3 Evaluasi Tablet
A. Uji Organoleptik
Tablet diamati secara visual, apakah terjadi ketidakhomogenan zat warna atau
tidak, bentuk tablet, permukaan cacat atau tidak dan harus bebas dari noda atau
bintik-bintik.
Dari hasil evaluai uji organoleptik, ada beberap tablet yg mengalami cracking
pada bagian tepi tablet. Kerusakan ini biasaya dipengaruhi oleh alat pencetakan
tablet, dan ukuran granul yang terlalu besar.
Uji ini untuk mengetahui apakah diameter dan tebal tablet memiliki ukuran
yang sama. Hal ini juga dapat mempengaruhi jumlah zat aktif obat dalam tablet. Uji
ini dilakukan menggunakan jangka sorong digital.
Ambil 20 tablet secara acak, lalu ukur diameter dan ketebalan tablet
menggunakan jangka sorong. Menurut Farmakope Indonesia edisi III diameter tablet
tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebalnya tablet. Setelah
dilakukan pengujian, semua diameter tablet melebihi ketebalan tablet. Namun, rata-
rata diameter tablet asam mefenamat lebih dari 3 kali dari tebalnya tablet. Sehingga
dikatakan bahwa tablet Asam Mefenamat tidak memenuhi memenuhi persyaratam.
Diameter dan ketebalan tablet ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya alir
granul dan alat pencetak tablet.
Uji keseragaman bobot bertujuan agar tablet yang dihasilkan memiliki bobot
yang seragam. Keseragaman bobot tablet dapat menjadi indikator awal keseragaman
kadar atau kandungan zat aktif.
Keseragaman bobot dipengaruhi mesin tablet, kualitas cetakan dan punch, sifat
fisik dan homogenitas granul, keteraturan aliran granul dari corong ke cetakan
(Lachman dkk, 1994). Jumlah bahan yang diisikan dalam cetakan yang akan ditekan
menentukan bobot yang akan dihasilkan (Ansel, 2008).
A B
25 mg atau kurang 15 30
Berdasarkan dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, terdapat 7 tablet yang
presntase penyimpangannya lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom A, dan
tidak ada tablet yang menyimpang dari tetapan harga pada kolom B. Jadi semua
formula tersebut tidak memenuhi keseragaman bobot yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia edisi IV yaitu untuk tablet yang bobotnya lebih dari 300 mg,
maka persentase penyimpangan bobotnya yaitu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang
masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5%
dan tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih
dari 10%.
Keseragaman bobot tablet sangat dipengaruhi oleh sifat alir massa tablet. Sifat
alir yang baik menyebabkan volume tablet yang masuk dalam die akan seragam
sehingga variasi berat tablet yang dihasilkan tidak terlalu besar.
Pertam adiambil 20 tablet secara acak dan ukur satu persatu kekerasannya
menggunakan hardness tester, kemudian catat angka yang diperoleh.
Dari hasil pengujian tersebut diperoleh rata-rata kekerasan tablet yaitu 5,87
kg/cm2 dan hanya terdapat 8 tablet dari 20 tablet yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa tablet Asam Mefenamat yang
diujikan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Kekerasan tablet dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti formulasi dan
proses pengadukan. Kekerasan tablet tidak sesuai kemungkinan karena diformulasi
ini menggunakan Na CMC sebagai pengikat dan Mg stearat sebgai lubricant.
Dimana Na CMC incompatible terhadap Mg stearat dan tidak dapat bercampur. Dan
dari bervariasinya angka kekerasan tablet yang diperoleh, kemungkinan saat proses
pembuatan bahan-bahan tidak terdistribusi secara merata atau tidak homogen.
Tablet Asam Mefenamat yang akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu
dibebas debukan dan ditimbang. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam
friabilator, dan diputar pada kecepatan 25 rpm selama 4 menit. Tablet tersebut
selanjutnya ditimbang kembali, dan dihitung persentase kehilangan bobot sebelum
dan sesudah perlakuan. Persentase kehilangan bobot tablet asam mefenamat adalah
4,74 %. Hasil ini menyimpang jauh dari syarat tidak lebih dari 1% yang telah
ditetapkan. Ini terjadi karena dari 20 tablet yang diuji terdapat 1 tablet yang hancur
menjadi granul.
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam
media yang sesuai. Tablet dinyatakan hancur jika tablet terlarut dalam suatu medium
penguji atau hancur menjadi banyak partikel (Voigt, 1995).
Uji waktu hancur tablet bertujuan untuk mengetahui lamanya tablet hancur
dalam cairan tubuh. Tablet dinyatakan hancur jika terlarut dalam suatu medium
penguji atau hancur menjadi banyak partikel. Hancurnya tablet didahului dengan
penetrasi air melalui pori-pori tablet yang terbentuk karena penambahan bahan
penghancur yang mempunyai sifat menyerap air. Adanya penetrasi air ke dalam
tablet menyebabkan tablet pecah menjadi granul dan partikel yang lebih kecil.
Bagi tablet, langkah penting pertama sebelum melarut adalah pecahnya tablet
menjadi partikel kecil atau granul yang disebut disintegrasi. Tablet harus hancur dan
semua patikel harus dapat menembus saringan mesh 10 dalam waktu yang sudah
ditentukan. Bila ada sisa yang tertinggal, maka sisa itu harus mempunyai massa yang
lunak dan tidak boleh ada inti tablet yang tumpah. Tablet tidak bersalut mempunyai
standar waktu hancur paling rendah 5 menit, tapi kebanyakan tablet mempunyai
waktu hancur 30 menit (Lachman dkk, 199). Waktu yang dibutuhkan untuk
menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut.
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, dari ke 6 tablet yang lakukan
perlakuan, tidak ada sutupun tablet yang hancur sempurna setelah 15 menit. Hasil ini
tidak sesuai dengan yang sudah ditetapkan bahawa untuk tablet tidak bersalut, waktu
hancur yang dibutuhkan adalah minimal 5 menit tetapi tidak lebih dari 15 menit.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Ed III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Lachman, L., Lieberman, HA. Kanig J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Ed ke 3.
Penerjemah : Siti Suyatmi. Jakarta : UI Press.