Anda di halaman 1dari 86

MASTERPLAN KAWASAN

OLAHAN SINGKONG
Kelurahan Ledok, Kota Salatiga

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahnya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir
penyusunan Masterplan Kawasan Pengolahan Singkong di Kelurahan Ledok
Kota Salatiga. Buku ini merupakan pelaporan tahap akhir dari seluruh
rangkaian pelaksanaan pekerjaan yang disesuaikan dengan Kerangka Acuan
Kerja (KAK).

Buku Laporan Pendahuluan penyusunan Masterplan Kawasan Pengolahan


Singkong di Kelurahan Ledok Kota Salatiga ini, berisikan muatan substansi
berikut ini:
1. Pendahuluan;
2. Literatur dan Kebijakan;
3. Metodologi;
4. Kondisi Eksisting Kawasan;
5. Analisis Site;
6. Konsep Penataan Kawasan;
7. Kesimpulan dan Rekomendasi

Akhir kata, tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan pekerjaan penyusunan Masterplan
Kawasan Pengolahan Singkong di Kelurahan Ledok Kota Salatiga tahun 2018.
Semoga, hasil dari pelaksanaan pekerjaan ini dapat memberikan manfaat bagi
pengunjung kawasan kuliner, masyarakat di kawasan Agrowiyoto dan Kota
Salatiga pada umumnya.

Tim Penyusun,
2018

i
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................... I-1


I.1. LATAR BELAKANG .................................................. I-1
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN.............................................. I-2
I.3. SASARAN ............................................................. I-2
I.4. DASAR HUKUM ...................................................... I-2
I.5. RUANG LINGKUP .................................................... I-3
I.5.1. Ruang Lingkup Wilayah ................................... I-3
I.5.2. Ruang Lingkup Kegiatan .................................. I-5
I.6. SISTEMATIKA LAPORAN ............................................ I-6

BAB II. LITERATUR DAN KEBIJAKAN .................................... II-1


II.1. PERKEMBANGAN KAWASAN KULINER DI INDONESIA ........... II-1
II.1.1. Ruang Lingkup Kuliner .................................... II-1
II.1.2. Definisi Kuliner ............................................ II-1
II.1.3. Ruang Lingkup Pengembangan Kuliner ................ II-4
II.2. EKOSISTEM KULINER................................................ II-6
II.3. POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KULINER ... II-8
II.4. KOMPONEN PENATAAN RUANG ................................... II-10
II.5. KEBIJAKAN PENATAAN RUANG RTRW KOTA SALATIGA TAHUN
2010 -2030........................................................... II-16
II.5.1. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota ................. II-16
II.5.2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang II-16
II.5.3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang17
II.5.4. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Strategis II-19
II.5.5. Rencana Pola Ruang Terkait Pengembangan Industri II-19

ii
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

BAB III. METODOLOGI ...................................................... III-1


III.1. PENDEKATAN PELAKSANAAN ...................................... III-1
III.2. PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI .......................... III-3
III.2.1. Persiapan dan Pembekalan Materi Survei ............. III-3
III.2.2. Survei Lapangan ........................................... III-4
III.3. TAHAP IDENTIFIKASI DAN KOMPILASI DATA ..................... III-5
III.3.1. Skala Makro................................................. III-5
III.3.2. Skala Mikro ................................................. III-6
III.4. TAHAPAN ANALISIS ................................................. III-7
III.4.1. Analisis Pengaruh Kebijakan Regional ................. III-7
III.4.2. Analisis Transportasi dan Aksesibilitas ................. III-7
III.4.3. Analisis Sarana dan Prasarana Kawasan ............... III-8
III.4.4. Analisis Sistem Hidrologi ................................. III-9

BAB IV. KONDISI EKSISTING KAWASAN .................................. IV-1


IV.1. PROFIL WILAYAH ................................................... IV-2
IV.1.1. Kecamatan Argomulyo .................................... IV-2
IV.1.2. Kelurahan Ledok ........................................... IV-4
IV.2. DESTINASI WISATA KELURAHAN LEDOK ......................... IV-7
IV.2.1. Kawasan Olahan Singkong................................ IV-7
IV.2.2. Kawasan Agrowisata Krasak ............................. IV-11
IV.2.3. Kondisi Aksesibilitas Kawasan ........................... IV-17
IV.3. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN .................................... IV-20

BAB V. ANALISIS SITE KAWASAN ......................................... V-1


V.1. TAUTAN WILAYAH .................................................. V-1
V.2. ANALISIS TOPOGRAFI............................................... V-3
V.3. ANALISIS LINGKUNGAN ............................................ V-5
V.4. ANALISIS AKSESIBILITAS DAN SIRKULASI ......................... V-6
V.5. ANALISIS DRAINASE ................................................. V-11

BAB VI. KONSEP PENATAAN KAWASAN .................................. VI-1


VI.1. KONSEP PENATAAN KAWASAN .................................... VI-1

iii
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

VI.1.1. Konsep Penataan .......................................... VI-1


VI.1.2. Rencana Aktivitas ......................................... VI-2
VI.2. KEBUTUHAN RUANG PARKIR ...................................... VI-1

BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................... VII-1


VI.1. KESIMPULAN ......................................................... VII-1
VI.2. REKOMENDASI ....................................................... VII-1

iv
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

I. PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Kota Salatiga, salah satu kota di Jawa Tengah yang memiliki luas
wilayah kurang lebih 56,78 Km2. Kota ini terletak di kaki gunung Merbabu dan
memiliki ketinggian sekitar 450 meter hingga 800 meter di atas permukaan
laut sehingga kota ini memiliki hawa yang sejuk dan keindahaan alam yang
menarik mata. Selain itu, Kota Salatiga sendiri terletak pada jalur regional
provinsi Jawa Tengah, dimana kota Salatiga ini menghubungkan kota
Semarang sebagai Ibu kota Provinsi Jawa Tengah dan Kota Surakarta.
Dampak dari inilah yang menjadikan kota Salatiga lebih dikenal
dengan kota singgah oleh banyak masyarakat luar kota maupun para
wisatawan. Kesempatan yang besar sebagai kota singgah ini dimanfaatkan
oleh pemerintah kota Salatiga dengan melakukan peningkatan kualitas serta
fasilitas kemasyarakatan di kota Salatiga, serta kesempatan bagi kota Salatiga
untuk meningkatan kepariwisataan kota Salatiga, yang salah satunya adalah
wisata kuliner.
Kelurahan Ledok, merupakan kampung yang menjadi sentra produksi
aneka olahan berbahan singkong, menjelma menjadi destinasi wisata kuliner
di Salatiga. Lokasinya sangat strategis, berada di dekat ruas utama Jalan
Nasional Semarang – Solo sehingga mudah untuk dijangkau wisatawan. Di sini,
singkong yang dulu identik dengan jajanan ndeso atau makanan kelas bawah,
bertransformasi menjadi salah satu oleh-oleh paling digemari di Salatiga.
Salah satu yang menjadi favorit adalah Singkong Keju.
Seiring dengan kemajuan tersebut, muncul permasalahan bahwa
meningkatnya jumlah pengunjung pada kampung singkong tersebut, tidak
disertai dengan ketersediaan fasilitas parkir dan penataan kawasan yang
kurang mewadahi. Oleh itu, Pemerintah Kota Salatiga melalui BAPPEDA
berinisiasi untuk merencanakan kegiatan penataan kawasan olahan Singkong
di Kelurahan Ledok tersebut.

LAPORAN AKHIR I-1


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

I.2. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud penyusunan Masterplan Kawasan Olahan Singkong di Kelurahan
Ledok adalah sebagai acuan dan pedoman Pemerintah Daerah, dunia usaha
dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dalam perencanaan
pengembangan kawasan olahan Singkong Kelurahan Ledok.
Tujuan penyusunan Masterplan Kawasan Olahan Singkong Kelurahan
Ledok diantaranya:
1. Mengendalikan pemanfaatan ruang;
2. Penataan kawasan yang berwawasan lingkungan;
3. Memberikan kepastian dalam perencanaan dan pembangunan
infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait.

I.3. SASARAN
Sasaran dari penyusunan Masterplan Kawasan Olahan Singkong
Kelurahan Ledok adalah tersusunnya dokumen Masterplan Kawasan yang
didalamnya terdapat Rencana Program pengembangan kawasan guna
mewujudkan penataan kawasan yang lebih terencana dan terarah.

I.4. DASAR HUKUM


Dasar Hukum yang digunakan sebagai acuan dalam kegiatan
penyusunan Masterplan Kawasan Olahan Singkong Kelurahan Ledok
diantaranya:
1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Ling-kungan Hidup;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;

LAPORAN AKHIR I-2


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis


Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai
dan Bekas Sungai;
10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pedo-man Penyusunan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup;
11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi
dengan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
12. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga 2010-2030 (dan hasil kajian
peninjauan kembali);
13. Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang Kota Salatiga.

I.5. RUANG LINGKUP

I.5.1. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah kegiatan penyusunan Masterplan Kawasan


Olahan Singkong yaitu di Kelurahan Ledok Kota Salatiga.

LAPORAN AKHIR I-3


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

LAPORAN AKHIR I-4


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

I.5.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan Penyusunan Masterplan Kawasan Olahan Singkong


Kelurahan Ledok terbagi atas beberapa tahapan yaitu tahap Pendahuluan dan
tahap Akhir.
1. Tahap Pendahuluan
Tahap ini berisikan Latar belakang Masterplan Kawasan Olahan
Singkong, metodologi, ruang lingkup wilayah kegiatan, Manning
Schedule dan rencana kerja. Pada tahap ini, telah muncul
diantaranya:
a. Identifikasi awal kondisi eksisting;
b. Inventarisasi permasalahan dan potensi,
c. Gambaran rencana penataan kawasan berdasarkan solusi atas
permasalahan dan pemanfaatan potensi kawasan.
2. Tahap Akhir
Tahap ini berisi Masterplan dan Indikasi Program Rencana
Pengembangan Kawasan Olahan Singkong di Kelurahan Ledok Kota
Salatiga, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
d. Analisis dan penataan struktur ruang
e. Menyusun konsep pengembangan infrastruktur
f. Menyusun konsep strategi pengembangan kawasan

LAPORAN AKHIR I-5


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

I.6. SISTEMATIKA LAPORAN


Penyusunan Laporan Akhir Masterplan Kawasan Olahan Singkong
Kelurahan Ledok ini disusun secara sistematik dalam bab-bab berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab II Literatur dan Kebijakan
Bab III Metodologi
Bab IV Kondisi Eksisting Kawasan (Potensi & Permasalahan)
Bab V Analisis Site Kawasan (Tautan, Tapak)
Bab VI Konsep Penataan Kawasan + Program
Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi

LAPORAN AKHIR I-6


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

II. LITERATUR DAN KEBIJAKAN

BAB II
LITERATUR &
KEBIJAKAN
II.1. PERKEMBANGAN KAWASAN KULINER DI INDONESIA
II.1.1. Ruang Lingkup Kuliner

Kuliner berkaitan erat dengan proses dalam menyiapkan makanan atau


memasak yang merupakan kegiatan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Beberapa antropolog memercayai bahwa kegiatan
memasak sudah ada sejak 250 ribu tahun lalu pada saat tungku pertama kali
ditemukan. Sejak itu, teknik memasak terus mengalami perkembangan dan
setiap daerah di penjuru dunia memiliki teknik memasak dan variasi makanan
tersendiri. Hal ini menjadikan makanan sebagai suatu hal yang memiliki fungsi
sebagai produk budaya. Berangkat dari pemahaman tersebut, kuliner
dijadikan sebuah komoditas industri kreatif berbasis budaya.
Hal ini yang mendorong terciptanya subsektor kuliner menjadi salah
satu dari lima belas subsektor ekonomi kreatif di Indonesia. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah kesepakatan definisi dari subsektor kuliner yang sesuai
dengan konsep ekonomi kreatif. Hal ini juga didorong oleh masih barunya
istilah kuliner di Indonesia sehingga maknanya masih belum memiliki acuan
yang jelas. Selain itu, diperlukan juga ruang lingkup dari subsektor kuliner di
Indonesia yang dijadikan fokus dalam pengembangan ekonomi kreatif.

II.1.2. Definisi Kuliner

Istilah kuliner di Indonesia dapat dikatakan baru terdengar gaungnya


sejak tahun 2005 berkat “Wisata Kuliner”, sebuah tayangan televisi yang
meliput tempat-tempat makan unik atau sudah memiliki reputasi yang baik.

LAPORAN AKHIR II - 1
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Sejak saat itu, kata kuliner menjadi semakin populer dan menjadi sesuatu
yang identik dengan mencicipi berbagai jenis makanan dan minuman.
Di Indonesia belum ada sumber resmi yang menyatakan definisi dari
kuliner, baik secara umum maupun dalam konteks ekonomi kreatif. Secara
bahasa, kuliner diserap dari bahasa Inggris: culinary–memiliki arti sebagai
sesuatu yang digunakan dalam memasak atau berkaitan dengan memasak.
Dalam praktiknya dikenal istilah culinary arts, yaitu teknik dalam menyiapkan
makanan sehingga siap dihidangkan.
Bila ditinjau dari sisi ekonomi kreatif, belum banyak kajian yang
memasukkan kuliner ke dalam sektor ini karena pada dasarnya makanan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang sudah ada sejak lama. Produk
kuliner pada umumnya masih masuk ke dalam sektor industri makanan dan
minuman ataupun industri penyediaannya, tanpa adanya penekanan bahwa
produk kuliner merupakan produk kreatif.
Tabel II.1 Klasifikasi Subsektor Kuliner pada Industri Kreatif
Italia Cultural & Creative Washington DC, Amerika Mississipi, Amerika Serikat
Industry Serikat Creative Sector Creative Economy
• Fashion • Museums and heritage • Visual and performing arts
• Industrial Design and Crafts • Building arts Culinary arts • Design Film, video, and
• Food and Wine Industry • Performing arts media
• Computer and Software • Media and Communications • Literary and publishing
• Publishing • Visual arts/Crafts and • Culinary arts
• TV and Radio • Designer products • Museums and heritage
• Advertising
• Film
• Cultural heritage
• Architecture
• Performing arts
• Contemporary arts

Negara yang sudah memasukkan kuliner ataupun industri yang


berkaitan dengan makanan dan minuman ke dalam sektor industri kreatif di
antaranya adalah Italia dan dua negara bagian di Amerika Serikat, yaitu
Washington DC dan Mississipi. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh
negara-negara tersebut, dapat dilihat bahwa Italia memasukan food and wine
industry ke dalam industri kreatif karena produk makanan seperti keju,
daging olahan, dan wine merupakan produk budaya mereka dan hal tersebut
tidak bisa dilepaskan dari kreativitas apabila ingin terus lestari dan
berkembang.

LAPORAN AKHIR II - 2
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Selain Italia, beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti


Washington DC dan Mississipi, sudah memasukkan subsektor kuliner (culinary
arts) ke dalam industri kreatif dengan pertimbangan bahwa mereka memiliki
kekayaan dan keunikan dalam bidang tersebut. Selain itu, dunia kuliner
dianggap memiliki perkembangan yang baik dalam hal penciptaan kreasi baru
yang ditandai dengan maraknya kemunculan restoran yang menyajikan kreasi
menu baru.
Kuliner saat ini tidak lagi hanya sebatas produk pemuas kebutuhan
dasar manusia. Ada unsur lain yang dicari oleh konsumen saat mengonsumsi
sebuah sajian makanan dan minuman. Kuliner yang memiliki unsur budaya asli
suatu daerah dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang
mengunjungi daerah tersebut. Kuliner yang menggunakan kreativitas dapat
menghasilkan olahan makanan yang memiliki cita rasa lezat dan juga
memberikan pengalaman tersendiri saat menyantapnya, sehingga menjadikan
kuliner sebagai komoditas yang menarik untuk dikembangkan.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan definisi dari
subsektor kuliner pada ekonomi kreatif Indonesia, yaitu: Kegiatan persiapan,
pengolahan, penyajian produk makanan, dan minuman yang menjadikan
unsur kreativitas, estetika, tradisi, dan/atau kearifan lokal; sebagai
elemen terpenting dalam meningkatkan cita rasa dan nilai produk
tersebut, untuk menarik daya beli dan memberikan pengalaman bagi
konsumen.
Dari definisi di atas terdapat beberapa kata kunci, yaitu kreativitas,
estetika, tradisi, dan kearifan lokal yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Kreativitas
Kreativitas yang dimaksud adalah aspek ide baru yang dapat
memberikan nilai tambah pada sebuah makanan dan minuman.
Kreativitas ini dapat tertuang melalui kreasi resep, kreasi cara
pengolahan, dan kreasi cara penyajian. Proses kreativitas tidak
harus selalu menghasilkan sesuatu yang 100% baru, namun bisa
berupa pengembangan dari sesuatu yang sudah ada sehingga
memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan lebih menarik di pasar.
2. Estetika
Estetika yang dimaksud adalah aspek tampilan dari sebuah
makanan dan minuman yang ditata dengan memperhatikan unsur
keindahan sehingga menjadikan produk kuliner tersebut memiliki
nilai lebih dan mampu menggugah selera konsumen untuk
menikmatinya. Contohnya adalah menyajikan masakan
tradisional khas suatu daerah menjadi lebih modern.

LAPORAN AKHIR II - 3
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

3. Tradisi
Tradisi yang dimaksud adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak
lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan dalam mengolah
dan mengonsumsi makanan dan minuman. Hal yang paling
mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan
dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena
tanpa adanya proses ini, suatu tradisi dapat punah. Unsur tradisi
ini sangat penting dalam menjaga warisan budaya kuliner
Indonesia.
4. Kearifan Lokal
Kearifan lokal yang dimaksud adalah identitas suatu daerah
berupa kebenaran yang telah tertanam dalam suatu daerah.
Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal
merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi
nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara
tradisional. Berkaitan dengan kuliner, kearifan lokal akan
membentuk karakter kuliner suatu daerah yang harus mampu
diangkat dan dikenalkan kepada masyarakat luas.

II.1.3. Ruang Lingkup Pengembangan Kuliner

Sebuah laporan mengenai ekonomi kreatif yang diterbitkan oleh


Mississippi Development Authority menyatakan bahwa ruang lingkup kuliner
pada ekonomi kreatif merupakan bagian dari industri pertanian dan industri
makanan. Secara lebih rinci ruang lingkup ini dibagi ke dalam empat kategori,
yaitu:
1. Jasa penyedia makanan/restoran/jasa boga (caterers);
2. Toko roti (baked goods stores);
3. Toko olahan gula/permen/coklat (confectionery and nut stores);
4. Toko produk makanan spesial (all other specialty foods stores).

Culinary Arts in Creative Economy

LAPORAN AKHIR II - 4
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Adanya penajaman konteks kuliner pada industri kreatif dikarenakan


oleh adanya usaha kuliner non-kreatif dalam jumlah besar dalam subsektor
kuliner dimana akarnya adalah industri pertanian serta industri makanan dan
minuman. Klasifikasi tersebut menjadikan usaha restoran cepat saji, restoran
dengan menu tetap, dan usaha kuliner standar lainnya tidak masuk dalam
subsektor kuliner pada industri kreatif di negara bagian tersebut.
Pada umumnya industri kuliner didefinisikan lebih ke arah pelayanan
makanan dan minuman (foodservice).Hal ini karena pada area tersebut lebih
dibutuhkan kemampuan dan keahlian kuliner seperti memasak berbagai menu
makanan yang dilakukan di dapur dan kemudian menyajikannya di sebuah
piring dengan penataan yang menggugah selera. Seiring perkembangan dunia
kuliner, beberapa klasifikasi mulai memasukkan produk makanan hasil olahan
atau kemasan ke dalam ruang lingkup kuliner, yaitu untuk kategori specialty
foods.
Produk makanan khusus ini semakin berkembang saat ini, dengan
jumlah produksi yang pada umumnya tidak terlalu besar, produk ini memiliki
keunikan tersendiri yang membutuhkan kreativitas dalam penciptaannya.
Beberapa produk yang termasuk dalam kategori ini adalah produk makanan
yang menggunakan bahan organik atau bahan baku khas dari suatu daerah
yang kemudian dikemas secara menarik. Nilai budaya dan konten lokal suatu
daerah juga menjadi salah satu sumber keunikan produk jenis ini, seperti
oleh-oleh makanan khas suatu daerah.
Dari pemahaman di atas, maka ruang lingkup subsektor kuliner di
Indonesia dibagi ke dalam dua kategori utama, ditinjau dari hasil akhir yang
ditawarkan, yaitu jasa kuliner dan barang kuliner. Jasa kuliner (foodservice)
yang dimaksud adalah jasa penyediaan makanan dan minuman di luar rumah.
Ditinjau dari aspek persiapan dan penyajiannya, hal ini dapat dibagi ke dalam
dua kategori umum, yaitu restoran dan jasa boga. Restoran adalah tempat
penyedia makanan dan minuman di mana konsumen datang berkunjung,
sedangkan jasa boga adalah penyedia makanan dan minuman yang
mendatangi lokasi konsumen.
Barang kuliner yang dimaksud dalam ruang lingkup subsektor kuliner
adalah produk pengolahan makanan dan minuman yang pada umumnya berupa
produk dalam kemasan–specialty foods. Produk ini berbeda dengan barang
olahan makanan dan minuman reguler. Specialty foods memiliki keunikan
dibandingkan dengan barang regular. Nilai budaya dan konten lokal suatu
daerah dapat menjadi salah satu sumber keunikan barang kuliner jenis ini,
seperti oleh-oleh makanan khas suatu daerah.

LAPORAN AKHIR II - 5
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Subsektor Kuliner


Berdasarkan ruang lingkup yang ada, fokus pengembangan subsektor
kuliner pada industri kreatif Indonesia periode 2015—2019 adalah yang berupa
jasa kuliner (restoran dan jasa boga). Pengembangan jasa kuliner ini
diharapkan mampu mengangkat makanan tradisional Indonesia dan juga
mampu memberikan pengalaman saat menyantapnya.

II.2. EKOSISTEM KULINER


Untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh dan mendalam
mengenai industri kreatif, khususnya subsektor kuliner, perlu dilakukan
pemetaan terhadap kondisi ideal, yaitu suatu kondisi yang diharapkan terjadi
dan merupakan best practices dari negara-negara yang sudah maju industri
kulinernya. Selain itu, perlu juga dipahami kondisi aktual dari kuliner di
Indonesia untuk memahami dinamika yang terjadi. Pemahaman antara dua
kondisi tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan industri
kuliner nasional sehingga dapat berkembang dengan baik dengan
mempertimbangkan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan
(tantangan, kelemahan, ancaman, dan hambatan) yang dihadapi. Ekosistem
kuliner adalah sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling
ketergantungan (interdependent relationship) antara setiap peran di dalam
proses penciptaan nilai kreatif dengan lingkungan sekitar yang mendukung
terciptanya nilai kreatif.

LAPORAN AKHIR II - 6
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Peta Ekosistem Industri Kreatif

Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan ini maka


dibuat sebuah peta ekosistem yang terdiri atas empat komponen utama,
yaitu:
1. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain) Rantai nilai kreatif
adalah rangkaian proses penciptaan nilai kreatif. Di dalamnya
terjadi transaksi sosial, budaya, dan ekonomi yang terdiri dari
proses kreasi, produksi, dan penyajian.
2. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment) Lingkungan
pengembangan adalah lingkungan yang dapat menggerakkan dan
meningkatkan kualitas proses penciptaan nilai kreatif yang
meliputi pendidikan dan apresiasi.
3. Konsumen (Market) Konsumen adalah pihak yang mengapresiasi
dan mengonsumsi produk kuliner yang dihasilkan dari rangkaian
proses pada rantai nilai kreatif.
4. Pengarsipan (Archiving) Pengarsipan adalah proses preservasi
terhadap hasil kreasi kuliner yang dapat diakses dan
dimanfaatkan oleh seluruh pemangku kepentingan (orang kreatif,
pemerintah, lembaga pendidikan, pelaku bisnis, komunitas, dan
intelektual) di dalam ekosistem industri kreatif sebagai media
pembelajaran dan sumber inspirasi dalam penciptaan kreasi
lainnya.
Keempat komponen tersebut mempunyai peran yang berbeda dan
saling berinteraksi sehingga membentuk sebuah siklus dalam sebuah
ekosistem kuliner yang dapat menghasilkan rantai nilai kreatif secara

LAPORAN AKHIR II - 7
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

berkelanjutan. Melalui ekosistem ini diharapkan proses penciptaan nilai


kreatif, aktivitas, output dari setiap proses, dan peran yang terlibat di
dalamnya dapat terpetakan dengan baik sehingga rencana pengembangan
yang dibuat lebih sistematis dan tepat sasaran.

II.3. POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN


KULINER
Penjelasan potensi dapat dilihat dari dua aspek utama, yaitu kekuatan
(menguraikan karakter dan kondisi dari kuliner yang memberikan keunggulan
dibandingkan subsektor-subsektor industri lainnya) dan peluang (menguraikan
elemen yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kuliner lebih jauh
lagi). Identifikasi potensi dilakukan dengan merujuk kepada peta ekosistem
dan peta industri. Dari hasil identifikasi sementara terdapat beberapa potensi
yang dimilki oleh subsektor kuliner Indonesia. Sedangkan identifikasi masalah
dilakukan dengan merujuk kepada peta ekosistem dan peta industri. Dari hasil
identifikasi terdapat beberapa permasalahan yang dimilki oleh kuliner
Indonesia, dibagi ke dalam empat kategori yaitu tantangan, hambatan,
kelemahan, dan ancaman.
Beberapa isu strategis yang berhasil diidentifikasi adalah:
1. Sumber Daya Alam dan Budaya yang Beragam
Indonesia memliki potensi yang tak ternilai harganya dalam hal
warisan kuliner nusantara. Setiap daerah memiliki keunikan
tersendiri yang sangat potensial untuk terus dikembangkan.
Beberapa aspek yang menjadi nilai utama dari keberagaman
sumber daya alam dan budaya kuliner Indonesia adalah:
a. Kekayaan ragam masakan tradisional yang sangat bervariasi;
b. Produk kuliner yang memiliki nilai-nilai budaya yang dapat
dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam mencipatkan
kreasi;
c. Kekayaan cita rasa makanan Indonesia;
d. Kekayaan dan keragaman komoditas bahan baku kuliner
Indonesia yang bisa diolah dengan kreasi baru;
e. Keunikan penyajian makanan Indonesia yang sangat menarik
dan bahkan memiliki cerita dibalik setiap cara penyajian;
f. Beberapa masakan tradisional Indonesia mendapatkan
pengakuan Internasional.

LAPORAN AKHIR II - 8
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Di Indonesia ini terdapat sekitar 300 etnis yang memiliki


keragaman kuliner, namun hanya 10% saja yang baru digarap.
Kekayaan ini dapat dijadikan sebagai senjata utama untuk
menghasilkan kreasi dalam subsektor kuliner. Masakan tradisional
Indonesia harus mampu muncul ke permukaan sehingga dikenal
oleh masyarakat luas, tidak saja hanya menjadi masakan daerah
yang disajikan di rumah, namun mampu menjadi daya tarik suatu
daerah. Faktor kreativitaslah yang diperlukan dalam mengangkat
masakan tradisional ini sehingga mampu memiliki nilai tambah
untuk dipasarkan.
2. Industri yang Terus Berkembang
Industri kuliner di Indonesia masih terus mampu berkembang, hal
ini ditandai dengan laju pertumbuhan jumlah unit usaha yang
berada di atas rata-rata laju pertumbuhan pada industri kreatif
ataupun nasional. Perkembangan yang pesat ini sangat terasa di
beberapa kota di Indonesia, seperti Bandung dan Jakarta. Kedua
kota ini memiliki pertumbuhan industri kuliner yang cukup pesat
dalam lima tahun kebelakang. Perkembangan industri kuliner di
Jakarta lebih bersifat variatif, berbagai ragam cita rasa Indonesia
bahkan dunia hadir melalui berbagai unit usaha kuliner yang
muncul, mulai dari bentuk kedai makanan nusantara, warung
makan tradisional, restoran fine-dining, hingga dalam bentuk
foodtruck.
3. Minat dan Antusiasme Masyarakat Terhadap Kuliner yang
Tinggi
Minat dan antusiasme masyarakat terhadap industri kuliner
semakin tinggi. Produk kuliner tidak saja hanya dianggap sebagai
produk pemuas kebutuhan dasar namun lebih dari itu. Sudah
banyak masyarakat yang mulai mencari produk kuliner tidak saja
hanya terfokus pada makanannya, namun juga mengenai cerita
dan pengalaman yang dirasakan sangat menyantap produk
kuliner tersebut. Hal ini menjadikan produk kreasi kuliner akan
semakin mudah untuk dikenal oleh masyarakat secara luas.
4. Pasar Dalam Negeri yang Besar
Jumlah penduduk Indonesia yang banyak merupakan peluang
yang sangat potensial dalam pengembangan subsektor kuliner,
mengingat produk subsektor kuliner berdasarkan kebutuhan
dasar manusia sehingga menjadikan jumlah penduduk Indonesia

LAPORAN AKHIR II - 9
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

yang sangat banyak ini akan sangat menguntungkan dalam


mengembangkan industri kuliner di dalam negeri.
5. Ketertarikan Pasar Luar Negeri
Pasar di luar negeri yang mulai melirik kuliner asia akan menjadi
peluang bagi kuliner Indonesia untuk berkembang. Antusiasme
warga dunia terhadap kuliner Indonesia pun makin tinggi hal ini
dapat dilihat dengan semakin popularnya beberapa makanan
khas Indonesia di luar negeri hingga mendapatkan pengakuan
sebagai salah satu makanan terenak di dunia

II.4. KOMPONEN PENATAAN RUANG


Penyusunan ketentuan norma penataan kawasan didasarkan pada
kajian normatif terhadap norma teori, standar, dan peraturan
perundangundangan yang berlalu dan terkait dengan unsur penataan pada
koridor jalan komersial. Menurut Sirvani (1985; hal 7-8) bahwa eleman
rancang kota terbagi menjadi 8 (delapan) elemen aau komponen, yaitu tata
guna lahan, bentuk dan tata massa bangunan, sirkulasi parkir, ruang terbuka,
jalur pendestrian, pendukung aktifitas, tata informasi dan Preservasi.
Fokus terhadap penelitian ini, maka dari 8 (delapan) elemen atau
komponen penataan ini di ambil beberapa komponen yang dianggap sebagai
komponen yang perlu di atur dan diarahkan supaya dapat memberikan kondisi
lingkungan komersial yang lebih nyaman dan aman. Kompoen yang
dimaksudkan adalah Tata Guna Lahan, Bentuk dan Tata Massa Banguan,
Sirkulasi dan Parkir, Jalur Pedestrian, Pendukung Kegiatan, Tata Informasi
dan Jalur Hijau.
A. Tata Guna Lahan
Pada prinsipnya land use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk
menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi
tertentu, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran
keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan tersebut
seharusnya berfungsi. Land use bermanfaat untuk pengembangan
sekaligus pengendalian investasi pembangunan. Pada skala makro,
land use lebih bersifat multifungsi / mixed use
B. Bentuk dan Tata Massa Bangunan
Umumnya, peraturan bangunan mengatur ketinggian, sempadan dan
coverage bangunan. Pengalaman beberapa proyek penataan kota
menyarankan untuk meliputi pula "penampilan dan konfigurasi

LAPORAN AKHIR II - 10
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

bangunan", misal berkaitan dengan warna, bahan bangunan, tekstur,


bentuk muka (fasad). Secara tradisional, hal-hal ini menjadi hak
arsitek bersama kliennya, tapi sebenarnya hal ini menyangkut
kepentingan masyarakat dan berdampak pada lingkungan kota.
Contohnya: penggunaan kaca pantul cahaya untuk bangunan tinggi,
dan pengubahan tampilan muka bangunan bersejarah
(http://mpkd.ugm.ac.id/homepageadj/Support/Materi/Pkota-i/).
Isu utama dalam hal ini menyangkut "keseimbangan" hak antara
arsitek perancang bangunan individual dan Pemerintah (mewakili
perancang kota), dalam hal perancangan eksterior bangunan dan
ruang-ruang antara bangunan. Spreiregen, 1965 (dalam Shirvani, 1985;
hal 23) menyebutkan tiga isu utama yang berkaitan dengan bentuk dan
massa bangunan perkotaan, yaitu:
1. "Skala" yang berkaitan dengan ketinggian pandang manusia,
sirkulasi, bangunan-bangunan berdekatan, dan ukuran
lingkungan;
2. "Ruang Kota" berkaitan dengan bentuk-bentuk bangunan, skala
dan suasana penutupan ruang antar bangunan, dan macam ruang
kota;
3. "Massa Perkotaan" meliputi bangunan-bangunan, permukaan
tanah, obyekobyek dalam ruang yang dapat membentuk ruang
kota dan membentuk pola kegiatan, dalam skala besar atau
kecil.
Bentuk dan tata massa bangunan pada awalnya menyangkut aspek-
aspek bentik fisik karena Setting (rona) spesifik yang meliputi
ketinggian, pemunduran (Set Back), sempadan dan Coverage
bangunan, selanjutnya lebih luas menyangkut juga penampilan dan
konfigurasi bangunan, yaitu disamping ketinggian juga meliputi warna,
bahan bangunan, tekstur, bentuk muka (fasad), skala, dan gaya
(Shirvani 1985; hal 11-23).
Dari kutipan pendapat dan pengertian diatas, maka dalam konteks
pembahasan bentuk dan tata massa bangunan ialah:
1. Pengertian bentuk dan tata massa bangunan sebagai elemen fisik
kota yang menyangkut aspek konfigurasi (ketinggian bangunan,
penutup tapak, Set Back, sempadan dan Coverage bangunan, dan
pengaruh lingkungan alam yang dapat membentuk dan menata
massa bangunan).
2. Aspek penampilan (menyangkut konteks dan kontras dalam hal;
tekstur warna, bangunan, tekstur, bentuk muka (fasad), skala,
dan gaya, yang dapat menampilkan bentuk dan massa bangunan).

LAPORAN AKHIR II - 11
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

C. Sirkulasi dan Perparkiran


Jalur sirkulasi dapat diartikan sebagai tali yang terlihat
menghubungkan ruang-ruang suatu bangunan atau deretan ruang-
ruang dalam maupun luar ruangan. Oleh karena itu, kita bergerak
dalam waktu melalui suatu tahapan dari ruang. Kita memahami suatu
ruangan dalam hubungan dimana kita berada dan kemana kita akan
pergi (Ching, 1984; hal 246). Selain itu, menuru Shirvani (1985; hal 23-
27) menyatakan bahwa sirkulasi berhubungan dengan erat dengan tata
guna lahan karena sirkulasi berfungsi sebagai penghubung bagian-
bangian kota, maka guna lahan menjadi berfungsi. Sirkulasi juga
berpengaruh terhadap guna lahan, makin tinggi pencapaian ke sebuah
guna lahan, maka intensitas kegiatan di guna lahan tersebut makin
tinggi. Adapun elemen sirkuasi terdiri dari kendaraan (bermotor dan
tidak bermotor) dan orang. Dalam hal penanganan sirkulasi, Shirvani
(1985 hal 26) menawarkan tiga azas perancangan, yaitu:
1. Ruang jalan perlu dijadikan sebagai "unsur ruang terbuka visual
positif" dengan cara:
a. Menutupi dan membuat pengatasan lansekap terhadap
tampilan yang "kurang sedap dipandang";
b. Memberi persyaratan tinggi dan sempadan bagi bangunan
dekat jalan;
c. Membangun median jalan bertaman;
d. Meningkatkan kualitas lingkungan alam yang terlihat dari
jalan.
2. Jalan dapat memberi orientasi kepada para pengemudi
kendaraan dan membuat lingkungan menjadi jelas, dengan cara:
a. Menyediakan palet lansekap untuk menegaskan batas
lingkungan atau kawasan yang terlihat dari jalan;
b. Membuat perlengkapan jalan dan pencahayaan sehingga
jalan terlihat jelas di siang maupun malam hari;
c. Mengkaitkan unsur jalan dengan obyek pandang penting
(Vistas) dan referensi penting (Vistas) dan referensi visual
(memudahkan untuk mengingat-ingat suatu tempat atau
jalan) ke guna lahan terdekat atau landmark;
d. Membedakan tingkatan jalan dengan pembedaan sempadan,
tampilan ruang jalan, dan sebagainya.
3. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mencapai
tujuan ini. Solusi lain terhadap isu sirkulasi dapat dilakukan
dengan strategi manajemen lalulintas, serta penyebaran
kegiatan antar kawasan di kota (desentralisasi kegiatan yang

LAPORAN AKHIR II - 12
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

menimbulkan lalu lintas banyak). Secara umum, kecenderungan


penanganan lalu lintas perkotaan meliputi:
a. peningkatan mobilitas gerak di pusat perdagangan kota,
b. tidak mendorong penggunaan kendaraan pribadi,
c. mendorong pemakaian kendaraan umum, dan
d. peningkatan akses ke pusat perdagangan kota.
Jika di tinjau lebih mendalam, maka sirkulasi erat kaitannya dengan
kendaraan yang bergerak. Dari hal ini, maka parkir merupakan hal
yang mutlak perlu di perhatikan. Perparkiran mempunyai dua dampak
langsung terhadap kualitas lingkungan, yaitu: (1) keberlangsungan
kegiatan perdagangan di pusat kota, dan (2) dampak visual bentuk
kota. Sirkulasi dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan
pola kegiatan (dan juga pembangunan) kota.
Menurut Warpani (2002; hal 128) pertimbangan untuk ruas jalan
sebagai bebas parkir hendaknya semata-mata didasarkan atas
kepentingan lalu lintas tetapi juga perlu mempertimbangkan
kepentingan guna lahan ruas jalan tersebut. Sebagai contoh, apabila
di sepanjang ruas jalan tersebut adalah toko-toko dan atau pusat
jajanan, maka kebijakan bebas parkir tidak tepat. Lebih bijaksana
membiarkan lalu lintas berjalan kurang lancar dari pada toko-toko dan
atau pusat jajanan sepi pengunjung. Berdasarkan hal tersebut maka
perlu adanya pengaturan sirkulasi parkir untuk kawasan koridor jalan
komersial agar tidak terkesan semerawut dan terkendali. Selain itu,
adanya suatu arahan penataan sistem perparkiran adalah:
1. Penataan parkir harus berorientasi kepada kepentingan pejalan
kaki, memudahkan aksesibilitas dan tidak terganggu dan
mengganggu sirkulasi kendaraan.
2. Besaran, distribusi dan peletakan fasilitas parkir tidak
mengganggu kegiatan bangunan dan lingkungan di sekitarnya dan
disesuaikan dengan daya tampung lahan.
3. Penataan parkir membentuk satu kesatuan dengan penataan
jalan, pedestrian dan penghijauan.
Menurut Warpani (2002, hal; 123) menyatakan bahwa setiap pelaku
lalu lintas mempunyai kepentingan yang berbeda dan menginginkan
fasilitas parkir sesuai dengan kepentingan. Keinginan para pemarkir ini
patut diperhatikan oleh penyedia tempat parkir dalam merencanakan
dan merancang fasilitas parkir. Untuk lebih jelasnya mengenai
keinginan pelaku parkir dapat dilihat pada tabel berikut;

LAPORAN AKHIR II - 13
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Tabel II.2 Keinginan Pelaku Parkir

D. Jalur Pedestrian
Pada masa lalu, perancangan pedestrian di kota jarang dilakukan.
Ketika suatu mall dirancang dengan memperhatikan kenyamanan
pejalan kaki, maka mall tersebut berhasil menarik banyak
pengunjung. Jalan pedestrian (jalan pejalan kaki) di samping
mempunyai unsur kenyamanan bagi pejalan kaki juga mempunyai
andil bagi keberhasilan pertokoan dan vitalitas kehidupan ruang kota.
Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi ketergantungan pada
kendaraan bermotor di pusat kota, menambah pengunjung ke pusat
kota, meningkatkan atau mempromosikan sistem skala manusia,
menciptakan kegiatanan usaha yang lebih banyak, dan juga membantu
meningkatkan kualitas udara (Shirvani, 1985; hal 31).
Menurut Shirvani (1985, hal 31-36), bahwa jalur pedestrian merupakan
jalur sirkulasi untuk orang/manusia. Keberadaan pedestrian dalam
suatu kota berhubungan erat dengan lingkungan dan pola aktifitas
kotanya, karena pedestrian berfungsi untuk mengurangi konflik antara
orang dan kendaraan (lalu lintas). Kemudian pedestrian juga harus
memiliki akses yang baik dengan tempat-tempat pemberhentian
kendaraan umum, tempat parkir, maupun tempat tinggal. Kegiatan-
kegiatan yang dapat menghidupkan suasana di jalur pedestrian,
seperti: pertunjukan, penjual makanan, dan tempat janji bertemu
(Rendezvous Points).
Macam bangunan atau fasilitas (termasuk pula: perabotan jalan)
sepanjang jalan pedestrian juga mempengaruhi hidup-matinya jalan
pedestrian, misal; bila hanya ada kantor dan bank maka jalan
pedestrian sepi; maka perlu ada toko-toko kecil atau department

LAPORAN AKHIR II - 14
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

store di sepanjang jalan pedestrian serta dilengkapi dengan bangku-


bangku tempat duduk dan lampu-lampu taman. Pada dasarnya jalur
pedestrian berada di zona trotoar. Dimana jalur pedestrian ini
seutuhnya digunakan hanya khusus pejalan kaki saja tidak ada yang
lainnya. Hal ini guna memberikan rasa nyaman dan aman. Adapun
beberapa dari cara pola penataan pedestrian dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian.
E. Jalur Hijau
Salah satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang adalah
menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau baik yang akan
direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain
itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan, karena
setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan menjerap yang berbeda-
beda.
Vegetasi ini sangat berguna dalam produksi oksigen yang diperlukan
manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi
keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat
kendaraan bermotor dan industri. Kehadariran tanaman dapat
mengendalikan polusi udara melalui penghalangan, pengarahan,
pembiasan dan penyerapan. Kemampuan untuk menyerap polutan
pada tanaman sangat bervariasi, dimana pepohonan memiliki tingkat
penyerapan yang paling tinggi. Tanaman juga dapat meredam suara
dari kendaraan dengan menggunakan kombinasi dari perdu rendah dan
permukaan tertutup akan memberikan pelemahan kebisingan (De
Chiara dan Koppelmen, 1978; hal 125- 140).
F. Tata Informasi
Suatu kota yang baik akan memiliki tanda-tanda/rambu-rambu yang
baik, misalnya penunjuk arah untuk bersirkulasi. Dari sudut pandang
rancang kota, media reklame dalam studi ini merupakan aspek fisik
penting yang perlu diatur dan perancangan kawasan komersial. Aspek
fisik ini memiliki pengaruh yang cukup besar dan keindahan kota,
apabila dirancang atau ditata dan ditempatkan dengan baik (Shirvani,
1985; hal 40).
Tata informasi ini menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu; (1)
papan informasi, (2) Papan built in, yaitu pertandaaan yang di desain
khusus menyatu dengan bangunan, bentuknya merupakan ciri khas
bangunan. Selain itu, dari segi perancangan kota,
papan/nama/reklame/informasi perlu diatur agar terjalin kecocokan
lingkungan, pengurangan dampak visual negatif, mengurangi

LAPORAN AKHIR II - 15
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

kebingungan dan kompetisi antara papan informasi publik dan papan


reklame. Papan nama/reklame yang dirancang baik akan menambah
kualitas tampilan bangunan dan memberi kejelasan informasi usaha.

II.5. KEBIJAKAN PENATAAN RUANG RTRW KOTA


SALATIGA TAHUN 2010 -2030

II.5.1. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota

Tujuan penataan ruang Kota Salatiga adalah mewujudkan Kota


Salatiga sebagai pusat pendidikan dan olahraga di kawasan Kendal–Ungaran–
Semarang–Salatiga–Purwodadi (Kedungsepur) yang berkelanjutan didukung
sektor perdagangan dan jasa yang berwawasan lingkungan.

II.5.2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang

Tujuan kebijakan struktur ruang adalah untuk mendorong proses


pertumbuhan pada wilayah yang mempunyai potensi untuk berkembang serta
untuk memacu pertumbuhan wilayah tersebut sesuai dengan karakteristik
masing-masing dengan tetap menjaga keberlanjutan pembangunannya.
Kebijakan pengembangan struktur ruang kota, meliputi:
1. Pemantapan pusat pelayanan kegiatan sesuai dengan fungsinya;
2. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem prasarana
sarana umum;
3. Pengembangan sistem jaringan transportasi jalan yang memperlancar
pergerakan antar pusat kegiatan.

A. Strategi pemantapan pusat pelayanan kegiatan sesuai dengan


fungsinya
Strategi pemantapan pusat pelayanan kegiatan sesuai dengan
fungsinya meliputi:
1. Menetapkan hirarki sistem pusat pelayanan secara
berjenjang;
2. Mengembangkan pusat perdagangan berskala regional;
3. Mengembangkan kegiatan pendidikan menengah kejuruan,
akademi, dan perguruan tinggi hingga ke skala pelayanan
regional;
4. Mengembangkan pusat kegiatan olah raga;

LAPORAN AKHIR II - 16
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

5. Mengembangkan kegiatan wisata budaya, wisata alam, dan


wisata buatan;
6. Mengembangkan kegiatan jasa pertemuan dan jasa
pameran.
B. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem
prasarana sarana umum
Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem
prasarana sarana umum meliputi:
1. Mengembangkan prasarana telekomunikasi nirkabel berupa
tower BTS (Base Transceiver Station) bersama;
2. Mengembangkan prasarana listrik dengan sumber energi
alternatif;
3. Meningkatkan dan mengembangkan ketersediaan air baku;
4. Meningkatkan kualitas jaringan irigasi dan distribusi air.
C. Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi jalan yang
memperlancar pergerakan antar pusat kegiatan
Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi jalan yang
memperlancar pergerakan antar pusat kegiatan meliputi:
1. Mengembangkan jaringan jalan lingkar;
2. Menata fungsi jaringan jalan; dan
3. Mengembangkan terminal tipe A, tipe C, dan terminal
angkutan kota (angkota).

II.5.3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang

Tujuan kebijakan pola ruang adalah untuk mengoptimalkan


pemanfaatan sumber daya dengan tetap mempertahankan kelestarian
lingkungan guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Kebijakan pengembangan pola ruang kota meliputi:
1. Peningkatan fungsi kawasan lindung;
2. Penyediaan RTH Kota yang proporsional;
3. Perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang optimal dan
efisien;
4. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

LAPORAN AKHIR II - 17
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

A. Strategi peningkatan fungsi kawasan lindung


Strategi Peningkatan fungsi kawasan lindung meliputi:
1. menetapkan kawasan lindung;
2. menjaga kelestarian kawasan lindung;
3. mengembalikan dan mengatur pemanfaatan tanah sesuai
peruntukan fungsi lindung;
4. melestarikan kawasan lindung cagar budaya;
5. melakukan rehabilitasi dan konservasi kawasan lindung yang
telah menurun fungsinya.
B. Strategi penyediaan RTH Kota yang proporsional
Strategi Penyediaan RTH Kota yang proporsional meliputi:
1. meningkatkan kuantitas RTH hingga 30 %;
2. mengembalikan RTH sesuai fungsinya;
3. mempertahankan RTH yang telah ada.

C. Strategi perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang


optimal dan efisien
Strategi perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang
optimal dan efisien meliputi:
1. menetapkan kawasan budi daya sesuai daya dukung dan
daya tampung lingkungan;
2. mengarahkan pengembangan kawasan industri di bagian
Selatan kota;
3. mengarahkan pengembangan kawasan pertanian lahan
basah di bagian Timur kota;
4. mendorong pengembangan kawasan budi daya secara
vertikal di kawasan kepadatan tinggi; dan
5. memperhatikan keterpaduan antar kegiatan budi daya;
6. mengembangkan fasilitas olah raga berskala nasional dan
internasional.
D. Strategi perwujudan peningkatan fungsi kawasan untuk
pertahanan dan keamanan negara
Strategi perwujudan peningkatan fungsi kawasan untuk
pertahanan dan keamanan negara meliputi:
1. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di
dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk
menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

LAPORAN AKHIR II - 18
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

2. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi


daya tidak terbangun disekitar kawasan strategis nasional
yang mempunyai fungsi khusus pertahanan dan keamanan
dengan kawasan budi daya terbangun;
3. menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
keamanan.

II.5.4. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Strategis

Kebijakan pengembangan kawasan strategis meliputi:


1. Pengembangan kawasan strategis sosial budaya:
2. Pengembangan kawasan strategis ekonomi.
A. Strategi pengembangan kawasan strategis sosial budaya
Strategi pengembangan kawasan strategis sosial budaya,
meliputi:
1. menetapkan kawasan strategis kota dengan fungsi
pendidikan berskala internasional;
2. meningkatkan sarana prasarana pendidikan tinggi di
kawasan strategis;
3. meningkatkan sarana prasarana pusat pendidikan dasar dan
pusat pendidikan menengah di kawasan strategis.
B. Strategi pengembangan kawasan strategis ekonomi
Strategi pengembangan strategis ekonomi, meliputi:
1. menetapkan kawasan strategis kota dengan fungsi
perdagangan dan jasa;
2. meningkatkan sarana prasarana perdagangan dan jasa
berskala regional;
3. meningkatkan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang
kegiatan perdagangan dan jasa.

II.5.5. Rencana Pola Ruang Terkait Pengembangan Industri

Kawasan peruntukan industri di Kota Salatiga meliputi:


1. Kawasan peruntukan industri kecil ditetapkan di:
a. Kelurahan Kutowinangun;
b. Kelurahan Gendongan;
c. Kelurahan Tingkir Lor; dan

LAPORAN AKHIR II - 19
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

d. Kelurahan Tingkir Tengah.


2. Kawasan peruntukan industri menengah ditetapkan di:
a. Kelurahan Sidorejo Kidul; dan
b. Kelurahan Noborejo.
3. Kawasan peruntukan industri besar non polutan ditetapkan di:
a. Kelurahan Kutowinangun;
b. Kelurahan Ledok;
c. Kelurahan Mangunsari;
d. Kelurahan Cebongan;
e. Kelurahan Randuacir; dan
f. Kelurahan Noborejo.

LAPORAN AKHIR II - 20
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

LAPORAN AKHIR II - 21
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

LAPORAN AKHIR II - 22
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

LAPORAN AKHIR II - 23
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

III. METODOLOGI

BAB III
METODOLOGI
III.1. PENDEKATAN PELAKSANAAN
Olahan Singkong Keju yang saat ini terpusat di Jl. Argowiyoto
Kelurahan Ledok, Argomulyo Kota Salatiga ini, mulai berkembang antara
tahun 2009 hingga tahun 2010. Bisnis Olahan Singkong ini, digawangi oleh
pengusaha yang saat ini memiliki merk dagang Singkong D-9. Perjalanan
Singkong keju dimulai dari berjualan di Lapangan Pancasila Kendal dengan
menggunakan Gerobak. Peningkatan omzet penjualan yang signifikan, pada
akhirnya berpindah tempat di Jl. Argowiyoto. Meningkatnya jumlah pembeli
dan menjadi peluang bisnis menjanjikan, memicu warga disekitar Jl.
Argowiyoto untuk menggeluti bisnis yang sama. Inilah yang pada akhirnya,
kawasan Argowiyoto berkembang menjadi pusat kuliner olahan singkong, dan
Singkong Keju menjadi yang terfavorit diantaranya.
Kawasan ini, berada ditengah-tengah permukiman di Ledok dengan
kepadatan bangunan tingkat sedang-tinggi. Ruas jalan Argowiyoto (pusat
kawasan) notabennya merupakan jalan lingkungan dengan lebar 3-3.5 meter.
Tentu dengan perkembangan kuliner olahan singkong ini, berbagai
permasalahan terkait sirkulasi dan ketersediaan parkir semakin menguat.
Ketika jumlah pengunjung mencapai puncaknya pada saat akhir pekan,
kawasan ini akan sangat padat dipenuhi dengan penjung dan kendaraan yang
digunakan.
Untuk itulah, penyusunan Masterplan Kawasan Olahan Singkong ini
disusun oleh inisiasi Pemerintah Kota Salatiga melalui BAPPEDA. Pada
masterplan tersebut, tidak hanya penataan kawasan saja, melainkan
pengaturan sirkulasi, penataan saluran drainase, hingga kebutuhan penataan
saluran pembuangan limbah (IPAL) sisa Olahan singkong akan terakomodir
didalamnya.
Pelaksanaan pekerjaan Masterplan Kawasan Olahan Singkong
Kelurahan Ledok didasarkan pada Kondisi dan Permasalahan Eksisting kawasan

LAPORAN AKHIR III - 1


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

perencanaan, Peraturan dan Kebijakan yang berlaku dan Kebutuhan Penataan


Ruang.

PENGOLAHAN SINGKONG (SINGKONG KEJU)


ARGOWIYOTO, LEDOK – KOTA SALATIGA

Perkembangan Pengolahan Singkong tidak KAWASAN WISATA KULINER SINGKONG


diringi Kesiapan Masyarakat dan Pemerintah LEDOK – KOTA SALATIGA
Menyambut Perkembangan
Nilai Tambah Hasil Pengolahan
Singkong

Ruang
Sirkulasi Limbah Peningkatan Kesejahteraan
Parkir
Warga Sekitar

• Berdampak Pada Sirkulasi Lingkungan


• Antrian Menghambat Ruas Jalan Kota & Nasional
• Berdampak Pada Kesehatan Masyarakat PENATAAN KAWASAN
LEBIH BAIK

FEEDBACK

PENATAAN KAWASAN
PENYUSUNAN MASTERPLAN KAWASAN PENGOLAHAN SINGKONG
(Ledok, Kota Salatiga)

Identifikasi Penyusunan
Awal Masterplan

Analisis
Metodologi
Kebutuhan

Rencana Analisis
Penaatan Permasalahan

Rencana Survei Primer/


Kerja Lanjutan Lapangan

LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR

Gambar III.1 Kerangka Pikir dan Alur Pelaksanaan Kegiatan

LAPORAN AKHIR III - 2


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Secara umum, tahapan pelaksanaan kegiatan ini adalah:


1. Penyusunan Laporan Pendahuluan
Tahap ini berisikan Latar belakang Masterplan Kawasan Olahan
Singkong, metodologi, ruang lingkup wilayah kegiatan, Manning
Schedule dan rencana kerja. Pada tahap ini, telah muncul
diantaranya:
a. Identifikasi awal kondisi eksisting;
b. Inventarisasi permasalahan dan potensi,
c. Gambaran rencana penataan kawasan berdasarkan solusi atas
permasalahan dan pemanfaatan potensi kawasan.
2. Penyusunan Akhir
Tahap ini berisi Masterplan dan Indikasi Program Rencana
Pengembangan Kawasan Olahan Singkong di Kelurahan Ledok Kota
Salatiga, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Analisis dan penataan struktur ruang
b. Menyusun konsep pengembangan infrastruktur
c. Menyusun konsep strategi pengembangan kawasan

III.2. PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI

III.2.1. Persiapan dan Pembekalan Materi Survei

Pada tahapan persiapan survei dan pembekalan, meliputi beberapa


aspek kegiatan sebagai berikut:
1. Persiapan Awal
Berupa kegiatan pengkajian data/informasi dan literatur yang telah
ada, serta berkaitan dengan rencana kota yang hasilnya dapat berupa
asumsi dan hipotesa mengenai perspektif kota yang direncanakan.
Tahap persiapan dasar ini juga mencakup beberapa kegiatan,
meliputi:
a. Identifikasi kebijakan pembangunan wilayah perencanaan
b. Identifikasi kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah perencanaan
c. Identifikasi potensi wilayah perencanaan
d. Identifikasi permasalahan di wilayah perencanaan
e. Penyiapan kerangka rencana kerja (jenis dan bentuk data,
kedalaman, instrumen dan lainnya)
f. Penyusunan jadwal kegiatan kerja dan alokasi tugas tenaga ahli
g. Penyiapan keperluan administrasi penunjang kegiatan survei.

LAPORAN AKHIR III - 3


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

2. Persiapan Survei
Tahap persiapan survei baik primer maupun sekunder yang meliputi
kegiatan sebagai berikut:
a. Persiapan survei primer yang meliputi penyusunan desain survei,
penyusunan persiapan data dan informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan observasi lapangan.
b. Persiapan survei sekunder, yaitu penyiapan instrumen
(daftar/tabel) untuk pengumpulan data yang dibutuhkan baik
dari instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan dan tokoh
masyarakat yang terkait Penyusunan Masterplan Kawasan Industri
Kota Salatiga.

III.2.2. Survei Lapangan

Sebelum pelaksanaan kegiatan survei pengumpulan data maka hasil


rancangan instrumen survei perlu dipersiapkan sebaik-baiknya sebagai
pedoman kegiatan survei untuk memperoleh data yang relevan dan sesuai
dengan kebutuhan dalam Penyusunan Masterplan Kawasan Olahan Singkong
Ledok Kota Salatiga. Adapun kegiatan survei lapangan atau pengumpulan data
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Survei Primer
a. Survei obyek khusus, berupa pengisian daftar pertanyaan yang
diajukan kepada beberapa responden, seperti pengusaha dan
masyarakat sekitar.
b. Survei lalu lintas, sangat diperlukan karena berpengaruh
terhadap karakter kota dan harus dapat menggambarkan besaran
jumlah, jenis lalu lintas, arah pergerakan, efisiensi kegiatan lalu
lintas dan lain sebagainya.
c. Pada kegiatan survei terhadap pengusaha, daftar pertanyaan
yang digunakan harus dapat mengungkapkan besaran modal,
tenaga kerja, produksi maupun pemasaran komoditas atau
produk.
d. Survei untuk rumah tangga harus dilengkapi dengan daftar
pertanyaan yang akan menggambarkan karakteristik sosial
budaya dan ekonomi penduduk.
e. Observasi dan interview untuk melengkapi survei tersebut di atas
dan untuk memperoleh data/informasi yang lebih rinci.

LAPORAN AKHIR III - 4


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

2. Survei Sekunder
a. Pengumpulan data sekunder berkaitan langsung dengan masalah
lokasi perencanaan, meliputi kebijakan wilayah yang berkaitan
dengan keadaan fisik, sosial, perekonomian dan lainnya.
b. Melakukan wawancara dengan nara sumber di instansi
pemerintah, lembaga, ahli, organisasi kemasyarakatan, tokoh
masyarakat yang terkait dalam Penyusunan Masterplan Kawasan
Olahan Singkong Ledok Kota Salatiga.
Adapun aspek data yang dimaksud dalam survei sekunder antara lain:
a. Aspek fisik dasar antara lain topografi, hidrologi, geologi,
klimatologi, jenis tanah dan lainnya
b. Aspek tata guna tanah
c. Aspek kependudukan dan sumber daya manusia
d. Aspek sosial budaya masyarakat
e. Aspek fasilitas pelayanan umum
f. Aspek transportasi darat, laut dan udara
g. Aspek jaringan listrik, telekomunikasi dan air bersih
h. Aspek perekonomian wilayah
i. Aspek pengelolaan pembangunan

III.3. TAHAP IDENTIFIKASI DAN KOMPILASI DATA


Pekerjaan kompilasi data merupakan tahap proses seleksi data,
tabulasi data dan pengelompokkan/sistemasi data sesuai dengan kebutuhan.
Hasil yang diharapkan adalah tersusunnya buku Kompilasi Data dengan
penyajian secara sistematik dan dilengkapi dengan dengan tabel, angka-
angka, diagram maupun peta serta dapat menjadi input dalam proses analisis.
Adapun jenis dan sistematika data yang disajikan dalam buku kompilasi data
adalah sebagai berikut:

III.3.1. Skala Makro

Skala Makro yaitu mencakup data pokok, mengenai:


1. Aspek Kebijakan Regional
Aspek ini yang diduga berpengaruh pada perkembangan kota yang
direncanakan antara lain:
a. Kebijakan sektoral.
b. Rencana strategis wilayah yang bersangkutan.

LAPORAN AKHIR III - 5


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

c. Investasi pembangunan baik yang sudah, sedang maupun yang


akan dilaksanakan.
2. Aspek Kependudukan
a. Jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, agama, lapangan kerja,
pendapatan dll.
b. Perkembangan penduduk, baik jumlah, persebaran dan
komposisi.
c. Adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, suku dan sebagainya.
3. Aspek Fasilitas dan Utilitas
a. Jenis fasilitas-utilitas yang ada, persebaran, baik fasilitas-utilitas
penunjang kegiatan sosial maupun ekonomi.
b. Kualitas dan tingkat pelayanan.

III.3.2. Skala Mikro

Skala mikro meliputi data pokok, mengenai:


1. Aspek Kependudukan, Sosial Kultural
a. Jumlah, pertumbuhan dan persebaran penduduk.
b. Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin,
tingkat pendidikan, agama, lapangan kerja, pendapatan dan lain
sebagainya.
c. Perkembangan penduduk dalam hal jumlah persebaran dan
komposisi.
d. Adat istiadat, kebiasaan – kebiasaan dll.
2. Aspek Fisik Dasar
Meliputi kondisi geografis, administratif, kondisi iklim, kondisi
topografi, kondisi geologi dan struktur tanah, serta kondisi hidrologi.

3. Aspek Pelayanan Fasilitas dan Utilitas, antara lain :


a. Jenis, jumlah dan penyebaran fasilitas-utilitas di kawasan baik
untuk melayani kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi.
b. Jenis prasarana dan sarana perhubungan serta prasarana
lingkungan, seperti jalan, listrik, drainase, air minum, baik
dalam kualitas maupun kuantitasnya.
c. Perkembangan mengenai keadaan fasilitas dan prasarana/sarana,
dalam hal kualitas, kuantitas, maupun sumber dana yang
digunakan bagi pembiayaan pembangunannya.

LAPORAN AKHIR III - 6


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

III.4. TAHAPAN ANALISIS

III.4.1. Analisis Pengaruh Kebijakan Regional

Analisis Pengaruh Kebijakan Regional, antara lain untuk menilai


pengaruh kebijakan terhadap perkembangan sektor-sektor kegiatan di
wilayahnya. Secara lebih jelasnya desain analisis pengaruh kebijakan regional
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel III.1 Desain Analisis Kebijakan Pembangunan
METODE
ANALISA DESKRIPSI
ANALISA
Analisis Kebijakan Pengertian: Metode studi
Pengembangan Analisis tentang kebijakan pengembangan literatur
Wilayah wilayah yang harus diterapakan sesuai
dengan potensi yang dimiliki wilayah.
Tujuan:
Untuk mengetahui konsep kebijakan
pengembangan wilayah yang harus
diterapkan menurut prioritas yang ada.
Bahan Analisa:
Potensi, kendala, dan limitasi wilayah
Produk Analisis:
Konsep pengembangan wilayah yang harus
diterapkan di wilayah perencanaan
Sumber: Tim Penyusun, 2018

III.4.2. Analisis Transportasi dan Aksesibilitas

Analisis tingkat aksesibilitas meliputi analisis tingkat kemudahan


hubungan antar kawasan dan analisis hubungan fungsional antar kegiatan.
Untuk desain analisis tingkat aksesibilitas, secara lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel dan gambar berikut ini.
Tabel III.2 Desain Analisis Transportasi dan Aksesibilitas
ANALISA DESKRIPSI METODE ANALISA
Analisis Tingkat Pengertian: Analisis deskrptif-
Kemudahan Analisis mengenai kemudahan aksesibilitas kualitatif
Hubungan Antar dan pergerakan yang dinilai dari kondisi
Wilayah dan sarana maupun prasarana.
Hubungan Tujuan:
Fungsional Antar Mengidentifikasi tingkat pergerakan
Kegiatan masyarakat beserta keberadaan kondisi
sarana dan prasarana transportasi
Bahan yang Dianalisis:
- Kondisi sarana dan prasarana transportasi
- Tingkat pelayanan sarana dan prasarana

LAPORAN AKHIR III - 7


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

ANALISA DESKRIPSI METODE ANALISA


transportasi
- Tingkat ketersediaan sarana dan prasarana
transportasi
- Sistem aktivitas pengelolaan dan
kelembagaan transportasi
- Aktivitas penggunaan lahan
- Pola keterkaitan antar ruang secara
fungsional
Hasil Analisa:
Karakteristik aksesibilitas dan pola
pergerakan pelaku aktivitas di wilayah
perencanaan
Sumber: Tim Penyusun, 2018

III.4.3. Analisis Sarana dan Prasarana Kawasan

Analisis Tingkat Pelayanan Fasilitas dan Utilitas Perkotaan


1. Tingkat pelayanan dan distribusi fasilitas, meliputi fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas
perdagangan, fasilitas industri, fasilitas keuangan dan fasilitas
lainnya.
2. Tingkat pelayanan dan distribusi jaringan utilitas, meliputi listrik,
telepon, saluran pembuangan, sanitasi dan pembuangan sampah, serta
air minum dan air bersih.
Adapun analisis tingkat pelayanan fasilitas dan utilitas dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel III.3 Desain Analisis Prasarana Wilayah
METODE
ANALISA DESKRIPSI
ANALISA
Analisa Kondisi Pengertian: Metode
Eksisting dan Analisa kondisi eksisting prasarana yang deskriptif
Daya Dukung mencakup energi, pengelolaan lingkungan, kuantitatif
Prasarana transportasi, pengairan, telekomunikasi, dan dan kualitatif
Wilayah prasarana lain, serta mengetahui peran dan
daya dukung prasarana baik tingkat pelayanan
maupun kemampuan pelayanannya. Sehingga
diketahui keadaan, jumlah, dan keefektifan
prasarana di wilayah perencanaan
Tujuan:
1. Mengetahui identifikasi tingkat penyediaan
prasarana serta kemampuan pelayanannya.
2. Mengetahui sejauh mana prasarana dapat
mempengaruhi jalannya aktifitas penduduk
dan perkembangan pemanfaatan ruang

LAPORAN AKHIR III - 8


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

METODE
ANALISA DESKRIPSI
ANALISA
sejalan dengan tuntutan kemajuan.
Bahan yang Dianalisis:
1. Listrik
2. Drainase, limbah, penghijauan, air bersih
3. Perhubungan
4. Pengairan sawah
5. Telepon
6. SDM, SDA, aktifitas (peran dan fungsi kota),
kebijakan
Hasil Analisis:
1. Kinerja prasarana
2. Skala pelayanan prasarana
3. Potensi prasarana
4. Permasalahan prasarana
Analisa Pengertian: Metode
Prioritas Analisa ini merupakan kelanjutan dari analisa deskriptif
Pengembangan sebelumnya, yang akan memprioritaskan kuantitatif
Prasarana pengembangan prasarana berdasarkan potensi dan kualitatif
dan permasalahan yang ada.
Tujuan:
Mengetahui prasarana yang perlu mendapat
prioritas untuk pengembangan selanjutnya dan
dalam rangka mendukung pengembangan
kawasan.
Bahan yang Dianalisa:
1. Kinerja prasarana
2. Skala pelayanan prasarana
3. Potensi prasarana
4. Permasalahan prasarana
5. Proyeksi dan distribusi penduduk
6. Proyeksi ekonomi
Hasil Analisa:
Memberi masukan terhadap skenario
pengembangan prasarana
Sumber: Tim Penyusun, 2018

III.4.4. Analisis Sistem Hidrologi

Analisis ini meliputi analisis produksi air, analisis kawasan tangkapan


air dan analisis kemampuan optimal saluran drainase eksisting. Analisis ini
berguna sebagai dasar dalam menyusun kebijakan pengembangan sistem
drainase. Selengkapnya mengenai analisis tersebut adalah seperti pada tabel
berikut:

LAPORAN AKHIR III - 9


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Tabel III.4 Desain Analisis Sistem Hidrologi


ANALISA DESKRIPSI METODE ANALISA
Analisis Produksi Pengertian: Q = F.C.Cs.I.A
Air Adalah analisis untuk menghitung Q = debit bajir (m3/dt)
air produksi air yang ada di wilayah F = faktor konversi
Studi. satuan (=0,00278)
Tujuan: C = koefisien
Untuk menghitung besarnya volume pengaliran (0,5-0,6)
air yang ada, yang selanjutnya Cs = koefisien
dengan data dan analisis lainnya penampungan
akan digunakan untuk menentukan I = intensitas hujan
sistem pelayanan saluran (mm/jam)
Bahan yang Dianalisa: A = luas catchment
• Curah Hujan area (ha)
• Suhu R24  24  2
• Jenis Tanah
I=  .
24  tc  3
• Geologi R24= curah hujan maks
• Tata Guna Tanah dalam 24 jam (mm)
Hasil Analisis: tc= waktu konsentrasi
• Volume air yang masuk (jam)
kesaluran Xtr=Xm+(Ytr-Yn)/Sn.Ytr
• Volume air yang terserap tanah. Xtr= curah hujan
rencana (mm)
Xm= curah hujan rata-
rata (mm)
Ytr=reduced period
Sn=reduced standar
deviasi
Yn=reduced mean
2tc
Cs =
2tc + tdf
tdf=waktu aliran di
dalam saluran
tc=tof+tdf
tof=waktu yang
diperlukan air untuk
mengalir mengalir ke
saluran terdekat
A1C1 + A2C2 + ... + AnCn
C=
A1 + A2 + ... + An

C1=harga koefisien
pengaliran pada bagian
daerah yang sesuai
dengan tata guna
lahannya
A1=luas masing-masing
bagian daerah

LAPORAN AKHIR III - 10


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

ANALISA DESKRIPSI METODE ANALISA


Analisis kawasan Pengertian: Analisis Indentifikasi
tangkapan air Adalah analisis mengenai pola dan Deliniasi
aliran air (dimana air terus
mengalir dan dimana air akan
berhenti).
Tujuan:
• Untuk mengetahui kecapatan
air disetiap kawasan
• Untuk mengidentifikasi kawasan
yang rawan terjadi genangan/
banjir
Bahan yang Dianalisa:
Peta Topografi
Hasil Analisis:
• Kawasan rawan genangan/
banjir
• Kebutuhan volume saluran
Kemampuan Pengertian: O=Q/V
Optimal Saluran Adalah analisis mengenai besarnya O=luas dasar
Drainase Eksisting kapasitas saluran yang saat ini ada penampang (m2)
dan kemampuannya dalam V=kecepatan aliran
menampung limpasan. 1 2/3 1/2
Analisis drainase didasarkan pada V= R S
N
asumsi arus langgeng (Steady
N=koefisien manning
Flow). Untuk mengantisipasi
S=kemiringan saluran
adanya fluktuasi, maka diperlukan
R=jari-jari hidrolis
ambang bebas untuk mencegah
saluran=O/P (m)
luapan air.
P=keliling basah saluran
Tujuan:
(m)
• Mengetahui kurang/cukup
F=cy
pelayanan saluran eksisting
F=tinggi ambang batas
• Untuk mengidentifikasi kawasan
y=kedalamansaluran
yang rawan terjadi genangan/
pada keadaan normal
banjir
(m)
Bahan yang Dianalisa:
c=koefisien
Peta Saluran Drainase eksisting
= 0,46 untuk Q=0,6
Hasil Analisis:
m3/dt
• Kapasitas/ kemampuan sistem = 0,76 untuk Q=8,5
drainase m3/dt
Sumber: Tim Penyusun, 2018

LAPORAN AKHIR III - 11


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

IV. KONDISI EKSISTING KAWASAN

BAB IV
KONDISI EKSISTING
KAWASAN

Lokasi penyusunan Masterplan Kawasan Pengolahan Singkong ini berada


Kelurahan Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga. Ulasan dalam bab ini,
lebih kepada gambaran kondisi eksisting kawasan olahan singkong dan
sekitarnya.

LAPORAN AKHIR IV - 1
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

IV.1. PROFIL WILAYAH

IV.1.1. Kecamatan Argomulyo

Kecamatan Argomulyo adalah salah satu dari 4 Kecamatan di Kota


Salatiga. luas wilayahnya ± 1.852,69 Ha dan terletak ± 1,6 km arah barat –
selatan dari pusat pemerintahan Kota Salatiga dan ± 2 km dari pusat Kota
Salatiga.

Gambar IV.1 Peta Kecamatan Argomulyo

LAPORAN AKHIR IV - 2
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Kecamatan Argomulyo, merupakan pusat pengembangan kawasan di


wilayah Kota Salatiga bagian Selatan. Adapun batas–batas wilayahnya adalah
sebagai berikut:
Utara : Kelurahan Kalicacing, Kelurahan Dukuh, dan Kelurahan
Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
Timur : Desa Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang,
Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan Tingkir Tengah, dan
Kelurahan Kalibening Kecamatan Tingkir Kota Salatiga
Selatan : Desa Patemon dan Desa Karangduren Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang
Barat : Desa Jetak Kecamatan Getasan, dan Desa Sumogawe
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Kecamatan
Tingkir Kota Salatiga
Argomulyo Bagian Utara yang terdiri dari Kelurahan Ledok merupakan
daerah datar, dimana daerah ini untuk pengembangan jasa dan industri.
Argomulyo bagian Timur terdiri dari Kelurahan Cebongan dan Kelurahan
Noborejo, daerah ini merupakan daerah pengembangan Industri. Argomulyo
bagian Barat terdiri dari kelurahan Kumpulrejo dan Kelurahan Tegalrejo, yang
merupakan daerah pengembangan perumahan permukiman dan jasa.

Argomulyo bagian Selatan terdiri dari Kelurahan Randuacir, daerah ini


merupakan daerah pengembangan jasa, serta potensial untuk
pengembangan pertanian lahan kering dan peternakan, seperti ayam ras, sapi
perah, perkebunan dan daerah industri/pengrajin kecil.

LAPORAN AKHIR IV - 3
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Jumlah penduduk Kecamatan Argomulyo sampai dengan bulan Oktober


2017 sebanyak 50.506 orang terdiri dari: Laki-laki 25.317 jiwa, Perempuan
25.189 jiwa. Stuktur jenis tanah di wilayah Kecamatan Argomulyo merupakan
jenis tanah pesolik, topografi sebagian besar merupakan dataran dengan
ketinggian + 450-675 m dpl, dengan kemiringan kurang dari 15% dan datar
85%, dengan curah hujan rata – rata cukup tinggi, yakni 1.419 mm pertahun.

IV.1.2. Kelurahan Ledok

Kelurahan Ledok terletak di Jalan Veteran Nomor 25 Salatiga yaitu


pada 7°20,34’ 27,7” LS 110° 30’ 35,006” BT pada ketinggian 632 m(dpl).
Adapun batas wilayah Kelurahan Ledok adalah:

• Sebelah Barat : Kelurahan Tegalrejo Kec. Argomulyo


• Sebelah Selatan : Kelurahan Cebongan Kec. Argomulyo
• Sebelah Timur : Kelurahan Kalibening Kecamatan Tingkir
• Sebelah Utara : Kelurahan Gendongan Kecamatan Tingkir

Kelurahan Ledok sendiri terdiri dari 13 (tiga belas) RW dan 66 (enam


puluh enam) RT dengan rincian sebagai berikut:
1. RW I Dukuh Ringinaweterdiri atas 14 wilayah RT
2. RW II Dukuh Ngaglik terdiri atas 5 wilayah RT
3. RW III Dukuh Pendem terdiri atas 11 wilayah RT
4. RW IV Dukuh Tlogoterdiri atas 2 wilayah RT
5. RW V Dukuh Jurang Guntingterdiri atas 3 wilayah RT
6. RW VI Dukuh Krasakterdiri atas 2 wilayah RT
7. RW VII Dukuh Ledokterdiri atas 4 wilayah RT
8. RW VIII Dukuh Gandu terdiri atas 2 wilayah RT
9. RW IX Dukuh Argamas Timurterdiri atas 6 wilayah RT
10. RW X Perum Argomulyoterdiri atas 6 wilayah RT
11. RW XI Dukuh Ngaglik terdiri atas 3 wilayah RT
12. RW XII Dukuh Ngaglik terdiri atas 5 wilayah RT
13. RW XIII Perum Argamas Barat terdiri atas 3 wilayah RT

Jenis tanah di Kelurahan Ledok terdiri dari latosol cokelat dan asosiasi
andosol. Jenis tanah latosol cokelat berada di seluruh RW yang ada di
Kelurahan Ledok.

LAPORAN AKHIR IV - 4
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Kelurahan Ledok memiliki kelerengan landai (2-8%0, datar (< 2%),dan


miring (8-30%). Seluruh RW yang ada di Kelurahan Ledok memiliki kelerengan
landai. Untuk daerah dengan kelerengan datar berada di hampir seluruh
wilayah di Kelurahan. Kelurahan Ledok memiliki suhu ± 23,89 oC – 31,8oC,
sehingga berhawa cukup sejuk.
Penggunaan lahan di Kelurahan Ledok dibedakan menjadi lahan
sawah, lahan kering dan lahan lainnya. Lahan sawah merupakan penggunaan
terkecil (0,37%) sedangkan paling banyak dipergunakan sebagai lahan kering
(94,82%) sedangkan lahan lainnya sebesar 4,81 %.
Berdasarkan konsep BPS yang dimaksud dengan penduduk adalah
orang yang berdomisili dalam wilayah geografis suatu daerah lebih dari 6
bulan atau kurang dari 6 bulan tetapi berniat menetap, baik yang bertempat
tinggal tetap maupun yang bertempat tinggal tidak tetap. Jumlah penduduk
di Kelurahan Ledok pada tahun 2017 sebanyak 10.458 jiwa yang terdiri dari
5.056 Laki-Laki dan 5.429 Perempuan.
Berdasarkan jenis kelaminya penduduk terbagi menjadi laki-laki dan
perempuan, dan perbandingan keduanya dirumuskan sebagai Sex Ratio yaitu
perbandingan penduduk laki-laki dibandingkan dengan peduduk perempuan
dikalikan dengan 100%, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

JumlahPendudukLaki − Laki
SexRatio = X 100 %
JumlahPendudukPerempuan

Secara umum jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan


jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio yang
nilainya lebih kecil dari 100. Pada tahun 2017, untuk setiap 100 penduduk
perempuan terdapat 93.13 penduduk laki-laki.
Penduduk dalam perkembangannya mempunyai kebiasaan hidup
berkumpul dan berkonsentrasi membentuk paguyuban di mulai dari RT, RW,
Kelurahan dan seterusnya, sebagai wujud makhluk sosial yang saling
membutuhkan. Distribusi penduduk dan tingkat konsentrasi kepadatan
penduduk menjadi penting untuk diketahui, agar dapat pula diketahui tingkat
hirarki permukimannya berdasarkan tingkat kepadatannya. Sedangkan
distribusi kepadatan digunakan untuk mengetahui tingkat penyebaran
penduduk yang terjadi di Kelurahan Ledok, berdasarkan luasan wilayah dan
luasan terbangun.

LAPORAN AKHIR IV - 5
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Luas wilayah Kelurahan Ledok 1.873 Km 2 dan jumlah penduduk pada


tahun 2017 sejumlah 10.458 jiwa, maka kepadatan penduduk pada kelurahan
Ledok ini sebesar 5.598 jiwa/Km2 atau 55.98 Ha.
Selanjutnya berdasarkan luasan wilayah dapat diketahui tingkat
kepadatan kotor (bruto) yaitu untuk mengetahui secara umum daya tampung
kawasan masih mencukupi atau tidak. Standar kepadatan kotor ini adalah
sebagai berikut:
• Kepadatan rendah = 0 – 100 jiwa/ha
• Kepadatan sedang = 100 – 150 jiwa/ha
• Kepadatan tinggi = 150 – 200 jiwa/ha
Berdasarkan standar kepadatan diatas, maka tingkat kepadatan
penduduk di kawasan peruntukan termasuk dalam kategori kepadatan rendah
(0-100 jiwa/ha).
A. Sarana Kelurahan Ledok
Sarana yang tersedia di kawasan menurut data Kecamatan Argomulyo
dalam angka tahun 2017, meliputi sarana pendidikan, kesehatan,
peribadatan, perdagangan, dan perindustrian. Upaya peningkatan
mutu di bidang pendidikan berkaitan erat dengan ketersediaan
fasilitas pendidikan dan kecukupan jumlah guru. Kedua hal tersebut
dapat dilihat dari jumlah sekolah dan rasio murid guru. Jumlah dan
persebaran sarana pendidikan di kawasan peruntukan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel IV.1 Banyaknya Sarana Pendidikan di Kelurahan Ledok

Keluarahan RA TK SD MI SMP MTs.N SMA SMK

Ledok 4 2 5 0 1 0 1 0
Sumber: Kecamatan Argomulyo dalam Angka, 2018

B. Sarana Kesehatan
Kesehatan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan
bidang sosial. Upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat salah satunya adalah menyediakan sarana dan
prasarana kesehatan. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai
sangat diperlukan dalam upaya peningkatan status kesehatan dan gizi
masyarakat. Hal ini akan terwujud bila adanya dukungan pemerintah
dan swasta sekaligus.
Sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia di Kelurahan Ledok
antara lain puskesmas, pustu, balai pengobatan, rumah sakit, apotik,
dan posyandu.

LAPORAN AKHIR IV - 6
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Tabel IV.2 Banyaknya Sarana Kesehatan di Kelurahan Ledok

Balai Pengobatan Praktek Dokter


Keluarahan Puskesmas Pustu Klinik Apotek Posyandu
Pemerintah Swasta Umum Spesialis Gigi

Ledok 0 2 0 0 9 0 3 1 1 32
Sumber: Puskesmas Cebongan dan Puskesmas Tegalrejo, Dinas Kesehatan Kota Salatiga

C. Sarana Peribadatan
Kehidupan beragama yang harmonis sangat didambakan masyarakat.
Hal ini terlihat dari tempat-tempat peribadatan yang ada di sekitar
warga, seperti masjid, gereja, dan pesantren.
Karena Kelurahan Ledok didominasi oleh agama Islam. Sarana
peribadatan lainnya yang merupakan terbanyak kedua adalah gereja,
mengingat umat beragama Kristen juga menjadi jumlah penduduk
terbanyak kedua di Kecamatan Argomulyo.

Tabel IV.3 Banyaknya Sarana Peribadatan di Kelurahan Ledok

Pura/Vihara
Keluarahan Masjid Surau Gereja
DLL

Ledok 13 10 3 1
Sumber: BPS, Kota Salatiga 2018

IV.2. DESTINASI WISATA KELURAHAN LEDOK


IV.2.1. Kawasan Olahan Singkong

Wisata Kuliner Salatiga, kampung Singkong Ledok, Argomulyo Kota


Salatiga. Di kampung ini, ketela pohon atau ubi kayu diolah menjadi aneka
kuliner dengan cita rasa modern. Sebutan Kampung Singkong pun layak
disandang kampung yang berada di sekitar Pertigaan ABC Salatiga ini.

LAPORAN AKHIR IV - 7
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Kampung yang menjadi sentra produksi aneka olahan berbahan


singkong ini pun menjadi destinasi wisata kuliner di Salatiga. Lokasinya yang
strategis, berada di dekat jalan besar Semarang-Solo, mudah dijangkau
wisatawan.

Dahulu singkong sering diidentikkan dengan jajanan ndeso atau


makanan kelas bawah itu bertransformasi menjadi salah satu oleh-oleh paling
diburu di Salatiga. Salah satu yang menjadi ikon Kampung Singkong itu adalah
Singkong Keju D9. Dulu pelancong hanya mengenal Gethuk Kethek yang
diproduksi salah satu warga yang berlokasi tepat di pintu masuk kampung.
Kini mereka dibuat terpikat oleh olahan singkong yang sebenarnya jauh lebih
sederhana proses pembuatannya, yakni singkong keju. Singkong goreng yang

LAPORAN AKHIR IV - 8
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

ditaburi atau dilengkapi dengan topping parutan keju dan susu kental. Plus
taburan meses untuk versi komplitnya.
Jajanan istimewa ini bisa didapatkan di Singkong Keju D-9. Sebuah
kafe besar yang ada di Jalan Argowiyoto No.8A, Ledok, Argomulyo, menjadi
tempat utama didapatkannya olahan ini. Tak hanya Singkong Keju yang
renyah dan creamy yang bisa didapatkan di kafe ini.

Aneka produk olahan berbasis ketela pun disuguhkan di kafe ini.


Seperti Singkong Keju Mayones, Singkong Daging Sapi Lapis Keju, Singkong
Keju Tuna, burger telo, pancake telo, perkedel singkong saus semur, paket
oblok-oblok daun singkong, roll telo udang asam manis, telo chicken crispy
dan lain-lain. Produk lain yang bisa dikemas sebagai oleh-oleh seperti mento,
klenyem, cothot, dan timus juga tersedia. Pembeli bisa langsung memilih dan
membungkusnya dengan dus packing yang telah disiapkan.
Kafe Telo D-9 ini juga menawarkan singkong frozen siap goreng. Ini
adalah keunggulan lain dari produk singkong D-9. Singkong dikemas kedap
udara dan dibekukan sehingga membuatnya bisa lebih tahan lama. Singkong
frozen ini paling disukai konsumen dari luar kota untuk dijadikan oleh-oleh.
Dengan adanya singkong frozen tersebut, konsumen bisa menggorengnya
sendiri di rumah dan bisa menikmatinya dalam keadaan hangat. Penggemar
singkong keju D-9 ini ternyata begitu banyak. Tempat parkir yang cukup luas
di depan kafe sering tak lagi mampu menampung. Mobil pengunjung pun
akhirnya berderet di sepanjang jalan.

LAPORAN AKHIR IV - 9
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Menurut Hardadi, pemilik Singkong Keju D-9 Salatiga, usaha yang telah
ditekuninya sejak 2009 ini terus berkembang dan diminati. Awalnya, tempat
berjualan dengan gerobak di Lapangan Pancasila. Mulai pertengahan 2011
berpindah jualan ke rumah. Hingga saat itu, pembeli terus mencari oleh-oleh
khas ini. Saat Liburan Lebaran pengunjung meningkat dan omset penjualan
pun naik. Pada lebaran kali ini (2018) bahkan naik hingga 100%. Pada mulanya
D-9 memproduksi sekitar 5 kilogram singkong, kini bisa mencapai antara 2 ton
hingga 3 ton per hari.
Pada kawasan pengolahan singkong ini, tidak hanya D-9 saja, masih
banyak outlet-outlet lainnya yang menjual hasil olahan singkong lainnya
seperti Argotelo Singkong Keju, Singkong Keju Cassava, Ubay Singkong Keju,
Gethuk Satriyo Salatiga, Gethuk Ketel Satu Rasa dan lain-lainnya.

LAPORAN AKHIR IV - 10
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

IV.2.2. Kawasan Agrowisata Krasak

Dukuh Krasak adalah wilayah Kelurahan Ledok Kecamatan Argomulyo


Kota Salatiga yang memiliki luas wilayah kurang lebih 52 km2 Dukuh Krasak
terdiri dari 2 RT dengan jumlah penduduk 599 jiwa yang terdiri dari 160
Kepala Keluarga jumlah penduduk laki laki 323 jiwa dan penduduk perempuan
276 jiwa.
Kultur penduduk Krasak yang Kuiltur Agraris mata pencaharian
penduduknya rata rata adalah petani ,jumlah kelompok tani 1 dan Kelompok
wanita tani 1 kelompok yang sampai sekarang masih aktif. Latar belakang
penduduknya yang religius dengan ditandai berdirinya pondok pesantren yang
keberadaannya cukup diperhitungkan di salatiga dengan jumlah santri yang
banyak dan dari berbagai Kota di Jawa Tengah. Dengan latar belakang
tersebut Dukuh Krasak berkembang dan berpola pikir maju dengan peduli
terhadap lingkungan melalui berbagai gerakan masyarakat baik peduli
terhadap perubahan iklim, pengelolaan sampah dan keberadaan Kawasan
Rumah Pangan Lestari.
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan di kawasan dukuh Krasak
diantaranya yaitu:
1. Pengumpulan Sawah
Kegiatan ini meliputi:
a. Sampah rumah tangga yang dibawa masing masing warga dipilah
sesuai kategori limbah kemudian ditimbang dan dicatat oleh
petugas / koordinator dawis
b. Limabah dikumpulkan dipilah sesuai kategori bersama sama
c. Petugas dari tim kreatif memilih bahan yang bisa dijadikan
produk Recycle ( ex bungkus minyak,bungkus kopi , bungkus mie
instan dll)
d. Bahan yang tersisa dipilah sesuai kategori yang kemudian
disalurkan ke pengepul sampah dengan harga yang telah
disepakati, uang hasil penjualan dimasukkan ke kas paguyupan
dan digunakan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan.
2. Pembuatan Produk Recycle
Dengan kreatifitas tim kreatif bahan bahan bekas sampah diolah
menjadi berbagai produk kerajinan diantaranya:
a. Payung cantik dari kemasan bungkus pewangi pakaian ( meraih
Juara I Lomba Kader Pokja II PKK Kota Salatiga tahun 2013 )

LAPORAN AKHIR IV - 11
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

b. Jas Hujan anak dari kemasan bungkus kopi ( meraih Juara I


Lomba Barang bekas Berkualitas Milad Salimah Tk Kota Salatiga
tahun 2014 )
c. Rak Sepatu Gantung dari bungkus minyak goreng ( meraih Juara
II Lomba Barang bekas Berkualitas Milad Salimah Tk Kota Salatiga
tahun 2014 )
d. Lampion dari plastik air mineral ( Juara II Tk Kota Salatiga Lomba
kreatifitas daur ulang sampah yang diselenggarakan Cipkataru
tahun 2015 )
e. Celemek dari kemasan crakes
f. Kostum unik dari bahan limbah plastik
Semua produk telah mampu menambah penghasilan penduduk karena
dijualbelikan pada acara bazar maupun di outlet Rumah Kreatif Bank
Sampah “BERKAH LESTARI”.
3. Rumah Kreatif Pondok Sunan Giri
Para santri pondok Sunan Giri juga ikut berperan dalam pengurangan
sampah melalui paguyupan santri peduli sampah, dimana kegiatan
yang mereka lakukan diantaranya adalah
a. Pembuatan aneka kreasi daur ulang sampah
b. Sosialisasi Peduli Lingkunga dan Sampah melalui Karnaval
budaya peduli Lingkungan
c. Penanaman sayur organik di kebun santri.
4. Rumah Pangan Lestari (KRPL) Krasak
Sebagai kampung yang peduli terhadap lingkungan, Krasak memiliki
KRPL yang terintegrasi dengan paguyupan sampah dimana sampah
organik diolah kembali menjadi kompos sebagai pupuk tanaman dan
sayuran.
Bekerjasama dengan kelompok tani maupun KWT Tunas Makmur
pengembangan green house dan pemanfaatan pekarangan di rumah
rumah warga mampu meningkatkan ketahanan pangan karena hasil
panen sayuran di lingkungan warga disamping dikonsumsi sendiri juga
menambah pendapatan karena dijual ke pasar. KRPL Krasak pada
tahun 2015 menjadi juara harapan I tingkat Kota Salatiga pada lomba
KRPL yang diadakan oleh Bapermas Kota Salatiga Juara I lomba KRPL
tingkat Kota Salatiga yang diadakan Dinas Pangan Kota Salatiga.

LAPORAN AKHIR IV - 12
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

5. Peduli Perubahan Iklim


Sebagai Kampung yang perduli terhadap perubahan Iklim Krasak
memiliki biopori di masing masing rumah warga guna menahan air
hujan agar tidak semua mengalir ke selokan.
Disamping itu memiliki hutan mini sebagai bentuk upaya untuk
menciptakan lingkungan yang kaya oksigen dan salah satu bentuk
edukasi pada anak anak PAUD di sekolah terdapat percontohan
biopori maupun edukasi terhadap anak didik tentang pentingnya
peduli terhadap sampah maupun iklim.
Himbauan terhadap penghematan pemanfaatan listrik maupun air
dilakukan melalui pertemuan PKK maupun pertemuan kelompk
pengajian sebagai bentuk kepedulian terhadap 3efek Global Warming.

LAPORAN AKHIR IV - 13
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Dilihat dari peta wilayah Krasak yang berdekatan dengan kawasan


kuliner ketela di Ngaglik RW II dimana saat ini merupakan kawasan kuliner
yang berkembang dan sudah dikenal seluruh Indonesia, maka wilayah Krasak
berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan Agro Wisata Kampung
Pamelo. Berikut potret potensi wilayah Krasak:
A. Kampung Organik
Saat ini Krasak memiliki potensi sebagai kampung organik dimana 90 %
warga menanam sayuran organik ditunjang dengan keberadaan Green
house sebagai kebun bibit desa, dan adanya kelompok tani dan
Kelompok Wanita Tani yang maju dimana pada tahun 2018 menjadi
Juara II KWT tingkat Kota Salatiga.

Gambar IV.2 Tanaman Hidroponik

LAPORAN AKHIR IV - 14
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Gambar IV.3 Green House

B. Taman Edukasi ALASKRA


Atas inisiatif warga memanfaatkan sebagian tanah kosong yang luas
untuk wisata edukasi out bond menjadi daya tarik tersendiri di
wilayah krasak dimana tidak hanya warga sekitar yang memanfaatkan
taman edukasi tersebut namun juga SD, PAUD yang berada di wilayah
sekitar ikut memanfaatkan arena edukasi tersebut . Untuk itu perlu
dikembangkan lebih lanjut menjadi wisata edukasi yang bisa
dimanfaatkan seluruh warga Salatiga.

LAPORAN AKHIR IV - 15
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Gambar IV.4 Taman Alaskra

C. Kelompok Pengrajin Batik Tulis


Disamping sebagai petani sebagian masyarakat juga memiliki mata
pencaharian tambahan yaitu membatik baik batik tulis maupun batik
cap dengan motif khas Krasak. Hal tersebut juga merupakan potensi
yang ingin kami kembangkan sebagai daya tarik wisata dengan
memohon pendampingan dari dinas terkait guna pengembangan dan
pemasarannya.
D. Bank Sampah Berkah Lestari
Warga Krasak sangat peduli terhadap lingkungan dimana pengolahan
sampah sudah dilakukan secara terpilah baik organik maupun non
organik dimana sampah yang bisa diolah menjadi kerajinan dan
dimanfaatkan menjadi barang barang yang bernilai jual tinggi. Hal
tersebut telah dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang telah
diperoleh Krasak terkait kepedulian lingkungan diantaranya Juara II
lomba K3 Tingkat Kota Salatiga tahun 2017, juara I lomba K3 tingkat
Kecamatan dan Juara I Lomba Hatinya PKK tingkat Kota Salatiga tahun
2018.

LAPORAN AKHIR IV - 16
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

E. Kebun Pamelo
Pada kawasan ini rencananya akan di bangun gazebo yang melengkapi
tanaman pertanian (pemandangan gunung).

Gambar IV.5 Rencana Perkebunan Pamelo (Gazebo)

Dengan adanya beberapa potensi yang sudah ada tersebut di atas,


maka warga masayarakat yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh
agama, PKK juga remaja berkeinginan untuk menjadikan Krasak sebagai desa
Agro Wisata. Hal tersebut didukung dengan potensi penduduk yang mayoritas
petani dan struktur tanah serta iklim yang cocok untuk tanaman Pamelo.
Beberapa tantangan dalam rencana pengembangan kawasan Agrowisata
Krasak diantaranya yaitu:
1. Ketersediaan bibit Pamelo yang berkualitas
2. Keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang cara tanam Pamelo
3. Penataan sarana prasarana wilayah Krasak agar menjadi menarik
sebagai kawasan wisata Agro
4. Penataan taman ALASKRA
5. Kondisi jalan lingkungan dalam kondisi permukaan cukup baik, hanya
saja lebar badan jalan 3-4 Meter.

IV.2.3. Kondisi Aksesibilitas Kawasan

Kondisi jaringan jalan di Kelurahan Ledok umumnya beraspal dengan


lebar jalan beragam. Jalan yang menjadi akses masuk kawasan lebih lebar
dibandingkan jalan di dalam kawasan permukiman (depan tenant).

LAPORAN AKHIR IV - 17
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Gambar IV.6 Gerbang Kawasan Pengolahan Singkong Sisi


Utara (Dari Arah Kota)

Gambar di atas, merupakan gerbang sisi utara menuju Kawasan


Pengolahan Singkong yang dapat di akses dari arah Pusat Kota Salatiga. Pada
titik ini, masyarakat sekitar lebih mengenal dengan sebutan Simpang ABC.

Gambar IV.7 Kondisi Aksesibilitas Sisi Utara (Dari Arah Kota)

Dari gerbang masuk sisi utara pada gambar sebelumnya di atas,


selanjutnya untuk menuju Pusat Kawasan, pengunjung akan melintasi 1
Jembatan Kecil (TPS) dengan ruas jalan yang sedikit berkelok dan menanjak.
Untuk menuju Kelurahan Ledok atau Pusat Kawasan Pengolahan Singkong,
dapat melalui jalur Jalan Semarang-Solo dan Jalan Perkotaan. Kedua akses ini
sangat penting bagi lalu lintas kendaraan pengunjung. Pengunjung dari arah
selatan (Solo, Boyolali, dan sekitarnya) dapat mengakses gerbang kawasan di
sisi selatan (Pada Gambar Berikut).

LAPORAN AKHIR IV - 18
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Gambar IV.8 Gerbang Kawasan Pengolahan Singkong Sisi


Selatan (Dari Arah Selatan/ Boyolali/ Solo dan sekitaranya)

Gambar IV.9 Kondisi Aksesibilitas Sisi Selatan (Dari Arah


Selatan/ Boyolali/ Solo dan sekitaranya)

Kelurahan Ledok memiliki 13 RW dengan jumlah total panjang


jaringan drainase primer sebesar 4.902,365 meter dan memiliki jumlah total
panjang jaringan drainase sekunder sebesar 4.628,274 meter. Jaringan air
bersih yang terdapat di Kelurahan Ledok memiliki dimensi yang berbeda di
setiap RW. Di Kelurahan Ledok terdapat jaringan air bersih dengan dimensi 2
inci untuk jaringan distribusi. Kelurahan Ledok memiliki 2 jenis jaringan
listrik, yaitu jaringan listrik distribusi dan SUTM berkekuatan 20 KVA. Jaringan
distribusi sudah tersebar di semua RW.

LAPORAN AKHIR IV - 19
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

IV.3. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN


Berdasarkan hasil survei di kawasan Kelurahan Ledok, ditemui
beberapa permasalahan yang diantaranya yaitu:
1. Aksesibilitas Menuju Kawasan
Berada pada Simpang ABC dengan arus lalu lintas yang cukup tinggi.
Kondisi Traffic Light pada lengan Jl. Argotunggal tidak aktif /
beroperasi.
2. Geometrik Persimpangan terlalu kecil, sehingga mempengaruhi
arah pandangan kendaraan keluar kawasan menuju ruas utama;
3. Geometrik Jalan Akses terlalu kecil untuk ativitas wisata, terutama
pada kawasan olahan Singkong;
4. Keterbatasan Ruang Parkir
Ruang Parkir yang tersedia didalam kawasan, hanya sebatas
penggunaan badan jalan/ lahan/ pekarangan rumah warga yang sangat
terbatas.
5. Kapasitas Drainase
Dari hasil survei, kapasitas drainase primer dan sekunder tergolong
cukup kecil. Kondisi ini rentan terjadinya genangan air pada saat
hujan dengan intensitas tinggi.

LAPORAN AKHIR IV - 20
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

6. Limbah Cair
Berdasarkan hasil survei pada saluran drainase yang ada pada
kawasanm terdapat aktivitas pembuangan limbah cair hasil olahan
singkong langsung menuju saluran drainase utama tanpa melewati
penyaringan (tidak ada IPAL).

LAPORAN AKHIR IV - 21
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

V. ANALISIS SITE KAWASAN

BAB V
ANALISIS SITE
V.1. TAUTAN WILAYAH
Analisis tautan wilayah digunakan untuk mengetahui keterkaitan atau
hubungan kawasan yang satu dengan lainnya pada site kawasan sehingga
dapat mengetahui keberadaan site tersebut termasuk didalamnya bentuk
aktivitas. Kawasan Olahan Singkong dan Agrowisata ini terletak di Kelurahan
Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga. Pada kawasan tersebut,
terdapat beberapa titik wisata kuliner dan potensi wisata taman dan
perkebunan, diantaranya yaitu:
1. Wisata Kuliner Olahan Singkong
2. Agrowisata Krasak, meliputi:
a. Kampung Organik/ Hidroponik/ Green House;
b. Taman Edukasi Alaskra;
c. Perkebunan Pamelo;
3. Kampung Pelangi;
Kawasan potensi wisata tersebut, memiliki aksesibilitas yang
terhubung langsung dengan jalan nasional dan jalan utama Kota Salatiga.

LAPORAN AKHIR V-1


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Akses Utama
Dari/Ke SEMARANG

1 2
Kawasan Permukiman
Akses Utama Kepadatan Sedang-Tinggi
3

Jalan Nasional
Kawasan Industri

Dari/Ke BOYOLALI

Gambar V.1 Tautan Wilayah

LAPORAN AKHIR V-2


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Lokasi Kawasan Olahan Singkong dan Kawasan Agrowisata Krasak,


terletak diantara Kota Semarang dan Kabupaten Boyolali, yang terhubung
melalui Jalan Nasional. Posisi yang sangat menguntungkan, mengingat arus
lalu lintas dari kedua arah tersebut cukup tinggi. Kawasan olahan singkong,
dapat menetapakan posisi sebagai rest area pada Kota Salatiga bagi para
pengunjung yang berpergian melintasi Kota Salatiga.
Namun, perlu adanya penataan kawasan yang utamanya terkait
permasalahan ketersediaan ruang parkir. Ini mengingat, letak kawasan olahan
singkong berada ditengah-tengah permukiman di Kelurahan Ledok. Selain itu,
sirkulasi keluar dan masuk kawasan, sebisa mungkin tidak menyebabkan
hambatan lalu lintas untuk arus lalu lintas di Jalan Nasional. Hal tersebut
perlu diperhatikan pada akses keluar atau masuk di sisi selatan.

Gambar V.2 Akses Keluar/Masuk Kawasan Olahan Singkong Sisi Selatan

V.2. ANALISIS TOPOGRAFI


Dari hasil survei, kondisi Topografi pada kawasan olahan singkong dan
agrowisata kresek, terdiri dari 2 kondisi yaitu relatif datar 0-8%, dan landai 8-
15%. Pada beberapa spot tertentu, topografinya tergolong curam 15-25%,
khususnya diantara kawasan olahan singkong dan agrowisata, serta antara
simpang ABC dan kawasan olahan singkong. Pada saat-saat tertentu, sirkulasi
kendaraan pengunjung tersendat pada titik antara simpang ABC dan kawasan
olahan singkong, yaitu pada saluran drainase berdekatan dengan TPS.

LAPORAN AKHIR V-3


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Keterangan:

Relatif Datar 0-8%


Landai & Curam 8-25%

Gambar V.3 Topografi Pada Saluran Drainase Dekat TPS (Jl. Argotunggal)

Gambar V.4 Topografi Pada Saluran Drainase Antara Kawasan Olahan


Singkong dan Agrowisata Krasak (Jl. Argotunggal)

LAPORAN AKHIR V-4


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Respon:
1. Perlu adanya rekayasa geometrik jalan pada titik Topografi
Landai/Curam yang berdekatan dengan sungai di sisi barat dan timur,
yaitu pelebaran geometrik jalan;
2. Pada titik tersebut, tidak diperbolehkan adanya kendaraan yang
berhenti atau parkir;
3. Perbedaan topografi dapat dimanfaatkan untuk desain saluran
drainase dan IPAL limbah cair dari kawasan olahan singkong.

V.3. ANALISIS LINGKUNGAN


Tata guna lahan pada Kawasan Olahan Singkong dan Agrowisata
Krasak, didominasi oleh guna Lahan Permukiman dan Kawasan Industri berada
di sisi selatan. Berada di tengah-tengah kawasan, merupakan ruang terbuka
hijau dan sempadan sungai.

Gambar V.5 Kondisi Lingkungan Kawasan Olahan Singkong

LAPORAN AKHIR V-5


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Respon:
1. Kondisi lingkungan berupa kawasan permukiman, menjadi acuan
dalam rencana penataan kawasan;
2. Adanya kawasan olahan singkong dengan aktivitas pengunjung yang
cukup besar, memerlukan penataan berupa sirkulasi dan rencana
ruang parkir agar tidak menggangu lalu lintas lingkungan sekitar;

V.4. ANALISIS AKSESIBILITAS DAN SIRKULASI


1. Aksesibilitas Menuju Kawasan
Berikut terkait data geometrik ruas jalan pada kawasan olahan
singkong dan agrowisata:

Gambar V.6 Sebaran Kondisi Geometri Jalan pada Kawasan

LAPORAN AKHIR V-6


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Gambar V.7 Potongan Melintang A

Merupakan potongan melintas ruas jalan yang menghubungkan


Kawasan Olahan Singkong dan Kawasan Agrowisata, yaitu pada ruas Jl.
Argotunggal (Salatiga-Suruh).

Gambar V.8 Potongan Melintang B (Ruas Argotunggal – Titik TPS)

LAPORAN AKHIR V-7


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Gambar V.9 Potongan Melintang C (Gerbang Akses Utama – Jl. Argotunggal)

Gambar V.10 Potongan Melintang D (Ruas Utama Kawasan Olahan Singkong)

Pada kawasan olahan singkong dan destinasi agrowisata yang berada di


wilayah Kelurahan Ledok, terdapat 2 akses yang digunakan untuk
memasuki kawasan tersebut, yaitu melalui Jl. Argotunggal dan Jl.
Argopuro. Akses tersebut langsung terhubung dengan Jalan Nasional
Semarang – Surakarta.

LAPORAN AKHIR V-8


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Perhatian utama fokus pada pintu akses ruas Jl. Argotunggal karena
berada pada persimpangan “ABC” yang lalu lintasnya tergolong cukup
padat. Permasalahan utama yang terjadi yaitu:
a. Geometrik Persimpangan terlalu kecil, sehingga mempengaruhi
arah pandangan kendaraan keluar kawasan menuju ruas utama;

b. Traffic Light tidak aktif, terdapat kerusakan pada Lampu APILL


yang menyebabkan terjadinya konflik lalu lintas;
c. Pada Simpang APILL “ABC” terdapat 3 fase waktu hijau (jalan).
Dimulai dari fase hijau lengan Utara (kota Salatiga), lalu 15 detik
kemudian fase hijau lengan Selatan (Boyolali), dan setelah kedua
lengan tersebut Merah, maka lengan Jalan Nasional (Semarang)
memulai fase Hijau. Waktu fase lengan simpang Selatan (dari
Boyolali) dengan fase lengan simpang Utara (dari Kota Salatiga)
hanya berjarak kurang lebih 15 detik dari 40 detik waktu Hijau,
dengan fase awal adalah lengan Utara.
d. Pendeknya jeda waktu tersebut, mengakibatkan kendaraan yang
akan memasuki kawasan dari arah Selatan (Boyolali), konflik
dengan arus lalu lintas dari Utara (Pusat Kota Salatiga) dalam
kondisi waktu hijau.

LAPORAN AKHIR V-9


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

2. Geometrik Jalan Pada Kawasan


Kelurahan Ledok, merupakan wilayah dengan kepadatan permukiman
yang tergolong pada tingkat kepadatan sedang-tinggi di Kota Salatiga.
Ruas jalan utama (Jl. Argotunggal) hanya memiliki lebar badan jalan
3.80 – 4.00 Meter. Kemudian untuk ruas jalan lingkungan yang berada
lebih kedalam, memiliki lebar badan jalan 2.90 – 3.10 Meter. Untuk
skala lingkungan, kondisi geometrik tersebut masih dalam kondisi yang
wajar. Namun dengan adanya destinasi wisata kuliner dan agrowisata,
maka geometri jalan tersebut sangat kecil. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya konflik arus kendaraan didalam kawasan.

3. Keterbatasan Ruang Parkir


Ruang Parkir yang tersedia didalam kawasan, hanya sebatas
penggunaan lahan/ pekarangan rumah warga yang sangat terbatas.
Kemudian, karena terbatasnya ruang parkir yang tersedia, makan
badan jalan digunakan sebagai ruang parkir (on street parking). Perlu
diketahui bahwa tipikal pengunjung wisata kuliner dan agrowisata,
menghabiskan waktu lama pada objek wisata. Sehingga siklus keluar-
masuk pengunjung terjadi dengan rentan waktu lama. Hal-hal
tersebut dapat memicu konflik arus lalu lintas dan mempengaruhi
pemikiran untuk membatalkan kunjungan.

LAPORAN AKHIR V - 10
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Gambar V.11 Parkir di Badan Jalan Argowiyoto

Respon:
Diperlukan peningkatan ruas jalan utama kawasan olahan singkong dan
agrowisata krasak, diantaranya:
1. Pelebaran Badan Jalan Agrowiyoto;
2. Pelebaran Geometrik Gerbang Utama Kawasan (Sp. ABC)
3. Pengaturan Sirkulasi pada Kawasan untuk mengurangi titik
konflik pada dalam kawasan maupun diluar kawasan;
4. Diperlukan pengaktifan Traffic Light (Perbaikan);
5. Dapat diperlakukan rekayasa lalu lintas berupa arah pergerakan
(Misal, Sistem Satu Arah);

V.5. ANALISIS DRAINASE


Pada kawasan olahan singkong, terdapat 2 saluran drainase (sungai)
yang cukup besar dan memiliki kedalaman dari permukaan jalan yang cukup
besar. Memanfaatkan kondisi topografi pada lingkungan sekitarnya, maka
perencanaan drainase diawali dari titik tertinggi pada kawasan tersebut.
Sistem aliran menggunakan gravitasi dengan mengikuti kontur eksisting.
Sistem yang berjalan saat ini, saluran drainase kecil pada ruas Jl. Argowiyoto
bergerakan ke saluran sekunder di sisi utara (depan SD. Ledok 1). Kemudian,
saluran sekunder mengalir menuju saluran primer ke arah barat (menuju
TPS).

LAPORAN AKHIR V - 11
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Gambar V.12 Rencana Arah Aliran Drainase

Respon:
1. Untuk saluran drainase di ruas Jl. Argowiyoto diarahkan ke
saluran yang berdekatan dengan TPS Ledok (Barat)
2. Sedangkan aliran pembuangan IPAL diarahkan ke saliuran primer
pada sungai di sisi timur kawasan (menuju Krasak).

LAPORAN AKHIR V - 12
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

VI. KONSEP PENATAAN KAWASAN

BAB VI
KONSEP PENATAAN
KAWASAN
VI.1. KONSEP PENATAAN KAWASAN
VI.1.1. Konsep Penataan

Kawasan Olahan Singkong dan Agrowisata Krasak yang akan


dikembangkan di Kelurahan Ledok Kecamatan Argomulyo diarahkan pada
Konsep Kawasan Wisata yang Terintegrasi. Integrasi disini yaitu
menghubungkan antara kawasan kuliner olahan singkong dengan kawasan
Agrowisata Krasak yang terdiri dari Taman Alaskra, Perkebunan Palemo, dan
Kampung Hidroponik (Green House).
Tujuan dari konsep ini, adalah penawaran paket wisata di Kelurahan
Krasak yang terdiri dari Kawasan Kuliner Olahan Singkong dan Agrowisata
Krasak. Aktivitas utama saat ini yaitu Kawasan Kuliner Olahan Singkong.
Dipertahankan menjadi magnet bagi kawasan wisata di Kelurahan Ledok.
Harapannya, perlahan kawasan Agrowisata menjadi semakin ramai kunjungan
wisatawan baik lokal maupun kawasan hinterland Kota Salatiga.
Beberapa tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk mendukung
hal konsep pengembangan wisata tersebut di atas diantaranya:
1. Mempersiapkan lahan atau tempat, yang dapat dipergunakan sebagai
ruang parkir bagi kendaraan pengunjung, mengingat permasalahan
utama kawasan ini adalah kekurangan lahan untuk parkir kendaraan
pengunjung;
2. Memperbaiki saluran drainase pada ruas Jl. Argowiyoto agar dapat
dimanfaatkan sebagai ruang parkir kendaraan (on Street Parking);
3. Mendukung pengembangan Agrowisata di Krasak kelurahan Ledok,
lewat pembiayaan, pemberian pelatihan dalam pengelolaan
perkebunan, dan mempersiapkan alternatif lokasi parkir agrowisata;

LAPORAN AKHIR VI - 1
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

4. Sosialisasi Kawasan Wisata Ledok – Kota Salatiga, oleh Pemerintah dan


Pengelola Kawasan.

VI.1.2. Rencana Aktivitas

Potensi yang ada pada lokasi dan sekitarnya, akan dijadikan


pertimbangan utama dalam menentukan jenis kegiatan yang ditawarkan
sehingga akan diperoleh jenis aktivitas yang sesuai, antara lain:

1. Aktivitas Utama
Aktivitas utama adalah yang dilakukan oleh wisatawan (pengunjung)
dan mendapat perhatian utama kawasan oleh pengunjung dan
pengelola, diantaranya:
a. Kuliner Olahan Singkong
Kuliner olahan singkong ini terdiri dari 2 aktivitas, yaitu:
1) Olahan Singkong makan ditempat;
2) Olahan Singkong sebagai buah tangan (Oleh-oleh);
b. Taman Alaskra
Beberapa aktivitas didalamnya berupa taman-taman permainan
bertemakan alam.
c. Kampung Hidroponik
d. Perkebunan Palemo
1) Memetik Hasil Perkebunan
2) Menanam Bibit Buah Dll.

2. Aktivitas Pendukung
Aktivitas pendukung/service lebih banyak untuk kegiatan pelayanan
dan penunjang seperti parkir, ibadah, dan kebersihan.

Adapun Konsep Penaataan Kawasan Olahan Singkong dan Agrowisata


Krasak tersaji pada gambar berikut ini:

LAPORAN AKHIR VI - 2
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

LAPORAN AKHIR VI - 1
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

VI.2. KEBUTUHAN RUANG PARKIR


Kebutuhan ruang parkir merupakan kebutuhan utama di kawasan
Olahan Singkong dan Agrowisata di Kelurahan Ledok. Ruang Parkir
direncanakan ditempatkan di Lapangan Gendongan di sisi utara kawasan
olahan singkong. Lokasi ini satu-satunya lahan yang tersedia, dimana dapat
digunakan untuk ruang parkir dengan luas mencapai ± 5.700 M2. Dengan
luasan tersebut, berikut jumlah kendaraan yang dapat tertampung pada lokasi
rencana ruang parkir tersebut. Berikut prosentase pembagian internal
Rencana Area Parkir:

Tabel VI.1 Pembagian Internal Rencana Area Parkir


Luas Sub
Jenis Prosentase
Area Parkir
Mobil 60% 3.420
Motor 25% 1.524
Sirkulasi 15% 855
TOTAL 100% 5.700
Sumber: Analisis Tim Konsultan, 2018

Pembagian tersebut, merupakan rekayasa/ modifikasi terbaik terkait


luas lahan dan penataan area parkir secara keseluruhan. Berikut perhitungan
ketersediaan parkir yang dapat tertampung berdasarkan luas lahan yang telah
dimodifikasi dan disesuaikan dengan standar kebutuhan ruang untuk masing-
masing jenis kendaraan rencana:

Tabel VI.2 Hasil Perhitungan Jumlah Per Jenis Kendaraan Rencana


Tertampung Berdasarkan Kapasitas Tersedia
Jenis Standar Asumsi
Jumlah Pengunjung
No. Kendaraan Kebutuhan Ruang/ Satuan Orang/
Tertampung (Orang)
Rencana Kendaraan Kendaraan
1 Mobil 12,50 M2 272 4 1.094
2 Motor 2,00 M2 762 2 1.524
TOTAL 1.880 2.618
Sumber: Analisis Tim Konsultan, 2018

Keterangan hasil perhitungannya kendaraan tertampung adalah sebagai berikut:


• Mobil: 272 unit
Asumsikan 1 mobil membawa 4 orang
Jumlah penumpang = 272 x 4 = 1.094 orang/kendaraan
• Motor: 762 unit
Asumsikan 1 motor membawa 2 orang
Jumlah penumpang = 762 x 2 = 1.524 orang/kendaraan

LAPORAN AKHIR VI - 1
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Berdasarkan perhitungan di atas, dengan luas lahan sebesar 5.700,


dimana telah terbagi oleh masing-masing jenis kendaraan dan sirkulasi parkir,
kapasitas parkir yang tersedia sejumlah Mobil 272 unit, dan Motor 762 unit.
Kemudian, dari seluruh kendaraan tersebut, terdapat 2.618 orang
pengunjung.

LAPORAN AKHIR VI - 2
MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VII
KESIMPULAN DA
REKOMENDASI
VII.1. KESIMPULAN
1. Kawasan Olahan Singkong dan Agrowisata Krasak yang akan
dikembangkan di Kelurahan Ledok Kecamatan Argomulyo
diarahkan pada Konsep Kawasan Wisata yang Terintegrasi.
Integrasi disini yaitu menghubungkan antara kawasan kuliner
olahan singkong dengan kawasan Agrowisata Krasak yang terdiri
dari Taman Alaskra, Perkebunan Palemo, dan Kampung
Hidroponik (Green House).
2. Tujuan dari konsep ini, adalah penawaran paket wisata di
Kelurahan Krasak yang terdiri dari Kawasan Kuliner Olahan
Singkong dan Agrowisata Krasak. Aktivitas utama saat ini yaitu
Kawasan Kuliner Olahan Singkong. Dipertahankan menjadi
magnet bagi kawasan wisata di Kelurahan Ledok. Harapannya,
perlahan kawasan Agrowisata menjadi semakin ramai kunjungan
wisatawan baik lokal maupun kawasan hinterland Kota Salatiga.

VII.2. REKOMENDASI
Beberapa tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk mendukung
hal konsep pengembangan wisata tersebut di atas diantaranya:
1. Mempersiapkan lahan atau tempat, yang dapat dipergunakan sebagai
ruang parkir bagi kendaraan pengunjung, mengingat permasalahan
utama kawasan ini adalah kekurangan lahan untuk parkir kendaraan
pengunjung;
2. Memperbaiki saluran drainase pada ruas Jl. Argowiyoto agar dapat
dimanfaatkan sebagai ruang parkir kendaraan (on Street Parking);

LAPORAN AKHIR VII - 1


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

3. Mendukung pengembangan Agrowisata di Krasak kelurahan Ledok,


lewat pembiayaan, pemberian pelatihan dalam pengelolaan
perkebunan, dan mempersiapkan alternatif lokasi parkir agrowisata;
4. Sosialisasi Kawasan Wisata Ledok – Kota Salatiga, oleh Pemerintah dan
Pengelola Kawasan.

LAPORAN AKHIR VII - 2


MASTERPLAN KAWASAN OLAHAN SINGKONG

Contents
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ..................................................................................1
VII.1. KESIMPULAN ............................................................................................................1
VII.2. REKOMENDASI .........................................................................................................1

LAPORAN AKHIR VII - 3

Anda mungkin juga menyukai