Anda di halaman 1dari 35

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Tugas Ujian

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Disusun Oleh:
RAHAYU ASAMARANI
AYU HERWAN MARDATILAH

PEMBIMBING:
dr. M. Khairul Nuryanto, M. Kes

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
Upaya Kesehatan Matra

Istilah matra diarahkan pada kondisi lingkungan yang berubah bermakna


yang mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang atau kelompok. Lingkungan
tersebut bisa terjadi di darat (lapangan), laut maupun udara.
Kondisi matra akibat lingkungan yang berubah bermakna ini bisa terjadi
karena sudah direncanakan maupun tidak direncanakan.
 Aktivitas Matra Lapangan yang direncanakan : Haji, Transmigrasi,
Berkemah, Perjalanan mudik lebaran, berkumpulnya penduduk saat festival
ataupun acara-acara keagamaan, perjalanan wisata, kegiatan bawah tanah, dan
kegiatan lintas alam.
Matra laut : Penyelaman, pelayaran, dan kehidupan laut lepas pantai.
Matra Udara : Penerbangan dan kegiatan kedirgantaraan lainnya
 Kondisi matra yang tidak direncanakan : Lingkungan pengungsian akibat
terjadinya bencana, gangguan kamtibmas maupun krisis lainnya.

Kesehatan Matra dimaksudkan sebagai upaya terorganisasi untuk


meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna mengatasi masalah kesehatn
akibat lingkungan yang berubah bermakna.
Upaya Kesehatan meliputi Promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi
sebagaimana upaya kesehatan pada umumnya.
Upaya kesehatan matra terbagi dalam kesehatan matra lapangan, kesehatan
matra kelautan dan bawah air serta kesehatan matra kedirgantaraan sebagaimana
isi Kepmenkes No. 215/2004 tentang Pedoman Kesehatan Matra.

Upaya Kesehatan Matra Lapangan


 Kesehatan Haji
 Kesehatan Transmigrasi
 Kesehatan dalam Penanggulangan Korban bencana
 Kesehatan Bumi Perkemahan
 Kesehatan Situasi Khusus
 Kesehatan Lintas Alam
 Kesehatan Bawah Tanah
Kesehatan Matra Lapangan yang menjadi domain TNI – Polri yaitu
Kesehatan dalam Penanggulangan Gangguan Kamtibmas (Polri) dan Kesehatan
dalam operasi dan Latihan militer didarat (TNI-AD)

Kesehatan Kelautan dan Bawah Air


 Kesehatan Pelayaran
 Kesehatan Lepas Pantai
 Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik
Kesehatan Matra laut yang dilaksanakan oleh TNI-AL adalah kesehatan dalam
operasi dan latihan militer di laut.
Kesehatan Matra Kedirgantaraan
 Upaya Kesehatan Penerbangan
 Kesehatan olahraga dirgantara
 Kesehatan Ruang Angkasa
Kesehatan Matra kedirgantaraan yang dilaksanakan TNI-AU adalah
kesehatan dalam operasi dan latihan militer di dirgantara
Upaya Kesehatan Matra yang berkaitan operasi tempur dan latihan milter serta
upaya kesehatan matra yang berkaitan dengan gangguan kamtibmas tidak
dilaksanakan oleh KemKes melainkan oleh TNI-Polri. Upaya Kesehatan haji
dikelola tersendiri oleh Subdit Kesehatan Haji mengingat besarnya populasi,
dilaksanakan rutin setiap tahun serta karena kompleksnya masalah kesehatan.
Subdit Kesehatan Matra melaksanakan upaya kesehatan matra lainnya. Kecuali
kesehatan bawah tanah dan kesehatan lintas alam, upaya lainnya sudah memiliki
pedoman atau juknis.

Landasan Hukum
Kesehatan Matra masuk dalam institusi Kementerian Kesehatan sejak
ditetapkannya UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai Upaya
Kesehatan yang ke 15.
Kesehatan matra termasuk salah upaya yang didesentralisasikan sehingga berlaku
ketentuan otonomi daerah.
Adapun UU yang menjadi Dasar Kesehatan Matra :
 UU No. 4/1984 tentang wabah
 UU No. 36/2009 tentang kesehatan
 UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah
 PP No. 40/1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular
 Kepmenkes No. 1215/2001 tentang pedoman Kesehatan Matra
 Permenkes No. 1575/2005 tentang Organisasi & Tatalaksana Kemkes

- Tujuan dan Sasaran


Tujuan
Tujuan yang tercantum dalam pedoman kesehatan matra (Kepmenkes
215/2004) adalah “ Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat dalam menghadapi kondisi matra agar tetap sehat”. Bila upaya
kesehatan matra telah berjalan maka tujuan dapat lebih dioperasionalkan
dengan sasaran epidemiologis menjadi “menurunkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat kondisi matra”.
Sasaran
Sasaran kesehatan matra adalah meningkatnya kesehatan penduduk
dalam kondisi matra serta menurunnya angka kesakitan, kecacatan dan
kematian penduduk akibat kondisi matra melalui proses pelaksanaan
kegiatan yang terorganisasi lintas program dan lintass sektor dengan
melibatkan swasta dan masyarakat memalui kemitraan yang dinamis.

- Kebijakan dan Strategi


Kebijaksanaan :
 Dilaksanakan sesuai aspek legal sebagaimana landasan hukum diatas
 Guna memperoleh dukungan perlu dilakukan advokasi dan sosialisasi
 Penyelenggaraannya disesuaikan dengan kondisi matra setempat
 Pengembangan SDM hingga ke tingkat masyarakat yang berada dalam
kondisi matra
 Logistik diperlukan untuk pelayanan kesehatan dan unsur pendukung
lainnya
 Melaksanakan koordinasi dan jejaring kerja dengan mitra terkait
 Menyediakan informasi melalui surveilans dan pemanfaatan teknologi
 Melaksanakan monitoring dan evaluasi agar kegiatan mencapai sasaran
 Pengembangan pembiayaan melalui mobilisasi di pemerintahan maupun
di luar pemerintahan
Strategi :
- Pelembagaan
Suatu upaya kesehatan dikatakan telah melembaga di unit kesehatan bila
memiliki fungsi, ada tenaga pengelola serta memiliki kegiatan yang
dilengkapi anggaran.

Pendekatan Kegiatan
Pendekatan operasional didasarkan diarahkan pada 3 hal yaitu :
 Peningkatan Kapasitas : pelatihan petugas dan masyarakat, penyediaan
komponen input (peralatan dan logistik), koordinasi dan kemitraan.
 Pelayanan Kesehatan : Promosi, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi bagi
penduduk yang berada dalam kondisi matra.
 Surveilans : untuk mengetahui faktor resiko dan penyakit akibat kondisi
matra.

Pangembangan kegiatan
 Intensifikasi : Meningkatkan upaya yang sudah ada namun belum atau sedang
berkembang (kesehatan penerbangan, kesehatan pelayaran dan lepas pantai).
 Ekstensifikasi : Memperlebar kegiatan yang sudah berjalan dengan
melibatkan program, sektor dan swasta terkait (kesehatan transmigrasi,
kesehatan situasi khusus, kesehatan bumi perkemahan, kesehatan
penanggulangan bencana, kesehatan penyelaman).
 Inovasi : diarahkan pada kondisi matra spesifik yang tidak dilaksanakan unit
lain (antara lain kesehatan perjalanan/ wisata). Inovasi juga dilaksanakan
untuk mengisi upaya kesehatan matra yang sudah berjalan.
 Pengembangan awal : dilakukan untuk kesehatan bawah tanah dan kesehatan
lintas alam manakala kondisi sudah memungkinkan.
Rincian Upaya Kesehatan Matra
1. Program Kesehatan Haji
Tujuan : meningkatkan kondisi kesehatan calon /jemaah haji Indonesia serta
terbebasnya masyarakat Indoneesia/Internasional dari transmisi penyakit
menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh calon/jemaah haji
Indonesia
Target program kesehatan haji
 Puskesmas : pemeriksaan, rujukan dan pembinaan kesehatan sesuai
dengan standar dan prosedur
 Cakupan pemeriksaan calon jemaah haji : 100%
 Cakupan tes kesehatan calon jemaah haji wanita PUS : 100%
 Cakupan imunisasi meningitis meningokokus tetravalent: 100%
 Cakupan pelacakan K3JH : 100%

2. Kesehatan Transmigrasi
Kondisi Matra dan Risiko
Para Transmigran akan menempati wilayah dengan lingkungan yang baru
yang relatif berbeda dari daerah asalnya dan mereka rentan terhadap malaria dan
filaria. Pada umumnya wilayah baru memiliki keterbatan sarana dan prasarana
termasuk air bersih dan sanitasi sehingga berisiko diare dan penyakit
gastroenteritis lainnya. Penyesuaian kondisi diperkirakan memerlukan waktu 6 –
12 bulan.
Kegiatan:
 Daerah asal :
- Pemeriksaan dan pelayanan kesehatan calon transmigrasi
- Pemberian obat profilaksis
- Promosi Kesehatan
 Dalam Perjalanan
- Pengawalan kesehatan selama perjalanan
 Daerah Tujuan
Pra Penempatan :
- Koordinasi dan pelaksanaan survei kelayakan kesehatan calon lokasi
- Koordinasi dan pelaksanaan pengendalian vektor
- Koordinasi untuk penyediaan tempat pemukiman sehat, air bersih dan
sanitasi
- Koordinasi penyediaan obat-obatan dan sarana pelayanan kesehatan
 Daerah Tujuan
Saat dan Setelah Penempatan :
- Pemeriksaan dan pelayanan kesehatan (termasuk imunisasi dan KB)
- Surveilans Epidemiologi
- Melanjutkan pengendalian vektor
- Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan
- dan kegiatan kesehatan lainnya

Output yang Diharapkan :


 Seluruh tramsmigran memperoleh pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
 Seluruh tramsmigran memiliki akses air bersih dan sanitasi
 Angka kesakitan dapat ditekan serendah mungkin
 KLB penyakit dan keracunan nihil

Komponen Input diperlukan :


 Petugas terlatih
 Peralatan medis dan non medis
 Obat - obatan dan bahan habis pakai lainnya
 Anggaran operasional

3. Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana


Kondisi Matra dan Risiko
Kondisi matra yang spesifik terjadi pada pengungsian penduduk yang terjadi
akibat pemukiman rusak atau tidak aman karena terjadi bencana. Pengungsi
menjadi rentan karena terpapar dengan kondisi sanitasi lebih buruk daripada
keadaan sebelumnya yang memberikan risiko diare, ISPA, dan penyakit infeksi
lain. Penanggulangan kesehatan bidang PP & PL lebih ditujukan pada pengungsi
untuk mencegah terjadinya KLB atau peningkatan kasus yang bermakna.
Kagiatan
Kegiatan disini lebih ditekankan pada aspek pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan
 Pra Bencana:
- Identifikasi daerah rawan bencana serta jumlah penduduk yang berisiko
mengungsi
- Penyuluhan dan gladi mengatasi masalah kesehatan bila terjadi bencana
 Saat Tanggap Darurat :
- Penilaian cepat kondisi lokasi bencana dan pengungsiaan
- Koordinasi penyediaan air bersih dan sanitasi lain
- Surveilans Epidemiologi
- Pengendalian Penyakit (bila terjadi peningkatan kasus Penyakit)
- Pengendalian vektor (bila terjadi risiko berkembangnya vektor)
- Imunisasi (bila cakupan rendah dan pengungsiaan relatif lama)
 Semua kebutuhan hidup dasar dan logistik kesehatan ditetapkan
berdasarkan penilaian cepat
 Pelaksanaan kegiatan diatas sesuai dengan prosedur teknis masing-
masing
 Penyuluhan perlu dilakukan berkaitan dengan kegiatan tersebut diatas
 Pelaksanaan tanggap darurat bidang PP & PL dikoordinasikan melalui
regional setempat
 Saat Pemulihan
- Koordinasi penyediaan air bersih dan sanitasi (termasuk pembersihan dan
disinfeksi)
-Melanjutkan pelayanan kesehatan termasuk program-program di lingkungan
PP&PL (Imunisasi, ISPA, TB, Malaria dsb)
- Melanjutkan Surveilans

Output yang Diharapkan :


 Tersedianya data surveilans penyakit dan faktor risiko
 Tidak terjadi KLB penyakit infeksi potensi wabah
 Pengungsi memperoleh akses air bersih dan sanitasi sesuai standar
pengungsian
 Pengungsian memperoleh akses pengobatan dan pelayanan kesehatan lainnya
Komponen Input diperlukan :
 Petunjuk teknis penanggulangan bencana dan petunjuk teknis masing-masing
program terkait
 Logistik sanitasi, obat-obatan program, dan logistik habis pakai lainnya
 Peralatan sesuai kebutuhan kegiatan teknis masing-masing
 Peralatan pendukung kegiatan teknis masing-masing
 Petugas yang siap dan terlatih

4. Kesehatan Situasi Khusus


Kondisi Matra dan Risiko
Istilah situasi khusus diarahkan pada situasi dimana masyarakat berkumpul
atau bergerak dalam waktu serentak untuk kegiatan yang sudah direncanakan dan
berlangsung selama 2 hari sampai satu bulan atau lebih. Perubahan lingkungan
saat berkumpul dan bergerak ini menimbulkan risiko kesakitan, cacat atau
meninggal akibat kecelakaan, keracunan atau terinfeksi penyakit. Contoh situasi
khusus ini antara lain arus mudik lebaran, kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan
olahraga, kampanye ataupun acara tradisional ataupun acara traditional yang
relatif banyak.
Kagiatan
 Persiapan:
- Koordinasi penyediaan air bersih, tempat sampah dan WC sesuai standar
- Penyediaan obat-obatan serta logistik kesehatan habis pakai lainnya
- Pencegahan penyakit, keracunan dan gangguan binatang dengan cara-cara
yang lazim
- Surveilans melalui pemantauan penyakit-penyakit yang memerlukan
tindakan segera
- Koordinasi & Penyediaan unit pelayanan kesehatan termasuk tenaga dan
ambulans
 Saat Pelaksanaan :
- Menyiapkan data umum peserta (jumlah, asal, informasi, penyakit peserta
dsb)
- Memberikan penyuluhan, pengobatan, perawatan & rujukan bila perlu
- Melaksanakan Pengamatan penyakit dan faktor risiko (termasuk sampah)
serta menindak-lanjuti dengan saran dan kegiatan
- Melakukan pencatatan dan pelaporan
 Pasca Pelaksanaan :
- Koordinasi untuk pembersihan dan disinfeksi lokasi kegiatan
- Pemantauan selama 2 minggu terhadap kemungkinan peserta sakit, dirujuk
bila perlu

Output yang Diharapkan :


 Tidak terjadi KLB penyakit maupun keracunan serta gangguan kesehatan
yang berarti
 Peserta tetap sehat dan tidak terjangkit penyakit endemik
 Penduduk sekitar perkemahan tidak tertular penyakit yang kemungkinan
dibawa peserta

Komponen Input diperlukan :


 Petunjuk teknis
 Ambulans dengan tenaga medis dan non medis serta peralatan dan obat-
obatan
 Air bersih dan WC
 Biaya operasional

5. Kesehatan Bumi Perkemahan


Kondisi Matra dan Risiko
Upaya ini juga merupakan Kesehatan Situasi Khusus namun lebih spesifik
karena lokasinya relatif tetap. Bumi perkemahan merupakan lahan terbuka yang
diatasnya digunakan untuk kegiatan pendidikan atau sejenisnya dalam periode
tertentu (2-10 hari) yang didukung dengan sarana perkemahan.
Kondisi matra terjadi karena peserta berada di lingkungan di luar
kesehariannya sehingga perlu dipersiapkan fasilitas kebutuhan dasar dan
kesehatan sehari-hari. Tujuannya adalah mencegah terjadinya berbagai faktor
risiko gangguan kesehatan berupa penyakit menular, keracunan, kecelakaan,
gigitan binatang dan vektor bahkan gangguan mental.

Kegiatan
 Persiapan di Lokasi Perkemahan :
- Koordinasi penyediaan sarana air bersih, tempat sampah dan WC sesuai
Standar
- Penyediaan obat-obatan serta logistik kesehatan habis pakai lainnya.
- Pencegahan penyakit, keracunan, dan gangguan binatang dengan cara-cara
yang lazim
- Pencegahan gangguan mental dengan penyuluhan dan konseling
- Surveilans melalui pemantauan penyakit-penyakit yang memerlukan
tindakan segera
- Koordinasi dan penyediaan unit pelayanan kesehatan termasuk tenaga dan
ambulans
 Persiapan di Tempat Asal :
- Seleksi peserta yang memenuhi syarat
- Penyuluhan tentang kondisi bumi perkemahan
- Pengobatan profilaksis bila diketahui lokasi perkemahan endemik malaria
- Penyiapan enaga kesehatan bila peserta relatif banyak
 Saat Pelaksanaan :
- Menyiapkan data umum peserta (jumlah, asal, informasi, penyakit peserta
dsb)
- Memberikan penyuluhan, pengobatan, perawatan, & rujukan bila perlu
- Mlaksanakan pengamatan penyakit dan faktor risiko (termasuk sampah)
- Melakukan pencatatan dan pelaporan
 Pasca Pelaksanaan :
- Koordinasi untuk pembersihan dan desinfeksi lokasi bumi perkemahan
- Pemantauan selama 2 minggu terhadap kemungknan peserta perkemahan
sakit dan dirujuk bila diperlukan
Output yang Diharapkan :
 Tidak terjadi KLB penyakit maupun keracunan serta gangguan kesehatan
yang berarti
 Peserta tetap sehat dan tidak terjangkit penyakit endemik
 Penduduk sekitar perkemahan tidak tertular penyakit yang kemungkinan
dibawa peserta

Komponen Input diperlukan :


 Kemah untuk tidur dan dapur, Standar 25 m2 untuk 10 orang
 Air bersih 120-150 liter per hari per orang (untuk kebutuhan minum dan
MCK)
 WC dengan jumlah cukup dengan standar 1 WC untuk 20 – 30 orang
 Obat-obatan dan peralatan medis sesuai standar
 Tenaga medisdan paramedis serta ambulans dengan jumlah yang cukup
 Tenaga Surveilans dan Sanitasi

6. Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik


Kondisi Matra dan Risiko
Manusia hiidup normal di darat pada habitat lingkungan tekanan 1 atmosfir.
Penyelam mendapatkan tekanan lebih dari 1 atmosfir (hiperbarik) yang akan
memberikan risiko gangguan fisik dan fisiologi maupun gangguan kesehatan
lainnya. Semakin dalam semakin banyak gas-gas lembam (Nitrogen) yang larut
didalam jaringan sehingga padasaat penyelam naik (ascent) dan terjadi penurunan
tekanan yang cepat maka gas-gas yang larut tadi dapat terbebas kembali dalam
bentuk gelembung-gelembung (emboli) dalam jaringan yang berakibat
terganggunya fungsi organ.
Sindrom yang disebabkan oleh pengurangan secara cepat tekanan lingkungan
yang cukup untuk menyebabkan pembentukan gelembung dari gas-gas dalam
jarinan tubuh dikenal dengan penyakit dekonpresi (PD). Istilah lain yang
umumnya digunakan untuk menggambarkan keadaan ini adalah penyakit caison,
“ Kejang otot” dan dapat menyebabkan kelumpuhan maupun kematian.
Selain penyakit dekompresi risko lain yang akan timbul pada penyelaman
adalah barotrauma. Barotrauma adalah penyakit yang diakibatkan karena tubuh
mendapat tekanan yang berubah secara tiba-tiba sehingga terjadi adanya
perbedaan tekanan antara rongga-rongga udara dalam tubuh dengan jaringan
tubuh itu sendiri sebagai akibat terjadinya perubahan tekanan di luar pada saat
penyelaman.

Kegiatan
 Penyuluhan bagi penyelam tentang cara menyelam yang benar
 Pemeriksaan kesehatan berkala 2 bulan sekali
 Pengobatan bagi penyelam yang menderita sakit
 Melakukan rujukan bagi penderita yang memiliki chamber, untuk terapi
hiperbarik
 Melaksanakan surveilans penyakit bagi para penyelam
Kegiatan yang amat penting adalah penyediaan chambers di setiap rumah
sakit yang dekat dengan sentra-sentra penyelaman. Chambers merupakan ruang
bertekanan tinggi yang digunakan untuk pengobatan dengan oksigen murni.

Output yang Diharapkan :


 Terisolasinya upaya kesehatan penyelaman
 Tersedianya pelayanan kesehatan di puskesmas bagi penyelam
 Terlaksananya surveilans epidemiologi penyelaman
 Menurunnya kesakitan dan kematian akibat penyelaman

Komponen Input diperlukan :


 Petunjuk teknis
 Modul pelatihan
 Fasilitas pelayanan kesehatan penyelaman di puskesmas bagi penyelam
 Fasilitas chambers bagi rujukan di RS yang dekat dengan tempat-tempat
penyelaman
 Tenaga kesehatan terlatih
 Biaya operasional
7. Kesehatan Pelayaran dan Lepas Pantai
Kondisi Matra dan Risiko
Kondisi lingkungan yang berubah dialami saat seseorang atau sekelompok
orang/pekerja berada dalam pelayaran atau lepas pantai (off shore) selama
berhari-hari tidak ketemu daratan. Bagi para penumpang kapal, ini akan berisiko
antara lain gangguan kesehatan karena perubahan iklim, kecelakaan kapal,
keracunan, stress maupun tertular penyakit dari penumpang lainnya. Bagi para
pekerja lepas pantai, gangguan kesehatan meskipun fasilitas sehari-hari cukup
memadai, namun ontak dengan orang banyak, iklim dan angin di laut dapat
menderita penyakit infeksi maupun gangguan stress fisik dan mental

Kegiatan
 Bagi awak kapal dan pekerja lepas pantai :
- Pemeriksaan berkala kesehatan (termasuk vaksinasi
- Pelatihan Keselamatan dan kesehatan kerja
- Latihan kebugaran jasmani perpu dilakukan rutin minimal 2 kali/minggu
 Bagi Penumpang :
- Penyediaan sarana pelayanan kesehatan di pelabuhan
- Evakuasi dan rujukan bila diperlukan
- Pengamatan penyakit
- Penyuluhan
 Bagi Penanganan kecelakaan :
- Penyediaan sarana pelayanan kesehatan di kapal termasuk kotak P3K
- Pelatihan dan Gladi penanganan korban kecelakaan
- Ketersediaan dan kecukupan alat pelampung

Output yang Diharapkan :


 Terlaksananya pelayanan kesehatan bagi penumpang pelabuhan dan kapal
sesuai standar
 Tercegahnya kesakitan, kecacatan, dan kematian di pelabuhan, di kapal dan
lepas pantai
Komponen Input diperlukan :
 Petunjuk teknis
 Petugas terlatih BCLS
 Peralatan, obat-obatan dan logistik habis pakai sesuai standar
 Biaya Operasional

8. Kesehatan Penerbangan
Kondisi Matra
Para pelaku penerbangan, penumpang pesawat terbang maupun olahraga
dirgantara akan berada dalam kondisi lingkungan hipobarik, hipotermi,
hipohumidity dan pergerakan pesawat terbang yang akan memberikan risiko
terjadinya hipoksia, gangguan fisik, fisiologis maupun psikologis.
Kondisi hipobarik dalam penerbangan dapat menyebabkan penyakit
dekonpresi dan juga akan mempengaruhi gangguan fungsi organ terutama sistem
pernafasan, jantung, dan susunan saraf pusat. Kondisi hipobarik dan pergerakan
kapal (akselerasi, deselerasi, bumping) serta pengaruh gravitasi juga akan
berpengaruh pada kesehatan bayi, wanita hamil dan janin yang dapat
menyangsang kontraksi rahim wanita hamil sehingga kemungkinan dapat
menyebabkan keguguran.

Risiko dalam penerbangan


1. DVT dan Emboli Paru (Ada Predisposisi)
2. Stagnant Hipoksia ARDS (Acute Respnatory Distress Syndrom) Sudden Death
( PPOK, ASMA Bronkhial, Dll)
3. Henti Jantung Mendadak,Infark miokard Akut Hipertensi Akut, Hipotensi dan
Shock 
4. Infeksi Penyakit Menular Flu burung,flu baru H1N1, SARS,TBC,Meningitis,
Kolera,Tifus, Hepatitis dll
5. Headache Hipoksia, Vasodilatasi, terlepas mediator inflamasi
6. Geriatrik : Fisiologis organ menurun
7. Psikiatrik 
Terbang lama (Jarak Jauh)
-Terbang jarak pendek : < 2 jam
-Terbang jarak sedang : 2 s.d 6 jam
-Terbang jarak jauh : > 6 jam
Problem yang terjadi
- Hypoksia
- Disbarism
- Motion Sickness
- Fear of flying
- Jetlag
- Fatigue
- DVT
- Geriatric problem

Pencegahana Motion Sickness


- Perut jangan kosong
- Kepala tetap tegak bila mulai mual
- Jangan membaca/ menunduk 
- Dengarkan Walkman
- Pandangan lurus kedepan

Pencegahan nyeri telinga


- lakukan gerakan mengunyah /menelan saat take off dan landing
- jangan terbang saat flu
- rawat gigi dengan baik 

Jet Lag
Bila terbang melewati > 4 zona waktu terjadi desinkronisasi Irama sirkadian (jam
biologis) penyebab kurang persiapan psikofisiologi Keterbatasan waktu di tempat
tujuan Faktor kabin Beda waktu dengan tempat tujuan
Upaya penanggulangan
 DIET ANTI JETLAG
- Hari I : makan pagi dan siang tinggi protein makan malam tinggi
karbohidrat
- Hari II : makan ringan (sup ringan, juice, salad)
- Hari III: menu makanan seperti hari I
- Hari IV /hari keberangkatan : menu seperti hari II
 Sesampai di tempat tujuan makan pagi, siang dan malam seperti biasa dengan
jadwal waktu makansesuai waktu setempat

Kiat mengurangi jet lag


 Sebelum terbang
- Rileks
- Jangan letih fisik dan mental
- Persiapan jauh hari
- Pesawat jangan banyak transit
- Tidur lebih awal
 Selama terbang
- Putar jarum jam sesuai tujuan
- Hindari alkohol, kopi
- Perbanyak minum air dan sari buah
- Mandi saat transit (bila cukup waktunya)
- Tidur selama terbang sesuai tujuan
 Ditempat tujuan
- Aktivitas biasa
- Bila tiba siang hari jangan langsung tidur
- Olah raga
- Bila tiba malam hari langsung tidur, bila susah, minum pil tidur max 3 hari.
- Sesuaikan jam lokal

Deep Vein Trombosis


Pencegahan:
- Gerakkan jari kaki dan tangan
- Berjalan-jalan di kabin
- Kompres Stocking
- Cukup minum dan makan snack 

9. Kesehatan Wisata
Kondisi Matra
Kondisi matra ditujukan dengan lingkungan yang berbeda dengan kondisi
asal wiatawan, meliputi kondisi di perjalanan maupun di lokasi tujuan wisata yang
merupakan tempat berkumpulnya orang banyak. Kondisi matra di perjalanan
dapat terjadi di udara, laut maupun darat. Sedangkan di lokasi tujuan wisata
meliputi obyek wisata berikut semua kelengkapannya (hotel, restoran, Tempat-
tempat umum)

Kegiatan
 Di Daerah asal :
- Pemberian obat profilaksis bila bepergian di wilayah endemik (malaria)
- Pemberian bekal obat-obatan sederhana yang diperlukan selama perjalanan
maupun di lokasi wisata
- Pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan.
 Di Perjalanan :
- Kesiapan pelayanan kesehatan di wilayah yang menjadi rute perjalanan
- Informasi RS atau klinik (misalnya dalam bentuk brosur di bandara)
 Di Lokasi Tujuan Wisata :
- Pemeriksaan sanitasi tempat-tempat umum
- Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja wisatawan, pekerja wisata yang kotak
dengan wisatawan
- Pelayanan kesehatan bagi wisatawan, pekerja wisata dan masyarakat sekitar
- Penyuluhan kesehatan bagi penduduk di sekitar tujuan wisata
- Sosialisasi dan advokasi kepada para penyelenggara biro perjalanan wisata
Output yang Diharapkan :
 Terwujudnya wisatawan yang sehat
 Terwujudnya lokasi tujuan wisata yang sehat
 Tersedianya akses pelayanan kesehatan bagi wisatawan
 Terlindunginya kesehatan penduduk di sekitar tujuan wisata
Komponen Input diperlukan :
 Petunjuk teknis
 Klinik yang dilengkapi tenaga medis dan non medis serta peralatan dan obat-
obatan
 Petugas dan peralatan untuk pemeriksaan sanitasi
 Sistem asuransi kesehatan wisatawan
 Biaya operasional
SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
vertical dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal dalam arti antara strata sarana
pelayanan kesehatan yang sama.
Macam-macam rujukan Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang
diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal yakni :
1) Rujkan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit
tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu (baik hotizontal maupun vertical).Sebaliknya
pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, bias
dirujuk kembali ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :
a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik
(missal operasi) dan lain lain.
b. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten atau melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau
menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas.
2) Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah
kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan
dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan
apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat
tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak
mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas wajib
merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau kota.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual,
bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai dan bahan makanan.
b. Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenanga ahli untuk penyidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hokum kesehatan,
penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan
tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat (antara lain
usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa,
pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten / kota.
Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu

MENENTUKAN PRIORITAS MASALAH


Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang dilakukan
oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan
urutan masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting
Dalam  menetapkan prioritas masalah ada beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan, yakni:
1. Besarnya masalah yang terjadi
2. Pertimbangan politik
3. Persepsi masyarakat
4. Bisa tidaknya masalah tersebut diselesaikan

Cara pemilihan prioritas masalah banyak macamnya. Secara sederhana dapat


dibedakan menjadi dua macam, yaitu
 Scoring Technique (Metode Penskoran)
 Non Scoring Technique

 Teknik Non-Skoring
Bila tidak tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah yang lazim
digunakan adalah dengan teknik non-skorin.
I. Metode Delbeq
 Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah melalui
diskusi kelompik namun pesertadiskusi terdiri dari para peserta yang
tidak sama keahliannya, maka sebelumnya dijelaskan dahulu sehingga
mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap masalah-masalah
yang akan dibahas.
 Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.
 Caranya
1. Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang
berjumlah antara 6 sampai 8 orang
2. Mula-mula dituliskan pada white board masalah apa yang akan
ditentukan peringkat prioritasnya
3. Kemudian masing-masing orang tersebut menuliskan peringkat
urutan prioritas untuk setiap masalah yang akan ditentukan
prioritasnya
4. Penulisan tersebut dilakukan secara tertutup
5. Kemudian kertas dari masing-masing orang dikumpulkan dan
hasilnya dituliskan di belakang setiap masalah
6. Nilai peringat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah paling
kecil berarti mendapat peringkat tinggi (prioritas tinggi).
 Delbeque menyarankan dilakukan satu kali lagi pemberian peringkat
tersebut, dengan harapan masing-masing orang akan
mempertimbangkan kembali peringkat yang diberikan setelah
mengetahui nilai rata-rata
 Tidak ada diskusi dalam teknik ini, yaitu untuk menghindari orang
yang dominan mempengaruhi orang lain
 Kelemahan
1. Menentukan siapa yang seharusnya ikut dalam menentukan
peringkat prioritas tersebut
2. Penentuan peringkat bisa sangat subyektif
3. Cara ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest yang
berbeda dan tidak untuk menentukan prioritas atas dasar fakta
II. Metode Delphi
 Masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang
mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan
menghasilkan prioritas masalah yang disepakati bersama. Pemilihan
prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta
yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan beberapa
masalah pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan adalah
prioritas masalah yang dicari
 Caranya
1. Identifikasi masalah yang hendak/ perlu diselesaikan
2. Membuat kuesioner dan menetapkan peserta/para ahli yang
dianggap mengetahui dan menguasai permasalahan
3. Kuesioner dikirim kepada para ahli, kemudian menerima kembali
jawaban kuesioner yang berisikan ide dan alternatif solusi
penyelesaian masalah
4. Pembentukan tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang
muncul dan mengirim kembali hasil rangkuman kepada partisipan
5. Partisipan menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala
prioritas/ memeringkat alternatif solusi yang dianggap terbaik dan
mengembalikan kepada pemimpin kelompok/pembuatan keputusan

 Teknik Skoring
Pada cara ini pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score
(nilai) untuk berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan. Parameter
yang dimaksud adalah:
1. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah
2. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate of increase)
3. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree
of unmeet need)
4. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social
benefit)
5. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical
feasibility)
6. Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi
masalah (resources availibility)
I . Metode Bryant
 Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi
1. Prevalence : Besarnya masalah yang dihadapi
2. Seriousness : Pengaruh buruk yang diakibatkan oleh suatu
masalah dalam masyarakat dan dilihat dari
besarnya angka kesakitan dan angka kematian
akibat masalah kesehatan tersebut
3. Manageability : Kemampuan untuk mengelola dan berkaitan
dengan sumber daya
4. Community concern: Sikap dan perasaan masyarakat terhadap
masalah kesehatan tersebut
 Parameter diletakkan pada baris dan masalah-masalah yang ingin dicari
prioritasnya diletakkan pada kolom. Kisaran skor yang diberikan
adalah satu sampai lima yang ditulis dari arah kiri ke kanan untuk tiap
masalah. Kemudian dengan penjumlahan dari arah atas ke bawah
untuk masing-masing masalah dihitung nilai skor akhirnya. Masalah
dengan nilai tertinggi dapat dijadikan sebagai prioritas masalah.
Tetapi metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu hasil yang didapat
dari setiap masalah terlalu berdekatan sehingga sulit untuk
menentukan prioritas masalah yang akan diambil.

II. Metode Matematik PAHO (Pan American Health Organization)


Disebut juga cara ekonometrik. Dalam metode ini parameter
diletakkan pada kolom dan dipergunakan kriteria untuk penilaian
masalah yang akan dijadikan sebagai prioritas masalah. Kriteria yang
dipakai ialah:
1. Magnitude : Berapa banyak penduduk yang terkena masalah
2. Severity : Besarnya kerugian yang timbul yang ditunjukan
dengan case fatality rae masing-masing
3. Vulnerability : Menunjukan sejauh mana masalah tersebut
4. Community and political concern : Menunjunkan sejauh mana
masalah tersebut menjadi concern atau kegusaran masyarakat dan
para politisi
5. Affordability : Menunjukan ada tidaknya dana yang tersedia
 Parameter diletakkan pada baris atas dan masalah-masalah yang
ingin dicari prioritasnya diletakkan pada kolom. Pengisian dilakukan
dari satu parameter ke parameter lain. Hasilnya didapat dari perkalian
parameter tersebut.

III. MCUA (Multiple Criteria Utility Asessment Method)


Pada metode ini parameter diletakkan pada baris dan harus ada
kesepakatan mengenai kriteria dan bobot yang akan digunakan. Metode
ini memakai lima kriteria untuk penilaian masalah tetapi masing-masing
kriteria diberikan bobot penilaian dan dikalikan dengan penilaian
masalah yang ada. Cara untuk menentukan bobot dari masing-masing
kriteria dengan diskusi, argumentasi, dan justifikasi
 Kriteria
1. Emergency : Kegawatan menimbulkan kesakitan atau
kematian
2. Greetes member : Menimpa orang banyak, insiden/prevalensi
3. Expanding scope : Mempunyai ruang lingkup besar di luar
kesehatan
4. Feasibility : Kemungkinan dapat/tidaknya dilakukan
5. Policy : Kebijakan pemerintah daerah /nasional

IV. Metode CARL


Metode CARL merupakan metode yang cukup baru di kesehatan.
Metode CARL juga didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus
diberi skor 0 – 10.
1. C = Capability (ketersediaan sumber daya (dana, saran, dan
peralatan)
2. A = Accessibility (kemudahan, masalah yang ada mudah
diatasi atau tidak. Kemudahan dapat didasarkan pada
ketersediaan metode / cara / teknologi serta penunjang pelaksana
seperti peraturan)
3. R = Readiness (kesiapan dari tenaga pelaksana maupun
kesiapan sasaran, seperti keahlian atau kemampuan motivasi)
4. L = Leverage (seberapa besar pengaruh kriteria yang satu
dengan yang lain dalam pemecahan masalah yang dibahas)

V. Metode Reinke
Metode Reinke juga merupakan metode dengan mempergunakan
skor. Nilai skor berkisar 1-5 atas serangkaian kriteria:
1. M = Magnitude of the problem (besarnya masalah yang
dapat dilihat dari % atau jumlah/kelompok yang terkena
masalah, keterlibatan masyarakat serta kepentingan instansi
terkait
2. I = Importancy / kegawatan masalah (tingginya angka
morbiditas dan mortalitas serta kecendrungan dari waktu ke
waktu)
3. V = Vulnerability (sensitif atau tidaknya pemecahan masalah
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sensitifitsnya
dapat diketahui dari perkiraan hasil (output) yang diperoleh
dibandingkan dengan pengorbanan (input) yang dipergunakan
4. C = Cost (biaya atau dana yang dipergunakan untuk
melaksanakan pemecahan masalah. Semakin besar biaya
semakin kecil skornya

VI. Metode USG


Urgency, Seriousness, Growth (USG)  adalah salah satu alat untuk
menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan
menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan
menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total skor
tertinggi merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya, pengertian
urgency, seriousness, dan growth dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu
yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat
yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-
masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu
dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang
dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila dibandingkan
dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
3. Growth
Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin
memburuk kalau dibiarkan.
Struktur Organisasi Puskesmas

Organisasi Puskesmas Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari:


a. Unsur Pimpinan : Kepala Puskesmas
b. Unsur Pembantu Pimpinan : Urusan Tata Usaha
c. Unsur Pelaksana :
1. Unit yang terdiri dari tenaga / pegawai dalam jabatan fungsional
2. Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas tiap daerah
3. Unit terdiri dari: unit I, II, III, IV, V, VI dan VII [ lihat bagan ]

Ringkasan Uraian Tugas:


 Kepala Puskesmas:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: memimpin, mengawasi dan
mengkoordinir kegiatan Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan
struktural dan jabatan fungsional.
 Kepala Urusan Tata Usaha:
 Mempunyai tugas pokok dan fungsi: di bidang kepegawaian, keungan,
perlengkapan dan surat menyurat serta pencatatan dan pelaporan.
 Unit I:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Kesejahteraan
Ibu dan Anak, Keluarga Berencana dan Perbaikan Gizi.
 Unit II:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyakit, khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan
laboratorium.
 Unit III:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Kesehatan Gigi
dan Mulut, Kesehatan tenaga Kerja dan Lansia ( lanjut usia ).
 Unit IV:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Perawatan
Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Sekolah dan Olah Raga, Kesehatan Jiwa,
Kesehatan Mata dan kesehatan khusus lainnya.
 Unit V:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan di bidang
pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat.
 Unit VI:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan pengobatan
Rawat Jalan dan Rawat Inap ( Puskesmas Perawatan ).
 Unit VII:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan pengelolaan Farmasi.
Pekerjaan Formal dan Informal
Dalam melakukan pekerjaan dapat dibagi atas 2 bentuk pekerjaan yakni pekerjaan
di sektor formal dan informal. Kedua bentuk pekerjaan tersebut memiliki
beberapa ciri.
a. Pekerjaan sektor formal Pekerja sektor formal atau disebut pekerja manajerial
(white collar) terdiri dari tenaga professional, teknisi dan sejenisnya, tenaga
kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan sejenisnya, tenaga
usaha penjualan, tenaga usaha jasa. Untuk bekerja pada sector formal biasanya
membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai dan dikenai pajak (Hendri
Saparini dan M. Chatib Basri). Atau secara garis besar pekerja formal adalah
pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan, lembaga pemerintah non pemerintah
yang mempunyai struktur organisasi perusahaan.
b. Pekerjaan sektor informal Istilah sektor informal mulai dikenal dunia di awal
tahun 1970‟an dari suatu penelitian ILO di Ghana, Afrika. Sejak saat itu berbagai
definisi dan pengertian dibuat orang. Pengertian yang populer dari pekerjaan
informal pada awalnya adalah sederhana, yakni suatu pekerjaan yang sangat
mudah dimasuki, sejak skala tanpa melamar, tanpa ijin, tanpa kontrak, tanpa
formalitas apapun, menggunakan sumberdaya lokal, baik sebagai buruh ataupun
usaha milik sendiri yang dikelola dan dikerjakan sendiri, ukuran mikro, teknologi
seadanya, hingga yang padat karya, teknologi adaptatip, dengan modal lumayan
dan bangunan secukupnya. Mereka tidak terorganisir, dan tak terlindungi hukum
(Hesti R.Wijaya, 2008). Pekerjaan sektor informal adalah tenaga kerja yang
bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha
tersebut tidak dikenakan pajak.
Definisi lainnya adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan
pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job
security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut
dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Pekerja blue collar
dapat dimaknai sebagai pekerja pada pekerjaan yang mengandalkan kekuatan
fisik, pada kelompok lapangan usaha di Indonesia biasanya dimasukkan kedalam
jenis pekerjaan di sektor usaha pertanian, kehutanan, Aperburuan, perikanan,
tenaga produksi, alat angkut dan pekerja kasar.
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

1. Definisi
Merupakan serangkain upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang direncanakan,
diatur, dan berkesinmbungan yang diselenggarakan untuk masyarakat pekerja,
yang meliputi upaya peningkatan kesehatan kerja, pencegahan, penyembuhan
serta pemulihan Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja oleh
institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.
2. Landasan Hukum
 Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28
 Undang-undang No.23 Tahun 1992 Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja
 Kepmenkes 128/2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas

3. Alasan Diperlukannya Upaya Pelayanan Kesehatan Kerja di Puskesmas


 Makin meningkatnya jumlah pekerja dan sebagian besar belum
mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang memadai
 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pekerja banyak
mengalami penyakit akibat kerja maupun penyakit akibat hubungan kerja
yang dapat menurunkan produktivitas
 Memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan,
pencegahan, dan pengobatan sederhana bagi masyarakat pekerja yang
berisiko terpajan oleh pekerjaan dan lingkungan kerjanya sehingga mereka
mampu menolong dirinya sendiri.

3. Tujuan
a) Tujuan Umum
Terselenggaranya pelayanan kesehatan kerja dasar oleh Puskesmas dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.

b) Tujuan Khusus
 Meningkatkan kemampuan tenaga Puskesmas memecahkan masalah
kesehatan kerja di wilayahnya.
 Teridentifikasinya permasalahan kesehatan kerja di wilayah
Puskesmas.
 Terselenggaranya kemitraan dan koordinasi lintas program dan lintas
sektor dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.

4. Manfaat
a) Bagi Masyarakat Pekerja
Permasalahan kesehatan kerja dapat dideteksi secara dini dan masyarakat
pekerja dapat memperoleh pelayanan kessehatan kerja yang dapat dijangkau.
b) Bagi Puskesmas
 Memperluas jangkauan pelayanan Puskesmas.
 Dapat mengoptimalkan fungsi Puskesmas terutama sebagai pemberdayaan
masyarakat.

5. Langkah-langkah dalam Pelayanan Kesehatan Kerja


a)Perencanaan
 Pemetaan jenis usaha, jumlah pekerja, dan perkiraan faktor risiko dan
besarnya masalah. Pemetaan diperoleh dari data perusahaan (pekerja
informal) atau kecamatan.
 Penentuan prioritas sasaran
 Pertemuan koordinasi dengan tingkat kecamatan, perusahaan, dan serikat
pekerja untuk membangun komitmen bersama dalam pelaksanaan kesehatan
kerja di tempat kerja.
b) Pelaksanaan Program
No. Strategi Program Setting Target Peran dan Tanggung Jawab Sumber Daya
1. Pembentukan Pos Upaya Kesehatan Tempat: -Semua pekerja Penanggung Jawab: - Tenaga kesehatan
Kerja Di suatu balai di (formal dan Pimpinan Puskesmas Puskesmas
lokasi kelompok informal) -Kader yang sudah dilatih
kerja, dengan Fasilitator:
jumlah pekerja 10- -Sektor terkait seperti Sumber Pembiayaan:
50 (terutama perusahaan untuk pekerja - Iuran pekerja
kawasan formal - Iuran penggunan jasa
pertanian,pasar,dan -Petugas Kesehatan yang Pos UKK
industri) melatih para kader - Sumbangan yang terikat
-Masyarakat yang bersedia - Dana stimulan dari
menjadi kader Pos UKK pemerintah
2. Pelayanan Promotif Tempat: -Semua pekerja Penanggung Jawab: - Tenaga kesehatan
 Perilaku Hidup Bersih dan -Puskesmas (formal dan Pimpinan Puskesmas Puskesmas
Sehat (PHBS) -Pos UKK informal -Kader yang sudah dilatih
 Penyuluhan kesehatan kerja -Masyarakat Fasilitator:
(jam kerja, posisi kerja yang -Dokter
ergonomis, penggunaan APD) -UPK Gizi
-UPK Promosi Kesehatan
 Konsultasi kesehatan kerja -Kader
sederhana (seperti gizi, alat
pelindung diri, berhenti
merokok, dan kebugaran)
3. Pelayanan Preventif Tempat: -Semua pekerja Penanggung Jawab: - Tenaga kesehatan
 Mendata jenis pekerjaan agar -Puskesmas (formal dan Pimpinan Puskesmas Puskesmas
dapat mengetahui risiko yang -Pos UKK informal -Kader yang sudah dilatih
mungkin menimbulkan Fasilitator:
penyakit -Dokter
 Pengenalan risiko bahaya di -UPK Gizi
tempat kerja -UPK Promosi Kesehatan
 Penyediaan contoh dan -UPK Kesehatan Lingkungan
kepatuhan penggunaan APD -Kader
sesuai dengan lingkungan kerja
 Mendorong upaya perbaikan
lingkungan kerja seperti
perbaikan aliran udara atau
pengelolaan limbah cair.
 Membantu pelaksanaan
pemeriksaan kesehatan awal
dan berkala.

4. Pelayanan Kuratif Tempat: -Semua pekerja Penanggung Jawab: - Tenaga kesehatan


 Pertolongan pertama pada -Puskesmas (formal dan Pimpinan Puskesmas Puskesmas
kecelakaan -Pos UKK informal -Kader yang sudah dilatih
 Pertolongan pertama pada Fasilitator:
penyakit -Dokter
-UPK Gizi
-UPK Promosi Kesehatan
-UPK Kesehatan Lingkungan
-UPK Pengobatan Dasar
-Kader
c) Evaluasi
Tujuannya adalah menilai sejauh mana pencapaian kegiatan (berhasil atau tidak, dan
hambatan yang timbul selama pelaksanaan). Hasil dari evaluasi diumpanbalikkan ke
para pengandil dan sektor terkait. Indikatornya adalah:
 Jumlah kader yang terlatih mengenai pelayanan kesehatan kerja
 Jumlah pos UKK yang terlah dibentuk dan dibina
 Tersedianya data lingkungan kesehatan kerja
 Presentase pekerja yang telah mendapat pelayanan kesehatan kerja
 Presentase tempat kerja yang telah dibina tentang kesehatan kerja
 Tersedianya data Penyakit Akibat Kerja (PAK), Penyakit Akibat Hubungan
Kerja (PAHK)

Anda mungkin juga menyukai