Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Nyeri Merupakan alasan paling umum seseorang mencari bantuan perawatatan


kesehatan.Nyeri terjadi bersaman penyakit ,pemeriksaan diagnostic,dan proses
pengobatan. Nyeri sangant mengganggu dan menyulitkan banyak orang .Perawat tidak
bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien,karena nyeri bersifat subyektif
(antara atu individu dengan individu lain) berbeda dalam menyikapi nyeri.Perawat
memberikan asuhan keperawatan kepada klien diberbagai situasi dan keadaan,yang
memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori
keperawatan,kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan
pemberian asuhan keperawatan.Pernyataan tersebut didukung oleh kolkaba yang
menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia

Menurut International Association for The Study of Pain (IASP), (1979, dalam Price dan
Wilson, 2005), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional
yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial, atau yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan. Menurut McCaffery dan Pasero (1999
dalam Wong. et al, 2008) nyeri adalah apapun yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya,
mencakup ungkapan verbal maupun nonverbal. Sherrington (dalam Ganong, 2008), menyebut
nyeri sebagai aspek pelengkap fisik dari refleks protektif mutlak yang bersifat unik yaitu nyeri
memiliki efek yang tidak menyenangkan. Rasa nyeri merupakan akibat serangkaian langkah
kompleks yang berasal dari lokasi cedera meneuju otak yang menafsirkan stimulus sebagai rasa
nyeri (Kowalak, Welsh dan Mayer, 2011). Rasa sakit didefinisikan sebagai sebuah pengalaman
indrawi dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan aktual atau kerusakan
jaringan potensial, atau yang dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut (American Academy
Pediatric, 2012).
2

Menurut International Association for the Studi of Pain (IASP), penyebab nyeri pada
tidak hanya dari penyakit yang mengancam jiwa seperti kanker, tetapi juga
cidera,operasi,luka bakar,infeksi dan efek kekerasan. Anak-anak ,dewasa juga
mengalami nyeri dari banyak prosedur dan penyelidikan yang digunakan oleh dokter dan
perawat untuk menyelidiki dan mengobati penyakit (Finley, 2005). Respon perilaku
pada tingkat usia terhadap rasa nyeri sama mimic wajah,perubahan nada suara dan
aktivitas,serta menangis , menunjukan sikap menjauh dari stimulus nyeri dan berbagai
perilaku.

Penatalaksanaan nyeri (Manajemen Nyeri merupakan suatu system /proses


pengelolaan nyeri yang dilaksanakan diRumah Sakit. Yang lebih sering berinteraksi
dengan pasien adalah perawat. Sehingga dibutuhkan peran perawat sebagai ujung
tombak dalam perawatan pasien. Peran perawat dalam pemberi perawatan primer pada
penanganan nyeri yaitu untuk mengidentifikasi, mengurangi mengobati penyebab nyeri
dan memberikan obat-obatan untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya
berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lain tetapi juga memberikan asuhan
keperawatan dari mulai pengkajian, analisa intervensi, dalam penanganan nyeri,
mengevaluasi efektivitas intervensi dan bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi
tidak efektif (Smetlzer dan Bare, 2002).
Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat penting untuk
management nyeri yang efektif dan berkualitas dalam perawatan pasien (Patricia 2010).
Pada pengkajian nyeri anak berbeda dengan pengkajian nyeri pada orang dewasa, pada
pengkajian nyeri anak perawat harus mengkaji dari respon verbal dan non verbal. Salah
satu pendekatan yang digunakan adalah QUESTT: Question the child (Bertanya pada
anak mengenai rasa nyeri yang dialami), Use pain rating scale (menggunakan skala
peringkat rasa nyeri yang sesuai dengan umur dan kemampuan anak, misal dengan
menggunakan skala wajah), Evaluate behavior and physiologic changes (mengevaluasi
perubahan tingkah laku dan fisiologis seperti: menangis keras atau menjerit, memukul
dengan tangan atau kaki), Secure parent`s involvement (melibatkan orang tua untuk
mengamati 3 reaksi anak dalam menghadapi nyeri), Take cause of pain into account
(menentukan dan mencatat penyebab rasa nyeri), Take action and evaluate results
(mengambil tindak dan mengevaluasi hasilnya, mengambil tindakan yaitu dengan
3

menggunakan obat/ tanpa obat, sedangkan untuk mengevaluasi dapat dilakukan secara
verbal dan non verbal) (Wong, 2003).

1.2Rumusan Masalah
Dari uraian penjelasan latar belakang diatas didapat rumusan masalah yaitu
“Bagaimanakah manajemen nyeri yang harus diterapkan di Pelayanan Kesehatan?”.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum penulisan makalah ini untuk menggambarkan manajemen nyeri yang harus
di terapkan

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mahasiswa mampu mengetahui definisi Nyeri

1.3.2.2 Mahasiswa mampu mengklasifikasi Nyeri


1.3.2.3 Mahasiswa mampu mengenal Komponen-komponen nyeri
1.3.2.4 Mahasiswa mampu Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan Fisiologi Nyeri
1.3.2.6 Mahasiswa mampu menggambarkan Fatofisiologi Nyeri
1.3.2.7 Mahasiswa mengetahui dan mengenal Teori Pengontrolan Nyeri
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menerapkan Penilaian Intensitas Nyeri
1.3.2.9 Mahasiswa mampu Menerapkan Penatalaksanaan ( Manajemen Nyeri)
4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Nyeri

Menurut International Association for The Study of Pain (IASP), (1979, dalam Price dan
Wilson, 2005), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional
yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial, atau yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan. Menurut McCaffery dan Pasero (1999
dalam Wong. et al, 2008) nyeri adalah apapun yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya,
mencakup ungkapan verbal maupun nonverbal. Sherrington (dalam Ganong, 2008), menyebut
nyeri sebagai aspek pelengkap fisik dari refleks protektif mutlak yang bersifat unik yaitu nyeri
memiliki efek yang tidak menyenangkan. Rasa nyeri merupakan akibat serangkaian langkah
kompleks yang berasal dari lokasi cedera meneuju otak yang menafsirkan stimulus sebagai rasa
nyeri (Kowalak, Welsh dan Mayer, 2011). Rasa sakit didefinisikan sebagai sebuah pengalaman
indrawi dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan aktual atau kerusakan
jaringan potensial, atau yang dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut (American Academy
Pediatric, 2012).
Nyeri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perasaan yang tidak
menyenangkan dalam berespon terhadap stimulus yang berbahaya.( Lynda juall
capernitto (Edisi 10 Hal 49).

Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang
muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan
sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.

2.2 Klasifikasi nyeri


1. Berdasarkan sumber nyeri:
a. Nyeri somatik luar Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan
dan membran mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan
terlokalisasi
5

b. Nyeri somatik dalam Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan
baik akibat rangsangan pada otot rangka ,tulang,sendi,jaringan ikat.
c. Nyeri viseral Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang
menutupinya (pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi
lagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih
viseral dan nyeri alih parietal
2. Berdasarkan Jenis nyeri :
a. Nyeri nosiseptif Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral.
Stimulasi nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung
saraf sensoris dan simpatik.
b. Nyeri neurogenik Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi
primer pada sistem saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat
saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf
perifer.
c. Nyeri psikogenik Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya
cemas dan depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.

3. Berdasarkan timbulnya nyeri :


1. Nyeri akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini ditandai
dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti : takikardi, hipertensi, hiperdosis,
pucat dan midriasis dan perubahan wajah : menyeringai atau menangis Bentuk
nyeri akut dapat berupa: 1. Nyeri somatik luar : nyeri tajam di kulit, subkutis dan
mukosa 2. Nyeri somatik dalam : nyeri tumpul pada otot rangka, sendi dan
jaringan ikat 3. Nyeri viseral : nyeri akibat disfungsi organ visceral
2. Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda2 aktivitas otonom
kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap bertahan
sesudah penyembuhan luka (penyakit/operasi) atau awalnya berupa nyeri akut
lalu menetap sampai melebihi 3 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh : 1. kanker
6

akibat tekanan atau rusaknya serabut saraf 2. non kanker akibat trauma, proses
degenerasi dll.

2.3 Tanda dan Gejala :


Gangguam tidur ,posisi menghindari nyeri,.Gerakan menghindari nyeri,.Pucat
.Perubahan nafsu makan
2.4 Faktor yang mempengaruhi Nyeri
Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi nyeri antara lain: 1) usia, 2) jenis kelamin 3) kebudayaan, 4) makna
nyeri, 5) perhatian, 6) ansietas, 7) keletihan, 8) pengalaman sebelumnya, 9) gaya
koping, 10) dukungan keluarga dan sosial. Harkreader, Hogan, dan Thobaben (2007),
menjelaskan faktor-faktor yang memepengaruhi nyeri antara lain: 1) faktor semasa
hidup, 2) faktor fisiologis, 3) faktor budaya dan gaya hidup, 4) faktor religius, 5) faktor
sosial dan lingkungan. Menurut Bowder & Greenberg (2010), nyeri pada anak
dipengaruhi oleh 1) pengalaman nyeri, 2) karakteristik anak seperti usia, tingkat kognitif,
perangai, jenis kelamin, etnis dan latar belakang budaya, 3) keberadaan orang tua, 4)
pengaruh keberadaan petugas kesehatan.
2.5 Komponen-Komponen Nyeri
Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga)
komponen fisiologis berikut ini:
-    Resepsi        : proses perjalanan nyeri
- Persepsi       : kesadaran seseorang terhadap nyeri
-  Reaksi         : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan
  Nyeri
 Respon terhadap nyeri
Potter dan Perry (2005), menjelaskan bahwa respon yang muncul akibat nyeri

terbagi dua, yaitu respon fisiologis dan respon perilaku.

a. Respon Fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan

talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon nyeri
7

(Potter dan Perry, 2005). Respon fisiologis yang mengindikasikan nyeri, antara lain

adalah kulit kemerahan, peningkatan keringat, tekanan darah, nadi, dan pernafasan,

gelisah, dan dilatasi pupil (Wong. et al, 2008).

b. Respon Perilaku

Pada saat nyeri dirasakan pada saat itu mulai suatu siklus yang apabila tidak

diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya dapat mengubah kualitas

kehidupan secara bermakna (Potter dan Perry, 2005). Perubahan perilaku merupakan

indikator umum nyeri dan sangat bermanfaat dalam mengkaji nyeri pada anak-anak

nonverbal. Respon prilaku pada bayi muda ditunjukkan dengan respon umum

terhadap rigiditas atau memukul-mukul, kemungkinan refleks lokal menarik diri dari

area yang terstimulasi, menangis dengan keras, ekspresi pada wajah (alis menurun

dan berkerut bersamaan, mata tertutup rapat, dan mulut terbuka serta membentuk

bujur sangkar). Pada bayi yang lebih tua menunjukkan respon tubuh terlokalisasi

dengan secara sengaja menarik diri dari area yang terstimulasi, menangis dengan

keras, ekspresi wajah menunjukkan nyeri, resistensi fisik (terutama mendorong

stimulus menjauh setelah terjadi nyeri) (Wong. et al, 2008).

2.6 Fisiologis Nyeri


Saraf yang dapat mendeteksi nyeri tersebut dinamakan nociception. Nociception
termasuk menyampaikan informasi perifer dari reseptor khusus pada jaringan
(nociseptors) kepada struktur sentral pada otak.
Sistem nyeri mempunyai beberapa komponen :
a. Reseptor khusus yang disebut nociceptors, pada sistem saraf perifer, mendeteksi
menyaring intensitas dan tipe stimulus noxious.
b.Saraf aferen primer (saraf A-delta dan C) mentransmisikan stimulus noxious ke
CNS ( Central Nervous System).
8

c. Kornu dorsalis medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan antara serat

aferen primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara lokal

eksitasi dan inhibitor interneuron dan traktus desenden inhibitor dari otak.

d. Traktus asending nosiseptik (antara lain traktus spinothalamikus lateralis dan


ventralis) menyampaikan signal kepada area yang lebih tinggi pada thalamus.
e. Traktus thalamo-kortikalis yang menghubungkan thalamus sebagai pusat relay
sensibilitas ke korteks cerebralis pada girus post sentralis. Keterlibatan area yang
lebih tinggi pada perasaan nyeri, komponen afektif nyeri, ingatan tentang nyeri dan
nyeri yang dihubungkan dengan respon motoris (termasuk withdrawl respon).
f. Sistem inhibitor desenden mengubah impuls nosiseptik yang dating pada level
medulla spinalis.
2.7 Fatofisiologi nyeri

Gambar. Lintasan sensibilitas


9

Ada 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsi yaitu:


1. Tranduksi
Adalah perubahan rangsang nyeri (noxious stimuli) menjadi aktifitas listrik pada
ujung- ujung saraf sensoris. Zat-zat algesik seperti prostaglandin, serotonin,
bradikinin, leukotrien, substans P, potassium, histamin, asam laktat, dan lain-lain akan
mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri.

2. Transmisi
Adalah proses perambatan impuls nyeri melalui A-delta dan C serabut yang menyusul
proses tranduksi. Oleh serat afferent A-delta dan C impuls nyeri diteruskan ke sentral,
yaitu ke medulla spinalis, ke sel neuron di kornua dorsalis..
10

3. Modulasi
Merupakan interaksi antara sistem analgesik endogen (endorfin, NA, 5HT) dengan
input nyeri yang masuk ke kornu posterior. Impuls nyeri yang diteruskan oleh serat-
serat A-delta dan C ke sel-sel neuron nosisepsi di kornua dorsalis medulla spinalis
tidak semuanya diteruskan ke sentral lewat traktus spinotalamikus. Didaerah ini akan
terjadi interaksi antara impuls yang masuk dengan sistem inhibisi, baik sistem inhibisi
endogen maupun sistem inhibisi eksogen. Tergantung mana yang lebih dominan. Bila
impuls yang masuk lebih dominan, maka penderita akan merasakan sensibel nyeri.
Sedangkan bila efek sistem inhibisi yang lebih kuat, maka penderita tidak akan
merasakan sensibel nyeri.
4. Persepsi
Impuls yang diteruskan ke kortex sensorik akan mengalami proses yang sangat
kompleks, termasuk proses interpretasi dan persepsi yang akhirnya menghasilkan
sensibel nyeri.
2.8 Teori Pengontrolan Nyeri

Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana


n o s i r e s e p t o r dapat me n g h a s i l k a n r a n g s a n g n y e r i . S a m p a i s a a t
ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri
dianggap paling relepan (Tamsurri, 2007).
T e o r i gate control dari Melzack dan Gall 1965) mengusulkan bahwa impuls
nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan
saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan
tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan
serabut kontrol desenden dari otak  mengatur proses pertahanan. Neuron
delta - A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat
mekanoreseptor , n e u r o n beta-A yang lebih tebal,
yang lebih cepat m e l e p a s k a n neurotransmiter penghambat.
11

Apabila masukan masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan
menutup mekanisme pertahanan. diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat
seorang perawat menggosok punggung k l i e n d e n g a n l e m b u t . Pesan yang
d i h a s i l k a n a k a n m e n s t i m u l a s i mekanoreseptor , a p a b i l a masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut , maka akan
membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsian sensasi nyeri. bahkan jika
impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang
memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat
e n d o g e n , s e p e r t i endorphin d a n dinorfin, s u a t u  pembunuh nyeri
alami yang berasal dari tubuh Neuromedulator   i n i m e n u t u p m e k a n i s m e
p e r t a h a n a n d e n g a n m e n g h a m b a t p e l e p a s a n substansi P. Tehnik
distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya
untuk melepaskan endofrin (Potter, 2005).
2.9 Penilaian Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh
dua orang yang berbeda.

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :


1)    Skala intensitas nyeri deskritif
2)    Skala identitas nyeri numerik
3)   Skala analog visual
4)   Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :

0       : Tidak nyeri

1-3   : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan

  baik.

4-6    : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,

  dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,


12

dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9      : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

  perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

  lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

  dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.

10        : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

  berkomunikasi, memukul.

A. Uni dimensional

1. Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat


nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau
skala reda nyeri (Gambar 2). Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode
pascabedah

2. Visual Analog Scale (VAS)


Skala analog visual (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri.Skala
linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin di- alami seorang
pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada
tiap sentimeter.
13

3. (Numeric Rating Scale (NRS)

Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin,

dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut

4. Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka

B.Multi dimensional
Mengukur intensitas dan afektif (un- pleasantness) nyeri Diaplikasikan untuk
nyeri kronis Dapat dipakai untuk outcome assessment klinis Skala multi-
dimensional :
14

1. McGill Pain Questionnaire (MPQ)


Terdiri dari empat bagian : (1) gambar nyeri, (2 indeks nyeri (PRI), ( 3) pertanyaan
Pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya; dan (4) indeks intensitas nyeri
yang dialami saat ini. PRI terdiri dari 78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam 20
kelompok. Setiap set mengandung sekit 6 kata yang menggambarkan kualitas nyeri
yang makin meningkat. - -
 Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan kualitas sensorik nyeri
(misalnya,
waktu/temporal, lokasi/spatial, suhu/thermal).
 Kelompok11 sampai 15 menggambarkan kualitas efektif nyeri (misalnya stres,
takut, sifat-sifat otonom).
 Kelompok 16 menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17 sampai 20
untuk keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata spesifik untuk kondisi
tertentu.
2. Penilaian menggunakan angka diberikan untuk setiap kata sifat dan kemudian
dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan pilihan kata pasien maka akan
diperoleh angka total
3. The Brief Pain Inventory (BPI)
Adalah kuesioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri. Awalnya digunakan
untuk mengassess nyeri kanker, namun sudah divalidasi juga untuk assessment
nyeri kronik.
4. Memorial Pain Assessment Card Merupakan instrumen yang cukup valid untuk
evaluasi efektivitas dan pengobatan nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4
komponen penilaian tentang nyeri meliputi intensitas nyeri, deskripsi nyeri,
pengurangan nyeri dan mood.
15

Memorial Pain Assesment Card

5. Untuk pasien bayi 0-1 tahun, digunakan skala NIPS (Neonatal Infant Pain
Scale)  
NIPS dirancang untuk mengukur nyeri pada bayi prematur dan bayi cukup

bulan hingga usia 6 minggu setelah lahir. Alat ini menilai ekspresi wajah, tangisan,

pola pernafasan, posisi kaki dan tangan, dan kepekaan terhadap rangsang.

Kisaran nilai untuk 0 = tidak ada nyeri dan 7 = nyeri terberat (Ball dan Bindler,

2008).

Karakteristik Kriteria Skor

Ekspresi wajah 1. Wajah tenang dengan eksprei natural


0 = otot relaks; 1 = meringis 2. Otot-otot wajah kaku dan dahi, dagu,
rahang berkerut
Tangisan 1. Tenang, tidak menangis
0 = tidak menangis; 1 = merengek; 2 = tangisan 2. mengerang ringan
kuat 3. menjerit keras, meningkat, melengking
dan terus-menerus
Pola pernapasan 1. Pola pernafasan biasa
0 = relak; 1 = perubahan pernafasan 2. perubahan dalam menarik napas, tidak
teratur, lebih cepat dari biasanya
tersedak atau menahan napas
Tangan 1) Relaks
0 = relak; 1 = fleksi/ ekstensi 2) tegang, lengan lurus, kaku, atau
ekstensi dan/ atau fleksi
Kaki 1. Relak
0 = relaks 2. Tegang, kaki lurus, kaku, atau ekstensi
1 = fleksi/ ekstensi dan/ atau fleksi
Kepekaan terhadap rangsang 3. Tenang, tidur
0 = tidur/ bangun; 1 = rewel 4. Gelisah/ meronta-ronta

Tabel 2.1 Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)


Sumber: Lawrence J. et al. (1993, dalam Ball dan Bindler, 2008).
16

2.10 Penatalaksaan nyeri

 Terapi Multimodal
o Modalitas fisik
Latihan fisik, pijatan, vibrasi, stimulasi kutan (TENS), tusuk jarum, perbaikan
posisi, imobilisasi, dan mengubah pola hidup.
o . Modalitas kognitif-behavioral

Relaksasi, distraksi kognitif, mendidik pasiern, dan pendekatan spiritual.

o Modalitas Invasif

Pendekatan radioterapi, pembedahan, dan tindakan blok saraf.

o Modalitas Psikoterapi
Dilakukan secara terstruktur dan terencana, khususnya bagi merreka yang
mengalami depresi dan berpikir ke arah bunuh diri
o Modalitas Farmakoterapi
Mengikuti ”WHO Three-Step Analgesic Ladder”
 Cara untuk mengurangi nyeri adalah :
1.Teknik Relaksasi

 Menganjurkan pasien untuk menarik napas


 Mengisi paru-paru senang udara, menghembuskannya secara perlahan,

melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut dan punggung.

 Mengulangi hal yang sama sambil berkonsentrasi hingga didapat rasa nyaman,

tenang dan rileks

 Stimulasi Kulit
 Teknik pemijatan atau pengurutan secara halus pada bagian yang dirasa nyeri,
17

dengan cara mengurut secara melingkar di sekitar area luka yang dirasa nyeri
dengan sentuhan lembut

 Menggosok punggung
 Mengompres dengan menggunakan air hangat dan dingin
 Memijat dengan air mengalir

2.Terapi Pengalihan 

 Dengan cara mengalihkan fokus bukan pada rasa nyeri, melainkan pada fokus yang
lain
 Menonton TV
 Berbincang-bincang dengan orang lain
 Mendengarkan musik

3. Terapi Non Farmakologi

 Hypnosis

 Terapi Bermain

4.Terapi Farmakologi
Untuk nyeri yang sangat berat dapat digunakan terapi farmakologi yaitu dengan
pemberian obat anti nyeri atau analgetik.
18

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

NYERI

Proses keperawatan (ASKEP) adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji


respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang
bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut.

3.1   Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan.
 Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, 
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan   fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
 Anamnese
- Identitas penderita : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
- Keluhan Utama / Alasan masuk rumah sakit
 Nyeri Akut :
- Mengkaji perasaan klien,
- Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
- MenetapMengkaji keparahan dan kualitas nyeri

 Nyeri Kronis
- Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif,selain itu
terdapat komponen yang harus diperhatikan dalam memulai mengkaji respon
nyeri yang dialami pasen untuk penentu ada tidaknya nyeri
 Riwayat Penyakit Sekarang
19

Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P, Q ,R,S.T Yaitu :


P (Provoking/Paliatif)
1.   Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri ,terasa setelah kelelahan,udara dingin
dan saat gerak
2.   Apa saja yang dapat mengurangi & memperberat nyeri itu?
3.   Kejadian awal apakah yang Anda lakukan sewaktu gangguan pertama kali dirasakan?
4.   Apakah yang menyebabkan nyeri?
5.   Posisinya bagaimana?
6.   Aktivitas tertentu yang Anda lakukan?
7.   Penjelasan lebih lanjut?
8.   Untuk gangguan psikologis: Apakah nyeri terasa sewaktu Anda merasa tidak
beraktivitas?
9.  Apakah yang menghilangkan gangguan?
10. Apakah yang memperburuk gejala?

Q (Quality & Quantity / Kualitas & Kuantitas)


1   Bagaimana gangguan dirasakan, nampak / terdengar?
2    Sejauh mana Anda merasakan sekarang?
3   Kualitas nyeri seperti ditusuk tusuk,dipukul pukul,?
5  Kuantitas?
6   Sejauh mana gangguan dirasakan sekarang. Sangat dirasakan hingga tidak bisa
Melakukan aktivitas
7 Lebih parah atau lebih ringan dari yang dirasakan sebelumnya?

R (Regional/Area/Radiasi)
1.  Lokasi nyeri meliputi nyeri abdomen,kuadran bawah,luka post operasi,
2.  Apakah nyerinya menyebar?
3.  Apakah merambat pada punggung atau lengan, merambat pada leher atau kaki?

S (Severity/Skala Keparahan)
20

·      Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala, skala nyeri ringan, sesdang , atau
berat ( sangat nyeri ).
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien, adalah:
1.  Respiratory : bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
2.  Sirkulasi : tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
3.  Persarafan : tingkat kesadaran.
4.  Balutan :
- Apakah ada tube, drainage ?
- Apakah ada tanda-tanda infeksi?
- Bagaimana penyembuhan luka ?
5.   Peralatan :
- Monitor yang terpasang.
- Cairan infus atau transfusi.
6.   Rasa nyaman : rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
7.   Psikologis : kecemasan, suasana hati setelah operasi.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi
insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita nyeri atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
 Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
 Pemeriksaan Fisik
o Status Kesehatan Umum
           Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
21

tanda – tanda vital.


·        - Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
·      -    Sistem Integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan suhu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
 Penatalaksanaan Perawatan
•   Assesment
Pengkajian ini meliputi obyektif dan subyektif.
1.    Data subyektif meliputi :
Nyeri yang sangat pada daerah perut.
2.    Data obyektif meliputi :
Napas dangkal, tensi turun , nadi lebih cepat ,abdomen tegang ,defense
muskuler positif ,berkeringat , bunyi usus hilang , pekak hati hilang

 3.2 Diagnosa Keperawatan


1.   Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
2.   Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
3.   Gangguan pola tidur b.d ketidak nyamanan fisik
5.   Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
6.   Defisit perawatan diri b.d gangguan mobilitas fisik
7.   Ansietas b. krisis situasional.
disebabkan oleh nyeri persendian.
9.   Cemas akibat ancaman peningkatan nyeri.

3.3    Perencanaan (Intervensi Keperawatan)


22

Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas,


diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi
dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
1.   Kaji nyeri klien & karakteristiknya tiap 2 jam dan 30 menit setelah manajemen nyeri.
2.   Hindari faktor yang menimbulkan nyeri (seperti: bladder penuh, posisi yang tidak \
nyaman, lingkungan yang tidak mendukung, bising, isolasi sosial).
3.   Ajak klien untuk menentukan teknik mana yang dipilih.
4.   Memodifikasi stimulus nyeri (Manajemen nyeri).
5.   Bantu dalam pemberian analgesik dan obat-obat tambahan / kombinasi.
6.   Rencanakan periode istirahat diantara aktivitas.
7.   Yakinkan ke klien bahwa ada banyak cara untuk mengurangi nyeri.
8.   Bantu klien napas dalam, relaksasi otot.
9.   Berikan kompres hangat / dingin.
10. Masase dengan perlahan area nyeri yang berlawanan.

Ø  Intervensi secara rinci :


1) Diagnosa no. 1 : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria Hasil : 
a)    Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
b)    Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi
. nyeri
c)    Pergerakan penderita bertambah luas.
d)    Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60
– 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Intervensi (Rencana Tindakan) Rasional
1.  Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi 1.  Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang
nyeri yang dialami pasien. dialami pasien.
2.  Jelaskan pada pasien tentang 2.  Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri
sebab-sebab timbulnya nyeri. yang terjadi akan mengurangi ketegangan
                               pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
23

3.  Ciptakan lingkungan yang tenang. 3.  Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan
akan memperberat rasa nyeri.
4.  Ajarkan teknik distraksi dan 4.   Teknik distraksi dan relaksasi dapat
relaksasi. mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5.  Atur posisi pasien senyaman 5.  Posisi yang nyaman akan membantu
mungkin sesuai keinginan pasien. memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
6.  Lakukan massase dan kompres 6.  Massase dapat meningkatkan vaskulerisasi
luka dengan BWC saat rawat luka. dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai
desinfektan yang dapat memberikan rasa
nyaman.
7.  Kolaborasi dengan dokter untuk 7.  Obat–obat analgesik dapat membantu
pemberian analgesik. mengurangi nyeri pasien.

2) Diagnosa no. 2 : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 
a)    Pergerakan pasien bertambah luas
b)    Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri,
berjalan )
c)    Rasa nyeri berkurang.
d)    Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan

Intervensi (Rencana Rasional


Tindakan)
1.  Kaji dan identifikasi tingkat 1.  Untuk mengetahui derajat  kekuatan otot-otot 
kekuatan otot pada kaki pasien. kaki pasien.
2.  Beri penjelasan tentang 2.  Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga
pentingnya melakukan aktivitas dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
untuk menjaga kadar gula darah
dalam keadaan normal.
3.  Anjurkan pasien untuk 3.  Untuk melatih otot – otot kaki
24

menggerakkan/mengangkat sehinggaberfungsi dengan baik.


ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
4.  Bantu pasien dalam memenuhi 4.  Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
kebutuhannya.
5.  Kerja sama dengan tim 5.  Analgesik dapat membantu mengurangi rasa
kesehatan lain : dokter nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien
(pemberian analgesik) dan melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
tenaga fisioterapi.

3) Diagnosa no. 3 : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang


penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 
a)    Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
b)    Emosi stabil, pasien tenang.
c)    Istirahat cukup.

Intervensi (Rencana Rasional


Tindakan)
1.  Kaji tingkat kecemasan yang 1.  Untuk menentukan tingkat kecemasan yang
dialami oleh pasien. dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.  Beri kesempatan pada pasien 2.  Dapat meringankan beban pikiran pasien.
untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
3.  Gunakan komunikasi 3.  Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-
terapeutik. pasien sehingga pasien kooperatif dalam
tindakan keperawatan.
4.  Beri informasi yang akurat 4.  Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan
tentang proses penyakit dan keikutsertaan pasien dalam melakukan
anjurkan pasien untuk ikut serta tindakan dapat mengurangi beban pikiran
25

dalam tindakan keperawatan. pasien.


5.  Berikan keyakinan pada pasien5.  Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan
bahwa perawat, dokter, dan tim membantu menurunkan kecemasan yang
kesehatan lain selalu berusaha dirasakan pasien.
memberikan pertolongan yang
terbaik dan seoptimal mungkin.
6.  Berikan kesempatan pada 6.  Pasien akan merasa lebih tenang bila ada
keluarga untuk mendampingi anggota keluarga yang menunggu.
pasien secara   bergantian.
7.  Ciptakan lingkungan yang 7.  Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat
tenang dan nyaman. membantu mengurangi rasa cemas pasien.

4) Diagnosa no.4 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
a)    Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
b)    Pasien tenang dan wajah segar.
c)    Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.

Intervensi (Rencana Tindakan)                      Rasional


1.  Ciptakan lingkungan yang 1.    Lingkungan yang nyaman dapat membantu
nyaman dan tenang. meningkatkan tidur/istirahat.
2.  Kaji tentang kebiasaan tidur 2.    Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
pasien di rumah. merupakan kebiasaan pasien ketika tidur
akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.  Kaji adanya faktor penyebab 3.    Mengetahui faktor penyebab gangguan pola
gangguan pola tidur yang lain tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
seperti cemas, efek obat-obatan
dan suasana ramai.
4.  Anjurkan pasien untuk 4.    Pengantar tidur akan memudahkan pasien
menggunakan pengantar tidur dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi
dan teknik  relaksasi. akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.  Kaji tanda-tanda kurangnya  5.    Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya
pemenuhan kebutuhan tidur kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola
26

pasien. tidur sehingga dapat diambil tindakan yang


tepat.

3.4  Pelaksanaan (Implementasi Keperawatan)


Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi  yang tepat dengan  selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis.
Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang
sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.

Ø  Tindakan keperawatannya meliputi :


a)    Kaji keadaan umum klien,PQRST,serta efek penggunaan pengobatan jagka panjang
b)    Bantu pasen mengidentifikasi tingkat nyeri
c)    Ajarkan pola istirahat tidur yang adequat
d)    Kolaborasi pemberian obat analgetik

3.5    Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Bentuk evaluasinya antara lain :

1. Menilai kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri.


2. Koping klien efektif.
3. Klien mampu melakukan ADL.

Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
27

 Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
 Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
 Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
1.    Tanda-nyeri berkurang yang meliputi :
–     Suhu tubuh normal
–     Nadi normal
–    Tekanan darah normal
2.  Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
3.  Pasien terbebas dari adanya komplikasi.
4.  Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.

Ø  Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien, meliputi;
1.  Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
2.  Luka insisi normal tanpa infeksi.
3.  Tidak timbul komplikasi.
4.  Pola eliminasi lancar.
5.  Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
6.  Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
7.  Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
–   Pengobatan lanjutan.
–   Jenis obat yang diberikan.
–   Diet.
–   Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.
28

Ø  Hasil yang diharapkan


- Pasien akan tetap merasa nyaman.
- Pasien akan tetap mempertahankan kesterilan lukanya.
-  Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Menurut International Association for The Study of Pain (IASP), (1979, dalam
Price dan Wilson, 2005), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual, potensial, atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian saat
terjadi kerusakan.
29

Penatalaksanaan nyeri (Manajemen Nyeri) merupakan suatu system


/proses pengelolaan nyeri yang dilaksanakan diRumah Sakit. Yang lebih sering
berinteraksi dengan pasien adalah perawat dalam pemenuhan kebutuhan
biopsikososiospiritual. Sehingga dibutuhkan peran perawat sebagai ujung tombak
dalam perawatan pasien. Peran perawat dalam pemberi perawatan primer pada
penanganan nyeri yaitu untuk mengidentifikasi, mengurangi mengobati penyebab
nyeri dan memberikan obat-obatan untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya
berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lain tetapi juga memberikan
asuhan keperawatan dari mulai pengkajian, analisa intervensi, dalam penanganan
nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi dan bertindak sebagai advokat pasien saat
intervensi tidak efektif (Smetlzer dan Bare, 2002).
4.2 Saran :

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bersifat membangun bagi


pembaca pada umumnya.dan kelompok menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna, Oleh Karena itu saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan
untuk menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S., (2007).  Sikap  Manusia,  Teori  dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Aziz.2006.Nursing Interventions Classification(NIC.) Solo : Mosby An AffiliateOfeselfer.

Asmadi,2008. Teknik Prosesdurak Keperawatan : konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar


Klien,Jakarta,Salemba,Medika
30

Herlman,T.Heather.2012.NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014.Jakarta :EGC

Herlman,Theather.2012,dkk.2015.NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2015-2017.Jakarta:EGC.

Wartonah.2006. Kebutuhan dasar mausia dan proses keperawatan.jakarta: Salemba,Medika.

Muhammad,Wahid Iqbal dkk.2007 Buku Ajar Kebutuhan Dasar Mannusia .Jakata:EGC.

Team KDKK I.2012.KetrampilanDasar Dalam Kperawatan I.Yogyakarta:STIKES


A YANI.

 
31
32

 
).

 
33
34

Anda mungkin juga menyukai