Anda di halaman 1dari 14

Korupsi dalam Film Indonesia

Rhafidilla Vebrynda
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183
Email: dillareswa@yahoo.com

Abstract: Corruption has been rooted and institutionalized in our smallest environment. The
campaign to fight corruption comes from various organizations through numerous varieties of
means. This study looks at the Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) campaign through a film
entitled “Kita Versus Korupsi”. This study uses narrative analysis by looking at the elements of
narrative, narrative structure, the analysis model of aktan and the Greimas’ semiotic square. It is
found that the film narrates corruption as trouble and resistor. The various forms of corruption are
narrated using the combination of techniques scene, dialogue and flashback.

Keywords: corruption, narration, movie

Abstrak: Korupsi sudah mengakar dan melembaga hingga lingkungan terkecil kita. Kampanye untuk
melawannya datang dari berbagai pihak melalui beragam sarana. Penelitian ini melihat kampanye
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui film “Kita Versus Korupsi”. Menggunakan metode
analisis naratif dengan melihat unsur naratif, struktur naratif, analisis model aktan dan oposisi
segi empat Algirdas Greimas, penelitian ini menemukan bahwa korupsi dinarasikan sebagai
gangguan dan penghambat. Film tersebut selalu menghadapkan pelaku korupsi dengan pihak
yang tidak korupsi secara langsung. Latar belakang pengetahuan tokoh utama tentang korupsi
berpengaruh dalam pengambilan keputusannya. Berbagai bentuk korupsi dinarasikan dengan
teknik penggabungan scene, dialog dan flashback.

Kata Kunci: film, korupsi, narasi

Korupsi sudah menjadi masalah yang tidak Latin Corruptio atau Corruptus, bahasa
asing lagi bagi seluruh negara di dunia, Inggris dan Prancis menyebut Corruption,
tak terkecuali Indonesia. Tindak korupsi dan dalam bahasa Belanda Corrupti.
sudah mengakar dan melembaga sampai Menurut Andi Hamzah, dari bahasa Belanda,
ke lingkungan terkecil sekalipun. Pejabat Corrupti, ini lah istilah tersebut turun ke
pemerintah, pegawai swasta, hingga tukang bahasa Indonesia menjadi “korupsi” (Irfan,
parkir pun pernah melakukan korupsi. Tak 2011, h. 33). Ada beberapa definisi umum
heran bila masyarakat internasional me- lain mengenai korupsi, yakni:
nempatkan Indonesia sebagai salah satu …esensi korupsi sebagai pencurian melalui
penipuan dalam situasi mengkhianati
negara terkorup di dunia (Napitupulu, kepercayaan. Korupsi merupakan perwujudan
2010, h. 5). immoral dari dorongan untuk memperoleh
sesuatu dengan metode penipuan dan pencurian.
Istilah “korupsi” berasal dari bahasa …istilah korupsi secara umum sebagai
tindakan gelap dan tidak sah (illicit or illegal

151
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 11, NOMOR 2, Desember 2014: 151-164

activities) untuk mendapatkan keuntungan sudah melembaga dan terstruktur, serta


pribadi atau kelompok. Ia lalu menambahkan
bahwa dalam perkembangannya, dari beragam banyaknya alasan yang menjadikan korupsi
pengertian korupsi, terdapat penekanan yang sesuatu yang wajar.
dilakukan sejumlah ahli dalam mendefinisikan
korupsi, yakni penyalahgunaan kekuasaan Di Indonesia, berdasarkan hasil
atau kedudukan publik untuk kepentingan penelitian World Bank, faktor yang ikut
pribadi (Semma, 2008, h. 32).
menyumbang berlangsungnya korupsi
Sementara itu, berikut merupakan yakni pemerintahan kolonial yang
rumus korupsi oleh Maheka (2006, h. 15): kemudian melembaga dan menjadi turun
Korupsi temurun (Semma, 2008, h. 38). Hal inilah
yang menyebabkan korupsi sudah menjadi
= (secara melawan hukum + meng-
rahasia umum di masyarakat. Bahkan,
ambil hak orang lain + tujuan me-
Hafidhuddin mengatakan bahwa korupsi
wakili atau mendapat keuntungan)
sama buruk dan jahatnya dengan terorisme
+ ada penyalahgunaan kewenangan/
(Semma, 2008, h. 33). Anehnya, banyak
kepercayan + menimbulkan kerugian
kalangan tidak menyadarinya. Seolah-olah
negara
korupsi itu dianggap sebagai perbuatan
= pencurian + penyalahgunaan ke-
biasa dan wajar.
wenangan/kepercayaan) + kerugian
Untuk menanggulangi masalah korupsi
Negara
di Indonesia, pada 2003, didirikan Komisi
= penggelapan + kerugian negara
Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal 3 dan
Belum lama berselang, kasus korupsi 4 Undang-undang Nomor 30 tahun 2002
semakin mencuat melalui pemberitaan tentang Komisi Pemberantasan Tindak
penangkapan mantan ketua Mahkamah Pidana Korupsi disebutkan bahwa Komisi
Konstitusi, Akil Mochtar, dalam kasus Pemberantasan Korupsi adalah lembaga
suap pilkada yang melibatkan beberapa negara yang dalam melaksanakan tugas
penyelenggara pemerintahan lain. Beberapa dan wewenangnya bersifat independen dan
kasus korupsi yang juga sangat gencar bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
diberitakan antara lain kasus suap mafia KPK dibentuk dengan tujuan me-
pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, ningkatkan daya guna dan hasil guna ter-
kasus korupsi proyek Hambalang yang hadap upaya pemberantasan tindak pidana
melibatkan Anas Urbaningrum, serta kasus korupsi. Hingga 2012, KPK sudah menangani
kasus korupsi wisma atlet yang melibatkan 480 kasus penyelidikan, 287 kasus penyidikan,
Angelina Sondakh. dan 222 kasus penuntutan/vonis tindak pidana
Ada banyak hal yang menyebabkan korupsi (Arif, 2013, h. 3).
kasus korupsi menjadi masalah yang tak Pada 2012, bekerjasama dengan
kunjung usai. Beberapa penyebabnya Transparency International Indonesia
antara lain, penanganan kasus yang masih (TII), United State Agency International
setengah-setengah, tindak korupsi yang Development (USAID), Cangkir Kopi,

152
Rhafidilla Vebrynda. Korupsi dalam Film...

Management System International (MSI) dan individu yang kemudian akan membentuk
sineas perfilman Indonesia, KPK membuat karakter bangsa (Mabruri, 2013, h. 3).
sebuah film berjudul “Kita Versus Korupsi”. Beberapa pengertian di atas menuntun
Film tersebut dibuat dalam rangka kampanye kita untuk mengambil simpulan bahwa
menumbuhkan budaya anti korupsi dan sudah film memiliki pengaruh besar bagi audiens
diputar di tujuh belas kota di Indonesia. yang menyaksikannya. Oleh karena itu,
Film tersebut menarik antusiasme yang menjadikan film sebagai media kampanye
tinggi dalam beberapa kali pemutarannya. atau persuasi bagi masyarakat merupakan
Pada 28 Februari 2012, di Djakarta Theater, suatu cara yang tepat di masa sekarang ini.
film ini dipuji oleh wakil presiden Budiono: Namun perhatian lebih perlu kita arahkan
“Sangat mengena. Realistis. Semua bagian pada proses produksi atau pesan yang
film ini bagus. Saya ucapkan selamat untuk ingin disampaikan film tersebu. Pertanyaan
para pembuat filmnya,” (E-newsletter TI- yang berpotensi muncul seperti “Apakah
Indonesia, 2012, h. 4). pesannya dapat benar-benar sampai kepada
Selain itu, Wakil Ketua KPK masyarakat?” dan “Apakah semua yang
menyebutkan bahwa film “Kita Versus diinginkan pembuat film bisa juga dipahami
Korupsi” yang diputar di 17 kota berhasil secara utuh dan benar oleh audiensnya?”.
menyedot hampir 800 ribu penonton KPK menjadikan film “Kita Versus
(RIS/AF, 2013). KPK yang bekerjasama Korupsi” sebagai media kampanye
dengan berbagai pihak melakukan proses dalam upayanya memberantas korupsi
produksi pesan melalui sebuah film dengan di Indonesia. Sama seperti film lainnya,
target audiens seluruh lapisan masyarakat film ini diharapkan dapat memengaruhi
Indonesia dan bermaksud memberikan dan mengubah cara pandang masyarakat
pengetahuan atau ingin mengubah kognisi tentang korupsi. Film ini mengandung
audiens film tersebut mengenai korupsi. nilai-nilai yang ingin ditanamkan ke benak
Film diartikan sebagai lakon (cerita) audiens dan representasi berbagai bentuk
gambar hidup. Lakon berarti bahwa korupsi agar audiens dapat bersama-sama
film tersebut merepresentasikan sebuah menangkap pesan yang ingin disampaikan
cerita dari tokoh tertentu secara utuh dan pembuat film.
terstruktur (Mabruri, 2013, h. 2). Film Film “Kita Versus Korupsi” merupakan
diartikan juga sebagai pranata sosial dan sebuah film omnibus. Film yang berdurasi 1
media komunikasi massa. Hal ini berarti jam 10 menit 52 detik itu terdiri dari empat
bahwa film mempunyai fungsi memengaruhi film pendek dengan sutradara, pemain,
orang. Pengaruh yang muncul, baik negatif dan cerita berbeda. Keempat film pendek
maupun positif, bergantung dari pengalaman tersebut adalah “Rumah Perkara” dengan
dan pengetahuan masing-masing individu. sutradara Emil Heradi, “Aku Padamu”
Secara umum, film adalah media komunikasi dengan sutradara Lasja F. Susatyo,
yang mampu memengaruhi cara pandang “Selamat Siang Risa” dengan sutradara Ine

153
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 11, NOMOR 2, Desember 2014: 151-164

Febriyanti, dan “Psssttt… Jangan Bilang As a narrative medium, film—like other


narrative media: epics, novels, dramas, operas
Siapa-siapa” dengan sutradara Choirun and the various media considered in this book—
Nissa. has established many interlocking conventions
to make its storytelling comprehensible. Many
“Rumah Perkara” menceritakan of these conventions concern the unique art of
seorang lurah yang menyalahgunakan ke- editing: the splicing together of different shots
to make one coherent narrative whole.
kuasaannya untuk kepentingan seorang
pengusaha. “Aku Padamu” menceritakan Melihat pembangunan narasi korupsi
tentang seorang kepala dinas yang dalam film “Kita Versus Korupsi” dapat
menerima suap untuk mengeluarkan Surat menjadi masukan bagi akademikus dan
Keputusan (SK) kepegawaian dan tentang praktisi komunikasi karena sangat jarang
calo yang ada di lingkungan kantor urusan sebuah media independen seperti KPK
agama. “Selamat Siang Risa” menceritakan menggunakan film sebagai medium
tentang kepala gudang yang hendak disuap kampanyenya. Terlebih film ini adalah film
oleh pengusaha. Sedangkan “Psssttt… pendek yang proses pembuatannya akan
Jangan Bilang Siapa-siapa” menceritakan lebih sulit dibandingkan film panjang karena
tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh
tuntutan untuk menyampaikan pesan dalam
seorang guru dan kepala sekolah untuk
waktu yang singkat. Film yang tidak diputar
kepentingan siswanya.
secara komersial ini menggunakan beberapa
Film pendek adalah film dengan cerita artis terkenal guna menarik audiens dan
yang singkat dan berduasi pendek, biasanya menunjukkan kepedulian sineas perfilman
di bawah enam puluh menit. Membuat Indonesia terhadap kasus korupsi yang
film pendek jauh lebih rumit dibanding
semakin banyak di negaranya. Mengingat
membuat film berdurasi panjang karena
masih jarangnya film Indonesia yang
pesan yang dikandung film pendek itu harus
mengangkat kasus korupsi dapat menambah
sampai kepada penonton dalam durasi
nilai plus dalam usaha menarasikan film
yang cukup pendek (Mabruri, 2013, h. 6).
“Kita Versus Korupsi” ini.
Menurut M. Bayu Widagdo dan Winastwan
Hal lain yang menarik dalam “Kita
Gora (dalam Mabruri, 2013), terdapat tiga
faktor utama yang mendasari pesan dapat Versus Korupsi” adalah kasus korupsi
sampai ke penonton, yakni gambar, suara, yang ditampilkan tidak sebesar kasus
dan durasi. yang biasa ditangani KPK, yaitu kasus
korupsi dalam lingkungan pemerintahan
Sementara itu, menurut Girard Ganette
atau kelembagaan yang kecil. Oleh karena
(dalam Eriyanto, 2013, h. 2), narasi
itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat
merupakan representasi dari peristiwa-
narasi korupsi yang dibuat oleh Komisi
peristiwa atau rangkaian dari peristiwa-
Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui
peristiwa. Film merupakan sebuah media
film “Kita Versus Korupsi” (KVK) sebagai
narasi, seperti diungkapkan Fulton (2005,
media kampanye antikorupsinya.
h. 47):

154
Rhafidilla Vebrynda. Korupsi dalam Film...

METODE Babak ketiga merupakan babak kesadaran


Penelitian ini menggunakan metode terjadinya gangguan atau gangguan yang
analisis naratif dengan melihat struktur semakin besar. Babak ini ditandai dengan
narasi, unsur narasi, analisis model aktan mulai dirasakannya gangguan oleh tokoh
dan model oposisi segi empat Algirdas utama dalam film. Kekuatan musuh akan
Greimas. Analisis naratif digunakan karena semakin besar dalam babak ketiga ini.
memiliki beberapa kelebihan (Eriyanto, Babak keempat adalah babak upaya
2013, h.10), yaitu, Pertama, analisis untuk memperbaiki gangguan. Babak ini
naratif membantu memahami produksi ditandai dengan hadirnya sosok pahlawan
pengetahuan, makna dan nilai, serta yang berupaya untuk memperbaiki kondisi
penyebarannya dalam masyarakat. Kedua, yang ada. Melalui babak ini, biasanya
analisis naratif membantu memahami cara diperlihatkan sosok pahlawan atau pemeran
penceritaan dunia sosial dan politik dalam utama dalam film digambarkan kalah terlebih
pandangan tertentu yang kemudian dapat dahulu. Sementara babak kelima merupakan
membantu pula mengetahui kekuatan dan babak pemulihan menuju keseimbangan atau
nilai sosial yang dominan dalam masyarakat. babak menciptakan keteraturan kembali.
Ketiga, analisis naratif memungkinkan kita Babak ini ditandai dengan keberhasilan sang
menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dan pahlawan mengembalikan keteraturan atau
laten dalam suatu teks media. Keempat, kembali ke keadaan awal.
analisis naratif membantu kita merefleksikan Penggunaan analisis struktur
kontinuitas dan perubahan komunikasi. narasi ini akan menjelaskan pula hal-
Penjelasan mengenai struktur narasi hal berikut, semisal pada posisi mana
yang berlaku pula dalam sebuah film pembuat film menempatkan tindakan
dikembangkan oleh Lacey dan Gillespie korupsi, apa kejadian yang mengawali
dari Tzvetan Todorov (dalam Eriyanto, atau mengikutinya, dan siapa saja pihak
2013, h. 47). Struktur tersebut menjelaskan yang terlibat dalam tindakan korupsi
bahwa narasi dalam sebuah film memiliki yang ada dalam film tersebut. Sedangkan
lima babak. Babak pertama merupakan analisis unsur narasi dalam film digunakan
babak penggambaran kondisi awal, yaitu untuk menggambarkan cara pembuat film
memperlihatkan kondisi keseimbangan dan menempatkan tindakan korupsi dan melihat
keteraturan yang ditandai dengan situasi teknik yang digunakan pembuat film untuk
normal dalam sebuah teks. Umumnya, babak memproduksi film sebagai media kampaye
pertama ini memperlihatkan keteraturan dalam durasi yang singkat. Melalui analisis
sebuah lingkungan atau setting lokasi film. unsur narasi ini, akan dijelaskan pula
Babak kedua merupakan babak adanya mengenai cerita dalam narasi, plot dalam
gangguan terhadap keseimbangan yang ada. narasi, dan durasi narasi. Adapun durasi
Babak ini ditandai dengan munculnya tokoh dibagi lagi menjadi tiga, yakni durasi cerita,
yang merusak kondisi normal tersebut. durasi plot, dan durasi teks.

155
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 11, NOMOR 2, Desember 2014: 151-164

Analisis ketiga yakni dengan meng- Analisis terakhir yang digunakan


gunakan model aktan Algirdas Greimas. adalah oposisi segi empat Algirdas Greimas
Algirdas Greimas menjelaskan bahwa dalam yang akan menjelaskan fenomena korupsi
narasi, tiap karakter ditempatkan dalam enam dari empat sisi. Melalui analisis model ini
posisi (Eriyanto, 2013, h. 96-97). Pertama akan terlihat bentuk korupsi apa saja yang
adalah subjek yakni tokoh utama, kedua adalah terdapat dalam film, bagaimana narasi dan
objek yang merupakan tujuan dari subjek, cara filmmaker menarasikannya melalui
ketiga adalah pengirim yakni pembawa nilai
film “Kita Versus Korupsi” ini. Analisis
yang akan digunakan subjek dalam mencapai
model aktan menggambarkan korupsi dapat
tujuannya. Keempat adalah penerima yang
dilihat di gambar 2.
menerima nilai yang dibawa subjek, kelima
adalah pendukung sebagai pembantu subjek
HASIL
dalam mencapai objek, dan terakhir adalah
penghalang yang menghambat subjek dalam Setelah melakukan analisis per bagian
mencapai tujuan. Analisis menggunakan dalam empat metode di atas (Struktur,
model aktan ini akan mengetahui di mana Unsur, Model Aktan, dan Oposisi Segi
posisi karakter yang melakukan korupsi serta Empat), peneliti menghasilkan beberapa
bagaimana relasinya dengan karakter lain temuan penelitian terkait narasi korupsi
dalam film. dalam film Indonesia.

Gambar 1 Analisis Model Aktan dalam Film

Gambar 2 Bagan Oposisi Segi Empat Narasi Korupsi

156
Rhafidilla Vebrynda. Korupsi dalam Film...

Pertama, dalam hal struktur narasi, tiga korupsi adalah bukan pemeran utama dalam
dari empat film tersebut menyatakan korupsi film. Selain itu, film kedua ini menggunakan
di babak ketiga (film “Rumah Perkara”, pendekatan kisah cinta dan tidak fokus pada
“Selamat Siang Risa”, dan “Psssttt… Jangan masalah korupsi yang dihadapi pemeran
Bilang Siapa-siapa”) yang merupakan babak utama. Kasus korupsi dalam film kedua
sadar akan adanya gangguan. Pada kasus hanya merupakan flashback kehidupan
film di mana pemeran utamanya melakukan tokoh utama, sedangkan porsi terbanyak
tindakan korupsi (“Rumah Perkara”), dalam film diambil oleh kisah Vano dan
munculnya gangguan yang berupa indikasi Laras yang hendak menikah.
korupsi dilanjutkan ke babak keempat dengan Meskipun diposisikan dalam babak
melakukan tindakan korupsi. Pemeran utama yang berbeda, tindakan korupsi selalu
dalam film pertama menganggap bahwa diikuti dan diawali oleh penyebab dan
melakukan tindakan korupsi merupakan akibat yang ditimbulkan. Pengetahuan
upaya mengembalikan ke keadaan semula, tokoh utama mengenai tindakan korupsi
meskipun pada akhirnya dia menyesal telah akan menjadi acuan bagi tindakannya
melakukan tindakan tersebut. dalam memutuskan akan melakukan
Sedangkan pada kasus pemeran utama tindakan korupsi atau tidak. Hal ini secara
tidak melakukan tindakan korupsi (“Selamat tidak langsung menyiratkan bahwa tokoh
Siang Risa” dan “Psssttt… Jangan Bilang utama dalam film yang dihadapkan pada
Siapa-siapa”), tindakan korupsi yang ada kondisi korupsi sebenarnya menyadari
pada babak ketiga merupakan lanjutan dari tindakan yang dilakukannya tersebut.
indikasi yang terlihat pada babak kedua Kedua, dalam hal unsur narasi.
dalam film. Ini menunjukkan pemeran Pada film pertama, korupsi dinarasikan
utama menganggap korupsi sebagai sebuah di dalam plot film “Rumah Perkara”.
gangguan dan gangguan semakin besar yang Korupsi tersebut dilakukan oleh Yatna
muncul pada babak ketiga harus dihilangkan yakni dengan cara menyalahgunakan
dengan melakukan cara-cara tertentu pada kekuasaannya sebagai lurah. Yatna yang
babak keempat, misalnya, pada “Selamat seharusnya melindungi warganya malah
Siang Risa” dengan meyakinkan dirinya atas menyetujui dan menandatangani proyek
tindakan ayahnya dan pada “Psssttt… Jangan yang diminta oleh Jaya. Karena Yatna
Bilang Siapa-siapa” dengan mengaku kalau terdesak dan merasa punya hutang dengan
menggunakan cara yang tidak benar untuk Jaya, maka Yatna melakukan pemaksaan
memperoleh keinginannya. juga kepada Ella (pemaksaan dengan
Berbeda dengan film kedua, “Aku menggunakan wewenang yang merugikan
Padamu”, yang hanya menempatkan orang yang berhak juga dikatakan
tindakan korupsi di babak keempat, yakni korupsi, sesuai dengan UU No. 31 tahun
babak upaya mengatasi gangguan. Itupun 1999 jo UU 20 tahun 2001). Pemaksaan
terjadi karena pihak yang hendak melakukan kepada Ella yang berhak terhadap tanah

157
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 11, NOMOR 2, Desember 2014: 151-164

dan rumahnya, dilakukan Yatna untuk pelaku tindak pidana korupsi. Korupsi yang
memenuhi keinginan Jaya, sang pengusaha terjadi masih digambarkan sebagai bentuk
yang ingin memperkaya diri. Pada film penyalahgunaan kekuasaan oleh orang
pertama, korupsi dinarasikan sebagai dengan kekuasaan yang lebih besar, dalam
penyalahgunaan kekuasaan oleh seorang hal ini guru, kepala sekolah dan atasan, yang
lurah. dapat memaksa orang lain untuk melakukan
Pada film kedua, korupsi dinarasikan tindakan memperkaya diri dan rekayasa
dengan penyalahgunaan kekuasaan yang terhadap anggaran. Pada film keempat ini juga
dilakukan ayah Laras, kepala dinas yang dinarasikan bahwa korupsi merupakan hal
menerima suap untuk menerbitkan Surat biasa dan sudah tidak asing lagi, bahkan pihak
Keputusan (SK) menjadi guru tetap (pegawai yang tidak melakukan tindakan korupsi pun
negeri). Narasi korupsi ditempatkan dalam dianggap aneh oleh orang yang melakukan
cerita di film kedua ini. Sedangkan indikasi korupsi.
korupsi ditempatkan di dalam plot yaitu Berdasarkan keempat film tersebut
saat Vano hendak memberikan sejumlah dapat disimpulkan bahwa narasi korupsi
uang sebagai bentuk suap kepada calo yang yang ditampilkan dalam film “Kita
memang sudah biasa melakukan tindakan Versus Korupsi” adalah penyalahgunaan
korupsi. Pada film kedua, penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara,
kekuasaan masih menjadi narasi korupsi misalnya lurah, kepala dinas dan petugas
yang sama, ditambah dengan adanya calo di KUA yang menjadi calo, serta dalam sebuah
lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA). instansi, yakni kepala sekolah, guru, siswa,
Pada film ketiga, korupsi memang tidak dan seorang pengusaha yang memberikan
dilakukan oleh pemeran utama, melainkan hadiah kepada pejabat yang berwenang.
dilakukan oleh orang lain. Di dalam plot Durasi dalam keempat film tersebut
maupun cerita yang ditampilkan melalui teks, menunjukkan struktur yang sama, yaitu
kedua-duanya tidak menerima uang suap. cerita yang lebih lama dibandingkan
Korupsi dalam film ketiga ini dinarasikan plot serta durasi teks yang lebih singkat.
sebagai pemberian hadiah untuk melakukan Sebagaimana dalam pendahuluan yang
atau tidak melakukan hal yang menjadi menyatakan ada bagian yang ditekankan
wewenang seorang pemilik kekuasaan, ada dan tidak ada, durasi teks menggunakan
meskipun dengan melakukan tindakan teknik penggabungan scene, flashback dan
melawan hukum dan memperkaya diri dan dialog cerita untuk menekankan bagian
orang lain. yang ada di dalam film. Di dalam film “Kita
Pada film keempat, korupsi dinarasikan Versus Korupsi”, durasi teks yang tidak
sebagai kegiatan yang melembaga. Tidak lebih dari dua puluh menit dianggap sudah
hanya dilakukan oleh seorang saja, namun mampu mewakili tindakan korupsi serta
mulai dari siswa, guru, kepala sekolah bahkan mampu menjadikan film ini sebagai media
ibu dan ayah siswa juga dinarasikan sebagai kampanye antikorupsi.

158
Rhafidilla Vebrynda. Korupsi dalam Film...

Ketiga, melalui analisis model aktan, korupsi, film terakhir juga menarasikan
tiga dari empat film menarasikan pelaku pelaku korupsi sebagai penghalang.
korupsi sebagai penghalang akan tujuan Keempat, pada analisis dengan model
subjek, kecuali film pertama yang menjadikan oposisi segi empat, keempat film menyatakan
pelaku korupsi sebagai subjek, meskipun pelaku korupsi dinarasikan dalam posisi
dukungan untuk melakukan korupsi juga VII, yaitu korupsi+tidak berintegritas.
dilakukannya bersama penghalang. Pada film Pada keempat film tersebut, pelaku korupsi
pertama, subjek juga menginginkan kebaikan, melakukan penyalahgunaan kekuasaan
namun posisi yang terdesak oleh penghalang dan mengutamakan ketidakjujuran dalam
menyebabkan ia melakukan korupsi juga. menjalankan amanah yang diembannya.
Pelaku korupsi lebih terlihat dalam Pada keempat film itu juga, narasi korupsi
flashback, dialog atau cerita dalam tiap yang menyatakan bahwa ketika seorang
teks. Sedangkan dalam plot, pelaku korupsi melakukan korupsi yang terstruktur, maka
ditempatkan sebagai penghambat dan integritasnya juga dipertaruhkan.
relasinya hampir sama, yaitu menghalangi Sedangkan kebalikannya, pada posisi
subjek untuk mencapai keinginannya. Di VIII, yakni berintegritas+tidak korupsi, juga
dalam film, pelaku korupsi dinarasikan selalu ada karakter yang menempati posisi
sebagai penghalang, berarti narasi dalam tersebut dalam film. Hal ini menjelaskan
film ini mengatakan bahwa keadaan yang bahwa sebuah oposisi menjadi cara
normal dan baik sesuai dengan yang menarasikan korupsi. Jika ada tokoh yang
diinginkan objek adalah hal baik yang melakukan korupsi, maka tokoh tersebut
merupakan keadaan tanpa korupsi. akan dilawankan dengan tokoh jujur yang
Melalui latar belakang nilai-nilai yang menolak tindakan korupsi. Pun dalam proses
dibawa subjek pada film kedua, ketiga, interaksinya, di setiap film, secara langsung
dan keempat, pelaku korupsi mampu pelaku korupsi dan pelaku yang tidak mau
dikalahkan oleh subjek. Di dalam hal melakukan korupsi selalu dihadapkan.
ini, penghalang dikatakan juga sebagai Adapun pihak yang berada dalam
pendukung tindakan korupsi. Keempat film posisi III (tidak berintegritas) dan V
tersebut menjadikan penghalang sebagai (tidak berintegritas+tidak korupsi), juga
karakter yang menyebabkan subjek atau ditampilkan dalam film. Beberapa film
tokoh dalam film melakukan tindakan menarasikan seseorang yang terpaksa
korupsi, baik secara langsung maupun melakukan ketidakjujuran, namun tidak
tidak langsung. berniat melakukan tindakan korupsi karena
Di film terakhir, posisi tiap karakter banyak hal, semisal karena desakan atau
tidak terisi penuh karena karakter-karakter memang tidak mengetahui kalau hal
tersebut dimainkan sendiri oleh subjek yang tersebut sudah masuk dalam ranah korupsi,
memang melakukan semuanya sendiri. mengingat di beberapa film, korupsi
Namun, dalam hubungannya dengan narasi dinarasikan sebagai sesuatu yang biasa.

159
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 11, NOMOR 2, Desember 2014: 151-164

PEMBAHASAN tindakan pemeran yang akan melakukan


Sajian data mengenai narasi korupsi di korupsi, selalu diikuti dengan penyebab
atas menuntun peneliti untuk sampai pada tokoh tersebut akhirnya memutuskan untuk
pembahasan berikut. Pertama, berdasar melakukan atau tidak melakukan tindakan
strukturnya. Struktur Tzevan Torodov yang korupsi. Pengetahuan tokoh mengenai korupsi
dikembangkan Lacey dan Gellispie dan dan nilai-nilai yang dipahaminya menjadi
yang membagi sebuah teks dalam lima landasan sang tokoh dalam memutuskan akan
babak menempatkan korupsi selalu dalam melakukan tindakan korupsi atau tidak.
tahap gangguan. Korupsi ditempatkan Melalui struktur narasi film “Kita
sebagai sebuah gangguan dan selalu Versus Korupsi” terlihat bagaimana peristiwa
diikuti atau diawali dengan hal-hal yang disusun dan jalinan antara satu peristiwa
menyebabkan dan akibat yang didapatkan dengan peristiwa lain terhubung. Struktur
dari tindakan korupsi tersebut. Baik narasi juga memperlihatkan gambaran atau
melalui cerita maupun plot dalam teks, representasi yang diinginkan. Mengingat
korupsi yang merupakan penyalahgunaan film merupakan sebuah proses produksi
kekuasaan dinarasikan sebagai gangguan makna yang memperhatikan peranannya
dari sebuah keadaan yang seimbang. dalam budaya kita (Fiske, 2012, h. 3), maka
Di Indonesia, meskipun kasus dapat disimpulkan bahwa film ini juga
korupsi sudah mengakar dan melembaga, merepresentasikan budaya yang kita anggap
pandangan mengenai pelaku tindak korupsi wajar mengenai korupsi di Indonesia.
adalah negatif. Meskipun banyak yang Hal ini menunjukkan bahwa media
melakukan tindak korupsi, semua orang mengonstruksi makna pelaku korupsi sebagai
sadar bahwa korupsi merupakan perbuatan penjahat dan korupsi masih merupakan hal
yang salah dan merugikan banyak orang. yang tidak benar. Meskipun masih banyak
Meski demikian, tak ada jaminan bahwa pihak yang melakukan dan menganggap
pengetahuan tersebut menjadi dasar wajar tindak korupsi, tetap saja narasi dalam
tindakan yang berhubungan dengan korupsi film tersebut mengatakan bahwa pelaku
karena pada kenyataannya masih banyak korupsi merupakan gangguan dan merusak
pihak melakukannya. keseimbangan yang ada.
Meskipun diposisikan dalam babak yang Mengacu pada Klitgard (2001, h. 32)
berbeda, korupsi selalu diikuti dan diawali yang mengatakan bahwa definisi korupsi
oleh penyebab dan akibat yang ditimbulkan. berubah dan Hafidhudin (dalam Semma
Mengenai hal ini, Eriyanto (2013, h. 3) 2013, h. 33) yang mengatakan bahwa korupsi
menyatakan bahwa sebuah narasi merupakan sama jahatnya dengan terorisme dan sudah
peristiwa yang terkait antara satu dengan yang menjadi sesuatu yang wajar, maka hal ini pula
lain dengan hubungan sebab akibat. lah yang terlihat dalam film. Film tersebut
Secara umum, keempat film tersebut memperlihatkan bahwa semakin berorientasi
menyusun peristiwa dengan alur flashback, kota dan semakin modern masyarakatnya,

160
Rhafidilla Vebrynda. Korupsi dalam Film...

ketidakjujuran dan tindakan korupsi juga tindakan-tindakan korupsi yang mencakup


semakin wajar. tindakan, alasan dan akibat yang ditimbulkan
Berdasarkan setting waktu yang semakin oleh tindakan korupsi tersebut. Sedangkan
lama semakin modern, tindakan ketidakjujuran bagian-bagian yang sering dinarasikan dalam
dan indikasi korupsi juga semakin kentara film-film lain seperti tentang kehidupan,
dan semakin terlihat kewajarannya. Jika sifat, keadaan personal tokoh tidak dijelaskan
pada 1970-an, di dalam film, korupsi masih dalam narasi film ini.
sangat memalukan dan dilakukan sembunyi- Pada film “Kita Versus Korupsi”, durasi
sembunyi sampai ke rumah-rumah, pada teks yang tidak lebih dari dua puluh menit
2000-an film semakin terang-terangan dianggap sudah mampu mewakili tindakan
menampilkan tindakan korupsi, bahkan di korupsi dan menjadikan film ini sebagai media
akhir film justru dibenarkan. Dua dari empat kampanye antikorupsi. Hal tersebut didukung
film tersebut justru mengatakan bahwa korupsi oleh teknik penggabungan scene, dialog dan
dijadikan cara untuk kembali ke keadaan yang flashback dari tokohnya yang dikemas dalam
seimbang. Hal ini merupakan representasi plot yang penuh dengan cerita penarasian
dari fenomena yang coba disampaikan oleh korupsi.
si pembuat film tentang korupsi dan indikasi- Ketiga, berdasarkan karakternya dengan
indikasinya di Indonesia. menggunakan analisis model aktan. Ber-
Kedua, berdasarkan unsurnya. Narasi dasarkan karakter model aktan, korupsi dalam
korupsi yang ditampilkan dalam film “Kita film “Kita Versus Korupsi” selalu diposisikan
Versus Korupsi” adalah penyalahgunaan sebagai penghambat. Tokoh utama atau
kekuasaan oleh penyelenggara negara. Di subjek, dalam mencapai keinginannya,
dalam film ini, pelaku korupsi adalah lurah, selalu tersangkut dengan pejabat atau pihak
kepala dinas, petugas KUA yang menjadi berwenang yang melakukan tindakan korupsi.
calo, serta kepala sekolah, guru, siswa, Film ini menarasikan pelaku korupsi sebagai
dan seorang pengusaha yang memberikan penghalang. Artinya, narasi dalam film ini
hadiah kepada pejabat yang berwenang. mengatakan bahwa keadaan normal dan baik
Durasi dalam keempat tersebut film yang sesuai dengan keinginan objek adalah
menunjukkan struktur yang sama, yaitu keadaan tanpa korupsi.
cerita yang lebih lama dibandingkan plot Budaya Indonesia mengenal korupsi
dan durasi teks yang lebih singkat. Sesuai sebagai kejahatan dan perbuatan tidak baik.
dengan kerangka teori yang menyatakan Hal ini pula yang dinarasikan dalam film
bahwa ada bagian yang ditekankan ada “Kita Versus Korupsi”, pelaku/tindakan
yang tidak, durasi teks menggunakan teknik korupsi ditempatkan sebagai penghalang
penggabungan scene, flashback dan dialog dan tokoh utama dinarasikan sebagai orang
cerita untuk menekankan bagian yang ada baik yang tidak mau melakukan kejahatan.
di dalam film. Di dalam pembagian cerita Budaya Indonesia yang menanamkan bahwa
dan plot, tercantum jelas dalam plotnya, kejujuran itu penting dan merupakan lawan

161
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 11, NOMOR 2, Desember 2014: 151-164

dari korupsi juga berusaha dinarasikan. Film dalam interaksinya, pelaku korupsi selalu
ini menempatkan posisinya sesuai dengan dihadapkan dengan pelaku yang tidak mau
kondisi Indonesia pada zamannya atau setting melakukan korupsi. Berdasarkan pengamatan
waktu film. peneliti pada beberapa film Indonesia, oposisi
Mengingat film ini merupakan media atau kebalikan antara sifat baik dan jahat atau
kampanye antikorupsi, maka banyak nilai- hitam dan putih sebagai penggambaran tokoh
nilai kejujuran yang berusaha ditanamkan. memang menjadi sesuatu yang sudah umum
Meskipun pada akhirnya penonton diberi di dalam penarasian sebuah film. Selalu
keleluasaan untuk menyimpulkan dan ada tokoh yang dianggap baik dan jahat,
memutuskan sendiri tindakannya, narasi film disesuaikan dengan kebudayaan masyarakat
tersebut banyak menyajikan bentuk-bentuk setempat.
korupsi, peluang-peluang terjadinya korupsi, Keempat film di atas mengambil latar
nilai-nilai yang ditanamkan melalui tokoh belakang lingkup kecil dan dekat dengan
utamanya dan porsi kekuasaan yang menjadi masyarakat, sehingga perlu diperhatikan
kekuatan tokoh untuk mengambil keputusan kembali tingkat pendidikan antikorupsi yang
akan melakukan atau tidak melakukan korupsi dipahami masing-masing tokoh. Peneliti tidak
dalam hubungannya dengan tokoh lain. dapat menyamaratakan pemahaman masing-
Melalui analisis model aktan, masing tokoh terhadap korupsi, sehingga
terlihat bahwa film “Kita Versus Korupsi” dalam penentuan posisi, peneliti benar-benar
menarasikan pelaku korupsi (orang yang melihat tindakan tokoh dari scene dan dialog
mendorong melakukan korupsi) sebagai yang menunjukkan tingkat pengetahuan tokoh
penghalang terhadap keinginan tokoh utama tentang tindak korupsi yang mereka lakukan.
(subjek) yang baik. Pelaku tindakan korupsi, Melalui analisis naratif kita dapat
dalam hubungannya dengan karakter lain, mengetahui bagaimana pengetahuan, makna,
memberikan contoh buruk dan dinarasikan dan nilai diproduksi dan disebarkan dalam
tidak sesuai dengan keinginan subjek. masyarakat. Pada penelitian ini, pengetahuan
Keempat, melihat fenomena korupsi dan makna yang dibangun mengenai korupsi
dengan menggunakan analisis oposisi disesuaikan dengan keadaan mayoritas
segi empat. Tokoh pelaku korupsi yang masyarakat Indonesia sekarang, yakni
ditampilkan dalam film selalu berada di posisi menganggap korupsi itu sebagai sebuah
VII, yakni korupsi+tidak berintegritas dan kejahatan yang biasa dan wajar (Hafidhudin,
selalu dihadapkan dengan posisi VIII, yakni dalam Semma, 2008, h. 33).
berintegritas dan tidak korupsi. Tokoh-tokoh Di dalam film “Kita Versus Korupsi”,
lain yang terlibat dimasukkan dalam posisi V, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yakni tidak berintegritas+tidak korupsi dan yang selalu mengampanyekan antikorupsi
posisi III, yakni tidak berintegritas. Sedangkan dengan jargon “Berani Jujur Hebat” banyak
posisi lain tidak dijelaskan dalam teks. menanamkan dan menyebarkan nilai-nilai
Di setiap film, secara langsung, kejujuran kepada masyarakat. Film tersebut

162
Rhafidilla Vebrynda. Korupsi dalam Film...

diproduksi dengan pesan bahwa kejujuran melakukan korupsi- adalah mereka yang
juga bisa membuat kita hidup layak dan lebih cenderung memiliki tingkat ekonomi lebih
tenang. Film ini, melalui narasinya, juga rendah, tidak memiliki kuasa, serta tidak
menegaskan kepada audiens agar tidak malu memiliki kekuatan untuk melawan dan
ketika berbuat jujur, sekalipun hal tersebut melaporkan tindak korupsi yang terjadi.
berbeda dari kewajaran banyak orang karena Kalaupun menolak, mereka tetap tak berdaya
nantinya kita sendiri pula yang memperoleh menghadapi situasi yang terjadi.
manfaat dari kejujuran tersebut. Jika dikaitkan dengan fungsi lain naratif,
Melalui narasinya, film ini juga men- yakni memungkinkan kita menyelidiki hal
jelaskan bahwa ketidakjujuran sangat dekat yang laten dan tersembunyi dalam teks media,
dengan tindakan korupsi. Selain itu, korupsi serta merefleksikan kontinuitas dan per-
yang dilakukan di ranah pejabat pemerintahan, ubahan komunikasi, peneliti dapat menarik
institusi atau pemilik kekuasaan sangat rentan simpulan bahwa dengan setting waktu yang
terjadi. Padahal, korupsi akan mengurangi berbeda, sejak tahun 1970-an hingga 2000-
kewibawaan serta menghilangkan integritas an, pandangan mengenai korupsi semakin
pelaku korupsi itu sendiri serta berpotensi berkembang. Film tahun 2000-an cenderung
menimbulkan berbagai masalah lainnya. menampilkan korupsi, tindakan suap, dan
Melalui penelitian naratif, kita dapat ketidakjujuran sebagai sebuah kewajaran.
terbantu untuk memahami bagaimana dunia Sedangkan film tahun 1970-an justru meng-
sosial dan politik diceritakan dari perspektif anggap korupsi dan ketidakjujuran sebagai
tertentu dan hal tersebut dapat membantu sesuatu yang memalukan, harus ditutupi, dan
kita mengetahui kekuatan dan nilai sosial sebisa mungkin dihindari. Dilihat dari aspek
yang dominan dalam masyarakat. Hasil setting lokasi, semakin mendekati daerah
penelitian narasi korupsi dalam film “Kita pedesaan, korupsi dan ketidakjujuran semakin
Versus Korupsi” ini memperlihatkan bahwa dianggap sebagai tindakan tercela. Sedangkan
korupsi di Indonesia dianggap sebagai suatu di kota perbuatan seperti itu semakin dianggap
masalah, gangguan, dan perbuatan keliru. sebagai sesuatu yang wajar dan biasa saja.
Meskipun dua dari empat film menyatakan
bahwa korupsi dapat menyelesaikan konflik SIMPULAN
yang dihadapi tokoh utama, pada akhirnya Film menjadi salah satu medium baru
kedua film tersebut kembali memperlihatkan upaya kampanye. KPK menggunakan
bahwa korupsi merupakan perbuatan yang film “Kita Versus Korupsi” sebagai sarana
seharusnya tidak dilakukan. kampanye antikorupsi. Melalui analisis
Kejujuran menjadi nilai dominan yang struktur narasinya, film ini menarasikan
harus dilakukan oleh orang yang baik (tokoh korupsi sebagai gangguan dan babak sebelum
utama) untuk terlepas dari belenggu tindak atau sesudahnya merupakan penyebab dan
korupsi. Film tersebut selalu menyatakan akibat dari tindakan korupsi yang dilakukan.
bahwa orang-orang baik --yang tidak mau Pada analisis unsur narasi, film ini menarasikan

163
Jurnal
ILMU KOMUNIKASI VOLUME 11, NOMOR 2, Desember 2014: 151-164

korupsi sebagai tindakan yang akan dan menganalisisnya dengan kajian lain, seperti
tidak akan dilakukan seseorang berdasarkan analisis wacana ataupun analisis isi. Fokus
latar belakang pengetahuan dan pengalaman penelitian dapat pula diperluas, tidak hanya
mengenai korupsi yang dimilikinya. Melalui terbatas pada teks filmnya, namun dapat pula
analisis model aktan, pelaku korupsi atau menggunakan analisis khalayak untuk melihat
orang yang mengajak melakukan korupsi respons atau pengaruh yang disampaikan film
dianggap sebagai penghambat dalam sebuah “Kita Versus Korupsi” ini.
plot di suatu teks film. Sedangkan melalui
analisis oposisi segi empat, pelaku korupsi DAFTAR RUJUKAN
dinarasikan berada dalam posisi VII yakni E-newsletter TI-Indonesia. (2012). 8(1), 4. <www.
korupsi+tidak berintegritas. Tokoh yang ti.or.id/ media/documents/2013/01/07/e/-/e-
tidak melakukan korupsi berada dalam posisi newsletter_edisi_1_feburari_2012.pdf>
Eriyanto. (2013). Analisis naratif. Jakarta, Indonesia:
VIII, berintegritas+tidak korupsi. Film ini
Kencana.
selalu menempatkan orang yang melakukan
Fulton, H. (2005). Narrative and media. New York,
tindakan korupsi dan orang yang menentang
NY: Cambridge University Press.
tindakan korupsi berhadapan secara langsung.
RIF/AF. (2013). KPK gelar festival film anti korupsi.
Penelitian ini menjelaskan pula <http://m.beritasatu.com/nasional/140322-kpk-
kecenderungan yang terjadi di masyarakat gelar-festival-film-anti-korupsi.html>

dalam menghadapi korupsi. Semakin modern Irfan, N. (2011). Korupsi dalam hukum pidana Islam.
Jakarta, Indonesia: Amzah.
dan berorientasi kota suatu masyarakat,
Mabruri, A. (2013). Manajemen produksi program
semakin mereka menganggap tindakan suap,
acara TV: Format acara drama. Jakarta,
korupsi dan ketidakjujuran sebagai tindakan
Indonesia: Grasindo.
yang wajar. Sebaliknya, semakin kuno dan
Maheka, A. (2006). Mengenali memberantas korupsi.
berorientasi desa suatu masyarakat, semakin Jakarta, Indonesia: KPK.
mereka menganggap korupsi sebagai hal tabu Napitupulu, D. (2010). KPK in Action. Jakarta,
yang harus dihindari. Analisis naratif ini juga Indonesia: Raih Asa Sukses.
menunjukkan bahwa korupsi di kalangan Semma, M. (2008). Negara dan korupsi. Jakarta,
pejabat pemerintahan sangat rentan terjadi. Indonesia: Yayasan Obor Indonesia.

Orang yang semakin kuat dan berkuasa lebih Zulkifli, A. (2013). KPK tak lekang. Jakarta, Indonesia:
Kepustakaan Populer Gramedia.
cenderung melakukan tindakan korupsi.
Film ini juga menunjukkan bahwa terjadi
pembiaran atau ketiadaan perlawanan dari
masyarakat ketika mengetahui korupsi terjadi
dan sudah mengakar seperti sekarang ini.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
melihat fenomena ini secara mendetail.
Tidak hanya menggunakan analisis model
yang telah disebut di atas, namun dapat pula

164

Anda mungkin juga menyukai