Anda di halaman 1dari 110

ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

MELALUI DANA ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH


(Studi Kasus : Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa terhadap
Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu,
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)

OLEH
WIRAWAN
H14103097

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

WIRAWAN. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui Dana Zakat,


Infaq, Dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa
terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu,
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh Jaenal Effendi, MA

Kemiskinan di Indonesia cenderung terjadi di daerah perdesaan.


Berdasarkan data jumlah penduduk miskin, dari 39,30 juta jiwa penduduk miskin
di Indonesia pada Maret 2006, lebih dari 24,81 juta jiwa atau sekitar 63,13 persen
dari total keseluruhan masyarakat miskin tinggal di daerah perdesaan. Dengan
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, yang mewajibkan umatnya untuk
membayar zakat, pemberdayaan umat pada hakekatnya dapat dilakukan dengan
sumber dana yang berasal dari zakat. Nilai zakat di Indonesia yang terkumpul
sampai pertengahan tahun 2007 yang mencapai Rp 553,77 miliar dapat
dialokasikan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat miskin.
Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Masyarakat Mandiri Dompet
Dhuafa (MM-DD) meliputi pemberian modal usaha dan pendampingan.
Pendampingan dilakukan bukan hanya sebagai penyalur modal tetapi juga sebagai
agent of change dari program-program yang akan disampaikan dalam rangka
peningkatan kualitas SDM pengrajin tahu di Kampung Iwul. Dalam penelitian ini
akan dilihat bagaimana persepsi masyarakat terhadap indikator keberhasilan
program yang ada dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, lalu
penilaian masyarakat terhadap proses cross cultural innovation yang terjadi, dan
juga akan dilihat apakah terjadi peningkatan pendapatan pada peserta program dan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan pendapatan mereka.
Secara umum dapat dilihat bahwa persepsi dari responden menunjukkan
bahwa indikator kemandirian komunitas sasaran dinilai berhasil dan faktor yang
berhubungan nyata dengan persepsi mereka adalah jumlah tanggungan responden.
Sementara masyarakat menilai indikator kemandirian manajemen komunitas
sasaran belum berhasil dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang
berhubungan nyata dengan persepsi mereka adalah tingkat pendidikan. Untuk
indikator kemandirian intelektual komunitas sasaran persepsi masyarakat
menunjukkan keberhasilan program namun tidak ada satupun karakteristik
responden yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhinya berhubungan nyata
dengan persepsi mereka.
Dalam proses crosscultural innovation sebagian besar responden
memberikan respon positif terhadap datangnya program. Hal ini mengindikasikan
bahwa program terintegrasi dengan baik di masyarakat.
Setelah mengikuti program pemberdayaan, secara rata-rata pendapatan
masyarakat mengalami peningkatan dan peningkatan pendapatan tersebut secara
signifikan dipengaruhi oleh besarnya pinjaman modal, besarnya pendapatan
harian dari usaha tahu, dan besarnya pendapatan harian dari luar usaha tahu
(usaha sampingan).
ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN
MELALUI DANA ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH
(Studi Kasus : Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa
terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa
Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)

OLEH
WIRAWAN
H14103097

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,


Nama Mahasiswa : Wirawan
Nomor Registrasi Pokok : H14103097
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi :
ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI
DANA ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH (Studi Kasus : Program
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu
di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten
Bogor)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Jaenal Effendi, MA.


NIP. 132 317 142

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S.


NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2008

Wirawan
H14103097
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Wirawan, lahir 18 September 1985 di Bogor,


Jawa Barat. Penulis adalah anak bungsu dari enam bersaudara pasangan A.S.
Kliwon dan Samiah. Jenjang pendidikan dimulai pada pendidikan Sekolah Dasar
Negeri Pabrik Gas I, Kota Bogor pada tahun 1991. Pada tahun 1997 penulis
masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 5 Bogor kemudian
melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 3 Bogor pada
tahun 2000 hingga lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan,
antara lain Sharia Economics Students Club (SES-C) dan Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga pernah
mendapat penghargaan sebagai Penyaji Terbaik Tingkat Nasional pada Pekan
Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVIII melalui Program Kreativitas
Mahasiswa Penulisan Ilmiah (PKMI), pada tahun 2005 di Padang.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala berkat dan
bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul
”Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui Dana Zakat, Infaq,
Dan Shodaqoh (Studi Kasus : Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa
terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu,
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)”. Pemberdayaan masyarakat
merupakan topik yang menarik untuk dibahas mengingat masih tingginya angka
kemiskinan di Indonesia terutama di daerah perdesaan. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-
pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain :
1. Jaenal Effendi, MA yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis
maupun teoritis selama penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan.
2. Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D yang telah memberikan bimbingan skripsi
baik secara teknis maupun teoritis.
3. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Sc. yang telah menguji hasil karya ini.
4. Toni Irawan, M.Ec. atas perbaikan dalam penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi IPB.
6. Mas Rano, Mbak Was, Mas Armie dan seluruh pihak di Masyarakat Mandiri
Dompet Dhuafa.
7. Bapak Safri, Bapak Mursali, dan pengrajin tahu lain di Kampung Iwul atas
bantuannya dalam pengisian kuesioner.
8. Orang tua, Hj Samiah dan alm. A.S. Kliwon serta kakak-kakakku, Kakak #1,
Kakak #2, Kakak #3, Kakak #4, Kakak #5 dan ipar-iparku atas doa, dukungan
dan kasih sayangnya.
9. Teman-teman di IE angkatan 40, Nofa, Ria, Fj, Yusuf, Tyas, Nur, Giri, Anna,
Mimi, Aji, Wida, Wenia, Ratih, Heri, Aga, Yogi, Wawan, Meidy, Tanti, Dian
abang, Timor, Ani, Ao, Echa, Elly, Rio, Rico, Erick, dan angkatan 39, 41,
serta 42 atas bantuan dan dukungan untuk terus semangat.
10. Kania, Sansa, Wondo, Niko, Utari, dan teman-teman IPB yang lain.
11. Ali, Rano, Deden, Risna, Shynta, Dayu, Rizman, dan teman-teman paguyuban
Mojang Jajaka Kota Bogor yang lain.
12. Rahmat, Dena, Arya Adit, Ike, Imron, multipliers, dan semua teman atas
bantuannya yang secara langsung maupun tidak langsung.
13. Terakhir, untuk para keponakan yang senantiasa menghibur.

Bogor, Juli 2008

Wirawan
H14103097
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Permasalahan .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian........................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 6
2.1 Tinjauan Teori ............................................................................................. 6
2.1.1 Konsep Pemberdayaan ....................................................................... 6
2.1.2 Mekanisme Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Domper Dhuafa .................................................................... 8
2.1.2.1 Kelompok Sasaran Program .................................................. 8
2.1.2.2 Tahapan Pelaksanaan Program ............................................ 10
2.1.3 Proses Crosscultural Innovation ...................................................... 13
2.1.4 Kemiskinan ...................................................................................... 21
2.1.5 Zakat ................................................................................................ 23
2.1.6 Persepsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ...................... 28
2.1.6.1 Pembentukan Persepsi ......................................................... 29
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 29
2.3 Kerangka Pemikiran.................................................................................. 33
2.3.1 Hubungan Modal, Pendampingan, Output, dan Pendapatan ........... 33
2.3.2 Kerangka Pemikiran......................................................................... 36
2.4 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 37
III. METODE PENELITIAN............................................................................... 38
3.1 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 38
3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 38
3.3 Metode Analisis Data .............................................................................. 39
3.3.1 Artificial Nural Network System..................................................... 39
3.3.2 Analisis Regresi Linear .................................................................. 41
3.4 Pengolahan Data ...................................................................................... 45
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ...................................... 46
4.1 Kondisi Geografis .................................................................................... 46
4.2 Kondisi Demografi .................................................................................. 46
4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana ................................................................. 46
4.4 Kondisi Ekonomi ..................................................................................... 47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 49
5.1 Karakteristik Umum Responden ............................................................. 49
5.2 Persepsi Peserta Program terhadap Keberhasilan Program Masyarakat
Mandiri Dompet Dhuafa.......................................................................... 52
5.2.1 Persepsi Peserta Program terhadap Indikator Kemandirian
Material Komunitas Sasaran........................................................... 53
5.2.2 Persepsi Peserta Program terhadap Indikator Kemandirian
Manajemen Komunitas Sasaran ..................................................... 54
5.2.3 Persepsi Peserta Program terhadap Indikator Kemandirian
Intelektual Komunitas Sasaran ....................................................... 55
5.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Peserta
Program terhadap Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa.......... 56
5.3.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Indikator Kemandirian Material Komunitas Sasaran
dalam Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa ................... 57
5.3.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Indikator Kemandirian Manajemen Komunitas Sasaran
dalam Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa ................... 59
5.3.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Indikator Kemandirian Intelektual Komunitas Sasaran
dalam Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa ................... 60
5.4 Crosscultural Innovation ......................................................................... 61
5.5 Perkembangan Pendapatan Mitra ............................................................ 63
5.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Pendapatan
Masyarakat .............................................................................................. 64
5.7 Interpretasi Model ................................................................................... 67
5.8 Perkembangan Program........................................................................... 70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 72
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 72
6.2 Saran ........................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 76
LAMPIRAN .......................................................................................................... 79
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Lingkaran Penyebab Kemiskinan ................................................................... 22
Gambar 2. Proses Pembentukan Persepsi Menurut Litterer ............................................. 29
Gambar 3. Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 35
Gambar 4. Peta Desa Bojong Sempu ................................................................................ 48
Gambar 5. Rata-rata Pendapatan Peserta Program ........................................................... 63
Gambar 6. Kurva Produk Total ......................................................................................... 69
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Karakteristik Responden ........................................................................ 49
Tabel 2. Persepsi Responden terhadap Indikator Kemandirian Material
Komunitas Sasaran................................................................................. 53
Tabel 3. Persepsi Responden terhadap Indikator Kemandirian Manajemen
Komunitas Sasaran................................................................................. 55
Tabel 4. Persepsi Responden terhadap Indikator Kemandirian Intelektual
Komunitas Sasaran................................................................................. 56
Tabel 5. Persepsi Responden terhadap Indikator-indikator Pencapaian
Program ................................................................................................. 57
Tabel 6. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator
Kemandirian Material Komunitas Sasaran dalam Program
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa ................................................... 57
Tabel 7. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator
Kemandirian Manajemen Komunitas Sasaran dalam Program
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa ................................................... 59
Tabel 8. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator
Kemandirian Intelektual Komunitas Sasaran dalam Program
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa ................................................... 60
Tabel 9. Crosscultural Innovation ....................................................................... 61
Tabel 10. Hasil Estimasi Model ........................................................................... 64
Tabel 11. Uji Multikolinearitas ............................................................................ 65
Tabel 12. Uji Heteroskedastisitas......................................................................... 66
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2006 adalah 222,2 juta jiwa atau

bertambah sekitar 3,3 juta jiwa dibandingkan tahun 2005 yang mencapai 218,9

juta jiwa. Dari total jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 222,2 juta jiwa

pada tahun 2006, 17,69 persennya atau sekitar 39,30 juta jiwa adalah penduduk

yang hidup di bawah garis kemiskinan (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2007).

Kemiskinan di Indonesia cenderung terjadi di daerah perdesaan.

Berdasarkan data jumlah penduduk miskin, dari 39,30 juta jiwa penduduk miskin

di Indonesia pada Maret 2006, lebih dari 24,81 juta jiwa atau sekitar 63,13 persen

dari total keseluruhan masyarakat miskin tinggal di daerah perdesaan. Dalam

upaya pengentasan kemiskinan di perdesaan maka diperlukan pemberdayaan

sumber daya desa, baik alam maupun manusianya. Diperlukan suatu upaya dari

pemerintah maupun pihak lain yang dapat membantu masyarakat desa dalam

memberdayakan sumber daya yang dimilikinya.

Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, yang mewajibkan

umatnya untuk membayar zakat, pemberdayaan umat pada hakekatnya dapat

dilakukan dengan sumber dana yang berasal dari zakat itu sendiri. Jika melihat

besarnya jumlah penduduk yang menganut agama Islam maka dapat dibayangkan

betapa besarnya potensi zakat yang dapat dikumpulkan dan digunakan untuk

memberdayakan masyarakat miskin di Indonesia, khususnya masyarakat miskin

yang tinggal di daerah perdesaan. Berdasarkan data dari Departemen Agama, dana
zakat yang diterima dari masyarakat se-Indonesia pada tahun 2007 mencapai

553,77 miliar. Data tersebut merupakan akumulasi penerimaan zakat dari setiap

propinsi.

1.2 Permasalahan

Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa (MM-DD) sebuah organisasi nirlaba

yang berdiri pada tahun 2000, mempunyai kegiatan inti pemberdayaan masyarakat

yaitu berupa pengembangan masyarakat melalui pengembangan usaha mikro dan

kecil secara berkelompok, saat ini tengah melakukan program pemberdayaan

ekonomi bagi pengrajin tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan

Parung, Kabupaten Bogor dalam bentuk pembiayaan modal kerja dan pengadaan

kerjasama bahan baku kedelai secara berkelompok. Modal yang diberikan kepada

masyarakat adalah dana yang didapat dari hasil pengumpulan zakat, infaq, dan

shodaqoh (ZIS).

Pendampingan dimaksudkan untuk mengembangkan kapasitas para

pengrajin tahu dari segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan usaha serta

memberikan pembiayaan usaha melalui dana bergulir. Agar program

pengembangan industri rumah tangga di kampung Iwul ini dapat berlangsung dan

memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan mitra pengrajin tahu dan

masyarakat yang tinggal di wilayah sasaran, maka MM-DD menjadi media

penyaluran pembiayaan ekonomi produktif antara lembaga donor maupun

lembaga keuangan dengan para pengrajin tahu mitra dampingan MM-DD. Dengan

kata MM-DD bukan hanya menjadi pendamping dan pemberi modal saja, tetapi
juga membantu mitra berhubungan langsung dengan pihak-pihak lain, baik swasta

maupun pemerintah. Sinergi tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan modal

tambahan bagi para pengrajin tahu skala mikro dan kecil dengan proses mudah

dan ringan melalui kegiatan pendampingan kelompok usaha.

Pendamping dalam menyampaikan program dari MM-DD kepada

masyarakat tidak hanya berperan sebagai penyalur bantuan tetapi juga sebagai

agent of change dari program-program yang akan disampaikan dalam rangka

peningkatan kualitas SDM pengrajin tahu di Kampung Iwul. Dalam perannya

sebagai agent of change pendamping harus siap mengatasi perilaku-perilaku

masyarakat sasaran program. Peran pendamping dan perilaku masyarakat menjadi

faktor penentu diterima atau ditolaknya program terkait dengan pengaruh yang

ditimbulkan dari perilaku-perilaku mereka. Terkait dengan hal ini, maka diterima

atau tidaknya program dapat dilihat melalui proses cross cultural innovation.

Langkah awal pemberdayaan masyarakat di Kampung Iwul Desa Bojong

Sempu, Kecamatan Parung Kabupaten Bogor dimulai sejak awal Februari 2006.

Pada awalnya sebanyak 36 kepala keluarga (KK) yang merupakan pengrajin tahu,

ikut bergabung. Setelah 17 bulan proses pendampingan dilaksanakan sudah 165

KK yang bergabung dari 70 target KK pada awalnya. Hal ini, secara sekilas dapat

menunjukkan bahwa program yang dibawa ke Kampung Iwul dapat menarik

minat para sebagian besar pengrajin tahu, namun tidak seluruh pengrajin tahu

yang menjadi target program pemberdayaan bergabung.

Dalam pelaksanaan program, ada beberapa indikator yang menjadi acuan

MM-DD untuk menentukan keberhasilan program, diantaranya :


1. Kemandirian material komunitas sasaran, yang terdiri dari: rata-rata

pendapatan harian mitra, omset usaha, kepemilikan aset produktif,

kepemilikan tabungan, dan ada atau tidaknya usaha sampingan yang

dilakukan mitra.

2. Kemandirian manajemen komunitas sasaran, yang terdiri dari: ada atau

tidaknya wadah untuk diskusi mitra, kemampuan mitra untuk

menyampaikan pendapat dalam forum resmi, dan jaringan pemasaran.

3. Kemandirian intelektual komunitas sasaran, yang terdiri dari: manajemen

usaha (kebersihan tempat, standardisasi produk, penanganan limbah, dan

pengetahuan tentang bahan tambahan pada makanan).

Dengan besarnya dana zakat yang dapat terkumpul di Indonesia dan

adanya penyaluran dana zakat ke masyarakat yang disertai dengan proses

pendampingan, seharusnya indikator-indikator program yang menjadi acuan

penentu keberhasilan program dapat tercapai. Oleh karena itu, permasalahan yang

akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap indikator keberhasilan program

dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi mereka itu ?

2. Bagaimana penilaian masyarakat terhadap proses cross cultural innovation

yang terjadi ?

3. Apakah terjadi peningkatan pendapatan masyarakat pada peserta program

dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan pendapatan

mereka?
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap indikator keberhasilan

program dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi mereka.

2. Menganalisis penilaian masyarakat terhadap proses cross cultural

innovation yang terjadi.

3. Menganalisis peningkatan pendapatan peserta program dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian ini antara lain :

1. Membuka pandangan baru masyarakat bahwa zakat tidak lagi disalurkan

berbentuk charity saja tetapi juga dapat disalurkan melalui bentuk

pinjaman yang bersifat produktif.

2. Sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan bagi lembaga-lembaga

terkait.

3. Sebagai bahan pustaka bagi penelitian-penelitian yang berkaitan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terbatas pada program pemberdayaan yang dilakukan di

Kampung Iwul Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung Kabupaten Bogor yang

dimulai pada Bulan Januari 2006. Dana ZIS yang disalurkan merupakan dana

yang diperoleh oleh masyarakat Mandiri.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep Pemberdayaan

Dalam situsnya, world bank mendefinisikan bahwa pemberdayaan adalah

proses peningkatan kapasitas individu atau kelompok untuk membuat aneka

pilihan dan mengubahnya ke dalam tindakan dan hasil yang diinginkan. Inti dari

proses ini adalah tindakan yang membangun individu dan aset-aset kolektif, dan

meningkatkan efisiensi dan kewajaran dari konteks organisasi dan kelembagaan

dalam mengurus penggunaan aset-aset tersebut. Dalam hal ini, world bank

mengartikan bahwa orang-orang miskin turut aktif di dalam organisasi dan

kelembagaan, dengan mengambil tindakan antara lain, merundingkan,

mempengaruhi, mengendalikan, dan menjaga lembaga karena hal ini akan

mempengaruhi hidup mereka.

Ada empat unsur kunci pemberdayaan yang harus mendasari perubahan

kelembagaan, diantaranya :

1. akses informasi,

Informasi adalah salah satu kekuatan, tanpa informasi yang relevan, tepat

waktu, dan disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami, orang miskin akan

kesulitan untuk mengambil tindakan yang efektif.

2. keikutsertaan,
Keikutsertaan orang miskin dalam organisasi akan mempengaruhi

pengambilan keputusan dalam pelaksanaan kegiatan/program sesuai dengan

batas kemampuan sumber daya publik.

3. akuntabilitas, dan

Akuntabilitas mengacu pada kemampuan pejabat publik, pegawai swasta atau

penyedia jasa pelayanan dalam bertanggung jawab, termasuk untuk

mempertanggungjawabkan kebijakan-kebijakan yang mereka keluarkan,

tindakan dan penggunaan dana.

4. kapasitas organisatoris lokal.

Kapasitas organisatoris lokal mengacu pada kemampuan orang untuk bekerja

sama, mengatur diri mereka, dan mengerahkan sumber daya untuk

memecahkan masalah dari berbagai minat.

Salah satu upaya mengatasi kemiskinan adalah melalui upaya

pengembangan kapasitas kelompok miskin. Konsep ini erat kaitannya dengan

konsep pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses

dimana masyarakat terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan,

dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan

kesejahteraannya secara mandiri. Proses pemberdayaan masyarakat bertitik tolak

untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya,

mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam

maupun sumber daya manusia. (Masyarakat Mandiri, 2007)

Pemberdayaan selanjutnya diarakan pada kegiatan pengembangan

masyarakat. Pada kegiatan ini, bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus
ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamiskan

potensinya.

2.1.2 Mekanisme Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

Domper Dhuafa

2.1.2.1 Kelompok Sasaran Program Pemberdayaan

Kelompok sasaran program secara umum dibagi menjadi 3, dilihat dari

segi pendapatan dan kepemilikan, segi potensi usaha, dan dilihat dari segi potensi

sumber daya manusia.

Kriteria kelompok sasaran dilihat dari segi pendapatan dan kepemilikan,

antara lain :

1. Kepala keluarga yang mempunyai penghasilan per hari kurang dari sama

dengan Rp 20.000,00 (US$ 2 per hari) untuk wilayah pedesaan (rural).

2. Kepala keluarga yang mempunyai penghasilan per hari kurang dari sama

dengan Rp 30.000,00 (US$ 3 per hari) untuk wilayah pinggiran kota (sub

urban) dan perkotaan (urban).

3. Kondisi rumah (milik sendiri/sewa/kontrak) kurang layak dan kepemilikan

harta (peralatan hidup) terbatas, dideskripsikan dengan indeks rumah.

Selain itu, ada penilaian (kesepakatan) dari masyarakat setempat bahwa

yang bersangkutan termasuk miskin.

Kriteria kelompok sasaran dilihat dari segi potensi usaha, antara lain :

1. Usaha mampu untuk ditingkatkan baik dari sisi skala maupun ruang

lingkupnya :
a. ketersediaan bahan baku,

b. kapasitas produksi,

c. potensi pasar,

d. daya serap tenaga kerja.

2. Potensi pemberdayaan untuk menciptakaan usaha turunan, artinya dalam

pengembangan usaha tersebut akan dimungkinkan untuk memberikan

peluang pekerjaan dan atau manfaat ekonomi bagi para mustahik lainnya.

3. Potensi pemanfaatan sumber daya lokal.

Kriteria kelompok sasaran dilihat dari segi potensi sumber daya manusia,

antara lain :

1. Usia produktif minimal 18 tahun atau telah menikah dan maksimal 60

tahun.

2. Mempunyai visi untuk pengembangan usahanya.

3. Mampu bekerja.

4. Tidak sedang menerima bantuan program yang sejenis dari pihak lain.

Sementara program dilakukan di daerah perkotaan dan pedesaan. Ada

kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam menentukan wilayah sasaran, antara lain :

1. untuk wilayah urban

a. daerah kumuh dan padat penduduk,

b. mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sentra produksi,

c. kemudahan dalam akses transportasi dan pemasaran,

d. tidak sedang menjalankan program sejenis dari pihak lain.

2. untuk wilayah rural


a. mempunyai potensi komoditas unggulan yang komparatif,

b. memiliki potensi sumber daya alam dimana kelompok miskin mempunyai

aksesibilitas dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut,

c. memiliki potensi sumber daya manusia yang mendukung, baik dalam

kualitas maupun kuantitas,

d. tidak temasuk daerah konflik atau daerah yang mempunyai potensi konflik

yang tinggi.

2.1.2.2 Tahapan Pelaksanaan Program

Dalam melaksanakan program-program pemberdayaan, ada beberapa

tahapan program, antara lain persiapan program, pelaksanaan program, dan

pelepasan program

1. Persiapan Program (maksimal 3 bulan)

Persiapan program meliputi pendataan aspek pemanfaatan sumber daya

pada setiap proses produksi dan kebutuhannya dari aspek ekonomi, penyiapan

konsep teknis dan pelatihan pendamping, penyiapan rekening program, serta

sosialisasi awal pada level komunitas maupun pemerintahan lokal tentang

program “Kampung Hayati Tahu”.

a. Sosialisasi Program

Sosialisasi Program dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kegiatan-

kegiatan yang akan dilakukan bersama masyarakat dalam mewujudkan

Kampung hayati tahu.


b. Identifikasi Wadah Swadaya Lokal

Wadah Swadaya Lokal, seperti: Kelompok Pengajian dan sejenisnya akan

lebih difungsikan sebagai simpul-simpul kegiatan pembelajaran bersama

dalam rangka mewujudkan program, wadah tersebut juga bisa dimanfaatkan

sebagai cikal bakal komunitas zero waste.

c. Teknik Penggalian Informasi

Teknik penggalian informasi digunakan melalui diskusi kelompok terarah,

wawancara mendalam, observasi lapangan, serta kajian data sekunder.

2. Pelaksanaan (maksimal 21 bulan)

a. Fase perintisan dan penumbuhan (7 bulan).

Proses menumbuhkan rasa saling percaya antar anggota kelompok, serta

membangun konsensus atau komitmen bersama. Melakukan proses

penyadaran menyangkut keberadaan diri serta potensi keswadayaan.

Proses penyadaran meliputi: penyadaran diri, penyadaran pentingnya

kelompok dan cara berkelompok, penyadaran pentingnya pencatatan,

penyadaran pentingnya manajemen, penyadaran pentingnya orientasi

pasar, penyadaran pentingnya pembuatan kelayakan usaha, penyadaran

pentingnya pengelolaan rumah tangga.

Pada fase ini mulai dilakukan pembentukan kelompok, proses pembiayaan

usaha, penerapan sistem aturan disiplin kelompok dan disiplin pinjaman,

serta perintisan penerapan teknologi tepat guna dan aspek dukungan teknis

lainnya.
b. Fase penguatan (7 bulan):

1) penguatan usaha (manajemen usaha, penanganan produk dan teknologi

produksi),

2) alternatif pengembangan usaha baru atau usaha turunan,

3) penguatan manajemen organisasi/ kelembagaan (tertib pencatatan;

kepemimpinan dan rotasi pengurus; pemahaman peran, fungsi dan

tanggung jawab dalam organisasi; tersusun aturan-aturan secara

tertulis),

4) penguatan jaringan (fasilitasi dalam akses pemasaran dan akses

informasi),

5) penguatan permodalan (fasilitasi dengan sumber-sumber permodalan),

6) penguatan aplikasi teknologi tepat guna yang berbasis zero waste,

7) penataan kawasan dengan arsitektur lansekap yang

mempertimbangkan etika dan norma lingkungan.

c. Fase pemandirian (7 bulan):

1) stabilitas usaha,

2) standarisasi mutu produk,

3) pemantapan manajemen lembaga kelembagaan ekonomi lokal,

4) legalitas kelembagaan,

5) terbangun jaringan dengan multistakeholder dalam akses pemasaran,

informasi, dan pelayanan keuangan,

6) kemampuan pembiayaan operasional lembaga,

7) standarisasi sanitasi lingkungan.


3. Pelepasan (Terminasi Program)

Peran-peran yang selama ini dilakukan oleh pendamping telah

ditransformasikan kepada kader komunitas.

Ada beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan menurut

Sumodiningrat (1999), yaitu :

1. berkurangnya jumlah penduduk miskin;

2. berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh

penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia;

3. meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan

kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya;

4. meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin

berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya

permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta

makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam

masyarakat;

5. meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang

ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu

memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

2.1.3 Proses Crosscultural Innovation

Menurut Niehoff dan Anderson (1964) dalam proses penyampaian

program pemberdayaan kepada masyarakat akan terjadi sikap-sikap saling


mempengaruhi antara pemberi bantuan program dan masyarakat penerima

program, atau dapat kita sebut proses crosscultural innovation (proses inovasi

antar-budaya). Inovasi antar-budaya akan dipengaruhi oleh perilaku-perilaku dari

agent of change (dalam program ini disebut pendamping program) dan dari

masyarakat. Inovasi yang akan dibahas selanjutnya adalah program yang dibawa

oleh pendamping. Perilaku dari masyarakat dibedakan berdasarkan motivasi dan

budaya tradisional. Hal ini menjadi faktor yang menjadi pendukung diterimanya

program dan ada pula yang akan menjadi penghalang. Perilaku-perilaku ini dapat

saja tidak memiliki pengaruh apa-apa namun bisa juga menjadi pengaruh positif,

pengaruh negatif, ataupun kedua-duanya.

Ada perilaku yang dilakukan pendamping sebagai proses dalam

mengimplementasikan program kepada masyarakat. Perilaku itu dilakukan

semata-mata dari sudut pandang dan pengenalan pendamping terhadap

masyarakat yang menjadi sasaran program. Perilaku tersebut, antara lain :

1. Communication, yang berarti proses tukar pikiran antara pendamping

dan masyarakat untuk merencanakan dan mengimplementasikan

program. Dalam proses pendampingan, communication merupakan

bagian dari proses penyadaran masyarakat. Dalam proses ini

masyarakat dibantu untuk mengenali potensi diri dan lingkungan.

Pada awalnya, pendamping melakukan proses pendataan sumber daya

dan pengenalan program di Desa Bojong Sempu melalui pemerintahan

setempat, antara lain, kantor desa, RW, dan RT. Dalam mengenalkan

program pada masyarakat, pendamping tidak melakukan pengumpulan


masa secara sengaja namun dengan memanfaatkan perkumpulan-

perkumpulan yang diadakan warga, seperti pengajian warga dan acara

yang diadakan oleh tokoh masyarakat setempat. Hal ini dinilai lebih

efektif untuk mengenalkan diri pribadi pendamping, Masyarakat

Mandiri Dompet Dhuafa, dan juga mengenalkan program yang dibawa

oleh pendamping.

2. Role of change agent, gambaran tentang pendamping menurut

masyarakat penerima program, berdasarkan kecakapan dalam

berbahasa, pemahaman akan budaya, kecakapan secara teknis, dan

interaksi dengan orang yang berpengaruh di tempat tersebut.

Dengan memanfaatkan kegiatan pengajian yang ada di masyarakat,

pendamping dapat menciptakan citra yang baik mengenai dirinya di

mata masyarakat. Pemanfaatan acara yang diadakan oleh tokoh

masyarakat dalam pengenalan program pun dapat memudahkan

masayarakat lebih menerima dan untuk berpartisipasi pada program

yang dikenalkan. Bukan hanya karena masyarakat menghargai tokoh

mereka, namun dengan memanfaatkan simpul-simpul masyarakat

seperti itu maka pendamping dengan mudah dapat melakukan interaksi

dengan seluruh masyarakat yang ada.

3. Demonstration, menunjukkan ide atau teknik baru kepada penerima

program sebagai metode dalam meyakinkan masyarakat untuk

menerima program yang akan diberikan.


Melalui kegiatan pengajian yang ada di masyarakat itu juga,

pendamping melakukan pengenalan terhadap metode dan teknis

pelaksanaan program kepada masyarakat. Media pengajian digunakan

sebagai cara pendamping dan masyarakat untuk saling bertukar pikiran

serta untuk memberikan keyakinan pada masyarakat agar bergabung

bersama dengan program. Setelah program dikenal oleh masyarakat,

pendamping melakukan latihan wajib kelompok (LWK) pada

pengrajin tahu yang siap untuk bergabung bersama program. Pada saat

inilah segala materi yang menyangkut dengan teknis pelaksanaan

program diberikan kepada mereka secara mendetil dan juga materi

mengenai peningkatan kapabilitas individu dan kelompok. Pada masa

ini, masyarakat calon peserta program diberikan materi mengenai

kesadaran dalam berkelompok dan pentingnya kerapian dalam

manajemen usaha mereka. Masyarakat juga mulai dikenalkan pada

budaya menabung dan berinfak, mengingat budaya menabung di

masyarakat yang masih kurang. Tabungan masyarakat digunakan

untuk cadangan modal yang ada di Ikhtiar Swadaya Mandiri (ISM),

yang merupakan lembaga lokal bentukan program, dan juga untuk

pengembangan usaha bersama yang dilakukan ISM. Sementara infak

dikumpulkan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan

kepedulian sosial di lingkungan masyarakat Desa Bojong Sempu.

4. Participation, keikutsertaan masyarakat secara sukarela dalam

merencanakan dan mengimplementasikan program. Hal ini dilakukan


agar masyarakat dapat langsung mencoba. Proses ini dengan kata lain

dapat disebut sebagai kaderisasi. Dalam kaderisasi, kader-kader yang

berpartisipasi berasal dari masyarakat lokal dan dipilih berdasarkan

musyawarah. Tugas kader bukan hanya sebagai pengurus lembaga

bentukan program tetapi juga memainkan peran sebagai pendamping

ketika program sudah berakhir.

5. Timeliness, pengenalan program dalam waktu yang menguntungkan

atau kurang menguntungkan terkait dengan budaya lokal atau kejadian

yang terjadi di masyarakat.

Keberadaan program yang datang pada saat industri tahu sedang

mengalami penurunan produksi dapat dikatakan sangat tepat. Pada saat

program mulai dikenalkan kepada masyarakat, Februari 2006, industri

tahu mengalami penurunan produksi akibat dampak isu penggunaan

bahan pengawet formalin pada produk tahu. Banyak dari mereka yang

harus berhenti berproduksi untuk sementara akibat permintaan

terhadap tahu turun sangat drastis. Bantuan pinjaman modal yang

datang, saat itu sangat diperlukan pengrajin tahu untuk memulai

kembali usaha mereka.

6. Flexibility, kesediaan pendamping untuk mengubah programnya

disesuaikan dengan kondisi yang tidak terduga (tidak sesuai dengan

rencana semula). Pembentukan lembaga lokal, ataupun Latihan Wajib

Kelompok (LWK) yang diberikan kepada masyarakat dimungkinkan


untuk disesuaikan dengan kondisi lapangan, baik kondisi masyarakat

maupun pendamping program.

Proses penerimaan pengrajin tahu sebagai peserta program sempat ada

perubahan. Hal ini terjadi pada tahap penerimaan peserta program

tahap ke-5 yang hanya dilakukan satu kali pertemuan LWK,

normalnya LWK dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan secara berturut-

turut setiap harinya. Pada saat itu, pendamping program rehabilitasi

akibat gempa di Yogyakarta yang dirasa lebih mendesak. Fleksibilitas

ini benar-benar dimanfaatkan oleh para pengrajin tahu yang benar-

benar ingin menjadi mitra yang telah gagal pada periode perekrutan

mitra pada tahap sebelumnya.

7. Continuity dan maintenance, kekonsistenan kelanjutan rencana dalam

unit sosial yang sewaktu-waktu akan ditinjau kembali.

Untuk menjamin hal ini, ISM dirubah menjadi koperasi yang berbadan

hukum serta akan dilakukan evaluasi terhadap akuntabilitas keuangan

dan kelembagaan ekonomi lokal pasca pendampingan. Evaluasi bukan

hanya akan dilakukan oleh MM-DD namun juga akan dilakukan oleh

pihak-pihak lain yang berkepentingan, seperti pemerintah yang sudah

melegalisasikan ISM menjadi badan hukum koperasi dan juga Bank

Danamon yang sudah memberikan bantuan pinjaman berbentuk

qurdhul hasan kepada ISM sebagai bentuk Corporate Social

Responsibility (CSR).

Perilaku yang ada di masyarakat, antara lain :


1. Berdasarkan motivasi.

a. Felt need, suatu kebutuhan untuk perubahan yang sudah dirasakan

atau dikenali oleh masyarakat sebelum adanya pengaruh dari

pendamping.

Masyarakat Kampung Iwul, terutama pengrajin tahu, memiliki

motivasi yang sama dalam menerima bantuan program, yaitu untuk

memenuhi kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah untuk

meneruskan usaha tahu mereka yang sempat terhenti karena

adanya isu pemakaian pengawet formalin pada tahu. Program yang

datang memberi pinjaman, baik dalam bentuk uang maupun bahan

baku, sangat diperlukan untuk memulai kembali usaha yang

sempat terhenti.

2. Berdasarkan budaya tradisional, terbagi berdasarkan struktur sosial,

pola ekonomi, kepercayaan, pola rekreasi, pola konsumsi, dan nilai

sistem.

a. Struktur sosial.

1) Vested interest, reaksi dari individu-individu atau

kelompok-kelompok terhadap program yang akan

mempengaruhi minat mereka secara kuat baik secara positif

maupun negatif.

2) Religious fraternity, kelompok terorganisasi dari suatu

kependetaan, pemimpin agama yang formal.


Keberadaan program yang menggunakan dana zakat dalam

menyalurkan bantuan pinjaman relatif mudah diterima

karena seluruh masyarakat yang menjadi target peserta

program beragama Islam. Hal ini disebabkan masyarakat

tidak terlalu merasa asing dengan sistem yang diberlakukan

program walaupun pada prakteknya masyarakat masih

harus belajar mengenai tata cara peminjaman.

b. Pola Ekonomi.

Sistem lokal dari hubungan-hubungan ekonomi. Mayoritas mata

pencaharian yang sama di kampung Iwul, memudahkan

pendamping untuk melaksanakan program. Sebagai contoh, dengan

seragamnya mata pencaharian masyarakat, sebagai pengrajin tahu,

pendamping dapat menentukan waktu yang tepat untuk LWK

(latihan wajib kelompok). Sistem peminjaman dan usaha yang

dilakukan lembaga dapat berjalan dengan baik karena semua

pengrajin tahu membutuhkan kacang kedelai sebagai bahan baku

utama produksi.

c. Pola rekreasi.

Pola dari rekreasi atau perilaku yang menyenangkan. Kegiatan

masyarakat yang berhubungan dengan rekreasi dapat dimanfaatkan

pendamping untuk mendekatkan diri dengan masyarakat dalam

rangka mengenalkan keberadaan program kepada masyarakat.


2.1.4 Kemiskinan

Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek, Bank Dunia menetapkan

kemiskinan dari segi pendapatan, yaitu yang tergolong miskin adalah mereka

yang memiliki pendapatan kurang dari $2 perhari (Todaro, 2002).

Bank Dunia pun melakukan pendekatan relatif untuk melihat penduduk

miskin, yaitu diarahkan pada 40 persen lapisan penduduk terbawah dari total

penduduk suatu negara. Sedangkan kemiskinan menurut Bank Pembangunan Asia

(Asian Development Bank) adalah kekurangan aset-aset penting dan kesempatan

yang menjadi hak setiap manusia. Indikator-indikator untuk mengukur

kemiskinan, yaitu pendidikan dasar, kesehatan, gizi, air, sanitasi, pendapatan,

pekerjaan, dan upah. Selain itu ada juga indikator yang bersifat intangibles (tidak

tampak), antara lain rasa ketidakberdayaan dan kurangnya kebebasan dalam

berpartisipasi. Kemiskinan dapat dilihat dari dua besaran, yaitu absolut dan relatif.

Kemiskinan absolut adalah tingkat kemiskinan di bawah batas minimum

kebutuhan untuk bertahan hidup atau biasa diukur dengan kalori yang diperlukan

ditambah dengan komponen-komponen penting lainnya yang bukan makanan.

Sementara kemiskinan relatif biasanya didefinisikan dalam hubungannya dengan

beberapa rasio garis kemiskinan absolut atau sebagai porsi dari rata-rata

pendapatan nasional (Susanto, 2006).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan. Chamber dalam

Susanto, melihat kemiskinan secara multi-dimensional yang disebutnya sebagai

jebakan perampasan. Dalam hal ini kemiskinan dilihat dari dua sisi, yaitu

kemiskinan kewilayahan dan kemiskinan individu. Sementara itu perangkap


kemiskinan diklasifikasikan ke dalam lima aspek ketidakberuntungan, yaitu

kemiskinan, kelemahan jasmani, isolasi, kerentanan, dan ketidakberdayaan.

Ketidakberdayaan

Isolasi Kerentanan

MISKIN

Kemiskinan Kelemahan
Jasmani

Gambar 1. Lingkaran Penyebab Kemiskinan

Menurut Effendi (2006), dalam Islam ada beberapa unsur kebutuhan dasar

manusia yang harus dipenuhi, yakni :

1. hifdzu al-Din, yaitu terpenuhinya pemeliharaan iman.

2. hifdzu al-Aql, yaitu tercukupkannya pendidikan untuk setiap warga negara,

sehingga semakin cerdaslah warga negara tersebut.

3. hifdzu al-Mal, yaitu tercukupkannya kebutuhan fisik untuk pangan,

sandang, dan perumahan serta harta yang kepemilikannya dijamin oleh

hukum.

4. hifdzu al-Nafs, yaitu tercukupkannya pelayanan kesehatan, kesempatan

untuk menyatakan harga diri, lingkungan yang sehat dan terjamin

kelestariannya, ketentraman, dan pertahanan negara.


5. hidzu al-Nasl, yaitu terpeliharanya rumah tangga menuju keluarga yang

sakinah (tentram), mawaddah (penuh kasih sayang), dan warahmah

(mendapat karunia Allah) dengan adanya keturunan melalui sebuah

perkawinan.

Kriteria miskin yang ditetapkan oleh Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa,

berdasarkan kriteria kelompok sasaran program, antara lain :

1. Memiliki penghasilan per hari kurang dari sama dengan Rp 20.000,00

(US$ 2 per hari) untuk wilayah pedesaan (rural);

2. Memiliki penghasilan per hari kurang dari sama dengan Rp 30.000,00

(US$ 3 per hari) untuk wilayah pinggiran kota (sub urban) dan perkotaan

(urban);

3. Kondisi rumah (baik milik sendiri, sewa, maupun kontrak) kurang layak

dan kepemilikan harta (peralatan hidup) terbatas, dideskripsikan dengan

indeks rumah.

2.1.5 Zakat

Zakat dapat diartikan tumbuh, berkembang, kesuburan, atau bertambah

(HR At-Tirmidzi). Dalam Al Quran surat At-Taubah ayat 10, zakat dapat berarti

membersihkan atau mensucikan. Menurut terminologi syariat (istilah), zakat

adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang

diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak

menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 1998).

Persyaratan harta yang wajib dizakatkan, antara lain :


1. Al-milk at-tam yang berarti harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki

secara sah, yang didiapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian

yang sah.

2. An-namaa adalah harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki

potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan,

pertanian, deposito mudharabah, usaha bersama, dan obligasi.

3. Telah mencapai ukuran tertentu (nisab). Misalnya untuk emas sudah

mencapai 85 gram.

4. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang

diperlukan seseorang dan keluarganya yang menjadi tanggungannya untuk

kelangsungan hidupnya.

5. Telah mencapai satu tahun (haul) untuk harta-harta tertentu. Namun untuk

tanaman, zakatnya dikeluarkan pada saat memanennya.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur

pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh karena itu hukum zakat adalah wajib

(fardhu) kepada setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, antara

lain muslim, aqil, baligh, milik sempurna, memiliki harta yang mencapai nishab

dan mencapai haul.

Ada beberapa golongan orang yang berhak menerima zakat, yaitu :

1. Fakir dan miskin.. Dana zakat yang diberikan untuk golongan ini dibagi

menjadi dua peruntukkan, yaitu berupa santunan sosial baik untuk

lembaga maupun perorangan dan pemberian modal usaha produktif.


2. Amil. Dana zakat bagi amil dipergunakan untuk keperluan administrasi

dan operasional pengelola zakat termasuk untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat untuk berzakat.

3. Muallaf. Zakat bagi kelompok ini diterapkan berupa bantuan untuk

pembinaan orang yang baru masuk Islam serta untuk lembaga dakwah.

4. Riqab. Zakat riqab dipergunakan untuk membantu membebaskan

pedagang, pengusaha, petani, nelayan kecil, dan sebagainya dari

pemerasan dan tekanan lintah darah dan pengijon.

5. Gharimin. Untuk membantu orang yang jatuh pailit atau lembaga Islam

yang mempunyai hutang untuk kegiatan pembangunan atau aktivitas

lainnya.

6. Sabilillah. Termasuk dalam kategori sabilillah adalah peruntukkan zakat

bagi peribadatan, pendidikan, dakwah, penelitian, penerbitan buku

pelajaran, dan majalah ilmiah.

7. Ibnu sabil. Bantuan untuk membiayai perjalanan, beasiswa pelajar dan

mahasiswa Islam serta biaya misi ilmiah keagamaan baik dalam maupun

luar negeri. (Prihatna, 2005)

Zakat terdiri dari dua macam, yaitu zakat nafs (jiwa), yang disebut juga

zakat fitrah dan zakat maal (harta).

1. Zakat fitrah adalah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu

laki-laki dan perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-

syarat yang telah ditetapkan. Kata fitrah merujuk pada keadaan manusia
pada saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini

manusia dengan izin Allah akan kembali fitrah.

Zakat fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadhan, paling lambat sebelum

orang-orang menunaikan salat ied. Jika waktu penyerahan melewati batas

ini maka yang diserahkan tersebut tidak termasuk kategori zakat

melainkan sedekah biasa.

2. Zakat maal adalah zakat yang dikenakan terhadap harta. Adapun

pengertian harta yang dimaksud (menurut bahasa) adalah segala sesuatu

yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan, dan

menyimpannya. Menurut syar’a, harta adalah segala sesuatu yang dapat

dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut lazimnya.

Harta (maal) yang wajib dizakati, antara lain :

a. Binatang ternak;

b. emas dan perak;

c. harta perniagaan;

d. hasil pertanian;

e. ma’din (hasil tambang) dan kekayaan laut;

f. rikaz (harta temuan).

Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta)

untuk kepentingan sesuatu. Jika zakat ada nishabnya, infaq tidak mengenal

nishab. Infaq dikeluarkan oleh orang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi

maupun rendah, baik di saat lapang maupun sempit (QS: Ali Imran: 134). Jika

zakat harus diberikan kepada mustahik tertentu, maka tidak demikian dengan
infaq. Infaq dapat diberikan kepada siapa saja, misalnya kepada kedua orang tua

dan anak-anak yatim.

Shodaqoh secara bahasa berarti benar. Pengertian shodaqoh sama dengan

infaq, perbedaannya adalah bentuk yang diberikannya. Shodaqoh tidak hanya

berupa materi yang diberikan tapi bisa juga hal yang bersifat non-materiil, yaitu

perbuatan baik kepada orang lain.

Menurut Ali dalam Ismail (2005), pemanfaatan alokasi harta zakat dapat

dibagi menjadi empat golongan, yaitu :

1. Konsumtif tradisional

Zakat dimanfaatkan dan digunakan langsung oleh mustahik untuk

pemenuhan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari.

2. Konsumtif kreatif

Zakat yang digunakan dalam bentuk lain dari jenis barang semula,

misalnya beasiswa.

3. Produktif tradisional

Zakat dimanfaatkan dalam bentuk barang-barang produksi, seperti mesin

jahit, sapi, dan lain-lain.

4. Produktif kreatif

Pendayagunaan zakat diwujudkan dalam bentuk modal, baik untuk

membangun suatu proyek sosial maupun proyek ekonomi, seperti

memberikan modal kepada pedagang untuk berwirausaha.


2.1.6 Persepsi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Menurut Robbin (1988), persepsi adalah suatu proses yang ditempuh

individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka

agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pembentukan persepsi selain juga memungkinkan terjadinya

perbedaan persepsi antar individu terhadap obyek yang sama. Faktor-faktor

tersebut, antara lain :

1. Keadaan pribadi orang yang mempersepsi

Adalah faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempersepsikan.

Misalnya kebutuhan, suasana hati, pengalaman masa lalu, dan

karakteristik lain yang terdapat dalam diri individu. Adanya faktor

fungsional yang dapat menyebabkan perbedaan persepsi pada setiap orang

terhadap suatu obyek yang sama.

2. Karakteristik target yang dipersepsi

Karena target tidak dilihat sebagai suatu yang terisolasi maka hubungan

antar target dan latar belakang serta kedekatan/kemiripan dan hal-hal yang

dipersepsi dapat mempengaruhi persepsi seseorang.

3. Konteks terjadinya persesi

Waktu dipersepsinya suatu kejadian juga dapat mempengaruhi persepsi,

demikian pula dengan lokasi, cahaya, panas, atau faktor situasional

lainnya.
2.1.6.1 Pembentukan Persepsi

Menurut Litterer dalam Fauzi (2004), terdapat tiga mekanisme

pembentukan persepsi, yaitu selectivity (selektivitas), closure (pemaknaan), dan

interpretation (interpretasi). Pada awalnya individu akan menanggapi secara

selektif stimuli yang ada sebelum proses pemaknaan. Setelah stimuli diseleksi dan

kemudian disusun sedemikian rupa kemudian proses pemberian makna

berlangsung, dan akhirnya terjadilah interpretasi-interpretasi tertentu secara

menyeluruh tentang stimuli tersebut. Pada fase interpretasi, informasi yang sudah

tersusun dan telah memberikan sedikit arti atau makna, mulai diberi penilaian

yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Pengalaman Masa
Silam
Mekanisme
Pembentukan Persepsi

Interpretation
Informasi sampai ke
Individu Selectivity Persepsi

Closure
Perilaku

Gambar 2. Proses Pembentukan Persepsi Menurut Litterer (Fauzi, 2004)

2.2 Penelitian Terdahulu

Rahmawati (2005) melakukan penelitian mengenai dampak

pendistribusian zakat melalui kredit terhadap pendapatan mustahik. Dalam

penelitian ini, ditunjukkan faktor-faktor apa saja yang penting dalam peningkatan
pendapatan mustahik. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode regresi

eksponensial dan data kualitatif disajikan secara deskriptif. Hasil Penelitian

menunjukkan bahwa setelah adanya kredit dari dana zakat, pendapatan mustahik

penerima dana kredit meningkat. Berdasarkan hasil analisisnya menunjukkan

bahwa laju dari pendapatan per kapita mustahik dipengaruhi secara signifikan

oleh jumlah dana pembiayaan dan penambahan jumlah pembinaan yang diterima

mustahik. Jumlah tanggungan keluarga mustahik berpengaruh secara signifikan

dan berhubungan secara negatif dengan laju pendapatan per kapita mustahik.

Terdapat perbedaan pendapatan per kapita mustahik secara signifikan antara

mustahik dengan tingkat pendidikan yang berbeda dan juga antar mustahik

dengan jangkauan pasar yang berbeda.

Pada penelitian ini, rata-rata jumlah pinjaman tiap tahunnya meningkat,

namun terjadi penurunan jumlah mustahik penerima pinjamannya. Hal ini

disebabkan oleh 3 faktor, yaitu :

1. Dengan bertambahnya jumlah dana yang diterima mustahik, maka waktu

pengembaliannya pun lebih lama.

2. Ada perubahan sistem pembiayaan qordhul hasan ke bentuk sistem bagi

hasil dan sebagian mustahik belum bisa menerima sistem tersebut,

alasannya mustahik belum paham dengan sistem bagi hasil dan mustahik

enggan dan kesulitan melakukan pencatatan usaha karena dalam

menerapkan sistem bagi hasil dibutuhkan pencatatan usaha.


3. Adanya tenggang waktu, yaitu jeda waktu tertentu sejak mustahik

menyelesaikan pengembalian dana, mengajukan pembiayaan, dan

pencairan dana.

Fauzi (2004) melakukan penelitian mengenai persepsi dan partisipasi

masyarakat sasaran dalam program pengembangan usaha kelompok kecil di Desa

Bantar Karet dan Desa Kalongliud, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Penelitian ini menganalisis persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat sasaran

program Pengembangan Usaha Kelompok Kecil (PUKK). Dalam penelitian ini

juga dianalisis hubungan karakteristik responden yang mempengaruhi persepsi

terhadap manfaat dan partisipasi dalam program PUKK, serta hubungan persepsi

masyarakat sasaran terhadap manfaat PUKK dan tingkat partisipasinya dalam

program tersebut.

Dalam penelitian ini, persepsi masyarakat terhadap manfaat program

PUKK dilihat berdasarkan sepuluh indikator. Berdasarkan skornya, indikator-

indikator tersebut dirangking, yang terdiri atas :

1. meningkatkan pendapatan masyarakat;

2. sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

3. dapat dilaksanakan pelatihan kewirausahaan;

4. program PUKK merupakan bentuk pinjaman lunak;

5. mengatasi masalah permodalan usaha kecil di desa;

6. keberadaan konsultan dan pendamping dalam PUKK berguna sebagai transfer

pengetahuan dan informasi bagi masyarakat;

7. mampu mengembangkan perekonomian desa;


8. secara tidak langsung dapat menciptakan lapangan kerja;

9. menciptakan hubungan harmonis antara perusahaan pertambangan dengan

masyarakat setempat;

10. membantu dalam pemasaran usaha kecil.

Sementara dalam penelitian ini disebutkan bahwa tingkat partisipasi

masyarakat dalam tahap perencanaan program PUKK termasuk tinggi. Sementara

memasuki tahapan pelaksanaan tingkat partisipasi masyarakat sasaran menjadi

rendah. Tingkat pengembalian pinjaman PUKK juga tergolong rendah, yaitu

sekitar 10 persen.

Karakteristik individu responden yang berperan dengan persepsinya dalam

program PUKK adalah tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Sementara

karakteristik umur dan pengalaman berwirausaha responden tidak berperan

dengan persepsi terhadap manfaat program PUKK. Partisipasi responden dalam

program PUKK dipengaruhi karakteristik internal, yang terdiri dari umur, tingkat

pendapatan, pengalaman berwirausaha. Selain itu partisipasi juga dipengaruhi

oleh faktor eksternal, yaitu penilaian responden tentang peranan tenaga konsultan,

peranan pemerintah, dan sarana prasarana yang diberikan dalam pengembangan

usaha responden.

Persepsi responden berhubungan nyata dengan tingkat partisipasinya

dalam program PUKK. Responden yang memiliki persepsi tinggi cenderung

memiliki tingkat partisipasi yang tinggi pula, sebaliknya responden yang termasuk

dalam kategori persepsi rendah cenderung memiliki tingkat partisipasi yang

rendah pula.
2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Hubungan Modal, Pendampingan, Output, dan Pendapatan

Bantuan yang diberikan oleh MM-DD berupa pinjaman modal dan

pendampingan. Modal merupakan salah satu faktor produksi utama, di samping

tenaga kerja, yang menentukan tingkat output. Hubungan antara jumlah output

(Q) yang dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi

modal (K) dan tenaga kerja (L) dalam suatu produksi dapat dilihat dalam fungsi

sebagai berikut :

Q = f ( K , L)

Pendapatan masyarakat diperoleh dengan melihat keuntungan dari

penjualan harian tahu ditambahkan dengan pendapatan dari usaha sampingan di

luar produksi tahu. Dimana keuntungan merupakan hasil dari total penerimaan

(TR) setelah dikurangi dengan biaya-biaya produksi (TC). Secara matematis dapat

digambarkan sebagai berikut :

π = TR − TC

dimana

TR = R(Q) = P (Q).Q dan

TC = wL + vK

dengan

a. P(Q) merupakan harga setiap output

b. w merupakan harga tenaga kerja

c. v merupakan harga modal


d. L merupakan jumlah pemakaian tenaga kerja

e. K merupakan jumlah pemakaian modal

f. wL merupakan pengeluaran untuk pemakaian tenaga kerja

g. vK merupakan pengeluaran untuk untuk pemakaian modal

Sementara pendampingan yang ada pada program dimaksudkan untuk

meningkatkan kapasitas mitra, baik secara individu maupun kelompok dan

pembinaan usaha, yang meliputi strategi peningkatan skala usaha, peningkatan

mutu dan citra produk, dan juga usaha turunan yang dihasilkan.

Dengan adanya pembinaan usaha, peserta program dapat mengembangkan

usaha mereka. Peningkatan skala usaha tidak hanya dilakukan untuk penambahan

output pada usaha tahunya saja namun juga dengan menambah usaha sampingan

untuk meningkatkan pendapatannya. Pemanfaatan usaha turunan dari tahu

diperoleh dengan memanfaatkan ampas kedelai yang sudah digiling. Ampas

tersebut bisa dijual langsung kepada peternak untuk menjadi pakan ternak ataupun

diproduksi menjadi oncom. Dengan demikian pendapatan yang diperoleh peserta

program tidak hanya berasal dari keuntungan usaha tahu ( π (Tahu ) ) tetapi juga

diperoleh dari peningkatan skala usaha di luar tahu ( π ( PL ) ), sehingga

π = π (Tahu ) + π ( PL ) .

Selain itu pembinaan usaha yang dilakukan juga memberikan cara kepada

peserta untuk mengurangi biaya produksi (TC) dengan cara mengurangi jumlah

tenaga kerja yang dibayar (L). Sebagai penggantinya, peserta dianjurkan untuk

menggunakan tenaga kerja yang berasal dari keluarga sendiri, seperti istri, anak,
atau orang tua. Dengan demikian biaya produksi akan berkurang dari sisi tenaga

kerja.

Dalam rangka peningkatan mutu dan citra produk, pendamping

mengadakan pembinaan dan penyuluhan produksi makanan secara sehat (Cara

Mengolah Makanan yang Baik / CPBM) dan mengajukan sertifikasi produk dari

dinas kesehatan dan juga sertifikasi kehalalan dari BP POM MUI.

Pengentasan
Kemiskinan

Pemberdayaan
Masyarakat

Peningkatan Kapasitas
Pinjaman Usaha & Pembinaan
Pendampingan
Modal Usaha

Peningkatan Total
Responden Revenue &
(peserta program) Pengurangan Total
Cost

Proses Karakteristik Peningkatan


Crosscultural Responden Pendapatan
Innovation Masyarakat

Analisis Crosstabulation Analisis Regresi


Deskriptif Analisis Linear

Integrasi yang Persepsi Masyarakat Faktor-faktor


terjadi akibat Peserta Program dan yang
Innovator dan yang mempengaruhi
Recipients Mempengaruhinya peningkatan
Behaviour pendapatan

Implikasi Penelitian
dan Rekomendasi

Gambar 3. Kerangka Pemikiran


2.3.2 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana mekanisme penyaluran

bantuan program dari MM-DD kepada masyarakat terkait dengan adanya proses

crosscultural innovation. Dalam proses ini terjadi sikap-sikap saling

mempengaruhi antara pendamping (innovator behaviour) dan masyarakat

penerima bantuan program (recipients behaviour) terkait dengan program yang

diberikan, baik itu pengaruh negatif, positif, atau netral. Perilaku-perilaku atau

sikap yang dilakukan pendamping antara lain communication (established), role

(image created), demonstration of innovation, participation, traditional culture,

environment, timing, flexibility, continuity, dan maintenance. Sementara perilaku

atau sikap yang diberikan masyarakat terhadap bantuan program dilakukan

berdasarkan motivasi dalam menerima program dan budaya tradisional yang

sudah mengendap dalam diri mereka. Sikap saling mempengaruhi yang terjadi

akan menimbulkan suatu integrasi antara masyarakat dan pendamping apakah

program dapat diterima atau tidak oleh masyarakat.

Selanjutnya akan dilihat bagaimana persepsi masyarakat, yang merupakan

peserta program, terhadap program yang diberikan oleh MM-DD. Persepsi

masyarakat terhadap indikator-indikator pencapaian program akan dianalisis

secara deskriptif dan akan dilihat faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Tujuan program untuk mengentaskan kemiskinan dapat dilihat melalui

terjadi atau tidaknya peningkatan pendapatan masyarakat yang menjadi peserta

program. Bantuan modal yang diberikan dan pendampingan diadakan untuk

meningkatkan kapasitas usaha dan pembinaan usaha yang selanjutnya akan


berdampak pada peningkatan total revenue (TR) dan atau penurunan total cost

(TC).

Kemudian penambahan modal, pemakaian tenaga kerja, serta faktor-faktor

lainnya, seperti pendapatan dari usaha tahu dan di luar usaha tahu, akan dianalisis

apakah akan mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat atau tidak. Hal

ini terkait dengan bantuan pinjaman modal dan pendampingan yang merupakan

bentuk bantuan program yang diberikan. Sehingga akan terlihat keefektifan dana

pinjaman dan pembinaan yang diberikan terhadap peningkatan pendapatan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran maka hipotesis

penelitian ini adalah :

1. Program yang ada terintegrasi dengan baik di masyarakat.

2. Karakteristik responden diduga berhubungan nyata dengan persepsi

responden terhadap indikator-indikator keberhasilan program.

3. Terjadi peningkatan pendapatan peserta program setelah program

dilaksanakan.

4. Modal pinjaman, pemakaian tenaga kerja, pendapatan usaha tahu, dan

pendapatan usaha lain menjadi faktor yang berpengaruh secara positif

terhadap peningkatan pendapatan peserta program.


III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu,

Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Daerah tersebut

merupakan salah satu desa binaan Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Alasan

pemilihan lokasi penelitian adalah jarak yang relatif dekat dengan tempat tinggal

peneliti. Dekatnya jarak dipilih karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki

oleh peneliti.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer

didapat dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pengrajin tahu yang ada di

Kampung Iwul, yang menjadi peserta program. Data primer yang dikumpulkan

berupa data mengenai keadaan sosial dan ekonomi pengrajin tahu. Responden

dalam penelitian ini berjumlah 36 pengrajin tahu yang juga merupakan kepala

keluarga dari setiap rumah tangganya. Teknik penarikan contoh yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling-purposive (judgement)

sampling. Teknik ini dilakukan karena responden yang diambil adalah responden

yang bergabung bersama program dari awal datangnya program di Kampung Iwul

dan responden yang sudah genap satu tahun mengikuti program dengan tujuan

untuk melihat pengaruh program terhadap peserta program.


Sedangkan data sekunder didapatkan dari Masyarakat Mandiri Dompet

Dhuafa, Departemen Agama, Badan Pusat Statistik (BPS), dan instansi lain yang

terkait. Data sekunder yang dikumpulkan berupa laporan-laporan evaluasi

program dari pendamping, data jumlah penduduk, angka kemiskinan, jumlah

mitra, dan jumlah modal yang disalurkan.

3.3 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

deskriptif dan ekonometrika. Analisis deskriptif dilakukan dengan dua bentuk

pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dengan sajian data yang ditampilkan

dalam bentuk tabel/grafik dan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan fakta-

fakta di lapangan hasil wawancara dengan responden. Sementara untuk analisis

ekonometrika dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear untuk

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan

masyarakat (peserta program).

3.3.1 Artificial Neural Network System

Turban dan Aronson dalam Effendi (2005) Artificial Neural Network

bertujuan untuk dapat menghitung nilai dari suatu output. Sistem ini memberikan

nilai 1 untuk jawaban ”yes” dan nilai 0 untuk jawaban “no”. Dalam penelitian ini

atribut yang dinilai dengan menggunakan sistem Artificial Neural Network adalah

persepsi masyarakat mengenai indikator-indikator keberhasilan program.


Selanjutnya nilai 1 (yes) akan diberikan pada jawaban ”berhasil” dan nilai 0 (no)

akan diberikan pada jawaban ”belum berhasil”.

Dari keseluruhan nilai jawaban responden akan dibuat rata-rata yang

kemudian akan diinterpretasikan secara menyeluruh. Nilai rata-rata jawaban

antara 0 – 0,54 akan diinterpretasikan sebagai jawaban ”belum berhasil”.

Sementara nilai rata-rata jawaban antara 0,55 – 1 akan diinterpretasikan sebagai

jawaban ”berhasil”.

Analisis Chi-Kuadrat

Analisis chi-kuadrat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan antara beberapa populasi dan dapat mengukur ketergantungan antara

dua variabel.

Rumus chi-kuadrat :

⎡ (Oij − Eij )2 ⎤
χ = Σ⎢
2

⎣⎢ Eij ⎦⎥

dimana Oij merupakan simbol observasi dari tiap sel sedangkan Eij adalah hasil

ekspektasinya.

Dalam pemakaian rumus chi-kuadrat terdapat beberapa ketentuan, yaitu :

a. Nilai Eij tiap sel minimal 10.

b. Untuk derajat bebas lebih dari satu, frekuensi minimum 1 diperkenankan bila

frekuensi harapan yang kurang dari lima maksimum 20 persen saja.

c. Penggunaan tabel chi-kuadrat hanya memadai untuk derajat bebas kurang dari

30 dan frekuensi harapan minimum 2.

d. Nilai observasinya tidak bernilai nol.


e. Baris-baris atau kolom-kolom bersebelahan dalam suatu tabel kontingensi

boleh digabungkan guna mendapatkan frekuensi-frekuensi sel harapan yang

disyaratkan.

3.3.2 Analisis Regresi Linear

Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat :

Y = α0 + α1 M + α2 TK + α3 PL + α4 PT +ε

dimana nilai α1>0, α2>0, α3>0, α4>0

Dengan :

Y = nilai peningkatan pendapatan mustahik, yaitu besar pendapatan mustahik

setelah mendapatkan bantuan dikurangi dengan besar pendapatan sebelum

mendapatkan bantuan (dalam satuan rupiah)

M = modal pinjaman dari MM-DD (rupiah)

TK = pemakaian tenaga kerja (rupiah)

PL = pendapatan harian lain-lain di luar usaha tahu (rupiah)

PT = pendapatan harian dari usaha tahu (rupiah)

α0 = konstanta

α1, α2, α3, α4 = koefisien masing-masing variabel

Uji R2

Penjelasan persentase variasi total peubah tidak bebas yang disebabkan

oleh peubah bebas digunakan dengan pengujian R2. Uji ini dilakukan untuk
mengukur sejauh mana besar keragaman yang dapat diterapkan oleh variabel

bebas terhadap variabel tidak bebas.

Uji t-statistik

Uji t ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari suatu

variabel independen secara individu atau masing-masing berpengaruh nyata atau

tidak terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis :

H0 : bi = 0 i = 1, 2, 3, .... k

H1 : bi ≠ 0

H1 : bi ≠ 0

bi
t hitung =
S (b)

t tabel = tα / 2( n − k )

dimana :

S(b) = simpangan baku koefisien dugaan

Kriteria uji :

t-hitung > t α / 2(n-k) , maka tolak H0

t-hitung < t α / 2(n-k) , maka terima H0

Jika H0 ditolak berarti variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel

tidak bebas (output) dalam model dan sebaliknya jika H0 diterima maka variabel

bebas tidak berpengaruh nyata terhadap output.


Uji F-Statistik

Uji F ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas

terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan.

Hipotesis :

H0 : β1 = β2 = β3

H1 : minimal terdapat satu βi ≠ 0, i = 1, 2, ...., n.

R2 / k −1
Fhitung =
(1 − R 2 ) / n − k

Ftabel = Fα ( k −1,n − k )

Kriteria uji :

F-hitung > Fα (k-1, n-k) , maka tolak H0

F-hitung < Fα (k-1, n-k) , maka terima H0

Dimana :

R : Koefisien determinasi

n : Banyaknya data

k : Jumlah koefisien regresi dugaan

Jika H0 ditolak berarti minimal ada satu variabel yang berpengaruh nyata

terhadap total besar output, dan sebaliknya jika H0 diterima maka tidak ada satu

pun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap output.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat

apakah terdapat hubungan linear di antara beberapa atau semua variabel bebas
dari model regresi. Gejala multikolinearitas dalam suatu model akan

menimbulkan beberapa konsekuensi, diantaranya :

1. Meskipun penaksir OLS mungkin bisa diperoleh namun kesalahan

standarnya mungkin akan cenderung semakin besar dengan meningkatnya

tingkat korelasi antara pengingkatan variabel.

2. Standar error dari parameter diduga sangat besar sehingga selang

keyakinan untuk parameter yang relevan cenderung lebih besar.

3. Jika multikolinearitasnya tinggi kemungkinan probabilitas untuk

menerima hipotesis yang salah menjadi besar.

4. Kesalahan standar akan semakin besar dan sensitif bila ada perubahan

data.

5. Tidak mungkinnya mengisolasi pengaruh individual dari variabel yang

menjelaskan.

Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat korelasi antar peubah

bebasnya (X). Multikolinearitas dapat dilihat dengan nilai VIF (variance inflation

factor). Jika nilai VIF yang lebih besar dari 10, maka diindikasikan adanya

multikolinearitas. Uji multikolinearitas dapat juga dideteksi melalui uji

correaltion matrix. Jika korelasi antar variabel bebas dalam persamaan regresi

kurang dari 0,8 (rule of thumbs) maka dapat disimpulkan bahwa dalam

persamaan regresi tidak terjadi gejala multikolinearitas, dan sebaliknya jika

korelasi antar variabel bebas dalam persamaan regresi lebih dari 0,8 maka

disimpulkan dalam persamaan regresi terjadi gejala multikolinearitas.


Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan suatu kondisi dimana nilai ragam error

term pada variabel terikat tidak memiliki nilai yang sama untuk setiap observasi.

Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidak biasan dan konsistensi dari

penaksir ordinary least square, tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi

mempunyai variasi minimum (efisiensi). Suatu fungsi dikatakan baik apabila

memenuhi asumsi tidak terjadi heteroskedastisitas (homoskedastisitas) atau

memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedastisitas dapat

ditunjukkan oleh probability Obs*R-squared pada uji White Heteroskedasticity.

Hipotesis :

H0 : γ = 0
H0 : γ ≠ 0

Kriteria uji :

probability Obs*R-squared < taraf nyata (α) maka akan tolak H0

probability Obs*R-squared > taraf nyata (α) maka akan terima H0

Jika H0 ditolak, maka akan terdapat gejala heteroskedastisitas dalam

model. Jika H0 diterima maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam

model.

3.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan menggunakan program SPSS 13.0 untuk

mengolah persepsi masyarakat secara crosstabulation. Sedangkan untuk

mengolah data faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan

masyarakat menggunakan program Eviews 4.0.


IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis

Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu terletak di Kecamatan Parung,

Kabupaten Bogor. Desa Bojong Sempu memiliki luas lahan 159,682 ha, memiliki

4 RW dan 18 RT, serta memiliki batas-batas daerah sebagai berikut :

Batas utara : Desa Bojong Indah

Batas selatan : Desa Iwul

Batas barat : Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng

Batas timur : Desa Waru Jaya

4.2 Kondisi Demografi

Penduduk Desa Bojong Sempu berjumlah 7787 jiwa, yang terdiri dari

4077 penduduk laki-laki dan 3710 penduduk perempuan. Desa ini memiliki 1840

kepala keluarga.

4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana

Sarana pendidikan dasar yang ada di Desa Bojong Sempu ada 3 Sekolah

Dasar Negeri dan 1 Madrasah Ibtidaiyah, sementara untuk pendidikan tinggi

terdapat 1 perguruan tinggi swasta. Selain itu terdapat juga 2 Pondok Pesantren

dan 1 Madrasah Diniyah. Di Desa Bojong Sempu terdapat 1 lembaga pendidikan

non formal, yaitu lembaga pendidikan keterampilan tata busana.


Terdapat 1 tempat praktek bidan dan 10 posyandu untuk menunjang sarana

kesehatan di Desa Bojong Sempu. Sementara tenaga kesehatan yang ada

berjumlah 5 orang yang terdiri dari 2 perawat dan 3 bidan.

Sarana ibadah yang ada di Desa Bojong Sempu terdiri dari 5 masjid dan

16 surau. Fasilitas olahraga yang ada terdiri dari 1 lapangan sepakbola, 1 lapangan

voli, dan 3 lapangan bulutangkis.

Untuk mendukung transportasi, komunikasi, dan informasi, Desa Bojong

Sempu memiliki jalan kabupaten sepanjang 1,5 km dan jalan desa sepanjang 5

km. Angkutan umum yang ada adalah angkot dan ojek sepeda motor. Sampai saat

ini ada sekitar 207 KK yang berlangganan telepon kabel dan terdapat 1 unit

wartel.

4.4 Kondisi Ekonomi

Lahan yang ada di Desa Bojong Sempu dipergunakan untuk pertanian

sawah, perkebunan, perikanan, peternakan, dan pemukiman. Terdapat 3 kelompok

tani di Desa Bojong Sempu, antara lain Alam Jembar I yang menjadi paguyuban

petani produksi padi, Alam Jembar II yang menjadi paguyuban petani palawija,

dan Andika Karya yang menjadi paguyuban petani ikan.

Dari keseluruhan penduduk, 324 orang bekerja di sektor pertanian, baik

pertanian sawah, peternakan, kehutanan, maupun perikanan, 101 orang menjadi

buruh tani, dan 2 orang menjadi TKI.

Selain sektor pertanian, terdapat industri kecil yang menjadi mata

pencaharian penduduk Desa Bojong Sempu, yaitu industri tahu sebanyak 267 unit
(berdasarkan Sensus Daerah Tahun 2006). Industri tahu rata-rata menggunakan 3

sampai 5 tenaga kerja dalam produksi termasuk di dalamnya anggota keluarga

yang membantu.

Gambar 4. Peta Desa Bojong Sempu


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Umum Responden

Penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat melalui dana zakat

mengambil contoh 36 responden yang merupakan pengrajin tahu di Kampung

Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor yang menjadi

Kelompok Mitra (KM) Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa.

Tabel 1. Karakteristik Responden


Frekuensi
Karakteristik Angka persentase
(jiwa) (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 36 100
Perempuan 0 0
Usia 20 - 29 th 7 19,44
30 - 39 th 17 47,22
40 - 49 th 8 22,22
>= 50 th 4 11,11
Jumlah Tanggungan rendah (0 - 3 orang) 15 41, 67
sedang (4 - 7 orang) 20 55, 56
tinggi (> 7 orang) 1 2,78
Pendidikan rendah (TS - tamat SD) 23 63,89
sedang (TT SMP - tamat SMP) 9 25
tinggi (TT SMA - tamat SMA) 4 11,11
Pengalaman Usaha < = 5 th 9 25
6 - 10 th 7 19,44
11 - 15 th 7 19,44
> 15 th 13 36,11
Kapasitas Usaha rendah (< 30 kg) 15 41,67
tinggi (>= 30kg) 21 58,33
Pendapatan Usaha Lain 0 - Rp 10,000 per hari 18 50
Rp 10,001 - Rp 30,000 per hari 11 30,56
> Rp 30,000 per hari 7 19,44
Pengajuan Pinjaman 1 kali 19 52,78
2 kali 11 30, 56
3 kali 6 16,67
Jumlah Tenaga Kerja 0 10 27, 78
1 orang 11 30, 56
2 orang 7 19, 44
3 orang 8 22, 22
Dari 36 responden, semuanya berjenis kelamin laki-laki dan hanya satu

yang berstatus belum menikah. Berdasarkan usia, responden dibagi menjadi

empat kelompok. Kelompok terbesar berada pada kelompok usia 30 - 39 tahun

yang mencapai 47,22 persen atau sebanyak 17 responden. Selanjutnya kelompok

umur 40 – 49 tahun sebanyak 8 responden atau 22,22 persen. Diikuti dengan

kelompok usia antara 20 – 29 tahun dan 50 tahun ke atas, masing-masing sebesar

19,44 persen atau 7 responden dan 11,11 persen atau 4 responden.

Untuk jumlah tanggungan dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok

terbesar berada pada responden dengan jumlah tanggungan sedang, yaitu sebesar

55,56 persen atau sebanyak 20 responden. Kelompok berikutnya adalah

responden dengan jumlah tanggungan rendah, yaitu sebesar 41,67 persen atau

sebanyak 15 responden. Terakhir, kelompok dengan jumlah tanggungan tinggi

yaitu sebesar 2,78 persen atau hanya sebanyak satu responden.

Berdasarkan tingkat pendidikan, responden dibagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok responden terbesar adalah yang berpendidikan rendah, yaitu sebesar

63,89 persen atau sebanyak 23 responden. Selanjutnya kelompok dengan tingkat

pendidikan sedang, yaitu sebesar 25 persen atau sebanyak 9 responden dan diikuti

dengan kelompok tingkat pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 4 responden atau

sebesar 11,11 persen.

Untuk pengalaman usaha, responden dibagi menjadi empat kelompok.

Kelompok terbesar berdasarkan pengalaman usaha adalah responden dengan

pengalaman lebih dari 15 tahun, yaitu sebesar 36,11 persen atau sebanyak 13

responden. Selanjutnya responden dengan pengalaman usaha kurang dari sampai


dengan 5 tahun, yaitu sebesar 25 persen atau sebanyak 9 responden. Sementara

untuk kelompok dengan pengalaman usaha antara 6 – 10 tahun dan 11 – 15 tahun,

memiliki besar yang sama, yaitu 19,44 persen atau sebanyak 7 responden.

Berdasarkan kapasitas usaha tahu, kelompok responden dibagi menjadi

dua. Mayoritas responden atau sebesar 58,33 persen (21 responden) berada pada

kelompok dengan kapasitas usaha tinggi. Sementara sisanya 41,67 persen atau

sebanyak 15 responden memiliki kapasitas usaha yang rendah.

Berdasarkan pendapatan usaha lain, responden dibagi menjadi tiga

kelompok dengan mayoritas responden berada pada kelompok berpendapatan

antara 0 sampai Rp 10.000, yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak 18 responden.

Selanjutnya kelompok responden dengan besar pendapatan dari usaha lain sebesar

Rp 10.001 sampai Rp 30.000, yaitu sebesar 30,56 persen atau sebanyak 11

responden. Kelompok terkecil adalah responden dengan pendapatan dari usaha

lain lebih besar dari Rp 30.000, yaitu sebesar 19,44 persen atau sebanyak 7

responden.

Dari keseluruhan responden yang ada, tingkat frekuensi pengajuan

pinjaman yang tertinggi adalah tiga kali sehingga berdasarkan frekuensi

pengajuan pinjaman, responden dibagi menjadi tiga kelompok dengan kelompok

terbesar adalah responden dengan frekuensi pengajuan pinjaman satu kali, yaitu

sebanyak 19 responden, atau sebesar 52,78 persen. Selanjutnya adalah kelompok

responden dengan frekuensi pengajuan pinjaman sebanyak 2 kali dan 3 kali,

masing-masing sebesar 30,56 persen dan 16,67 persen atau sebanyak 11

responden dan 6 responden.


Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam usaha tahu,

responden dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok terbesar adalah responden

yang menggunakan 1 orang tenaga kerja, yaitu sebanyak 11 responden atau

sebesar 30,56 persen. Selanjutnya kelompok responden yang tidak menggunakan

tenaga kerja yang bukan berasal dari anggota keluarga dekat (yang dibayar), yaitu

sebesar 27,78 persen atau sebanyak 10 responden. Lalu kelompok yang

menggunakan 3 orang tenaga kerja, sebesar 22,22 persen atau sebanyak 8

responden dan kelompok yang menggunakan 2 orang tenaga kerja, yaitu sebesar

19,44 persen atau 7 responden.

5.2 Persepsi Peserta Program terhadap Keberhasilan Program Masyarakat

Mandiri Dompet Dhuafa

Persepsi masyarakat terhadap keberhasilan program diukur berdasarkan

pencapaian tiap-tiap peserta program yang menjadi responden pada tiap-tiap

indikator pencapaian program. Indikator-indikator pencapaian program dibedakan

menjadi tiga, yaitu kemandirian material komunitas sasaran, kemandirian

manajemen komunitas sasaran, dan kemandirian intelektual komunitas sasaran.

Persepsi yang terbentuk dari skor yang dihasilkan berdasarkan jawaban responden

adalah berhasil dan belum berhasil. Pengambilan kesimpulan persepsi dilakukan

dengan menginterpretasikan total skor yang didapat sesuai dengan skala penilaian

yang telah ditentukan, yaitu :

1. 0 – 0,54 kesimpulan persepsinya “belum berhasil”

2. 0,55 – 1 kesimpulan persepsinya adalah “berhasil”


5.2.1 Persepsi Peserta Program terhadap Indikator Kemandirian Material

Komunitas Sasaran

Secara keseluruhan persepsi yang disimpulkan dari indikator kemandirian

material komunitas sasaran adalah berhasil. Hal ini berdasarkan skor rata-rata

mencapai 0,798 yang berada di kisaran 0,55 – 1. dari keseluruhan responden,

secara mayoritas mereka mengalami peningkatan pendapatan harian, baik dari

usaha tahu maupun secara keseluruhan pendapatan mereka di luar usaha tahu,

seperti menjual ampas, menjual kayu bakar, membuat oncom, dan lain lain.

Sementara untuk kelayakan aset produktif, berdasarkan frekuensi

pinjaman peserta program yang menjadi responden, belum secara keseluruhan

peserta program dapat dinilai layak aset yang digunakannya untuk berproduksi.

Hal ini disebabkan pinjaman untuk peserta yang difokuskan untuk perbaikan aset-

aset produktif baru dimulai pada pinjaman kedua.

Untuk kepemilikan tabungan, saat ini seluruh peserta telah memiliki

tabungan. Hal ini tidak terlepas dari adanya TAMI (tabungan mitra) yang

diwajibkan oleh program kepada setiap peserta. Tabungan mitra disetorkan secara

wajib setiap kali pembayaran angsuran pinjaman setiap minggunya.

Tabel 2. Persepsi Responden terhadap Indikator Kemandirian Material


Komunitas Sasaran
Kemandirian Material Komunitas Sasaran Total Skor Interpretasi
Persepsi
a. peningkatan pendapatan harian (tahu dan yang lain) 0,861 berhasil
b. peningkatan omset usaha tahu 0,861 berhasil
c. kelayakan aset produktif 0,472 belum berhasil
d. kepemilikan tabungan 1 berhasil
Rata-rata 0,7985 berhasil
5.2.2 Persepsi Peserta Program terhadap Indikator Kemandirian

Manajemen Komunitas Sasaran

Kemandirian Manajemen Komunitas Sasaran memiliki skor rata-rata

0,472 yang dapat disimpulkan dengan persepsi belum berhasil. Aspek-aspek yang

dilihat pada indikator kemandirian manajemen komunitas sasaran, antara lain

persatuan dan kesatuan pengrajin tahu yang dilihat berdasarkan ada tidaknya

wadah atau kegiatan berkumpul untuk mereka, kemampuan menyampaikan

pendapat yang dilihat berdasarkan keaktifan mereka dalam setiap pertemuan,

jaringan pemasaran yang dilihat berdasarkan ada tidaknya perluasan daerah

pemasaran setelah adanya program, dan ada tidaknya pencatatan administrasi

dalam usaha mereka.

Persatuan dan kesatuan responden yang dinilai berdasarkan ada atau

tidaknya wadah atau kegiatan berkumpul untuk mereka memiliki total skor 1,

yang artinya secara keseluruhan mereka memiliki tempat untuk berkumpul dan

sudah memiliki perkumpulan baik dalam bentuk kelompok pasar maupun

kelompok mitra.

Ada beberapa responden yang memang tidak terlalu aktif dalam kegiatan

pertemuan antar pengrajin tahu sehingga mereka dapat dinilai kurang mampu

dalam menyampaikan pendapat secara baik. Dalam setiap pertemuan antar mitra

selalu dilakukan sesi untuk menyampaikan pendapat, baik untuk menyampaikan

keluhan, menyampaikan pendapat untuk mencari solusi, maupun untuk sekedar

memberikan pengumuman.
Keseluruhan responden mengatakan bahwa daerah pemasaran mereka

tidak berubah sejak sebelum adanya program sampai dengan sekarang. Beberapa

dari mereka memang sempat melakukan pameran produk tahu maupun produk

turunan dari tahu. Dengan melakukan pameran produk mereka memang menjadi

dikenal oleh masyarakat, namun hal itu belum membantu memperluas daerah

pemasaran mereka. Sementara hampir seluruh responden tidak melakukan

pencatatan administrasi dalam usaha mereka, ketika diajukan pertanyaan

mengenai pencatatan usaha, mereka menjawab bahwa mereka cukup mengingat

berapa pengeluaran, pemasukan, dan sisa uang yang akan dipakai untuk belanja

kebutuhan sehari-hari.

Tabel 3. Persepsi Responden terhadap Indikator Kemandirian Manajemen


Komunitas Sasaran
Kemandirian Manajemen Komunitas Sasaran Total Skor Interpretasi
Persepsi
a. persatuan dan kesatuan pengrajin tahu 1 berhasil
b. kemampuan menyampaikan pendapat 0,861 berhasil
c. jaringan pemasaran 0 belum berhasil
d. pencatatan usaha 0,028 belum berhasil
Rata-rata 0,47225 belum berhasil

5.2.3 Persepsi Peserta Program terhadap Indikator Kemandirian

Intelektual Komunitas Sasaran

Persepsi yang dapat disimpulkan berdasarkan indikator kemandirian

intelektual komunitas sasaran adalah berhasil. Hal ini berdasarkan nilai pada tabel

yang mencapai 0,592. Aspek-aspek yang diperhatikan, antara lain penanganan

limbah, kebersihan tempat usaha, dan mengenai penggunaan bahan tambahan

pada makanan seperti zat pewarna.


Keseluruhan responden sudah sadar akan penanganan limbah sehingga

mereka tidak membuang limbah secara langsung namun dibuat selokan maupun

ditampung untuk limbah cari sementara untuk limbah padat, seperti ampas

kedelai, mereka produksi ulang ataupun dijual sebagai pakan ternak.

Sementara kebersihan tempat usaha dilihat berdasarkan frekuensi

pinjaman yang sudah mencapai tahap 3, dimana pada tahap 3 pinjaman

difokuskan kepada perbaikan bengkel usaha termasuk kebersihan tempat usaha

bukan hanya cara produksi. Berdasarkan hal ini, baru sebagian kecil dari

responden yang sudah dinilai berhasil dalam menjaga kebersihan tempat usaha.

Sementara yang lainnya masih belum berhasil namun mereka tetap

memperhatikan kebersihan dalam memproduksi dengan cara menjaga kebersihan

pada diri mereka.

Tabel 4. Persepsi Responden terhadap Indikator Kemandirian Intelektual


Komunitas Sasaran
Kemandirian Intelektual Komunitas Sasaran Total Skor Interpretasi
Persepsi
a. penanganan limbah 1 berhasil
b. kebersihan tempat usaha 0,167 belum berhasil
c. tidak menggunakan bahan tambahan pada makanan 0,611 berhasil
Rata-rata 0,592667 berhasil

5.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Peserta Program

terhadap Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa

Dari keseluruhan 36 responden yang merupakan peserta program, yang

memberi persepsi berhasil terhadap indikator kemandirian material komunitas

sasaran dalam kaitannya dengan program yang diberikan oleh Masyarakat

Mandiri Dompet Dhuafa adalah sebanyak 31 responden dan sisanya sebanyak 5

responden memberi persepsi belum berhasil. Sementara untuk persepsi berhasil


terhadap indikator kemandirian manajemen komunitas sasaran hanya satu

responden yang memberi persepsi berhasil, sebanyak 35 responden memberi

persepsi belum berhasil. Untuk persepsi kemandirian intelektual komunitas

sasaran, sebanyak 24 responden memberi persepsi berhasil dan sisanya, 12 orang

memberi persepsi belum berhasil.

Tabel 5. Persepsi Responden terhadap Indikator-indikator Pencapaian


Program
Persepsi
Pencapaian Program Total
Berhasil (jiwa) belum berhasil (jiwa)
Kemandirian Material Komunitas Sasaran 31 5 36
Persentase 86,11% 13,89% 100%
Kemandirian Manajemen Komunitas Sasaran 1 35 36
Persentase 2,78% 97,22% 100%
Kemandirian Intelektual Komunitas Sasaran 24 12 36
Persentase 66,67% 33,33% 100%

5.3.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator

Kemandirian Material Komunitas Sasaran dalam Program

Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa

Tabel 6. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator


Kemandirian Material Komunitas Sasaran dalam Program
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa
chi- chi-
no. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi kuadrat kuadrat Kesimpulan
tabel hitung
1 Usia berhasil 7,815 5,286 tidak berhubungan nyata
2 Jumlah Tanggungan berhasil 5,991 7,990 berhubungan nyata
3 Tingkat Pendidikan berhasil 5,991 0,939 tidak berhubungan nyata
4 Pengalaman Usaha berhasil 7,815 1,738 tidak berhubungan nyata
5 Kapasitas Usaha berhasil 3,841 0,803 tidak berhubungan nyata
6 Pendapatan Usaha Lain berhasil 5,991 2,386 tidak berhubungan nyata
7 Frekuensi Pengajuan Pinjaman berhasil 5,991 1,995 tidak berhubungan nyata
8 Jumlah Tenaga Kerja berhasil 7,815 2,479 tidak berhubungan nyata

Faktor-faktor yang dianggap dapat mempengaruhi persepsi responden

adalah karakteristik dari masing-masing responden, antara lain usia, jumlah


tanggungan, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, kapasitas usaha, pendapatan

usaha lain, frekuensi pengajuan pinjaman, dan jumlah tenaga kerja yang

digunakan.

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa hanya faktor jumlah tanggungan

berhubungan nyata dengan persepsi responden terhadap indikator kemandirian

material komunitas sasaran. Hal ini dapat dilihat pada nilai chi-kuadrat hitung

yang didapatkan lebih besar dari chi-kuadrat tabel = 5,991, yaitu sebesar 7,990.

Sementara faktor-faktor lain tidak berhubungan nyata karena nilai chi-kuadrat

hitung yang didapat lebih kecil daripada chi-kuadrat tabelnya.

Hal yang menjadi alasan mengapa jumlah tanggungan berhubungan nyata

dengan persepsi responden terhadap indikator kemandirian material komunitas

sasaran, yaitu ada banyak diantara responden yang menggunakan tenaga kerja dari

kalangan keluarga sendiri dalam usahanya. Hal ini membuat total cost (TC)

semakin berkurang karena kalangan keluarga sendiri bisa disebut unpaid labor

(tenaga kerja yang tidak dibayar). Dengan adanya unpaid labor akan membuat

output (Q) tetap seperti jika menggunakan tenaga kerja yang dibayar. Dengan

berkurangnya biaya produksi dan jumlah output produksi tetap sama dengan

pengrajin tahu lain yang memproduksi dengan menggunakan tenaga kerja yang

harus dibayar maka nilai pendapatan yang berasal dari keuntungan produksi akan

meningkat. Hal ini mengacu pada π = TR − TC dimana nilai TC dapat


berkurang karena biaya penggunaan tenaga kerja (wL) berkurang sementara nilai

TR tetap karena Q tidak berkurang.


5.3.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator

Kemandirian Manajemen Komunitas Sasaran dalam Program

Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa

Tabel 7. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator


Kemandirian Manajemen Komunitas Sasaran dalam Program
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa
chi- chi-
no. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi kuadrat kuadrat Kesimpulan
tabel hitung
1 Usia belum berhasil 7,815 1,150 tidak berhubungan nyata
2 Jumlah Tanggungan belum berhasil 5,991 1,440 tidak berhubungan nyata
3 Tingkat Pendidikan belum berhasil 5,991 8,229 berhubungan nyata
4 Pengalaman Usaha belum berhasil 7,815 4,261 tidak berhubungan nyata
5 Kapasitas Usaha belum berhasil 3,841 1,440 tidak berhubungan nyata
6 Pendapatan Usaha Lain belum berhasil 5,991 2,338 tidak berhubungan nyata
7 Frekuensi Pengajuan Pinjaman belum berhasil 5,991 2,338 tidak berhubungan nyata
8 Jumlah Tenaga Kerja belum berhasil 7,815 4,261 tidak berhubungan nyata

Persepsi responden terhadap indikator kemandirian manajemen komunitas

sasaran dinilai belum berhasil secara rata-rata. Berdasarkan tabel 7 faktor yang

berhubungan nyata dengan persepsi mereka adalah tingkat pendidikan. Dapat

dilihat bahwa nilai chi-kuadrat hitung yang lebih besar daripada chi-kuadrat tabel

pada tiap-tiap faktor hanya terdapat pada karakteristik tingkat pendidikan dengan

nilai chi-kuadrat hitung sebesar 8,229 sementara nilai chi-kuadrat tabelnya sebesar

5,991.

Hal-hal yang dapat berkontribusi sehingga indikator kemandirian

manajemen program dinilai belum berhasil adalah perluasan nilai jaringan

pemasaran dan pencatatan usaha tahu yang mendapat skor masing-masing 0 dan

0,028 (tabel 3).

Tingkat pendidikan menjadi faktor yang berhubungan nyata pada persepsi

responden terhadap indikator kemandirian manajemen komunitas sasaran. Hal ini


dapat dilihat pada tingkat pendidikan responden yang mayoritas berpendidikan

rendah (tabel 1). Mereka belum memiliki kesadaran pentingnya pencatatan usaha

dalam usahanya dan mereka juga berpikiran bahwa keberadaan pasar yang

sekarang sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehingga belum perlu

untuk membuat pembukuan dan memperluas jaringan pemasaran untuk

menambah maju usaha mereka.

5.3.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator

Kemandirian Intelektual Komunitas Sasaran dalam Program

Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa

Tabel 8. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Indikator


Kemandirian Intelektual Komunitas Sasaran dalam Program
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa
chi- chi-
no. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi kuadrat kuadrat Kesimpulan
tabel hitung
1 Usia berhasil 7,815 2,987 tidak berhubungan nyata
2 Jumlah Tanggungan berhasil 5,991 3,600 tidak berhubungan nyata
3 Tingkat Pendidikan berhasil 5,991 0,147 tidak berhubungan nyata
4 Pengalaman Usaha berhasil 7,815 1,473 tidak berhubungan nyata
5 Kapasitas Usaha berhasil 3,841 0,514 tidak berhubungan nyata
6 Pendapatan Usaha Lain berhasil 5,991 0,468 tidak berhubungan nyata
7 Frekuensi Pengajuan Pinjaman berhasil 5,991 0,287 tidak berhubungan nyata
8 Jumlah Tenaga Kerja berhasil 5,991 0,468 tidak berhubungan nyata

Persepsi responden terhadap indikator kemandirian intelektual komunitas

sasaran dinilai berhasil secara rata-rata. Namun berdasarkan tabel 8, tidak ada

karakteristik responden yang berhubungan nyata dengan persepsi mereka terhadap

indikator kemandirian intelektual komunitas sasaran. Seluruh nilai chi-kuadrat

hitung lebih kecil daripada nilai chi-kuadrat tabelnya. Unsur-unsur yang dilihat

pada indikator kemandirian intelektual komunitas sasaran, antara lain penanganan


limbah, kebersihan tempat usaha, dan tidak menggunakan bahan tambahan pada

makanan.

5.4 Crosscultural Innovation

Responden yang merupakan peserta program akan ditanyai pendapatnya

mengenai minat mereka untuk mengikuti program (vested interest), ketepatan

waktu datangnya program (timeliness), keaktifan pendamping (role of change

agent), keberhasilan program, dan keberlanjutan program (continuity and

maintenance). Hal ini terkait dengan proses crosscultural innovation yang terjadi

ketika program masuk ke masyarakat.

Tabel 9. Crosscultural Innovation


Crosscultural Innovation Frekuensi
Minat terhadap program Ya 36
Tidak 0
Ketepatan Waktu datangnya program Ya 36
Tidak 0
Keaktifan pendamping Aktif 20
Kurang aktif 16
Keberhasilan program Sudah 36
Belum 0
Keberlanjutan Program Berlanjut 36
Tidak 0

Keseluruhan responden menyatakan minatnya untuk bergabung dengan

program yang diselenggarakan oleh Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Hal

yang menjadi alasan utama responden menjadi mitra antara lain, kebutuhan akan

tambahan modal dan untuk menambah informasi.

Responden cenderung mengatakan bahwa program datang tepat waktu, hal

ini terkait dengan isu formalin yang mencuat ketika program mulai dikenalkan
kepada masyarakat. Saat itu pengrajin tahu membutuhkan modal baru untuk

memulai usahanya yang sempat terhenti.

Terkait dengan role of change agent, sebanyak 20 responden yang

merupakan peserta program menilai bahwa pendamping berperan sangat aktif

dalam mengenalkan program dan dalam pelaksanaan program, sementara

sebanyak 16 responden yang merupakan peserta program menyatakan

pendamping masih kurang aktif.

Seluruh responden mengatakan bahwa program telah berhasil dalam

pelaksanaannya. Alasan utama responden yang merupakan peserta program

memandang bahwa program telah berhasil karena dapat menstabilkan harga

kedelai di kalangan pengrajin tahu di Kp Iwul ketika harga di pasaran naik. Selain

itu ada beberapa alasan lain, diantaranya :

1. Bertambahnya pengrajin tahu yang menjadi mitra;

2. Membantu pengrajin tahu dalam berbagai hal, seperti bantuan modal,

promosi, pemasaran, dan kegiatan sosial di Kampung Iwul;

3. Sudah terbentuknya lembaga lokal bentukan program yang berbadan

hukum (koperasi);

4. Mempererat ikatan antar pengrajin tahu;

5. Meningkatkan taraf hidup anggotanya.

Seluruh responden mengatakan bahwa mereka optimistis bahwa program

akan terus berlanjut ketika sudah sampai pada tahap pelepasan program oleh

pendamping. Kegagalan lembaga koperasi yang pernah ada di Kampung Iwul

pada pertengahan tahun 1980-an tidak membuat mereka pesimis. Mereka


mengatakan bahwa sistem yang diberlakukan pada program ini berbeda dengan

koperasi yang pernah ada, selain itu mereka berpendapat bahwa mitra yang ada

sudah cukup dibekali dengan pengetahuan mengenai organisasi.

5.5 Perkembangan Pendapatan Mitra

Perkembangan pendapatan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pendapatan

yang berasal dari usaha masyarakat yang mendapatkan pembiayaan dari MM dan

keseluruhan jumlah pendapatan masyarakat tersebut, baik yang berasal dari usaha

yang mendapat bantuan maupun yang bukan.

Perkembangan pendapatan masyarakat dapat dilihat pada gambar 5

Gambar menunjukkan perbandingan kondisi pendapatan masyarakat yang berasal

dari usaha yang mendapat bantuan pembiayaan. Pada awalnya rata-rata

pendapatan masyarakat hanya sebesar Rp 24.027,78 setelah mendapatkan bantuan

program selama satu tahun pendapatan mereka meningkat mencapai Rp 83479,60.

Rata-rata Pendapatan Peserta Program


(rupiah)

90000 83479,60028
80000
70000
60000
Pendapatan sblm program
50000
40000 pendapatan stlh program
(Rupiah)
30000 24027,77778
20000
10000
0

Gambar 5. Rata-rata Pendapatan Peserta Program


5.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Pendapatan

Masyarakat

Tabel 10. Hasil Estimasi Model

Variable Coefficient Prob.


C -21431.90 0.0000
M (pinjaman modal) -0.000886 0.0501
TK (penggunaan tenaga kerja) -0.022475 0.6482
PL (pendapatan harian lain di luar usaha 0.978762 0.0000
tahu)
PT (pendapatan dari usaha tahu) 0.989552 0.0000
R-squared 0.998049
Adjusted R-squared 0.997798
Durbin-Watson stat 1.877251
F-statistic 3965.112
Prob(F-statistic) 0.000000
Dari tabel di atas dapat disusun persamaan regresi berganda sebagai berikut :

Y = -21431.90291 - 0.0008858996419*M - 0.02247526657*TK +

0.9787617743*PL + 0.9895524734*PT

Uji Koefisien Determinasi (R2)

Dari hasil analisis data dari tabel 5.1 menunjukkan bahwa koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,9980. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel-variabel

bebas yang dipilih dapat menjelaskan keragaman dari variabel bebas sebesar

99,80 persen, cateris paribus. Dengan arti lain bahwa keragaman peningkatan

pendapatan masyarakat dapat dijelaskan sebesar 99,80 persen oleh, besarnya

modal pinjaman, penggunaan tenaga kerja, besarnya pendapatan usaha tahu dan

besarnya pendapatan lain-lain di luar usaha tahu, sedangkan 0,20 persen sisanya

dijelaskan oleh variabel lain di luar model.


Uji t-Statistik

Dari hasil estimasi penelitian pada tabel dapat dilihat bahwa besarnya

pendapatan usaha tahu dan besarnya pendapatan lain-lain di luar usaha tahu

besarnya modal pinjaman, memiliki probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata

10 persen, sehingga dapat disimpulkan ketiga variabel tersebut signifikan

mempengaruhi variabel tidak bebasnya pada taraf nyata 10 persen. Sedangkan

variabel tenaga kerja memiliki tingkat probabilitas lebih besar dari taraf nyata 10

persen sehingga disimpulkan variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel tidak bebas.

Uji F-Statistik

Nilai probabilitas F-hitung yang diperoleh dari hasil regresi seperti terlihat

dalam tabel adalah sebesar 0,0000. Ini menunjukkan hasil yang baik karena pada

tingkat signifikansi 10 persen, nilai probabilitas F-hitung lebih kecil dari taraf

nyata yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa keabsahan model yang

dibentuk dapat diterima, dimana minimal ada satu variabel bebas yang terdapat

dalam model penelitian mempengaruhi variabel tak bebasnya (nilai peningkatan

pendapatan mustahik) secara signifikan.

Uji Multikolinearitas

Tabel 11. Uji Multikolinearitas

M TK PL PT
M 1 0.0980495510682 0.137979491274 0.161267641222
TK 0.0980495510682 1 0.181594704869 0.273023253296
PL 0.137979491274 0.181594704869 1 0.171219080581
PT 0.161267641222 0.273023253296 0.171219080581 1
Terjadinya multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat correlation

matrix, jika korelasi variabel bebas dalam persamaan regresi kurang dari 0,8

(rule of thumbs) maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan regresi tidak

terjadi gejala multikolinearitas, dan sebaliknya jika korelasi antar variabel bebas

dalam persamaan regresi lebih dari 0,8 maka disimpulkan dalam persamaan

regresi terjadi gejala multikolinearitas.

Berdasarkan kepada rule of thumbs, maka dalam model penelitian tidak

terdapat gejala multikolinearitas.

Uji Heteroskedastisitas

Tabel 12. Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:


F-statistic 1.081700 Probability 0.404929
Obs*R-squared 8.737675 Probability 0.364906

Pengujian heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan residual dari suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain atau dapat juga dikatakan untuk melihat apakah model

regresi memenuhi asumsi bahwa model memiliki gangguan yang variannya sama

(homoskedastisitas). Pengujian menggunakan uji White Heteroskedasticity.

Apabila hasil nilai probabilitas Obs*Squared lebih besar dari taraf nyata yang

digunakan yaitu 10 persen maka disimpulkan bahwa model persamaan

mempunyai variabel pengganggu yang variannya sama (homoskedastisitas).


5.7 Interpretasi Model

Pada tabel 5.1 dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang signifikan

mempengaruhi peningkatan pendapatan secara positif adalah pendapatan dari

usaha tahu sebesar 0.9787 dan pendapatan lain-lain sebesar 0.9895. Sementara

modal pinjaman berpengaruh signifikan secara negatif sebesar -0.0008. Nilai

penggunaan tenaga kerja dalam usaha tahu tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap peningkatan pendapatan.

Berdasarkan model yang didapat, pendapatan usaha tahu mempengaruhi

secara signifikan terhadap peningkatan pendapatan peserta program. Pendapatan

dari usaha tahu merupakan keuntungan dari produksi tahu. Sementara pendapatan

lain-lain diperoleh dari penghasilan usaha sampingan, seperti jual oncom, jual

ampas, jual kayu bakar, usaha dagang, menyewakan mesin giling kedelai, dan

diperoleh juga dari penghasilan anggota keluarga lain yang masih menjadi

tanggungan responden.

Peningkatan pendapatan usaha tahu ini didapatkan oleh pengrajin tahu

dengan cara mengurangi biaya-biaya produksi. Berbagai cara yang dilakukan

untuk mengurangi biaya produksi dan menambah jumlah output, antara lain :

1. Penggunaan kacang kedelai dengan kualitas terbaik. Dengan penggunaan

kacang kedelai kualitas terbaik, adonan tahu siap cetak yang dihasilkan

menjadi lebih banyak (peningkatan Q) dibandingkan dengan penggunaan

kacang kedelai kualitas yang lebih rendah walaupun harganya lebih tinggi.

Namun biaya yang dikeluarkan (vK) cenderung lebih rendah dari nilai

output yang dihasilkan (TC < TR) sehingga pembelian kacang kedelai
dengan harga yang lebih tinggi tersebut tertutupi dengan output yang lebih

banyak. Hal ini berdasarkan π = TR − TC sementara TR = P(Q).Q dan

TC = wL + vK .

2. Substitusi bahan bakar minyak menjadi kayu bakar untuk memanaskan

gilingan kacang kedelai dan merebus tahu yang sudah dicetak. Dengan

menggunakan kayu bakar pengrajin tahu dapat menghemat biaya produksi.

Hal ini disebabkan harga kayu bakar yang lebih murah dibandingkan

dengan menggunakan minyak tanah. Sebagai contoh, untuk memproduksi

tahu dengan menggunakan 25 kg kacang kedelai membutuhkan 10 liter

minyak tanah dengan harga Rp 3.000,00 per liter, maka mereka harus

mengeluarkan biaya Rp 30.000,00 untuk setiap kali produksi. Sementara

dengan penggunaan kacang kedelai yang sama, dibutuhkan 15 ikat kayu

bakar, dengan harga bervariasi sekitar Rp 1.000,00 sampai Rp 1.250,00

tiap ikatnya sehingga mereka hanya mengeluarkan biaya Rp 15.000,00

sampai Rp 18.250,00 untuk setiap produksi dengan menggunakan kayu

bakar sebagai pengganti minyak tanah.

Harga kayu bakar akan lebih murah jika peserta program membelinya di

ISM. Karena ISM bukan hanya bertindak mengurus pemberian pinjaman

modal kepada peserta tetapi juga mengadakan usaha jual beli kedelai dan

kayu untuk memudahkan peserta program mendapatkan bahan baku

produksi.

3. Peningkatan harga jual tahu juga dilakukan oleh para pengrajin. Ketika

terjadi kenaikan harga kedelai, harga jual tahu pun dinaikkan. Nilai
peningkatan harga jual tahu — P(Q) — lebih besar dari peningkatan harga

kedelai — vK — (P(Q) > vK) sehingga keuntungan ( π ) yang diperoleh

dari penjualan lebih besar.

Modal pinjaman yang didapat dari program berpengaruh secara signifikan

secara negatif sebesar -0,0008, hal ini berarti setiap kenaikan modal sebesar satu

satuan rupiah akan menurunkan nilai peningkatan pendapatan sebesar -0,0008

rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa jika mitra melakukan penambahan modal lagi

dalam usahanya maka akan terjadi diminishing returns pada hasil produksinya.

Produk Total

PTK

K* K** K*** Modal

Gambar 6. Kurva Produk Total

Pada kurva dapat dilihat hubungan antara input modal dengan produk

total. Seaktu K masih sedikit, output dapat naik dengan pesat ketika ditingkatkan

penggunaannya. Tetapi karena input lain konstan, penambahan output akan

semakin berkurang dan ketika telah mencapai titik maksimum di K***,

penambahan input modal tanpa diimbangi dengan penambahan input lain, seperti

tenaga kerja, cenderung akan mengurangi output. Dengan keadaan yang seperti
ini, pengrajin tahu seharusnya tidak menambah lagi modal pinjaman tanpa

menambah pemakaian tenaga kerja.

Pada kasus ini terjadinya diminishing return bukan karena keberadaan

modal tidak lagi diperlukan tetapi lebih cenderung karena alokasi penggunaan

modal pinjaman tidak hanya dialokasikan untuk pemakaian dalam jangka pendek

(pembelian bahan baku kacang kedelai) tetapi juga digunakan untuk investasi

tetap (pemakaian jangka panjang). Investasi tetap yang dimaksud adalah

pengalokasian modal pinjaman untuk perbaikan barang-barang produksi, seperti

bangunan bengkel tahu, tahang, jambrong, ember, dan lain-lain. Sementara nilai

peningkatan pendapatan yang dihitung menjadi variabel tak bebasnya berdasarkan

pendapatan rata-rata harian masyarakat (jangka pendek) bukan pendapatan dalam

jangka panjang (satu tahun atau lebih).

Dalam penelitian ini, variabel penggunaan tenaga kerja (TK) tidak

berpengaruh signifikan terhadap nilai peningkatan pendapatan masyarakat sebesar

0.6482. Hal ini disebabkan adanya penggunaan unpaid labor, yaitu pihak keluarga

terdekat. Sementara dalam penggunaan tenaga kerja dinilai dalam bentuk besaran

upah yang dibayarkan sehingga unpaid labor tidak memberikan kontribusi.

5.8 Perkembangan Program

Sampai dengan saat ini jumlah mitra sudah mencapai 210 mitra, yang

terdiri dari 150 mitra yang berprofesi sebagai pengrajin tahu, 7 pengusaha kayu, 3

pengusaha oncom, dan 5 mitra memiliki usaha dagang. Sementara sisanya

sebanyak 45 mitra merupakan mitra layanan yang berada di luar Kampung Iwul
Desa Bojong Sempu. Mitra layanan tersebar di empat desa sekitar Desa Bojong

Sempu, antara lain, Desa Iwul, Desa Jampang, Desa Nyungcung, dan Desa

Ciseeng.

Perlakuan terhadap mitra layanan sedikit berbeda dengan mitra yang

berada di Kampung Iwul karena mereka tidak perlu datang ke Kampung Iwul

untuk mengurus pinjaman tetapi hanya dengan berhubungan langsung dengan

pengurus ISM yang merupakan pengrajin tahu dari Kampung Iwul yang

berdagang di dekat mereka, namun proses pendataan tetap disamakan dengan

mitra lain.

Saat ini lembaga lokal bentukan program, ISM, sudah berubah bentuk

menjadi koperasi. Hal ini dilakukan untuk melegalkan lembaga tersebut. Selain

itu, perubahan bentuk dilakukan untuk menjamin keberlanjutan program. Dengan

adanya perubahan bentuk menjadi koperasi, kelegalan lembaga ini diharapkan

akan membuat pihak pemerintah terutama Departemen Sosial lebih menaruh

perhatian kepada lembaga.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Secara umum dapat dilihat bahwa persepsi dari responden menunjukkan

bahwa indikator kemandirian komunitas sasaran dinilai berhasil dan faktor

yang berhubungan nyata dengan persepsi mereka adalah jumlah tanggungan

responden. Sementara masyarakat menilai indikator kemandirian manajemen

komunitas sasaran belum berhasil dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

yang berhubungan nyata dengan persepsi mereka adalah tingkat pendidikan.

Untuk indikator kemandirian intelektual komunitas sasaran persepsi

masyarakat menunjukkan keberhasilan program namun tidak ada satupun

karakteristik responden yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhinya

berhubungan nyata dengan persepsi mereka.

2. Program yang disampaikan oleh pendamping sebagai agent of change telah

terintegrasi dengan baik di masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah

peserta program yang melebihi target awal. Perilaku-perilaku dari

pendamping, seperti role (image created), participation, timing, continuity,

dan maintenance dinilai oleh masyarakat secara positif, hal ini dapat dilihat

berdasarkan jawaban-jawaban mereka. Ketertarikan masyarakat dan pola

ekonomi yang homogen juga mendukung diterimanya program secara baik.

Pengaruh negatif timbul dari masyarakat akibat project negativism, atau sikap

ragu dari masyarakat akibat adanya kegagalan pada program sebelumnya

namun tidak mempengaruhi karena terdapat perbedaan sistem pengelolaan.


Program pemberdayaan yang dilakukan oleh Masyarakat Mandiri Dompet

Dhuafa dinilai telah berhasil dan akan terus berlanjut oleh mayoritas

responden. Hal ini berdasarkan respon mereka yang secara keseluruhan

menyatakan bahwa program sudah berhasil, terutama karena keberhasilan

lembaga bentukan program dalam menjaga kestabilan harga kedelai yang

menjadi faktor produksi utama dalam usaha tahu. Hal-hal lain yang menjadi

alasan masyarakat menjawab bahwa program sudah berhasil, antara lain

bertambahnya pengrajin tahu yang menjadi mitra; program membantu

pengrajin tahu dalam berbagai hal, seperti bantuan modal, promosi,

pemasaran, dan kegiatan sosial di Kampung Iwul; sudah terbentuknya

lembaga lokal bentukan program yang berbadan hukum (koperasi);

mempererat ikatan antar pengrajin tahu; dan sudah meningkatkan taraf hidup

anggotanya.

3. Pendapatan masyarakat yang menjadi peserta program selama satu tahun

mengalami peningkatan yang signifikan melebihi dua kali lipat. Faktor-faktor

yang signifikan mempengaruhi peningkatan pendapatan peserta program,

antara modal pinjaman, pendapatan dari usaha tahu dan pendapatan lain di

luar usaha tahu.

6.2 Saran

1. Pengadaan pertemuan rutin dalam program sebaiknya dilakukan lebih intensif

lagi oleh pihak pendamping. Selain itu reward and punishment harus lebih

diberlakukan sehingga peserta program akan lebih aktif dalam mengikuti


pertemuan. Hal ini dibutuhkan untuk mengurangi sebagian pendapat

masyarakat yang menilai pendamping kurang aktif. Jawaban ini berasal dari

peserta program yang jarang mengikuti pertemuan rutin. Selain untuk

menuntut keaktifan peserta program, reward and punishment juga dapat

diberlakukan untuk lebih menegaskan aturan sehingga indikator-indikator

pencapaian program, terutama indikator kemandirian manajemen, dapat

tercapai.

2. Untuk menjamin kontinuitas dari program pemberdayaan dibutuhkan

kerjasama dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta. Pemerintah,

baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, diharapkan dapat

membantu dalam berbagai hal yang berkaitan dengan kemudahan dalam

menjalankan program pemberdayaan. Pemerintah pusat dapat melalui

kebijakan-kebijakan yang lebih memperhatikan usaha-usaha kecil karena

program pemberdayaan yang dilakukan memiliki sasaran pada usaha mikro

dan kecil. Dalam kasus ini pemerintah dapat mengendalikan harga kedelai

yang merupakan faktor produksi utama dalam memproduksi tahu. Sedangkan

pemerintah daerah dapat membantu dengan membangun sarana dan prasarana

yang mendukung. Sarana dan prasarana yang dapat dibuat sebagai tindakan

nyata adalah pembangunan jalan desa yang lebih baik sebagai sarana

transportasi sehingga alat transportasi dapat lebih mudah mengakses masuk ke

dalam desa dan pembentukan pasar khusus sebagai solusi untuk perluasan

jaringan pemasaran pengrajin tahu yang cenderung tetap. Dari pihak swasta

dapat membantu melalui kegiatan corporate social responsibility. Bantuan


dari pihak pemerintah maupun swasta selanjutnya dapat menjadi pengawas

dan pengendali kegiatan masyarakat yang mendapat bantuan. Dengan adanya

pengawasan dari pihak lain di luar lembaga yang membentuk dan bentukan

program dapat menjamin keberlanjutan program pemberdayaan yang sudah

ada. Tidak hanya di Kampung Iwul tetapi juga di tempat lain yang

masyarakatnya membutuhkan bantuan produktif agar dapat menjalankan

usaha.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia 2007. Badan Pusat Statistik:
Jakarta

Deaton, A. 1997. The Analysis of Household Surveys. The John Hopkins


University Press: Baltimore, Maryland.

Effendi, J. 2005. Strategi Penanggulangan Kemiskinan dalam Perspektif Ekonomi


Islam (Studi Kasus di Kabupaten Indramayu). Tesis Magister Program Studi
Ekonomi Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Effendi, J. 2006. Kemiskinan Menurut Islam. [Materi Kuliah: Ekonomi Syariah 2]

Fauzi, A. 2004. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Sasaran dalam Program


Pengembangan Usaha Kelompok Kecil (Kasus Program Pengembangan
Masyarakat PT Aneka Tambang, UPBE Pongkor di Desa Bantar Karet dan
Desa Kalongliud, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat).
Skripsi Sarjana Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics (fourth edition). McGraw-Hill/Irwin:


New York.

Hafidhuddin, D. 1998. Tentang Zakat Infak dan Sedekah. Gema Insani Press:
Jakarta

Ismail. 2005. Zakat Produktif Sistem Alternatif dalam Pengentasan Kemiskinan di


Indonesia. Tesis Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press: Bogor.

Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03): Oktober – Desember


Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan Klaster Tahu
Iwul Desa Bojong Sempu.

Morgan, C. T. 1961. Introduction to Psychology. McGrawhill Book co., Inc.: New


York.
Muttaqien, I. 2007. Evaluasi Dampak Program Ikhtiar Baytul Maal Bogor
terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Desa Sukaluyu
Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor). Skripsi Sarjana Departemen
Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Nicholson, W. 2001. Teori Ekonomi Mikro Prinsip Dasar dan


Pengembangannya. Cetakan Keenam. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Niehoff, A.H., J.C. Anderson. 1964. The International Development Review.

Pindyck, R, Daniel R. 1998. Econometrics Models and Economic Forecasts. The


McGraw Hill Companies: New York.

Prihatna, A. A. 2005. Revitalisasi Filantropi Islam. Pusat Bahasa dan Budaya


Universitas Islam Negeri dan The Ford Foundation: Jakarta.

Rahmawati, I. 2005. Dampak Pendistribusian Zakat Melalui Kredit terhadap


Pendapatan Mustahik. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Robbin, S. P. 1988. Organization Behaviour. Prentice Hall: New Jersey.

Sahdan, G. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa. [Artikel: Ekonomi Rakyat


dan Kemiskinan]. www.jurnalekonomirakyat.com

Santosa, A., Dadit G. H., Puthut I. 2003. Program Penanggulangan Kemiskinan


Bersasaran di Propinsi DIY. [Artikel – Th. II – No. 2].
www.jurnalekonomirakyat.com

Simanjuntak, E. M. 2004. Aspirasi dan Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi


dan Manajemen terhadap Kehidupan Kampus di Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sritua, A. 1993. Metode Penelitian Ekonomi. UI-Press: Jakarta.

Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman


Sosial. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era


Orde Baru. Khanata: Jakarta.

Tim Program Masyarakat Mandiri. 2007. Panduan Umum Program


Pemberdayaan. Cetakan Kedua. Masyarakat Mandiri: Bogor.
Tim Program Masyarakat Mandiri. 2007. Panduan Teknis Bagi PEndamping
Program Pemberdayaan Masyarakat. Cetakan Kedua. Masyarakat Mandiri:
Bogor.

Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga:


Jakarta.

Usman. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Distribusi Pendapatan


Dan Tingkat Kemiskinan. Tesis Magister Sains (tidak dipublikasikan).
Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.

World Bank. 2007. What is Empowerment.


http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTPOVERTY/
EXTEMPOWERMENT/0,,contentMDK:20244572~isCURL:Y~pagePK:21
0058~piPK:210062~theSitePK:486411,00.html
LAMPIRAN

Lampiran 1. Output Tabulasi Silang Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Persepsi Indikator Kemandirian Material Komunitas Sasaran

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kemandirian material
36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
komunitas sasaran * usia
kemandirian material
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
tanggungan
kemandirian material
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pendidikan
kemandirian material
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pengalaman usaha
kemandirian material
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
kapasitas usaha
kemandirian material
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pendapatan usaha lain
kemandirian material
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pengajuan pinjaman
kemandirian material
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
jumlah tenaga kerja
kemandirian material komunitas sasaran * usia

Crosstab

Count
usia
20 - 29 th 30 - 39 th 40 - 49 th > 50 th Total
kemandirian material belum berhasil 1 1 1 2 5
komunitas sasaran berhasil 6 16 7 2 31
Total 7 17 8 4 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 5,286a 3 ,152
Likelihood Ratio 4,090 3 ,252
Linear-by-Linear
2,138 1 ,144
Association
N of Valid Cases 36
a. 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,56.

kemandirian material komunitas sasaran * tanggungan

Crosstab

Count
tanggungan
rendah (0 - sedang (4 tinggi (> 7
3 orang) - 7 orang) orang) Total
kemandirian material belum berhasil 3 1 1 5
komunitas sasaran berhasil 12 19 0 31
Total 15 20 1 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 7,990a 2 ,018
Likelihood Ratio 6,059 2 ,048
Linear-by-Linear
,002 1 ,961
Association
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,14.
kemandirian material komunitas sasaran * pendidikan

Crosstab

Count
pendidikan
sedang (TT
rendah (TS - SMP - Tamat tinggi (TT SMA
tamat SD) SMP) - Tamat SMA) Total
kemandirian material belum berhasil 4 1 0 5
komunitas sasaran berhasil 19 8 4 31
Total 23 9 4 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square ,939a 2 ,625
Likelihood Ratio 1,479 2 ,477
Linear-by-Linear
,887 1 ,346
Association
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,56.

kemandirian material komunitas sasaran * pengalaman


usaha

Crosstab

Count
pengalaman usaha
<= 5 th 6 - 10 th 11 - 15 th > 15 th Total
kemandirian material belum berhasil 1 2 1 1 5
komunitas sasaran berhasil 8 5 6 12 31
Total 9 7 7 13 36
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1,738a 3 ,628
Likelihood Ratio 1,564 3 ,667
Linear-by-Linear
,278 1 ,598
Association
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,97.

kemandirian material komunitas sasaran * kapasitas usaha

Crosstab

Count
kapasitas usaha
rendah (< tinggi (>=
30 kg) 30 kg) Total
kemandirian material belum berhasil 3 2 5
komunitas sasaran berhasil 12 19 31
Total 15 21 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,803b 1 ,370
Continuity Correctiona ,166 1 ,684
Likelihood Ratio ,791 1 ,374
Fisher's Exact Test ,630 ,337
Linear-by-Linear
,781 1 ,377
Association
N of Valid Cases 36
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
2,08.
kemandirian material komunitas sasaran * pendapatan
usaha lain

Crosstab

Count
pendapatan usaha lain
Rp 10.001 -
0 - Rp 10.000 Rp 30.000 > Rp 30.000 Total
kemandirian material belum berhasil 4 1 0 5
komunitas sasaran berhasil 14 10 7 31
Total 18 11 7 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2,386a 2 ,303
Likelihood Ratio 3,240 2 ,198
Linear-by-Linear
2,296 1 ,130
Association
N of Valid Cases 36
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,97.

kemandirian material komunitas sasaran * pengajuan


pinjaman

Crosstab

Count
pengajuan pinjaman
1 2 3 Total
kemandirian material belum berhasil 4 1 0 5
komunitas sasaran berhasil 15 10 6 31
Total 19 11 6 36
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1,995a 2 ,369
Likelihood Ratio 2,753 2 ,252
Linear-by-Linear
1,928 1 ,165
Association
N of Valid Cases 36
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,83.

kemandirian material komunitas sasaran * jumlah tenaga


kerja

Crosstab

Count
jumlah tenaga kerja
0 1 2 3 Total
kemandirian material belum berhasil 2 1 0 2 5
komunitas sasaran berhasil 8 10 7 6 31
Total 10 11 7 8 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2,479a 3 ,479
Likelihood Ratio 3,304 3 ,347
Linear-by-Linear
,007 1 ,934
Association
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,97.
Lampiran 2. Output Tabulasi Silang Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Persepsi Indikator Kemandirian Manajemen Komunitas Sasaran

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kemandirian manajemen
36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
komunitas sasaran * usia
kemandirian manajemen
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
tanggungan
kemandirian manajemen
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pendidikan
kemandirian manajemen
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pengalaman usaha
kemandirian manajemen
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
kapasitas usaha
kemandirian manajemen
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pendapatan usaha lain
kemandirian manajemen
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pengajuan pinjaman
kemandirian manajemen
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
jumlah tenaga kerja

kemandirian manajemen komunitas sasaran * usia

Crosstab

Count
usia
20 - 29 th 30 - 39 th 40 - 49 th > 50 th Total
kemandirian manajemen belum berhasil 7 16 8 4 35
komunitas sasaran berhasil 0 1 0 0 1
Total 7 17 8 4 36
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1,150a 3 ,765
Likelihood Ratio 1,533 3 ,675
Linear-by-Linear
,078 1 ,780
Association
N of Valid Cases 36
a. 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,11.

kemandirian manajemen komunitas sasaran * tanggungan

Crosstab

Count
tanggungan
rendah (0 - sedang (4 tinggi (> 7
3 orang) - 7 orang) orang) Total
kemandirian manajemen belum berhasil 14 20 1 35
komunitas sasaran berhasil 1 0 0 1
Total 15 20 1 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1,440a 2 ,487
Likelihood Ratio 1,791 2 ,408
Linear-by-Linear
1,274 1 ,259
Association
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,03.
kemandirian manajemen komunitas sasaran * pendidikan
Crosstab

Count
pendidikan
sedang (TT
rendah (TS - SMP - Tamat tinggi (TT SMA
tamat SD) SMP) - Tamat SMA) Total
kemandirian manajemen belum berhasil 23 9 3 35
komunitas sasaran berhasil 0 0 1 1
Total 23 9 4 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 8,229a 2 ,016
Likelihood Ratio 4,640 2 ,098
Linear-by-Linear
4,951 1 ,026
Association
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,11.

kemandirian manajemen komunitas sasaran * pengalaman


usaha

Crosstab

Count
pengalaman usaha
<= 5 th 6 - 10 th 11 - 15 th > 15 th Total
kemandirian manajemen belum berhasil 9 6 7 13 35
komunitas sasaran berhasil 0 1 0 0 1
Total 9 7 7 13 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 4,261a 3 ,235
Likelihood Ratio 3,397 3 ,334
Linear-by-Linear
,308 1 ,579
Association
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,19.
kemandirian manajemen komunitas sasaran * kapasitas
usaha
Crosstab

Count
kapasitas usaha
rendah (< tinggi (>=
30 kg) 30 kg) Total
kemandirian manajemen belum berhasil 14 21 35
komunitas sasaran berhasil 1 0 1
Total 15 21 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,440b 1 ,230
Continuity Correctiona ,029 1 ,864
Likelihood Ratio 1,791 1 ,181
Fisher's Exact Test ,417 ,417
Linear-by-Linear
1,400 1 ,237
Association
N of Valid Cases 36
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
,42.

kemandirian manajemen komunitas sasaran * pendapatan


usaha lain

Crosstab

Count
pendapatan usaha lain
Rp 10.001 -
0 - Rp 10.000 Rp 30.000 > Rp 30.000 Total
kemandirian manajemen belum berhasil 18 10 7 35
komunitas sasaran berhasil 0 1 0 1
Total 18 11 7 36
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2,338a 2 ,311
Likelihood Ratio 2,437 2 ,296
Linear-by-Linear
,155 1 ,693
Association
N of Valid Cases 36
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,19.

kemandirian manajemen komunitas sasaran * pengajuan


pinjaman

Crosstab

Count
pengajuan pinjaman
1 2 3 Total
kemandirian manajemen belum berhasil 19 10 6 35
komunitas sasaran berhasil 0 1 0 1
Total 19 11 6 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2,338a 2 ,311
Likelihood Ratio 2,437 2 ,296
Linear-by-Linear
,231 1 ,631
Association
N of Valid Cases 36
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,17.
kemandirian manajemen komunitas sasaran * jumlah
tenaga kerja

Crosstab

Count
jumlah tenaga kerja
0 1 2 3 Total
kemandirian manajemen belum berhasil 10 11 6 8 35
komunitas sasaran berhasil 0 0 1 0 1
Total 10 11 7 8 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 4,261a 3 ,235
Likelihood Ratio 3,397 3 ,334
Linear-by-Linear
,332 1 ,565
Association
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,19.
Lampiran 3. Output Tabulasi Silang Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Persepsi Indikator Kemandirian Intelektual Komunitas Sasaran

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kemandirian intelektual
36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
komunitas sasaran * usia
kemandirian intelektual
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
tanggungan
kemandirian intelektual
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pendidikan
kemandirian intelektual
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pengalaman usaha
kemandirian intelektual
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
kapasitas usaha
kemandirian intelektual
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pendapatan usaha lain
kemandirian intelektual
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
pengajuan pinjaman
kemandirian intelektual
komunitas sasaran * 36 100,0% 0 ,0% 36 100,0%
jumlah tenaga kerja

kemandirian intelektual komunitas sasaran * usia

Crosstab

Count
usia
20 - 29 th 30 - 39 th 40 - 49 th > 50 th Total
kemandirian intelektual belum berhasil 3 6 1 2 12
komunitas sasaran berhasil 4 11 7 2 24
Total 7 17 8 4 36
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2,378a 3 ,498
Likelihood Ratio 2,620 3 ,454
Linear-by-Linear
,152 1 ,696
Association
N of Valid Cases 36
a. 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1,33.

kemandirian intelektual komunitas sasaran * tanggungan

Crosstab

Count
tanggungan
rendah (0 - sedang (4 tinggi (> 7
3 orang) - 7 orang) orang) Total
kemandirian intelektual belum berhasil 3 8 1 12
komunitas sasaran berhasil 12 12 0 24
Total 15 20 1 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 3,600a 2 ,165
Likelihood Ratio 3,896 2 ,143
Linear-by-Linear
2,947 1 ,086
Association
N of Valid Cases 36
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,33.
kemandirian intelektual komunitas sasaran * pendidikan
Crosstab

Count
pendidikan
sedang (TT
rendah (TS - SMP - Tamat tinggi (TT SMA
tamat SD) SMP) - Tamat SMA) Total
kemandirian intelektual belum berhasil 8 3 1 12
komunitas sasaran berhasil 15 6 3 24
Total 23 9 4 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square ,147a 2 ,929
Likelihood Ratio ,153 2 ,926
Linear-by-Linear
,115 1 ,735
Association
N of Valid Cases 36
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1,33.

kemandirian intelektual komunitas sasaran * pengalaman


usaha

Crosstab

Count
pengalaman usaha
<= 5 th 6 - 10 th 11 - 15 th > 15 th Total
kemandirian intelektual belum berhasil 4 2 3 3 12
komunitas sasaran berhasil 5 5 4 10 24
Total 9 7 7 13 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1,473a 3 ,689
Likelihood Ratio 1,482 3 ,686
Linear-by-Linear
,757 1 ,384
Association
N of Valid Cases 36
a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 2,33.
kemandirian intelektual komunitas sasaran * kapasitas
usaha

Crosstab

Count
kapasitas usaha
rendah (< tinggi (>=
30 kg) 30 kg) Total
kemandirian intelektual belum berhasil 4 8 12
komunitas sasaran berhasil 11 13 24
Total 15 21 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,514b 1 ,473
Continuity Correctiona ,129 1 ,720
Likelihood Ratio ,521 1 ,470
Fisher's Exact Test ,721 ,363
Linear-by-Linear
,500 1 ,480
Association
N of Valid Cases 36
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,00.

kemandirian intelektual komunitas sasaran * pendapatan


usaha lain

Crosstab

Count
pendapatan usaha lain
Rp 10.001 -
0 - Rp 10.000 Rp 30.000 > Rp 30.000 Total
kemandirian intelektual belum berhasil 6 3 3 12
komunitas sasaran berhasil 12 8 4 24
Total 18 11 7 36
Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square ,468a 2 ,792
Likelihood Ratio ,463 2 ,793
Linear-by-Linear
,090 1 ,764
Association
N of Valid Cases 36
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 2,33.

kemandirian intelektual komunitas sasaran * pengajuan


pinjaman

Crosstab

Count
pengajuan pinjaman
1 2 3 Total
kemandirian intelektual belum berhasil 7 3 2 12
komunitas sasaran berhasil 12 8 4 24
Total 19 11 6 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square ,287a 2 ,866
Likelihood Ratio ,292 2 ,864
Linear-by-Linear
,096 1 ,757
Association
N of Valid Cases 36
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 2,00.
kemandirian intelektual komunitas sasaran * jumlah tenaga
kerja

Crosstab

Count
jumlah tenaga kerja
0 1 2 3 Total
kemandirian intelektual belum berhasil 4 3 2 3 12
komunitas sasaran berhasil 6 8 5 5 24
Total 10 11 7 8 36

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square ,516a 3 ,915
Likelihood Ratio ,517 3 ,915
Linear-by-Linear
,011 1 ,917
Association
N of Valid Cases 36
a. 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 2,33.
Lampiran 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Pendapatan

Masyarakat

Dependent Variable: DY
Method: Least Squares
Date: 03/23/08 Time: 11:15
Sample: 1 36
Included observations: 36
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -21431.90 995.9942 -21.51810 0.0000
M -0.000886 0.000435 -2.038194 0.0501
TK -0.022475 0.048773 -0.460810 0.6482
PL 0.978762 0.018011 54.34125 0.0000
PT 0.989552 0.010036 98.59588 0.0000
R-squared 0.998049 Mean dependent var 59451.82
Adjusted R-squared 0.997798 S.D. dependent var 61562.96
S.E. of regression 2889.161 Akaike info criterion 18.90357
Sum squared resid 2.59E+08 Schwarz criterion 19.12350
Log likelihood -335.2642 F-statistic 3965.112
Durbin-Watson stat 1.877251 Prob(F-statistic) 0.000000

Substituted Coefficients:
=====================
DY = -21431.90291 - 0.0008858996419*M - 0.02247526657*TK + 0.9787617743*PL +
0.9895524734*PT

Correlation matrix
M TK PL PT
M 1 0.0980495510682 0.137979491274 0.161267641222
TK 0.0980495510682 1 0.181594704869 0.273023253296
PL 0.137979491274 0.181594704869 1 0.171219080581
PT 0.161267641222 0.273023253296 0.171219080581 1

Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 1.081700 0.404929
Probability
Obs*R-squared 8.737675 0.364906
Probability

Anda mungkin juga menyukai