Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam memiliki tiga pokok ajaran agama yang terdiri dari tiga
komponen, ketiganya saling berkaitan satu sama lain dan harus diamalkan oleh
setiap pemeluknya, yakni Iman, Islam dan Ihsan. Tiga pokok ajaran tersebut juga
terkadang diistilahkan dengan: akidah, syariah dan akhlak, serta dengan istilah:
akidah, ibadah dan Mu‟amalah.1 Dalam artikel yang ditulis oleh Nurcholish
Madjid ketiga istilah ini di anggap sebagai trilogi ajaran Ilahi. 2
Iman adalah kepercayaan diri kepada Allah Swt, melalui ikrar dan
kesaksian terhadap dua persaksian yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Kesaksian ini merupakan pintu
awal untuk memasuki Islam. Adapun formulasi rukun Islam yang telah baku dan
berlaku hingga sekarang, sebagai berikut: kesaksian bahwa tiada Tuhan selain
Allah, dan Muhammad adalah utusannya; mendirikan sholat; menunaikan zakat;
menjalankan puasa Ramadhan; dan berhaji jika mampu.3
Komponen kedua yaitu Islam yang memiliki arti penyerahan diri kepada
Allah Swt. Penyerahan diri tersebut teraktualisasi dalam kepatuhan dan ketaatan
untuk menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya.
Rukun iman terdiri dari 6 macam : Iman kepada Allah, Iman kepada malaikat;
Iman kepada Rasul; Iman kepad kitab-kitab; Iman kepada hari akhir; dan Iman
kepada qadla dan qadar.4
Sedangkan komponen yang terakhir yaitu Ihsan, berasal dari kata ahsana-
yuhsinu-ihsan yang mengandung arti berbuat baik, saleh dan bagus. Menurut
istilah seperti yang dikemukakan dalam hadis Nabi, Ihsan berarti meyakini dan
merasakan bahwa Allah senantiasa mengawasi dan memperhatikan segala

1
Kaelany HD, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000),
hlm 31
2
http://nurcholishmadjid.org/wp-content/uploads/2017/06/1994_12-Iman-Islam-dan-Ihsan-
sebagai-Trilogi-Ajaran-Islam.pdf di unduh pada Jum’at, 11 Mei 2018 pukul 16.00
3
Op.Cit, Kaelany HD, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, hlm. 31
4
Ibid, Kaelany HD, hlm. 41

1
aktivitas dalam kehidupan, sehingga ketika beribadah kepada Allah seakan-akan
ia melihat dan dilihat oleh-Nya.5
Ihsan dalam pandangan tasawuf merupakan posisi mulia dan derajat
tertinggi yang dicapai oleh seorang mukmin ketika telah sampai pada
kesempurnaan iman dan Islam. Ketika seorang mukmin telah sampai pada derajat
ihsan dalam beribadah kepada Allah seolah-olah ia melihat dan dilihat oleh-Nya,
sehingga perilaku ihsan akan teraktualisasikan dalam segala aspek kehidupan
yang senantiasa menjunjung tinggi kebaikan budi dan beramal saleh. 6 Ihsan
menjadi sebuah posisi yang didambakan oleh setiap mukmin, sehingga seolah-
olah untuk sampai pada posisi tersebut seorang mukmin harus menyempurnakan
keimanan serta keislaman terlebih dahulu. Keimanan dan keislaman seorang
mukmin teraktualisasikan melalui rukun-rukun iman serta Islam yang diyakini
dan menjadi dasar pemeluk agama Islam. Ihsan sendiri menjadi aplikasi dari
rukun-rukun iman dan Islam tadi.7
Ketiga komponen yang telah dijelaskan tadi memiliki korelasi antara yang
satu dengan yang lainnya. Hal ini mengantarkan kita pada pemahaman
bahwasannya posisi ihsan selalu diperingkatkan terakhir. Anggapan bahwa yang
terpenting adalah pencapaian iman dan Islam terlebih dahulu, sedangkan
pencapaian ihsan itu belakangan, mengapa demikian?. Ketika kita membaca
kitab-kitab fiqih, pasti berawal dari pembahasan mengenai bab iman, kemudian
Islam dan diujung tidak terdapat pembahasan mengenai ihsan. Apakah hal ini
kemudian menggambarkan bahwasannya wilayah ihsan memang tidak tersentuh
pada wilayah konsep iman dan Islam.
Dalam praktek kehidupan sehari-hari ketika seseorang meninggal, ada
kebiasaan yaitu menanyakan beberapa hal sebelum jenazah diberangkatkan dan
dikuburkan. Pertanyaan yang ditanyakan hanya meliputi persoalan iman dan
Islam, sedangkan persoalan mengenai ihsan tidak dipertanyakan. Dalam
prakteknya ternyata konsep iman dan Islam seolah-olah lebih mendominasi dari
pada konsep ihsan. Hal ini terjadi apakah karena kurangnya penggalian terhadap

5
Ibid, Kaelany HD, hlm. 54
6
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam Dan Akhlak, (Jakarta: AMZAH, Cet.2, 2013),
Hlm. 277
7
Ibid, Muhammad Fauqi Hajjaj, hlm. 278

2
makna ihsan ataukah terlalu berat untuk merealisasikan ihsan tersebut
dikehidupan sehari-hari.
Melihat kondisi sosial masyarakat Islam khususnya di Indonesia, korupsi
menjadi masalah yang tidak asing lagi terdengar di telinga kita dari dulu hingga
sekarang. Pelaku korupsi sendiri merupakan seseorang yang beragama Islam, dia
menjalankan sholatnya dengan benar, berhaji, menunaikan zakat, namun di sisi
lain dia juga melakukan tindakan korupsi. Di sini terdapat kesenjangan antara
idealitas dengan realitas yang terjadi. Idealnya orang yang senantiasa
menjalankan agama dengan taat, tidak akan melakukan tindak korupsi yang
sudah jelas merupakan perbuatan yang tercela dan dilarang oleh agama, namun
dalam realitanya berkebalikan. Nilai-nilai ihsan jelas telah hilang dalam
problematika tersebut, karena dengan ihsan seorang muslim akan senantiasa
melakukan hal-hal yang baik.
Konsep Ihsan juga menjadi penting untuk dikaji ketika disandingkan
dengan isu kontemporer yang berkaitan dengan degradasi moral umat Islam saat
ini. Banyak tindak kriminal yang sedang marak terjadi dilingkungan sekitar kita,
seperti pembunuhan, tindak kekerasan, kosupsi, perang, intimidasi, dan lain
sebagainya. Hal ini mencerminkan bagaimana kondisi moral manusia saat ini
sangat memprihatinkan. Apakah umat Islam menjadi literalis, yakni menjadi ahli-
ahli ibadah tapi kurang baik dengan saudara sesamanya karena konsep ihsan yang
belum dielaborasi dengan kehidupan sekarang?.
Problematika-problematika yang telah dijelaskan tadi menggambarkan
bahwa konsep ihsan menjadi penting untuk diangkat dalam tulisan ini untuk
menawarkan bagaimana aplikasi ihsan dapat terealisasikan dikehidupan, sehingga
implikasi dari sikap ihsan terwujud bukan hanya pada wilayah ketakwaan
individual tapi juga ketakwaan sosial.
Banyak tokoh yang berbicara mengenai konsep ihsan dan korelasinya
dengan iman dan Islam, seperti Ibn Taimiyah, Imam al-Ghazali, Nurcholish
Madjid, Sayyid Sabiq, Imam Nawawi dan sebagainya. Salah satu tokoh yang juga
berbicara mengenai konsep iman, Islam, dan ihsan adalah Muhammad Syahrur.
Syahrur memiliki pandangan yang berbeda mengenai ketiga konsep ini.
Pandangan yang berbeda tersebut dihasilkan melalui pemahamannya terhadap al-

3
Qur’an dengan menggunakan metode dan pendekatan yang sangat berbeda
dengan yang pernah ada sebelumnya. Syahrur menggunakan metode historis-
ilmiah di dalam studi kebahasaan dan pendekatan yang digunakan Syahrur adalah
linguistik-filosofis-humanistik.8 Melalui pembacaan kontemporer yang diusung
olehnya, Syahrur mengajak untuk memikirkan kembali tentang Islam yang
sekarang muncul dalam bentuk yang kaku, ekstrim, eksklusif dan terbelakang.
Dengan harapan pemikiran keagamaan akan tetap dinamis dan kontekstual
sebagai respon atas realitas yang tengah dihadapi.9
Syahrur dengan menggunakan metode tersebut, kemudian mengkritik dan
menafsirkan ulang serta meredefinisi seluruh warisan pemikiran keislaman yang
telah dianggap baku selama ini, bahkan sampai pada hal yang paling fundamental
yakni tentang Iman dan Islam. Hasil dari re-interpretasi Syahrur dengan metode
dan pendekatan barunya sangat berbeda dan dapat dikatakan menjadi sesuatu
terobosan baru dalam memahami term-term al-Qur’an. Syahrur hanya berpegang
pada Nash al-Qur’an, sehingga jelas dalam memahami al-Qur’an Syahrur tidak
menggunakan kitab-kitab lama. Syahrur merupakan orang yang sangat modern
dan sangat rasional, akan tetapi dia masih percaya al-Qur’an dan menjadikan al-
Qur’an sebagai sumber utama dalam pemikirannya. Syahrur kemudian
mengelaborasi makna-makna al-Qur’an tersebut dalam kehidupan.10
Menurut Muhammad Syahrur konsep Iman dan Islam klasik telah terpisah
dari ihsan, sehingga perlu untuk dikaji ulang.11 Rukun-rukun yang telah ada hanya
berisikan tentang ritual-ritual keagamaan, seperti sholat, puasa, zakat dan haji,
adapun amal saleh, ihsan dan akhlak tidak tersentuh dalam rukun-rukun Islam
tersebut.12 Menurut Syahrur anggapan bahwa rukun Islam hanya mencangkup

8
Ibid, Muhammad Syahrur, al-Islam wa al-Iman: Manzhumah al-Qiyam, (Islam dan Iman;
Aturan-Aturan Pokok: Rekonstruksi Epistemologis Rukun Islam dan Rukun Iman, trj. M. Zaid
Su‟di), (Yogyakarta: iRCiSoD, 2015), hlm.11
9
Muhammad Syahrur, Al-Kitab wa al-Qur‟an : Qira‟ah Mu‟ashirah: Al-Ahali lil-Tiba‟ah
wal-Nashr wa-Tauzi‟, (Epistemologi Qur‟ani : Tafsir Kontemporer Ayat-Ayat Al-Qur‟an Berbasis
Materialisme-Dialektika-Historis, terj. M. Firdaus), (Bandung: Marja, Cet. II, 2015), hlm.11
10
Op. Cit, Muhammad Syahrur, al-Islam wa al-Iman: Manzhumah al-Qiyam, (Islam dan
Iman; Aturan-Aturan Pokok: Rekonstruksi Epistemologis Rukun Islam dan Rukun Iman, trj. M.
Zaid Su‟di), hlm. 25
11
Zainal Abidin, Rethinking Islam dan Iman, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014),
hlm. 1
12
Op. Cit, Muhammad Syahrur, al-Islam wa al-Iman: Manzhumah al-Qiyam, (Islam dan
Iman; Aturan-Aturan Pokok: Rekonstruksi Epistemologis Rukun Islam dan Rukun Iman, trj. M.
Zaid Su‟di), hlm. 37

4
persoalan ritual saja merupakan suatu kesalahan yang fatal dalam pemahaman
terhadap apa yang disampaikan al-Qur’an, sehingga penting untuk melakukan
pembacaan ulang terhadap makna yang terkandung dalam al-Qur’an.13
Muhammad Syahrur berpandangan bahwa Ihsan merupakan nama lain dari
amal saleh dan merupakan rukun Islam yang ke-tiga. Pandangan Syahrur lebih
pada ranah sosial dalam melihat ihsan dan menurutnya ihsan ini menjadi titik
temu antara ketiga agama samawi.14 Ihsan merupakan manifestasi dari aspek
moral yang terkandung dalam al-Qur’an, Syahrur menyebutnya “al-Furqon
(akhlaq)”. Al-Furqon adalah manifestasi ketakwaan sosial, yakni aspek moral
yang menjadi wilayah bersama dari ketiga agama langit. Muslim seharusnya
dalam berinteraksi dengan sesama Muslim maupun dengan non-Muslim
menggunakan dasar ini, bukan atas dasar takwa individu, yang termanifestasi
dalam ibadah ritual.15 Dalam penjelasan mengenai Al-Furqon terdapat sepuluh
perintah Tuhan (The Ten Commandement). Sepuluh perintah Tuhan ini
merupakan pilar moral universal yang kemudian menjadi inti dari ketakwaaan
sosial.16 Menurut Syahrur penilaian atas keagamaan seseorang bukan hanya
dilihat dari bagaimana ritual-ritual yang dijalankannya, tetapi juga melalui sisi
moralnya. Hal ini yang kemudian menjadi titik tekan pada pembahasan ihsan dan
amal saleh menurut muhammad Syahrur.
Jauh dan tidak tesentuhnya sisi moral pada wilayah dasar-dasar agama
dapat berakibat pada pandangan bahwa diperbolehkannya membunuh seseorang,
menyebabkan kerusakan serta kerusuhan akan menggiring suatu masyarakat pada
krisis moral. Seperti yang tejadi pada saat sekarang ini. Manusia lebih cenderung
memikirkan ketakwaan individual yang hanya sekedar melaksanakan ritual-ritual
yang dibebankan terhadapnya ketimbang ketakwaan sosial sebagai wujud dari
keterikatannya dengan pribadi yang lain.
Berdasarkan hal ini konsep ihsan menurut Muhammad Syahrur menjadi
penting untuk dibahas dan dikaji lebih dalam guna untuk dapat

13
Ibid, Muhammad Syahrur hlm. 39
14
Ibid, Muhammad Syahrur, hlm. 43
15
Muhammad Syahrur, Al-Kitab wa al-Qur‟an : Qira‟ah Mu‟ashirah (Prinsip Dan Dasar
Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer, terj. Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin Dzikri),
(Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hlm. 81
16
Ibid, Muhammad Syahrur, hlm. 83

5
diimplementasikan dalam permasalahan-pemasalahan sosial yang telah dijelaskan
tadi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka
tulisan di bawah ini akan membahas tentang:
1. Bagaimana konsep Ihsan Menurut Muhammad Syahrur?
2. Bagaimana implementasi konsep ihsan terhadap masalah sosial menurut
pemikiran Muhammad Syahrur?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasikan dan mendeskripsikan bagaimana konsep Ihsan
Menurut Muhammad Syahrur serta relevansinya dengan Iman dan Islam.
2. Untuk mengidentifikasikan dan mendeskripsikan bagaimana implementasi
konsep ihsan terhadap masalah sosial menurut pemikiran Muhammad
Syahrur.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
1. Secara Teoritis
 Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta
memperkaya khazanah keilmuan Islam, khususnya keilmuan yang
berasal dari pemikiran-pemikiran Islam kontemporer.
 Untuk melengkapi kepustakaan mengenai pemikiran Muhammad
Syahrur yang belum dibahas di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Serta
dapat berguna bagi pengembangan penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis
 Dapat memberikan motivasi pada pembaca maupun penulis sendiri
guna mengenalkan pemikiran-pemikiran yang ditawarkan oleh
Muhammad Syahrur tentang Konsep Ihsan untuk kehidupan yang
lebih baik.
 Penelitian studi tokoh dimaksudkan untuk menggali pemikiran
seorang tokoh, sehingga membuka kritik terhadap pemikiran

6
sebelumnya kemudian dijadikan sebagai pelajaran bagi generasi
selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah penulis lakukan, sudah banyak
karya-karya intelektual yang membahas pemikiran Muhammad Syahrur. Namun,
belum ada yang membahas masalah Ihsan secara khusus dan mendalam. Dalam
penelitian ini, penulis memfokuskan pembahasan pada konsep Ihsan sertar
elevansi terhadap konsep Iman dan Islam menurut pemikiran Muhammad
Syahrur. Penulis berusaha menampilkan perbedaan fokus masalah yang akan
dibahas dengan penelitian yang telah ada. Adapun temuan beberapa karya yang
memiliki relevasi dengan pembahasan yang akan di teliti oleh penulis, antara
lain:
Skripsi tahun 2017 oleh Mochammad Mahrus mahasiswa Jurusan Aqidah
dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Konsep Islam Dalam
Pandangan Muhammad Syahrur. Skripsi tersebut berisi tentang gagasan
rekonstruksi Muhammad syahrur tentang Islam dengan pembacaan ulang
terhadap al-Qur’an. Skripsi ini membahas tentang bagaimana Muhammad
Syahrur merombak kembali nilai-nilai fundamental dalam Islam sampai pada
masalah akidah dan syari’at, karena menurutnya konsepsi mengenai Islam yang
telah ada merupakan sebuah konsep yang salah kaprah yang mengakibatkan
munculnya berbagai kekeliruan pemahaman terhadap kitab.17 Skripsi tersebut
memiliki perbedaan fokus dengan tulisan peneliti, peneliti akan menggali konsep
Ihsan dalam pandangan Muhammad Syahrur dengan metode deskripsi analisis.
Skripsi tahun 2003 oleh Julmani Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rekonstruksi Pemaknaan Islam dan Iman
(Telaah Deskriptif atas penafsiran Muhammad Syahrur). Skripsi tersebut berlatar
belakang pandangan ekslusifisme terhadap konsep Islam dan Iman. Skripsi ini
membahas tentang pemaknaan ulang konsep Islam dan Iman menurut
Muhammad Syahrur serta implikasi pemaknaan tersebut terhadap dimensi moral,
sosial-masyarakat dan politik. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa Islam
adalah agama universal, rukun Islam menurut Muhammad Syahrur terdiri dari:
17
Muchammad Mahrus, Konsep Islam Dalam Pandangan Muhammad Syahrur, Skripsi
Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017

7
percaya kepada Tuhan; percaya kepada hari akhir; beramal saleh dan ihsan.
Sedangkan iman adalah partikularitas, rukun iman terdiri dari ibadah-ibadah
taklifi (beban) yang hanya dibebankan pada pengikut Muhammad SAW saja,
rukun Iman diantaranya: percaya pada risalah Muhammad SAW; Shalat; Zakat;
Puasa; Haji; Jihad; dan Syura. 18 Letak perbedaan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis saat ini adalah bahwa penulis mengambil fokus pada salah
satu pilar dalam rukun Islam yakni Ihsan dan beramal saleh. Penulis akan
membahas pemaknaan Muhammad Syahrur mengenai konsep Ihsan dengan
menggunakan metode deskripsi analisis.
Thesis tahun 2005 oleh Mufrikhah Friana Jurusan Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Reinterpretasi Al-Quran Menurut Muhammad
Syahrur Dalam Buku Al-Kitab wa A-Qur‟an: Qira‟ah Mu‟asirah. Penelitian
tersebut berisi tentang pemaknaan ulang terhadap terma-terma kunci dalam ulum
al-Qur‟an seperti Nubuwwah, Mutasyabihat, Risalah, Iman, Islam, Qadla dan
Qodar dan sebagainya. Syahrur mendefinisikan ulang term-term seperti al-Kitab,
al-Furqon, al-Zikr dan lainnya berbeda dengan definisi yang telah dianggap
lazim dan telah baku. Dalam pengertian konvensional term-term tersebut sinonim
dengan term al-Qur’an, dan hasil dari redefinisi Syahrur kontras berbeda. Fokus
dari skripsi ini adalah redefinisi terhadap term al-Furqon beserta nilai-nilai yang
terkandung dan relevansinya dengan konteks titik temu agama samawi. Skripsi
ini menggunakan pendekatan deskriptif-interpretatif. Adapun hasil dari
reinterpretasi Syahrur membagi al-Furqon menjadi dua bagian „Am dan Khas,
keduanya mengandung nilai-nilai universal agama-agama dan selaras dengan
fitrah manusia. Nilai ini kemudian menjadi penyempurna agama, iman dan amal
saleh serta selaras dengan fitrah manusia. Pemaknaan Syahrur tentang al-Furqon
merupakan perluasan paham bahwa titik temu agama samawi hanya pada wilayah
tauhid, esoterisme, dan nilai-nilai kemanusiaan universal semata.19 Adapun yang
membedakan antara penelitan yang akan dilakukan oleh penulis yaitu fokus
dalam penelitian. Penulis ingin membuktikan bahwa konsep ihsan yang

18
Julmani, Rekonstruksi Pemaknaan Islam dan Iman (Telaah Deskriptif atas penafsiran
Muhammad Syahrur), skripsi Fakultas Ushuluddin, 2003
19
Mufrikhah Friana, Reinterpretasi Al-Quran Menurut Muhammad Syahrur Dalam Buku
Al-Kitab wa A-Qur‟an: Qira‟ah Mu‟asirah, Thesis Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN
Sunan Kalijaga, 2005

8
Muhammad Syahrur gagas berbeda dengan gagasan ulama pada umumnya. Serta
al-Furqon selain sebagai nilai-nilai yang menjadi titik temu agama samawi, juga
bermakna sebagai nilai-nilai moral yang digunakan dalam mengaplikasikan
konsep Ihsan.
Skripsi tahun 2003 oleh Muhammad Nursyahid Jurusan Tafsir Hadits
Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Pemaknaan Sachiko Murata Dan
William C. Chittick Tentang Ihsan Dalam The Vision Of Islam. Skripsi tersebut
berisikan tentang pemaknaan Sachiko Murata dan William C. Chittick tentang
Ihsan yang dianggap sebagai visi dari Islam untuk mengarahkan pemeluknya
dalam menata kehidupan ke arah yang lebih baik. Skripsi ini menggunakan
pendekatan filosofis untuk menelaah lebih dalam makna Ihsan. Adapun hasil
temuan dalam skripsi ini, menurut Sachiko Murata dan William C. Chittick,
keduanya menggunakan prespektif Tasybih dan Tanzih untuk memahami konsep
Ihsan sebagai sarana hubungan manusia dengan Tuhannya. Corak pemikiran
mereka lebih cenderung ke arah sufistik karena riwayat hidup mereka yang
berkonsentrasi pada wilayah sufisme. Pemaknaan Ihsan menurut Sachiko Murata
dan William C. Chittick berkaitan erat dengan berbagai hal yang dibutuhkan
dalam kehidupan untuk lebih baik secara individual maupun sosial. 20 Adapun
yang membedakan antara penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah
tokohnya, meskipun tema besar yang akan diangkat sama yaitu mengenai konsep
Ihsan. Penulis akan mengangkat tokoh Muhammad Syahrur, sehingga hasil dari
pemaknaan terhadap ihsan sedikit atau banyak nya akan memiliki perbedaan dan
berkemungkinan juga memiliki persamaan.
Thesis tahun 2015 oleh Mamluatul Inayah Jurusan Pendidikan Agama
Islam UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. Konsep Ihsan Sebagai Penddikan
Karakter Dalam Pemikiran Sachiko Murata dan William C. Chittick. Dalam
penelitian ini berusaha menemukan pokok pemikiran Sachiko Murata dan
William C. Chittick dengan fokus yaitu: dasar-dasar pendidikan karakter;
pendidikan karakter dalam konsep ihsan; dan strategi pendidikan karakter dalam
karya The Vision Of Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
interpretatif dengan menggunakan analisa model yang dikembangkan oleh Van
20
Muhammad Nursyahid, Pemaknaan Sachiko Murata Dan William C. Chittick Tentang
Ihsan Dalam The Vision Of Islam, Skripsi Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin tahun 2003.

9
Dijk.21 Perbedaan dalam penelitian ini, tokoh yang diangkat berbeda meskipun
tema besar yang dibahas sama yakni konsep ihsan. Dalam penelitian ini akan
menggunakan teori ihsan yang berasal dari tokoh tasawuf untuk menganalisis
pemikiran Muhammad Syahrur tentang konsep Ihsan serta implementasinya
terhadap masalah sosial.
Thesis tahun 2012 oleh Ahmadiy, S. Th. I Studi Al-Qur’an dan Hadits
Dalam Ilmu Agama Islam Program Studi Agama dan Filsafat, Konsep Ihsan
Dalam Al-Qur‟an (Pendekatan Semantik). Penelitian ini mengkaji makna kata
Ihsan dalam al-Qur’an dan memfokuskan pada nilai-nilai normatif dengan
menggunakan pendekatan semantik. Kata ihsan tesebut memiliki implikasi
makna yang cukup luas untuk dcermati.22 Letak perbedaannya yakni penulis akan
membahas pemaknaan Muhammad Syahrur mengenai konsep Ihsan dengan
menggunakan metode deskripsi analisis.
F. Kerangka Teori
Dalam penelitian skripsi ini, teori yang akan digunakan untuk menganalisa
pemikiran Muhammad Syahrur tentang konsep ihsan adalah merujuk pada
gagasan ihsan menurut pemikir terdahulu dalam pandangan tasawuf. Teori yang
akan digunakan adalah teori ihsan al-Ghazali dan Ibn ‘Arabi. Teori ini digunakan
untuk membandingkan pemaknaan ihsan menurut Muhammad Syahrur dengan
konsep yang telah ada, sehingga didapatkan perbedaan dan persamaannya.
Menurut Imam al-Ghazali, Ihsan yaitu kesempurnaan dari pencapaian
seseorang melalui jalan muhasabah yang kontinu untuk mengantarkan pada
muraqabah.23 Dalam tasawuf, Muraqabah merupakan salah satu jalan atau
langkah yang dilalui oleh manusia untuk menuju Tuhannya. 24 Al-Ghazali
berpandangan tujuan dari jalan atau langkah ini memiliki tujuan untuk
penempuhan fase-fase dengan latihan jiwa, serta pergantian moral tercela dengan

21
Mamluatul Inayah, Konsep Ihsan Sebagai Penddikan Karakter Dalam Pemikiran
Sachiko Murata dan William C. Chittick, Thesis Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Maulana
Malik Ibrahim, Malang, tahun 2015.
22
Ahmadiy, S. Th. I, Konsep Ihsan Dalam Al-Qur‟an (Pendekatan Semantik), Thesis
Jurusan Studi Al-Qur’an dan Hadits Dalam Ilmu Agama Islam Program Studi Agama dan Filsafat
UIN Sunan Kalijaga, tahun 2012.
23
Sa’id Hawwa, Tarbiyatunnar-Ruhuyah, trj.Khaerul Rafie dan Ibnu Thaha Ali, (Mizan:
Bandung, Cet. IX, 2001), hlm.319
24
Sayyid Husen Nasr, Living Sufism (Tasawuf Dulu dan Sekarang, terj. Abdul Hadi WM),
(Pustaka Firdaus: Jakarta, Cet. I1, 985), hlm. 87

10
moral terpuji. Sehingga dengan ini, seseorang penempuh jalan tersebut akan
mencapai pengenalan Allah. Kesimpulannya, menurut al-Ghazali poros
perjalanan jiwa adalah moralitas.25
Dalam praktis tasawuf muraqabah yaitu upaya dan penyingkapan untuk
senantiasa berprasangka baik (husnudzon) kepada Allah, hal ini terjadi kerena
seseorang selalu melihat dan menyadari kelemahan dirinya. Apa yang diperbuat
demi suatu pencapaian tertentu akan selalu digantungkan kepada Allah. 26
Sedangkan ihsan dalam pandangan Ibn ‘Arabi memiliki kaitan yang erat
dengan kajian tentang manusia sempurna (insan al-kamil) atau manusia muhsin,
karena pelaku ihsan sendiri disebut muhsin.
Insan Kamil adalah nama yang digunakan oleh kaum sufi untuk
menamakan seorang yang telah sampai ke derajat tertinggi. Menurut Ibn’Arabi
manusia adalah tempat tajjali Tuhan yang paling sempurna. Manusia adalah
perwujudan Dzat yang suci dengan segala sifat dan asma-Nya. Manusia adalah
cermin dimana Tuhan menampakkan diri-Nya.27 Menurut hemat penulis, dalam
pandangan Ibn ‘Arabi ihsan merupakan manisfetasi dari sifat-sifat dan nama-
nama Allah yang mewujud pada diri insan kamil.
G. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi pustaka (library research)
yaitu sebuah penelitian untuk mendalami, mencermati serta mengidentifikasi
pengetahuan dengan pengumpulan data-data tertulis yang berkaitan dengan
pembahasan.28 Studi dokumen atau teks merupakan jenis penelitian kualitatif.
Penelitian ini menitikberatkan pada analisis atau interpretasi bahan tertulis
berdasarkan konteksnya. Selain menginterpretasi isi dokumen berupa buku teks,
majalah, surat kabar, naskah artikel dan sebagainya sebagai hasil karya yang
terpisah dari penulisnya, penelitian jenis ini juga menggali pikiran seseorang

25
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islam (Sufi dari
Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar Tentang Tasawuf, terj. Ahmad Rofi’ Utsmani), (PUSTAKA:
Bandung, Cet.I, 1985), hlm. 168
26
Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi
bukan Aspirasi, (Mizan: Bandung, 2006), hlm.47
27
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (AMZAH: Jakarta, Cet.I, 2012), hlm. 280
28
Suharsimi, Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 58

11
yang tertuang dalam karya tersebut.29 Jenis pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan deskriptif-analitis. Dalam penelitian ini, teknik
yang digunakan untuk mengumpulan data yaitu dengan menggali beberapa
sumber data tertulis kemudian menggabungkannya dengan data-data lain yang
berkaitan dengan tema kemudian menganalisisnya. 30 Langkah-langkah penelitian
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Penentuan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data inti yang berkaitan langsung
dengan pembahasan, sedangkan data sekunder merupakan data pendukung
yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian. Adapun sumber data
yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah data yang berupa dokumen, buku-buku, jurnal,
artikel, dan sebagainya yang menjadi pokok dalam sumber data penulisan
skripsi ini.31 Dalam tulisan ini, data yang akan di ambil adalah berupa
tulisan-tulisan asli Muhammad Syahrur yang telah di terjemahkan kedalam
bahasa Indonesia. Sebagai berikut:
1. Al-Islam wa al-Iman; Manzhumah al- Qiyam atau dalam
terjemahan bahasa Indonesia berjudul Islam dan Iman; Aturan-
Aturan Pokok (Rekonstruksi Epistemologis Rukun Islam dan Rukun
Iman), yang diterjemahkan oleh M. Zaid Su’di pada tahun 2015
terbitan iRCiSoD, Yogyakarta.
2. Al-Kitab wa al-Qur‟an : Qira‟ah Mu‟ashirah yang dalam
terjemahan bahasa Indonesia terbagi menjadi 3 buku, yakni sebagai
berikut:
a. Prinsip Dan Dasar Hermeneutika Al-Qur‟an Kontemporer,
yang diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin
Dzikri pada tahun 2015 terbitan Kalimedia, Yogyakarta.

29
Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:
Suaka Media, Cet.1, 2015), hlm. 12
30
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),
hlm 3.
31
Op. Cit. Suharsimi, Arikunto, Manajemen Penelitian, hlm. 64

12
b. Al-Kitab wa al-Qur‟an : Qira‟ah Mu‟ashirah (Al-Ahali lil-
Tiba‟ah wal-Nashr wa-Tauzi‟) atau dalam terjemahan bahasa
Indonesia berjudul Epistemologi Qur‟ani: Tafsir Kontemporer
Ayat-Ayat Al-Qur‟an Berbasis Materialisme - Dialektika -
Historis yang diterjemahkan oleh Muhammad Firdaus pada
tahun 2015 terbitan Marja, Bandung.
c. Prinsip Dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer,
yang diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin
Dzikri pada tahun 2016 oleh Kalimedia, Yogyakarta.
3. Nahw Usul Jadidah Li al-Fiqih al-Islami yang dalam bahasa
Indonesia berjudul Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, yang
diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin Dzikri
dan pada tahun 2015 terbitan Kalimedia, Yogyakarta.
b. Sumber Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung berupa karya tulis yang ditulis
oleh orang lain baik berupa buku, jurnal, artikel mengenai Muhammad
Syahrur yang tidak terfokus pada masalah yang akan dikaji akan tetapi
berguna untuk menunjang kelengkapan penelitian yang akan ditulis.32
2) Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematika
untuk memperoleh data yang diperlukan dalam sebuah penelitian.33
Pengumpulan data dilakukan dengan memanfaatkan bahan-bahan primer
yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan bahan-bahan
sekunder yang menunjang topik yang akan diteliti.34
3) Metode pengolahan data
Metode pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode
deskritif-analisis, yaitu menguraikan pembahasan secara deskriptif tentang
objek yang akan diteliti, data yang telah diuraikan kemudian dianalisa.35
Dalam proses analisa data, penulis menerapkan teori ihsan al-Ghazali dan Ibn

32
Ibid,.
33
Moh. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Galia Indonesia, 1988), hlm. 211
34
Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran, (Jakarta: Pernada, Cet.1, 2011),
hlm. 48
35
Sutriano Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm 42.

13
‘Arabi terhadap pemikiran ihsan Muhammad Syahrur guna dapat
menjelaskan tentang persamaan dan perbedaannya, sehingga diharapkan
mampu menjawab rumusan masalah dalam karya tulis ini. Penulis ingin
membuktikan bahwasannya konsep ihsan Syahrur berbeda dari konsep ihsan
yang telah ada sebelumnya.
H. Sistematika Penulisan
Adapun penulisan skripsi ini disusun berdasarkan sistematika pembahasan
yang terbagi kedalam lima bab, yakni sebagai berikut
Bab Pertama: Pendahuluan, akan memaparkan tentang latar belakang
permasalahan, serta tujuan dan manfaat dalam penelitian ini, dan tinjauan
pustaka. Kerangka teori untuk menganalisis masalah dalam penelitian ini,
kemudian metodologi penelitian sebagai langkah untuk menyusun skripsi.
Sistematika penulisan untuk melihat gambaran skripsi ini secara keseluruhan.
Bab Kedua: Kerangka Teori, pada bab dua ini menjelaskan mengenai
kerangka teori yang akan digunakan untuk menganalisis masalah dalam
penelitian ini. Adapun kerangka teori yang digunakan adalah teori ihsan secara
umum yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis, serta teori ihsan al-Ghazali dan
Ibn ’Arabi.
Bab Ketiga: Biografi Intelektual Muhammad Syahrur, pada bab ini
akan memaparkan biografi dan karir intelektual Muhammad Syahrur, kondisi
sosial dan politik Syria, fase-fase dan dasar pemikiran Muhammad Syahrur,
tipologi pemikiran Muhammad Syahrur dalam keilmuan islam dan kritik
terhadap pemikiran Muhammad Syahrur
Bab Keempat: Konsep Ihsan Dalam Pandangan Muhammad Syahrur,
pada bab ini akan memaparkan tentang konsep ihsan menurut pemikiran Syahrur,
analisis konsep ihsan Syahrur dengan menggunakan kerangka teori ihsan al-
Ghazali dan Ibn ‘Arabi. Bab ini juga akan menjelaskan mengenai implementasi
dari konsep ihsan terhadap permasalahan sosial menurut pemikiran Muhammad
Syahrur.
Bab Kelima: Penutup, bab ini merupakan bab penutup yang berisi
kesimpulan, dan saran-saran sebagai motivasi untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang tema serupa.

14

Anda mungkin juga menyukai