Anda di halaman 1dari 29

PERBANDINGAN HASIL CKMB SAMPEL DARAH VENA DAN

ARTERI PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Meraih Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :
SUTAN KEKE FERIZCO ZAKARIA
NIM : P3.73.34.2.21.176

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Sindrom Koroner Akut adalah manifestasi akut dan berat serta

merupakan bentuk kegawatdaruratan dari arteri koroner yang disebabkan oleh

suplai darah dan oksigen ke miokardium yang tidak adekuat, terjadi

ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai aliran darah, penyebab

utamanya dalah sumbatan plak aterom pada arteri koroner. Hal ini dapat

menyebabkan iskemik pembuluh darah jantung dan bisa berlanjut ke infark.

Akibat iskemik dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga curah

jantung pun menurun. Penyempitan arterosklerosis arteri koroner

mengakibatkan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan

suplai oksigen miokardium dapat menimbulkan nyeri. Kurangnya suplai

oksigen ini menyebabkan penumpukan asam laktat pada otot jantung (lemak

tidak seluruhnya dioksidasi menjadi karbodioksida, tetapi hanya sampai pada

asam laktat, akibat dari metabolisme anaerob), penumpukan asam laktat inilah

yang menyebabkan nyeri. Komplikasi utama dari angina adalah Unstable

angina, infark miokard, aritmia dan sudden death. Salah satu faktor pencetus

adalah kelelahan fisik akibat aktifitas fisik berlebih, emosi dan kadangkadang

dapat dicetuskan oleh udara dingin (Indrawati, 2018).

Creatinin kinase (CK-MB). Isoenzim CK-MB terdapat dengan

konsentrasi yang cukup tinggi pada sel otot jantung. Sejumlah penanda lain

telah diusulkan sebagai penanda kerusakan otot jantung tetapi CK-MB dan
troponin T masih merupakan tes yang digunakan secara luas (Samsu, 2007).

Selama lebih 20 tahun, pengukuran CKMB digunakan sebagai standar baku

untuk mendeteksi adanya IMA, namun CKMB ini tidak spesifik untuk

mendeteksi kerusakan pada otot jantung. Enzim CKMB dapat meningkat pada

trauma otot. Kekurangan dan keterbatasan CKMB ini mendorong banyak

dilakukannya penelitian terhadap penanda kimia yang baru, yaitu troponin

jantung.

Penanda kimia ini hampir spesifik dan sangat sensitif dalam mendeteksi

adanya IMA. Kelebihan lain troponin jantung ini adalah dapat menunjukkan

adanya kerusakan yang kecil pada miokard (Samsu, 2017). Analisis gas darah

merupakan pemeriksaan yang esensial dalam ilmu kedokteran gawat darurat,

yang mampu memberikan informasi berharga mengenai status asam basa,

ventilasi maupun oksigenasi dari pasien. Analisis gas darah arteri merupakan

prosedur yang sering dikerjakan dan merupakan standar baku untuk

menentukan status asam basa, ventilasi dan oksigenasi pasien (Dewi, K.J.U.

2014).

Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan

penting untuk penderita sakit kritis salah satunya Sindroma Koroner Akut

menggunakan darah arteri dengan antikoagulan heparin Lokasi pengambilan

darah yaitu: Arteri radialis, Arteri brachialis, Arteri femoralis. Teknik

pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan AGD adalah menggunakan spuit

3 ( tiga ) ml dengan antikoagulan heparin. Sering dijumpai permintaan

pemeriksaan Laboratorium khususnya pada penderita Sindroma Koroner Akut


antara CKMB bersamaan dengan Analisa Gas Darah maupun pemeriksaan

rutin lainnya, permasalahannya adalah menurut prosedur pemeriksaan CKMB

sampel yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan heparin,

sedangkan untuk Analisa gas Darah adalah darah arteri dengan antikoagulan

heparin, sehingga harus sampling lebih dari dua kali.

Harapannya hanya sampling sekali dapat digunakan untuk Analisa Gas

Darah juga CKMB yaitu dengan menggunakan sebagian darah arteri untuk

pemeriksaan CKMB maka tidak memerlukan tabung heparin sehingga dapat

menurunkan biaya operasional , lebih praktis dan tidak menyakiti pasien

dengan sampling berulang. Apalagi pada keadaan sakit kritis seperti pada

Sindroma Koroner Akut, pembuluh darah vena sering tidak kelihatan sehingga

pada saat dibutuhkan sampel darah vena dalam jumlah yang banyak menjadi

sulit untuk didapatkan, maka pembuluh darah arteri yang menjadi pilihan

terakhir untuk dilakukan pengambilan darah

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat

dirumuskan masalah adakah perbedaan hasil CKMB menggunakan sampel

darah vena dan darah arteri pada penderita Sindrom Koroner Akut
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat adakah perbedaan hasil ckmb

sampel darah vena dan sampel darah arteri

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hasil ckmb sampel darah vena

b. Untuk mengetahui hasil ckmb sampel darah arteri

c. Untuk mengetahui adakah perbedaan hasil ckmb sampel darah vena

dan darah arteri

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi mahasiswa

a. Menambah pengetahuan mengenai nilai CKMB dalam diagnosis

Sindroma Koroner Akut

b. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam mengelola

penelitian.

c. Mengembangkan daya nalar Menerapkan ilmu yang diperoleh dari

perkuliahan

2. Bagi Akademik

Menambah perbendaharaan Karya Tulis Ilmiah.

3. Bagi Rumah Sakit

Memberikan informasi teoritik dan praktek Laboratorium yang baik dan

benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka teori

1. Sindroma koroner akut

a. Definisi
Sindroma Koroner Akut atau yang biasa dikenal dengan penyakit

jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner

yang terdiri dari infark miokard akut dengan gambaran elektrokardiografi

(EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI), infark

miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina pektoris

tidak stabil (APTS). Penyakit ini timbul akibat tersumbatnya pembuluh

darah koroner yang melayani otot-otot jantung oleh atherosclerosis yang

terbentuk dari secara progresif dari masa kanak-kanak. Adapun faktor-

faktor risiko terjadinya Sindroma Koroner Akut dapat dibagi menjadi dua

yaitu risiko mayor : hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes

mellitus dan genetic. Sedangkan risiko minor antara lain obesitas, stress,

kurang olah raga, laki-laki, perempuan menopause.

Sindroma Koroner Akut merupakan penyebab kematian yang utama di

Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) oleh

Departemen Kesehatan. Sindroma Koroner Akut juga menyebabkan angka

perawatan Rumah Sakit yang sangat besar di Pusat Jantung Nasional

dibandingkan penyakit jantung lainnya. Di Amerika Serikat dilaporkan

6
jumlah penderita Sindroma Koroner Akut baru sebanyak 1,5 juta orang

setiap tahun (satu penderita setiap 20 detik). Sindroma Koroner Akut

merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis. Penyebab utama

Sindroma Koroner Akut adalah aterosklerosis, yang merupakan proses

multifaktor. Kelainan ini sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali

terbentuknya sel busa, kemudian pada usia antara Sampai 20 tahun

berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50 tahun

bercak perlemakanini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak

aterosklerotik yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus

yang bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun angina

(nyeri dada). Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya

Sindroma Koroner Akut, mulai dari teknik non invasif seperti

elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasif seperti arteriografi

koroner.

Istilah Sindroma Koroner Akut banyak digunakan saat ini untuk

menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.

Sindroma Koroner Akut merupakan satu sindrom yang terdiri dari

beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina),

infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun

angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner

perkutan. Menurut Sjahruddin Harun, alasan rasional menyatukan semua

penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme patofisiologi

yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang

7
terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan

menimbulkan stenosis berta atau oklusi pada arteri koroner dengan atau

tanpa emboli. Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark

Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang

menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST

dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah

trobus komplet/oklusif. Masih menurut Harun, proses terjadinya trombus

dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow. Antara lain

akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah

terganggu. Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan

aterosklerosis, inflamasi, terjadi ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan

trombus yang akan menghambat pembuluh darah (Muntiyarso,2014).

b. Diagnosis Sindroma Koroner Akut

Diagnosis awal Sindroma Koroner Akut adalah berdasarkan sejarah,

faktor risiko, dan, pada tingkat lebih rendah, EKG temuan. Gejala tersebut

akibat iskemia miokard, penyebab yang mendasari ketidakseimbangan

antara penawaran dan permintaan oksigen miokard. Pasien dengan

Sindroma Koroner Akut termasuk orang-orang yang presentasi klinis

mencakup rentang diagnosa: angina stabil, non-ST-elevasi myocardial

infarction (NSTEMI), dan elevasi ST (STEMI). Konsep spektrum

Sindroma Koroner Akut adalah suatu kerangka kerja yang bermanfaat

untuk mengembangkan strategi terapeuti. (Perki,2015).

8
c. Patofisiologi

Sebagian besar Sindroma Koroner Akut adalah manifestasi akut dari

plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini

berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus

yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi

trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya

trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh

darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli

yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal (Perki,2015).

Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan

vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.

Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.

Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit

menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark

miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.

Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat

menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung

(miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan

kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah

iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,

ukuran dan fungsi ventrikel) (Perki,2015).

Sebagian pasien Sindroma Koroner Akut tidak mengalami koyak plak

seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami Sindroma Koroner Akut

9
karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria

epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa

spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau

restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor

ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia,

dapat menjadi pencetus terjadinya Sindroma Koroner Akut pada pasien

yang telah mempunyai plak aterosklerosis (Perki,2015).

d. Diagnosa

Mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos

dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat

dikelompokkan sebagai berikut: non kardiak, Angina Stabil,

Kemungkinan Sindroma Koroner Akut, dan Definitif Sindroma Koroner

Akut. (Perki,2015).

Sadapan dengan Deviasi SegmenLokasi Iskemia atau Infark


ST
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, Avl Lateral
II, III, Avf Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan
Tabel 2.1 Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG (Perki,2015)

10
2. Creatinine Kinase – Myocardial Band

a. Definisi

Creatine kinase (CK) atau juga dikenal dengan nama kreatin

fosfokinase (CPK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi

tinggi pada otot jantung dan otot rangka, dan dalam konsentrasi rendah

pada jaringan otak. Creatine Kinase adalah suatu molekul dimerik yang terdiri

dari sepasang monomer berbeda yang disebut M (berkaitan dengan otot), dan B

(berkaitan dengan otak), sehingga terdapat tiga isoenzim yang dapat terbentuk :

CK1 (BB), CK2 (MB), dan CK3 (MM) (Riswanto, Oktober 2015).

Isoenaim-isoenzim tersebut dibedakan dengan proses elektroforesis,

kromatografi pertukaran ion, dan presipitasi imunokimia. Distribusi isoenzim CK

relatif spesifik jaringan. Sumber jaringan utama CK adalah otak dan otot polos

(BB), otot jantung (MB dan MM), dan otot rangka (MM; otot rangka normal juga

memiliki sejumlah kecil MB, kurang dari 1%). Pemakaian utama CK untuk

kepentingan klinis adalah untuk mendeteksi infark miokardium akut (MCI).

Distribusi CK dalam miokardium adalah sekitar 80% MM dan 20 % MB,

sedangkan isoenzim di otot rangka hampir seluruhnya adalah MM. Dengan

demikian kemunculan mendadak CK-MB dalam serum mengisyaratkan asal dari

miokardium, terutama pada situasi klinis yang pasiennya mengalami nyeri dada

dan perubahan elektrokardiogram (Riswanto, Oktober 2015).

CK dan CK-MB serum meningkat dalam 4 – 6 jam setelah MCI akut,

mencapai puncaknya dalam 18 – 24 jam (> 6 kali kadar normalnya) dan kembali

normal dalam 3 – 4 hari, kecuali jika terjadi perluasan infark atau reinfark.

Sensitivitas CK-MB sangat baik (hampir 100%) dengan spesifisitas agak rendah.

Peningkatan CK-MB isoenzim dapat menandakan terjadinya kerusakan otot


12

jantung. CK-MB juga dapat meninggi pada kasus-kasus bukan MCI atau non-

coronary obstructive myocardial necrosis, seperti peradangan, trauma,

degenerasi. Untuk meningkatkan ketelitian penentuan diagnosis MCI dapat

digunakan rasio antara CK-MB dengan CK total. Apabila kadar CK-MB dalam

serum melebihi 6 – 10 % dari CK total, dan tes-tes tersebut diperiksa selama 36

jam pertama setelah onset penyakit, maka diagnosis MCI dapat dianggap hampir

pasti (Riswanto, Oktober 2015).

Peran fisiologis dari kreatina kinase adalah untuk mempertahankan

banyaknya jumlah energi kreatina yang terfosforilasi, yang digunakan untuk

mengembalikan jumlah ATP yang telah digunakan selama kontraksi otot. Pada

jaringan otot yang memerlukan asupan energi yang tinggi (ATP), misalnya otot

lurik, enzim ini berperan dalam mengkatalisis produksi ATP (energi). Kadar

normal CK berkisar antara 20-200 U/L dan peningkatan CK merupakan indikasi

terjadinya kerusakan otot yang ditandai kemungkinan adanya perlukaan otot atau

disebabkan pengobatan tertentu seperti obat golongan statin. Sementara itu,

peningkatan dari total kreatin kinase tidak spesifik pada jantung dan dapat

ditemukan pada pasien dengan cedera otot skeletal. Secara klinis, esai kreatina

kinase dilakukan untuk mencari indikasi serangan jantung, rabdomiolisis, distrofi

muskular dan gagal ginjal (Padmaja V, Deepu P. 2009).

Gambar 2.1 Creatinin Kinase (wikimediaCommons)


13

b. Masalah klinis
Keadaan yang mempengaruhi peningkatan kadar kreatin kinase yaitu

Peningkatan Besar dan Peningkatan Ringan – Sedang. Peningkatan Besar

yaitu (Lebih dari 6 kali Normal) : Distrofi otot Duchenne, polimiositis,

dermatomiositis, infark miokardium akut (MCI akut). Peningkatan

Ringan – Sedang (2-4 kali Normal) : Infark miokardium akut (MCI akut),

cedera iskemik berat; olah raga berat, taruma, cedera serebrovaskuler

(CVA), tindakan bedah; delirium tremens, miopatik alkoholik; infark paru;

edema paru (beberapa pasien); hipotiroidisme; psikosis agitatif akut.

Pengaruh obat : Injeksi IM, deksametason (Decadron), furosemid (lasix),

aspirin (dosis tinggi), ampisilin, karbenisilin, klofibrat. (Ramrakha, 2006).

c. Creatine Kinase isoenzim

1) CK-MM : Distrofi muskular, delirium tremens, cedera/trauma remuk,

status bedah dan pasca bedah, aktifitas berat, injeksi IM, hipokalemia,

hemofilia, hipotiroidisme.

2) CK-MB : MCI akut, angina pektoris berat, bedah jantung, iskemia

jantung, miokarditis, hipokalemia, defibrilasi jantung.

3) CK-BB : CVA, perdarahan subaraknoid, kanker pada otak, cedera otak

akut, sindrom Reye, embolisme dan infark paru, kejang.

Sensitivitas Creatine Kinase – MB sangat baik (hampir 100%) dengan

spesifisitas agak rendah. Peningkatan CK-MB isoenzim dapat

menandakan terjadinya kerusakan otot jantung. Kreatinin Kinase - MB


14

juga dapat meninggi pada kasus- kasus bukan MCI ataunon-coronary

obstructive myocardial necrosis, seperti peradangan, trauma, degenerasi.

Untuk meningkatkan ketelitian penentuan diagnosis MCI dapat digunakan

rasioantara CK-MB dengan CK total. (Ramrakha, 2006).

Apabila kadar CK-MB dalm serum melebihi 6 –10 % dari CK total, dan tes-

tes tersebut diperiksa selama 36 jam pertama setelah onset penyakit, maka

diagnosis MCI dapat dianggap hampir pasti. Creatine Kinase-MB merupakan

bagian dari CK yang sebagian besar berada di otot jantung/miokardium. Creatine

Kinase - MB adalah isoenzim yang khusus pada jantung yang merupakan enzim

yang khas untuk mengidentifikasi IMA. Distribusi CK-MB didalam tubuh paling

banyak terdapat di miokardium dan hanya sekitar 20% berada di skelet dan CK-

MM juga ada di miokardium akan tetapi jumlahnya sangat sedikit yaitu

kurang dari 1%. Nilai normal dari CK-MB adalah kurang dari 5 µg/ml

(Posted by Riswanto on Saturday, October 23, 2010), Enzim CKMB

diperiksa dengan cara enzymatic immunoassay with serum start dengan

nilai normal < 24 IU/L (Ramrakha, 2006).

Creatine Kinase-MB akan meningkat pada keadaan infark miokard,

angina pektoris, operasi jantung dan hipoteroidisme. Pemeriksaan CK-MB

sama dengan pemeriksaan CK. Sensitivitas CK-MB terhadap infark

miokard sebesar 100% sedangkan spesivitasnya sangat rendah. Creatine

Kinase-MB akan meningkat dalam 4-6 jam setelah onset infark,

puncaknya 18-24 jam dan kembali normal dalam 24/48-72 jam dengan

pola pengambilan sample setelah onset nyeri tiap 12 jam x 3.

Keuntungan dari pemeriksaan CK-MB adalah alat diagnostik yang


15

established, Indikator IMA yang sensitive dan spesifik berguna untuk

diagnosis reinfark yang terjadi 48 jam setelah IMA awal, sedangkan

kekurangannya adalah peningkatan kadar dipengaruhi oleh kerusakan otot

skeletal, gangguan atau trauma termasuk kardioversi dan pembedahan, dan

kadar serum akan meningkat 6-8 jam setelah iskemik serta jendela

diagnostic sampai 72 jam setelah IMA. Creatine Kinase khususnya CK-

MB dan troponin merupakan suatu enzim yang mengidentifikasi adanya

IMA. Sensitivitas CK-MB terhadap infark miokard sebesar 100%

sedangkan spesivitasnya sangat rendah. Pemeriksaan troponin juga dapat

dilakukan untuk mengetahui adanya cedera miokardium dan serangan

jantung (Riswanto, 2010).

d. Manfaat pemeriksaan

Kegunaan pemeriksaan CKMB adalah untuk diagnosis IMA (Infark

Miokard Akut). Walaupun cukup banyak kardiologi yang lebih menyukai

penentuan troponin, tetapi penentuan CKMB juga berperan dalam

diagnosis reinfark. Troponin akan tetap meningkat sekitar 14 hari setelah

IMA, sementara konsentrasi CKMB akan menurun ke baseline dalam 72

jam. Kadar CKMB dapat meningkat diluar kerusakan miokardium,

peningkatan kadar CKMB dapat terjadi pada kondisi hipotiroidisme dan

peningkatan kadar CK total terjadi pada 50% kasus.

Myoglobin merupakan oxygen-binding protein yang ditemukan dalam

jantung dan striated muscle. Peningkatan konsentrasinya yang cepat

merupakan penanda IMA yang dini. Kadar myoglobin serum merupakan


16

indikator dini IMA, terutama apabila dikombinasikan dengan troponin

atau CKMB. Setelah kondisi IMA, kadar myoglobin kembali normal

sementara kadar troponin tetap meningkat. Myoglobin serum akan

diekskresikan melalui ginjal, dan myoglobin merupakan penanda

kerusakan miokardial awal yang sensitif karena dilepaskan dari sel-sel

yang mengalami nekrotik, sehingga dapat digunakan untuk deteksi infark

miokard dini.

Konsentrasi myoglobin akan meningkat 1 jam setelah infark dan

mencapai puncaknya dalam 4-12 jam. Cardiac troponin I (cTnI) dan

troponin T (cTnT) merupakan uji primer dalam diagnosis IMA karena

memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Salah satu kriteria

diagnosis IMA antara lain adanya simptom iskemik, adanya perubahan

gelombang Q pada EKG, perubahan segmen ST dan intervensi arteri

koroner. Troponin lebih sensitif dari CKMB untuk deteksi nekrosis otot

jantung. Myoglobin, suatu penanda yang meningkat cepat setelah IMA,

diterima sebagai penanda dini tetapi kurang spesifik bila dibandingkan

dengan troponin; apabila hasil myoglobin positif maka diperlukan uji

konfirmasi menggunakan troponin atau CKMB. Troponin jantung akan

tetap meningkat 5-7 hari setelah onset kerusakan jantung, oleh karena itu

untuk menduga periode reinfark perlu dievaluasi menggunakan troponin

atau CKMB.
17

3. Analisa Gas Darah

a. Definisi

AGD adalah prosedur untuk mengukur tekanan parsial Oksigen ,

Karbondioksida dan pH (konsentrasi ion Hidrogen) dalam darah arteri.

AGD merupakan pemeriksaan penting untuk penderita sakit kritis. Ada

beberapa lokasi dan teknik yang dapat menjadi alternatif untuk

pengambilan sampel AGD dengan segala kelebihan dan kekurangannya

termasuk arteri, vena dan kapiler. Sampai saat ini pengambilan darah dari

arteri masih menjadi pilihan utama dalam AGD walaupun diketahui

banyak komplikasinya. AGD memungkinkan untuk pengukuran pH (dan

juga keseimbangan asam basa), Oksigenasi kadar Karbondioksida, kadar

Bikarbonat, saturasi Oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.

Pemeriksaan AGD dan pH sudah secara luas digunakan sebagai

pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut

dan menahun misalnya pada Sindroma Koroner Akut. Pemeriksaan AGD

juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang

dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari

penilaian AGD dan keseimbangan asam basa saja, kita harus

menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-

data laboratorium lain. ( Sridianti, 2016).

4. Arteri dan vena

a. Definisi
18

Arteri membawa darah dari jantung, arteri utama adalah aorta. Vena

adalah pembuluh darah yang membawa darah kembali ke jantung. Kapiler

membawa darah dari tubuh Darah dari jantung dibawa melalui tubuh dengan

jaringan kompleks pembuluh darah. Arteri mengambil darah dari jantung.

Arteri utama adalah aorta yang bercabang menjadi arteri besar lainnya, yang

mengambil darah ke anggota tubuh yang berbeda dan organ ( Sridianti,

2016).

Pembuluh nadi utama termasuk arteri karotis, yang mengambil darah

ke otak, arteri brakialis, yang mengambil darah ke lengan, dan arteri dada,

yang mengambil darah ke dada dan kemudian ke hati, ginjal, dan arteri

lambung masing-masing untuk hati, ginjal, dan perut. Arteri iliaka

mengambil darah ke anggota tubuh bagian bawah. Arteri utama

menyimpang ke arteri kecil, dan kemudian ke pembuluh yang lebih kecil

disebut arteriol, untuk menjangkau lebih banyak ke dalam otot-otot dan

organ-organ tubuh. Arteriol bercabang menjadi bed kapiler. Bed kapiler

berisi sejumlah besar (10 sampai 100) dari kapiler yang bercabang antara

sel-sel dan jaringan tubuh ( Sridianti, 2016).

Kapiler adalah tabung dengan diameter sempit yang dapat masuk sel

darah merah dalam saluran beriringan dan merupakan situs untuk pertukaran

nutrisi, limbah, dan oksigen dengan jaringan pada tingkat sel. Cairan juga

menyeberang ke ruang interstitial dari kapiler. Kapiler menyatu lagi ke

venula yang terhubung ke pembuluh darah kecil, yang terhubung ke


19

pembuluh darah utama yang membawa darah tinggi karbon dioksida

kembali ke jantung ( Sridianti, 2016).

Pembuluh darah utama mengalirkan darah dari organ-organ dan

anggota badan yang sama dengan pasokan arteri utama. Cairan juga dibawa

kembali ke jantung melalui sistem limfatik. Struktur dari berbagai jenis

pembuluh darah mencerminkan fungsi atau lapisan mereka. Ada tiga lapisan

yang berbeda, atau tunik, yang membentuk dinding pembuluh darah. Bagian

dalam, tunica intima adalah lapisan halus, dalam sel-sel endotel yang berada

dalam kontak dengan sel-sel darah merah. Tunik ini kontinu dengan

endokardium jantung. Tidak seperti pembuluh darah dan arteri, kapiler

hanya memiliki satu tunik, lapisan tunggal dari sel adalah lokasi difusi

oksigen dan karbon dioksida antara sel-sel endotel dan sel darah merah,

serta situs pertukaran melalui endositosis dan eksositosis. Pergerakan

material di lokasi kapiler diatur oleh vasokonstriksi, penyempitan pembuluh

darah, dan vasodilatasi, pelebaran pembuluh darah, hal ini penting dalam

regulasi tekanan darah secara keseluruhan (Sridianti, 2016).

Vena dan arteri keduanya memiliki dua tunik lebih lanjut yang

mengelilingi endotelium: Bagian tengah, tunika media terdiri dari otot

polos, sedangkan tunika eksterna luar adalah jaringan ikat (kolagen dan

serat elastis). Serat elastis, jaringan ikat yang dapat meregang dan

mendukung pembuluh darah, sedangkan lapisan otot polos membantu

mengatur aliran darah dengan mengubah resistensi pembuluh darah melalui

vasokonstriksi dan vasodilatasi ( Sridianti, 2016).


20

Arteri memiliki otot polos dan jaringan ikat tebal selain pembuluh

darah untuk mengakomodasi tekanan yang lebih tinggi dan kecepatan darah

yang baru-dipompa. Pembuluh darah yang berdinding tipis untuk tekanan

dan laju aliran yang jauh lebih rendah. Selain itu, pembuluh darah secara

struktural berbeda dengan arteri dalam pembuluh darah yang memiliki

katup untuk mencegah aliran balik darah. Karena pembuluh darah harus

bekerja melawan gravitasi untuk mendapatkan darah kembali ke jantung,

kontraksi otot rangka membantu dengan aliran darah kembali ke jantung

(Sridianti, 2016).

Gambar 2.2 : Gambar Arteri dan Vena arah dari jantung dibawa melalui
tubuh dengan jaringan kompleks pembuluh darah (srididianti, 2016)
21

e. KERANGKA KONSEP

Sindrom Koroner Akut

▪ ANAMNESIS PEMERIKSAAN LABORATORIUM

▪ PEMERIKSAAN FISIK

▪ EKG

AGD CKMB
CK

TROPONIN
T Darah Vena Darah Arteri

Hasil Hasil
Keterangan :

Yang tidak diteliti

Yang diteliti
22

f. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Ho : Tidak ada perbedaan hasil CKMB sampel darah vena dan

sampel darah arteri

2. Ha : Ada perbedaan hasil CKMB sampel darah vena dan sampel

darah arteri
23

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

1. Variabel terikat

Pasien dengan diagnose sindrom koroner akut di Rs Royal Progress

2. Variabel Bebas

Hasil CKMB dari sampel vena dan arteri

B. Definisi Operasional Variabel

1. Darah Vena

Adalah darah yang diambil dari pembuluh darah vena dan ditampung dalam tabung
vakum yang dilapisi lithium heparin atau natrium heparin dengan konsentrasi
heparin 0.91 %

2. Darah Arteri
Adalah darah yang diambil dari pembuluh darah arteri baik arteri radialis,
arteri brachialis maupun arteri femoralis dalam spuit 3( tiga ) ml dengan
antikoagulan heparin, digunakan untuk pemeriksaan AGD dan sebagian digunakan
untuk pemeriksaan Troponin T.

3. Troponin T
Merupakan tes imunologi yang mendeteksi adanya kerusakan miokard pada
Sindroma Koroner Akut dalam darah vena dengan antikoagulan heparin, dengan
pembacaan hasil menggunakan Cardiac Reader® dari Roche Diagnostics
24

c. Desain Penelitian

Desin penelitian ini adalah exsperimen , mengumpulkan data primer hasil pemeriksaan
CKMB sampel darh vena dan arteri pda pasien sindrom koroner akut

d. Waktu dan Tempat Penelitian

Penellitian dilakukan di Rumah Sakit Royal Progress Jakarta Utara,Penelitian ini dilakukan
pada bulan Agustus – September 2021

e. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang


periksa CKMB dan Analisa gas darah pada bulan
Agustus – September 2021
2. Sampel penelitian adalah hasil pemeriksaan CKMB
dari sampel darah vena dan darah arteri

f. Kriteria inklusi dan ekslusi

1. Inklusi dalam penelitian ini adalah pasien pasien


dengan diagnose sindrom koroner akut yang
melakukan pemeriksaan CKMB dan Analisa Gas
Darah secara bersamaan
2. Ekslusi dalam penelitian ini adalah pasien pasien
engan diagnose sindrom koroner akut yang tidak
melakukan pemeriksaan CKMB dan Analisa Gas
Darah secara bersamaan

g. Prosedur penelitian
1. Alat
a. Tabung berisi antikoagulan natrum
Heparin
b. Spuit 3cc
c. Antikoagulan Natrium Heparin
d. Cardiac Reader® dari Roche Diagnostics.
e. Blood Gas Analyzer

2. Bahan
a) Darah vena dalam tabung heparin
b) Darah arteri dalam spuit 3 ( tiga ) ml dengan antikoagulan heparin.
25

3. Alur Penelitian
a) Dilakukan sampling darah vena dan arteri pada pasien dengan diagnosa
Sindroma Koroner Akut
b) Dilakukan pemeriksaan Analisa gas darah dan Troponin T dengan darah Arteri
c) Dilakukan pemeriksaan Troponin T dengan darah vena
d) Dicatat hasil pemeriksaan selama penelitian

4. Cara Kerja

1. Sampling darah vena menggunakan Tabung


Vakum Heparin
a) Disiapkan alat-alat yang diperlukan : jarum,
kapas alkohol 70%, tali pembendung
(tourniquet), plester, tabung vakum.
b) Dipasang jarum pada holder, pastikan terpasang
erat.
c) Dilakukan pendekatan pasien dengan tenang dan
ramah; usahakan pasien senyaman mungkin.
d) Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan
data di lembar permintaan.
e) Pasien diminta meluruskan lengannya, pilih
lengan yang banyak melakukan aktifitas.
Kemudian pasien mengepalkan tangan.
f) Dipasang tali pembendung (tourniquet) kira-kira
10 cm di atas lipat siku.
g) Dipilih bagian vena median cubital atau cephalic.
Lakukan perabaan untuk memastikan posisi
vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil,
elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena
tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah
pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama
5 menit daerah lengan.
26

h) Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil


dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering.
Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang
lagi.
i) Ditusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum
menghadap ke atas. Masukkan tabung ke dalam
holder dan dorong sehingga jarum bagian
posterior tertancap pada tabung, maka darah akan
mengalir masuk ke dalam tabung. Tunggu
sampai darah berhenti mengalir. Jika
memerlukan beberapa tabung, setelah tabung
pertama terisi, cabut dan ganti dengan tabung
kedua, begitu seterusnya.
j) Tourniquet dilepas dan minta pasien membuka
kepalan tangannya. Volume darah yang diambil
kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang
diperlukan untuk pemeriksaan.
k) Diletakkan kapas di tempat suntikan lalu segera
lepaskan jarum. Tekan kapas beberapa sat lalu
plester selama kira-kira 15 menit. Jangan
menarik jarum sebelum tourniquet dibuka.

2. Sampling darah arteri menggunakan spuit 3 ( tiga


) ml yang telah dibasahi dengan antikoagulan
heparin. Antikoagulan dapat mendilusi
27

konsentrasi gas darah dalam tabung, pemberian


heparin yang berlebihan akan menurunkan
tekanan CO2, sedangkan pH tidk terpengaruh
karena efek penurunan CO2 terhadap pH
dihambat oleh keasaman heparin.
a) Disiapkan peralatan sampling di tempat/ruangan
dimana akan dilakukan sampling.
b) Dipilih bagian arteri radialis.
c) Dipasang tali pembendung (tourniquet) jika
diperlukan.
d) Dilakukan perabaan dengan jari tangan untuk
memastikan letak arteri.
e) Didesinfeksi kulit yang akan ditusuk dengan
kapas alkohol 70%, biarkan kering. Kulit yang
telah didesinfeksi jangan dipegang lagi.
f) Ditekan bagian arteri yang akan ditusuk dengan
dua jari tangan lalu tusukkan jarum di samping
bawah jari telunjuk dengan posisi jarum tegak
atau agak miring. Jika tusukan berhasil darah
terlihat memasuki spuit dan mendorong thorak ke
atas.
g) Setelah tercapai volume darah yang dikehendaki,
dilepaskan jarum dan segera letakkan kapas pada
tempat tusukan lalu tekan kapas kuat-kuat selama
±2 menit. Pasang plester pada bagian ini selama
±15 menit.
28

5 Pemeriksaan Troponin T menggunakan


Cardiac Reader

a. Reagen Cardiac Troponin T Quantitative


Rapid Assay
b. Prinsip Pemeriksaan
Tes ini didasarkan pada antibodi monoklonal
ganda "sandwich" menggunakan prinsip-poli
(streptavidin)-biotin sistem menangkap
dengan label partikel sol emas.Dimulai
dengan penambahan darah secara
keseluruhan untuk TnT Quantitative Rapid
Assay, yang memisahkan sel-sel darah merah
dari plasma. Cardiac Troponin T dalam
plasma bergabung dengan kedua biotinylated
anti-cardiac Troponin T antibody dan anti-
cardiac Troponin T antibody yang
terkonjugasi untuk memisahkan sol emas,
untuk membentuk sebuah "sandwich".
Sandwich ini bergabung dengan poli
(streptavidin), yang membaca Troponin T
Quantitative Rapid Assay, menghasilkan
garis ungu kemerahan . Intensitas dan
kecepatan warna terkait dengan konsentrasi
Troponin T dalam darah.

6. Cara Kerja

a. Sampel yang diperlukan adalah 150 µl Whole Blood


darah vena dan darah arteri dengan antikoagulan heparin
b. Pastikan alat telah terhubung dengan sumber arus listrik
c. Tekan POWER ON pada adaptor

Prosedur:
29

a. Tekan tombol START


b. Tunggu sampai muncul pesan untuk memasukkan sample
c. Masukkan sample pada lubang kaset
d. Tekan START
e. Tunggu sampai proses analisis selesai
f. Hasil akan keluar pada layer

h. Teknik penyajian data

Data penelitian ini menggunkan data primer hasil pemeriksaan CKMB sampel darah vena
dan arteri dalam bentuk tabel

i. Teknik pengolahan dan analisis data

Teknik pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan

alat bantu SPSS.

Anda mungkin juga menyukai