Disusun Oleh:
YOGYAKARTA
2020
EVALUASI TABLET SALUT
A. TUJUAN
Mahasiswa diharapkan dapat memahami macam-macam evaluasi tablet
B. DASAR TEORI
Tablet adalah sediaan pada kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu
jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan
dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelican, zat
pembasah atau zat lain yang cocok (Ditjen POM, 1979).
Waktu hancur sediaan tablet sangat berpengaruh dalam biofarmasi dari obat.
Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran cerna,
maka tablet harus hancur dan melepaskannya ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan
(Ansel, 1989).
Waktu hancur dipengaruhi oleh penghancur (jenis dan jumlahnya) dan
banyaknya pengikat.Selain itu, tablet juga harus memiliki kekerasan yang cukup serta
keregasan yang sesuai dengan persyaratan yang ada, karena semakin kecil persentase
kehilangan bobot dari suatu tablet maka semakin baik efek terapi yang di berikan oleh
sediaan obat tersebut terhadap tubuh. Dengan kata lain kekerasan, keregasan, dan
waktu hancur dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat dalam tubuh.
Tablet terdapat dalam berbagai ragam bentuk, ukuran, bobot, kekerasan,
ketebalan, sifat disolusi dan disintegrasi dan dalam aspek lain, tergantung pada
penggunaan yang dimaksudkan dan metode pembuatannya. Tablet biasanya berbentuk
bundar dengan permukaan datar, atau konveks. Tablet dapat dihasilkan dalam berbagai
bentuk, dengan membuat pons dan lubang kempa (lesung tablet) cetakan yang didesain
secara khusus (Siregar, 2010).
Keuntungan dari tablet yaitu beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat
dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, fokulasi, atau rendahnya berat jenis.
Selain itu, obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan atau tinggi,
absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat
diatas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasikan dan diperbaiki dalam bentuk
tablet yang masih menghasilkan bioavailabilitas obat cukup. Kemudian obat yang
rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka
terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu pengapsulan atau penyelubungan
sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan dulu (Lachman, 2008).
Komposisi tablet terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, glidant, bahan
penghancur, bahan pelican, anti lekat, bahan pewarna, dan pengaroma dan pemanis
(Swarbrick, 2007).
Dalam pembuatan tablet ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu granulasi
basah, granulasi kering, dan kempa langsung. Langkah dari granulasi basah adalah
penimbangan, pencampuaran, granulasi, pengayakan basah, pengeringan, pengayakan
kering, pelincir, dan pengempaan peralatan tergantung dari uraian atau kualitas atas
kandungan atau zat aktif, pengisi, dan penghancur (Gennaro, 1985).
Pada granulasi kering, saat proses (penekanan) ketidakmungkinan
mencampurkan beberapa bahan untuk tujuan kelembapan menyebabkan proses
pengembangan pengganti granulasi kering yang dikenal sebagai proses penekanan
(Jenkis, 1957). Sedangkan pada kempa langsung terdiri dari pengempaan tablet secara
langsung bahan serbuk tanpa modifikasi sifat fisik dari bahan itu sendiri. Dahulu
pengempaan langsung sebagai metode pembuatan tablet untuk jumlah kecil dan sifat
fisik kimia kristal (Gennaro, 1985).
Masalah-masalah yang sering timbul pada pembuatan tablet yaitu pitting,
capping, dan laminasi. Pitting mengacu pada terjadinya tanda lubang kecil pada
permukaan tablet atau punc yang dihubungkan denganpelicin yang tidak cukup atau
hambatan suatu permukaan yang keras. Sedangkan capping dan laminasi mengacu
pada kelewatan mekanik yang merusak tablet. Keretakan akibat laminasi bisa terjadi
sepanjang langkah produksi (Jones, 2008).
Sifat-sifat tablet yang ideal atau baik yaitu tablet harus memenuhi spesifikasi
keseragaman bobot dan kekerasan, diameter tablet tidak lebih dari 7/16 inci dan tablet
diharapkan memberikan penambahan yang baik (Parrot, 1970). Untuk evaluasi yang
dilakukan pada tablet yaitu berat tablet, ketebalan tablet, kekerasan tablet, daya hancur,
dan disolusi tablet (Howard, 1985).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
Disintegrator tester
Friability tester
Timbangan
2. Bahan :
Tablet salut
D. CARA KERJA
1. Uji Keseragaman Bobot
Timbanglah 10 tablet satu per satu
Hitunglah nilai penerimaan keseragaman bobot berdasarkan rumus farmakope
Indonesia edisi V Lampiran <911>
Tentukan bobot tablet yang saudara buat memenuhi syarat atau tidak.
2. Kerapuhan tablet
Timbanglah 10 tablet yang sebelumnya telah di bebas debukan
Masukkan tablet dalam friabilator kemudian putarlah friabilator selama 4 menit
dengan kecepatan 25 putaran per menit.
Hitunglah persentase kehilangan bobotnya dengan persamaan
Wo−Wt
% kerapuhan= x 100 %
Wo
3. Waktu Hancur Tablet
Masukkan 6 tablet kedalam tabung berbentuk keranjang
Turun naikkan tabung sebanyak 30 kali setiap menit dalam medium air dengan suhu
36-38 0C
Catatlah lama waktu hancur tablet ( tablet dinyatakan hancur jika, tidak ada bagian
tablet yang tertinggal diatas kasa).
E. HASIL PENGAMATAN
a. Keseragaman Bobot
Berat Awal
2,4
2,2
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,2
∑ = 2,29 g
2,29−1
= x 100 %
1
b. Kerapuhan tablet
2,34 – 2,34
x 100 %
2,34
= 0% (memenuhi persyaratan)
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan evaluasi pada tablet salut enteric dengan
Pengujian evaluasi meliputi uji keseragaman bobot, uji kerapuhan, dan uji waktu
hancur.
Pengujian keseragaman bobot memilik persyaratan sesuai yang tertera dalam
Farmakope Indonesia sebagai berikut Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat
keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai berikut: Timbang 20 tablet, hitung bobot
rata – rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang
masing – masing bobotnya menyimpang dari bobot rata – ratanya lebih besar dari
harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang
dari bobot rata – ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak
mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tabletpun yang bobotnya
menyimpang lebih besar dari bobot rata – rata yang ditetapkan kolom A dan tidak satu
tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata – rata yang
ditetapkan kolom B.
G. KESIMPULAN
H. DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Siregar, Charles J., 2010, Teknologi Farmasi Sediaaan Tabet, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Ansel, Howard C., 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Lachman, Leon, Herbert A.L., Joseph L.K., 2007, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Jones, David., 2008, Pharmaceutical Dosage From and Design, Pharmaceutical Press,
London.