Anda di halaman 1dari 12

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Desain Fungsional


Kualitas alat pencetak pelet sangat mempengaruhi proses pembuatan biopelet,
yang terletak pada kepadatan dan struktur biopelet. Adapun prinsip kerja alat
pencetak pelet ini adalah memasukkan bahan baku ke dalam alat pencetak pelet
secara manual, kemudian proses pencetakan dilakukan menggunakan mesin diesel
yang memanfaatkan tenaga putaran mesin untuk memberikan gesekan dan tekanan
antara hammer dan flat die sehingga menghasilkan panas cukup tinggi yang mampu
menekan campuran bahan baku yang akan dicetak menjadi biopelet. Perancangan alat
pencetak biopelet secara fungsional ini dibagi dalam bagian penting antara lain:
1. Kerangka Alat Pencetak Pelet, perancangan bahan yang digunakan dalam
membuat alat pencetak berupa material besi hollow dan besi siku. Besi hollow
dan besi siku dipilih sebagai kerangka alat pencetak biopelet ini karena kokoh
dan tahan lama sehingga tepat untuk penggunaan alat-alat yang berat dan untuk
jangka waktu yang lama.
2. Hammer, merupakan bagian dari alat pencetak pelet yang berfungsi merubah
ukuran suatu bahan baku menjadi butiran-butiran yang sangat halus lalu
kemudian menekannya ke arah flat die.
3. Piringan Cetak (Flat Die), merupakan bagian dari alat pencetak pelet yang
berfungsi untuk membentuk ukuran pelet sesuai dengan ukuran pelet yang
dikehendaki. Piringan ini bergesekan dengan hammer sehingga menghasilkan
panas yang mempermudah proses pencetakan biopelet.
4. Mesin Diesel, berfungsi untuk menggerakkan setiap komponen alat pencetak
pelet dan grinder. Pemilihan mesin diesel yang digunakan memperhatikan
kapasitas mesin pencetak biopelet serta alat grinder. Dalam hal ini mesin
pencetak biopelet bekerja pada tenaga mesin 8 hp, sedangkan mesin grinder tidak
memerlukan tenaga yang begitu besar karna hanya berfungsi untuk menghaluskan

13
14

5. bahan. Dengan pertimbangan diatas, dipilihlah mesin diesel dengan kapasitas


antara 10 hp untuk menggerakkan kedua alat tersebut.
6. Grinder, berfungsi untuk menghaluskan bahan baku serbuk gergaji menjadi
ukuran yang lebih halus agar memudahkan dalam proses pemeletan.

3.2 Pendekatan Desain Struktural


Pada pembuatan konstruksi alat pencetak pelet ini diperlukan desain struktural
alat yang akan dibuat. Desain struktural dari alat pencetak biopelet yang akan dibuat
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Desain alat pencetak pelet ini secara garis besar diuraikan sebagai berikut :
A. Kerangka Alat
Panjang 140 cm
Tinggi 65 cm
Lebar 60 cm
Material Besi hollow, besi siku dan plat besi

Gambar 3.1. Kerangka Alat

B. Alat pencetak Biopelet


Diameter bagian bawah 22,5 cm
Diameter bagian atas 15 cm
15

Tinggi 65 cm
Corong feed 15 cm
Material Baja
Kapasitas desain 100-120 kg/jam
Kapasitas Motor penggerak 10 horsepower

Gambar 3.2. Alat Pencetak Biopelet

C. Hammer
Panjang as 16 cm
Diameter 6 cm

Gambar 3.3. Hammer

D. Flat Die (Piringan Pencetak)


16

Diameter 12 mm
Diameter tiap lubang 6 mm

Gambar 3.4. Flat Die

E. Grinder
Diameter 45 cm
Tebal 8 cm
Tinggi 40 cm

Gambar 3.5. Grinder

F. Mesin Diesel
Panjang 60 cm
Lebar 47 cm
Tinggi 45 cm
Kapasitas mesin 6-8 hp
17

Kapasitas bahan bakar mesin 3,5 liter


Bahan bakar Solar

Gambar 3.6. Mesin Diesel

Desain secara struktural secara keseluruhan alat pencetak pelet dapat dilihat
pada Gambar 3.7.

(a) Tampak depan (b) Tampak samping

(c) Tampak atas

Gambar 3.7. Sketsa Teknik dan Proyeksi Alat Pencetak Biopelet

3.3 Pertimbangan Percobaan


18

Penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk memodifikasi mesin pencetak
pelet menjadi kapasitas pencetak yang lebih besar, mendapatkan kualitas biopelet
sesuai dengan SNI dan mengetahui efisiensi penggunaan bahan bakar menggunakan
tiga perbandingan ukuran kehalusan bahan baku serbuk kayu.

3.3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu pada bulan
Maret sampai Juni 2020. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknik
Kimia dan Laboratorium Teknik Energi Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.
Proses modifikasi prototype beserta penelitian akan dilakukan di
Laboratorium Program Studi Teknik Energi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Sriwijaya Palembang. Berikut ini uraian waktu dan tempat percobaan:
1. Memodifikasi prototype pembuatan biopelet
Waktu : Maret-April 2020
Tempat : Laboratorium Teknik Energi Politeknik Negeri Sriwijaya.
2. Pengujian modifikasi prototype pembuatan biopelet
Waktu : April-Mei 2020
Tempat : Laboratorium Teknik Energi Politeknik Negeri Sriwijaya.
3. Analisa hasil percobaan
Waktu : Juni 2020
Tempat : Laboratorium Teknik Energi Politeknik Negeri Sriwijaya.

3.3.2 Bahan dan Alat


Alat yang digunakan:
- Alat pencetak biopelet : 1 unit
- Dryer : 1 unit
- Alat press hidrolik : 1 unit
- Grinder : 1 unit
- Shieving shaker : 1 unit
- Wadah penampung : 2 unit
19

- Neraca analitik : 1 unit


- Kompor biopelet : 1 unit

Bahan yang digunakan:


- Serbuk kayu sengon : 1,5 kg
- Sekam Padi : 1,0 kg
- Sagu : 0,5 kg

3.4 Pengamatan
Parameter yang diukur dalam penelitian ini yaitu pengamatan kualitas fisik
biopelet meliputi besaran nilai kalor, kadar air, densitas, waktu penyalaan sampai
timbul api, dan uji nyala penyalaan pellet. Pengamatan kualitas kimia biopelet
meliputi besaran kadar Fixed Carbon, Volatile Matter, dan kadar abu.

3.5 Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan dimulai dari preparasi bahan, pembuatan
biopelet (berupa pengambilan bahan baku, preparasi, dan pencetakan biopelet), serta
melakukan analisis data.
3.5.1 Preparasi Bahan
1. Menyiapkan serbuk kayu dan sekam padi
2. Melakukan penjemuran untuk mengurangi kadar air pada bahan baku
3. Menimbang serbuk kayu dan sekam padi Melakukan pengecilan ukuran
serbuk kayu dan sekam padi dengan menggunakan grinder hingga ukurannya
menjadi halus dan seragam.
4. Menimbang perekat sagu agar mencapai 15% dari berat bahan baku
5. Melakukan pengujian karakteristik bahan baku.
3.5.2 Pembuatan Biopelet
A. Pengambilan Bahan Baku
20

Pengambilan bahan baku serbuk kayu diambil di industri pengrajin kayu di


Kertapati, Palembang, Sumatera Selatan. Pengambilan bahan baku sekam padi di
pabrik pengolahan beras Desa Pemulutan, Ogan Ilir, Sumatera Selatan.

B. Preparasi
1. Menyiapkan bahan baku yang akan digunakan dalam proses
pembuatan pelet
2. Mengeringkan bahan baku tersebut dibawah sinar matahari secara
langsung untuk mengurangi kandungan air di dalam bahan baku tersebut.
3. Melakukan proses pengecilan ukuran bahan baku dan pengayakan
sehingga bahan baku siap untuk digunakan.

3.5.3 Mencetak Biopelet


1. Memastikan bahan bakar solar cukup sebelum mesin pencetak pelet
digunakan untuk produksi pelet
2. Menghidupkan alat pencetak pelet dengan cara menghidupkan mesin diesel
terlebih dahulu kemudian alat pencetak pelet tersebut bergerak dengan
sendirinya seiring mesin diesel hidup.
3. Memanaskan pencetak terlebih dahulu
4. Memasukkan campuran bahan baku dan perekat ke dalam cetakan.
5. Mencetak biopelet dengan mesin pencetak pelet berbentuk silindris
berdiameter 6 mm dan panjang 1-3 cm. Pencetakan ini dilakukan sebanyak
satu kali untuk masing-masing variasi produk dan suhu.
6. Mengeringkan biopelet yang telah terbentuk untuk menghilangkan uap panas
biopelet pada saat keluar dari mesin pelet.
7. Kemudian melakukan analisa karakteristik biopelet.
8. Menghitung konsumsi bahan bakar solar.

3.5.4 Analisis Data


3.5.4.1 Analisis Peformance Prototype
21

A. Analisis Konsumsi Bahan Bakar


Menghitung banyaknya konsumsi bahan bakar dalam satu jam operasi
sesuai dengan besar daya mesin yang digunakan.

3.5.4.2 Analisis Kualitas Biopele


1. Sifat Fisik
a. Analisa Densitas
Prosedur pengujian densitas dilakukan dengan cara:
1) Menyiapkan semua alat berupa timbangan digital dan jangka sorong.
2) Menimbang pelet dengan diameter 6 mm pada timbangan digital.
3) Kemudian ukur tinggi pelet dengan jangka sorong.
4) Lakukan perhitungan densitas dengan rumus berikut ini :

m
ρ=
v
Di mana:
ρ : Massa jenis (gram/ml)
m : Massa sampel (gram)
v : Volume (3,14 x jari - jari x tinggi )
Lakukan percobaan diameter dan formulasi yang berbeda.

b. Waktu Penyalaan Sampai Timbul Pertama Api


Waktu penyalaan sangatlah penting dalam hal menguji kualitas pelet
yang dibuat. Adapun prosedur penganalisisan antara lain:
1) Ambil pelet yang telah dilakukan pengeringan
2) Ambil korek api dan lakukan pembakaran
3) Siapkan stopwatch
4) Ukur waktu penyalaan pelet setelah penyalaain api sampai timbul bara api
5) Lakukan percobaan dengan tekanan yang berbeda.
22

c. Uji Nyala Biopelet


Uji nyala biopelet merupakan salah satu variabel pengujian kualitas pelet yang
sangat penting. Dalam uji nyala pelet meliputi laju pembakaran (lama waktu
pendidihan 1 liter air), uji lama penyalaan biopelet sampai menjadi abu, warna
api, nyala api dan asap yang ditimbulkan. Laju Pembakaran (lama waktu
pendidihan 1 liter air). Untuk mengukur lama waktu pendidihan 1 liter air
prosedur penganalisisan dilakukan antara lain:
1) Siapkan panci yang berisi 1 liter air
2) Siapkan kompor seperti pada gambar
3) Siapkan stopwatch
4) Ambil pelet yang telah dikeringkan dan susun dibawah tungku kompor
5) Ambil korek api dan lakukan pembakaran
6) Letakkan panci berisi air diatas tungku kompor
7) Dengan menggunakan stopwatch, lakukan pengukuran lama waktu
pendidihan sampai air mendidih

Gambar 3.8. Gambar Teknik Kompor Biopelet

2. Sifat Kimia
23

Adapun analisis untuk sifat kimia atau sering disebut analisis proksimat
dapat meliputi parameter Fixed Carbon, Volatile Matter, kadar abu dilakukan
dengan menggunakan alat TGA 701 dengan metode ASTM D7582-10.
a) Kadar Air Total (Total Moisture)
Kadar air lembab ditentukan dengan cara menghitung berat sampel
yang telah dipanaskan dalam oven. Adapun prosedur uji analisa kandungan
air lembab antar lain:
1) Cawan porselen dipanaskan terlebih dahulu didalam oven selama 5
menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit
2) Timbang cawang porselin kosong
3) Timbang sampel ± 1,00 gram kedalam cawan porselen
4) Memasukkan cawan yang telah berisikan sampel kedalam oven pada
suhu 104oC sampai 110oC selama 1 jam
5) Keluarkan cawan dan masukkan kedalam desikator selama 15 menit
6) Setelah cawan dingin, selanjutnya ditimbang
7) Kadar air lembab dapat dihitung dengan menggunakan perumusan
berikut:
ρ3−ρ 2
% kadar air (moisture) = x 100 %
ρ 2−ρ 1
Keterangan :
Ρ1 : berat cawan dan tutup (gram)
P2 : berat P1 + sampel sebelum pemanasan (gram)
P3 : berat P1 + sampel setelah pemanasan (gram)

b) Volatile Matter
Kadar zat terbang ditentukan dengan cara menghitung berat sampel
yang hilang setelah dipanaskan pada suhu 900oC tanpa kontak dengan
udara, kemudian dikurangi dengan kandungan air lembab. Adapun prosedur
uji analisa kandungan zat terbang antara lain:
1) Cawan porselen diovenkan pada suhu 110oC selama 2 jam
24

2) Mendinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang


kedalam cawan porselen ditimbang lebih kurang 1 gram sampel
3) Di furnace pada suhu 900oC selama 7 menit. Dinginkan dalam desikator
selama 30 menit kemudian menimbangnya
x 2−x 3
%VM = x 100 %−Moisture ...5
x 2− x 1
Keterangan:
X1 : berat cawan kosong (gram)
X2 : berat cawan kosong + sampel awal (gram)
X3 : berat cawan + sampel setelah pemanasan (gram)

c) Kadar Abu
Penetapan nilai kadar abu dilakukan dengan berat sampel setelah dari
uji zat terbang, kemudian dimasukkan dalam oven bersuhu 600-900°c selama 5
jam. Setelah produk diangkat dari oven dan didinginkan dalam desikator sampai
kondisi stabil dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:
X2
Kadar Abu (%) : x 100
X1
(Sumber : Teknik Kimia No. 2, Vol. 20 April 2015 )
Keterangan
X1 = Berat sampel setelah pengujian kadar air (gram)
X2 = Berat abu (gram)

d) Kadar karbon terikat (Fixed Carbon)


Fixed Carbon dihitung dari 100% dikurangi dengan kadar air lembah
(Moisture) dikurangi kadar abu, dikurangi kadar zat terbang (Volatile Matter).
FC (%) = 100% - (Moisture + kadar abu + volatile matter)

Anda mungkin juga menyukai