Anda di halaman 1dari 49

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN RT PCR SARS CoV-2

ANTARA VTM NON-INACTIVATED DENGAN VTM


INACTIVATED DI RUMAH SAKIT DR SUYOTO

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Meraih Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :
Kiki Dinata
NIM : P3.73.34.2.21.120

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III
2021
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN RT PCR SARS CoV-2
ANTARA VTM NON-INACTIVATED DENGAN VTM
INACTIVATED DI RUMAH SAKIT DR SUYOTO

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Meraih Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :
Kiki Dinata
NIM : P3.73.34.2.21.120

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III
2021

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN RT PCR SARS CoV-2 ANTARA


VTM NON-INACTIVATED DENGAN VTM INACTIVATED

Skripsi ini Telah Disetujui oleh Pembimbing Skripsi


Dan Layak Diuji di Hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Diploma IV Jurusan Teknologi Laboratorium Medik

Oleh :

Kiki Dinata
NIM : P3.73.34.2.21.120

Menyetujui
Jakarta,

Pembimbing I Pembimbing II

( nama ) (nama)
NIP. NIP.

Mengetahui
Ketua Jurusan Kaprodi DIV
Teknologi Laboratorium Medik Teknologi Laboratorium Medik

(nama) (nama)
NIP. NIP.

iii
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN RT PCR SARS CoV-2 ANTARA


VTM NON-INACTIVATED DENGAN VTM INACTIVATED

Skripsi ini Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Diploma IV Jurusan Teknologi Laboratorium Medik

Oleh :

Kiki Dinata
NIM : P3.73.34.2.21.120

Telah diuji pada :

Dinyatakan lulus oleh,


Penguji I

(nama)
NIP.
Penguji II Penguji III

( nama ) (nama)
NIP. NIP.
Mengetahui
Ketua Jurusan Kaprodi DIV
Teknologi Laboratorium Medik Teknologi Laboratorium Medik

(nama) (nama)
NIP. NIP.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berbagai kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
dengan judul

v
ABSTRAK

vi
ABSTRACT

viii
DAFTAR ISI

ix
DAFTAR TABEL

ix
DAFTAR GAMBAR

xi
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pertama kali terkonfirmasi

masuk ke Indonesia sejak Maret tahun 2020 dan dengan cepat menyebar ke

seluruh provinsi di Indonesia. Total penderita Covid-19 semakin meningkat.

Kini di Indonesia, dari data yang diambil dari situs resmi Satuan Tugas

Penanganan COVID-19 pada bulan Agustus 2021 tercatat 4.008.166 orang

terinfeksi virus Covid-19 dan 128.252 orang telah meninggal dunia.

Covid-19 disebabkan oleh virus corona atau severe acute respiratory

syndrome coronavirus 2 (SARS CoV-2) yang menyerang sistem

pernapasan. Symptom yang muncul pada penderita Covid-19 antara lain

sesak nafas, demam, batuk (Guan et al. 2020), anoreksia, diare, muntah dan

nyeri perut (Aggarwal et al. 2020).

Tingkat penyebaran virus sangat cepat menyebabkan pertambahan

jumlah penderita semakin tinggi dalam waktu yang singkat. Kunci

pengendalian penyakit Covid-19 yang dicanangkan pemerintah adalah

tracking (pelacakan), tracing (penelusuran) dan testing (pengujian) (3T)

penderita agar dapat segera ditangani dengan cepat dan dipisahkan dari

populasi sehat untuk mencegah laju penyebaran Covid-19 (KMK No.

HK.01 tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-

19).

1
2

Diagnosis Covid-19 didasarkan pada gejala klinis, seperti demam,

batuk kering dan sesak yang didukung untuk konfirmasi adanya infeksi

SARS CoV-2. WHO menyarankan pemeriksaan penunjang yang digunakan

untuk mengkonfirmasi penyakit ini diantaranya melalui test antigen yang

mendeteksi protein spesifik dari virus SARS CoV-2, serta pemeriksaan

molekuler menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Chain

Reaction (RT-PCR) sebagai gold standard (Corman et al. 2012).

SARS CoV-2 merupakan virus dengan material genetik berupa

ribonukleat acid (RNA). Dengan metode RT-PCR mengubah RNA menjadi

deoxyribonucleic acid (DNA) dengan bantuan enzim reverse transcriptase,

sehingga dapat terjadi amplifikasi pada proses PCR. Proses PCR dalam

suatu deteksi material genetik menjadi sangat penting, proses ini berfungsi

memperbanyak jumlah copy dari DNA target yang spesifik agar dapat

mencapai ambang batas deteksi instrument RT PCR (meningkatkan

sensitivitas).

Dalam tes diagnostik, sensitivitas adalah ukuran seberapa baik tes

dapat mengidentifikasi positif yang sebenarnya dan spesifisitas adalah

ukuran seberapa baik tes dapat mengidentifikasi negatif yang sebenarnya.

Tiap tujuan pemeriksaan memerlukan sensitivitas dan spesifisitas yang

berbeda-beda, sehingga perlu dipilih metode yang sesuai karena setiap

metode mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Hal ini perlu

dilakukan dengan baik karena sensitivitas dan spesifisitas merupakan

tingkat validitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu uji


3

diagnostik dalam mendiagnosa suatu penyakit. Sensitivitas dan spesifisitas

yang tinggi dari suatu uji diagnostik menunjukkan tingkat validitas yang

tinggi dari suatu uji (Kemenkes, 2018).

Keberhasilan pemeriksaan RT-PCR selama wabah COVID-19

sangat bergantung pada kualitas spesimen, kondisi transportasi,

penyimpanan spesimen sebelum diproses di laboratorium dan ekstraksi

RNA juga merupakan kunci untuk mengurangi negatif palsu (Ai et al.

2020). Tahap pra analitik dilakukan untuk menilai kualitas sampel yang

akan diperiksa (Budiyono, dkk., 2011). Tahap analitik meliputi persiapan

reagen atau media, pipetasi reagen dan sampel, inkubasi, pemeriksaan serta

pembacaan hasil. Tahap pasca analitik meliputi pencatatan dan pelaporan

hasil (Kemenkes, 2013). Masing-masing tahap tersebut memiliki peluang

terjadinya kesalahan. Tahap pra analitik memberikan kontribusi kesalahan

terbesar yaitu 62%, tahap analitik menyumbang kesalahan sebesar 15% dan

pasca analitik 23% (Mengko, 2013).

Diagnosis RT-PCR COVID-19 membutuhkan spesimen swab

nasofaring. Sampel ini kemudian disimpan dalam Viral Transport Medium

(VTM). Viral Transport Medium memungkinkan pengumpulan,

pengangkutan, dan penyimpanan sampel yang mengandung virus. Ada dua

jenis VTM yaitu VTM non-inactivated dan VTM inactivated.

VTM inactivated dirancang, untuk menonaktifkan virus yang

terkandung dalam sampel. VTM ini digunakan untuk sampel yang

mengandung virus mudah menular dan untuk mencegah kontaminasi dari


4

personel yang menangani sampel ini. Umumnya, inaktivasi dicapai dengan

melisiskan partikel virus. VTM inaktivasi biasanya mengandung surfaktan

seperti garam guanidin dan mengandung zat pelindung untuk mencegah

degradasi asam nukleat. VTM yang direkomendasikan AS-CDC dan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didasarkan pada larutan garam

seimbang Hanks (HBSS) dan mengandung serum janin sapi yang tidak

diaktifkan panas dan antibiotik (gentamisin dan amfoterisin B) yang

merupakan komposisi dari VTM non-inactivated (Radbel et al. 2020).

Hasil penelitian (Pan et al. 2020) menunjukkan peningkatan nilai

cycle threshold (CT) dalam spesimen dari pasien COVID-19 dalam tes RT-

PCR setelah inkubasi termal. Selain itu, sekitar setengah dari sampel positif

lemah (7 dari 15 sampel, 46,7%) adalah RT-PCR negatif setelah inaktivasi

panas dalam setidaknya satu pengujian paralel. Penggunaan lisis berbasis

guanidinium untuk pengawetan spesimen ini memiliki dampak yang lebih

kecil pada hasil RT-PCR dengan lebih sedikit negatif palsu (2 dari 15

sampel, 13,3%) dan peningkatan nilai CT secara signifikan lebih sedikit

daripada inaktivasi panas.

Di Rumah Sakit (RS) dr. Suyoto dilakukan pemeriksaan RT-PCR

SARS CoV-2 dengan menggunakan VTM non-inactivated dan inactivated

secara temuan random di lapangan terlihat perbedaan hasil pemeriksaan

diantara keduanya. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui

perbedaan hasil pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2 pada sampel yang


5

menggunakan VTM non-inactivated dengan yang menggunakan VTM

inactivated.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini, yaitu “Apakah terdapat perbedaan hasil pada pemeriksaan RT

PCR SARS CoV-2 antara yang menggunakan VTM non-inactivated dengan

VTM inactivated di Rumah Sakit dr. Suyoto?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan hasil VTM non-inactivated dan

inactivated pada pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2 sehingga dapat

dilakukan pemilihan VTM yang tepat.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2 yang

menggunakan VTM non-inactivated

b. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2 yang

menggunakan VTM inactivated

c. Untuk mengetahuhi adanya perbedaan hasil pemeriksaan RT PCR

SARS CoV-2 antara yang menggunakan VTM non-inactivated

dengan VTM inactivated


6

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai referensi bagi rumah sakit dalam memilih dan menggunakan

VTM yang sesuai dan tepat dalam pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2.

2. Bagi Akademisi

Sebagai pengetahuan dan referensi dalam pembelajaran yang terkait

penggunaan VTM dan pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2

3. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai infeksi Covid-19,

khususnya pengetahuan tentang pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Covid 19

a. Epidemiologi

Coronavirus Diseases 2019 (COVID-19) merupakan

penyakit menular yang disebabkan Coronavirus jenis baru. Penyakit

ini diawali dengan munculnya kasus pneumonia yang tidak

diketahui etiologinya di Wuhan, China pada akhir Desember 2019

(Li et al, 2020). Bedasarkan hasil penyelidikan epidemologi, kasus

tersebut diduga berhubungan dengan Pasar Seafood di Wuhan. Pada

tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah China kemudian mengumunkan

bahwa penyebab kasus tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang

kemudian diberi nama SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory

Syndrome Coronavirus 2). Virus ini berasal dari famili yang sama,

namun SARS-CoV-2 lebih menular dibandingkan dengan SARS-

CoV dan MERS-CoV (CDC China,2020). Proses penularan yang

lebih cepet membuat WHO menetapkan COVID-19 sebagai

KKMMD/PHEIC pada tanggan 30 Januari 2020. Angka kematian

kasar bervariasi tergantung negara dan tergantung pada populasi

yang terpengaruh, perkembangan wabahnya disuatu negara, dan

ketersediaan pemeriksaan laboratorium.

7
8

Thailand merupakan negara pertama diluar China yang

melaporkan adanya kasus COVID-19. Setelah Thailand, negara

berikutnya yang melaporkan kasus pertama COVID-19 adalah

Jepang dan Korea Selatan yang kemudian berkembang ke negara-

negara lain. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020, WHO melaporkan

10.185.374 kasus konfirmasi dengan 503.862 kematian di seluruh

dunia (CFR 4,9%). Negara yang paling banyak melaporkan kasus

konfirmasi adalah Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India, dan United

Kingdom. Sementara, negara dengan angka kematian paling tinggi

adalah Amerika Serikat, United Kingdon, Italia, Perancis, dan

Spanyol.

Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada

tanggal 2 Maret 2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga

sekarang. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020 Kementerian

Kesehatan melaporkan 56.835 kasus konfirmasi COVID-19 dengan

2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang tersebar di 34 provinsi.

Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus paling banyak

terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada

usia 0-5 tahun. Angka kematian tertinggi di temukan pada pasien

dengan usia 55-64 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan CDC China,

diketahui bahwa kasus paling banyak terjadi pada pria (51,4%) dan

terjadi pada usia 30-79 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia <10
9

tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan kasus yang ringan,

14% parah, dan 5 Kritis (Wu Z dan McGoogan JM, 2020). Orang

dengan usia lanjut atau yang memiliki penyakit bawaan diketahui

lebih berisiko untuk mengalami penyakit yang lebih parah. Usia

lanjut juga diduga berhubungan dengan tingkat kematian. CDC

China melaporkan bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80 tahun

adalah 14,8% sementara CFR keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang

sama juga ditemukan pada penelitian di Italia, dimana CFR pada

usia ≥ 80 tahun adalah 20,2%, sementara CFR keseluruhan adalah

7,2% (Onder G, Rezza G, Brusaferro S, 2020). Tingkat kematian

juga dipengaruhi oleh adanya penyakit bawaan pasien. Tingkat

10,5% ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular,

7,3% pada pasien dengan diabetes, 6,3% pada pasien dengan

penyakit pernapasan kronis, 6% pada pasien dengan hipertensi, dan

5,6% pada pasien dengan kanker.

b. Etiologi

Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam

family coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain

tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur

protein pada Coronavirus yaitu ; protein N (nukleokapsid),

glikoprotein M (membrane), glikoprotein spike S (spike), Protein E

(selubung). Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga

Coronaviridae. Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit pada


10

hewan atau manusia. Terdapat 4 genus yaitu alphacoronavirus,

betacoronavirus, gammacoronavirus, dan deltacoronavirus.

Sebelum adanya COVID-19, ada 6 jenis corona virus yang dapat

menginfeksi manusia yaitu HCoV-229E(alphacoronavirus), HCoV-

OC43 (betacoronavirus), HCoVNL63 (alphacoronavirus), HCoV-

HKU1 (betacoronavirus, SARS-CoV (betacoronavirus), dan

MERS-CoV (betacoronavirus) (Kemenkes, 2020).

Gambar 2.1 Struktur dan Gen Target SARS-CoV-2. Dikutip dari: Kubina R,
2020.

Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk

dalam genus betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan

beberapa pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis

filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam sub genus

yang sama dengan Coronavirus yang menyebabkan wabah SARS

pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini,

International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV)


11

memberikan nama penyebab COVID-19 sebagai SARS-CoV-2

(Kemenkes, 2020).

Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19

bertahan di atas permukaan, tetapi perilaku virus ini meyerupai

jenis-jenis coronavirus lainnya. Lamanya coronavirus bertahan

mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda (seperti jenis

permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitina

(Doremalen et al, 2020) menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat

bertahan selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel,

kurang dari 4 jam pada tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus.

Seperti virus corona lain, SARS-CoV-2 senditif terhadap sinar

ultraviolet dan panas. Efektif dapat dinonaktifkan dengan pelarut

lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol 75%, ethanol, desinfektan

yang mengandung klorin, asam peroksiasetat dan chloroform

(kecuali kholrheksidin) (Kemenkes, 2020).

c. Penularan

Coronavirus merupakan zoonosis ditularkan antara hewan

dan manusia. Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan

dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke

manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-

19 ini masih belum diketahui (Kemenkes, 2020).

Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range

antara 1 dan 14 hari namun dapat mencapai 14 hari. Resiko


12

penularan tertinggi diperoleh di hari-hari pertama penyakit

disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang

yang terinfeksi dapat langsung menularkan sampai dengan 48 jam

sebelum onset gejala (presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari

setelah onset gejala. Sebuah studi Du Z et. al, (2020) melaporkan

bahwa 12,6% menunjukkan penularan presimptomatik. Penting

untuk mengetahui periode presimptomatik karena kemungkinan

virus menyebar melalui droplet atau kontak dengan benda yang

terkontaminasi. Sebagai tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi

yang tidak bergejala (asimptomatik), meskipun risiko penularan

sangat rendah akan tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi

penularan (Kemenkes,2020).

Berdasarkan studi epidemologi dan virologi saat ini

membuktikan bahwa COVID-19 utamanya ditularkan dari orang

yang bergejala (simptomatik) ke orang lain yang berada jarak dekat

melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air dengan

diameter >5-10 µm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang

berada pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang

memiliki gejala pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga

droplet berrisiko mengenai mukosa (mulut dan hidung) atau

konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi melalui benda dan

permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar orang yang

terinfeksi. Oleh karena itu, penularan virus COVID-19 dapat terjadi


13

melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi dan kontak

tidak langsung dengan permukaan atau benda yang digunakan pada

orang yang terinfeksi (misalnya, stetoskop atau thermometer)

(Kemenkes, 2020).

Dalam konteks COVID-19, transmisi melalui udara dapat

dimungkinkan dalam keadaan khusus dimana prosedur atau

perawatan suportif yang menghasilkan aerosol seperti intubasi

endotrakeal, bronkoskopi, suction terbuka, pemberian pengobatan

nebulisasi ventilasi menual sebelum intubasi, mengubah pasien ke

posisi tengkurap, memutus koneksi ventilator, ventilasi tekanan

positif non invasive, trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner.

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai transmisi melalui

udara (Kemenkes, 2020).

d. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan

muncul secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak

menunjukkan gejala apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-

19 yang paling umum adalah demam, rasa Lelah , dan batuk kering.

Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit hidung

tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan,

diare, hilang penciuman, dan pembauan atau ruam kulit (Kemenkes,

2020).
14

Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal

pandemi, 40% kasus akan mengalami gejala ringan, 40% akan

mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan

mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi

kritis. Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1

minggu. Pada kasus berat akan mengalami Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal

multiorgan, termasuk gagal ginjal atau gagal jantung akut hingga

berakibat kematian. Orang lanjut usia (lansia) dan orang dengan

kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan darah

tinggi, gangguan jantung, dan paru, diabetes dan kanker berisiko

lebih besar mengalami keparahan (Kemenkes, 2020).

e. Diagnosis

WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk

seluruh pasien yang terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang

dianjurkan adalah metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid

Amplification Test) seperti pemeriksaan Reverse Transcriptase

Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

2. Viral Transport Media

Pengambilan sampel merupakan termasuk tahap pra-analitik

laboratorium yang secara statistik dapat berkontribusi menyebabkan

kesalahan pada hasil sebesar 62% (Mengko, 2013). Sehingga, tahapan


15

pra-analitik termasuk pemilihan jenis swab dan metode pengambilan

sampel oleh tenaga kesehatan terlatih haruslah memenuhi kriteria yang

telah distandarkan lembaga kesehatan yang berwenang. Termasuk

ketika dalam tahapan ini yang memerlukan keahlian tenaga kesehatan

untuk memastikan tidak terjadi kontaminasi dari sampel swab. Setelah

pengambilan sampel secara swab, maka sampel akan diletakkan

pada viral transport media (VTM).

VTM mempunyai fungsi utama untuk mencegah terjadinya

kerusakan struktur morfologi dan materi genetik virus sebelum tiba di

laboratoirum untuk keperluan analisis. Struktur morfologi virus yang

masih utuh akan memudahkan saat pengamatan dibawah mikroskop

elektron, sedangkan materi genetik yang dimiliki virus merupakan

kunci untuk mengidentifikasi jenis virus huna diagnosis penyakit

tertentu dengan metode biololekuler (PCR). Pada kasus COVID-19,

VTM sangat diperlukan sebagai sarana menyimpan sampel virus

SARS-CoV-2 dari spesimen saluran pernafasan pasien.

Berdasarkan rekomendasi dari CDC, komposisi VTM

disarankan mengandung media isolasi virus Hanks Balanced Salt

Solution (HBSS) atau fetal bovine serum (FBS), antibiotik, serta

antifungi, dimana ketiganya berperan menjaga kestabilan virus serta

mencegah kontaminasi virus dengan mikroorganisme lain seperti

bakteri dan fungi.


16

VTM secara umum mengandung Hank’s Balanced Salt

Solution (HBSS) atau Brain Heart Infusion, serta antibiotik Gentamisin

dan Amphotericin B. HBSS mengandung garam-garam inorganik yang

digunakan sebagai larutan penyeimbang untuk menjaga kondisi

mikroorganisme agar tetap hidup. Sementara Gentamisin berfungsi

sebagai antibakteri dan Amphotericin B sebagai antifungi intik

membunuh/mencegah pertumbuhan bakteri/fungi yang terbawa saat

pengambilan sampel (http://covid19.eijkman.go.id/viral-transport-

medium-vtm/).

VTM inactivated dirancang, untuk menonaktifkan virus yang

terkandung dalam sampel. VTM ini digunakan untuk sampel yang

mengandung virus mudah menular dan untuk mencegah kontaminasi

dari personil yang menangani sampel ini. inaktivasi dicapai dengan

melisiskan partikel virus. VTM inaktivasi mengandung surfaktan

seperti garam guanidin dan mengandung zat pelindung untuk mencegah

degradasi asam nukleat sedangkan VTM non-inaktivated virus pada

sampel yang diambil masih aktif dan masih dapat menginfeksi personil

yang menangani (Radbel et al. 2020).

3. Pemeriksaan Covid-19

Diagnosis pada tahap awal infeksi meliputi pengujian sampel

saluran pernapasan secara PCR, foto thoraks, pemeriksaan darah

lengkap untuk abnormalitas limfopenia dan neutrofilia, dan uji fungsi


17

hati (Siddiqi, 2020). Berdasarkan arahan dari WHO, konfirmasi rutin

kasus COVID-19 didasarkan pada metode nucleic acid amplification

test (NAAT) yang mendeteksi urutan spesifik dari RNA virus. Salah

satu metode NAAT adalah RT-PCR yang sering disebut sebagai uji

molekuler.

Sampel untuk uji RT-PCR diambil dari sampel saluran

pernapasan atas dan bawah. Pelaksaan metode ini, seluruhnya harus

dilakukan dalam suatu biosafety cabinet dengan fasilitas laboratorium

level 2 (BSL-2).

a. Pre-analitik

Sebelum kegiatan pengambilan spesimen dilaksanakan,

harus memperhatikan universal precaution atau kewaspadaan

universal untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien

ke paramedis maupun lingkungan sekitar. Hal tersebut meliputi :

mencuci tangan dengan menggunakan sabun/desinfektan sebelum

dan sesudah tindakan, dan menggunakan APD.

Pengiriman spesimen ke Laboratorium harus disertai dengan

Formulir Penyelidikan Epidemologi terlampir sesuai dengan waktu

pengambilan spesimen.

1) Tata Cara Pengambilan Spesimen Nasofaring berdasarkan Panduan

Tatalaksana Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) Dan

Polymerase Chain Reaction (PCR) Sars-Cov-2 yang dikeluarkan


18

oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Dan Kedokteran

Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn) sebagai berikut ;

a) Mempersiapkan VTM yang siap pakai (pabrikan) lalu

ditempelkan barcode berisi Nama Pasien, Tanggal Lahir, Nomor

Rekam Medis, Nomor Spesimen, Ruangan dan Kamar Pasien.

b) Berikan edukasi ke pasien terkait pengambilan spesimen swab

nasofaring, pastikan tidak ada Obstruksi (hambatan pada lubang

hidung), dan posisikan pasien dengan nyaman

c) Dengan menggunakan swab yang terbuat dari dacron steril

dengan tangkai plastik atau jenis flocked swab (tangkai lebih

lentur) dimasukkan secara perlahan pada septum bawah hidung

sampai ke bagian nasofaring

Gambar 2.2 Swab Nasofaring

d) Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara perlahan

e) Kemudian masukkan sesegera mungkin ke dalam VTM, patahkan

tangkai plastik didaerah mulut VTM agar VTM dapat ditutup

dengan rapat.
19

f) Dipastikan yang tertera di barcode/label spesimen sesuai dengan

identitas pasien yang ada di Formulir Penyeledikan Epidemologi

g) VTM kemudian ditutup rapat dan dimasukkan kedalam plastik

klip. Jika ada lebih dari 1 pasien, maka plastik klip

dibedakan/terpisah. Untuk menghindari kontaminasi silang.

Gambar 2.3 Pengemasan Spesimen

h) Simpan didalam cool box suhu 2-8° C sebelum dikirim ke

Laboratorium PCR

Gambar 2.4 Pengepakan Spesimen Kedalam Cool Box

b. Analitik

Rumah Sakit dr. Suyoto memiliki fasilitas laboratorium PCR

dengan Bio Saefty Level 2 (BSL-2), alat ekstraksinya PerkinElmer®

PreNAT II Automated Workstation dan alat PCR Amplipication

QuantStudioTM 5 Real-Time PCR system.


20

Prinsip Kit Deteksi Asam Nukleat Coronavirus

PerkinElmer® menggunakan teknik PCR real-time berbasis

TaqMan untuk melakukan in vitro reverse transcription dari RNA

SARS-CoV-2, amplifikasi DNA, dan deteksi fluoresensi. Pengujian

menargetkan genom spesifik SARS-CoV-2: Nucleocapsid (N) gen

dan gen Open Reading Frame 1ab (ORF1ab). Probe TaqMan untuk

dua amplikon diberi label dengan FAM dan ROX pewarna fluoresen

masing-masing untuk menghasilkan sinyal spesifik target. Pengujian

ini mencakup kontrol internal RNA (IC, bacteriophage MS2) untuk

dipantau proses dari ekstraksi asam nukleat hingga deteksi

fluoresensi. IC probe diberi label dengan pewarna fluoresen VIC

untuk membedakan sinyal fluoresennya dari target SARS-CoV-2.

Pengujian juga menggunakan sistem pencegahan akumulasi

dUTP/UNG untuk menghindari kontaminasi produk PCR dan hasil

positif palsu.

Gambar 2.5 Alat PreNAT II Automated Workstation


21

Proses ekstraksi dan master mix menggunakan alat PreNAT

II Automated Workstation. Instruksi pengoperasian PreNAT II

berdasarkan Manual Pengguna PreNAT II Automated Workstation

dijelaskan sebagai berikut :

1) Ambil Kontrol Internal nCoV, Kontrol Positif nCoV dan

nCoV Negatif Kontrol dari freezer, letakkan di PCR Box dan

biarkan mencair pada suhu kamar. Vortex tabung untuk

mencampur isi, kemudian sentrifugasi tabung sebentar pada

1000 rpm untuk mengumpulkan cairan ke bagian bawah

tabung.

2) Siapkan spesimen dan letakkan di Bio Safety Cabinet (BSC).

Jika spesimen dibekukan, dicairkan sepenuhnya pada suhu

kamar dan ikuti operasi yang dijelaskan dalam 1) untuk

kontrol.

3) Ambil Magnetic Beads dari Kit Ekstraksi Asam Nukleat

PerkinElmer®, vortex tabung selama satu menit untuk

menghomogenkan magnetic didalam larutan.

4) Nyalakan instrumen PreNAT II, klik dua kali perangkat lunak

"Pre-NAT II" ikon, pilih nama pengguna dan masukkan kata

sandi untuk memulai, lalu ikuti perangkat lunak panduan untuk

menginisialisasi instrumen.
22

5) Setelah inisialisasi, klik “Program Input” untuk memilih

protokol ekstraksi. Untuk uji SARS-CoV-2, pilih "2019-

nCoV" dari daftar protokol.

6) Di jendela yang sama, masukkan jumlah spesimen yang akan

diproses di kotak yang ditunjukkan, kontrol positif dan kontrol

negatif tidak dihitung, karena sudah diatur sebelumnya dalam

protokol 2019-nCoV. Setelah nomor sampel dimasukkan, klik

"Set Complete" untuk melanjutkan ke pemuatan pedoman

untuk reagen dan bahan habis pakai.

7) Lepaskan tutup dari reagen, kontrol dan spesimen, muat bahan

habis pakai, reagen, spesimen, dan kontrol sesuai dengan

panduan perangkat lunak, lalu periksa kembali untuk

mengkonfirmasi bahwa semua item ada di posisi ditunjukkan

oleh perangkat lunak. Tutup pintu instrumen setelah selesai

memuat. Klik "RUN" untuk memulai protokol, prosedur

secara otomatis dilakukan oleh Pre-NAT II dijelaskan di

bawah ini.

• Tambahkan 400 µL masing-masing spesimen, Kontrol

Negatif dan Kontrol Positif ke, dan tambahkan 5 µL nCoV

Internal Control, 800 µL Lysis/Binding Buffer dan 15 µL

Magnetic Beads ke masing-masing sumur.

• Magnetic rods mengambil rod tips dan memutar di 96 deep-

weel plate untuk mencampur (status gaya magnet mati),


23

selama tahap ini DNA/RNA dilepaskan melalui lisis dan

mengikat magnetic beads.

• Selama lisis dan pengikatan, pipet otomatis mempipet

Wash Buffer A ke 96 sumur deep-weel plate .

• Gaya magnet dihidupkan untuk magnetic rods dan beads

dikumpulkan dari reaksi Lysis/Binding ke Wash Buffer A.

• Magnetic rods (status gaya magnet mati) berputar untuk

mencuci beads di Wash Buffer A dan lanjutkan dengan cara

yang sama untuk mencuci beads di Wash Buffer B.

• Akhirnya, beads dikumpulkan dan ditempatkan ke dalam

60 µL buffer elusi untuk mengelusi DNA/RNA.

• Selama elusi, pipet otamatis memipet reagen PCR untuk

menyiapkan campuran master mix dan alikuot 20 µL ke

dalam masing-masing PCR tubes.

Tabel 2.1 Reagen PCR master mix

Reagen Volume / test


nCoV Reagent A 15 μL
nCoV Reagent B 3 μL
nCoV Enzyme mix 2 μL

• Untuk setiap sampel, 40 µL DNA/RNA yang dielusi

ditambahkan master mix di masing-masing PCR tubes,

yang siap untuk amplifikasi.


24

Gambar 2.6 Amplipication QuantStudioTM 5 Real-Time PCR system

Proses amplification menggunakan alat PCR Amplipication

QuantStudioTM 5 Real-Time PCR system. Instruksi pengoperasian

QuantStudioTM 5 berdasarkan Manual Pengguna QuantStudioTM 5

dijelaskan sebagai berikut :

1) Mengatur dan menjalankan instrumen PCR QuantStudioTM

Real-Time lihat Panduan Referensi Instrumen untuk instruksi

terperinci. Secara umum, klik dua kali QuantStudio™ Design

and Analysis Desktop Software v1.5.1 › New Experiments ›

Setup Experiment Properties › Setup the Targets and Samples

in Plate Setup › Setup Run Method, lalu klik Run and Start.

2) Saat menyiapkan Properti Eksperimen, harap periksa

pengaturan jalankan berikut dan pilih pengaturan yang benar.

• Jenis instrumen : Sistem QuantStudio™ 5

• Tipe blok : 96-well

• Jenis eksperimen : Kurva Standar

• Kimia : Reagen TaqMan


25

• Mode Jalankan : Standar

3) Saat menyiapkan Target dan Sampel, buat detektor berikut

dengan quencher disetel none. Referensi pasif harus ditetapkan

sebagai Tidak Ada.

Tabel 2.2 Setting Gen Target

Gen Target Reporter Quencher


N FAM None
ORF 1ab ROX None
IC VIC/HEX None
4) Mengatur tata letak plate dengan menetapkan nama sampel

yang unik untuk setiap well.

5) Tetapkan Tugas untuk setiap sumur.

• Angka : untuk sampel pasien

• PC : untuk Kontrol Positif

• NC : untuk Kontrol Negatif

6) Atur volume sampel pada 30 µL. Lalu di setting sesuai tabel

berikut :

Tabel 2.3 Pengaturan Suhu, Waktu dan Cycle

Step Temperature Time Number of cycle


1 37 °C 2 menit 1
2 50 °C 5 menit 1
3 42 °C 35 menit 1
4 94 °C 10 menit 1
5 94 °C 10 detik 45
55 °C 15 detik
65 °C 45 detik
* Collect fluorescence signal during the final 65°C step.

7) Periksa kembali semua pengaturan, masukkan plate, lalu klik

Run dan Start untuk menginisialisasi amplifikasi.


26

c. Post-analitik

Setelah Run selesai, simpan dan analisis data sesuai PCR

instruksi instrumen. kontrol untuk memantau keandalan hasil untuk

seluruh batch spesimen dari ekstraksi sampel hingga amplifikasi

PCR. Semua kontrol tes harus diperiksa sebelum interpretasi hasil

pasien. Kontrol positif, kontrol negatif dan IC dalam kontrol positif

dan negatif harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam tabel

di bawah ini untuk memastikan hasil yang valid. Jika kontrol tidak

valid, hasil pasien tidak dapat diinterpretasikan.

Tabel 2.4 Interpretasi Hasil Uji Kontrol

Control Type Ct
N ORF 1ab IC
Negatif Undet or > 42 Undet or > 42 Ct ≤ 40
Positif ≤ 35 ≤ 35 /
/: No requirements on the Ct value.

Suatu sampel dikatakan positif apabila muncul kurva

amplifikasi tegas dengan bentuk sigmoid dan berpotongan dengan

garis threshold sehingga muncul nilai Ct. Nilai Ct (Cycle Threshold)

merupakan nilai yang diperoleh ketika kurva amplifikasi

berpotongan dengan garis threshold (Stephen, 2005).


27

Tabel 2.5 Interpretasi Hasil dan Pelaporan

Ct Result Interpretation
IC N, ORF1 ab
≤ 40
Undet or > 42 targets
Both ≤ 35not detected
SARS-CoV-2
Undet or > 42
/ Both targets SARS-CoV-2 detected
≤ 42
/ One of the SARS-CoV-2 detected
targets ≤ 42
> 40 or Undet Both targets Invalid result, specimen needs to
Undet > 42 be re-tested from re-extraction or
re-collected from patient for test
/: No requirements on the Ct value.
Undet : Undetermined

4. Rumah Sakit dr. Suyoto Pusat Rehabilitasi Kementerian

Pertahanan

Pada tahun 1960, Diawali dengan sebuah keinginan untuk

memberikan penghargaan kepada penyandang cacat (penca) ABRI /

Veteran, beberapa tokoh Veteran membuat sebuah gagasan

membangun suatu fasilitas rehabilitasi bagi penca dalam bentuk Rumah

Sakit Veteran (https://rssuyoto.com/profil/sejarah/).

Pada tahun 1968, Gagasan itu dihimpun dan dituangkan dalam

bentuk naskah tertulis sebagai Naskah Proyek Rehabilitation Center

(RC) ABRI/Veteran berupa rencana membangun R.C. ABRI/Veteran

secara lengkap (fullfledged) di Bintaro, Jakarta Selatan. Pada tahun

yang sama dikeluarkan Surat Keputusan Menhankam/Pangab Nomor

Kep/A/273/1968 tanggal 6 Juli 1968 tentang pelimpahan wewenang

wadah penyelenggaraan rehabilitasi cacat bagi Penca Prajurit


28

ABRI/Veteran tersebut dari Departemen Transmigrasi dan Veteran ke

Departemen Pertahanan dan Keamanan (sekarang Kemhan). Sejak

itulah secara resmi mulai diselenggarakan Proyek R.C.ABRI/Veteran

yang merupakan cikal bakal adanya Pusrehab seperti yang ada sekarang

ini (https://rssuyoto.com/profil/sejarah/).

Pada tahun 2005, Pusat Rehabilitasi tidak luput dari pasang surut

organisasi yang beberapa kali mengalami perubahan status dan juga

perubahan nama, sampai pada tahun 2005 organisasi yang sebelumnya

disebut sebagai Pusat Rehabilitasi Cacat (Pusrehabcat) dan statusnya

sebagai eselon pelaksana di bawah Menteri Pertahanan yang

bertanggung jawab kepada Sekjen Dephan berdasarkan Permenhan

Nomor : PER/01/M/VIII/2005 tanggal 25 Agustus 2005. Pada akhirnya

berubah namanya menjadi Pusat Rehabilitasi (Pusrehab) yang

ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan)

nomor Per/01A/M/VIII/2005 tanggal 13 Juni 2008 tentang Perubahan

Permenhan nomor Per/01/M/VIII/2005 tanggal 25 Agustus 2005

tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertahanan

(https://rssuyoto.com/profil/sejarah/).

Pada tahun 2006, Nama Rumah Sakit Pusrehabcat berubah

menjadi Rumah Sakit dr. Suyoto. Almarhum dr Suyoto adalah seorang

dokter ahli bedah tulang berpangkat Mayor Jendral (purn) yang

merupakan tokoh yang berperhatian besar terhadap penyandang cacat

di lingkungan TNI. Pada tahun 2007, RS dr. Suyoto sudah mendapat


29

ijin penyelenggaraan rumah sakit tetap untuk kurun waktu 5 tahun dari

Departemen Kesehatan untuk beroperasional melayani anggota penca

TNI, anggota Dephan (TNI dan PNS di lingkungan Dephan dan

keluarganya) maupun untuk masyarakat umum Rumah Sakit dr. Suyoto

(https://rssuyoto.com/profil/sejarah/).

Pada tahun 2008, Seiring dengan perubahan nama Pusrehabcat

menjadi Pusrehab, status dan kedudukan organisasi Rumah Sakit dr.

Suyoto juga ditetapkan masuk dalam organisasi Dephan sebagai UPT

Dephan yang bertanggung jawab kepada Kapusrehab Dephan,

berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan No. 12 tahun 2008 tanggal

26 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata kerja Rumah Sakit dr. Suyoto

(https://rssuyoto.com/profil/sejarah/). Berdasarkan Permenhan Nomor

49 Tahun 2014 tanggal 6 Oktober 2014; Rumah Sakit tipe B ini adalah

Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Pertahanan, yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Pusat

Rehabilitasi Kemhan.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada 8 Mei 2020

mengunjungi Rumah Sakit dr. Suyoto milik Kementerian Pertahanan

memastikan sejumlah fasilitas yang diperlukan untuk menangani pasien

corona atau Covid-19 dan menjadikan Rumah Sakit dr. Suyoto sebagai

rumah sakit khusus Covid-19 dalam menghadapi tantangan di bidang

kesehatan yakni pandemik Covid-19. Rumah Sakit dr. Suyoto semula

hanya mampu menampung 220 tempat tidur, dan ditambah menjadi 260
30

tempat tidur. Fasilitas itu meliputi 188 tempat tidur pasien rawat inap,

67 tempat tidur ruangan bertekanan negatif, 5 tempat tidur ruang

perawatan intensive care unit (ICU), dan 10 alat ventilator serta fasilitas

pendukung seperti laboratorium PCR.

Selama pandemi, menurut data Rumah Sakit Dr. Suyoto telah

merawat 2.385 orang pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Tingkat

kesembuhan mencapai 91,5 persen. Adapun tingkat kematian pasien

Covid-19 mencapai 0,7 persen dari jumlah yang dirawat.

B. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil pemeriksaan RT PCR SARS

CoV-2 antara yang menggunakan VTM non-inactivated dengan

VTM inactivated
31

2. Ha : Terdapat perbedaan hasil pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2

antara yang menggunakan VTM non-inactivated dengan VTM

inactivated
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

1. Variabel terikat : Hasil Pemeriksaan RT PCR SARS-CoV-2

2. Variabel bebas : VTM non-inaktivated dan VTM inaktivated

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Kategori dan Skala
. kriteria
1. Hasil Hasil yang diperoleh Gen target N : Ordinal
Pemeriksaan dari pemeriksaan RT 1. Positif (Ct ≤ 42)
RT PCR PCR yang 2. Negatif
menggunakan menggunakan
VTM mediaVTM Gen target Orf 1ab :
inactivated inaktivated 1. Positif (Ct ≤ 42)
2. Negatif
2. Hasil Hasil yang diperoleh Gen target N : Ordinal
pemeriksaan dari pemeriksaan RT 1. Positif (Ct ≤ 42)
RT PCR PCR yang 2. Negatif
menggunakan menggunakan media
VTM non- VTM non-inaktivated Gen target Orf 1ab :
inactivated 1. Positif (Ct ≤ 42)
2. Negatif

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik komparatif dengan

metode cross-sectional yaitu desain penelitian dengan pengukuran variabel

yang dilakukan satu waktu. Metode ini digunakan untuk mengetahui perbedaan

hasil pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2 dengan menggunakan VTM non-

inaktivated dengan VTM inaktivated.

32
33

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel dan pemeriksaan hasil penelitian ini dilakukan di RS

Suyoto Pusat Rehabilitasi Kementerian Pertahanan yang merupakan rumah

sakit rujukan Covid-19.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada 2022.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai

karakteristik yang ditetapkan peneliti (Sujarweni dan Endrayanto, 2012)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien RS dr. Suyoto yang

melakukan pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien RS Suyoto yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan dalam rentang waktu

penelitian.

3. Besar sampel

4. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non-

random sampling purposive. Pengambilan sampel dilakukan bukan secara


34

acak dan didasarkan pada suatu pertimbangan yang dibuat oleh peneliti

sendiri (Notoatmodjo, 2010).

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Sampel pasien RS dr. Suyoto yang terkonfimasi positif Covid-19

dengan rentang Ct 30-40.

b. Sampel yang diambil berasal dari swab nasopharing dan disimpan pada

suhu -80 °C mengunakan VTM non-inaktivated.

2. Kriteria Eksklusi

a. Sampel pasien RS dr. Suyoto yang terkonfimasi positif Covid-19

dengan rentang Ct < 30.

b. Sampel yang diambil tidak berasal dari swab nasopharing dan tidak

disimpan pada suhu -80 °C.

G. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik

pengumpulan data primer yaitu dengan melakukan pemeriksaan RT PCR

SARS CoV-2 dari sampel VTM terkonfirmasi positif dipipet dan dimasukkan

kedalam VTM non-inaktivated dan VTM inaktivated di Rumah Sakit dr.

Suyoto yang dikerjakan di alat Pre NAT II Perkin Elmer. Prosedur penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan surat ijin untuk penelitian.

2. Memilah sampel positif yang terkonfirmasi SARS CoV-2 dengan nilai Ct

30-40.
35

3. Memipet sampel ke dalam VTM non-inaktivated dan VTM inaktivated lalu

diperiksa RT PCR SARS CoV-2 dengan alat Pre NAT II Perkin Elmer.

4. Menganalisa hasil pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2 yang menggunaka

VTM non-inaktivated dengan VTM inaktivated dari alat Pre NAT II Perkin

Elmer.

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan

program IBM SPSS Statistics ver.25 dengan tingkat kepercayaan 95% α (0,05).

1. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat yang digunakan untuk menguji keterkaitan antar dua

variable kategorik, maka teknik pengolahan data menggunakan analisis

Chi-square. Hasil analisis bivariat bergantung pada ketentuan sebagai

berikut:

a. Nilai P (Asymp. Sig) < nilai α (0,05): Terdapat perbedaan hasil

pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2 antara yang menggunakan VTM

non-inactivated dengan VTM inactivated.

b. Nilai P (Asymp. Sig) > nilai α (0,05): Tidak terdapat perbedaan hasil

pemeriksaan RT PCR SARS CoV-2 antara yang menggunakan VTM

non-inactivated dengan VTM inactivated.


DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, Saurabh et al. 2020. “Clinical Features, Laboratory Characteristics, and


Outcomes of Patients Hospitalized with Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19): Early Report from The United States.” Diagnosis 7(2): 91–96.

Ai, Tao et al. 2020. “Correlation of Chest CT and RT-PCR Testing for Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) in China: A Report of 1014 Cases.” Radiology
296(2): E32–40.

Budiyono, I, R. Triwadhani, Indrayani. 2011. Pengelolaan Tahapan Pemeriksaan di


Laboratorium Klinik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Corman, V. M. et al. 2012. “Detection of a Novel Human Coronavirus by Real-


Time Reverse-Transcription Polymerase Chain Reaction.” Eurosurveillance
17(39): 1–6. http://dx.doi.org/10.2807/ese.17.39.20285-en.

Guan, Wei-jie et al. 2020. “Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in


China.” New England Journal of Medicine 382(18): 1708–20.

Kilic, T., Weissleder, R., & Lee, H. (2020). Molecular and Immunological
Diagnostic Tests of COVID-19: Current Status and Challenges. IScience,
23(8), 2021. https://doi.org/10.1016/j.isci.2020.101406

Kemenkes RI. 2018, Bahan Ajar Teknologi Laboratorium , PPSDM.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman Pencegahan dan


Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19), revisi 05.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MenKes/413/2020


Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19).

Kubina, R., & Dziedzic, A. (2020). Molecular and serological tests for COVID-19. A
comparative review of SARS-CoV-2 coronavirus laboratory and point-of-care
diagnostics. Diagnostics, 10(6). https://doi.org/10.3390/diagnostics10060434

Mengko R, 2013. Instrumen Laboratorium Klinik. ITB : Bandung

Pan, Yang et al. 2020. “Potential False-Negative Nucleic Acid Testing Results for
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 from Thermal Inactivation
of Samples with Low Viral Loads.” Clinical Chemistry 66(6): 794–801.
https://doi.org/10.1093/clinchem/hvaa091.

36
37

Radbel, Jared et al. 2020. “Detection of Severe Acute Respiratory Syndrome


Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) Is Comparable in Clinical Samples Preserved
in Saline or Viral Transport Medium.” Journal of Molecular Diagnostics
22(7): 871–75.

Siddiqi HK, Mehra MR. COVID-19 Illness in Native and Immunosuppressed


States: A Clinical-Therapeutic Staging Proposal. J Hear Lung Transplant.
2020;39(5):405–7

Stephen A. Bustin, Reinhold Mueller; Real-time reverse transcription PCR (qRT-


PCR) and its potential use in clinical diagnosis. Clin Sci (Lond) 1 October
2005; 109 (4): 365–379. doi: https://doi.org/10.1042/CS20050086

World Health Organization (WHO). Information notice for IVD users 2020/05: Nucleic
Acid Testing (NAT) technologies that use polymerase chain reaction (PCR) for
detection of SARS-CoV-2. 2021. Diakses dari https://www.who.int/news/item/20-
01-2021-who-information-notice-for-ivd-users-2020-05

http://covid19.eijkman.go.id/viral-transport-medium-vtm/

https://rssuyoto.com/profil/sejarah/

Anda mungkin juga menyukai