Anda di halaman 1dari 3

Pemikiran Pendidikan Rabindranath Tagore

Sekadar Pengantar

Rabindranath Tagore lahir di Bengali pada 7 Mei 1861. “Tagore” adalah sebutan
internasional dari kata Thakur. Jadi, ketika seorang penonton film India menyebut nama
“Tuan Thakur,” sesungguhnya nama itu mendunia berkat sumbangan Tagore pada manusia.
Salah satu sumbangannya adalah idea dan inspirasi pendidikan yang diabadikan oleh
Tagore membangunkan sekolah Santhiniketan, India. Tagore adalah orang Asia pertama
yang menerima anugerah hadiah Nobel Sastra dari Akademi Swedia. Pada 1913, saat
hadiah itu diberikan, beliau tidak datang, dan hanya berkirim telegram singkat yang
dibacakan di depan khalayak ramai “Sanjungan saya pada Akademi Swedia yang penuh
apresiasi dan pemahaman yang telah membawa kedekatan atas jarak yang terbentang. Dan
telah menjadikan seorang asing (seperti saya) sebagai saudara.”

Tagore, seorang brahma, penyair, filsuf, dramawan tradisional yang penuh inspirasi dan
kebijakan. Ia seorang pemuzik dan sasterawan Benggali yang sangat besar. Di India dan
Bangladesh, bagi masyarakat Hindu, namanya sudah menjadi seperti nama nabi. Itu semua
karena kebolehan yang mendalam berbagai-bagai karya sasteranya. Salah satu yang
sangat berpengaruh adalah Gitanyali, Ia adalah anak bungsu dari 14 adik-beradik.
Ayahnya, Debendranath Tagore adalah pemimpin masyarakat Hindu yang sangat besar dan
disegani di Benggali. Ketika usianya 11 tahun,Tagore dan ayah menggembara seluruh
India.

Dimensi Ontologis dan Epistemologis Pemikiran Tagore

”Hidup di dunia hanya sekali, cinta sejati hanya sekali, karena mati pun hanya sekali”
(kutipan dari salah satu karya Rabindranath Tagore). Ia menjelaskan bahwa individu harus
bersatu dengan alam. Tagore berkata; orang banyak belajar dari buku dan melupakan untuk
belajar dari alam bebas yang sebenarnya lebih kaya, alam terkembang menjadi guru.
Tagore meyakini bahwa pembentukan karakter individu yang bebas harus dibentuk melalui
sistem pendidikan berdasarkan pada masyarakat dan alam.

Konsep Pendidikan Tagore

Di India, Rabindranath Tagore (1861-1941) mendirikan Shanti Niketan, sebagai


penentangan terhadap pendidikan kolonial Inggeris yang hanya ingin menciptakan rakyat
jajahan yang penurut dan sedikit ‘terpelajar’. Sekolah kolonial yang menjadi alat efektif untuk
menyaring orang-orang India berbakat dan mengekalkan birokrasi kolonial. Anak didik
dijauhkan dari bahasa dan tradisinya sendiri, dan dipaksa mengikuti disiplin dan cara
berpikir kolonial Inggeris. Mereka yang lulus dan akhirnya mendukung sistem itu, dikenal
dengan sebutan Anglicist, adalah pembela utama sistem kolonial secara keseluruhan, dan
menganggap penindasan kolonial sebagai hal yang patut diterima oleh rakyat India yang
‘tak beradab’ (Badru, 2003: 35).

Tagore memulai kegiatannya dalam situasi itu. Baginya rakyat tak punya pilihan lain kecuali
mengembalikan keperibadian rakyat India pada akar tradisinya sendiri. Ia membangunkan
proses pendidikan secara menyeluruh, dimulai dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi
yang bertolak dari pengalaman para siswa.

Pendidikan Sebagai Gerakan Kemerdekaan India – Masa Kolonial

Konsep Pendidikan

Tagore mendirikan sekolah khas, berdasarkan pendekatan yang memberikan kebebasan


kepada murid-muridnya yang dikenali dengan nama Shanti Niketan — kini menjadi universiti
di India dengan nama Visva Barathi University) yang bermaksud tempat tinggal yang damai,
sebuah sekolah yang khas dengan budaya tempatan dan sesuai keperluan masyarakat
umum dan berbeza dengan sekolah yang didirikan oleh penjajah Inggris.

Konsep Sekolah Shanti Niketan Tagore cukup sederhana, belajar duduk di atas rumput
dinaungi pohon yang rendang, tapi pelajarannya sangat bermakna dan kepada murid-
muridnya. Kurikulum sederhana yang mengajarkan hal-hal yang sesuai dengan keperluan
penduduk setempat, bersahabat dengan alam, ketrampilan dan praktikal. Sehingga mereka
yang lulus dari sekolah tersebut dapat memanfaatkan ilmunya pada kehidupan sehari hari.
Tagore ingin mengubah sistem pendidikan kolonial: karena anak rakyat tanah jajahan
menjadi ‘manusia beradab’ sesuai ukuran penguasa kolonial. Sebagai perlawanan terhadap
pendidikan kolonial Inggeris yang hanya ingin menciptakan rakyat jajahan yang penurut dan
sedikit ‘terpelajar’.

Tagore gusar melihat sekolah kolonial menjadi alat untuk menyaring orang-orang India
berbakat untuk mengisi keperluan birokrasi kolonial. Anak didik dijauhkan dari bahasa dan
tradisinya sendiri, dan dipaksa mengikuti disiplin dan cara berpikir kolonial Inggeris. Mereka
yang lulus dan akhirnya mendukung sistem itu, dikenal dengan sebutan Anglicist, adalah
pembela utama sistem kolonial secara keseluruhan, dan menganggap penindasan kolonial
sebagai hal yang patut diterima oleh rakyat India yang ‘tak beradab’.

Baginya rakyat tak punya pilihan lain kecuali mengembalikan kepribadian rakyat India pada
akar tradisinya sendiri. Ia membangun proses pendidikan menyeluruh, dimulai dari sekolah
rendah sampai sekolah tinggi yang bertolak dari pengalaman p. Sementara dalam
pendidikan kolonial anak-anak hanya menjadi objek dari para guru manakala di Shanti
Niketan anak-anak diberi kebebasan untuk mengembangkan diri.

Penutup
Bagi Tagore:
1. pendidikan adalah sebuah proses membawa seseorang keluar dari dirinya sendiri
untuk mendapatkan jati diri, terlebih jati diri kemanusiaan, karena hakikat dan
pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia (humanisasi)
2. Pendidikan yang diperlukan adalah pendidikan yang membebaskan manusia,untuk
sedar akan dirinya dan tidak terasing dari masyarakat dan dunianya. Sebuah proses
pendidikan yang tidak terpisah dari realiti sosial, bukan pendidikan yang menjauhkan
manusia dari kenyataan hidup yang ada.
3. Pendidikan hadap-masalah, merupakan salah satu alternatif agar pelajar mampu
memahami realiti sosial yang sebenar. Pelajar perlu didedahkan dengan masalah
yang konkrit dan aktual supaya berupaya menganalisis dan mencari
penyelesaian.yang komprehensif.
4. Konsep Pendidikan Tagore ingin memberikan peluang kepada pelajar bekalan untuk
memahami kehidupan dan bukan hanya pendidikan yang berorientasi bagi
memenuhi bekal “penghidupan”.
.
Rujukan
Badru, Ahmad., 2003, Telaah Kritis Rabindranath Tagore, Penerbit Pedati: Pasuruan
Tanpa Pengarang, 2002, Bulan Sabit: Rabindranath Tagore, Bentang Pustaka:
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai