Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR KERJA SISWA I (LK I)

KOMPETENSI DASAR PENGETAHUAN (KD 3)


MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS XII SEMESTER 1

A. Untuk mengerjakan LK ini, bacalah buku paket Bahasa Indonesia SMA/SMK/MA untuk
Kelas XII dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2018 bab 2
tentang Teks Novel Sejarah tentang kebahasaan (60 – 64) dan nilai-nilai (halaman 65 – 67)
mulai halaman 67 s.d.74!
B. Baca contoh-contoh atau cara mengerjakan untuk setiap nomor soal di LK dengan
membaca contoh di buku paket!
C. Kerjakan tugas ini secara berkelompok, sesuai dengan kelompok yang telah dibentuk!
D. Kerjakan LK ini dengan sungguh-sungguh dan kumpulkan tepat waktu sesuai batas waktu
yang ditentukan! Yang mengumpulkan melalui GCR diwakili oleh Ketua atau Sekretaris
Kelompok!

Kelompok: 4 Kelas: XII MIPA 1


Nama Kelompok:
1. Muhammad Hilmi Irsyad (21) (Ketua)
2. Firda Amalia (13) (Sekretaris)
3. Azizah Azzahrah (06)
4. Shabir Rafi WIbisono (27)
5. Sultan Alamsyah Borneo A. (29)
6. Tyo Bintang Syach Putra (33)

KD 3.2 Menganalisis kebahasaan cerita atau novel sejarah

Bacalah teks novel sejarah berjudul “Pangeran Diponegoro” pada buku paket halaman 68 s.d. 72!
Berdasarkan teks tersebut tersebut jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan tepat!

1. Identifikasi struktur teks novel sejarah tersebut!


No. Struktur Petikan Teks/Isi Teks
1. Pengenalan Patih Danurejo II-yang sebenarnya adalah menantu Sultan
Hamengku Buwono II sendiri yang diperkatakan dengan
perasaan anyel dan mangkel oleh Ratu Ageng-pada malam
yang agak gerimis ini tampak duduk di dalam kereta kuda
bersama Raden Mas Sunarko sang tolek (juru bicara), menuju
Vredenburg menemui Jan Willem van Rijnst.

Yang disebut namanya terakhir di atas ini, baru sepekan


berada di negoro (wilayah kota yang didiami raja). Dan
kelihatannya dia bisa begitu cepat menyukai pekerjaannya di
sini: di salah satu pusat kerajaan Jawa yang selama ini hanya
diketahuinya dari catatan-catatan VOC. Dari catatan-catatan
itu pula dia mengenal pusat kerajaan Jawa yang lain, di timur
Yogyakarta, yaitu Surakarta, yang penguasa-pengasanya terus
saling cemburu walaupun sudah dibuat Babad Palihan Negari,
atau lebih dikenal sebagai “Perjanjian Giiyanti” pada 13
Februari 1755.

Terlebih dulu mestilah dibilang, bahwa Jan Willem van Rijnst


adalah seorang oportunis bedegong. Asalnya dari Belanda
tenggara. Lahir di Heerlen, daerah Limburg yang seluruh
penduduknya Katolik. Tapi, masya Allah, demi mencari muka
pada pemegang kekuasaan di Hindia Belanda, sesuai dengan
agama yang dianut oleh keluarga kerajaan Belanda di
Amsterdam sana yang Protestan bergaris kaku Kalvinisme,
maka dia pun lantas gandrung bermain-main menjadi
bunglon, membiarkan hatinya terus bergerak-gerak
sebagaimana air di daun talas.

Ndilalah sifat-sifat Jan Willem van Rijnst ini bagai pinang


dibelah dua dengan sifat-sifat Danurejo II yang bagai kedelai
di pagi tempe di sore.

Nanti, pada enam belas tahun yang akan datang Jan Willem
van Rijnst bakal berubah lagi warnanya, yaitu di masa
jatuhnya tanah air Nusantara ke tangan Inggris sehubungan
dengan peperangan yang berlangsung di Eropa sana, di mana
Inggris berhasil mengalahkan Prancis sehingga Indonesia yang
berada dalam Bataafsche Republiek di bawah kendali Prancis
terhadap Belanda, karuan menjadi milik Inggris. Di saat itulah
nanti Jan Willem van Rijnst akan bermuka topeng kepada
Letnan Gubernur Jendral Inggris, Sir Thomas Stamfors Raffles.

2. konflik Konflik Jan Willem van Rijnst terdiam sejenak, menalar, lalu
mengangguk-angguk. Pasti dia mendapat tanpa diduga,
sesuatu yang amat berguna sebagai senjata rohani, senjata
yang abstrak, tapi sebenarnya senjata yang ampuh untuk
menangani perang urat saraf, perang dengan kata-kata yang
tidak diucapkan.

Dalam terdiam sekilas begini, dia menemukan jawaban yang


cerdik. Yaitu, dia anggap lebih baik bertanya, meminta
pendapat atau saran dari Danurejo II. ”Dus, apa saran Tuan?”

Merasa dikajeni, Danurejo II menjawab lurus, ”Sebetulnya,


melawan kompeni disadari Sri Sultan sebagai menimba air
dengan keranjang.”

“Hm?”

“Tapi, seandainya terjadi persatuan yang menggumpal antara


rakyat Yogyakarta dan rakyat Surakarta, bagaimanapun hal itu
bisa menjadi kekuatan yang tidak terduga.”

“Bukankah persatuan itu sudah mustahil terjadi?”

“Ya. Itu untuk sultan di Yogyakarta dan susuhunan di


Surakarta. Tapi, bagaimana kalau rakyat yang sudah meresap
diresapi kekuatan wayang dan tembang? Lambat atau cepat
toh akan terjadi gejolak yang berlanjut menjadi perang.”

Jan Willem van Rijnst terperangah. Maunya dia berkata


sesuatu, namun tak berhasil dilisankan. Dalam keadaan
limbung ternyata dia memuji Danurejo II di dalam hatinya.
Katanya dalam hati: ”Yang dikatakan ular ini benar juga.”

3. klimaks Sementara itu Danurejo II merasa didorong akal untuk


menguji pikirannya sendiri. Katanya, “Apakah Tuan tidak
curiga melihat keadaan itu?”

“Curiga?”

“Sebagai bahaya, Tuan Van Rijnst.”

Semata didorong naluri Jan Willem van Rijnst menjawab,


“Bahaya tidak selalu harus dianggap mengkhawatirkan.
Kekhawatiran yang berlebihan malah membuat manusia
tertawan dalam mimpi-mimpinya sendiri.”

“Itu benar Tuan Van Rijnst,” kata Danurejo II, terúcap dengan
taajul. “Persoalannya, Tuan, ketika semua orang sama-sama
bermimpi, artinya sama- sama memiliki mimpinya masing-
masing-siapa lagi yang sanggup melihat mimpi bukan sebagai
mimpi?”

Jan Willem van Rijnst tertegun. Sempat jeda sekian ketukan.


Merasa tidak punya simpanan kata-kata untuk menanggapi
kata-kata Danurejo, akhirnya dia memilih mendengar apa
yang dipunyai dalam pikiran menantu Sri Sultan ini.

2. Temukan unsur kebahasaan dalam teks novel sejarah tersebut dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut!
a. Tulislah dua kalimat lampau yang terdapat pada teks tersebut!
Jawab:
1) Dari catatan-catatan itu pula dia mengenal pusat kerajaan Jawa yang lain, di timur Yogyakarta,
yaitu Surakarta, yang penguasa-penguasanya terus saling cemburu walaupun sudah dibuat
Babad Palihan Negari, atau lebih dikenal sebagai "Perjanjian Giiyanti" pada 13 Februari 1755.
2) Sebab, semua keputusan dalam ketatanegaraannya menyangkut politik dan ekonomi
sepenuhnya sudah diambil alih oleh VOC.

b. Tulislah konjungsi yang menyatakan urutan waktu beserta petikan yang terdapat pada teks
tersebut!
Jawab:
1) Setelah itu : Setelah itu Jan Willem van Rinjst bertanya...
2) Akhirnya: Merasa tidak punya simpanan kata-kata untuk menanggapi kata – kata Danurejo,
akhirnya dia memilih mendengar apa yang dipunyai dalam pikiran menantu Sri Sultan ini.

c. Tulislah lima kata kerja material yang terdapat pada teks tersebut!
Jawab:
1) Menundukkan: “Sugeng”, kata Danurejo II, menundukkan kepala dengan badan yang nyaris
bengkok
2) Bergerak: Jan Willem van Rinjst bergerak menyamping, membuka tangan kanannya, memberi
isyarat kepada Danurejo untuk masuk dan duduk
3) Bercakap: Sementara pejabat keraton Yogyakarta yang merupakan musuh dalam selimut dari
Sultan Hamengkubuwono II ini lebih suka bercakap dalam bahasa Jawa
4) Mengangguk-angguk : Jan Willem van Rinjst terdiam sejenak, menalar, lalu mengangguk-angguk.
5) Menimba: “Sebetulnya, melawan kompeni disadari Sri Sultan sebagai menimba air dengan
keranjang.”

d. Tulislah lima kata kerja mental yang terdapat pada teks tersebut!
Jawab:
1) Menyukai
Dan kelihatannya dia bisa begitu cepat menyukai pekerjaannya di sini: …… dari catatan-
catatan VOC.
2) Berharap
Kecowak ini pasti berharap kedudukannya yang memungkinkan baginya bisa melakukan
korupsi.
3) Menerka-nerka
Jan Willem van Rijnst menerka-nerka ……. yang kerah-keroh itu.
4) Menganggap
“Barangkali Tuan akan menganggap enteng perkara ini.
5) Merasa
Merasa tidak punya simpanan kata-kata ……. dalam pikiran menantu Sri Sultan ini.

e. Tulislah dua kalimat langsung (penggunaan dialog) yang terdapat pada teks tersebut!
Jawab:
1) “Jadi informasi apa yang bisa Tuan kasihkan kepada saya?” kata Jan Willem van Rijnst sambal
duduk.
2) Merasa dikajeni, Danurejo II menjawab lurus, “Sebetulnya, melawan kompeni disadari Sri
Sultan sebagai menimba air dengan keranjang.”

f. Tulislah dua kata sifat yang terdapat pada teks tersebut beserta petikan kalimatnya!
Jawab:
1) “Bukan cuma kurang cakap, Tuan Van Rajsnt,” kata Danurejo, jeraus sangat ucapannya.
2) “Tunggu,” kata Jan Willem Van Rijsnt, ragu, dan rasanya asan-tak-asan.
3) Patih Danurejo II-yang sebenarnya adalah menantu Sultan Hamengku Buwono II sendiri yang
diperkatakan dengan perasaan anyel dan mangkel oleh Ratu Ageng-pada malam yang agak
gerimis ini tampak duduk di dalam kereta kuda bersama Raden Mas Sunarko sang tolek (juru
bicara), menuju Vredenburg menemui Jan Willem Van Rijsnt.

g. Tulislah dua kalimat yang mengadung makna kias lampau yang terdapat pada teks tersebut
dan garis bawahi makna kias tersebut dan jelaskan maknanya!
Jawab:
1) Naga-naganya Jan Willem Van Rijsnt tidak begitu mudheng menangkap makna yang
dikalimatkan oleh Danurejo II.
Naga-naganya = gelagatnya

2) Tapi, masya Allah, demi mencari muka pada pemegang kekuasaan di Hindia Belanda, sesuai
dengan agama yang dianut oleh keluarga kerajaan Belanda di Amsterdam sana yang Protestan
bergaris kaku Kalvinisme, maka dia pun lantas gandrung bermain-main menjadi bunglon,
membiarkan hatinya terus bergerak-gerak sebagaimana air di daun talas.
Mencari muka = Berbuat sesuatu dengan maksud mendapat pujian dari orang lain

3) Di saat itulah nanti Jan Willem Van Rijsnt akan bermuka topeng kepada Letnan Gubernur
Jendral Inggris, Sir Thomas Stamfors Raffles
Bermuka topeng = Berpura-pura menjadi seperti orang lain

3. Temukan nilai- nilai yang terkandung dalam novel tersebut !


No. Nilai-nilai Kandungan Nilai Petikan Teks
1. Nilai moral Orang yang cerdik akan “Hm.” Jan Willem van Rijnst menerka-nerka ambisi
bertindak dengan Danurejo di balik pernyataan yang kerang-keroh itu.
pengetahuan, tetapi sambil menatap lurus-lurus ke muka Danurejo, .....
yang bebal akan
mengumbar
kebodohannya

2. Nilai sosial Sikap Danurejo II yang Ketika Danurejo II datang kepadanya, dia menyambut
tetap menghormatinya dengan bahasa Melayu yang fasih, sementara pejabat
dan bersikap ramah dan keraton Yogyakarta yang merupakan musuh dalam
sopan kepada van Rijnst selimut dari Sultan Hamengku Buwono II ini lebih suka
meski merupakan bercakap bahasa Jawa.
musuh dari sultan
Hamengkubuwono II. “Sugeng”, kata Danurejo II, menundukkan kepala
Begitu pula van Rijnst dengan badan yang nyaris bengkok seperti udang
yang sangat peduli rebus.
dengan tata krama
dalam menyambut Jan Willem van Rijnst bergerak menyamping, membuka
tamunya. tangan kanannya, memberi isyarat kepada Danurejo
untuk masuk dan duduk. Agaknya untuk penampilan
yang berhubungan dengan bahasa Belanda
beschaafdheid yang lebih kurang bermakna 'tata krama
santun sesuai peradaban', alih-alih Jan Willem van
Rijnst sangat peduli, dan hal itu merupakan sisi menarik
darinya yang jali di antara sisi-sisi lain yang
menyebalkan.

3. Nilai Budaya a.Terlihat bahwa orang a.“Sugeng” kata Danurejo II, menundukan kepala
jawa terbiasa dengan dengan badan yang nyaris bengkok seperti udang
tata krama menyambut rebus.
orang lain yang sangat
ramah hingga b.Jan Willem van Rjinstbegerak menyamping, membuka
menundukan tangan kanannya, memberi isyarat kepada Danurejo
kepalanya. untuk masuk dan duduk. Agaknya untuk penampilan
yang berhubungan dengan Bahasa Belanda
b.Begitu pula orang beschaafdheid yang lebih kurang bermakna ‘tata
Belanda memiliki ciri krama santun sesuai peradaban’, alih-alih Jan Willem
khas tersendiri van Rjinst sangat peduli, dan hal itu merupakan sisi
menyambut orang menarik darinya yang jali di antara sisi-sisi lain yang
dengan ramah. menyebalkan.

c. Dari Novel tersebut c. “Tuan”, kata Danurejo II, menundukan kepala untuk
juga mengatakan menunjukan sikap rendah hati, tetapi meninggikan
bahwa bangsa Jawa rasa percaya diri dalam niat hati untuk mengasut.
dikenal sangat peka “Barangkali Tuan akan menanggap enten perkara ini.
terhadap suara hati Tapi, sebaiknya Tuan ketahui-sebab maaf, Tuan masih
manusia. baru di sini bahwa kami, bangsa Jawa, sangat peka
terhadap suara hati, yaitu perasaan dalam tubuh
d.Dijelaskan bahwa insani yang sekaligus menjadi wisesa ruhani.”
rakyat Jawa akan selalu
mempertahankan d.“Ya Tuan Van Rijnst,” ujar Danurejo II, tetap
kebudayaannya dan memundukkan kepala dalam fitrah yang ajeg seperti
tidak akan terpengaruh tadi. “Sekarang ini Sri Sultan sedang repot
oleh budaya lain. membangun kekuatan dalam pikiran rakyat, bukan
Cuma dengqan bedil, tapi jugan dengan cara
menanmkan perasaan kebangsaan yang membenci
Belanda melalui peranti-peranti kebudayaan
adihulung, kebudayaan yang bernapas Panjang.

4. Nilai agama a.Nilai agama yang a.Terlebih dulu mestilah dibilang, bahwa Jan van Rijnst
terkandung terdapat adalah seorang oportunis bedegong. Asalnya dari
pada latar belakang Jan Belanda tenggara. Lahir di Heerlen, daerah Limburg
Willem van Rjinst yang yang seluruh penduduknya Katolik. Tapi masya Allah,
merupakan seorang demi mencari muka pada pemegang kekuasaan di
Protestan bergaris kaku Hindia Belanda, sesuai dengan agama yang dianut
Kalvinisme yang lahir di oleh keluarga kerajaan Belanda di Amsterdam sana
wilayah penduduknya yang Protestan bergaris kaku Kalvinisme, maka dia
rata-rata katolik, akan pun lantas gandrung bermain-main menjadi bunglon,
tetapi ia bisa berbaur membiarkan hatinuya terus bergerak-gerak
dengan penduduknya sebagaimana air di daun talas.
dengan cepat tanpa
membeda-bedakan b.“Maaf, Tuan Van Rijnst, perlu Tuan ketahui, ayang
agama yang dianut. dan tembang berasal dari leluri Hindu-Buddha Jawa.
Sekarang, setelah Islam menjadi agama Jawa, leluri
b.Kemudian dijelaskan wayang dan tembang itu tetap berlanjut sebagai
bahwa nilai agama di kebudayaan bangsa. Apakah Tuan tidak melihat itu
Novel tersebut sebagai kekuatan?.”
meskipun Islam telah
menjadi agama yang
mayoritas di Jawa, akan
tetapi budaya-budaya
leluhur tetap dijunjung
tinggi meskipun berasal
dari kepercayaan yang
berbeda.
Selamat bekerja!

Anda mungkin juga menyukai