Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun Oleh:
RAHAYU ASAMARANI
AYU HERWAN MARDATILAH
PEMBIMBING:
dr. M. Khairul Nuryanto, M. Kes
Landasan Hukum
Kesehatan Matra masuk dalam institusi Kementerian Kesehatan sejak
ditetapkannya UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai Upaya
Kesehatan yang ke 15.
Kesehatan matra termasuk salah upaya yang didesentralisasikan sehingga berlaku
ketentuan otonomi daerah.
Adapun UU yang menjadi Dasar Kesehatan Matra :
UU No. 4/1984 tentang wabah
UU No. 36/2009 tentang kesehatan
UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah
PP No. 40/1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular
Kepmenkes No. 1215/2001 tentang pedoman Kesehatan Matra
Permenkes No. 1575/2005 tentang Organisasi & Tatalaksana Kemkes
Pendekatan Kegiatan
Pendekatan operasional didasarkan diarahkan pada 3 hal yaitu :
Peningkatan Kapasitas : pelatihan petugas dan masyarakat, penyediaan
komponen input (peralatan dan logistik), koordinasi dan kemitraan.
Pelayanan Kesehatan : Promosi, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi bagi
penduduk yang berada dalam kondisi matra.
Surveilans : untuk mengetahui faktor resiko dan penyakit akibat kondisi
matra.
Pangembangan kegiatan
Intensifikasi : Meningkatkan upaya yang sudah ada namun belum atau sedang
berkembang (kesehatan penerbangan, kesehatan pelayaran dan lepas pantai).
Ekstensifikasi : Memperlebar kegiatan yang sudah berjalan dengan
melibatkan program, sektor dan swasta terkait (kesehatan transmigrasi,
kesehatan situasi khusus, kesehatan bumi perkemahan, kesehatan
penanggulangan bencana, kesehatan penyelaman).
Inovasi : diarahkan pada kondisi matra spesifik yang tidak dilaksanakan unit
lain (antara lain kesehatan perjalanan/ wisata). Inovasi juga dilaksanakan
untuk mengisi upaya kesehatan matra yang sudah berjalan.
Pengembangan awal : dilakukan untuk kesehatan bawah tanah dan kesehatan
lintas alam manakala kondisi sudah memungkinkan.
Rincian Upaya Kesehatan Matra
1. Program Kesehatan Haji
Tujuan : meningkatkan kondisi kesehatan calon /jemaah haji Indonesia serta
terbebasnya masyarakat Indoneesia/Internasional dari transmisi penyakit
menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh calon/jemaah haji
Indonesia
Target program kesehatan haji
Puskesmas : pemeriksaan, rujukan dan pembinaan kesehatan sesuai
dengan standar dan prosedur
Cakupan pemeriksaan calon jemaah haji : 100%
Cakupan tes kesehatan calon jemaah haji wanita PUS : 100%
Cakupan imunisasi meningitis meningokokus tetravalent: 100%
Cakupan pelacakan K3JH : 100%
2. Kesehatan Transmigrasi
Kondisi Matra dan Risiko
Para Transmigran akan menempati wilayah dengan lingkungan yang baru
yang relatif berbeda dari daerah asalnya dan mereka rentan terhadap malaria dan
filaria. Pada umumnya wilayah baru memiliki keterbatan sarana dan prasarana
termasuk air bersih dan sanitasi sehingga berisiko diare dan penyakit
gastroenteritis lainnya. Penyesuaian kondisi diperkirakan memerlukan waktu 6 –
12 bulan.
Kegiatan:
Daerah asal :
- Pemeriksaan dan pelayanan kesehatan calon transmigrasi
- Pemberian obat profilaksis
- Promosi Kesehatan
Dalam Perjalanan
- Pengawalan kesehatan selama perjalanan
Daerah Tujuan
Pra Penempatan :
- Koordinasi dan pelaksanaan survei kelayakan kesehatan calon lokasi
- Koordinasi dan pelaksanaan pengendalian vektor
- Koordinasi untuk penyediaan tempat pemukiman sehat, air bersih dan
sanitasi
- Koordinasi penyediaan obat-obatan dan sarana pelayanan kesehatan
Daerah Tujuan
Saat dan Setelah Penempatan :
- Pemeriksaan dan pelayanan kesehatan (termasuk imunisasi dan KB)
- Surveilans Epidemiologi
- Melanjutkan pengendalian vektor
- Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan
- dan kegiatan kesehatan lainnya
Kegiatan
Persiapan di Lokasi Perkemahan :
- Koordinasi penyediaan sarana air bersih, tempat sampah dan WC sesuai
Standar
- Penyediaan obat-obatan serta logistik kesehatan habis pakai lainnya.
- Pencegahan penyakit, keracunan, dan gangguan binatang dengan cara-cara
yang lazim
- Pencegahan gangguan mental dengan penyuluhan dan konseling
- Surveilans melalui pemantauan penyakit-penyakit yang memerlukan
tindakan segera
- Koordinasi dan penyediaan unit pelayanan kesehatan termasuk tenaga dan
ambulans
Persiapan di Tempat Asal :
- Seleksi peserta yang memenuhi syarat
- Penyuluhan tentang kondisi bumi perkemahan
- Pengobatan profilaksis bila diketahui lokasi perkemahan endemik malaria
- Penyiapan enaga kesehatan bila peserta relatif banyak
Saat Pelaksanaan :
- Menyiapkan data umum peserta (jumlah, asal, informasi, penyakit peserta
dsb)
- Memberikan penyuluhan, pengobatan, perawatan, & rujukan bila perlu
- Mlaksanakan pengamatan penyakit dan faktor risiko (termasuk sampah)
- Melakukan pencatatan dan pelaporan
Pasca Pelaksanaan :
- Koordinasi untuk pembersihan dan desinfeksi lokasi bumi perkemahan
- Pemantauan selama 2 minggu terhadap kemungknan peserta perkemahan
sakit dan dirujuk bila diperlukan
Output yang Diharapkan :
Tidak terjadi KLB penyakit maupun keracunan serta gangguan kesehatan
yang berarti
Peserta tetap sehat dan tidak terjangkit penyakit endemik
Penduduk sekitar perkemahan tidak tertular penyakit yang kemungkinan
dibawa peserta
Kegiatan
Penyuluhan bagi penyelam tentang cara menyelam yang benar
Pemeriksaan kesehatan berkala 2 bulan sekali
Pengobatan bagi penyelam yang menderita sakit
Melakukan rujukan bagi penderita yang memiliki chamber, untuk terapi
hiperbarik
Melaksanakan surveilans penyakit bagi para penyelam
Kegiatan yang amat penting adalah penyediaan chambers di setiap rumah
sakit yang dekat dengan sentra-sentra penyelaman. Chambers merupakan ruang
bertekanan tinggi yang digunakan untuk pengobatan dengan oksigen murni.
Kegiatan
Bagi awak kapal dan pekerja lepas pantai :
- Pemeriksaan berkala kesehatan (termasuk vaksinasi
- Pelatihan Keselamatan dan kesehatan kerja
- Latihan kebugaran jasmani perpu dilakukan rutin minimal 2 kali/minggu
Bagi Penumpang :
- Penyediaan sarana pelayanan kesehatan di pelabuhan
- Evakuasi dan rujukan bila diperlukan
- Pengamatan penyakit
- Penyuluhan
Bagi Penanganan kecelakaan :
- Penyediaan sarana pelayanan kesehatan di kapal termasuk kotak P3K
- Pelatihan dan Gladi penanganan korban kecelakaan
- Ketersediaan dan kecukupan alat pelampung
8. Kesehatan Penerbangan
Kondisi Matra
Para pelaku penerbangan, penumpang pesawat terbang maupun olahraga
dirgantara akan berada dalam kondisi lingkungan hipobarik, hipotermi,
hipohumidity dan pergerakan pesawat terbang yang akan memberikan risiko
terjadinya hipoksia, gangguan fisik, fisiologis maupun psikologis.
Kondisi hipobarik dalam penerbangan dapat menyebabkan penyakit
dekonpresi dan juga akan mempengaruhi gangguan fungsi organ terutama sistem
pernafasan, jantung, dan susunan saraf pusat. Kondisi hipobarik dan pergerakan
kapal (akselerasi, deselerasi, bumping) serta pengaruh gravitasi juga akan
berpengaruh pada kesehatan bayi, wanita hamil dan janin yang dapat
menyangsang kontraksi rahim wanita hamil sehingga kemungkinan dapat
menyebabkan keguguran.
Jet Lag
Bila terbang melewati > 4 zona waktu terjadi desinkronisasi Irama sirkadian (jam
biologis) penyebab kurang persiapan psikofisiologi Keterbatasan waktu di tempat
tujuan Faktor kabin Beda waktu dengan tempat tujuan
Upaya penanggulangan
DIET ANTI JETLAG
- Hari I : makan pagi dan siang tinggi protein makan malam tinggi
karbohidrat
- Hari II : makan ringan (sup ringan, juice, salad)
- Hari III: menu makanan seperti hari I
- Hari IV /hari keberangkatan : menu seperti hari II
Sesampai di tempat tujuan makan pagi, siang dan malam seperti biasa dengan
jadwal waktu makansesuai waktu setempat
9. Kesehatan Wisata
Kondisi Matra
Kondisi matra ditujukan dengan lingkungan yang berbeda dengan kondisi
asal wiatawan, meliputi kondisi di perjalanan maupun di lokasi tujuan wisata yang
merupakan tempat berkumpulnya orang banyak. Kondisi matra di perjalanan
dapat terjadi di udara, laut maupun darat. Sedangkan di lokasi tujuan wisata
meliputi obyek wisata berikut semua kelengkapannya (hotel, restoran, Tempat-
tempat umum)
Kegiatan
Di Daerah asal :
- Pemberian obat profilaksis bila bepergian di wilayah endemik (malaria)
- Pemberian bekal obat-obatan sederhana yang diperlukan selama perjalanan
maupun di lokasi wisata
- Pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan.
Di Perjalanan :
- Kesiapan pelayanan kesehatan di wilayah yang menjadi rute perjalanan
- Informasi RS atau klinik (misalnya dalam bentuk brosur di bandara)
Di Lokasi Tujuan Wisata :
- Pemeriksaan sanitasi tempat-tempat umum
- Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja wisatawan, pekerja wisata yang kotak
dengan wisatawan
- Pelayanan kesehatan bagi wisatawan, pekerja wisata dan masyarakat sekitar
- Penyuluhan kesehatan bagi penduduk di sekitar tujuan wisata
- Sosialisasi dan advokasi kepada para penyelenggara biro perjalanan wisata
Output yang Diharapkan :
Terwujudnya wisatawan yang sehat
Terwujudnya lokasi tujuan wisata yang sehat
Tersedianya akses pelayanan kesehatan bagi wisatawan
Terlindunginya kesehatan penduduk di sekitar tujuan wisata
Komponen Input diperlukan :
Petunjuk teknis
Klinik yang dilengkapi tenaga medis dan non medis serta peralatan dan obat-
obatan
Petugas dan peralatan untuk pemeriksaan sanitasi
Sistem asuransi kesehatan wisatawan
Biaya operasional
SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
vertical dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal dalam arti antara strata sarana
pelayanan kesehatan yang sama.
Macam-macam rujukan Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang
diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal yakni :
1) Rujkan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit
tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu (baik hotizontal maupun vertical).Sebaliknya
pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, bias
dirujuk kembali ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :
a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik
(missal operasi) dan lain lain.
b. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten atau melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau
menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas.
2) Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah
kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan
dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan
apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat
tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak
mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas wajib
merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau kota.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual,
bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai dan bahan makanan.
b. Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenanga ahli untuk penyidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hokum kesehatan,
penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan
tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat (antara lain
usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa,
pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten / kota.
Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu
Teknik Non-Skoring
Bila tidak tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah yang lazim
digunakan adalah dengan teknik non-skorin.
I. Metode Delbeq
Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah melalui
diskusi kelompik namun pesertadiskusi terdiri dari para peserta yang
tidak sama keahliannya, maka sebelumnya dijelaskan dahulu sehingga
mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap masalah-masalah
yang akan dibahas.
Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.
Caranya
1. Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang
berjumlah antara 6 sampai 8 orang
2. Mula-mula dituliskan pada white board masalah apa yang akan
ditentukan peringkat prioritasnya
3. Kemudian masing-masing orang tersebut menuliskan peringkat
urutan prioritas untuk setiap masalah yang akan ditentukan
prioritasnya
4. Penulisan tersebut dilakukan secara tertutup
5. Kemudian kertas dari masing-masing orang dikumpulkan dan
hasilnya dituliskan di belakang setiap masalah
6. Nilai peringat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah paling
kecil berarti mendapat peringkat tinggi (prioritas tinggi).
Delbeque menyarankan dilakukan satu kali lagi pemberian peringkat
tersebut, dengan harapan masing-masing orang akan
mempertimbangkan kembali peringkat yang diberikan setelah
mengetahui nilai rata-rata
Tidak ada diskusi dalam teknik ini, yaitu untuk menghindari orang
yang dominan mempengaruhi orang lain
Kelemahan
1. Menentukan siapa yang seharusnya ikut dalam menentukan
peringkat prioritas tersebut
2. Penentuan peringkat bisa sangat subyektif
3. Cara ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest yang
berbeda dan tidak untuk menentukan prioritas atas dasar fakta
II. Metode Delphi
Masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang
mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan
menghasilkan prioritas masalah yang disepakati bersama. Pemilihan
prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta
yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan beberapa
masalah pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan adalah
prioritas masalah yang dicari
Caranya
1. Identifikasi masalah yang hendak/ perlu diselesaikan
2. Membuat kuesioner dan menetapkan peserta/para ahli yang
dianggap mengetahui dan menguasai permasalahan
3. Kuesioner dikirim kepada para ahli, kemudian menerima kembali
jawaban kuesioner yang berisikan ide dan alternatif solusi
penyelesaian masalah
4. Pembentukan tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang
muncul dan mengirim kembali hasil rangkuman kepada partisipan
5. Partisipan menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala
prioritas/ memeringkat alternatif solusi yang dianggap terbaik dan
mengembalikan kepada pemimpin kelompok/pembuatan keputusan
Teknik Skoring
Pada cara ini pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score
(nilai) untuk berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan. Parameter
yang dimaksud adalah:
1. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah
2. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate of increase)
3. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree
of unmeet need)
4. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social
benefit)
5. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical
feasibility)
6. Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi
masalah (resources availibility)
I . Metode Bryant
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi
1. Prevalence : Besarnya masalah yang dihadapi
2. Seriousness : Pengaruh buruk yang diakibatkan oleh suatu
masalah dalam masyarakat dan dilihat dari
besarnya angka kesakitan dan angka kematian
akibat masalah kesehatan tersebut
3. Manageability : Kemampuan untuk mengelola dan berkaitan
dengan sumber daya
4. Community concern: Sikap dan perasaan masyarakat terhadap
masalah kesehatan tersebut
Parameter diletakkan pada baris dan masalah-masalah yang ingin dicari
prioritasnya diletakkan pada kolom. Kisaran skor yang diberikan
adalah satu sampai lima yang ditulis dari arah kiri ke kanan untuk tiap
masalah. Kemudian dengan penjumlahan dari arah atas ke bawah
untuk masing-masing masalah dihitung nilai skor akhirnya. Masalah
dengan nilai tertinggi dapat dijadikan sebagai prioritas masalah.
Tetapi metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu hasil yang didapat
dari setiap masalah terlalu berdekatan sehingga sulit untuk
menentukan prioritas masalah yang akan diambil.
V. Metode Reinke
Metode Reinke juga merupakan metode dengan mempergunakan
skor. Nilai skor berkisar 1-5 atas serangkaian kriteria:
1. M = Magnitude of the problem (besarnya masalah yang
dapat dilihat dari % atau jumlah/kelompok yang terkena
masalah, keterlibatan masyarakat serta kepentingan instansi
terkait
2. I = Importancy / kegawatan masalah (tingginya angka
morbiditas dan mortalitas serta kecendrungan dari waktu ke
waktu)
3. V = Vulnerability (sensitif atau tidaknya pemecahan masalah
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sensitifitsnya
dapat diketahui dari perkiraan hasil (output) yang diperoleh
dibandingkan dengan pengorbanan (input) yang dipergunakan
4. C = Cost (biaya atau dana yang dipergunakan untuk
melaksanakan pemecahan masalah. Semakin besar biaya
semakin kecil skornya
1. Definisi
Merupakan serangkain upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang direncanakan,
diatur, dan berkesinmbungan yang diselenggarakan untuk masyarakat pekerja,
yang meliputi upaya peningkatan kesehatan kerja, pencegahan, penyembuhan
serta pemulihan Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja oleh
institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.
2. Landasan Hukum
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28
Undang-undang No.23 Tahun 1992 Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja
Kepmenkes 128/2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas
3. Tujuan
a) Tujuan Umum
Terselenggaranya pelayanan kesehatan kerja dasar oleh Puskesmas dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.
b) Tujuan Khusus
Meningkatkan kemampuan tenaga Puskesmas memecahkan masalah
kesehatan kerja di wilayahnya.
Teridentifikasinya permasalahan kesehatan kerja di wilayah
Puskesmas.
Terselenggaranya kemitraan dan koordinasi lintas program dan lintas
sektor dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.
4. Manfaat
a) Bagi Masyarakat Pekerja
Permasalahan kesehatan kerja dapat dideteksi secara dini dan masyarakat
pekerja dapat memperoleh pelayanan kessehatan kerja yang dapat dijangkau.
b) Bagi Puskesmas
Memperluas jangkauan pelayanan Puskesmas.
Dapat mengoptimalkan fungsi Puskesmas terutama sebagai pemberdayaan
masyarakat.