugus Tugas COVID-19;
2020
6. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and diagnosis
of COVID-19. J Pharm Anal [Internet]. 5 Maret 2020 Tersedia pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/ S2095177920302045.
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis: Pneumonia 2019-nCoV.
PDPI: Jakarta; 2020.
8. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia COVID-19 Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2020
9. The Straits Times. China reports first death in Wuhan pneumonia outbreak [Homepage
on The Internet]. Available on: https://www.straitstimes.com/asia/east-
asia/chinareports-first-death-in-wuhan-pneumonia-outbreak.Jan 11st 2020.
10. Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris D. Aerosol and Surface Stability of SARS-
CoV-2 as Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020.
11. Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and
Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.
12. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory infection
when novel coronavirus (2019-nCoV) infection is suspected. interim guidance. [Serial
on The Internet].. Available on: https://www.who.int/publications-detail/clinical-
management-ofsevere-acute-respiratory-infection-when-novel-coronavirus(ncov)-
infection-is-suspected.(Jan 28th 2020).
13. WHO. Infection prevention and control during health care when novel coronavirus
(nCoV) infection is suspected, interim guidance. [serial on The Internet]. Available
on:https://www.who.int/publications-detail/infection-preventionand-control-during-
health-care-when-novel-coronavirus-(ncov)infection-is-suspected-20200125.(Jan 25th
2020).
14. Petunjuk Pencegahan Penularan COVID-19 untuk Petugas Kesehatan disusun oleh PB
IDI, PDGI, PDPI, PAPDI, IDAI, PERHATI-KL, PERDATIN, PERDAMI, PDUI, PDS
PATKLIN, IAUI, PERKI, PAMKI.

55
15. Zhejiang University School of Medicine. Buku Pegangan Pencegahan dan
Penatalaksanaan COVID-19: Rumah Sakit Afiliasi Pertama, Zhejiang University
School of Medicine: Disusun Berdasarkan Pengalaman Klinis. 2020
16. Centre for Disease Prevention and Control (CDC). Strategies for Optimizing the Supply
of Facemasks – 30 March 2020. USA: CDC; 2020.
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/ppe-strategy/face- masks.html
17. European Centre for Disease Prevention and Control. Cloth masks and mask
sterilisation as options in case of shortage of surgical masks and respirators – 26 March
2020. Stockholm: ECDC; 2020.
18. 3M Science. Surgical N95 vs. Standard N95 – Which to Consider? Available on 3M
Technical Bulletin March 2020
https://multimedia.3m.com/mws/media/1794572O/surgical-n95-vs-standard-n95-
which-to-consider.pdf
19. World Health Organization (WHO). (2016). Personal Protective Equipment for use in
filovirus disease outbreak: Rapid Advice guideline.
20. The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). (2013). Eye
Safety: Infection Control. (https://www.cdc.gov/niosh/topics/eye/eye- infectious.html)
21. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Standar Alat Pelindung Diri (APD)
untuk Penanganan COVID-19 di Indonesia. Jakarta: 9 April 2020
22. Rational use of personal protective equipment for coronavirus disease (COVID-19) and
considerations during severe shortages https://www.who.int/publications-
detail/rational-use-of-personal-protective-equipment-for-coronavirus-disease-(covid-
19)-and-considerations-during-severe-shortages
23. Disease Commodity Package https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/1272076/retrieve
24. https://www.who.int/publications-detail/advice-on-the-use-of-masks-in-the-
community-during-home-care-and-in-healthcare-settings-in-the-context-of-the-novel-
coronavirus-(2019-ncov)-outbreak
25. https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-
public/when-and-how-to-use-masks
26. https://www.who.int/publications-detail/water-sanitation-hygiene-and-waste-
management-for-covid-19
27. Global surveillance for COVID-19 caused by human infection with COVID-19 virus:
interim guidance https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-
2019/technical-guidance/surveillance-and-case-definitions
28. https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/advice-on-the-use-of-point-of-
care-immunodiagnostic-tests-for-covid-19
29. https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-
guidance/laboratory-guidance
30. https://www.finddx.org/covid-19/pipeline/?section=molecular-assays#diag_tab
31. Clinical management of severe acute respiratory infection (SARI) when COVID-19
disease is suspected https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19/clinical-management-of-novel-cov-
english.pdf?sfvrsn=1bab401e_2

56
32. Emergency use ICD codes for COVID-19 disease outbreak
https://www.who.int/classifications/icd/covid19/en/
33. Erlina Burhan, dkk. Protokol Tatalaksana COVID-19. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI),
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan
Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Jakarta: 2020
34. Severe Acute Respiratory Infections Treatment Centre
https://www.who.int/publications-detail/severe-acute-respiratory-infections-treatment-
centre

57

Anda mungkin juga menyukai