Anda di halaman 1dari 6

PERCOBAAN I

Judul : Sifat-Sifat Pelarut Organik


Tujuan : Membedakan pelarut organik yang bersifat polar dan pelarut organik yang
bersifat non polar
Hari/Tanggal : Selasa / 02 November 2021
Tempat : Laboratorium Kimia Organik FKIP ULM Banjarmasin

I. DASAR TEORI
Alkohol adalah senyawa kimia organik dengan karakteristik khas terdapat gugus hidroksil
(–OH) yang berikatan dengan salah satu gugus karbon dalam rumus kimia suatu molekul.
Sumber alkohol yang umum beredar antara lain ethanol, methanol isopropanol, dan
diethylene glikol. Ethanol digunakan sebagai zat aditif gasoline, pelarut kosmetik dan farmasi
dan minuman beralkohol (Manela & Hidayat, 2018). Ethanol berasal dari fermentasi
berbagai jenis karbohidrat dari gandum, buah-buahan, atau bunga. Dalam bentuk murni,
ethanol bersifat tidak berwarna, transparan, mudah menguap, titik didih pada 78 derajat
celcius (Hadanu, 2019).
Alkohol memiliki ikatan yang mirip air dan terdiri dari molekul polar. Alkohol dapat
membentuk ikatan hidrogen antar molekul-molekulnya. Oleh karena itu, titik didih alkohol
lebih tinggi daripada titik didih alkil halida atau eter yang bobot molekulnya sebanding.
Kelarutan alkohol dalam air tergolong rendah, hal ini disebutkan oleh ikatan hidrogen antara
alkohol dan air (Fessenden & Fessenden, 1986).
Alkohol mengandung gugus –OH, dalam tata nama bersistem. Nama alkohol berakhiran –
ol. Alkohol dapat dibedakan menjadi tiga yaitu alkohol primer, sekunder, dan tersier. Pada
alkohol primer memiliki dua atom hidrogen pada atom karbon pembawa gugus –OH, alkohol
sekunder memiliki suatu atom hidrogen (H) dan karbon (C). Ciri lain dari alkohol adalah
reaksinya dengan asam menghasilkan ester dan dehidrasi menghasilkan alkena atau eter.
Alkohol yang mempunyai dua gugus –OH dalam molekulnya disebut diol (alkohol dihidrat)
dan alkohol yang memiliki tiga gugus –OH dinamakan triol (Danith, 1990).
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam alkohol antara lain reaksi substitusi, reaksi eliminasi,
reaksi oksidasi dan esterifikasi alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehida atau asam
karboksilat. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton saja dan alkohol tersier
menolak oksidasi dalam larutan basa, tetapi dalam larutan asam, alkohol tersier mengalami
dehidrasi menghasilkan alkena yang kemudian dioksidasi (Fessenden dan Fessenden, 2010).
Alkohol primer mula-mula dioksidasi terlebih dahulu menjadi aldehida. Aldehida lebih
mudah dioksidasi daripada alkohol, oleh karena itu biasanya oksidasi tidak berhenti,
melainkan terus sampai terbentuk asam karboksilat (Mardzuki, 1990).
Etanol adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena
sifatnya yang tidak beracun. Bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi
dan industri makanan dan minuman. Sifat kimia etanol yaitu BM 46,07, mudah menguap,
mudah terbakar, tidak berasap dan nyala api kebiru-biruan, berat jenis lebih kecil dari berat
jenis air (Anggraini, Yuniningsih, & Sota, 2017). Etanol berasal dari fermentasi berbagai
jenis karbohidrat dari gandum, buah-buahan, atau bunga. Dalam bentuk murni, etanol bersifat
tidak berwarna, transparan, titik didih pada 78◦C dan beraroma khas. Selama fermentasi,
etanol diproduksi untuk menghambat pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme.
Oleh karena itu, penting untuk menghasilkan etanol dengan level yang tinggi (Wang, et al.,
2016).
Butanol (butil alkohol) adalah alkohol dengan lima karbon empat bentuk isomer yang
terdiri 1 – butanol (n – butanol), 2 – butanol, tert – butanol dan isobutanol. 1–butanol dan
isobutanol memiliki manfaat sebagai biofuel. Butanol adalah prekursor penting dalam
produksi plastik dan polimer. Butanol dapat diperoleh dari bahan bakar fosil dengan sintesis
kimiawi (sebagai petro - butanol) atau dari biomassa oleh fermentasi mikroba (sebagai
biobutanol) (Tsvetanova, Petrova, & Petrov, 2018). 1-butanol digunakan sebagai perantara
sintesis organik yaitu sebagai bahan tambahan minyak. 1-butanol sukar terurai dalam air,
kurang korosif, memiliki nilai kalori yang lebih tinggi dari etanol, bilangan setana (CN) lebih
tinggi dan sukar menguap karena kandungan oksigen 1-butanol yang tinggi sekitar 26,1%.
Hal ini akan meningkatkan proses pembakaran dan mengurangi emisi (Patil & Desai, 2020).
2-butanol digunakan sebagai bahan bakar alternatif, yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar rapi, bahan bakar campuran, atau aditif. Selain itu, sifat fisikokimia dan molekuler yang
berbeda struktur antara 2-butanol dan isomer lainnya mempengaruhi zat antara kumpulan spesies,
karakteristik pengapian dan oksidasi, yang selanjutnya akan mengarah pada perilaku pembakaran
dan emisi yang khas (Pan, Li, Han, & Huang, 2017). 2-Butanol diketahui diproduksi oleh
beberapa Lactobacillus spp. melalui pengurangan 2,3-butanediol (2,3-BTD) selama fermentasi
gula anaerobik. Dua kali berturut-turut langkah-langkah enzimatis melakukan pengurangan.
(Russmayer, Marx, & Sauer, 2019).
Fenol adalah senyawa induk dari fenolik. Fenol adalah turunan dari pentosa fosfat,
shikimate serta fenilpropanoid yang terdapat pada tumbuhan. Fenol dan aktivitas antioksidan
saling berhubungan karena fenol memiliki peran utama dalam jalannya aktivitas antioksidan.
Fenol memiliki satu gugus hidroksil pada penyusunnya (Badriyah, Achmadi, & Nuswantara,
2017). Pada umumnya senyawa dengan tingkat aktivitas antioksidan yang kuat adalah
senyawa golongan fenol yang memiliki gugus hidroksi yang tersubtitusi pada cincin bezena
dengan posisi orto dan para terhadap gugus –OH dan –OR. Golongan senyawa fenol dapat
menangkal radikal bebas dengan menyumbangkan protonnya sehingga dapat membentuk
radikal yang stabil dengan terjadinya resonansi pada cincin aromatic yang mengakibatkan
terjadinya delokalisasi elektron pada elektron bebasnya (Khadijah, Jayali, Umar, & Sasmita,
2017). Fenol lebih bersifat asam (asam karbolat) dibandingkan dengan alkohol karena anion
fenoksida distabilkan oleh adanya resonansi pada inti benzene sehingga berpengaruh pada
nilai pKa yang lebih besar dari alkohol (Koirewoa & Raunsay, 2016).
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Tabung reaksi 24 buah
2. Rak tabung reaksi 2 buah
3. Gelas ukur 10 mL 2 buah
4. Pipet tetes 2 buah
5. Plat tetes 2 buah
6. Spatula 2 buah
7. Batang pengaduk 2 buah
8. Kaca arloji 2 buah
9. Botol reagen gelap 3 buah
10. Gelas kimia 20 mL 1 buah
11. Labu pengenceran 10 mL 1 buah
12. Neraca analitik 1 buah

B. Bahan

1. Etanol
2. Fenol
3. 1-butanol
4. 2-butanol
5. Aquades
6. Logam Na
7. Larutan FeCl3 0,1 M
8. Kertas lakmus merah
9. Kertas lakmus biru
10. Indikator PP
11. Indikator universal

III. PROSEDUR KERJA


A. Kelarutan dan Keasaman
1. Memasukkan ke dalam 4 tabung reaksi 2 mL aquades dan 0,5 mL senyawa alkohol
(etanol, 1-butanol, 2-butanol) dan 0,5 g fenol yang hendak diuji, mengocok dan
mengamati perubahan yang terjadi
2. Mencatat hasil pengamatan
3. Memasukkan masing-masing campuran ke dalam plat tetes
4. Menguji larutan di atas dengan kertas lakmus biru dan kertas lakmus merah serta
indikator universal
B. Reaksi dengan Natrium
1. Menempatkan 2 mL senyawa berikut (etanol, 1-butanol, 2-butanol) dan (0,1 g fenol + 2
mL aquades) ke dalam tabung reaksi yang berlainan
2. Menambahkan sepotong kecil logam natrium ke dalam tiap tabung reaksi dan mengukur
waktunya sampai habis bereaksi lalu mencatat hasilnya
3. Menambahkan ke dalam tabung reaksi yang diperoleh dengan 3 tetes indikator
phenolptalein dan mencatat hasilnya
C. Pengujian dengan Besi(III) Klorida
1. Menambahkan 5 mL aquades ke dalam 4 tabung reaksi
2. Menambahkan 2 tetes senyawa yang diuji (etanol,1-butanol, 2- butanol) dan 0,1 g fenol
pada masing-masing tabung reaksi
3. Menambahkan 2 tetes larutan FeCl3 ke dalam masing-masing tabung reaksi, mengocok
dan mengamati hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, A. S., Yuniningsih, S., & Sota, M. M. (2017). Pengaruh pH Terhadap Kualitas
Produk Etanol dari Molasses Melalui Proses Fermentasi . Jurnal Reka Buana, 2 (2), 99-
105.
Badriyah, Achmadi, J., & Nuswantara, L. K. (2017). Kelarutan Senyawa Fenolik dan
Aktivitas Antioksidan Daun Kelor (Moringa oleifera) di dalam Rumen Secara In Vitro.
Jurnal Peternakan Indonesia, 19 (3), 120-125.
Danith, J. (1990). Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R., & Fessenden, J. (1986). Kimia Organik Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R.J dan J.S Fessenden. (2010). Fundamentals of Organic Chemistry. Tangerang :
Binarupa Aksara Publisher.
Hadanu, R. (2019). Kimia Organik. Makassar : Penerbit Leisyah.
Khadijah, Jayali, A. M., Umar, S., & Sasmita, I. (2017). Penentuan Total Fenolik dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Daun Samama (Anthocephalus Macrophylus)
Asal Ternate, Maluku Utara. Jurnal Kimia Mulawarman, 15 (1), 11-18.
Koirewoa, D. C., & Raunsay, E. (2016). Status Pencemaran Senyawa Fenol pada Beberapa
Sumber Air di Distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura. Novae Guinea Jurnal Biologi, 8
(2), 91-98.
Manela, C., & Hidayat, T. (2018). Korelasi Kadar Alkohol dengan Derajat Luka Dalam Hal
Pembuatan Visum Et Repertum pada Pasien Kecelakaan Lalu Lintas Rumah Sakit M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 7 (3), 370-374.
Mardzuki. (1990). Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Pan, S., Li, X., Han, W., & Huang, Y. (2017). An experimental investigation on multi-
cylinder RCCI engine fueled with 2-butanol/diesel. Energy Conversion and
Management, 154(1), 92–101.
Patil, A. R., & Desai, A. D. (2020). Parametric Optimization of Engine Performance and
Emission for Various n-butanol Blends at Different Operating Parameter Condition.
Alexandria Engineering Journal, 59 (1), 851-864.
Russmayer, H., Marx, H., & Sauer, M. (2019). Microbial 2-butanol Production with
Lactobacillus diolivorans. Biotechnol Biofuels, 12(262), 1-11.
Tsvetanova, F., Petrova, P., & Petrov, K. (2018). Microbial Production of 1-butanol - Recent
Advances and Future Prospects. Journal of Chemical Technology and Metallurgy, 53
(4), 683-696.
Wang, J., Suzuki, T., Dohra, H., Takigami, S., Kako, H., Soga, A., . . . Hirai, H. (2016).
Analysis of Ethanol Fermentation Mechanism of Ethanol Producing White-Rot Fungus
Phlebia sp. MG-60 by RNA-seq. BMC Genomics, 17(616), 1-11.

Anda mungkin juga menyukai