Anda di halaman 1dari 5

PERCOBAAN I

Judul : Sifat-Sifat Pelarut Organik


Tujuan : Membedakan pelarut organik yang bersifat polar dan pelarut organik yang
bersifat non polar
Hari/Tanggal : Selasa / 02 November 2021
Tempat : Laboratorium Kimia Organik FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI
Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu dari momen dipolnya.
Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hydrogen lebih merupakan faktor yang jauh lebih
berpengaruh dibandingkan dengan polaritas. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton dan
lain-lain yang mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat mengurangi gaya tarik-menarik
antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah. (Kim, et al., 2016). Karena tetapan dielektrik pelarut
yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektolit yang
berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk dalam golungan pelarut aprotik dan tidak
dapat membentuk jembatan hydrogen dengan non elektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionic
dan polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut non polar (Martin, 1993).
Kebanyakan senyawa organik mempunyai bagian dari struktur yang terdiri dari atom karbon
dan hidrogen. Beberapa sifat kimia dan fisika dari suatu senyawa alifatik berasal dari bagian
alkil molekul-molekulnya. Oleh karena itu, banyak sifat alkana dan sikloalkana juga dimiliki
oleh senyawa organik lain. Meskipun demikian, sifat suatu senyawa sangat ditentukan oleh
gugus fungsional yang ada. Misalnya suatu gugus hidroksil dalam sebuah molekul
menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen dan perubahan besar dalam sifat-sifat terutama
dalam kelarutan (Fessenden & Fessenden, 1982).
Pelarut organik berdasarkan konstanta elektrikum dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelarut
polar dan pelarut non-polar. Konstanta dielektrikum dinyatakan sebagai gaya tolak menolak
antara dua pertikel yang bermuatan listrik dalam suatu molekul. Semakin tinggi konstanta
dielektrikumnya maka pelarut bersifat semakin polar (Sudarmadji, Haryono, & Suhardi, 1989).
Beberapa pelarut yang umum adalah aseton, etil asetat, heksana, heptana, diklorometana,
metanol, etanol, tetrahidrofuran, asetonitril, dimetilformamida, toluena, dimetilsulfoksida dan
alin-lain. (Joshi & Adhikari, 2019).
Kelarutan zat dalam pelarut dipengaruhi oleh ikatan polar dan non polar. Zat yang polar hanya
larut dalam pelarut polar, sedangkan zat non polar hanya larut dalam pelarut non polar
(Masyitoh, Dewanti, & Setyarini, 2016). Kelarutan zat padat dalam pelarut ditentukan bersama
oleh stabilitas termodinamika dan gaya antarmolekul zat terlarut-pelarut. Kelarutan dalam
empat pelarut pada suhu konstan berada di urutan etanol> asam asetat> aseton> etilen glikol
sedangkan ketergantungan suhu berada dalam urutan yang berlawanan (Long, Li, Xia, Li &
Ding, 2018).
senyawa polar dan nonpolar harus dihilangkan untuk memulihkan kerusakan fisik (komponen
padat lumpur) dan kimiawi (perubahan keterbasahan). Hal ini dilakukan dengan pelarut murni
dengan kemampuan polar dan nonpolar seperti diklorometana. Penggunaan pelarut kombinasi
polar / non-polar juga bisa sangat efektif, asalkan kedua pelarut ini tidak membentuk ikatan
yang stabil satu sama(Keshavart, Khosravarnian, Shakib, Shalimidelsyad, & Hosseini, 2019).
Air dapat melarutkan zat-zat kimia dan dapat digunakan sebagai medium yang di dalamnya
berlangsung berbagai reaksi kimia. Kebanyakan proses-proses kimia yang berlangsung,
menyangkut reaksi yang menggunakan air sebagai pelarutnya. Kemampuan air dalam proses
melarutkan zatzat kimia disebut sebagai daya larut air, dan daya larut tersebut tergantung
kepada sifat terpolarisasinya molekul air dan ikatan hidrogen. Sebagai pelarut polar air juga
dapat melarutkan berbagai macam garam bergantung pada interaksi antara ion-ion garam
dengan muatan listrik yang dimiliki oleh molekul air. Jika zat terlarut berinteraksi dengan
pelarut yang partikelnya bersifat ion, maka pelarutnya juga bersifat polar. Sebaliknya jika suatu
zat padat larut dalam cairan walaupun daya tarik antara partikel zat dengan pelarut sangat
lemah, maka pelarutnya bersifat nonpolar (Syukri, 1999).
Metanol dapat melarutkan hampir semua senyawa organik baik senyawa polar ataupun
nonpolar dan juga sifatnya yang mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari
ekstrak.Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan antara pelarut dengan
sampel juga semakin besar sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan
(Rahayu, Kurniasih, & Amalia, 2016). Benzena merupakan zat kimia yang penggunaannya
cukup luas dan beragam.Penggunaan benzena yang semakin meningkat turut mempengaruhi
konsentrasi benzena di udara (Febriantika, Sulistiyani, & Budiyono, 2017). Etanol berasal dari
biomassa selulosa juga dapat digunakan untuk menghasilkan kandidat bahan bakar lain seperti
butanol, bensin, hidrogen, solar, dan lainnya. Selain itu, etanol juga dapat berfungsi sebagai
prekursor untuk beberapa bahan kimia lainnya dan perantara yang saat ini berasal dari sumber
daya tak terbarukan (Kumar, Tobattabael, Karimi, & Horvath, 2017).
Heksana, adalah suatu hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. Heksana merupakan
hasil refining minyak mentah. Komposisi dan fraksinya dipengaruhi oleh sumber minyak.
Umumnya berkisar 50% dari berat rantai isomer dan mendidih pada 60 – 70˚C. Seluruh isomer
heksana dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang bersifat inert karena non-polarnya
(Utomo,S. 2016). Dalam industri, heksana digunakan dalam formulasi lem untuk sepatu,
produk kulit, dan pengatapan serta untuk pembersihan. nheksana juga dipakai sebagai agen
pembersih produk tekstil, meubeler, sepatu dan percetakan (Atkins, 1999).
Sukrosa mempunyai rumus molekul C12H22O11 yang terbentuk dari dua molekul monosakarida
yaitu glukosa dan fruktosa yang berikatan melalui gugus –OH dengan melepaskan air. Sukrosa
banyak memiliki gugus fungsional –OH, sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen di
antara molekulnya dan merupakan senyawa yang bersifat polar. Berdasarkan sifatnya ini,
secara teori sukrosa akan larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut nonpolar
(Arsyad, 2001).
Kloroform bersifat non polar mampu menarik senyawa hasil sintesis yang juga bersifat non
polar untuk merambat naik mengikuti pelarut yang digunakan, salah satunya vaselin flavum
dan yang berbahan dasar lemak. Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari
hidrokarbon setengah padat diperoleh dari minyak bumi yang keseluruhan dan hampir
keseluruhan dihilangkan warnanya Vaselin bersifat nonpolar yang dapat dilihat berdasarkan
strukturnya yang simetris dengan perbedaan elektronegatifitasnya yang kecil, selain itu momen
dipolnya sama dengan nol dan resultan gaya antara momen ikatan dan momen pasangan
elektron bebas (PEB) yang saling meniadakan. Vaselin bersifat nonpolar karena vaselin tidak
mengandung gugus hidroksil (-OH) sehingga tidak bisa memebentuk ikatan hidrogen
(Ayuningtyas & Maya, 2016).

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Pipet tetes 8 buah
2. Tabung reaksi 16 buah
3. Rak tabung reaksi 2 buah
4. Penjepit tabung reaksi 4 buah
5. Batang pengaduk 2 buah
6. Spatula 2 buah
7. Gelas ukur 10 mL 8 buah
8. Kaca arloji 2 buah
9. Hot plate 1 buah
10. Penangas air 1 buah
11. Neraca analitik 1 buah
12. Gelas kimia 500 mL 1 buah
13. Botol reagen gelap 7 buah
B. Bahan
1. Sukros
2. Vaselin
3. Benzena
4. n-heksana
5. etanol
6. metanol
7. aquades
8. sikloheksana
9. kloroform
10. 2-propanol

III. PROSEDUR KERJA


A. Kelarutan Suatu Zat dalam Pelarut Organik
1. Menimbang 0,1 g sampel A (sukrosa), kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Menambahkan 1 mL benzena sambil mengaduk
3. Mengamati yang terjadi
4. Memanaskan di dalam penangas air sampai mendidih (jika sampel tidak larut)
5. Mengamati yang terjadi
6. Mengulangi percobaan 1-5 dengan mengganti pelarut benzena dengan pelarut yang
telah ditentukan
7. Melakukan hal yang sama dengan sampel D (vaselin)
B. Pencampuran Antar Pelarut Organik
1. Memipet 1 mL sampel B (aquades)
2. Memasukkan ke dalam tabung reaksi
3. Menambahkan 1 mL benzena sambil mengocok
4. Mengamati apa yang terjadi
5. Mengulangi percobaan 1-4 dengan mengganti pelarut benzena dengan pelarut lain yang
telah ditentukan
6. Melakukan hal yang sama untuk sampel C (n-heksana)

IV. HASIL PENGAMATAN


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 2001. Kamus Kimia. Jakarta: Gramedia Pustaka


Atkins, P.W.1999. Kimia Fisika 2, Erlangga, Jakarta.
Ayuningtyas, F, W., & Maya, P, O. (2016). Anti-inflammatory Effect of cream and ointment
from 2,5- bis- (4- Nitrobenzilidine) cyclopentanoneagainst Edema in Mice Induced by
Formalin. Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 01, 102-111.
Febriantika, D., Sulistiyani, & Budiyono. (2017). Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Benzena
di Industri Percetakan X Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1), 430-437.
Fessenden, R., & Fessenden, J. (1982). Kimia Organik Edisis Ketiga Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Joshi, O. R., & Adhikari, N. (2019). An Overvew On Common Organik Solvent and their
Toxicity. Journal of Pharmaceutical Research Internasional , 28(3), 1-18.
Keshavart, V., Khosravarnian, R., Shakib, J. T., Shalimidelsyad, Y., & Hosseini, A. (2019).
Chemical Removal of Organic Precipitates Deposition from Porous Media: Caracterizing
adsorption and Surface Properties. Journal of PetroleumScience and Engineering , 175, 200-
214.
Kim, et al. (2016). Polar metals by geometric design. Nature, 533. 68-72.
Kumar, R., Tobattabael, M., Karimi, K., & Horvath, I. S. (2017). RecentUpelates on
Lignocellulosic Biomass Derived Ethanol-A Review . Biofuel Research Journal , 1(9), 347-
356.
Long, B., Li, T., Xia, Y., Li, X. Y., & Ding, Y. (2018). Calorimetric Properties of 1,9-
Nonanedioic Acid and its Solubility in Select Organic Solvent. Jurnal of Molecular Liquids,
272, 930-936.
Martin,A. (1993). Farmasi Fisik Dasar-dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik Edisi Ketiga.
Jakarta: UI Press.
Masyitoh, M., Dewanti, D., & Setyarini, D. (2016). Analisis Profil Protein Ekstrak Aquades
dan Etanol Daun Mimba (Azadiaracha India A.Juss) Dengan Metode SDS-PAGE (Protein
Profil Analysis of Aquadest and Etanol Ekstrak of neem Leaves byMeans SDS-PAGE Method
. Jurnal Pustaka Kesehatan , 4(3), 533-539.
Rahayu, S., Kurniasih, N., & Amalia, V. (2016). Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid
dari Limbah Kulit Bawang Merah Sebagai Antioksidan Alami. Al Kimiya , 2(1),1-8.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Syukri, S. (1999). Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.
Utomo, S. (2016). Pengaruh Konsentrasi Pelarut (N-Heksana) Terhadap Rendemen Hasil
Ekstraksi Minyak Biji Alpukat Untuk Pembuatan Krim Pelembab Kulit. Jurnal Konversi, 5(1).

Anda mungkin juga menyukai