Anda di halaman 1dari 114

KARYA TULIS ILMIAH

LITERATURE REVIEW

PERAN REKAM MEDIS DALAM MENINGKATKAN

KOMUNIKASI EFEKTIF PADA PELAKSANAAN

KOLABORASI INTERPROFESIONAL

DI RUMAH SAKIT

ASYAHRIA NUR RAHMA

NIM. 1703003

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG

PRODI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

MAKASSAR 2020
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
ABSTRAK

ASYAHRIA NUR RAHMA : LITERATURE REVIEW PERAN REKAM MEDIS DALAM


MENINGKATKAN KOMUNIKASI EFEKTIF PADA PELAKSANAAN KOLABORASI
INTERPROFESIONAL
PEMBIMBING: ARI SUKAWAN dan MUH ZUKRI MALIK
(xvii + 47 halaman + 6 Tabel + 1 Gambar + 3 Lampiran)

Latar belakang: Salah satu yang menunjang pelaksanaan IPC yaitu sarana komunikasi yang dapat
menyatukan data pelayanan kesehatan pasien secara komprehensif sebagai sumber informasi bagi setiap
profesi dalam pengambilan keputusan. Untuk mempermudah proses komunikasi dalam memantau
riwayat kesehatan pasien, setiap PPA diwajibkan untuk membuat rekam medis. Tujuan: Untuk
mengetahui peran rekam medis dalam meningkatkan komunikasi efektif pada pelaksanaan kolaborasi
interprofesional. Metodologi: literature review dengan pencarian artikel di Google Scholar, GARUDA
dan Proquest untuk menemukan artikel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dilakukan review.
Hasil: RM pada pelaksanaan IPC digunakan sebagai media komunikasi dimana setiap temuan dan
pendapat PPA dituangkan dalam rekam medis dan disatukan dalam CPPT. Metode yang dilakukan untuk
meningkatkan komunikasi efektif yaitu melakukan analisis kuantitatif dan kualitatif untuk
mengidentifikasi ketidaklengkapan isi rekam medis serta revisi formulir rekam medis secara berkala.
Faktor yang mempengaruhi komunikasi pada IPC yaitu kepemimpinan, karakteristik, media komunikasi
dan beban kerja. Kesimpulan: CPPT adalah sarana komunikasi pada pelaksanaan IPC dimana hasil
temuan kesehatan, renacana perawatan, serta tindakan/prosedur dituangkan. Untuk menjaga komunikasi
berjalan dengan efektif dilakukan analisis kuantitatif dan kualitatif dan revisi formulir rekam medis.
Faktor yang mempengaruhi komunikasi pada kolaborasi interprofesi yakni kepemimpinan, karakteristik,
media komunikasi dan beban kerja.

Kata Kunci: Rekam medis, Kolaborasi interprofesional, Komunikasi efektif

vii
ABSTRACT

ASYAHRIA NUR RAHMA : LITERATURE REVIEW THE ROLE OF MEDICAL RECORDS


IMPROVING EFFECTIVE COMMUNICATION IN THE IMPLEMENTATION OF
INTERPROFESSIONAL COLLABORATIONS
MENTORS : ARI SUKAWAN AND MUH ZUKRI MALIK
(xvii + 47 Pages + 6 Tables + 1 Image + 3 Attachments)

Background: One of the things that supports the implementation of interprofessional collaboration is a
communication that can integrate patient health service data comprehensively as a source of information
for every profession in decision making. In order to simplify the communication process in monitoring
a person's medical history, every caregiver professional is required to make a medical record. Objective:
To determine the role of medical records improving effective communication in the implementation of
interprofessional collaboration. Methodology: Literature review by searching for articles on the Google
Scholar, GARUDA and Proquest databases to find articles according to inclusion and exclusion criteria,
then a review is carried out. Result: Medical records in the implementation of interprofessional
collaboration are used as a medium of communication where every health professional's findings and
opinions are recorded in the medical record. Medical records that can compile records belonging to
related health professionals is Integrated Patient Progress Notes. The method used to improve effective
communication is to perform quantitative and qualitative analysis to identify incomplete medical record
contents and revise the medical record forms regularly. Factors that influence communication on
interprofessional collaboration are leadership, characteristics, communication media and workload.
Conclusion: medical records, especially in IPPN, are a medium of communication in the implementation
of interprofessional collaboration that contains health findings, treatment plans, and actions given to
patients. In order to keep communication running effectively, quantitative and qualitative analyzes are
carried out and revise the medical record forms regularly. Factors that influence communication in
interprofessional collaboration are leadership, characteristics, communication media and workload.

Keywords: medical records, interprofessional collaboration, effective communication

viii
PRAKATA

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk karya tuli ilmiah yang

berjudul “Literature Review: Peran Rekam Medis dalam Meningkatkan

Komunikasi Efektif pada pelaksanaan Kolaborasi Interprofesional”. Penulisan

karya tulis ilmiah ini dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan

program studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Panakkukang Makassar.

Dalam kesempatan ini, penulis banyak menerima bimbingan serta saran,

motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan karya tulis ini. Oleh karena itu,

dengan hati yang tulus dan penuh rasa hormat penulis ingin menyampaikan

penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk orang tua: Ayahanda

Omon Priyatna dan Ibunda Nurhayati B, S.Pd terima kasih telah membesarkan dan

mendidik penulis dengan segala kasih sayang, perhatian, dorongan moral dan material

serta doa yang terus mengalir untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar.

Demikian pula penulis haturkan dengan rasa penuh hormat dan terima kasih

kepada:

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes. selaku Ketua Yayasan Perawat

Sulawesi Selatan.

ix
2. Bapak Dr. Ns. Makkasau, M.Kes. selaku Ketua STIKES Panakkukang Makassar

serta selaku penguji yang senantiasa memberi arahan dan masukan berupa kritik

dan saran yang sangat bermanfaat serta motivasi bagi penulis

3. Bapak Syamsuddin, A.Md.PK., SKM., M.Kes., selaku Ketua Prodi DIII RMIK

STIKES Panakkukang Makassar.

4. Bapak Ari Sukawan, S.St., M.Kes dan Bapak Muh. Zukri Malik, S.Kep, Ns,

M.Kep selaku dosen pembimbing yang senantiasa menyediakan waktu, tenaga

dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penulisan serta motivasi bagi

penulis.

5. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf Program Studi DIII RMIK yang telah

mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat dan bantuan yang telah diberikan

selama penulis menuntut ilmu di STIKES Panakkukang Makassar.

6. Terima kasih kepada keluarga serta saudara-saudara saya terkhusus kakak

tersayang Nurul Adhima Priyanti, S.Psi yang telah memberikan doa yang tulus

serta dukungan baik moral maupun materil selama perjalanan kehidupan penulis

lalui sampai saat ini.

7. Terima kasih kepada teman senasibku Adinda Jayanti dan Nur Indah Sari yang

setia menemani keseharian penulis susah maupun senang dari awal hingga saat ini

untuk menyelesaikan pendidikan dibangku perkuliahan, serta selalu memberikan

dukungan dan membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

x
8. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku Mia, Nia, Milanda, Ami, Riska, Alma

yang memberi dukungan, motivasi dan warna tersendiri dalam perjuangan susah

dan senang selama menyelesaikan pendidikan.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 017 DIII RMIK, terkhusus kelas A atas

segala dukungan, motivasi dan kurang lebih tiga tahun kekeluargaan yang telah

terukir selama ini.

10. Terima kasih pula kepada berbagai pihak yang selalu memberikan semangat,

motivasi dan perhatian yang tulus serta mendoakan penulis dalam mengerjakan

tugas akhir ini yang tidak disebut satu-persatu oleh penulis

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan yang

terdapat pada karya tulis ini, penulis memohon maaf atas kekurangan dan

kesalahan tersebut. Penulis sangan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk kepentingan kemajuan karya tulis ini untuk mencapai

kesempurnaan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga karya tulis

ini bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Makassar, 13 November 2020

Penulis

Asyahria Nur Rahma

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

PENGAJUAN JUDUL .......................................................................... ii

PENGESAHAN UJIAN KARYA TULIS ILMIAH ............................... iii

PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH ........................................... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI ............................................................ v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ........................................... vi

HALAMAN ABSTRAK (Bahasa Indonesia) ......................................... vii

HALAMAN ABSTRACT (Bahasa Inggris) ............................................ viii

PRAKATA ............................................................................................ ix

DAFTAR ISI ......................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5

C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 5

D. Manfaat Penulisan ...................................................................... 6

xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis ...................................................... 7

2. Tujuan Rekam Medis ........................................................... 7

3. Nilai Guna Rekam Medis ..................................................... 8

4. Metode Kelengkapan Rekam Medis ..................................... 10

B. Tinjauan Umum Tentang Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi ......................................................... 11

2. Bentuk Komunikasi .............................................................. 11

3. Tujuan Komunikasi .............................................................. 12

4. Proses Komunikasi ............................................................... 13

C. Tinjauan Umum Tentang Kolaborasi Interprofesional

1. Pengertian Kolaborasi Interprofesional ................................. 14

2. Tujuan Kolaborasi Interprofesional ....................................... 14

3. Tim Kolaborasi Interprofesional di Rumah Sakit .................. 15

4. Kompetensi dan Kerangka Kerja

Kolaborasi Interprofesional .................................................. 16

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian .......................................................................... 17

B. Pencarian Literature

1. Kata Kunci (keywords) ..................................................... 17

xiii
2. Database Pencarian Literature .......................................... 18

3. Strategi Pencarian Literature ............................................ 19

C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi .......................................................... 20

D. Sintesis Hasil Literature

1. Hasil Pencarian Literature ................................................. 21

2. Daftar Artikel Yang Memenuhi Kriteria ............................ 24

E. Ekstraksi Data .............................................................................. 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ............................................................................................. 28

B. Pembahasan ................................................................................. 36

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 47

B. Saran ............................................................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kata Kunci Literature Review ...................................................... 18

Tabel 2 Strategi Pencarian Literatur .......................................................... 19

Tabel 3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi .......................................................... 20

Tabel 4 Ekstraksi Data Artikel/Jurnal Penelitian ....................................... 25

Tabel 5 Karakteristik Data Literature ...................................................... 28

Tabel 6 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi pada

Pelaksanaan Kolaborasi Interprofesional .................................................. 36

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Flow Diagram Proses Pencarian Literatur ................................ 23

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2 : Surat Penugasan Ujian Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 3 : Artikel/Jurnal Sebagai Referensi

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi yang memeberikan pelayanan kesehatan

paripurna yang menyediakan pelayanan melalui rawat jalan, rawat inap dan gawat

darurat. Tujuan utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang

berkualitas (Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009). Dalam mewujudkan

pelayanan kesehatan yang berkualiatas, rumah sakit wajib memiliki tenaga

kesehatan di berbagai profesi. Berbagai profesi yang terlibat yakni terdiri dari

tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan,

tenaga kefarmasian, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisan medis

dan teknik biomedika (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014).

Komunikasi merupakan kunci utama dalam membangun sebuah

hubungan baik antar manusia. Komunikasi efektif merupakan unsur utama suatu

sasaran keselamatan pasien sebab komunikasi adalah penyebab pertama dari

masalah keselamatan pasien (Hadi, 2017). Oleh karena itu komunikasi yang efektif

perlu diberi penekanan yang kuat di semua program perawatan kesehatan

professional untuk menjamin kepuasan dan keselamatan pasien.

Berdasarkan hasil penelitian World Health Organization (WHO) bahwa

70-80% kesalahan yang terjadi di pelayanan kesehatan diakibatkan oleh buruknya

1
2

komunikasi dan kurangnya pemahaman anggota tim. Kolaborasi tim yang baik

dapat mengurangi masalah patient safety (WHO, 2009). Kolaborasi interprofesi

atau Interprofessional Colaboration (IPC) adalah suatu proses dalam

mengembangkan dan memelihara hubungan kerja interprofesi yang efektif baik

hubungan antara pelajar, praktisi, pasien, keluarga pasien serta komunitas dalam

mencapai hasil kesehatan yang optimal (Canadian Interprofessional Health

Collaborative, 2010). Kolaborasi interprofesi sangat diperlukan dalam setiap

perawatan kesehatan apapun sebab tidak ada profesi tunggal yang dapat memenuhi

kebutuhan pasien. Sehingga kualitas pelayanan kesehatan yang baik bergantung

pada professional yang saling bekerjasama dalam tim interprofesional.

Komunikasi yang efektif antar setiap profesi juga penting untuk memberikan

pengobatan yang efisien dan berorientasi komprehensif. Hal ini juga tercantum

dalam Permenkes RI 1691/MENKES/PER/VII/2011 yang menyebutkan bahwa

salah satu dari sasaran keselamatan pasien adalah komunikasi yang efektif.

Komunikasi di rumah sakit tidak hanya dilakukan secara tatap muka melainkan

juga melalui suatu media komunikasi yang ada di rumah sakit yang disebut dengan

rekam medis. Sehingga untuk mempermudah proses komunikasi dalam memantau

riwayat kesehatan seseorang, setiap professional pemberi asuhan (PPA)

diwajibkan untuk membuat rekam medis.

Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah

diberikan kepada pasien (Permenkes RI Nomor 269 Tahun 2008). Berkas rekam
3

medis merupakan salah satu media komunikasi verbal secara tertulis yang

digunakan oleh dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Salah satu yang

menunjang pelaksanaan kolaborasi interprofesi yaitu sarana komunikasi yang

dapat menyatukan data pelayanan kesehatan pasien secara komprehensif sebagai

sumber informasi bagi setiap profesi dalam pengambilan keputusan.

Menurut Mishra dalam Lestari et al (2017), sistem pencatatan rekam

medis yang tidak terintegrasi dapat menyebabkan tidak efisiennya antara unit dan

unit lainnya dalam pengerjaannya karena data yang diinput dibuat berulang mulai

dari admission, poliklinik dan pelaporan di rekam medis . Sedangkan rekam medis

yang terintegrasi memberikan kesempatan bagi tenaga interprofessional dalam

membuat keputusan korektif dan keputusan klinis dalam menganalisis dan

mempertahankan kondisi pasien. Melihat dari kenyataan yang terjadi, rumah sakit

perlu membuat inovasi dalam pencatatan rekam medis sebagai suatu mutu

pelayanan kesehatan. Berdasarkan Komite Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia,

model rekam medis terintegrasi merupakan standar penilaian mutu rumah sakit.

Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan yakni rekam medis

yang terintegrasi. Salah satu bagian dari rekam medis terintegrasi adalah

pelaksanaan formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT).

Kelengkapan dokumen rekam medis dapat menunjang komunikasi yang

efektif dengan dilakukannya analisis kualitatif dan kuantitatif yang merupakan

kegiatan menilai kelengkapan isi dan kekonsistenan mutu suatu rekam medis.

Kelengkapan dokumen rekam medis sangat penting sebab dapat mempengaruhi


4

proses pengobatan dan pelayanan kesehatan pasien. Salah satu faktor yang

mempengaruhi kelengkapan rekam medis yaitu kurangnya komunikasi antar

profesi yakni misalnya dokter dengan perawat terkait masalah instruksi

pengobatan pasien, dokter dengan apoteker terkait masalah penyediaan obat untuk

pasien, dsb. Dampak komunikasi pada rekam medis yakni dapat meningkatkan

mutu dari rekam medis itu sendiri. Dengan demikian peran rekam medis sangat

penting dalam terkoordinasinya pelayanan kesehatan bagi setiap pofesi dan

terjalinnya hubungan yang baik antar profesi di rumah sakit.

Berdasarkan uraian diatas maka penting dilakukan penelitian terkait

peran rekam medis dalam meningkatkan komunikasi efektif pada pelaksanaan

kolaborasi interprofesional.

Untuk mengungkap kronologis masalah dalam satu pokok masalah yang

jelas, fenomena yang diungkap dalam Karya Tulis Ilmiah dilengkapi dengan data

yang lengkap dengan uraian pertanyaan penelitian menggunakan format PICO

antara lain :

1. P (Problem) : Komunikasi efektif, dimana terjadinya kesalahan

pelayanan kesehatan berasal dari komunikasi yang

efektif pelaksanaannya

2. I (Intervention) : Kolaborasi Interprofesional, setiap interprofesi di rumah

sakit dapat mempengaruhi kualitas komunikasi pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional

3. C (Comperation) : -
5

4. O (Outcome) : Peran rekam medis, melihat bagaimana peran rekam

medis agar dapat meningkatkan komunikasi pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan

masalah dalam penulisan ini adalah:

Bagaimana peran rekam medis dalam meningkatkan komunikasi efektif

pada pelaksanaan kolaborasi interprofesional?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peran rekam medis dalam meningkatkan

komunikasi efektif pada pelaksanaan kolaborasi interprofesional.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui peran rekam medis pada pelaksanaan kolaborasi

interprofesional

b. Untuk menjelaskan metode yang digunakan dalam meningkatkan

komunikasi yang efektif pada pelaksanaan kolaborasi interprofesional

c. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional


6

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi institusi Stikes Panakkukang Makassar, hasil penulisan ini dapat

dijadikan bahan masukkan dalam pengembangan ilmu rekam medis

khususnya dalam hal meningkatkan kualitas komunikasi antara

interprofesi di rumah sakit yang berhubungan erat dalam kualitas

pelayanan kesehatan.

b. Bagi penulis diharapkan hasil penulisan ini dapat dijadikan tambahan

wawasan dan pengetahuan mengenai bagaimana meningkatkan

komunikasi yang efektif antar berbagai profesi di rumah sakit dalam

mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualiatas.

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan khususnya bagi perekam medis dan

interprofesi di rumah sakit yaitu dapat memberikan pengetahuan mengenai

pentingnya komunikasi antar profesi dalam meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Rekam Medis merupakan berkas yang berisi catatan dan

dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes RI Nomor

269 Tahun 2008).

Huffman dalam Fajri dalam Gunarti (2019) rekam medis adalah

suatu himpunan fakta kehidupan seorang pasien dan riwayat penyakitnya,

termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan masa lampau yang ditulis

oleh para praktisi kesehatan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan

terhadap pasien.

Rekam medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan

seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan

saat ini, dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam

upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien (Gemala

Hatta, 2008).

2. Tujuan Rekam Medis

Tujuan dibuatnya rekam medis adalah untuk menunjang

tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan

7
8

kesehatan di rumah sakit. Tanpa dukungan suatu sistem pengelolaan rekam

medis yang baik dan benar tertib administrasi di rumah sakit tidak akan

berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi

merupakan salah satu faktor yang menentukan upaya pelayanan kesehatan

dirumah sakit (Rustiyanto, 2009).

Pembuatan rekam medis memilki tujuan untuk mendapatkan data

dari pasien mengenai riwayat kesehatan, riwayat penyakit di masa lalu dan

sekarang selain itu juga pengobatan yang telah diberikan kepada pasien

sebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan.

3. Nilai Guna Rekam Medis

a. Bagi Pasien

1) Menyediakan bukti asuhan keperawatan/tindakan medis yang

diterima oleh pasien.

2) Menyediakan data bagi pasien jika pasien datang untuk yang kedua

kali dan seterusnya.

3) Menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan hukum pasien

dalam kasus-kasus kompensasi pekerja kecelakaan pribadi atau

malpraktek.

b. Bagi Fasilitas Layanan Kesehatan

1) Memiliki data yang dipakai untuk pekerja professional kesehatan.

2) Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis pasien.

3) Mengevaluasi penggunaan sumber daya.


9

c. Bagi Pemberi Pelayanan

1) Menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga professional

dalam merawat pasien.

2) Membantu dokter dalam menyediakan data perawatan yang bersifat

berkesinambungan pada berbagai tingkatan pelayanan kesehatan.

3) Menyediakan data-data untuk penelitian dan pendidikan.

(Rustiyanto, 2009)

Kegunaan rekam medis secara umum adalah :

a. Sebagai alat komunikasi di antara dokter dengan tenaga ahli lainnya

yang ikut ambil bagian di dalam proses pemberian pelayanan,

pengobatan, dan perawatan kepada pasien.

b. Sebagai bukti untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus

diberikan kepada seorang pasien.

c. Sebagai bukti tertulis maupun terekam atas segala tindakan pelayanan,

pengobatan, dan perkembangan penyakit selama pasien berkunjung

atau dirawat di rumah sakit.

d. Sebagai bahan untuk analisis, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas

pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.

e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit

maupundokter dan tenaga kesehatan lainnya.

f. Menyediakan data-data khusus dalam kepentingan pendidikan dan

penelitian.
10

g. Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan

kesehatan yang diterima oleh pasien.

h. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai

bahan pertanggungjawaban dan laporan (Rina Gunarti, 2019)

4. Metode Kelengkapan Rekam Medis

Kelengkapan berkas rekam medis dapat mempengaruhi proses

pelayanan dan pengobatan terhadap pasien sebab pada setiap formulir pada

rekam medis tertuang secara tertulis maupun terekam atas segala identitas

pasien, riwayat kesehatan serta tindakan pelayanan dan pengobatan pasien

selama berkunjung ke rumah sakit. Sehingga diperlukan untuk menilai dan

mengevaluasi rekam medis agar mutu rekam medis tetap terjaga. Analisis

yang dilakukan antara lain analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.

Analisis kuantitatif adalah analisis yang dilakukan dalam menilai

kelengkapan dan keakuratan isi dari dokumen rekam medis. Komponen

yang ada pada analisis kuantitatif antara lain: Identifikasi pasien, Laporan

penting, Autentifikasi dan Pencatatan yang baik.

Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan untuk menilai

mutu suatu rekam medis serta kekonsistenan isi dari rekam medis.

Komponen yang ada pada analisis kualitatif antara lain: Catatan diagnosa

dan penyakit yang lengkap dan konsisten, Pencatatan yang konsisten,

Catatan deskripsi dasar yang dilakukan saat pengobatan dan perawatan,

Pengisian dokumen Informed Consent, Praktik pencatatan dan pengesahan


11

dokumentasi dan Catatan yang berpotensi kejadian ganti rugi/kejadian

penting. (Gemala Hatta, 2008)

B. Tinjauan Umum Tentang Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Roger dan Kincaid menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu

proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

pertukaran informasi dengan satu sama lainnya yang pada gilirannya akan

tiba pada saling pengertian yang mendalam (Abdul Nasir et all, 2009)

Komunikasi secara terminologis adalah proses penyampaian suatu

pernyataan oleh seseorang kepada orang lain (Fourianalistyawati,

2012).Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui komunikasi

melibatkan sejumlah orang, atau komunikasi yang dimaksudkan adalah

komunikasi antar manusia.

2. Bentuk Komunikasi

Komunikasi dibedakan dalam beberapa bentuk, dari segi

penyampaian terdapat komunikasi verbal maupun non-verbal dari

beberapa sumber kini menambahkan komunikasi elektronik. Komunikasi

verbal adalah komunikasi yang disampaikan komunikator kepada

komunikan baik secara tertulis (written) maupun lisan (oral). Komunikasi

verbal secara lisan dapat dilakukan secara tatap muka langsung atau

melalui media seperti bercakap melalui telepon. Sedangkan komunikasi


12

verbal secara tertulis dilakukan secara tidak langsung antara komunikator

dan komunikan tetapi menggunakan media berupa surat, gambar, grafik

dan lain-lain. Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang pesannya

dikemas dalam bentuk tanpa kata-kata. Bentuk komunikasi non-verbal

diantaranya bahasa isyarat, ekspresi wajah, sandi, warna dan lain-lain

(Kusumawati, 2016).

Komunikasi juga dipandang dari 4 macam perspektif komunikasi

antara lain :

a. Perspektif mekanistis : bentuk komunikasi yang menitikberatkan pada

proses kausi-kausalitas (sebab-akibat) dari komunikasi yaitu berupa

efek suatu pesan dalam jaringan komunikasi.

b. Perspektif psikologis : komunikasi yang menitikberatkan pada

penerima pesan, pengaruh yang melatarbelakangi seorang dalam

penerimaan pesan atau informasi.

c. Perspektif interaksional : proses komunikasi yang menitikberatkan

pada media komunikasi, yaitu berhubungan dengan penyebaran pesan

kepada penerima pesan di berbagai tempat.

d. Perspektif pragmatis : komunikasi yang berkaitan dengan kecepatan

suatu pesan hingga sampai pada penerima pesan. Tidak hanya dari sisi

waktu melainkan kesederhanaan pesan agar lebih mudah diterima oleh

penerima pesan (Abdul Nasir et all, 2009).


13

3. Tujuan Komunikasi

Tujuan utama dalam komunikasi yaitu untuk memahami atau

menciptakan suatu pemahaman atau pengertian bersama yang bukan

berarti harus menyetujui melainkan dengan komunikasi maka terjadi suatu

perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara social

(Abdul Nasir et all, 2009)

Menurut Covey, untuk membangun komunikasi yang efektif

diperlukan lima dasar penting yaitu usaha untuk benar-benar mengerti

orang lain, kemampuan untuk memenuhi komitmen, kemampuan untuk

menjelaskan harapan, kemauan untuk minta maaf secara tulus jika

melakukan kesalahan dan kemampuan memperlihatkan integritas (Hassa

Nurrohim & Anatan, 2009).

4. Proses Komunikasi

Setiap komunikator akan melakukan 4 tindakan yaitu

membentuk, meyampaikan, menerima, dan mengolah pesan. Membentuk

pesan artinya menciptakan suatu ide atau gagasan. Ini terjadi pada benak

kepala seseorang melalui proses kerja system saraf. Pesan yang terbentuk

kemudian disampaikan kepada orang lain baik secara langsung maupun

tidak langsung. Pesan yang diterima kemudian akan diolah melalui system

saraf dan diinterpretasikan sehingga dapat menghasilkan tanggapan atau

reaksi dari orang tersebut. Apabila ini terjadi, maka orang tersebut kembali

membentuk dan menyampaikan pesan baru. Demikianlah keempat


14

tindakan ini akan terjadi secara berulang-ulang (Abdul Nasir et all, 2009).

Umpan balik merupakan unsur utama pada suatu komunikasi. Dalam

membangun komunikasi yang efektif dapat dilakukan dengan

mengumpulkan umpan balik yang bertujuan untuk mengevaluasi

keberhasilan penyampaian informasi pada penerima informasi.

C. Tinjauan Umum Tentang Kolaborasi Interprofesional

1. Pengertian Kolaborasi Interprofesional

Kolaborasi Interprofesional atau Interprofessional Collaboration

merupakan suatu proses dalam mengembangkan dan mempertahankan

hubungan kerja interprofesi yang efektif antara pelajar, praktisi,

pasien/klien/keluarga dan komunitas agar dapat mengoptimalkan pelayanan

kesehatan. Elemen kolaborasi meliputi saling menghormati, kepercayaan,

saling berbagi dalam pengambilan keputusan dan kerjasama (Canadian

Interprofessional Health Collaborative, 2010).

Kolaborasi interprofesi adalah kerjasama antar profesi kesehatan

dari latar belakang profesi yang berbeda dengan pasien dan keluarga pasien

untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik (WHO, 2013).

2. Tujuan Kolaborasi Interprofesional

Tujuan dari kolaborasi interprofesional di rumah sakit yaitu

mewujudkan kemitraan antara penyedia pelayanan kesehatan dan klien

dalam partisipasi, kolaboratif dan koordinasi untuk saling berbagi dalam


15

pengambilan keputusan seputar masalah kesehatan dan isu sosial (Canadian

Interprofessional Health Collaborative, 2010).

Menurut Sargeant dalam Purba (2019) Tujuan kolaborasi Tim

Kesehatan adalah:

a. Untuk meningkatkan kualitas dalam memberikan pelayanan kesehatan

kepada pasien,

b. Untuk meminimalisir masalah-masalah yang berkenaan dengan

kebutuhan kesehatan pasien,

c. Untuk meningkatkan pemahaman kontribusi setiap anggota tim

kesehatan agar dapat berkontribusi sesuai dengan profesi masing-

masing,

d. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, menghargai dan memahami

orang lain khususnya antar anggota tim kesehatan

3. Tim Kolaborasi Interprofesional di Rumah Sakit

Di rumah sakit terdapat 4 profesi tenaga kesehatan yang sangat

berperan penting dalam asuhan primer yaitu tenaga klinis, perawat, tenaga

farmasi dan tenaga gizi. Tenaga profesional pemberi asuhan menjadi

berkembang bukan hanya dokter dan keperawatan tetapi menjadi dokter,

keperawatan/bidan, gizi, apoteker, nutrisionis/dietisen, psikolgi klinis,

terapi fisik, teknisi medis/penata anestesi dan lainnya sesuai kebutuhan dari

asuhan pasien. Pada kolaborasi interprofesi peran pasien dan keluarga

pasien juga merupakan faktor penting, hal ini dikarenakan peran mereka
16

penting dalam mengembangkan tujuan bersama untuk perawatan pasien

(Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2016)

Peran masing-masing tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan

pasien sangat dinamis dan banyak tenaga kesehatan yang terlibat dari

berbagai unit pelayanan kesehatan. Kewenangan dokter dalam menjalankan

praktek kesehatan adalah mewawancarai pasien, memeriksa fisik dan

mental pasien, menentukan pemeriksaan penunjang, menegakkan

diagnosis, menentukan pengobatan dan penatalaksanaan perawatan pasien,

menulis resep obat dan alat kesehatan dan sebagainya. Paradigma perawat

atau bidan sekarang sebagai mitra dokter harus mampu mengembangkan

potensinya sehingga dapat kompeten dalam bidangnya (Anggarawati,

2016).

4. Kompetensi dan Kerangka Kerja Kolaborasi Interprofesional

Pada jurnal internasional “National Interprofessional Competency

Framework” telah mendeskripsikan kompetensi yang diperlukan untuk

kolaborasi interprofesional yang efektif. Kerangka kerja tersebut terdiri

atas empat domain utama yaitu klasifikasi peran, fungsi tim, menangani

konflik antar profesi dan kepemimpinan kolaboratif. Kemudian dua domain

yang mendukung yaitu komunikasi antara interprofesional dan

pasien/klien/keluarga/pelayanan yang berpusat pada masyarakat (Canadian

Interprofessional Health Collaborative, 2010).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Literature review yang dimana jenis

penelitian ini mengumpulkan, menyeleksi dan memeriksa berbagai

artikel/jurnal ilmiah tingkat Intrenasional dan Nasional untuk menghasilkan

suatu karya tulis ilmiah. Penelitian yang dilakukan menggunakan teknik

criticize dan compare yaitu menemukan persamaan pada jurnal yang dilakukan

penelitian kemudian memberikan pandangan dimana penulis membuat

pendapat sendiri terhadap sumber yang dibaca serta diambil kesimpulannya.

Dari 5 jurnal penelitian yang dilakukan review, terdapat desain

penelitian literature review sebanyak dua artikel/jurnal, sisanya menggunakan,

deskriptif korelasi dan desain cross sectional, desain kualitatif dengan

pendekatan fenomenologikal, dan studi kualitatif dan analisis tematik.

B. Pencarian Literature

Sumber data pada literature review adalah data sekunder yaitu artikel

hasil penelitian sebelumnya, sehingga kualitas data ditentukan pada pencarian

literature.

17
18

1. Kata kunci (keywords)

Kata kunci sangat menentukan kualitas dari literature yang akan

kita buat sehingga harus disusun dengan tepat. Kata kunci yang digunakan

pada pencarian literature penulis yaitu rekam medis, kolaborasi

interprofesional, komunikasi efektif dan rumah sakit. Penulis juga

menggunakan kata kunci alternatif lain yang serupa dengan kata kunci

utama.

Tabel 1
Kata Kunci Literature Review
Rekam Medis Kolaborasi Komunikasi efektif
Interprofesional
Health record Kolaborasi Interprofesi Effective
Communication
OR OR OR
Medical record Interprofessional Komunikasi
collaboration
OR
IPC

2. Database Pencarian Literature

Pencarian literature berupa artikel/jurnal yang menggunakan

database dengan kriteria nasional dan internasional. Database yang

digunakan dalam pencarian artikel/ jurnal yang berkaitan dengan topik

penulis yaitu Google scholar, Garba Rujukan Digital (Garuda) dan

Proquest.
19

3. Strategi Pencarian Literature

Literature review merupakan rangkuman menyeluruh terhadap

beberapa penelitian yang telah ditentukan sesuai dengan topik penelitian

ini. Pencarian literature telah dimulai pada bulan Agustus – September

2020. Data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh bukan dari

pengamatan langsung melainkan diperoleh dari berbagai hasil penelitian

sebelumnya yang relevan dengan topik penelitian ini. Sumber data

sekunder berasal dari artikel/jurnal yang bereputasi baik tingkat Nasional

maupun Internasional yang relevan dengan topik penelitian ini. Proses

pencarian literature menggunakan Boolean System yaitu perintah yang

digunakan bersamaan dengan kata kunci pada mesin pencari atau database

seperti penggunaan AND, OR dan NOT, maka hal ini akan memberikan

perintah pada database untuk mendapatkan artikel/jurnal sesuai dengan

kata kunci.

Tabel 2
Startegi Pencarian Literatur
Database Startegi pencarian artikel/jurnal
Google scholar Kolaborasi interprofesional DAN Komunikasi
efektif DAN Rekam medis
Garuda Kolaborasi interprofesi dan komunikasi
Proquest Interprofessional collaboration AND Effective
Communication AND Medical record

Berdasarkan hasil pencarian melalui database Google schoolar

dengan menggunakan kata kunci kolaborasi interprofesional ditemukan


20

sebanyak 427 artikel/jurnal, kemudian ditambahkan kata kunci komunikasi

efektif dan ditemukan sebanyak 308 artikel/jurnal, lalu ditambahkan kata

kunci rekam medis ditemukan 69 artikel/jurnal. Setelah di filter atau

menyaring hasil temuan tersebut dihasilkan sebanyak 51 artikel/jurnal.

Berdasarkan hasil pencarian database Garuda dengan

menggunakan kata kunci kolaborasi interprofesi dan komunikasi,

ditemukan sebanyak 3 artikel/jurnal. Setelah dilakukan penyaringan tahun

publikasi yaitu 5 tahun terakhir dihasilkan 3 artikel/jurnal.

Berdasarkan hasil pencarian database Proquest dengan

menggunakan kata kunci Interprofessional collaboration ditemukan

sebanyak 12.119 hasil penelusuran. Kemudian ditambahkan kata effective

communication ditemukan hasil penelusuran sebanyak 9.137 lalu

ditambahkan kata kunci medical record dengan tipe jurnal dan ditemukan

hasil penulusaran sebanyak 916. Dilakukan penyaringan dengan kriteria

seperti full text, publikasi 5 tahun terakhir, subjek collaboration, dan

sebagainya, sehingga menghasilkan sebanyak 11 artikel/jurnal.

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi yaitu syarat yang harus dipenuhi artikel tersebut untuk

dijadikan sebagai literatur penulis, sedangkan kriteria eksklusi yaitu indikator

ketika ditemukan pada artikel/jurnal maka tidak dimasukkan ke literatur

penulis. Kriteria inklusi dan ekslusi ditentukan berdasarkan topik penulis yang
21

terkait dengan peran pmik dalam meningkatkan komunikasi yang efektif antar

profesi pada pelaksanaan Interprofesional collaboration. Kriteria inklusi dan

eksklusi yang disusun penulis sebagai salah satu cara dalam menentukan

literature yang akan dijadikan sebagai sumber data sekunder antara lain:

Tabel 3
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
INKLUSI EKSKLUSI
Peran rekam medis pada pelaksanaan Tinjauan komunikasi verbal langsung
kolaborasi interprofesional antar profesi
Metode yang digunakan dalam
meningkatkan komunikasi yang Tinjauan kesiapan interprofessional
efektif pada pelaksanaan kolaborasi dalam berkolaborasi
interprofesional.
Faktor yang mempengaruhi
komunikasi pada pelaksanaan
kolaborasi interprofesional
Artikel tahun 2015-2020 Artikel tahun < 2015
Bahasa Indonesia dan Inggris Selain Bahasa Indonesia dan Inggris

D. Sintesis Hasil Literature

1. Hasil Pencarian Literature

Berdasarkan hasil pencarian artikel/jurnal yang bereputasi tingkat

Nasional dan Internasional dengan menggunakan database seperti Google

Scholar, Garuda dan Proquest didapatkan sebanyak 988 artikel/jurnal.

Kemudian dilakukan penyaringan kriteria seperti full text, PDF, tahun

2015-2020, dan sebagainya, sehingga ditemukan sebanyak 73


22

artikel/jurnal. Setelah melakukan review di masing-masing database

didapatkan 41 artikel/jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan duplikasi terhadap 41 artikel/jurnal

yang telah dikumpulkan, dan berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan 3

artikel yang sama sehingga artikel/jurnal tersebut dikeluarkan. Berdasarkan

hasil analisis dengan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sebanyak 33

artikel/jurnal yang tidak sesuai kriteria. Sehingga tersisa 5 artikel/jurnal

yang kemudian akan dipaparkan pada hasil penelitian dan dianalisis dalam

pembahasan, yang akan ditarik suatu kesimpulan dan saran.


23

Gambar 1
Flow Diagram Proses Pencarian Literatur

Start

Pencarian artikel/jurnal
Google Schoolar=69,
Garuda=3, Proquest=916
n= 988

Penyaringan artikel/jurnal
Full Text, PDF, tahun 2015-
2020, dan sebagainya
n=83

Berkaitan dengan topik


penulis
n=41
3 dikeluarkan karena
duplikasi

Identifikasi isi jurnal dan


diseleksi
n=38

33 dikeluarkan berdasarkan
kriteria inklusi dan ekslusi

Artikel/jurnal yang di review


n=5

End
24

2. Daftar Artikel Yang Memenuhi Kriteria

a. Yani Lestari, dkk (2017) dengan judul “Hubungan Interprofesional

Kolaborasi dengan Pelaksanaan Catatan Perkembangan Pasien

Terintegrasi di RSUD PROF. DR H.M Anwar Makkatutu Kabupaten

Bantaeng”.

b. Imaningtyas Ridar dan Agus Santoso (2018) dengan judul

“Peningkatan Komunikasi dalam Pelaksanaan Interprofessional

Collaboration melalui Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi”.

c. Puput Risti K, dkk (2018) dengan judul “The Implementation of

Integrated Patient Progress Notes in Interprofessional Collaboration

Practice”.

d. Muhaini Atmayana Purba (2019) dengan judul “Peningkatan

Komunikasi dalam Pelaksanaan Interprofessional Collaboration pada

Pasien di Rumah Sakit”.

e. Hajjul Kamil, dkk (2020) dengan judul “How to Optimize Integrated

Patient Progress Notes: A Multidisciplinary Focus Group Study in

Indonesia”.
E. Ekstraksi Data

Tabel 4
Ekstraksi data artikel/jurnal penelitian
NO Judul Artikel / Jurnal, Metode penelitian Faktor yang Media yang
Penulis, Tahun (Desain, Populasi, mempengaruhi digunakan dalam
variabel) komunikasi pelaksanaan komunikasi
IPC pelaksanaan IPC
1 Hubungan Interprofesional Deskriptif korelasi dan Kerjasama, kemitraan, Catatan
Kolaborasi dengan desain cross sectional/ koordinasi dan pengambilan Perkembangan
Pelaksanaan Catatan semua pemberi pelayanan keputusan bersama Pasien Terintegrasi
Perkembangan Pasien kesehatan / Karakteristik,
Terintegrasi di RSUD Kerjasama, Kemitraan,
PROF. DR H.M Anwar Koordinasi, Pengambilan
Makkatutu Kabupaten Keputusan Bersama
Bantaeng
(Lestari et al., 2017)
2 Peningkatan Komunikasi Literature review Kepemimpinan Catatan
dalam Pelaksanaan transformasional, Perkembangan
Interprofessional pengetahuan, lama kerja Pasien Terintegrasi
Collaboration melalui

25
Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi (Ridar &
Santoso, 2018)
3 The Implementation of Desain kualitatif dengan Workloads, Attitudes,and Integrated Patient
Progress Notes
Integrated Patient Progress pendekatan Behavior of Health
Notes in Interprofessional fenomenologikal / Professions and
Collaboration Practice medical specialists, Inappropriate Policy
(Kusumaningrum et al., nurses, pharmacists,
2019) nutritionists and
physiotherapists / the role
of each health profession,
Motivation, behavior,
workloads, policy
4 Peningkatan Komunikasi Literature Review Masih digunakannya Catatan
dalam Pelaksanaan dokumentasi dalam catatan Perkembangan
Interprofessional yang terpisah antar anggota Pasien Terintegrasi
Collaboration pada Pasien profesi
di Rumah Sakit (Purba,
2019)

26
5 How to Optimize Integrated Studi kualitatif dan Educational backgrounds, Integrated Patient
Patient Progress Notes: A analisis tematik / health less opportunity to know and Progress Notes
Multidisciplinary Focus professional engage with each other’s
Group Study in Indonesia profession
(Kamil et al., 2020)

27
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Karakteristik Data Literature

Tabel 5
Karakteristik Data Literature
N Nama Nama Judul Metode Hasil Penelitian Sumber
O Penulis Jurnal (Populasi/ Database
(Tahun) (Vol, Sampel)
No)
1 Yani JST Hubungan Non Hasil uji Chi- Google
Lestari, Kesehat Interprofesi Eksperimen square bahwa ada Schoolar
Ariyanti an (7,1) onal tal dengan hubungan
Saleh, Kolaborasi pendekatan Kolaborasi
Syahrir dengan kuantitatif, interprofesional
A.Pasinrin Pelaksanaan Deskriptif dengan catatan
g (2017) Catatan korelasi dan perkembangan
Perkembang desain cross pasien terintegrasi
an Pasien sectional, dengan arah
Terintegrasi (Pemberi korelasi yang
di RSUD Pelayanan positif yang berarti
Prof. DR. Kesehatan semakin baik
H.M. berjumlah kolaborasi
Anwar 81 orang) interprofesional
Makkatutu maka semakin baik
Kabupaten pula pelaksanaan

28
29

Bantaeng catatan
perkembangan
pasien terintegrasi
2 Imaningty Prosidi Peningkatan Literature Peningkatan Google
as Ridar ng Komunikasi review komunikasi secara Schoolar
dan Agus Semina dalam efektif dengan tim
Santoso r Pelaksanaan kesehatan lain
(2018) Nasion Interprofesi dibutuhkan dalam
al onal pelaksanaan
Unimus Collaboratio Interprofesional
(1,1) n melalui Collaboration
Catatan sehingga petugas
Perkembang kesehatan dapat
an Pasien melakukan
Terintegrasi tindakan pelayanan
kesehatan yang
aman dan efektif.
Upaya yang
dilakukan untuk
meningkatkan
komunikasi antar
profesi adalah
dengan catatan
perkembangan
pasien terintegrasi
3 Puput Risti Jurnal The Desain Pendokumentasian Google
Kusumani Ners Implementa kualitatif Catatan Schoolar
ngrum, dan tion of dengan Perkembangan
30

Edi Kebida Integrated pendekatan Pasien Terintegrasi


Dharmana, nan Patient fenomenolo bisa menjadi media
Madya Indones Progress gikal, atau alat dalam
Sulisno ia (6,1) Notes in (medical praktik kolaborasi
(2019) Interprofess specialist, di antara
ional nurses, profesional
Collaboratio pharmachist kesehatan untuk
n Practice , nutritionist lebih
dan mengoptimalkan
physiothera implementasi
pists) kolaborasi
interprofesional.
4 Muhaini Jurnal Peningkatan Literature Komunikasi antar Garuda
Atmayana kesehat Komunikasi Review profesi kesehatan
Purba an (1,1) dalam penting untuk
(2019) Pelaksanaan berjalannya proses
Interprofesi asuhan.
onal Komunikasi dan
Collaborati informasi antar
on pada profesi kesehatan
Pasien di dituangkan dalam
Rumah catatan
Sakit perkembangan
pasien terintegrasi
(CPPT)
5 Hajjul Journal How to Studi Menjadi Proquest
Kamil, R of Optimize kualitatif kesepakatan umum
Rachmah, Multidi Integrated dan analisis diantara partisipan
31

Elly sciplina Patient tematik, bahwa dokumentasi


Wardani, ry Progress (Profesional terintegrasi
Catrin Healthc Notes: A Kesehatan) bertujuan untuk
Bjorvell are Multidiscipl meningkatkan kerja
(2020) (13,1) inary Focus tim, koordinasi dan
Group membantu
Study in profesional
Indonesia kesehatan untuk
memantau
kemajuan pasien
karena setiap
interprofesi
mendokumentasika
n catatan mereka di
lembar yang sama.

Berdasarkan tabel 5, dalam meningkatkan komunikasi yang efektif

adanya hubungan kolaborasi interprofesional dengan media komunikasi yang

digunakan yakni rekam medis berupa Catatan Perkembangan Pasien

Terintegrasi (CPPT) disebutkan pada penelitian Lestari et al (2017),

Imaningtyas Ridar & Agus Santoso (2018) , Kusumaningrum et al (2018),

Purba (2019) dan Kamil et al (2020)


32

2. Faktor yang mempengaruhi komunikasi pelaksanaan kolaborasi


interprofesional
Tabel 6
Faktor yang mempengaruhi komunikasi pelaksanaan
kolaborasi interprofesional
No Faktor Penyebab Pernyataan No Referensi
1 Kepemimpinan -Kepemimpinan [1], [2]
transformasional
memberikan inspirasi,
motivasi untuk
mencapai tujuan dan
merubah sikap, perilaku
dan nilai-nilai
bawahannya
-kerjasama, koordinasi,
kemitraan, pengambilan
keputusan juga
mempengaruhi
komunikasi pada
kolaborasi
interprofesional
2 Karakteristik -Sikap dan kebiasaan [2], [3], [5]
dari profesional
pemberi asuhan (PPA)
seperti kemalasan,
kelelahan, perbedaan
pendapat, kelupaan dan
terburu-buru yang
menyebabkan tidak
33

efektifnya pengisian
dokumen CPPT.
- Kompetensi atau latar
pendidikan anggota tim
yang tidak merata,
seseorang yang diploma
memiliki kompetensi
yang berbeda dengan
latar pendidikan lainnya
sehingga menjadi
kendala apabila tidak
dilakukan pelatihan
3 Media komunikasi -Tidak lengkapnya [2], [4]
media komunikasi
diakibatkan pencatatan
yang berada dilembar
yang terpisah
-Format CPPT yang
menyediakan kolom
yang kecil dan sempit
4 Beban kerja -Tidak maksimalnya [3], [5]
pencatatan asuhan pada
rekam medis
diakibatkan beban kerja
yang berlebihan
-faktor waktu dan
meningkatkannya
beban kerja lainnya
34

Berdasarkan table 6, faktor yang mempengaruhi komunikasi yang

efektif pada pelaksanaan kolaborasi interprofesional terdapat lima unsur

faktor antara lain :

1. Kepemimpinan

Faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional dipengaruhi dari kemitraan

suatu tim. Kepemimpinan transformasional atau gaya kepemimpinan

yang memberikan inspirasi, motivasi untuk mencapai tujuan dan

merubah sikap, perilaku dan nilai-nilai bawahannya [1]. Selain itu

kerjasama, koordinasi dan pengambilan keputusan juga dapat

mempengaruhi komunikasi suatu tim [2].

2. Karakteristik

Faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional dipengaruhi oleh karakteritik

setiap anggota suatu tim diantaranya seperti sikap, kebiasaan,

kompetensi atau latar pendidikan. Sikap dan kebiasaan seorang

profesional pemberi asuhan (PPA) seperti kelelahan, perbedaan

pendapat, kelupaan akibat terburu-buru dalam mengerjakan tugas

sehingga tidak efektifnya pencatatan dokumen CPPT [3]. Selain itu

kompetensi seorang PPA juga dapat mempengaruhi kualitas


35

komunikasi sebab latar pendidikan dari setiap profesi berbeda sehingga

dalam aspek berkomunikasi satu sama lain juga berbeda [2], [5].

3. Media Komunikasi

Faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional dipengaruhi oleh media

komunikasi, dimana tidak lengkapnya media komunikasi pada rekam

medis diakibatkan pencatatan yang berada di lembar yang berbeda.

Sehingga beberapa orang tidak dapat melihat catatan atau terlalu sibuk

untuk memeriksa catatan profesi lain [4]. Selain itu format pada kolom

lembar CPPT yang disediakan terlalu kecil dan sempit, sehingga PPA

kesulitan dalam melakukan pencatatan asuhan pasien [2].

4. Beban Kerja

Faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional dipengaruhi oleh beban kerja.

Setiap orang memiliki beban kerja yang berbeda, tidak maksimalnya

pencatatan pada asuhan pasien diakibatkan beban kerja yang berlebihan

[3]. Hal ini dikarenakan tidak hanya pendokumentasian asuhan pasien

yang dilakukan oleh PPA tetapi beban kerja lainnya seperti melakukan

perawatan pasien, kunjungan dokter terhadap pasien, melakukan

operasi dan lain-lain. Waktu yang tersedia dan kesibukan yang terus

meningkat menjadi penyebab pendokumentasian hasil temuan

kesehatan pasien pada CPPT tidak lengkap [3], [5].


36

B. Pembahasan

1. Peran Rekam Medis pada Pelaksanaan Kolaborasi Interprofesional

Rekam medis merupakan berkas yang berisikan catatan dan

dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Berkas rekam medis

digunakan oleh ahli tenaga kesehatan untuk medapatkan data data dari

pasien mengenai riwayat kesehatan, riwayat penyakit di masa lalu dan masa

sekarang, selain itu juga pengobatan yang telah diberikan kepada pasien.

Berdasarkan hasil penelitian dari 5 artikel/jurnal yang dilakukan

review seluruhnya menunjukkan bahwa rekam medis sebagai media

komunikasi pada pelaksanaan kolaborasi interprofesional. Pada

artikel/jurnal tersebut menyebutkan lembar CPPT sebagai media

komunikasi yang digunakan pada pelaksanaan kolaborasi interprofesional.

Dengan alasan rekam medis terintegrasi dapat membantu profesional

kesehatan dalam menuangkan hasil temuan dan gagasan masing-masing

profesi yang terkait serta dapat menunjang pengambilan keputusan yang

tepat untuk mencapai pelayanan kesehatan yang maksimal.

Hal ini telah sesuai dengan yang dinyatakan oleh Komisi Akreditasi

Rumah Sakit (KARS) bahwa dokumen yang terintegrasi dapat menjadi

solusi dalam meminimalisir mis-komunikasi dan kejadian yang tidak

terduga dalam masa perawatan pasien yang dilakukan oleh penyedia

pelayanan kesehatan.
37

Dalam lembar CPPT ini setiap PPA yang berkaitan dan bergabung

dalam tim kolaborasi akan mencatat hasil pengamatan, pengobatan dan

diskusi dari setiap profesi dalam bentuk format SOAP (Subject, Object,

Assesment dan Planning). Format SOAP bertujuan agar pencatatan pada

lembar CPPT lebih terarah sehingga menciptakan keseragaman saat

pendokumentasian dilakukan.

a. S (Subject), adalah keluhan pasien saat ini yang didapatkan dari hasil

anamnesa, baik autoanamnesa atau wawancara langsung dengan pasien

maupun aloanamnesa atau wawancara kepada keluarga/kerabat pasien.

b. O (Object), adalah hasil pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan tanda-

tanda vital, skala nyeri dan hasil pemeriksaan penunjang pasien terkini.

c. A (Assessment), adalah penilaian keadaan yang berisi diagnosis atau

masalah kesehatan pasien yang didapatkan dari gabungan penilaian

subyektif dan obyektif.

d. P (Planning), adalah berisi rencana asuhan untuk menegakkan

diagnosis seperti pemeriksaan penunjang, rencana terapi baik obat

maupun tindakan, rencana monitoring (tanda-tanda vital) dan rencana

pendidikan seperti apa yang diperbolehkan atau tidak bagi pasien

(SNARS, 2016).

Pada lembar CPPT ini berisi identitas pasien, tanggal dan jam

pemeriksaan, catatan dokter penanggung jawab pasien (DPJP), catatan

klinis lainnya oleh PPA yang kemudian diverifikasi dengan paraf serta
38

nama lengkap petugas yang bersangkutan. Apabila ada kesalahan dalam

proses pencatatan maka dapat diperbaiki dengan mencoret catatan yang

salah dengan garis lurus kemudian disertai dengan paraf (Permenkes No.

269 Tahun 2008).

Berdasarkan hasil review disebutkan bahwa rekam medis pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional digunakan sebagai media

komunikasi dimana setiap temuan dan pendapat profesional kesehatan

antara lain dokter, perawat, ahli gizi, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya,

dituangkan dalam rekam medis. Rekam medis yang dapat menyatukan

catatan milik profesional kesehatan yang terkait yaitu Catatan

Perkembangan Pasien Terintegrasi atau biasa dikenal dengan CPPT.

Menurut Kusumaningrum et al (2018) bahwa dalam implementasi pada

lembar CPPT, profesional kesehatan bekerja bersama, berdiskusi dan

berkoordinasi satu sama lain dalam pengambilan keputusan, dan

profesional kesehatan memilki posisi yang sama. Sehingga sistem

pencatatan ini diharapkan dapat meningkatan komunikasi efektif antar

profesi, pencatatan dilakukan lebih optimal, menghindari mis-komunikasi

dan dapat meningkatkan keselamatan pasien yang berdampak kepada mutu

pelayanan. Adapun dampak penggunaan lembar CPPT ini yakni dapat

memudahkan dalam mengamati perkembangan kondisi pasien,

memudahkan dalam pengambilan keputusan yang berdasar pada hasil

evaluasi setiap profesi yang disatukan dalam lembar CPPT serta sebagai
39

acuan dalam menuliskan asuhan keperawatan agar terjadi keseragaman

dalam penulisan di lembar CPPT dalam rekam medis pasien.

2. Metode yang Digunakan dalam Meningkatkan Komunikasi yang Efektif

pada Pelaksanaan Kolaborasi Interprofesional

Sesuai dengan nilai guna dari rekam medis yakni sebagai alat

komunikasi di antara dokter dan tenaga ahli lainnya dalam proses

pemberian pelayanan kesehatan terhadap pasien. Selain itu rekam medis

memiliki nilai legal atau hukum dimana sebagai bukti tertulis maupun

terekam atas segala tindakan pelayanan, pengobatan dan perkembangan

penyakit selama pasien berkunjung atau dirawat di rumah sakit (Gunarti,

2019). Maka dari itu diperlukan metode yang efektif untuk menghindari

kejadian yang tidak diinginkan seperti kasus hukum yang melibatkan tenaga

medis atau penyedia pelayanan kesehatan, ketidaklengkapan rekam medis

yang mengakibatkan pelayanan terhadap pasien terhambat.

Pada penelitian yang dilakukan Lestari et al (2017) bahwa analisis

kelengkapan dari 81 sampel CPPT di RSUD Prof. Dr. H.M. Anwar

Makkatutu Bantaeng, dengan hasil pelaksanaan CPPT yang tidak lengkap

sebesar 8,6% atau sebanyak 7 responden dan hasil pelaksanaan CPPT yang

lengkap sebesar 91,4% atau 74 responden. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa masih terdapat ketidaklengkapan pada lembar CPPT

yang dapat berdampak pada kualitas pelayanan kepada pasien.


40

Adapun gambaran alur berkas rekam medis di rumah sakit pada

umumnya yaitu berawal dari pasien yang didaftarkan di tempat penerimaan

pasien (TPP) kemudian pencatatan mengenai identitas pasien, pemeriksaan,

pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada

pasien dilakukan oleh PPA yang bersangkutan. Lalu setelah pasien pulang

rekam medis pasien dikembalikan ke unit rekam medis untuk dilakukan

assembling atau memilih formulir tidak diperlukan didalam satu berkas

rekam medis. Kemudian dilakukan analisis isi kelengkapan dengan metode

analisis kuantitatif dan analisis kualitatif, apabila rekam medis belum

lengkap maka dikembalikan ke unit terkait yang bertanggung jawab dan

dilengkapi dengan jangka waktu 2x24 jam. Apabila telah lengkap atau telah

dilengkapi maka rekam medis dievaluasi kembali dan apabila masih ada

yang belum lengkap maka dibuatkan laporan ketidaklengkapan yang akan

dilaporkan kepada Pimpinan rumah sakit.

Berdasarkan PERMENKES Nomor 269/MENKES/PER/III/2008

Pasal 5 Ayat (2), rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi setelah

pasien menerima pelayanan. Pembuatan rekam medis sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan

pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan

lain yang telah diberikan kepada pasien. Sehingga untuk itu perlu dilakukan

metode yang efektif untuk mejaga kelengkapan rekam medis tetap terjaga

yaitu analisis kuantitaif dan kualitatif. Adapun komponen dari analisis


41

kuantitatif dan kualitatif antara lain:

a. Analisis Kuantitatif, yaitu analisis yang dilakukan dalam menilai

kelengkapan dan keakuratan isi dari dokumen rekam medis.

1) Identifikasi Pasien

2) Laporan Penting

3) Autentikasi

4) Pencatatan yang Baik

b. Analisis Kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan untuk menilai mutu

suatu rekam medis serta kekonsistenan isi dari rekam medis.

1) Catatan Diagnosa dan Penyakit yang Lengkap dan Konsisten

2) Pencatatan yang Konsisten

3) Catatan Deskripsi Dasar yang Dilakukan saat Pengobatan dan

Perawatan

4) Pengisian Dokumen Informed Consent

5) Praktik Pencatatan dan Pengesahan Dokumentasi

6) Catatan yang Berpotensi Kejadian Ganti Rugi/ Kejadian Penting

(Gemala Hatta, 2008)

Berdasarkan masalah yang terjadi apabila dokumen rekam medis

tidak lengkap maka kualitas data yang dihasilkan tidak baik dan tidak akurat

sehingga dapat merugikan rumah sakit serta mempengaruhi dalam

pengambilan keputusan oleh tim medis. Pada penelitian Dominick et al

(2012), bahwa pengambilan keputusan bersama dalam kolaborasi


42

interprofesional dalam hal perawatan pasien yang tertuang dalam

dokumentasi terintegrasi memerlukan waktu agak lama, kurangnya

informasi berpusat pada pasien yang menjadi tantangan struktural penting

untuk pengambilan keputusan bersama. Dampak dilakukan analisis pada

berkas rekam medis yaitu untuk mengidentifikasi bagian yang tidak lengkap

agar dapat dikoreksi sehingga rekam medis menjadi lebih lengkap dan dapat

dipakai untuk pelayanan lanjutan kepada pasien. Selain itu berguna untuk

melindungi dari kasus hukum, memenuhi aturan dan analisa statistik yang

akurat.

Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Lasmani dalam

Ridar & Santoso (2018) mengenai evaluasi implementasi CPPT di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta menyebutkan bahwa CPPT yang tidak terisi

dengan lengkap sebanyak 14,6%, dengan alasan keterbatasan waktu dan

tenaga petugas kesehatan. Selain itu, dokter merasa bahwa kolom yang

disediakan pada lembar CPPT terlalu kecil dan sempit sehingga perlu

dilakukan revisi pada format formulir tersebut.

Hal ini tidak sejalan dengan teori Huffman (1999), bahwa formulir

rekam medis harus didesain untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.

Desain formulir adalah proses kreativitas seseorang pada formulir berupa

formulir berupa kertas atau formulir elektronik dalam bentuk komunikasi

visual yang mempunyai fungsi dan nilai estetika untuk menyampaikan

informasi atau pesan kepada setiap orang yang telah diatur formatnya
43

sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan. Formulir yang didesain kurang

baik dapat menyebabkan pengumpulan data menjadi tidak memadai,

pendokumentasian terhambat, informasi salah, duplikasi kesalahan yang

dilakukan dan sebagainya. Maka dari itu perlunya kebijakan rumah sakit

dalam menetapkan waktu revisi pada fromulir rekam medis sehingga

formulir dapat memenuhi tujuan dan kepentingannya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Efektif pada Pelaksanaan

Kolaborasi Interprofesional

Komunikasi efektif pada pelaksanaan kolaborasi interprofesional

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kepemimpinan, karakteristik,

komunikasi interpersonal, media komunikasi dan beban kerja.

Berdasarkan hasil penelitian dari 5 artikel/jurnal yang dilakukan

review terdapat 3 artikel/jurnal diantaranya Ridar dan Santoso (2018),

Kamil et al (2020) dan Lestari et al (2017), yang menyatakan

kepemimpinan sebagai faktor yang mempengaruhi komunikasi pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional. Untuk penelitian yang

menyatakan karakteristik sebagai faktor yang mempengaruhi terdapat pada

3 artikel/jurnal diantaranya Ridar dan Santoso (2018), Kusumaningrum et

al (2018) dan Kamil et al (2020). Untuk penelitian yang menyatakan media

komunikasi sebagai faktor yang mempengaruhi terdapat pada 2

artikel/jurnal penelitian diantaranya Ridar dan Santoso (2018) dan Purba


44

(2019). Dan untuk penelitian yang menyatakan beban kerja sebagai faktor

yang mempengaruhi komunikasi pada pelaksanaan kolaborasi

interprofesional terdapat pada 2 artikel/jurnal penelitian diantaranya yaitu

Kusumaningrum et al (2018) dan Kamil et al (2020).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Canadian

Interprofessional Health Collaborative (2010) bahwa pada kolaborasi

interprofesional diperlukan Leadership atau kepemimpinan yang dapat

mendukung dalam pengambilan keputusan bersama tetapi tetap membantu

individu tetap bertanggung jawab atas tindakan yang mereka lakukan

sebagaimana seseorang yang profesional dan disiplin. Sedangkan pada

penelitian Kusumaningrum et al (2018) peran seorang pemimpin

diharapkan dapat memfasilitasi, berkolaborasi, mengawasi dan

mengevaluasi sebagai umpan balik atas kinerja anggota tim. Kurangnya

pengawasan dari pemimpin membuat kurang maksimalnya pencatatan

asuhan pasien. Sehingga diharapkan agar seorang pemimpin dapat

mengawasi dan mengelola kinerja pada pendokumentasian asuhan pasien.

Karateristik setiap anggota tim seperti sikap dan kebiasaan juga

dapat mempengaruhi kualitas komunikasi pada kolaborasi interprofesi.

Menurut penelitian Kusumaningrum et al (2018), sisi negatif seperti sikap

dan kebiasaan profesional kesehatan dapat mempengaruhi implementasi

dari CPPT diantaranya seperti kemalasan, kelelahan, perbedaan pendapat,

keterlupaan dan terburu-buru. Selain itu latar belakang pendidikan seorang


45

profesional kesehatan berbeda-beda, sebagian terdapat lulusan diploma dan

lainnya terdapat sarjana sehingga kompetensi yang dimilikipun berbeda-

beda (Kamil et al, 2020). Hal ini dapat memicu terjadinya kesalahan atau

ketidaklengkapan pada proses pendokumentasian asuhan pasien.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Purba (2019) yang menyatakan

bahwa salah satu tanda terhambatnya komunikasi antar profesi adalah

masih digunakannya catatan yang terpisah antar anggota profesi.

Berdasarkan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang menyatakan

bahwa rencana perawatan yang terintegrasi dan tunggal lebih terukur dan

lebih baik daripada rencana perawatan yang terpisah. Pada KARS juga telah

mengatur Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dalam standar MKE

5 (Manajemen Komunikasi dan Edukasi) sebagai inisiatif dari patient-

centered care atau perawatan yang berpusat kepada pasien yang dapat

meminimalkan hambatan dalam berkomunikasi antara penyedia layanan

kesehatan.

Pada penelitian oleh Kusumaningrum et al (2018) menyatakan

bahwa dari 14 responden terdapat 9 responden diantaranya yang

menyebutkan beban kerja sebagai hambatan dalam proses

pendokumentasian pada CPPT. Tidak maksimalnya pencatatan pada CPPT

disebabkan oleh beban kerja yang terus menumpuk, ketika poliklinik penuh

oleh pasien petugas sulit dalam melakukan pendokumentasian, petugas

terburu-buru dalam memberikan pelayanan sehingga terkadang lupa untuk


46

mengisi CPPT dan lain sebagainya.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peran rekam medis pada pelaksanaan kolaborasi interprofesional yaitu

sebagai sarana komunikasi khususnya pada formulir Catatan Perkembangan

Pasien Terintegrasi (CPPT) dimana setiap temuan dan pendapat profesional

kesehatan seperti dokter, keperawatan/bidan, gizi, apoteker,

nutrisionis/dietisen, psikolgi klinis, terapi fisik, teknisi medis/penata

anestesi dan lainnya, dituangkan dan disatukan yang berisikan rencana

perawatan, hasil temuan riwayat penyakit serta tindakan yang diberikan

kepada pasien dan didokumentasikan secara tertulis atau terekam.

2. Metode yang digunakan dalam meningkatkan komunikasi yang efektif pada

pelaksanaan kolaborasi interprofesional di rumah sakit yaitu melakukan

analisis kuantitatif dan analisis kualitatif dan melakukan revisi formulir

rekam medis agar proses pendokumentasian berjalan dengan lancar.

3. Faktor yang mempengaruhi komunikasi pada pelaksanaan kolaborasi

interprofesional antara lain: kepemimpinan, karakteristik, media

komunikasi dan beban kerja.

B. Saran

1. Sebaiknya pihak rumah sakit menetapkan Standar Prosedur Operasional

(SPO) tentang pendokumentasian rekam medis serta menyesuaikan dengan

47
48

aturan Komisi Akreditasi Rumah Sakit agar pelaksanaan kolaborasi

interprofesional dalam menggunakan rekam medis sebagai sarana

komunikasi efektif tetap berjalan secara efektif dan efisien.

2. Sebaiknya dilakukan evaluasi secara berkala dalam bentuk rapat anggota

tim kolaborasi serta pimpinan rumah sakit, mengenai ketidaklengkapan

berkas rekam medis yang dapat mempengaruhi kualitas data serta

komunikasi antar profesi pada rekam medis.

3. Sebaiknya dilakukan sosialisasi bagi profesional kesehatan tentang

pentingnya pendokumentasian pada rekam medis sebagai sarana

komunikasi efektif dalam bentuk bukti asuhan dan temuan kesehatan pasien

yang konkrit.

4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat dikembangkan lebih luas lagi

khususnya mengenai peran rekam medis dalam kolaborasi interprofesional.


DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 36 Tahun, (2014).


Abdul Nasir, Abdul Muhith, Muhammad Sajidin, W. I. M. (2009). Komunikasi dalam
Keperawatan: Teori dan Aplikasi (1st ed.). Salemba Medika.
Canadian Interprofessional Health Collaborative. (2010). A National
Interprofessional Competency Framework. A National Interprofessional
Competency Framework, February, 1–32.
http://www.cihc.ca/files/CIHC_IPCompetencies_Feb1210.pdf
Endang Fourianalistyawati. (2012). Komunikasi yang relevan dan efektif antara
dokter dan pasien , M.Psi, Psi Fakultas Psikologi Universitas YARSI. Jurnal
Psikogenesis, 1(1), 82–87.
Hadi, I. (2017). Manajemen Keselamatan Pasien (1st ed.). deepublish.
Hassa Nurrohim, & Anatan, L. (2009). Efektivitas Komunikasi Dalam Organisasi.
Jurnal Manajemen, 7(4), 1–9.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.c
om/media/publications/112652-ID-efektivitas-komunikasi-dalam-
organisasi.pdf&ved=2ahUKEwiH99ya37LrAhVSWH0KHXOgCIQQFjAAegQI
BBAC&usg=AOvVaw2Msypvez3GxN7RgLJ40ve0

Kamil, H., Rachmah, R., Wardani, E., & Björvell, C. (2020). How to optimize
integrated patient progress notes: A multidisciplinary focus group study in
Indonesia. Journal of Multidisciplinary Healthcare, 13, 1–8.
https://doi.org/10.2147/JMDH.S229907
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 312 tahun 2020 tentang
Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan, (2020).
Kusumaningrum, P. R., Dharmana, E., & Sulisno, M. (2019). The Implementation Of
Integrated Patient Progress Notes In Interprofessional Collaborative Practice.
Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 6(1), 32.
https://doi.org/10.21927/jnki.2018.6(1).32-41

Kusumawati, T. I. (2016). Komunikasi Verbal Dan Nonverbal. Jurnal Pendidikan


Dan Konseling, 6(2), 83–98.
Lestari, Y., Saleh, A., & Syahrir, A. P. (2017). Hubungan Interprofesional Kolaborasi
Dengan Pelaksanaan Catatan Perkembangan Terintegrasi Di Rsud
Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng. Jst Kesehatan, 7(No.1),
85–90.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/7b24b009f152ae74b70c746b942e39a7.pdf

Permenkes RI Nomor 1691 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
2008 (2011). https://doi.org/10.3969/j.issn.1006-8082.2011.06.013
Permenkes RI Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis,
Purba, M. A. (2019). Peningkatan Komunikasi Dalam Pelaksanaan Interprofessional
Collaboration Pada Pasien Di Rumah Sakit.
https://osf.io/preprints/inarxiv/62pm4/

R.Hatta, G. (2008). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan


Kesehatan (3rd ed.). UI Press.
Ridar, I., & Santoso, A. (2018). Peningkatkan Komunikasi dalam Pelaksanaan
Interprofessional Collaboration melalui Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi. Prosiding Seminar Nasional Unimus, 1(0), 144–149.
http://prosiding.unimus.ac.id/index.php/semnas/article/view/114
Rina Gunarti, M. M. (2019). Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (1st ed.). Thema
Publishing.

Rustiyanto, E. (2009). Etika Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan (I).
Graha Ilmu.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar (2020). PEDOMAN
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah dalam Bentuk Literature Review (LR).
Makassar
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

World Health Organization. (2009). Better knowledge for safer care: human factors in
patient safety. In World Health Organization (Issue April).
http://www.who.int/patientsafety/research/methods_measures/human_factors/hu
man_factors_review.pdf
World Health Organization. (2013). Interprofessional Collaborative Practice in
Primary Health Care: Nursing and Midwifery Perspectives Six Case Studies. In
Human Resources for Health Observers (Issue 13).
https://apps.who.int/iris/handle/10665/120098
L
A
M
P
I
R
A
N
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
JST Kesehatan, Januari 2017, Vol. 7 No. 1 : 85 – 90 ISSN 2252-541

HUBUNGAN INTERPROFESIONAL KOLABORASI DENGAN PELAKSANAAN CATATAN


PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI DI RSUD. PROF. DR. H.M. ANWAR
MAKKATUTU KABUPATEN BANTAENG

The Relationship between Interprofesional Collaboration and the Integrated Record of Patient Progress at
Prof. dr. H.M. Anwar Makkatutu Local Public Hospital in Bantaeng

Yani Lestari1, Ariyanti Saleh2, Syahrir A. Pasinringi3


1
RSUD. Prof. Dr. H.M. AnwarMakkatutu Kabupaten Bantaeng (Email: yanilestari2000@gmail.com)
2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin, Makassar (Email: yanti_nersuh@yahoo.com)
3
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin, Makassar (Email: syahrir65@yahoo.com)

ABSTRAK

Model rekam medik terintegrasi merupakan standar penilaian mutu rumah sakit, sehingga setiap rumah sakit diharapkan
dapat mengembangkan model ini demi terpenuhinya standar mutu pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan
menganalisis Hubungan Interprofesional Koloborasi terhadap pelaksanaan catatan perkembangan pasien terintegrasi di
Ruang Rawat inap RSUD. Prof. Dr. H.M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study. Jumlah sampel sebanyak 81 orang dengan berbagai profesi di
ruang perawatan bedah, anak, interna, neuro dan obgin RSUD. Prof. Dr. H.M. Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.
Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kusioner dan observasi untuk memperoleh data sosial demografi dan
penilaian pelaksanaan IPC serta catatan perkembangan pasien terintegrasi. Hasil penelitian dengan analisis uji chi-Square
dan uji spearman correlation yang menunjukkan pelaksanaan kolaborasi interprofesional berjalan baik dalam pengisian
catatan perkembangan pasien terintegrasi dengan kekuatan korelasi kuat dan arah kekuatan positif dilihat dari aspek
kerjasama yaitu 98,6% (p=0,000) dengan nilai korelasi r=0,635,aspek kemitraan 97,2% (p=0,000) nilai korelasi
r=0,590, aspek koordinasi 98,6% (p=0,000) nilai korelasi r=0,686 dan aspek pengambilan keputusan bersama 95,9%
(p=0,001) dengan nilai r=0,531.

Kata kunci: IPC, Interprofessional Collaboration, Catatan perkembambangan pasien terintegrasi

ABSTRACT

A model of integrated medical record is a standard hospital quality ratings, so that every hospital is expected to develop
this model by fulfillment of quality standards of health care.This study aims to analyze the relationship between
Interprofesional collaboration and the integrated record of patient progress in the patient rooms of Prof. Dr. H.M.
Anwar Makkatutu Local Public Hospital in Bantaeng. The Research used the quantitative method with the cross
sectional study approach. It involved 81 sample of 81 from various professions in the surgical treatment, pediatric,
internal medicine, neurologi and Obstetrics and gynocology rooms of Prof. Dr. H.M. Anwar Makkatutu Local Public
Hospital in Bantaeng.The data about social demography conditions were collected with questionnaires and
observations. There was also and assessment of IPC and the integrated record of patient progress. The results of chi-
square analysis and Spearman correlation test showed that the Interprofesional Collaboration has been well
Implemented in the integrated record of patient progress, with a strong correlation and positive strength direction, in
terms of collaboration aspect (98.6%, p = 0.000, r=0,635), partnership aspect (97.2%, p= 0.000, r=0,590), coordination
aspect (98.6%, p = 0.000, r=0.686), and shared decision-making aspect (95.9%, p = 0.001, r=0.531).

Keywords: IPC, interprofessional Collaboration, integrated record of patient improvement

85
Yani Lestari ISSN 2252-541

PENDAHULUAN Praktek residensi di RSUD Prof. Dr. H.M.


Rumah sakit merupakan sarana Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng 2015
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. diperoleh bahwa salah satu penyebab tidak
Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan optimalnya pelaksanaan MPKP adalah belum
tanggung jawab pemberi pelayanan kesehatan terlaksananya sistem pencatatan perkembangan
secara komperhensif, baik itu dari dokter, perawat, pasien secara terintegrasi yang merupakan bentuk
nutrisionist, terapi, dan profesi kesehatan lainnya dari pelaksanaan praktek koloborasi
(Pohan, 2015). Perkembangan ilmu pengetahuan interprofesional yang merupakan salah satu bagian
dan teknologi, serta perkembangan masyarakat penilaian akreditasi. Berdasarkan data awal yang
yang semakin kritis, menyebabkan rumah sakit diperoleh dari Kabid Keperawatan
harus melakukan berbagai inovasi dalam rangka mengemukakan bahwa pelaksanaan
menghasilkan pelayanan bermutu bagi pasien. interprofesional kolaborasi dan implementasi
Salah satu indikator penilaian akreditasi yang catatan perkembangan pasien terintegrasi
mencerminkan mutu pelayanan kesehatan adalah dilaksanakan mulai bulan maret 2016 sejalan
rekam medik (KARS, 2012). dengan penggunaan status pasien terintegrasi.
Pomey (2010), menemukan fakta bahwa Berdasarkan uraian diatas peniliti
akreditasi bermanfaat dalam memulai peningkatan tertarik untuk melakukan penelitian tentang
mutu berkelanjutan, kepemimpinan dalam “Hubungan Interprofesional Kolaborasi Dengan
peningkatan mutu, dan memberi kesempatan Pelaksanaan Catatan Perkembangan Pasien
kepada staf untuk mengembangkan berbagai Terintegrasi Di RSUD. Prof. Dr. H.M. Anwar
peluang yang dapat menunjang terlaksananya Makkatutu Bantaeng”.
beberapa program yang menjadi kreteria penilaian
standar akreditasi rumah sakit seperti halnya BAHAN DAN METODE
dengan penggunaan rekam medik secara Lokasi dan Desain Penelitian
terintegrasi. Sesuai dengan penelitian yang Penelitian ini dilaksanakan di RSUD.
dilakukan oleh Mishra (2015), yang Prof. Dr. H.M. Anwar Makkatutu Bantaeng.
menyimpulkan bahwa sistem pencatatan rekam Penelitian ini menggunakan jenis penelitian non
medis yang tidak terintegrasi dapat menyebabkan eksperimental, dengan pendekatan kuantitatif,
antara unit satu dengan lainnya tidak efisien dalam deskriptif korelasi dan desain cross sectional.
pengerjaanya karena data yang diinput dibuat Populasi dan Sampel
berulang mulai dari admission, poliklinik dan Populasi dalam penelitian ini adalah
pelaporan di rekam medis. Sedangkan sistem semua pemberi pelayanan kesehatan yang
rekam medis secara terintegrasi dapat memberikan memberikan pelayanan kesehatan pada pasien di
kesempatan bagi tenaga profesional guna ruang perawatan RSUD Prof. Dr. H.M. Anwar
membuat keputusan korektif dan keputusan klinis Makkatutu Bantaeng. Sampel adalah Petugas
dalam rangka menganalisis dan mempertahankan kesehatan yaitu profesi dokter, perawat/bidan,
kondisi pasien. nutrisionis, dan fisioterafi di ruang perawatan
Melihat berbagai kenyataan yang ada interna, perawatan bedah, saraf, anak dan obgin
perlu dilakukan inovasi dalam pencatatan rekam yang terdiri 81 orang. Pengambilan sampel
medik, sehingga bisa berdampak pada mutu menggunakan pendekatan proportionate stratified
pelayanan kesehatan. Berdasarkan Komite random sampling.
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia yang Teknik Pengumpulan Data
mengacu kepada standar JCI, model rekam medik Data primer diperoleh dengan cara
terintegrasi merupakan standar penilaian mutu pengisian kuesioner dan observasi. Data sekunder
rumah sakit, sehingga setiap rumah sakit diperoleh dari instansi terkait yaitu RSUD Prof.
diharapkan dapat mengembangkan model ini demi Dr. H.M. Anwar Makkatutu Bantaeng
terpenuhinya standar mutu pelayanan kesehatan. Analisis dan Penyajian data
Salah satu bagian dari status pasien terintegrasi Analisa data dilakukan dengan program
adalah pelaksanaan catatan perkembangan pasien SPSS 21 for Windows dan uji statistik dengan
secara terintegrasi. menggunakan uji univariat dengan frekuensi, uji
bivariat chi-square, dan uji spearmen correlation.

86
IPC, Interprofessional Collaboration, Catatan perkembambangan pasien terintegrasi ISSN 2252-541

sebanyak 73 orang (90,1%) dan 8 orang dengan


HASIL kerjasama kurang (9,9%). Sebanyak 72 (88,9%)
Analisa Univariat responden memiliki kemitraan yang baik, dan
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian kurang 9 orang (11,1%). Responden dengan
besar responden terdiri dari dewasa awal 56 orang koordinasi baik sebanyak 71 orang (87,7%)
(69,1%), mayoritas perempuan yaitu 62 orang selebihnya kurang (12,3%) atau 10 responden.
(76,5%). Berdasarkan lama kerja responden Dalam pengambilan keputusan bersama rata-rata
sebagian besar responden >3 tahun yaitu 60 orang responden memiliki data yang baik yaitu 91,4%
(74,1%). Responden berdasarkan pendidikan atau 74 orang, sedangkan yang kurang sebesar
terbanyak adalah D3 yaitu sebanyak 43 orang 8,6% atau sebanyak 7 orang dan pelaksanaan
(43,1%), berdasarkan profesi responden perawat catatan perkembangan pasien terintegrasi yang
50 orang (61,7%), bidan 13 orang (13,0%), dokter lengkap sebesar 91,4% atau 74 responden.
7 orang (8,6%), Fisioterapist 5 orang (6,2%),
nutrisionist 6 orang (7,4%). Pada masing-masing Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
variabel memperlihatkan hasil bahwa mayoritas Variabel Kolaborasi Interprofesional meliputi
responden dengan kerjasama yang baik yaitu Kerjasama, Kemitraan, Koordinasi, Pengambilan
sebanyak 73 orang (90,1%), kemitraan 72 Keputusan Bersama di RSUD Prof. Dr. H.M.
responden (88,9%) responden yang memiliki Anwar Makkatutu Bantaeng
koordinasi baik sebanyak 71 orang (87,7%),
dalam pengambilan keputusan bersama rata-rata Variabel Penelitian
Jumlah
n = 81 %
responden memiliki data yang baik yaitu 91,4% Kerjasama
atau 74 orang, dan pelaksanaan catatan Baik 73 90,1
perkembangan pasien terintegrasi sebesar 91,4% Kurang 8 9,9
Kemitraan
atau sebesar 74 responden. Baik 72 88,9
Kurang 9 1,1
Koordinasi
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Baik 71 87,7
Responden Tenaga Kesehatan Berdasarkan Umur, Kurang 10 12,3
Pengambilan Keputusan
Jenis Kelamin, Pendidikan, Lama Kerja, Dan Bersama
Jenis Profesi Di RSUD. Prof. Dr. H.M. Anwar Baik 74 91,4
Kurang 7 8,6
Makkatutu Kabupaten Bantaeng (N=81) Catatan perkembangan
Terintegrasi
Lengkap 74 91,4
Jumlah
Karakteristik
Tidak Lengkap 7 8,6
n % Sumber : Data Primer 2016

Umur Remaja akhir (17-25 thn) 10 12,3


Dewasa awal (26-35) 56 69,1 Analisa Bivariat
Dewasa akhir (36-45 thn) Lansia 12 14,8
awal (46-55 thn) 3 3,7 Tabel 3 menunjukkan nilai p=0,000,
Jenis Kelamin Laki-laki 19 23,5 (p<0,05) yang berarti ada hubungan antara
Perempuan 62 76,5 kerjasama dengan pelaksanaan catatan
Pendidikan D3 43 43,1 perkembangan pasien terintegrasi. Nilai korelasi
S1 12 14,8
S2 1 1,2 r=0,635 menunjukkan kekuatan korelasi kuat
Ners 18 22,2
Spesialis 7 8,6 dengan arah korelasi yang positif yang berarti
Lama kerja < 3 thn 21 25,9
semakin baik kerjasama dalam kolaborasi
> 3 thn
60 74,1 interprofesional maka semakin baik pula
pelaksanaan catatan perkembangan pasien
Profesi tenaga Dokter 7 8,6
Kesehatan 50 61,7 terintegrasi.
Perawat 13 16,0
6 7,4
Bidan
Nutrisionist
5 6,2 Tabel 3. Hubungan Kolaborasi Interprofesional
Fisioterafist Aspek Kerjasama, Kemitraan, Koordinasi,
Sumber : Data primer 2016
Pengambilan keputusan bersama Dengan
Pelaksanaan Catatan Perkembangan Pasien
Tabel 2 memperlihatkan bahwa mayoritas
Terintegrasi
responden dengan kerjasama yang baik yaitu

87
Yani Lestari ISSN 2252-541

Catatan Perkembangan Pasien


Terintegrasi
bersama dalam kolaborasi interprofesional maka
Jumlah Koefisien
Variabel Lengkap Tidak Lengkap korelasi
P semakin baik pula pelaksanaan catatan
n % n % n %
(r) perkembangan pasien terintegrasi.
Kerjasama

Baik 71 98,6 2 1,4 73 100,0


0,635 *0,000
PEMBAHASAN
Kurang 3 37,5 5 62,5 8 100,0 Penelitian ini menunjukkan ada hubungan
Total 74 96,3 7 3,7 81 100,0 antara kerjasama dalam tim kolaborasi
Kemitraan
interprofesional dengan pelaksanaan catatan
Baik 70 97,2 2 2,8 72 100,0
0,590 *0,000 perkembangan pasien terintegrasi. Meskipun hasil
Kurang 4 44,4 5 55,6 9 100,0
penelitian ini menunjukkan hubungan yang
Total 74 91,4 7 8,6 81 100,0
positif, namun secara klinis masih ada kerjasama
Koordinasi
Baik 70 98,6 1 1,4 71 100,0
yang baik yang melakukan catatan perkembangan
Kurang 4 40,0 6 60,0 10 100,0
pasien terintegrasi masih tidak lengkap yaitu 2
0,686 *0,000
Total 74 91,4 7 8,6 81 100,0
responden (1,4%) serta hasil observasi diperoleh
Pengambilan data yang sama. Sesuai dengan hasil penelitian
Keputusan Bersama
bahwa hal ini dipengaruhi oleh faktor kemampuan
Baik 71 95,9 3 4,1 74 100,0
yang dimiliki masing-masing profesi. Weaver
Kurang 3 42,9 4 57,1 7 100,0 0,531 *0,001
Total 74 91,4 7 8,6 81 100,0
(2008), mengungkapkan bahwa faktor utama dari
kerjasama tim untuk hasil yang efektif sangat
Sumber : Data Primer 2016
dipengaruhi oleh faktor anteseden, proses dan
hasil. Faktor-faktor tersebut merupakan sesuatu
Pada Interprofesional kolaborasi aspek
yang dapat meningkatkan maupun menghambat
kemitraan dengan uji Chi-Square menunjukkan
proses kerjasama dalam tim. Selain itu,
nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa ada
kolaborasi yang efektif akan tercapai apabila
hubungan antara kolaborasi interprofesional aspek
masing-masing anggota tim kesehatan merupakan
kemitraan dengan catatan perkembangan pasien
seorang pakar dalam profesinya masing-masing.
terintegrasi. Nilai korelasi r=0,590 menunjukkan
Kvarnstrom (2008), dalam penelitiaannya juga
kekuatan korelasi sedang dengan arah korelasi
menunjukkan bahwa konsekuensi yang dirasakan
yang positif yang berarti semakin baik kemitraan
pelaksanaan kerjasama dalam kolaborasi
dalam kolaborasi interprofesional maka semakin
interprofesional adalah pertama, pembatasan
baik pula pelaksanaan catatan perkembangan
penggunaan sumber daya kolaboratif untuk
pasien terintegrasi.
sampai pada pandangan holistik masalah pasien,
Hasil uji Chi-Square nilai p=0,000
kedua, ketidakmampuan untuk memberikan
(p<0,05) yang menunjukkan bahwa secara
perawatan pada pasien. Penelitian Zwarenstein et
statistik ada hubungan antara kolaborasi
al (2009), menunjukkan beberapa bukti berbasis
interprofesional aspek koordinasi dengan catatan
intervensi bahwa kolaborasi antar profesional
perkembangan pasien terintegrasi. Nilai korelasi
dapat meningkatkan hasil proses kesehatan pada
r=0,686 menunjukkan kekuatan korelasi kuat
pasien.
dengan arah korelasi yang positif yang berarti
Ada hubungan antara kolaborasi
semakin baik koordinasi dalam kolaborasi
profesional aspek kemitraan dengan pelaksanaan
interprofesional maka semakin baik pelaksanaan
catatan perkembangan pasien terintegrasi. Petugas
catatan perkembangan pasien terintegrasi.
kesehatan yang bermitra dalam satu tim kolaboasi
Interprofesinal Kolaborasi aspek
dapat meningkatkan pandangan pasien terhadap
pengambilan keputusan bersama deperoleh hasil
pelayanan yang diberikan dari komunikasi yang
uji statistik Chi-Square menunjukkan nilai
efektif termasuk didengarkan dan didorong,
p=0,001, (p<0,05) maka dapat disimpulkan ada
perasaan memahami dan memahami mengapa
hubungan antara Kolaborasi Interprofesional
mereka memiliki rasa sakit (May, 2008).
aspek pengambilan keputusan bersama dengan
Profesional kesehatan yang lebih peduli dengan
catatan perkembangan pasien terintegrasi dengan
apakah tujuan bersama bisa dicapai dengan
nilai korelasi r=0,531 memperlihatkan kekuatan
membangun saling pengertian dalam perawatan
korelasi sedang dengan arah korelasi yang positif
dan pengobatan pasien yang dilakukan secara
yang berarti semakin baik pengambilan keputusan

88
IPC, Interprofessional Collaboration, Catatan perkembambangan pasien terintegrasi ISSN 2252-541

bersama-sama (Jeffrey & Foster, 2012). Dalam berarti semakin baik pengambilan keputusan
penelitiannya Merrigan et al (2016), di rumah bersama dalam kolaborasi interprofesional maka
sakit anak Philadelphia menunjukkan bahwa semakin baik pelaksanaan catatan perkembangan
kemitraan dalam kolaborasi antar profesi untuk pasien terintegrasi. Pengambilan keputusan dalam
membantu rancangan, menilai, dan memajukan hal pengisian lembar catatan perkembangan
perawatan dalam pelayanan kepada pasien dan pasien terintegrasi menunjukkan paling banyak
keluarga. Penelitian Igumbor et al (2014), pada kategori baik (95,9%). Penelitian
menunjukkan kemampuan bermitra dokter dan Wahyuningsih (2013), menunjukkan bahwa
petugas kesehatan lainnya untuk secara efektif pengambilan keputusan memiliki pengaruh positif
mempertahankan hasil pengobatan dan perawatan terhadap kinerja para petugas kesehatan. Hal ini
pasien dan berpotensi memberikan kontribusi dapat dilihat pula pada hasil lembar observasi
untuk pengobatan pasien HIV dengan mekanisme bahwa lebih dari separuh petugas kesehatan dalam
dukungan yang relevan. Demikian pula penelitian pengisian lembar terintegrasi berada dalam
Bond et al (2012), menyimpulkan bahwa kategori lengkap. Penelitian Dominick et al
kemitraan dalam kolaborasi memiliki potensi (2012), menyimpulkan bahwa pengambilan
untuk meningkatkan akses, kualitas, dan efisiensi keputusan bersama dalam kolaborasi
dalam perawatan kesehatan. Kemitraan lebih interprofesional dalam hal perawatan pasien yang
tersebut harus dikembangkan dan dievaluasi tertuang dalam dokumentasi terintegrasi
secara mendalam, dan pelajaran yang dapat secara memerlukan waktu agak lama, kurangnya
luas dibagi untuk memandu para pembuat informasi berpusat pada pasien yang menjadi
kebijakan. tantangan struktural penting untuk pengambilan
Secara statistik diketahui ada hubungan keputusan bersama. Menurut penelitian
antara kolaborasi interprofesional aspek Moisoglou et al (2014), bahwa perawat dan
koordinasi dengan pelaksanaan catatan dokter tidak memiliki pandangan yang sama
perkembangan pasien terintegrasi. Kebutuhan mengenai efektivitas komunikasi dan peran dalam
mengkoordinasikan berasal dari berbagai proses pengambilan keputusan dari pasien perawat
spesialisasi. Aspek spesialisasi pengetahuan yang perawatan.
berbeda ini, membutuhkan penggabungan, berupa
transfer informasi secara medis dan sosial KESIMPULAN DAN SARAN
sehingga pelayanan yang diberikan kepada pasien Penelitian ini menyimpulkan secara
lebih komprehensif (Morris & Boussebbaas, statistik maupun secara klinik terdapat hubungan
2010). Sesuai dengan penelitian Perry & Robben interprofesional kolaborasi baik dari aspek
(2012), menyatakan bahwa dari hasil wawancara kerjasama, kemitraan, koordinasi maupun
banyak peserta wawancara yang mengungkapkan pengambilan keputusan bersama dengan
bahwa terjadi peningkatan kolaborasi antara para pelaksanaan catatan perkembangan pasien secara
profesional dengan disiplin lain. Hu (2014), dalam terintegrasi. Perlu pengembangan model
penelitiannya yang menggunakan pendekatan interprofesional kolaborasi yang baku di RSUD
multi metode untuk menganalisis dampak dari Prof. Dr. H.M. Anwar Makkatutu Kabupaten
pelayanan pasien secara terintegrasi dilayanan Bantaeng dan adanya kebijakan-kebijakan rumah
sosial dengan melibatkan berbagai profesi, sakit yang mendukung pelaksanaan IPC yang
diperoleh hasil bahwa koordinasi dengan berbagai dapat meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan
tim kesehatan lain dalam hal pelayanan terhadap dalam hal skill dan sikap yang mampu
pasien dapat meningkatkan perbaikan dalam berkolaborasi sehingga pelaksanaan IPC dapat
fungsi fisik dan meningkatkan kepuasan pasien lebih baik.Menyajikan efektifitas sistem teknologi
dari 82% menjadi 85%. informasi dalam melakukan pencatatan serta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendokumentasian perkembangan pasien
secara statistik ada hubungan antara pengambilan terintegrasi menggunakan sistem komputerisasi
keputusan bersama dengan pelaksanaan catatan sebagai sarana komunikasi antar tim kesehatan
perkembangan pasien terintegrasi (p=0,001). Nilai khususnya keperawatan dalam pemberian asuhan
korelasi r=0,531 menunjukkan kekuatan korelasi keperawatan secara komprehensif dan profesional.
sedang dengan arah korelasi yang positif yang Dibuatkan sistem pengembangan Sumber Daya

89
Yani Lestari ISSN 2252-541

Manusia (SDM) dengan melakukan berbagai Explorative, Qualitative Stud Into Patients’
program pelatihan berkesinambungan dan Satisfaction With Physiotherapy.
pendidikan terkait IPC dan pelaksanaan catatan Physiotherapy 87,10–20.
perkembangan pasien terintegrasi kepada seluruh Moisoglou I., Gikopolou D., Lazakidou A., &
tenaga kesehatan yang terlibat. Meningkatkan Prezerakos P. (2014). The Assessment Of
kerjasama perawat, dokter maupun tenaga Nurses’ Work Environment: The Case of a
kesehatan lainnya dalam kegiatan formal dan Greek General Hospital. Hemodialysis Unit,
informal untuk menjalin keakraban dan General Hospital of Lamia: Greece.
komunikasi yang efektif.Penelitian terkait Merrigan K., Elizabeth A., & Steinmiller. (2016).
interprofesional kolaborasi dan pelaksanaan Kids Care: A Behavioral Model To
catatan perkembangan terintegrasi masih jarang Strengthen Patient And Familypartnerships:
dilakukan, diharapkan ke depan penelitian dengan Family Matters.
topik ini akan lebih banyak. Mishra D. (2015). Understanding Security
Failures of Two Autenthication and Key
DAFTAR PUSTAKA Agreement Schemes for Telecare Medicine
Bond C., Alison B., & David K. (2012). Information System. Springer Science
Prescribing And Partnership With Patients: Business Media: New York.
British Journal Of Clinical Pharmacology. Morris F. & Boussebbaas. (2010). Coordination
DOI:10.1111/j.1365-2125.2012.04330.x Of Physicians' Operational Activities: A
Dominick L., Suepattra G., May R., Caroline T., Contingency Perspective.
& Glyn E. (2012) Authoritarian Physicians doi.10.1108/01443571111111919.
AndPatients’ Fear Of Being Pohan I. (2015). Jaminan mutu Layanan
Labeled‘Difficult’ Among Key ObstaclesTo Kesehatan : Dasar-dasar Pengertian dan
Shared Decision Making: Health Affairs DOI Penerapan. EGC: Jakarta.
10.1377.2011.0576. Pomey. (2010). Does Accreditation Stimulate
Hu X. (2014). The Effect of Breast Cancer Health Change? A Study of Impact of the
Education on Knowledge, Attitudes, and Accreditation Process on Canadian Health
Practice: Community Health Center. Journal Care Organizations. Licensee BioMed
Cancer Education. 29:375-381 DOI Central Ltd.
10.1007/s13187-014-0622-1. Perry & Robben. (2012). Impact Of
Igumbor J., Pascoe S., Rajap S., Townsend W., & Interprofessional Education On
Sargent J. (2014). A South African Public- Collaboration Attitudes, Skills, And Behavior
Private Partnership HIV Treatment Model: Among Primary Care Professionals. Issue
Viability and SuccessFactors Journal Of Continuing Education In The
Jeffrey J. & Foster N. (2012). A Qualitative Health Professions 32 (3) 196–204.
Investigationof Physical Therapists’ Wahyuningsih. (2013). Kepercayaan Dan
Experiences And Feelings Of Pengambilan Keputusan Terhadap Kinerja
Managingpatients With Nonspecific Low Perawat. 2nd International Seminar on
Back Pain. Physical Therapy Quality and Affordable Education (ISQAE
Kvarnstrom S. (2008). Difficulties In 2013).
Collaboration: A Critical Incident Study Of Weaver T. (2008). Enhancing Multiple
Interprofessional Healthcare Teamwork: Disciplinary Teamwork. Nursing Outlook,
Journal Of Interprofessional Care. 22(2): 56(3), pp.108-114.e2.
191 – 203. Zwarenstein M., Goldman J., & Reeves S. (2009).
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2012). Panduan Interprofessional collaboration:effects of
Penyusunan Dokumen Akreditasi. 2012 practice-based interventions on professional
May S. (2008). Patient Satisfaction With practice and healt care outcomes.
Management Ofback Pain Main. Part 2: An doi:10.1002/14651858.CD000072.

90
Prosiding Seminar Nasional Unimus e-ISSN: 2654-3257
(Volume 1, 2018) p-ISSN: 2654-3168

Peningkatkan Komunikasi dalam Pelaksanaan Interprofessional


Collaboration melalui Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
Improving Communication in The Implementation of Interprofessional Collaboration with
Integrated Patient Development Notes

Imaningtyas Ridar1, Agus Santoso2


Universitas Diponegoro Semarang
Mahasiswa Magister Keperawatan (tyasridar29@gmail.com)1, Dosen Kepemimpinan dan
Manajemen Keperawatan2

Abstrak
Latar Belakang : IPC adalah kemitraan antara tenaga kesehatan dengan latar belakang
profesi yang berbeda dan bekerja sama untuk memecahkan masalah kesehatan dan
menyediakan pelayanan kesehatan. Namun kenyataannya di beberapa rumah sakit besar di
Indonesia masih belum tampak kolaborasi tim. Salah satu faktor yang menghambat
pelaksanaan kolaborasi interprofesi adalah karena buruknya komunikasi antar profesi.
Tujuan : Memberikan gambaran upaya dalam peningkatan komunikasi dalam pelaksanaan
interprofessional Collaboration
Metode : Metode yang digunakan pada makalah ini menggunakan studi literature review.
Literatur yang digunakan didapatkan dari Science Direct, Google Scholarrodan Jurnal
Kedokteran Indonesia dari tahun 2004 sampai tahun 2017. Pencarian literatur dilakukan
dengan kata kunci transformasional leadership, Interprofessional Collaboration (IPC),
Komunikasi dan catatan perkembangan pasien terintegrasi.
Hasil dan Pembahasan : Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan komunikasi dalam
pelaksanaan interprofessional collaboration adalah dengan menggunakan catatan
perkembangan pasien terintegrasi (CPPT). Metode pencatatan terintegrasi ini diharapkan
dapat meningkatkan komunikasi efektif antar profesi, pencatatan dilakukan lebih optimal,
meminimalkan mis komunikasi, dan meningkatkan keselamatan pasien yang berdampak
kepada mutu pelayanan.
Kesimpulan : Peningkatan komunikasi dalam praktek interprofessional collaboration dapat
ditingkatkan dengan penerapan catatan perkembangan pasien terintegrasi
Kata kunci :Transformasional Leadership, Interprofessional Collaboration (IPC),
Komunikasi Dan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi.

Abstract
Background : IPC is a partnership between health workers from different background to
collaborate solving health problem together and providing health service. But in reality, in
few big hospitals in Indonesia, there is no good team cooperation shown. One obstacle of
inter-profession collaboration practice is because of the lack of communication between the
profession.
Goals :To give big picture of how to improve communication in inter-profession
collaboration practice.
Method :Method used in this paper is literature review study. Literatures used are from
Science Direct, Google Scholarro and Indonesia Medical Journal from 2004 until 2017.
Literature search is done with keywords as follow, transformational leadership,
Interprofessional Collaboration (IPC), communication, and integrated patient development
notes.
Result and Study : Efforts made to develop communication in Interprofessional
Collaboration practice is by using integrated patient development notes (CPPT). This method

~ 144 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Prosiding Seminar Nasional Unimus e-ISSN: 2654-3257
(Volume 1, 2018) p-ISSN: 2654-3168

is expected to develop effective communication between profession, notes recording is done


more optimal, minimalize miss communication, and develop patient safety which has impact
to service quality.
Summary :communication development in interprofessional collaboration practice can be
done with the use of integrated patient development notes.
Keywords :Transformational Leadership, Interprofessional Collaboration (IPC),
Communication And Integrated Patient Development Notes

PENDAHULUAN
Menurut UU nomor 44 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang rumah sakit, pengertian
rumah sakit adalah institusi yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang
menyediakan pelayanan melalui rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat. Pelayanan
kesehatan yang paripurna menurut UU nomor 44 tahun 2009 pasal 1 ayat 3 adalah pelayanan
yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakitdilakukan oleh berbagai profesi
tenaga kesehatan. Berbagai profesi yang terlibat dalam pelayanan kesehatan terdiri dari
tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga
kefarmasian, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis dan teknik
biomedika (UU Nomor 36 tahun 2014). Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan
pelayanan dari berbagai profesi kesehatan yang berkolaborasi untuk mengoptimalkan
pelayanan kesehatan (Sitorus, 2006).Institute of Medicine (IOM) dan World Health
Organization (WHO) meminta tenaga kesehatan profesional untuk bekerja sama dalam
Interprofessional Collaboration (IPC) untuk meningkatkan pelayanan kesehatan (IOM, 2010).
Kolaborasi Interprofesi atau Interprofessional Collaboration (IPC) adalah kemitraan
antara orang dengan latar belakang profesi yang berbeda dan bekerja sama untuk
memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan pelayanan kesehatan (Morgan et al, 2015).
Menurut WHO, IPC terjadi saat berbagai profesi kesehatan bekerja sama dengan pasien,
keluarga dan komunitas untuk menyediakan pelayanan komprehensif dan berkualitas tinggi
(WHO, 2010). IPC dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan memberi manfaat bersama bagi
semua yang terlibat (Green and Johnson, 2015).
Tenaga kesehatan harus melakukan praktek kolaborasi dengan baik dan tidak
melaksanakan pelayanan kesehatan sendiri-sendiri (Orchar et al, 2005 dan Fatalina, 2015).
Dampak dari kolaborasi yang buruk adalah tingginya kesalahan dalam pembuatan resep di
Indonesia (sebanyak 98,69%) akibat dari kesalahan dalam penulisan resep dokter, apoteker
yang tidak tepat dalam penyiapan obat dan pemberian informasi mengenai obat tersebut
(Easton, 2009). Selain itu menurut National Prescribing Service Australia menyebutkan
bahwa 6% kasus yang terjadi di rumah sakit disebabkan karena efek samping obat dan
kesalahan selama perawatan. Hal ini muncul karena buruknya kolaborasi antar profesi
kesehatan (Perwitasari, 2010). WHO (2009) menjelaskan bahwa 70-80% kesalahan yang
terjadi di pelayanan kesehatan diakibatkan oleh buruknya komunikasi dan kurangnya
pemahaman anggota tim. Kolaborasi tim yang baik dapat mengurangi masalah patient safety
(WHO, 2009).
Kurangnya penerapan kolaborasi interprofesi sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fatalina (2015) yang berjudul Persepsi dan Penerimaan Interprofessional Collaborative
Practice di Bidang Maternitas pada Tenaga Kesehatan. Penelitian tersebut dilakukan di RSUP
Dr. Sardjito. Penelitian tersebut mengatakan bahwa belum terlaksana kolaborasi interprofesi
dan masih dilaksanakannya stereotyping kolaborasi tradisional yang beranggapan bahwa

~ 145 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Prosiding Seminar Nasional Unimus e-ISSN: 2654-3257
(Volume 1, 2018) p-ISSN: 2654-3168

dokter adalah leader dan decision making dan pelaksana adalah perawat, bidan dan farmasi.
Selain itu masih kurangnya komunikasi yang terjalin antar anggota profesi.
Salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan kolaborasi interprofesi adalah karena
buruknya komunikasi antar profesi (Setiadi, 2017). Komunikasi adalah aspek terpenting
dalam kolaborasi antar profesi. Tanpa komunikasi yang efektif maka perawatan pasien akan
menjadi kehilangan arah dan berdasar pada stereotype semata (Cross-Sudworth, 2007).
Komunikasi dalam pelaksanaan IPC juga merupakan unsur penting dalam peningkatan
kualitas perawatan dan keselamatan pasien (Reni, A 2010).
Menurut The American Nurses Association (ANA, 2010), komunikasi menjadi
standar dalam praktek keperawatan profesional. Komunikasi interprofesi menjasi kompetensi
inti dalam praktek kolaborasi interprofesi. Untuk melakukan kolaborasi yang baik dibutuhkan
komunikasi secara efektif dengan tim kesehatan lain, sehingga dapat melakukan tindakan
pelayanan kesehatan yang aman dan efektif. Hal ini juga diatur dalam Permenkes
1691/MENKES/PER/VIII/2011 yang menyebutkan bahwa salah satu dari sasaran
keselamatan pasien adalah komunikasi yang efektif.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui mengenai gambaran
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan komunikasi dalam kolaborasi interprofesi.
METODE
Metode yang digunakan pada makalah ini menggunakan studi literature review.
Literatur yang digunakan didapatkan dari Science Direct,Google Scholardan Jurnal
Kedokteran Indonesia. Sumber yang diambil dari tahun 2006 sampai tahun 2015. Pencarian
literatur dilakukan dengan kata kunci transformasional leadership, Interprofessional
Collaboration (IPC), Komunikasi dan catatan perkembangan pasien terintegrasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Peran transformasional leadership
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi komunikasi
dalam pelaksanaan kolaborasi interprofesi adalah kepemimpinan, pengetahuan
(Kesrianti, 2014) dan lama bekerja (Hilda, 2017).
Kepemimpinan transformasional memiliki peran dalam peningkatan komunikasi.
Kepemimpinan transformasional memberikan inspirasi, motivasi untuk mencapai tujuan
dan merubah sikap, perilaku dan nilai-nilai dasar bawahannya untuk melakukan
perubahan (Suryo, 2010). Kepemimpinan transformasional yang dimiliki para tenaga
kesehatan berfokus pada membangun hubungan dan komunikasi dengan orang lain dan
menciptakan perubahan dengan menekankan nilai-nilai(To, Tse & Ashkanasy,
2015).Kepemimpinan transformasional mendukung sejauh mana anggota melibatkan diri
dalam komunikasi dua arah seperti mendengar, memotivasi dan melibatkan orang lain
dalam pengambilan keputusan (Ratih, 2008).
Pemerintah memiliki peran penting dalam peningkatan komunikasi antar profesi
kesehatan. Pemerintah mengeluarkan Permenkes 1691/MENKES/PER/VIII/2011 yang
menjelaskan tentang keselamatan pasien rumah sakit. Pada Permenkes
1691/MENKES/PER/VIII/2011 pasal 7 ayat 2 dijelaskan bahwa salah satu standar
keselamatan pasien adalah komunikasi staf kesehatan untuk mencapai keselamatan
pasien.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit pada tahun 2017 juga mengatur tentang komunikasi
dan pertukaran informasi antar profesi kesehatan. Komunikasi dan informasi penting
selama pelaksanaan proses asuhan dikomunikasikan dengan menggunakan catatan
perkembangan pasien terintegrasi (CPPT).

~ 146 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Prosiding Seminar Nasional Unimus e-ISSN: 2654-3257
(Volume 1, 2018) p-ISSN: 2654-3168

B. Komisi Akreditasi Rumah Sakit


Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS, 2017) di standar MKE (Manajemen
Komunikasi dan Edukasi) 5 mengatur tentang manajemen komunikasi dan edukasi antar
profesi kesehatan. Standar MKE 5 menjelaskan bahwa informasi asuhan pasien dan hasil
asuhan harus dikomunikasikan antar profesi kesehatan selama bekerja dalam shift.
Komunikasi antar profesi kesehatan penting untuk berjalannya proses asuhan.
Komunikasi dan informasi antar profesi kesehatan dituangkan dalam catatan
perkembangan pasien terintegrasi (CPPT).

C. Catatan Perkembangan PasienTerintegrasi


Sarana komunikasi antar profesi kesehatan adalah dokumentasi.
Pendokumentasian merupakan bukti pelayanan kesehatan yang berupa pencatatan,
pelaporan dan penyimpanan kegiatan dalam pengelolaan klien (Klehr, 2009).
Salah satu tanda kurangnya komunikasi antar profesi adalah masih digunakannya
dokumentasi dalam catatan yang terpisah antar anggota profesi. Catatan yang terpisah
kurang menggambarkan respon pasien dalam kegiatan antar profesi kesehatan (Iyer,
2004). Penelitian yang dilakukan oleh Mishra (2015) menunjukkan bahwa sistem
pendokumentasian yang tidak terintegrasi menyebabkan ketidak efisienan karena data
yang diinput berulang dalam pelaporan di rekam medis.
Untuk meningkatkan kualitas komunikasi antar profesi, digunakan catatan
profesional kesehatan menjadi satu yang disebut catatan perkembangan pasien
terintegrasi.Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi adalah dokumentasi antar profesi
pemberi asuhan keperawatan mengenai perkembangan pasien dalam bentuk terintegrasi
dalam rekam medis pasien (KARS, 2017). Rencana perawatan yang terintegrasi dan
tunggal lebih terukur dan lebih baik daripada rencana perawatan yang terpisah. Rencana
perawatan pasien harus mencerminkan sasaran perawatan yang khas untuk masing-
masing individu sehingga penilaian dan rencana ulang dapat dilakukan (Iyer, 2004).
Paradigma pasien saat ini mulai berubah dengan memusatkan pada perhatian pada
pasien (Patient Centered Care). Pelayanan patient centered care ini di terapkan dalam
bentuk catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) yang dikerjakan oleh para
profesional pemberi asuhan keperawatan interprofesi (Komisi Akreditasi Rumah Sakit,
2017).
Dengan adanya catatan terintegrasi mewajibkan setiap profesi melakukan
pencatatan pada dokumen yang sama. Metode pencatatan terintegrasi ini diharapkan
dapat meningkatkan komunikasi efektif antar profesi, pencatatan dilakukan lebih
optimal, meminimalkan mis komunikasi, dan meningkatkan keselamatan pasien yang
berdampak kepada mutu pelayanan (Frelita, 2011).
Terdapat hubungan antara peningkatan komunikasi kolaborasi interprofesi
dengan pelaksanaan catatan perkembangan pasien terintegrasi. Interprofesi kesehatan
memiliki spesialisasi pengetahuan yang berbeda. Catatan perkembangan pasien
terintegrasi memfasilitasi transfer informasi antar petugas kesehatan sehingga pelayanan
yang diberikan kepada pasien lebih komprehensif dan terarah (Morris & Boussebbas,
2010). Penelitian yang dilakukan oleh Perry & Robben (2012) menyatakan bahwa
dengan adanya catatan perkembangan pasien terintegrasi meningkatkan kolaborasi antar
profesi kesehatan. Penelitian lain yang dilakukan Lestari (2017) juga menunjukkan
terdapat korelasi kuat antara komunikasi antar profesi kesehatan dengan pelaksanaan
catatan perkembangan pasien terintegrasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Lasmani (2014) mengenai evaluasi implementasi
catatan terintegrasi di RSUP Dr Sardjito menyebutkan bahwa catatan terintegrasi tidak

~ 147 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Prosiding Seminar Nasional Unimus e-ISSN: 2654-3257
(Volume 1, 2018) p-ISSN: 2654-3168

terisi lengkapsebanyak 14,6%. Alasan mengenai tidak terisinya catatan terintegrasi


adalah karena keterbatasan waktu dan tenaga petugas kesehatan, dokter merasa bahwa
kolom yang disediakan terlalu kecil dan sempit sehingga dokter merasa lebih pas
menggunakan format sebelumnya yang tidak terintegrasi.Selain itu dokter merasa format
yang ditulis belum sesuai dan berbeda dengan format sebelumnya.
Mengatasi hal tersebut, pihak rumah sakit menyepakati bahwa format catatan
terintegrasi lebih diperlebar. Selain itu, pihak RSUP Dr. Sardjito akan mengoptimalkan
proses sosialisasi tentang panduan rekam medis menurut standar WHO, peraturan
kementerian kesehatan dan kebijakan internal RSUP Dr. Sardjito kepada seluruh profesi
kesehatan terkait. Dalam sosialisasi tersebut, petugas kesehatan diharapkan langsung
melakukan dokumentasi setelah melakukan proses asuhan keperawatan sehingga dapat
mengefisienkan waktu. Sosialisasi tersebut juga menekankan antar profesi kesehatan
agar memiliki kesadaran profesi untuk mendokumentasikan dalam catatan terintegrasi
sesuai dengan tanggung gugat dan tanggung jawab (Lasmani, 2014). Menurut
Notoatmodjo, seseorang mengadopsi perilaku baru dibutukan pengetahuan, kesadaran
dan sikap positif agar perilaku baru tersebut dapat bersifat langgeng (Notoatmodjo,
2007).
KESIMPULAN
Peningkatan komunikasi secara efektif dengan tim kesehatan lain dibutuhkan dalam
pelaksanaan Interprofessional Collaboration sehingga petugas kesehatan dapat melakukan
tindakan pelayanan kesehatan yang aman dan efektif. Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan komunikasi antar profesi adalah dengan catatan perkembangan pasien
terintegrasi.
Menurut Komite Akreditasi Rumah Sakit, Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
adalah dokumentasi antar profesi pemberi asuhan keperawatan mengenai perkembangan
pasien dalam bentuk terintegrasi dalam rekam medis pasien. Rencana perawatan yang
terintegrasi dan tunggal lebih terukur dan lebih baik daripada rencana perawatan yang
terpisah. Rencana perawatan pasien harus mencerminkan sasaran perawatan yang khas untuk
masing-masing individu sehingga penilaian dan rencana ulang dapat dilakukan. Komisi
Akreditasi Rumah Sakit juga mengatur catatan perkembangan pasien terintegrasi dalam
standar MKE (Manajemen Komunikasi dan Edukasi) 5.

REFERENSI
Cross-Sudworth F. 2007. Maternity linkworkers: a Cinderella service? RCM
Midwives10(7):325–327.
Easton K, Margon T. 2009. Medication Errors in Outpatients of A Government Hospital in
Yogyakarta Indonesia. 1(1) : 8 – 10
Fatalina Femi, Sunartini, Widyandana, Sedyowinarso Mariyono. 2015. Persepsi dan
penerimaan Interprofessional Collaborative Practice Bidang Maternitas pada tenaga
kesehatan. Universitas Gadjah Mada : Fakultas Kedokteran. Jurnal Kedokteran Indonesia.
Frelita, G., Situmorang, T.J., & Silitonga, D.S. 2011. Joint Commission International
Accreditation Standards for Hospitals, 4 th ed. Oakbrook Terrace, Illinois 60181 U.S.A.
Institute of Medicine, 2010. The future of nursing: leading change, advancing health.
Retrieved from.http://iom.nationalacademies.org/Reports/2010/The-Future-of-Nursing-
Leading-Change-Advancing-Health.aspx.
Iyer Patricia W, & Nancy H Camp. 2004. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Klehr, J, dkk. 2009. Menggambarkan dokemuntasi pada catatan sistem elektronik rekam
medis yang memberikan catatan elektronik kesehatan.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2017. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.

~ 148 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Prosiding Seminar Nasional Unimus e-ISSN: 2654-3257
(Volume 1, 2018) p-ISSN: 2654-3168

Lasmani, Patricia., Haryanti, Fitri., Lazuardi, Lutfan. 2014. Evaluasi Implementasi Rekam
Medis Terintegrasi di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 17, No. 1 Maret 2014
Lestari, Yani., Saleh, Ariyanti., Pasinringi, Syahrir. 2017. Hubungan Interprofessional
Kolaborasi dengan Pelaksanaan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi di RSUD
Prof Dr H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng. JST Kesehatan, Januari 2017, Vol.
7 No. 1 : 85 – 90.
Morgan, S., Pullon, S., McKinlay, E., 2015. Observation of interprofessional collaborative
practice in primary care teams: an integrative literature review. Int. J. Nurs. Stud. 52 (7),
1217–1230.
Morris F & Boussebbass. 2010. Coordination of Physicians Operational Activities : A
Contingency Perspective.
Notoatmodjo,S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Yogyakarta : Reneka Cipta.
Orchar, CA, Curran , V, Kabene, S. 2005. Creating a culture for Interdiciplinnary
Collaboration Profesional Practice. Med. Educ
Pohan I. (2015). Jaminan mutu Layanan Kesehatan : Dasar-dasar Pengertian dan
Penerapan.Jakarta : EGC
Perry & Robben. 2012. Impact of Interprofessional Education On Collaboration Attitudes,
Skills and Behavior Among Primary Care Professionals. Journal Of Continuing Education
In The Health Professions 32 (3) 196 – 204.
Ratih, Agnes. 2008. Hubungan Komunikasi Antar Pribadi dengan Peningkatan Kinerja
Karyawan PT Asa Globalindo Pratama. Universitas Pembangunan Nasional : FISIP.
Reni, Arya; Yudianto, Kurniawan; Somantri, Irman. 2010. Efektifitas Pelaksanaan Komu-
nikasi dalam Kolaborasi Antara Perawat dan Dokter di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Sumedang. Jurnal unpad.ac.id/mku/article. Vol. 12, No. 1 Maret 2010– September
2010 Hal 36,
Rokhmah, Noor Ariyani. 2017. Komunikasi Efektif dalam Praktek Kolaborasi Interprofesi
sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Universitas Diponegoro. Journal of
Health Studies, Vol 1 No 1 Maret 2017 : 65 – 71.
Setiadi, Adji dkk. 2017. Factors contributing to interprofessional collaboration in Indonesia
health centres : A focus group study. Journal of Interprofessional Education & Practice 8
(2017) 69-74
Sitorus, R. 2006. Model Praktik Keperawatan Professional di Rumah Sakit. Jakarta : EGC
To, M., Tse, H., & Ashkanasy, N. (2015). A multilevel model of transformational leadership,
affect, and creative process behavior in work teams. The Leadership Quarterly, 26, 543–
556.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
World Health Organisation (WHO), 2010. Framework for Action on Interprofessional
Education and Collaborative Practice. World Health Organisation, Geneva.
World Health Organisation (WHO), 2009. Human Factors in Patient Safety Review of topics
and Tools.World Health Organisation, Geneva.

~ 149 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
ISSN 2354-7642 (Print), ISSN 2503-1856 (Online)
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia INDONESIAN JOURNAL OF NURSING
Tersedia online pada: AND MIDWIFERY
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI

The Implementation of Integrated Patient Progress Notes


in Interprofessional Collaborative Practice
Puput Risti Kusumaningrum1, Edi Dharmana2, Madya Sulisno3

1
STIKes Muhammadiyah Klaten, Mahasiswa Magister Keperawatan FK UNDIP
2
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
3
Departemen Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, UNDIP, Semarang.
E-mail: puput.risti_ners@yahoo.co.id

Abstrak
Interprofessional Collaborative Practice (IPCP) adalah bentuk kolaborasi dan komunikasi
di antara profesi kesehatan dalam pendekatan terkoordinasi untuk berbagai pengambilan
keputusan tentang masalah kesehatan untuk memastikan bahwa perawatan yang diberikan
dapat diandalkan dan berkelanjutan. Implementasi IPCP membutuhkan media pendukung,
yaitu, dengan mengintegrasikan catatan perkembangan pasien ke dalam yang terintegrasi.
Oleh karena itu, petugas kesehatan dapat berkolaborasi dengan menggunakan catatan
perkembangan pasien terintegrasi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
dokumentasi implementasi catatan perkembangan pasien terintegrasi di IPCP oleh dokter,
perawat, apoteker, ahli gizi, dan fisioterapis di ruang rawat inap Rumah Sakit UGM, Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologis hermeneutik.
Sampel direkrut menggunakan purposive sampling, yang melibatkan 14 peserta utama.
Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan wawancara semi terstruktur dan
dianalisis menggunakan teknik analisis isi. Hasil mengidentifikasi 4 tema terkait, termasuk:
(1) pemahaman, (2) kepatuhan, (3) media penggerak IPCP, (4) beban kerja, sikap, perilaku
dan kebijakan (sosialisasi) yang menghambat implementasi IPCP. Studi ini menyimpulkan
bahwa mendokumentasikan catatan perkembangan pasien terintegrasi dapat mendorong
praktik kolaboratif untuk mengoptimalkan layanan terintegrasi.

Kata Kunci: Catatan Perkembangan Pasien, Praktik Kolaboratif Interprofesional, Ilmu


Multidisiplin

Abstract
Interprofessional Collaborative Practice (IPCP) is a form of collaboration and communication
among the health professions in a coordinated approach to various decision-making on
health issues to ensure that the care provided is reliable and sustainable. The implementation
of IPCP requires supporting media, i.e., by integrating the patient progress notes into the
integrated one. Therefore, the health workers can collaborate by the use of this integrated
patient progress note. This study aimed to explore the documentation implementation of
integrated patient progress notes in IPCP by doctors, nurses, pharmacists, nutritionists,
and physiotherapists in the inpatient wards of UGM Hospital, Yogyakarta. This study
used a qualitative design with a hermeneutic phenomenological approach. The samples
were recruited using purposive sampling, involving 14 main participants. The data were
collected through in-depth interviews with semistructured interviews and analyzed using
the content analysis technique. The results identified 4 related themes, including: (1)
the understanding, (2) the compliance, (3) the driving media of IPCP, (4) the workloads,
attitudes, behaviors and policies (socialization) which inhibited the implementation of IPCP.

32 Puput Risti Kusumaningrum, Edi Dharmana, Madya Sulisno, 2018. JNKI, Vol. 6, No. 1, Tahun 2018, 33-42
This study concluded that documenting the integrated patient development record could
foster collaborative practices to optimize the integrated services.

Keywords: Patient Development Record, Interprofessional Collaborative Practice,


Multidisciplinary Science

Article info:
Article submitted on July 04, 2017
Articles revised on August 06, 2017
Articles received on September 26, 2017
DOI: http://dx.doi.org/10.21927/jnki.2018.6(1).32-41

INTRODUCTION is because many health professions still use a


Interprofessional Collaborative Practice type of medical recordwhich is separated with
(IPCP) is a form of collaboration and care records and other health profession records
communication among the health professions used to document the condition of the patient
in a coordinated approach to various decision- (7)(8). The written records do not describe
making on health issues to ensure that the care detail information about the patient’s responses
provided is reliable and sustainable (1)(2). and what the patient feels. Even, some health
IPCP is very important in making collective professionals may not read the record since it is
decisions and improving effectiveness and writtenon separate sheets (7)(9)(10).
efficiency in the delivery of service to patients. The 2012 hospital accreditation guideline
In this matter, each health profession involved states caregiver professionals should implement
should have a sense of trust, totality, tolerance, an integrated patient care, which includes a
fairness, and togethernessso that the service dynamic care process and involvement of many
provided can be optimal (3). This is in line healthcare practitioners such as nurses, doctors,
with Doughertyet al. (2005) who argued that midwives, nutritionists, pharmacists, therapists,
collaboration could decrease mortality risk and and many others. This integrated care may also
increased patient satisfaction (4). involve otherwork units and services described in
Barriers in interprofessional collaboration the care record (11). Dealing with this issue, it is
can be a major cause of medical errors, nursing essential to optimize the implementation of IPCP
errors or adverse events (5). The Institute of among the health professions. Therefore, the
Medicine (2000) reported the patient mortality rate care record can be written more optimally since
in hospitals reached to 44,000 to 98,000 patients all health professions write in the same sheet,
each year. In 2010, The Center for Medicare and and thus minimize miscommunication, reduce
Medicaid reported 13.5% of patients experienced the number of adverse events, and in the end, it
adverse events, and the costs they had to spend can improve patient safety and give impacts on
to resolve the problems reached $ 4.4 billion improving the quality of services (12)(13).
(US Department of Health and Human Services,
2010). In 2011, the Joint Commission Sentinel MATERIALS AND METHODS
Event Statistic received 1,243 reports; 60% of This study used a qualitative design with
them were due to problems in collaboration (6). a phenomenological approach. The population
IPCP has not yet been optimally included medical specialists, nurses, pharmacists,
implemented so far. One of the issues emerging nutritionists and physiotherapists in UGM Hospital

The Implementation of Integrated Patient Progress Notes in Interprofessional Collaborative Practice 33


Yogyakarta.The samples were recruited using a which is written on the similar sheet and provides
nonprobability sampling with purposive sampling information on the progress of the patient until the
technique (14)(15). Fourteen participants patient discharge from the hospital. It is then not
were recruited based on the inclusion criteria, necessary for the health workers to go through
which included (1) having work experience of different forms used for the patient monitoring.
≥ 1 year, (2) obtaining a degree of education of As a result, the health professional can manage
either medical specialist, nurse (at least DIII), the patient comprehensively to provide patient-
pharmacist (pharmacist profession), nutritionist centered care.A total of 10 health professions
(bachelor), and physiotherapist (at least DIII), stated this accordingly, as follow:
and (3) expressing a voluntary participation as
evidenced by signing an informed consent prior “…it is information about the progress
of the patient which is writtenon the
to the study. Meanwhile, the exclusion criteria
same sheet” (P01)
were the health professions who were on leave, “…there is no need to flip back the
refused to participate, or could not continue the paper because the information is
interviews due to illness, and expressed refusal completed.” (P04)
“…it is a note or evidence that we
to have next interview sessions.
(health professional) monitorthe
The data were analyzed using a content patient on a day-to-day basis.” (P05)
analysis technique, which included transcribing “…the note is written on the same
the interviews, determining meaning units sheet for all health professions that
are patient-oriented.” (P06)
to search for relationships between words,
“…it is more completed, and provides
sentences or paragraphs, and performing data integrated patient progress note; more
abstractions to form several themes. comprehensive.” (P07)
“…it is an integrated record in which
the health professions are patient-
RESULTS AND DISCUSSION
centered.” (P14).
The participants involved in this study
were 14, consisting of three medical specialists,
The Caregiver Professionals
three nurses, twopharmacists, three nutritionists,
All participants indicated that all medical
and three physiotherapists.This study revealed
or paramedical professions taking care of or
four themes, describing the implementation of
handling the patients write and read the IPPN.
integrated patient progress notes (IPPN) in the
implementation of IPCP. The followings are the
“...all professions can write and read
resulted themes. on the same sheet, i.e., IPPN.” (P02)
“...thereis medical or paramedical
Adequate understanding of the caregiver personnel.” (P05)
“… all health professions taking care
professional is importantin the implementation
of the patient write on the same
of integrated patient progress note (IPPN) sheet.” (P08)
documentation in IPCP by the role of each “…it is written by all health professions
health profession on the same sheet.” (P13).
Understanding of IPPN
The Implementation
The participants revealed thatintegrated
patient progress note is such a form of In implementing the documentation of
communication among the health professions integrated patient progress notes, all health

34 Puput Risti Kusumaningrum, Edi Dharmana, Madya Sulisno, 2018. JNKI, Vol. 6, No. 1, Tahun 2018, 33-42
professions work together, discuss and “The role of a nutritionist includes
coordinate each other in decision making; all nutritional assessment, nutritional
calculations, and provide adiet to the
health professions also have an equal position.
patient.” (P02)
The following statements were presented by the
participants: “The physiotherapist works in the
scope of the motion problem and body
“In writing the note, we coordinate function.” (P04)
each other in making the decisions.
We also discuss it with each other.” The understanding of the health profession
(P05)
about IPPN documentation in the implementation
“In the implementation, we have
discussions with all teams involved, of IPCP, in general,is suitable with the concept
and we workcollaboratively.” (P07) that IPPN is information about the development
“The patient management can be of patient care which is written in the same sheet
performed more quickly since all
by multiple disciplines. Therefore, it provides an
health personnel cooperates with
each other.” (P09). ease for the caregivers to access information on
patient progress. This integration requires each
The Role of the Health Professions profession to perform their duties and authority
professionally (11).
The participants stated that the fulfillment of
In implementing IPPN, the health professionals
IPPN requires the roles of each health profession
need to cooperate, discuss, and coordinate each
according to their respective disciplines so that
other in making decisions. All health professions
collaborative practices can be created, and thus
have anequal position so that the principle of
will accelerate healing and reduce the adverse
collaboration can be created. This is in line witha
events. The following statements were presented
study by Yani Lestariet al (2017) which indicated
by the participants.
that interprofessional collaboration was well
“… the doctor in charge of patient implemented in the writing of IPPN. The study
mainly functions to coordinate the indicated a strong and positive correlation in the
patient problems; the others give aspect of cooperation, partnership, and decision
some inputs.” (P10)
making. Thus, better implementation of IPCP will
“…the doctor in charge of thepatient
will establish themedical diagnosis, result in better IPPN.
g i v e t h e t h e r a p y, a n d m a k e The health professions playing their
adecisionregarding the treatment respective fields of science willadvanceIPCP
given to the patient as well as make
among the health professions, where the focus
a decision on the patient’s discharge
from thehospital.” (P09). is on the patient or patient-centered care,
“The nurses have a role as sustainable and integrated in accordance with
acommunicatorbetween health the concept of integrated care.
professions, and between patients
Patient-centered care requires integrated
and health professions.” (P07)
“My role as a physiotherapist is to documentation that demands each profession
educate patients to develop their self- to make a record of the patientin the same
reliance.”(P03) document. This method is expected to optimize
“I think the role of a nutritionist is to
IPCP among health professions. Furthermore,
performnutritional care to patients,
provide food, and give nutrition the fulfillment of the record can be more optimal
education.” (P11) since all health professions write on the same

The Implementation of Integrated Patient Progress Notes in Interprofessional Collaborative Practice 35


document. This will minimize miscommunication, “Yes, we are all well facilitated. There
lower the rate of adverse events, and in the end, are IPPN forms which are always
available in accordance withthe hospital
improve patient safety and the quality of service
accreditation procedure. There are also
(13)(16). pens in the nurse station for each of us,
Compliance with the Integrated Patient so we don’t need to share the pen with
Progress Note Implementation Requires others.” (P03)
“The hospital has provided the facilities
Availability of Infrastructure and Facilities,
well. There are NIC/NOC books in the
Motivation, Evaluation and Feedback ward, so if we forget things, we can
Monitoring System and Role of Case open the book. There is also a HER,
Manager. even though it is not yet optimal in the
inpatient ward. The IPPN sheets are
Level of Compliance
also always available.” (P05)
Participants revealed that the fulfillment “Such facilities available are the IPPN
of patient progress note was integrated with sheets. They are easily accessible and
never run out of the stock.” (P07).
SOAP format for medical specialists, nurses,
pharmacists. Meanwhile, the physiotherapists
Motivation (Reward and Punishment)
documented the progress note with ADIME
Results of interviews revealed that forms of
(nutritionist). They all write the date, time,
motivation (reward&punishment) were manifested
signature and name. They write what they do and
in compliments and warnings. The rewards in the
do what they have written. If the note is incorrectly
form of money or punishment in the form of apay
written, they would cross it and put their initials.
cuthave not been implemented, as stated by
They also use standard abbreviations in their
some participants below:
writing. The followings are some statements
presented by the participants. “Rewards in the form of money are not
yet implemented.” (P01)
“Once I am done with the patient “It is the commitment from us.
intervention, I immediately write it Therefore, though there are no
on the IPPN using ADIME format.” rewards and punishment, the program
(P01) can run well.” (P03)
“After finishing a procedure to the “... The reward is not in the form of
patient, I then write it on the IPPN by money. It is like when you are doing
writing the date, hour, and profession. good, you will be given compliments.
Next to it, there is a column to On the other hand, when you are
writeaSOAP. I just put my signature doing something wrong, you will be
and name there.” (P03) given a warning.” (P08)
“If there is incorrect writing, I should “The money reward is not yet available.
cross it and put an initial. I should not The punishment in the form of money
erase it.” (P05) cut is not available either.” (P13) .
“If you write the abbreviated word,
you should use the standard
Monitoring, Evaluation and Feedback
abbreviation….” (P08).
System

Facilities and Infrastructures Participants stated that the monitoring,


evaluation and feedback system had been
Participants mentioned that the facilities
implemented such as through CMRR (Close
and infrastructures are readily available as stated
Medical Record Review). Some participants
by some participants below:
stated the following:

36 Puput Risti Kusumaningrum, Edi Dharmana, Madya Sulisno, 2018. JNKI, Vol. 6, No. 1, Tahun 2018, 33-42
“I have attended the CMRR. It is such and more collaborative; the interventions are
an activity where one representative clear and thus minimizeoverlapping events (17).
of each health profession is to do
This is congruent with a study by Patriciaet al.
an evaluation, including the IPPN.”
(P01) (2014) which found that integrated medical record
“…through the medical record review, makes the services more integrated, the patients
we canevaluate the completeness of are givenmore attention,andthe collaboration can
IPPN.” (P02)
be better (18).
“To my knowledge, usually there is
an integrated medical records audit The documentation of IPPN can be
including IPPN especially in the face optimally implemented if there are adequate
of accreditation.” (P07). supporting facilities. The availability of such
facilities and infrastructure as the documentation
The Role of Case Manager form/sheet, room for filling the IPPN, NIC/NOC
Participants revealed that the roles of books, pens for nurses in the wards are very
acase managerare as facilitator, collaborator, important to motivate health professionsto carry
performing monitoring and evaluation, as well out documentation according to the hospital
as providing feedback. There were three case standard (19).
managers at the study site who carried out the Motivation related to reward and punishment
task in accordance withtheir roles. in documenting IPPN in this study has not been
structured and not yet applied. The fundamental
“There is already a case manager, principle of motivation is the power that drives
who performs the evaluation and also
the individual to do something to meet the need
supervision to the ward.” (P02)
“There is a case manager. He is the at a particular time (20). This is related to the
one who checks whether there is a need for such a system for IPPN documentation
professional who is not yet visiting. He so that the compliance can be increased and
also does the supervision and gives a
the program runs optimally. Improving IPPN
reminder.” (P04)
“Here, there is also a case managerwho documentation can be done through monitoring
acts as a collaborator between health and evaluation since regular and periodic
workers, and between patients and monitoringand evaluation can result in some
health workers.” (P09)
feedbacks submitted to the health profession
for optimal improvement. Once the compliance
The compliance of the health profession
behavior is developed, there will emerge positive
in documenting the IPPN in the implementation
cultureson the basis of awareness of the health
of IPCP requires facilities and infrastructure,
professions that IPPN documentation is important
monitoring system, evaluation and feedback,
to do in accordance with the standard (21).
motivation and role of case manager. This
The roleof case managers is very essential
study also shows that the procedure of writing
in developing positive cultures. One of the
IPPN documentation has been appropriately
roles of case managers in implementing IPPN
carried out. An understanding of IPPN writing
documentation is to monitor the filling of the records
by medical specialists, nurses, pharmacists and
by the health professions of doctors, nurses,
physiotherapists using SOAP and nutritionists
pharmacists, nutritionists,and physiotherapists.
using ADIME indicates that this understanding
According to KARS (2015), a case manager is
is important so that the patient planning can be
a hospital professional who conducts the patient
clearer and more directional, more communicative
service management, coordinates with the

The Implementation of Integrated Patient Progress Notes in Interprofessional Collaborative Practice 37


health professions and patient-family to meet IPPN. Documenting IPPN is a non-verbal
the needs of patients and their families through communication among the health professionals
communications and available resourcesto and facilitate them to collaborate (26).
deliver quality outcomes. Some roles that a The statements of participants regarding
case manager should play includes the function the implementation of IPPN is in line with the
of assessment, utility, planning, facilities,and theory that medical record documentation
advocacy, service coordination, evaluation and functions as a means of communication between
follow-up of discharge planning. A case manager health professions in providing services to
should be able to coordinate all disciplines patients. This communicationis inter-professional
that provide services to patients to produce communication that aims to prevent the
satisfactory and patient-centered care (22)(23). occurrence of misinformation, encourage
A study conducted by Miculincher, et al (2007) interdisciplinary coordination, prevent repetitive
reported that lack of commitment of the head information, and give assistance in the time
nurse in carrying out his duty as case manager management (27).
causes 46% of non conducive services in the
ward (24). Another study by Susan, K. Mc Workloads, Attitudes,and Behavior of Health
Greehan (2005) reported that out of the many Professions and Inappropriate Policy Can
number of multidisciplinary models to embrace Threaten the Existing IPPN Documentation
multidisciplinary, the case manager model is the Workloads
one which can be implemented (25). Nine participants mentioned that the
workload was an obstacle in documenting the
IPPN as Driving Media in the Implementation IPPN. Some participants mentioned:
of Interprofessional Collaborative Practice
Results of interviews with participants “It is really a difficult time when the
polyclinic is full of the patients, as well
revealed that the IPPN is a medium which can
as the inpatient wards. The work is just
be used as a drivein the implementation of the so overloaded.”(P04)
IPCP. The followings are some statements from “We sometimes forget to complete the
the participants. IPPN due to a lot of work. Sometimes
we are about to fill it, but then the
patient calls us, or sometimes the
“It is possible to encourage the
doctor is visiting, and some other
implementation of IPCP practices.”
reasons. It’s a very high mobility”
(P01)
(P10)
“I think it strongly supports the
“Our workload is sometimes
collaborative practice” (P06)
overloaded. It is because one
“By reading the IPPN, there can raise
pharmacist should be responsible
the idea of a joint visite since there
for two wards. Sometimes, the other
are things that should be discussed
wards or ICUs also contact us for
together for optimal results” (P08)
collaboration with the pharmacists.”
“It can function as communication
(P13)
media between the health professions.
“As much as possible, I complete
The IPPN is the driving force for the
the IPPN. However, there will always
implementation of IPCP.” (P11)
be abusy time. Sometimes there are
surgeries or consultation, and thus
One of the media which can be used to the record is not maximally fulfilled.”
facilitate the implementation of IPCP is the (P09)

38 Puput Risti Kusumaningrum, Edi Dharmana, Madya Sulisno, 2018. JNKI, Vol. 6, No. 1, Tahun 2018, 33-42
“In addition to the IPPN, we should also “IPPN is vigorously socialized before
write the nutritional care. Sometimes, the accreditation; but when the
I write the nutritional care in the accreditation is over, things go like
nutrient installation, and the IPPN is usual.” (P05)
not comprehensively written due to “There is a lack of socialization through
the busy work.” (P02). workshop/seminar/training. If there is
socialization, unfortunately, only one
representative, who is usually the
Attitudes and Behaviors of the Health
head of theunit, is participating. After
Personnel that, he/she will share the information
The negative attitudes and behaviors with others, and this can lead to
different perceptions.” (P08)
of health professions that can inhibit the
implementation of IPPN, among others are
Based on the results of interviews with
laziness, tiredness, differences in perception,
doctors, nurses, nutritionists, pharmacists,and
forgetfulness and being in a rush. These are
physiotherapists, it was indicated that the
expressed by some patients as below:
workload, attitudes,and behaviors of health
“When there is information missing professions and inappropriate policies could be
in the IPPN, probably it is because an obstacle if they are not fixed immediately.
we forget or be in a hurry. There is no A study by I Gusti AA showed that there was a
intention to do so.” (P06)
relationship between knowledge, attitudes and
“Sometimes I feel lazy since I have to
fill the IPPN every day. So sometimes workloadsand the completeness of documenting
I don’t do it maximally.” (P11) process (28). The health professions at UGM
“The inhibiting factor is the difference hospital, although they have high workload due to
of perception. There is only one
a large number of patients and have to share their
representative attending the
socialization, so there can be adifferent focus to serve doctor’s visit in the inpatients and
perception. Sometimes we also forget outpatients, had applied professional attitudes,
NIC NOC, and we are sometimes too i.e., prioritizing patient safety, working according
lazy to open the book.” (P07)
to their competence, and being responsible.
“Sometimes we are doing it in a hurry,
and thus the result is not appropriate The health professions have played their
with the existing standard.” (P11) roles regarding time allocation, roles of health
professions, staff relations, adivision of authority,
Policy (Socialization) and joint decision making though they are not
The results of interviews revealed that yet maximal. Un-optimal attitudes and behaviors
the socialization of IPPN conducted by hospital in the documentation of IPPN were due to the
management still lackssince it has not reached workload and lack of human resources in the
all the health professions and has not been professions of pharmacists, nutritionists, and
thoroughly carried out. The following statements physiotherapists. As a result, they do not pay
are mentioned by the participants: attention to the completeness of the document
filling.
“What inhibits the program is because The policies which inhibited the
the policy of the hospital which only implementation of IPPN include the limitation
invites one representativeto be present
of representatives who participated in the
at the socialization. There is also lack
of training to improve the skills of the program socialization and lack of training related
health professions.” (P04) to the documentation of IPPN, as well as the

The Implementation of Integrated Patient Progress Notes in Interprofessional Collaborative Practice 39


lack of SPO socialization. Every good quality mentoring and evaluation activitiesand
management system is always based on SPO providing facilities and infrastructures to
which is disseminated to all the competent support the successful documentation of
parties who are to implement it. It is important IPPN.
for every health professionto understandand 2. The hospital management is expected to
implementall patient services in accordance with provide routine training/workshops/ seminars
the SPO, including the documentation of IPPN. related to the documentation of IPPN to
SPO is a series of written and standardized increase the knowledge and skill of the health
work instructions on the process of organizing personnel.
corporate administration, how and when to do 3. The availability of reward and punishment
and by whom it is implemented (28). system can increase the motivation of health
personnel in performing the documentation
CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS of IPPN in accordance with the standards set
Conclusions by the hospital.
Results of the study indicated that the health
professionshad performed the documentation of ACKNOWLEDGMENTS
IPPN with a good understanding and worked The researchers would like to thank Prof.
in accordance with the role of each profession. dr. Edi Dharmana, M.Sc, Ph.D., Sp. Par (K) and
Documenting IPPN should reflect collaborative Madya Sulisno, S.Kp., M. Kes as the supervisors
practices so that in the real practice, there will who have provided guidance and inputs. The
be communication, discussion, cooperation, researchers also thanked the participants for
and coordination in the joint decision making. their participation in this study.
Documenting IPPN can be a medium
or tool in collaborative practice among the REFERENCES
health professionals to better optimize the 1. Dimitriadou A. Interprofessional Collaboration
implementation of IPCP. The documentation and Collaboration among Nursing Staff
of IPPN will be optimally implemented if they Members in Northern Greece. Int J Caring.
are equipped with adequate infrastructure, 2008;1(3):140-146.
proper motivation, and transparent, continuous 2. Leticia San Martin-Rodriguez Marie-
and sustainable monitoring and evaluation Dominique Beaulieu Danielle D’Amor
and feedback system, as well as the role of Marcela Ferrada-Videla. The determinants
case manager that can facilitate and become of successful collaboration: A review of
acollaborator for all health professions. The theoretical and empirical studies. J Interprof
implementation of IPPN by the health professions Care. 2005;1(May):132-147.
experienced several obstacles such as workload, 3. Keith, K.M. & Skin DF. Effective collaboration
attitudes,andbehaviors of the health profession : The Key to Better Healthcare. Can J Nurs
that lead to negative behaviors. Furthermore, the Leadership (CJNL). 2008; 21 (2): 51- 61.
policy related to the socialization of IPPN in the 4. Dougherty MB, Larson E. A Review of
hospitalis not implemented optimally. Instruments Measuring Nurse-Physician
Collaboration. JONA J Nurs Adm.
Suggestion 2005;35(5):244-253.
1. The support from hospital management is 5. World Health Organization. World Health
badly needed. It is in the form of regular Statistics. 2010.

40 Puput Risti Kusumaningrum, Edi Dharmana, Madya Sulisno, 2018. JNKI, Vol. 6, No. 1, Tahun 2018, 33-42
6. Bleich S. Medical errors: Five Years After The 20. Henki Idris Issakh & Zahrida Wiryawan.
IOM Report. Issue Brief (Commonw Fund). Pengantar Manajemen. Edisi 2. In Media.
2005;(830):1-15. Jakarta. 2015.
7. Huron Perth Healthcare Alliance. HPHA 21. Pourasghar, F., Kazemi, A., Malekafzali, h,
Interprofessional Practice Model. 2011. Ellenius, J., and Fors, U., (2008), What they
8. Fewster-Thuente L and Velsor-Friedrich B. fill in today, may not be useful tomorrow
Interdisciplinary Collaboration for Healthcare : Lesson Learned from Studying Medical
Professionals, Nurs. Admin. Q. 2008; 32(1): records at the Woman Hospital in Tabriz, Iran,
40-48. BMC public health, vol.8
9. Alligood, Martha Raile. Theoretical Nursing : 22. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Panduan
Development&Progress. 5th edition. 2012. Penyusunan Dokumen Akreditasi. 2012.
10. Hariyati TS. Perencanaan Pengembangan 23. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Panduan
Dan Utilisasi Tenaga Keperawatan. Jakarta: Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab
Rajawali Pers. 2014. Pelayanan (DPJP) dan Case Manajer.
11. Pratama, Febrina Mega; Sugiyanto Z. KARS 2015
Accreditation Readiness Review Section Of 24. Mikulincer, M. , & Shaver, P. R. Attachment
Communication And. 2010. in Adulthood: Structure,Dynamics, AND
12. JCI. Journal on Quality and Patient Safety, Changer. New York : Guilford Publication.
Root Causes of Sentinel Events. 2006. 2007.
13. Iyer Patricia W & NHC. Dokumentasi 25. Susan K. McGeehan. Case Management
Keperawatan. Jakarta : EGC; 2005. in Integrated Models Of Care.Manuscript
14. Basrowi & Suwandi. Memahami Penelitian submitted for publication. 2005.
Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta; 2008. 26. Klehr J, Hafner J, Spelz LM, Steen S,
15. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Weaver K. Implementation of standardized
Jakarta: Alfabeta; 2010. nomenclature in the electronic medical
16. JCI Accreditation Standards for Hospitals. 4th record. Int J Nurs Terminol Classif.
Edition. Effective 1 January 2011 . 2009;20(4):169-180. doi:10.1111/j.1744-
17. Frelita G, Situmorang TJ, & Silitonga DS. 618X.2009.01132.x.
Joint Commission International Accreditation 27. Mastini, I Gusti AA Putri. Hubungan
Standards for Hospitals 4 th ed., Oakbrook Pengetahuan, Sikap, dan Beban Kerja
Terrace, Illinois 60181 U.S.A, 2011. dengan kelengkapan Pendokumentasian
18. Patricia Suti Lasmani dkk. Evaluation of Asuhan Keperawatan IRNA di Rumah Sakit
Integrated Medical Record Implementation Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2013.
Case Study in. 2014;17(1):3-8. 28. Atmoko T. Standar Operasional Prosedur
19. R e n t a , P a g e l a P a s c a r e l l a . E v a l u a s i (SOP) dan Jurnal Manajemen Pelayanan
Pelaksanaan Patient Centered Care di RS Kesehatan. 2011; 14(1): Akuntabilitas Kinerja
PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Instansi Pemerintah. [Research]. 36-43.
2016. Universitas Diponegoro, Semarang. 2008

The Implementation of Integrated Patient Progress Notes in Interprofessional Collaborative Practice 41


PENINGKATAN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN
INTERPROFESSIONAL COLLABORATION PADA PASIEN DI
RUMAH SAKIT
Muhaini Atmayana Purba / 181101131

muhainipurba21@gmail.com

ABSTRAK
Latar belakang : IPC adalah kemitraan antara tenaga kesehatan dengan latar belakang profesi
yang berbeda dan bekerja sama untuk memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan
pelayanan kesehatan. Namun kenyataannya di beberapa rumah sakit besar di Indonesia masih
belum tampak kolaborasi tim. Salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan kolaborasi
interprofesi adalah karena buruknya komunikasi antar profesi. Tujuan : Tujuan penulisan ini
yaitu mengidenifikasi peningkatan komunikasi dalam pelaksanaan interprofessional
collaboration pada pasien di rumah sakit. Metode : Metode yang digunakan merupakan
literatur review atau suatu perbandingan atau analisis antara satu jurnal dengan jurnal lainnya
dari berbagai sumber seperti referensi jurnal, buku teks dan e-book. Hasil : Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan komunikasi dalam pelaksanaan interprofessional collaboration
adalah dengan menggunakan catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT). Metode
pencatatan terintegrasi ini diharapkan dapat meningkatkan komunikasi efektif antar profesi,
pencatatan dilakukan lebih optimal, meminimalkan mis komunikasi, dan meningkatkan
keselamatan pasien yang berdampak kepada mutu pelayanan. Kesimpulan : Peningkatan
komunikasi dalam praktek interprofessional collaboration dapat ditingkatkan dengan penerapan
catatan perkembangan pasien reintegrasi.
Kata Kunci : Peningkatan komunikasi, Interprofessional Collaboration (IPC), rumah sakit.

ABSTRACT
Background : IPC is a partnership between health workers with different professional
backgrounds and working together to solve health problems and provide health services. But the
reality is that in some large hospitals in Indonesia there is still no team collaboration. One factor
that hinders the implementation of interprofessional collaboration is due to poor communication
between professions. Purpose : The purpose of this paper is to identify improved
communication in the implementation of interprofessional collaboration in patients in hospitals.
Method : The method used is a literature review or a comparison or analysis of one journal with
other journals from various sources such as journal references, textbooks and e-books. Results :
Efforts made to improve communication in the implementation of interprofessional
collaboration were to use integrated patient development records (CPPT). This integrated
recording method is expected to improve effective communication between professions,
recording is carried out more optimally, minimizing mis communication, and increasing patient
safety which has an impact on service quality. Conclusion : Improved communication in
interprofessional collaboration practices can be improved by applying reintegration patient
progress notes.
Keywords : Improved communication, Interprofessional Collaboration (IPC), hospitals.
Latar Belakang Interprofessional Collaboration (IPC)

Menurut UU nomor 44 tahun untuk meningkatkan pelayanan

2009 pasal 1 ayat 1 tentang rumah sakit, kesehatan (IOM, 2010).

pengertian rumah sakit adalah institusi Kolaborasi Interprofesi atau

yang memberikan pelayanan kesehatan Interprofessional Collaboration (IPC)

paripurna yang menyediakan pelayanan adalah kemitraan antara orang dengan

melalui rawat jalan, rawat inap dan latar belakang profesi yang berbeda dan

gawat darurat. Pelayanan kesehatan bekerja sama untuk memecahkan

yang paripurna menurut UU nomor 44 masalah kesehatan dan menyediakan

tahun 2009 pasal 1 ayat 3 adalah pelayanan kesehatan (Morgan et al,

pelayanan yang meliputi pelayanan 2015).

promotif, preventif, kuratif dan Menurut WHO, IPC terjadi saat

rehabilitatif. berbagai profesi kesehatan bekerja sama

Pelayanan kesehatan yang dengan pasien, keluarga dan komunitas

diberikan di rumah sakitdilakukan oleh untuk menyediakan pelayanan

berbagai profesi tenaga kesehatan. komprehensif dan berkualitas tinggi

Berbagai profesi yang terlibat dalam (WHO, 2010). IPC dimaksudkan untuk

pelayanan kesehatan terdiri dari tenaga mencapai tujuan dan memberi manfaat

medis, tenaga psikologi klinis, tenaga bersama bagi semua yang terlibat

keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga (Green and Johnson, 2015).

kefarmasian, tenaga gizi, tenaga Tenaga kesehatan harus

keterapian fisik, tenaga keteknisian melakukan praktek kolaborasi dengan

medis dan teknik biomedika (UU baik dan tidak melaksanakan pelayanan

Nomor 36 tahun 2014). Pelayanan kesehatan sendiri-sendiri (Orchar et al,

kesehatan di rumah sakit merupakan 2005 dan Fatalina, 2015).

pelayanan dari berbagai profesi Dampak dari kolaborasi yang

kesehatan yang berkolaborasi untuk buruk adalah tingginya kesalahan dalam

mengoptimalkan pelayanan kesehatan pembuatan resep di Indonesia (sebanyak

(Sitorus, 2006).Institute of Medicine 98,69%) akibat dari kesalahan dalam

(IOM) dan World Health Organization penulisan resep dokter, apoteker yang

(WHO) meminta tenaga kesehatan tidak tepat dalam penyiapan obat dan

profesional untuk bekerja sama dalam pemberian informasi mengenai obat


tersebut (Easton, 2009). Selain itu profesi. Salah satu faktor yang
menurut National Prescribing Service menghambat pelaksanaan kolaborasi
Australia menyebutkan bahwa 6% kasus interprofesi adalah karena buruknya
yang terjadi di rumah sakit disebabkan komunikasi antar profesi (Setiadi,
karena efek samping obat dan kesalahan 2017). Komunikasi adalah aspek
selama perawatan. Hal ini muncul terpenting dalam kolaborasi antar
karena buruknya kolaborasi antar profesi. Tanpa komunikasi yang efektif
profesi kesehatan (Perwitasari, 2010). maka perawatan pasien akan menjadi
WHO (2009) menjelaskan bahwa 70- kehilangan arah dan berdasar pada
80% kesalahan yang terjadi di stereotype semata (Cross-Sudworth,
pelayanan kesehatan diakibatkan oleh 2007).
buruknya komunikasi dan kurangnya Komunikasi dalam pelaksanaan
pemahaman anggota tim. Kolaborasi IPC juga merupakan unsur penting
tim yang baik dapat mengurangi dalam peningkatan kualitas perawatan
masalah patient Safety (WHO, 2009). dan keselamatan pasien (Reni, A 2010).
Kurangnya penerapan kolaborasi Menurut The American Nurses
interprofesi sesuai dengan penelitian Association (ANA, 2010), komunikasi
yang dilakukan oleh Fatalina (2015) menjadi standar dalam praktek
yang berjudul Persepsi dan Penerimaan keperawatan profesional. Komunikasi
Interprofessional Collaborative Practice interprofesi menjasi kompetensi inti
di Bidang Maternitas pada Tenaga dalam praktek kolaborasi interprofesi.
Kesehatan. Penelitian tersebut Untuk melakukan kolaborasi yang baik
dilakukan di RSUP Dr. Sardjito. dibutuhkan komunikasi secara efektif
Penelitian tersebut mengatakan bahwa dengan tim kesehatan lain, sehingga
belum terlaksana kolaborasi interprofesi dapat melakukan tindakan pelayanan
dan masih dilaksanakannya stereotyping kesehatan yang aman dan efektif. Hal
kolaborasi tradisional yang beranggapan ini juga diatur dalam Permenkes
bahwa dokter adalah leader dan 1691/MENKES/PER/VIII/2011 yang
decision making dan pelaksana adalah menyebutkan bahwa salah satu dari
perawat, bidan dan farmasi. sasaran keselamatan pasien adalah
Selain itu masih kurangnya komunikasi yang efektif.
komunikasi yang terjalin antar anggota
Berdasarkan latar belakang informasi antar profesi kesehatan
tersebut, penulis ingin mengetahui dituangkan dalam catatan
mengenai gambaran upaya yang perkembangan pasien terintegrasi
dilakukan untuk meningkatkan (CPPT).
komunikasi dalam kolaborasi Sarana komunikasi antar profesi
interprofesi. kesehatan adalah dokumentasi.
Tujuan Pendokumentasian merupakan bukti

Tujuan penulisan ini yaitu pelayanan kesehatan yang berupa

mengidenifikasi peningkatan pencatatan, pelaporan dan penyimpanan

komunikasi dalam pelaksanaan kegiatan dalam pengelolaan klien

interprofessional collaboration pada (Klehr, 2009). Salah satu tanda

pasien di rumah sakit. kurangnya komunikasi antar profesi

Metode adalah masih digunakannya


dokumentasi dalam catatan yang
Metode yang digunakan
terpisah antar anggota profesi. Catatan
merupakan literatur review atau suatu
yang terpisah kurang menggambarkan
perbandingan atau analisis antara satu
respon pasien dalam kegiatan antar
jurnal dengan jurnal lainnya dari
profesi kesehatan (Iyer, 2004).
berbagai sumber seperti referensi jurnal,
Penelitian yang dilakukan oleh Mishra
buku teks dan e-book.
(2015) menunjukkan bahwa sistem
Hasil & Pembahasan
pendokumentasian yang tidak
Komisi Akreditasi Rumah Sakit
terintegrasi menyebabkan ketidak
(KARS, 2017) di standar MKE
efisienan karena data yang diinput
(Manajemen Komunikasi dan Edukasi)
berulang dalam pelaporan di rekam
5 mengatur tentang manajemen
medis. Untuk meningkatkan kualitas
komunikasi dan edukasi antar profesi
komunikasi antar profesi, digunakan
kesehatan. Standar MKE 5 menjelaskan
catatan profesional kesehatan menjadi
bahwa informasi asuhan pasien dan
satu yang disebut catatan perkembangan
hasil asuhan harus dikomunikasikan
pasien terintegrasi. Catatan
antar profesi kesehatan selama bekerja
Perkembangan Pasien Terintegrasi
dalam shift. Komunikasi antar profesi
adalah dokumentasi antar profesi
kesehatan penting untuk berjalannya
pemberi asuhan keperawatan mengenai
proses asuhan. Komunikasi dan
perkembangan pasien dalam bentuk Terdapat hubungan antara peningkatan
reintegrasi dalam rekam medis pasien komunikasi kolaborasi interprofesi
(KARS, 2017). Rencana perawatan dengan pelaksanaan catatan
yang terintegrasi dan tunggal lebih perkembangan pasien terintegrasi.
terukur dan lebih baik daripada rencana Interprofesi kesehatan memiliki
perawatan yang terpisah. Rencana spesialisasi pengetahuan yang berbeda.
perawatan pasien harus mencerminkan Catatan perkembangan pasien
sasaran perawatan yang khas untuk terintegrasi memfasilitasi transfer
masing-masing individu sehingga informasi antar petugas kesehatan
penilaian dan rencana ulang dapat sehingga pelayanan yang diberikan
dilakukan (Iyer, 2004). kepada pasien lebih komprehensif dan
Paradigma pasien saat ini mulai terarah (Morris & Boussebbas, 2010).
berubah dengan memusatkan pada Penelitian yang dilakukan oleh Perry &
perhatian pada pasien (Patient Centered Robben (2012) menyatakan bahwa
Care). Pelayanan patient centered care dengan adanya catatan perkembangan
ini di terapkan dalam bentuk catatan pasien terintegrasi meningkatkan
perkembangan pasien terintegrasi kolaborasi antar profesi kesehatan.
(CPPT) yang dikerjakan oleh para Penelitian lain yang dilakukan Lestari
profesional pemberi asuhan (2017) juga menunjukkan terdapat
keperawatan interprofesi (Komisi korelasi kuat antara komunikasi antar
Akreditasi Rumah Sakit, 2017). Dengan profesi kesehatan dengan pelaksanaan
adanya catatan terintegrasi mewajibkan catatan perkembangan pasien
setiap profesi melakukan pencatatan terintegrasi.
pada dokumen yang sama. Metode Kesimpulan & Saran
pencatatan terintegrasi ini diharapkan Peningkatan komunikasi secara
dapat meningkatkan komunikasi efektif efektif dengan tim kesehatan lain
antar profesi, pencatatan dilakukan dibutuhkan dalam pelaksanaan
lebih optimal, meminimalkan mis Interprofessional Collaboration
komunikasi, dan meningkatkan sehingga petugas kesehatan dapat
keselamatan pasien yang berdampak melakukan tindakan pelayanan
kepada mutu pelayanan (Frelita, 2011). kesehatan yang aman dan efektif. Upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan
komunikasi antar profesi adalah dengan Yogyakarta Indonesia. 1(1) : 8 –
catatan perkembangan pasien 10
terintegrasi. Fatalina Femi, Sunartini, Widyandana,
Menurut Komite Akreditasi Sedyowinarso Mariyono. 2015.
Rumah Sakit, Catatan Perkembangan Persepsi dan penerimaan
Pasien Terintegrasi adalah dokumentasi Interprofessional Collaborative
antar profesi pemberi asuhan Practice Bidang Maternitas pada
keperawatan mengenai perkembangan tenaga kesehatan. Universitas
pasien dalam bentuk terintegrasi dalam Gadjah Mada : Fakultas
rekam medis pasien. Rencana Kedokteran. Jurnal Kedokteran
perawatan yang terintegrasi dan tunggal Indonesia
lebih terukur dan lebih baik daripada Iskandar, Heru, Halimi Maksum, dan
rencana perawatan yang terpisah. Nafisah. (2014). Faktor Penyebab
Rencana perawatan pasien harus Penurunan Pelaporan Insiden
mencerminkan sasaran perawatan yang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
khas untuk masing-masing individu Malang : Fakultas Kedokteran
sehingga penilaian dan rencana ulang Universitas Brawijaya Malang,
dapat dilakukan. Komisi 2014 Nugroho, SriH.P.,
Akreditasi Rumah Sakit juga Sujianto,U. Supervisi Kepala
mengatur catatan perkembangan pasien Ruang Model Proctor Untuk
terintegrasi dalam standar MKE Meningkatkan Pelaksanaan
(Manajemen Komunikasi dan Edukasi) Keselamatan Pasien. Jurnal
5. Keperawatan Indonesia.20,
Daftar Pustaka (1):56-64

Cahyono, Suharjo. (2008) Membangun Iyer Patricia W, & Nancy H Camp.

Budaya Keselamatan Pasien 2004. Dokumentasi Keperawatan.

dalam Praktik Kedokteran. Jakarta: EGC.

Yogyakarta : Kanisius Klehr, J, dkk. 2009. Menggambarkan

Easton K, Margon T. 2009. Medication dokemuntasi pada catatan sistem

Errors in Outpatients of A elektronik rekam medis yang

Government Hospital in memberikan catatan elektronik


kesehatan.
Lestari, Yani., Saleh, Ariyanti., Care Professionals. Journal Of
Pasinringi, Syahrir. 2017. Continuing Education In The
Hubungan Interprofessional Health Professions 32 (3) 196 –
Kolaborasi dengan Pelaksanaan 204.
Catatan Perkembangan Pasien Rahayu, Sri. (2011). Pengembangan
Terintegrasi di RSUD Prof Dr Program Patient Safety
H.M Anwar Makkatutu Berdasarkan Awareness dan
Kabupaten Bantaeng. JST Komitmen Individu. RSUD Ibnu
Kesehatan, Januari 2017, Vol. 7 Sina Kabupaten Gresik
No. 1 : 85 – 90. Rachmawati, Alifa Rizqia, dkk. (2017).
Morgan, S., Pullon, S., McKinlay, E., ANALISIS PELAKSANAAN
2015. Observation of TUJUH LANGKAH MENUJU
interprofessional collaborative KESELAMATAN PASIEN DI
practice in primary care teams: RUMAH SAKIT ISLAM
an integrative literature review. SULTAN AGUNG
Int. J. Nurs. Stud. 52 (7), 1217– SEMARANG. JURNAL
1230. KESEHATAN MASYARAKAT
Morris F & Boussebbass. 2010. (e-Journal) Volume 5, Nomor 1
Coordination of Physicians (ISSN: 2356-3346)
Operational Activities : A R.H, Simamora. (2019). Buku Ajar
Contingency Perspective. Pelaksanaan Identifikasi Pasien.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Uwais Inspirasi Indonesia
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : R.H, Simamora. (2019). Documentation
PT. Rineka Cipta. Of Patient Identification Into The
Pohan I. (2015). Jaminan mutu Layanan Electronic System To Improve
Kesehatan : Dasar-dasar The Quality Of Nursing Services.
Pengertian dan International Jurnal Of Sciensific
Penerapan.Jakarta : EGC & Technology
Perry & Robben. 2012. Impact of R.H, Simamora. (2019). The Influence
Interprofessional Education On Of Training Handover Based
Collaboration Attitudes, Skills SBAR Communication For
and Behavior Among Primary Improving Patients Safety. Indian
Journal Of Public Health
Research & Deveropment.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan.
Widajat, Rochmanadji. (2009). Being a
Great and Sustainable Hospital.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
World Health Organisation (WHO),
2010. Framework for Action on
Interprofessional Education and
Collaborative Practice. World
Health Organisation, Geneva.
World Health Organisation
(WHO), 2009. Human Factors in
Patient Safety Review of topics
and Tools.World Health
Organisation, Geneva.
Journal of Multidisciplinary Healthcare Dovepress
open access to scientific and medical research

Open Access Full Text Article


ORIGINAL RESEARCH

How to Optimize Integrated Patient Progress


Notes: A Multidisciplinary Focus Group Study in
Journal of Multidisciplinary Healthcare downloaded from https://www.dovepress.com/ by 165.215.209.15 on 18-Jan-2020

Indonesia
This article was published in the following Dove Press journal:
Journal of Multidisciplinary Healthcare

Hajjul Kamil 1 Introduction: Hospitals in Indonesia are obligated to implement Integrated Patient Progress
R Rachmah 1 Notes (IPPNs), also known as the “Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi”. A progress
Elly Wardani 1 note contains the entire interaction between patients and health professionals, including
Catrin Björvell 2 physicians, nurses, pharmacists, dietitians, and physiotherapists. However, since the first
For personal use only.

launch in 2012, obstacles and problems in completing this integrated documentation remains
1
Nursing Leadership and Management
nationwide.
Department, Faculty of Nursing,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aim: The objective of this investigation was to identify health professional’s perspectives on
Indonesia; 2Department of Neurobiology, obstacles and problems using IPPNs and facilitators that may optimize their use.
Care Sciences and Society, Karolinska
Institutet, Stockholm, Sweden Methods: Five focus group discussions (FGDs) involving 37 participants took place. All
FGDs were recorded, translated, and transcribed verbatim. A thematic analysis was used to
interpret the data.
Results: The thematic analysis of the material revealed three main categories for each of the
two topics; Topic 1. Perceived problems hindering integrated documentation: lack of super-
vision, competence, workload; topic 2: perceived strategies to optimize integrated documen-
tation: organizational support, joint practices, integrating technology with IPPN.
Conclusion: The results indicate that health professionals see the importance of using
IPPNs but only if implemented with educational and organizational support and that the
use of an electronic patient record may be more effective than a paper record. To continue the
implementation of IPPNs, it is suggested that it is preceded by educational and organizational
support.
Keywords: integrated documentation, Indonesia, patient report, safety, service quality

Introduction
Introducing care coordination as a health reform means essentializing communication and
increasing interactions between health professionals. Multiprofessional communication is
necessary to avoid or at least minimize misinformation, maintain coordination, and
improve care management.1 It is acknowledged that proper documentation in the patient’s
health-care record has larger significance than simply recording the history. The patient’s
health-care record is the main communication medium between health-care professionals,
helping them to deliver a high quality of care. The importance of proper documentation in
Correspondence: Elly Wardani the health-care setting has been noted for centuries. Florence Nightingale mentioned how
Nursing Leadership and Management
Department, Faculty of Nursing, meticulous patient documentation is tightly linked to a high level of health-care quality.
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, A collection of data and information that Nightingale analyzed at that time provided
Indonesia
Email ellywardani@unsyiah.ac.id evidence linking cleanliness to the number of preventable deaths in health-care settings.2

submit your manuscript | www.dovepress.com Journal of Multidisciplinary Healthcare 2020:13 1–8 1


DovePress © 2020 Kamil et al. This work is published and licensed by Dove Medical Press Limited. The full terms of this license are available at https://www.dovepress.com/terms.
http://doi.org/10.2147/JMDH.S229907
php and incorporate the Creative Commons Attribution – Non Commercial (unported, v3.0) License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/). By accessing the
work you hereby accept the Terms. Non-commercial uses of the work are permitted without any further permission from Dove Medical Press Limited, provided the work is properly attributed. For
permission for commercial use of this work, please see paragraphs 4.2 and 5 of our Terms (https://www.dovepress.com/terms.php).

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Kamil et al Dovepress

Although the importance of health-care documentation accuracy.8 The most frequent mistakes were improper
has been identified, communication problems across health- method of error correction, which is supposed to be one
care disciplines still exist. In 2005, Joint Commission line crossed out and signed; nursing notes on patient pro-
International3 reported that 90% of unanticipated events not gress were unclear and lacked information; the name and
related to the patient’s illness that resulted in death or serious signature of the provider were not written clearly; the date
physical or psychological injury to the patient were due to and hour of completion of the patient progress note were
Journal of Multidisciplinary Healthcare downloaded from https://www.dovepress.com/ by 165.215.209.15 on 18-Jan-2020

breakdowns in communication between health-care not recorded; the progress notes among the health provi-
professionals. ders were inconclusive. The progress notes from each
It is difficult to deliver a high quality of care without health professional were independent of and irrelevant to
a transparent, uniform system of health-care documenta- other health professionals’ notes.9 These findings are con-
tion; hence, this is one of the hospital accreditation criteria trary to the documentation procedures standardized by the
set out by the Hospital Accreditation Commission of World Health Organization,10 whereby hospitals and
Indonesia (Komisi Akreditasi Rumah Sakit [KARS]). health professionals must provide comprehensive and
Integrating health professionals’ patient progress notes complete documentation.
were viewed as a solution to bridge this information gap, Although these problems are known, less is known
minimizing communication barriers between health-care about the factors that impede the ideal patient progress
providers and hence decreasing unexpected or accidental documentation and solutions that would escalate the
events.4 In response to this, KARS introduced the “Catatan implementation of IPPNs in Indonesia. To address this
For personal use only.

Perkembangan Pasien Terintegrasi”, referred to here as the gap, the aim of this study was to explore perspectives
Integrated Patient Progress Note (IPPN). This was and opinions on the problems hindering effective use of
a manifestation of a patient-centered care initiative aimed IPPNs among health professionals as well as to identify
at increasing the quality of documentation in general and possible ways to optimize the completion of collaborative
to minimize communication barriers between health-care patient progress notes.
providers.
IPPNs required health professionals to document Methods
patient progress notes on the same sheets in the same This qualitative study used focus group discussions (FGD)
part of the patient’s health record. The IPPNs contained to collect data and applied a thematic analysis as proposed
chronologic documentation of the entire interaction by Braun and Clarke11 to analyze the data. The study took
between the patient and health professionals, including place in a large urban hospital in Indonesia with five-star
physicians, nurses, pharmacists, dietitians, and phy- national accreditation. The hospital is a major referral
siotherapists. KARS obligated all hospitals to implement center and teaching hospital. To improve the hospital’s
IPPNs in 2012. Efforts that have been made to optimize its quality of care and services, the hospital made their
implementation include socialization programs through debut toward international accreditation at the end of
training provided by KARS’s certified national surveyors, 2017, targeting Joint Commission International accredita-
benchmarking of provincial hospitals against national tion by 2020.
health centers, or an assistance program whereby the sur-
veyors assisting hospitals with the introduction of IPPNs Participants
and how to complete the form correctly.5,6 Despite all the In order to cover as broad opinions as possible and be
hard work, the implementation has been a dynamic pro- able to create groups where the participants were comfor-
cess involving multiple health-care teams.5,6 The aim of table with one another, a purposeful selection of partici-
IPPNs was to synchronize care between providers, but the pants was performed. Participants were selected from
documentation still did not describe collaborative practices lists provided by the human resource department. The
among health professionals. In an audit by Noorkasiani inclusion criterion was having one or more years of
et al,7 the completion of the IPPN documentation was work experience at the hospital. Potential participants
shown to be poor. For example, it was found that only were called by phone and asked to take part in the
60% of the nursing patient progress notes audited were study. They were informed about the background and
clear, accurate, and concise, contrary to the recommenda- aims of the study, and anonymity of participants. Thirty-
tion of the Indonesian Ministry of Health for 85% seven health professionals were selected: 8 dietitians, 8

submit your manuscript | www.dovepress.com Journal of Multidisciplinary Healthcare 2020:13


2
DovePress

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Dovepress Kamil et al

doctors, 10 nurses, 6 pharmacists, and 5 physiotherapists. Ethical Considerations


The participating nurses came from intensive care, med- Approval for this research study was obtained from the
ical, and surgical wards, and the participating doctors university’s Ethics Committee (certificate number
were specialized in neurology, internal medicine, surgery, 113001180517) as well as the Research and
and dermatology. Five participants were males and 32 Development Center of the hospital where the study took
were females; age groups were 25 to 35 years (n = 10), place.
Journal of Multidisciplinary Healthcare downloaded from https://www.dovepress.com/ by 165.215.209.15 on 18-Jan-2020

35 to 45 years (n = 22), and 45 to 55 years (n = 5).


Educational backgrounds varied from diploma level to
specialist level. Most of the participants had
Data Analysis
A thematic analysis as proposed by Braun and Clarke11
a bachelor’s degree (n = 27). More than half (n = 25) of
were used to analyze the data from the FGD. The stages
the participants had 5 to 10 years of work experience in
used were as follows: familiarization, initial coding, theme
the hospital, and the rest (n = 12) had 10 years or more.
identification and labeling, review, and comparison.
All participants were informed in detail about the study
Despite these, the authors remained mindful of the possi-
and given assurance of full anonymity outside the focus
bility that new information and concepts could arise.12 At
group before a consent form was signed.
the initial stage, all the recorded discussions were tran-
scribed into Bahasa Indonesia. To build familiarity with
Data Collection the texts, the transcripts were read and re-read by two of
Krueger13 describes focus groups as carefully planned
For personal use only.

the authors (HK and EW). Notes on early impressions


discussions used to obtain perceptions on a specific area were taken during this time to organize and form preli-
of interest in a permissive, non-threatening environment. minary ideas about possible codes.
The purpose is to have group members influence each When generating codes, HK and EW code the tran-
other by responding to ideas and comments in the discus- scripts separately using pens and highlighters. Both
sion. This is considered an effective technique for explor- focused on segment of the data that captured something
ing the attitudes and needs of staff14 to generate specific to the research question. HK and EW compared
hypotheses for further investigation. The intent of focus the codes that they generated for each transcript, discussed
groups is not to infer or generalize but to determine the and modified them before moving on to the next text. New
range of and provide insights into how people perceive codes and modifications of the existing ones were gener-
a situation.13 ated as the process evolved. The codes were examined and
Five FGDs were held each lasting 35 to 60 mins. Each collated into themes. Each theme was reviewed continu-
group consisted of one profession, with the purpose of ously to ensure its robustness with the codes and the
creating a permissive, non-threatening environment. The dataset. Notes were taken on emerging patterns, and rela-
FGDs took place during November and December 2018. tionships were identified between constructs. These were
The location was selected for privacy, silence, and com- beneficial to create important notes for the data analysis
fortable lighting. The seating design was a semi-circle and to explain similar and contrasting viewpoints around
with the moderator (the principal author, HK) and the each theme.
assistant (EW) at the front so that everyone would be At this stage, a third member of the research group
visible to everybody else in the group. Each session was (RR) read the grouping of the data as well as codes,
initiated by the moderator explaining the aim of the FGD, themes and citations from focus group participants to
the purpose of audiotape recording, and the rule of full validate consistency with the raw data, established at ear-
anonymity outside the focus group. Two key topics were lier phases. The results of the thematic analysis were then
used to initiate discussions: the experiences of using the translated into English in close cooperation with the lan-
IPPN and ways to improve the use of IPPNs. Other than guage center of the university. Two language experts
the prepared questions, probing questions were also used assisted the researchers during a back-translation proce-
to make the session alive. The sessions were audio- dure to ensure the best semantic equivalent and accuracy
recorded and later transcribed verbatim by one of the between Bahasa Indonesia and English. Lastly, the fourth
authors (RR). Informants names were not used in the author (CB), with extensive experience in the method, then
field notes or audiotape to establish confidentiality. examined all the findings. Careful consideration was given

submit your manuscript | www.dovepress.com


Journal of Multidisciplinary Healthcare 2020:13 3
DovePress

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Kamil et al Dovepress

to the possibility of new or emerging themes that might to know more about how to fill it correctly, and anything
emerge during the final check and a final agreement was related to it . . .. (Pharmacist 2)
reached.
This opinion was further expressed as:

Results . . . the integrated sheet is very important, we realize this.


Thirty-seven informants took part in five FGD sessions. I hope the top leadership would monitor and manage
Journal of Multidisciplinary Healthcare downloaded from https://www.dovepress.com/ by 165.215.209.15 on 18-Jan-2020

There was general agreement among the participants that continual supervision on documentation, not just leave it
integrated documentation aimed to increase teamwork, to us . . .. (Doctor 5)
coordination, and ease the communication between team
members and that the IPPN helped the health professionals
Competence
to monitor patient progress because all professionals docu-
There was a consensus across the discussion groups that
mented their notes on the same sheets. However, they
there was no coherence in the patient progress notes pro-
confirmed that they were still struggling to complete the
vided by each professional. They felt that the flow of
integrated notes to the expected level. There was extensive
patient care reports did not depict collaborative care.
understanding and acceptance of the pivotal role of inte-
A doctor said:
grated notes to collaborate care documentation.
The thematic analysis of the material revealed three well, it is great to have the integrated report . . . I actually
main themes for each of the two topics that were discussed expect a nice description to what we all have done to the
For personal use only.

in the focus groups. The themes were not mutually exclu- patients, but it does not seem to be there. To be honest, I rarely
sive because some of the statements could fit into more look at other professional’s notes . . . somehow, the available
than one theme. information is not updated on a regular basis. (Doctor 3)
Topic 1: Perceived problems hindering integrated
Within the doctors’ group, there was an agreement that
documentation:
Themes: other professionals’ patient documentation seemed less
Lack of supervision meaningful. This perception was supported by the other
Competence four groups of participants. The pharmacist group, for
Workload example, realized that not all of their members had
Topic 2: Perceived strategies to optimize integrated a similar capability with regard to integrated patient doc-
documentation: umentation. As stated below, the root causes of this pro-
Themes: blem were the variability in educational attainment and
Organizational support lack of training:
Joint practices
There are only a few clinical pharmacists [bachelor level]
Integrating technology with IPPN
working here, and we have a large number of assistant
pharmacists at diploma level . . . this gives us different
Perceived Problems Hindering Integrated abilities to document our work on patients . . . I found
Documentation that our notes are not really meaningful in the integrated
Lack of Supervision documentation . . . the cover is the integrated report but in
Minimal organizational support and supervision were per- the inside is just individual notes . . . it would be useful if
ceived as a barrier to the use of the IPPN. This issue arose there is continuous learning or training on practices either
in-house or in the pre-clinical phase so that we know each
in all the professional groups under study. They expected
other better [each other’s work]. (Pharmacist 5)
support from hospital management to ensure that the col-
laborative report maintained its function as The nurses’ group, in particular, saw the competence issue
a communication medium among them. There was much more intense than the other professionals. They
a feeling of lack of attention from leaders on how to strongly elaborated on how mixed educational back-
maximize the function of the IPPN. A pharmacist said:
grounds were an obstacle that contributed to making docu-
. . .we know that an integrated report is an advantage for mented reports within the IPPN less informative. A nurse
us, but I don’t see much attention is paid to this. We need expressed it as:

submit your manuscript | www.dovepress.com Journal of Multidisciplinary Healthcare 2020:13


4
DovePress

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Dovepress Kamil et al

It is so hard for some nurses to write integrated notes. We The time available and an increasing amount of work to
have mostly diploma graduated nurses and some at bache- be finished were also viewed as affecting delayed docu-
lor level. Plus, the nurses graduated from multiple schools, mentation and the quality of written reports.
a mix of polytechnic, health higher education and univer-
sity . . . we are struggling to improve nurses critical think-
Perceived Strategies to Optimize the
ing, but their confidence is not high enough to face other
professionals . . . how can we expect that the information Integrated Documentation
Journal of Multidisciplinary Healthcare downloaded from https://www.dovepress.com/ by 165.215.209.15 on 18-Jan-2020

in there [the IPPN] would support other nurses or Participants described several important steps to decrease
a consultant physician in care delivery; we can’t guarantee the perceived barriers.
quality if looking at the nurses conditions here. I believe
they just write for administration purposes only . . . it is Organizational Support
true though. (Nurse 8) The notion of feeling safe and confident at work when the
hospital management board provides continued support for
The comments reflect the influence of the level of educa- the documentation procedure was strongly expressed by
tion on documentation quality and teamwork ability. all five groups of professionals. Supervision and regular
Diverse educational backgrounds are seen as educational services were seen as pivotal factors for
a challenging factor to proper documentation, which also improvement of the documentation. An informant said:
lead to lack of competence in building mutual relation-
ships between professionals. Less opportunity to know and I believe that action is the result of education. It’s a lot
more comfortable to work if the hospital leadership com-
For personal use only.

engage with each other’s profession seemed to create


mits to continual education as well as supervision on
a wall between them.
integrated documentation . . . it should be done on
a regular basis; if so, I am sure our performance would
Workload
be better. (Nurse 3)
The data revealed that the health professionals were in
agreement regarding the burden of responsibilities they This was supported by other health professionals:
carry in their daily duties. This leads to workload issues.
We’ve been taught that integrated documentation is our
There was a consensus about the extra burden of IPPNs. way to improve safety, both for patients and health provi-
However, among the five groups of informants’, phy- ders . . . it feels nice if we do it right, of course we need
siotherapist and dietitian felt it the most. The imbalance support for the learning process. (Physiotherapist 1)
number between the number of providers and the number
of patients was seen as an obstacle for proper patient They felt that the ability to provide quality documentation
documentation, as a physiotherapist said: would be a confidence booster at work. Informants’ com-
ments reflected the importance of educational interven-
. . . what we are doing is unbelievable. There are few tions to endorse the importance of improved integrated
clinically certified providers, but we have to take care of documentation and best practices.
all units in the entire hospital . . . it is so hard to fill in the
integrated documentation while carrying a lot of work to Joint Practices
do with the patients. (Physiotherapist 2) Mutual respect, teamwork, and collaboration emerged as
an important collaborative practice. Informants, regardless
In line with the physiotherapist group, the dietitians ela-
of their professional and educational background,
borated similar views with regard to limited resources and
its impact on documentation. A dietitian explained: described the need to engage in a respectful collaborative
manner in order to pursue integrated care. The members of
. . . we always struggle to fulfill documentation demands . . . all five groups consented that they required to work in
we have loads of patients to visit while we have limited harmony. The need for this was stressed more strongly
resources, so we have to set aside a lot of time for docu- among the nurses group than the others. The fact that they
mentation and do it at a later time . . . sometimes ending up
are required to communicate with doctors and patients
with no documentation because we are so busy. I know that
around the clock made their strong wish for a more colla-
is wrong, but we can’t do anything so far . . .. (Dietitian 7)
borative environment important. Seemingly, they felt that
Problems with understaffing were considered to promote the existing relationship was a social connection rather
difficulties in completing the integrated documentation. than a professional one. A nurse explained:

submit your manuscript | www.dovepress.com


Journal of Multidisciplinary Healthcare 2020:13 5
DovePress

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Kamil et al Dovepress

During our education, we were reminded that nurses work medical profession. A literature review by Bodenheimer and
in partnership with doctors and other professionals . . . Handley15 revealed that multiprofessional goal setting for
nicely said. We work together, but it feels like we don’t patients with chronic diseases was increasingly being used
really engage with others . . . hmm . . . I believe we can in primary health care. The World Health Organization16
work this out if we can manage the professional relation-
published an Action on Interprofessional Education and
ships. (Nurse 4)
Collaborative Practice with the purpose of facilitating initia-
Journal of Multidisciplinary Healthcare downloaded from https://www.dovepress.com/ by 165.215.209.15 on 18-Jan-2020

tives to move toward more collaborative practices in health


care. The arguments were that a collaborative practice would
Integrating Technology with IPPN
optimize health services and improve health results. The
Participants across the five groups argued that technology
IPPN as part of an integrated health record is intended to
would ease the documentation procedures in the IPPN.
harmonize teamwork across health professions and help
Although there was a debate among informants, particu-
health-care providers deliver a higher quality of patient care.
larly within the doctors’ group, that technology in docu-
The participants also described the challenges they faced
mentation would be another layer of burden at work, the
in completing seamless progress notes. A lack of supervision
dominant opinion supported the need for technology. The
and differences in competence were thought to be barriers to
following opinion described it further:
successful implementation of the integrated documentation.
. . .. it takes so much time to write, I think that’s the This category highlighted the lack of organizational support
downside of the IPPN. So, why don’t we somehow inte- and education given to the health professionals when docu-
For personal use only.

grate the IT [Information Technology] for IPPN, just menting the care given in the IPPN. When discussing possi-
a button click and less writing and also make patient’s ble ways of optimizing the use of IPPN, organizational
data accessible wherever I am. We as doctors can make
support, as well as an increase in joint practices, was men-
quick updates or any required recommendation to other
tioned. This agrees with earlier research showing that orga-
care providers through an IT system . . .. (Doctor 2)
nization is the key to success in collaborative care. In
Technology was expected to lead to minimum writing time a literature review, San Martín-Rodríguez et al.17 found that
and maximum time with patients. All groups of health organizational support, such as clear leadership and manage-
professionals voiced similar optimism that technology ment of human resources, is pivotal to success in creating
within the IPPN would facilitate their efficacy toward interprofessional collaboration. A focus group study in
patient care. This was supported by a physiotherapist: Sweden came to the same conclusion that the influence of
the organization on documentation procedures is strong, and
. . .. I saw most of us spend so much time writing on the
if this is not taken into consideration, an implementation will
sheets. I was once imagining that one day our IPPN
fail.18
documentation may be paperless with technology. I feel
that it would make things much easier to handle. We can Another barrier discussed in the groups was the increase
[then] have more time for patient care . . .. in workload and that one solution for this may be to integrate
(Physiotherapist 3) technology with the IPPN. Participants suggested that man-
ual documentation is time consuming, adding an extra bur-
den to their work. Although technological intervention in
Discussion collaborative health documentation is a contentious issue,19
This study explored a group of health professionals’ reflec- previous studies have confirmed that technology can improve
tions on their experiences with multiprofessional patient quality and organizational efficiency,20 as well as improve
progress documentation using the IPPN. An interesting documentation.21 Some have suggested that technology-
finding in this focus group study was that the participants based health documentation has the potential to decrease
acknowledged the significance of integrated documentation medical errors by improving access to necessary information
to increase communication and collaboration among health and accurate documentation.22 Increasing accessibility to
providers. Collaboration between different health profes- patient information was mentioned by a participant in this
sionals was seen as necessary to deal with various health study as a perceived benefit of integrating technology into the
complexities that may arise when providing patient care. collaborative documentation. The perception of increase in
With the increasing complexity and demands in health care, workload when starting to document more is well known,
the needs of patients far exceed the expertise of any single and the introduction of IT has often been suggested as a way

submit your manuscript | www.dovepress.com Journal of Multidisciplinary Healthcare 2020:13


6
DovePress

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Dovepress Kamil et al

to decrease workload and cut down in documentation time. well as permission from the Research and Development
However, there are studies with inconclusive results regard- Center of the hospital where the study took place. Consent
ing the benefits of electronic health records when it comes to for publication is available upon request.
saving time for the clinician. Still, there are other benefits to
electronic health records, such as improving workflow at one Data Sharing Statement
point that may save time at another point.23 All data generated or analyzed during this study are
Journal of Multidisciplinary Healthcare downloaded from https://www.dovepress.com/ by 165.215.209.15 on 18-Jan-2020

The strengths and limitations of the research should be included in this published article.
considered when interpreting the study findings.
A strength of this study is the diversity of participants Acknowledgments
involved in the FGDs. Multiple professionals were Our thanks to all health professionals involved who con-
included from diverse health disciplines and with tributed their time and efforts in this study.
a variety of expertise working in different hospital units.
This provided a broader perspective on the implementation
Funding
of the IPPN. However, this was somewhat reduced by
The research is part from Penelitian Unggulan Universitas
participants seeming a bit reluctant to expose their perso-
(University Excellent Research) funding scheme, grant
nal experience with the IPPN in favor of more generic,
number: 276/UN11.2/PP/PNBP/SP3/2019, Universitas
group-centered answers. Their arguments mostly centered
Syiah Kuala.
around what was supposed to happen rather than on what
For personal use only.

actually happened in real-life settings. Theoretical content


Disclosure
may have dominated their opinions, subjugating their real
The authors report no conflicts of interest in this work.
experiences, resulting in a limitation to this study.

References
Conclusions 1. Klehr J, Hafner J, Spelz LM, Steen S, Weaver K. Implementation of
Integrated care documentation is a relatively novel initia- standardized nomenclature in the electronic medical record.
tive in Indonesia. This inaugural study has attempted to Int J Nurs Terminol Classif. 2009;20(4):169–180. doi:10.1111/
j.1744-618X.2009.01132.x
identify health professionals’ perspectives of integrated 2. Nightingale F. Notes on Hospitals. 3rd ed. London: Longman,
progress notes using the IPPN in a hospital setting in Greene, Longman, Roberts and Green; 1863.
Indonesia. The results indicate that health professionals 3. Joint Commission International (JCI). Patient Safety; Essentials for
Health Care. Oakbrook Terrace, IL: Joint Commission on
see the importance of using IPPNs but only if implemen- Accreditation of Healthcare Organizations; 2005.
ted with educational and organizational support and that 4. Frelita G, Situmorang TJ, Silitonga DS. Joint Commission
International Accreditation Standards for Hospitals. 4th ed.
the use of an electronic patient record may be more effec- Oakbrook Terrace, IL: Joint Commission on Accreditation of
tive than a paper record. To continue the implementation Healthcare Organizations; 2011.
of IPPNs, it is suggested that it is preceded by educational 5. Kemenkes RI, Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Standar
Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
and organizational support. Further research may be Indonesia; 2011. Indonesian.
needed to construct a questionnaire based on the findings 6. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit, Edisi 1. Jakarta: Komisi Akreditasi Rumah
of this study and perform a survey of a large population of Sakit; 2017. Indonesian.
health professionals in Indonesia. 7. Noorkasiani N, Gustina R, Maryam S. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan.
Jurnal Keperawatan Indonesia. 2015;18(1):1–8. doi:10.7454/jki.
Abbreviations v18i1.391
8. Siswanto L, Hariyati RrT RTS, Sukihananto S. Faktor-faktor yang
FGD, focus group discussion; IPPN, Integrated Patient berhubungan dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan
Progress Note. keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2013;16(2):77–84.
doi:10.7454/jki.v16i2.5
9. Lasmani P, Haryanti F, Lazuardi L. Evaluasi implementasi rekam
Ethics Approval and Informed medis terintegrasi di instalasi rawat inap RSUP dr. Sardjito
Yogyakarta. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2014;17
Consent (1):3–8.
Ethical clearance for the research was issued by the 10. World Health Organization. Guidelines for Medical Records and
Clinical Documentation. Geneva: World Health Organization; 2007.
Faculty of Nursing, University of Syiah Kuala Ethics 11. Braun V, Clarke V. Using thematic analysis in psychology. Qual Res
Committee with certificate number: 113001180517, as Psychol. 2006;3(2):77–101. doi:10.1191/1478088706qp063oa

submit your manuscript | www.dovepress.com


Journal of Multidisciplinary Healthcare 2020:13 7
DovePress

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Kamil et al Dovepress

12. King N. Using templates in the thematic analysis of text. In: 19. Adler-Milstein J, DesRoches CM, Furukawa MF, et al. More than
Cassell C, Symon G, editors. Essential Guide to Qualitative half of US hospitals have at least a basic EHR, but stage 2 criteria
Methods in Organizational Research. London: Sage; 2004. 256–270. remain challenging for most. Health Aff. 2014;33(9):1664–1671.
13. Krueger R. Focus Groups. A Practical Guide for Applied Research. doi:10.1377/hlthaff.2014.0453
2nd ed. Thousand Oaks, CA: Sage; 1994. 20. Buntin MB, Burke MF, Hoaglin MC, Blumenthal D. The benefits of
14. Kitzinger J. Qualitative research: introducing focus groups. BMJ. health information technology: a review of the recent literature shows
1995;311(7000):299–302. doi:10.1136/bmj.311.7000.299 predominantly positive results. Health Aff. 2011;30:464–471.
15. Bodenheimer T, Handley MA. Goal-setting for behavior change in doi:10.1377/hlthaff.2011.0178
Journal of Multidisciplinary Healthcare downloaded from https://www.dovepress.com/ by 165.215.209.15 on 18-Jan-2020

primary care: an exploration and status report. Patient Educ Couns. 21. Kruse CS, Mileski M, Vijaykumar AG, Viswanathan SV,
2009;76:174–180. doi:10.1016/j.pec.2009.06.001 Suskandla U, Chidambaram Y. Impact of electronic health records
16. World Health Organization. Framework for Action on on long-term care facilities: systematic review. JMIR Med Inform.
Interprofessional Education and Collaborative Practice. Geneva: 2017;5(3):e35. doi:10.2196/medinform.7958
World Health Organization; 2010. 22. Schiff GD, Bates DW. Can electronic clinical documentation help
17. San Martín-Rodríguez L, Beaulieu M-D, D’Amour D, Ferrada- prevent diagnostic errors? N Engl J Med. 2010;362(12):1066–1069.
Videla M. The determinants of successful collaboration: a review of doi:10.1056/NEJMp0911734
theoretical and empirical studies. J Interprof Care. 2005;19(suppl 23. Baumann LA, Baker J, Elshaug AG. The impact of electronic
1):132–147. doi:10.1080/13561820500082677 health record systems on clinical documentation times:
18. Björvell C, Wredling R, Thorell-Ekstrand I. Prerequisites and con- a systematic review. Health Policy. 2018;122(8):827–836.
sequences of nursing documentation in patient records as perceived
doi:10.1016/j.healthpol.2018.05.014
by a group of registered nurses. J Clin Nurs. 2003;12(2):206–214.
doi:10.1046/j.1365-2702.2003.00723.x
For personal use only.

Journal of Multidisciplinary Healthcare Dovepress


Publish your work in this journal
The Journal of Multidisciplinary Healthcare is an international, peer- covers a very wide range of areas and welcomes submissions from
reviewed open-access journal that aims to represent and publish practitioners at all levels, from all over the world. The manuscript
research in healthcare areas delivered by practitioners of different management system is completely online and includes a very quick and
disciplines. This includes studies and reviews conducted by multi- fair peer-review system. Visit http://www.dovepress.com/testimonials.
disciplinary teams as well as research which evaluates the results or php to read real quotes from published authors.
conduct of such teams or healthcare processes in general. The journal
Submit your manuscript here: https://www.dovepress.com/journal-of-inflammation-research-journal

submit your manuscript | www.dovepress.com Journal of Multidisciplinary Healthcare 2020:13


8
DovePress

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


© 2020. This work is licensed under
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/ (the “License”).
Notwithstanding the ProQuest Terms and Conditions, you may use this content
in accordance with the terms of the License.
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis yang bernama lengkap Asyahria Nur Rahma, lahir di

Jakarta, 25 Maret 1998 yang merupakan anak kedua dari 4

bersaudara yakni Nurul Adhima Priyanti, Muadz Amjad dan

Nafisah Ramadhani dari pasangan Omon Priyatna dan

Nurhayati B, S.Pd. Penulis memulai pendidikan pada tahun

2003-2004 di TK Barunawati Parepare, kemudian

melanjutkan pendidikan pada tahun 2004-2010 di SD Negeri 15 Parepare. kemudian

melanjutkan ke tingkat selanjutnya pada tahun 2010-2013 di SMP Negeri 1 Parepare.

Setelah itu melanjutkan ke tingkat selanjutnya pada tahun 2013-2016 di SMK Negeri

3 Parepare jurusan Multimedia. Pada pertengahan tahun 2017, penulis melanjutkan

perkuliahan di STIKES Panakkukang Makassar dan mengambil jurusan DIII Rekam

Medis dan Informasi Kesehatan sampai selesai tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai