Anda di halaman 1dari 36

i

REVIEW JURNAL PERMUKIMAN DAN PARIWISATA

(Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Geografi Pembangunan dan Perencanaan Wilayah)

Disusun Oleh:

Intan Purnamasari (1813034003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya
sehingga tugas “Review Jurnal Permukiman dan Pariwisata” dapat tersusun
hingga terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tugas ini adalah dalam rangka untuk
memenuhi tugas individu Mata Kuliah Geografi Pembangunan Perencanaan
Wilayah.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Zulkarnain, M. Si. selaku
dosen mata kuliah Geografi Pembangunan Perencanaan Wilayah yang telah
membimbing dan memberi arahan kepada saya dalam menyusun tugas ini. Tugas
ini telah saya susun dengan sebaik mungkin. Terlepas dari itu semua, saya
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu  saya menerima segala kritik dan
saran dari Ibu agar saya dapat memperbaiki tugas ini.

Bandar Lampung, Juni 2021

Penulis

Intan Purnamasari

NPM. 1813034003
iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

I. JURNAL PERMUKIMAN............................................................................1

1.1 Jurnal........................................................................................................1

1.2 Jurnal........................................................................................................5

1.3 Jurnal........................................................................................................7

1.4 Jurnal........................................................................................................9

1.5 Jurnal .......................................................................................................13

II. JURNAL PARIWISATA..............................................................................16

2.1 Jurnal........................................................................................................16

2.2 Jurnal........................................................................................................19

2.3 Jurnal........................................................................................................22

2.4 Jurnal........................................................................................................25

2.5 Jurnal........................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................33
1

I. REVIEW JURNAL PERMUKIMAN

1.1 Review Jurnal Permukiman Ke-1

Judul : Studi Dampak Pengembangan Pemukiman di Wilayah Pesisir Surabaya Timur


Vol. dan Hal : Vol. 1(1) Hal. 38-43
Tahun : November 2016
Penulis : Anna Rosanthy
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah


Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup, di mana ada permukiman kawasan perkotaan
dan kawasan pedesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau tempat hunian penduduk atau
tempat kegiatan. Pertambahan jumlah penduduk dan tingkat perekonomian dari tahun ke tahun
semakin menambah kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan rumah. Pemanfaatan lahan-
lahan produktif dan lahan kosong sangat dibutuhkan pengembang dalam mengembangkan
permukiman.
Permasalahan yang akan dihadapi adalah seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan
dan perkembangan jumlah penduduk yang ada di kota Surabaya, maka bertambah pula tingkat
kebutuhan hidup mereka, sehingga menyebabkan perubahan fungsi dari penggunaan lahan
dalam perkembangan suatu permukiman. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya untuk
mengidentifikasi lebih dalam mengenai dampak perkembangan kawasan permukiman Surabaya
khususnya wilayah pesisir Surabaya Timur yang dapat dijadikan masukan dalam penentuan
kebijakan arah pembangunan fisik kota.
2. Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana arah kecenderungan
atau dampak perkembangan kawasan permukiman wilayah pesisir Surabaya Timur.
3. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan rasionalisme. Penelitian ini
dilakukan menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data yang
2

digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder terkait faktor-faktor penyebab
dampak akibat pengaruh perkembangan permukiman. Kemudian dilakukan observasi melalui
pengamatan langsung untuk mendapatkan data penunjang. Tahapan analisis meliputi Analisa
ArcGis dan deskritif kualitatif dari hasil identifikasi arah perkembangan permukiman..
4. Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Wilayah Studi
Kota Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur dan sekaligus sebagai kota terbesar kedua di
Indonesia sesudah Jakarta. Dengan letak geografis berada di antara 1120 36’ – 1120 54’ Bujur
Timur dan 70 12’ - 7021 Lintang Selatan. Jumlah penduduk di surabaya berdasarkan rencana
pada tahun 2015 mencapai 2.722.876 jiwa, sedangkan luas Kota Surabaya sendiri hanya sekitar
33.048 ha. Sebagian besar wilayah Surabaya merupakan dataran rendah berpantai dengan
ketinggian antara 3 – 6 meter diatas permukaan laut, kecuali pada bagian selatan dan barat
berupa bukit dengan ketinggian 25 – 45 meter di atas permukaan laut. Sehingga keberadaan
air tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut yang terjadi di wila yah pantai.
Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di wilayah pinggiran kota Surabaya yang meningkat drastis dari tahun 1999
hingga tahun 2007 pada penggunaan lahan untuk pemukiman. Ruang terbuka di wilayah
Surabaya Timur merupakan lahan tambak dan hutan kota yang berupa lahan mangrove. Kota
Surabaya sangat sedikit resapan air hujan yang dapat mengalirkan ke dalam tanah.
Pembangunan akibat pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti dengan upaya pelestarian air
jelas akan menimbulkan permasalahan keairan, pembangunan di daerah cekungan atau depresi,
situsitu, dan daerah rawa sudah banyak yang hilang karena ditimbun dan dibangun
perumahan perkantoran dan gedung-gedung.

Potensi Banjir
Kami mencoba mengumpulkan dan memaparkan data - data literatur penyebab banjir di Kota
Surabaya. Dinas Bina Marga dan Tata Kota Surabaya,mencatat banjir yang serius pada 31
Januari 2009. Di antaranya kawasan Desa Warugunung, Kecamatan Karangpilang mengalami
genangan antara 50 -100 cm. Sedangkan berbagai jalan protokol dilaporkan tergenang sehingga
mengakibatkan kemacetan yang cukup parah.
Menurut catatan pemerintah sejak 2000 -2007 luas genangan banjir yang ada sudah berkurang
hingga 29,3 persen. Secara detail pada tahun 2000, luas wilayah genangan mencapai 4.000
3

hektar dengan lama genangan 6 jam dan tinggi genangan hingga 60 cm. Sedangkan pada tahun
2007.
Gambar 1. Peta Kawasan Genangan Banjir di Surabaya 1999 berdasarkan Lama

Genanga n.

Gambar 2. Peta Kawasan Genangan Banjir di Surabaya 2007 berdasarkan Lama


Genangan

Dari berbagai data, ditemukan ternyata SDMP juga belum dapat diterapkan secara maksimal
karenabaru ada 33 pompa dari total 66 pompa menurut Dinas Bina Marga. Di antaranya
ditempatkan lima pompa berskala penyedot 1,5 m3 per detik dan dua pompa pegas berskala 0,5
m3 per detik di boezem Morokrembangan. Juga penempatan dua pompa 1,5 m3 per detik
diletakkan di boezem Wonorejo. Satu pompa 0,25 m3 per detik ditempatkan di Kali Rungkut
4

dan tiga pompa 2,5 m3 per detik ditempatkan di Kebun Agung. Selain itu, Pemerintah Kota juga
melakukan normalisasi sejumlah saluran primer, seperti Kalidami dan Kalibokor. Saringan
sampah (mechanical screen) bernilai miliaran rupiah juga diusulkan pada SDMP.

Gambar 3. Peta Topografi Surabaya tahun 1950 ( terlihat tata guna lahan di Surabaya
pada Saat itu didominasi Rawa dan tegalan)

Gambar 4. Peta Tata Guna Lahan Surabaya tahun 1999 Peta ini yangmenunjukkan
konversi lahan rawa, tegalan menjadi perumahan dan industri secara ekstensif

5. Kesimpulan
Bahwa perkembangan Surabaya saat ini ternyata mengalami permasalahan juga karena tata
ruang. Karena itu diusulkan untuk menerapkan Perencanaan Tata Ruang Komprehensif berbasis
Ekologis untuk memecahkan masalah- masalah umum tata ruang di Surabaya. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi beban infrastruktur drainase yang ada. Artinya memang harus
dilakukan pengendalian pembangunan sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Master Plan
Drainase. Hal ini biasanya berupa konservasi pada kawasan hutan lindung, pantai dan rawa yang
memiliki fungsi untuk mengurangi dampak banjir.

6. Review Kelemahan dan Kelebihan Jurnal


5

Kelebihan jurnal ini adalah bahasanya mudah dipahami, susunan penulisan yang cukup baik,
serta sangat informatif. Kelemahannya adalah kalimat yang digunakan tidak efektif dan efesien.

1.2 Review Jurnal Permukiman Ke-2

Judul : Peningkatan Kualitas Permukiman Desa Labuapi Kabupaten


Lombok Barat Menuju Program Kotaku 2020
Vol. dan Hal : Vol. 15 (4) Hal. 4083-4096
Tahun : 2020
Penulis : Danny Semidt Novianto Ridawan, Suryawan Murtiadi & Heri
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah


Desa Labuapi Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat terdiri atas Lingkungan Labuapi
Timur, Lingkungan Labuapi Utara dan Lingkungan Labuapi. Luas area kumuh untuk
Lingkungan Labuapi Utara ± 6,53 ha dengan jumlah penduduk 1663 jiwa dan Lingkungan
Labuapi ± 4,57 ha dengan jumlah penduduk 1072 jiwa dengan mayoritas profesi sebagai
pedangan. Masalah yang muncul ketika Desa Labuapi yang terletak di perbatasan dengan Kota
Mataram yang pembangunan di wilayah tesebut cukup signifikan dikarenakan harga lahan di
perkotaan sudah cukup tinggi. Kepadatan huniannya semakin tinggi yang berdampak pada
berkurangnya ruang terbuka, keterbatasan lahan, sanitasi, persampahan dan ketersediaan air
bersih. Selain masalah fisik, masalah non fisik seperti sosial dan ekonomipun terus bermunculan.

2. Tujuan Penelitian
Tujuan selanjutnya adalah mendapatkan identifikasi masalah dan potensi sehingga diperoleh
konsep investasi dan program peningkatan kualitas lingkungan terbaik dalam penanganan
kawasan ini agar menjadi permukiman tanpa kumuh.
3. Metode Peneltian
6

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-normatif. Metode penelitian deskriptif dalam


mengumpulkan data dapat dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi
lapangan. Pendekatan normatif dilakukan dengan mengikuti aturan atau pedoman yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah sebagai standar dan landasan hukum.

4. Hasil dan Pembahasan


Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil lokasi di Desa Labuapi Kecamatan Labuapi
Kabupaten Lombok Barat. Secara administratif Desa Labuapi mempunyai luas wilayah 217.66
Ha dengan jumlah penduduk 3.469 jiwa yang mayoritas profesinya adalah pedagang. Desa
Labuapi ini terdiri atas Lingkungan Labuapi Timur, Lingkungan Labuapi Utara dan Lingkungan
Labuapi.
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Lombok Barat

Sebagaimana dinyatakan pada bahasan terdahulu, penilaian kondisi fisik disini berdasarkan
Permen PU-PR no 2 Tahun 2016 pasal 4 ayat 2 meliputi kondisi: bangunan gedung, jalan
lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan
persampahan, dan proteksi kebakaran. Sedangkan kondisi non fisik disini meliputi kondisi social
dan ekonomi. Penetapan lokasi prioritas pada wilayah perencanaan Desa Labuapi berdasarkan
beberapa sumber data diantaranya SK kumuh Kabupaten Lombok Barat tahun 2014, perhitungan
numerik kekumuhan dan kondisi lapangan. Berdasarkan sumber data tersebut didapatkan RT
prioritas untuk penanganan peningkatan lingkungan permukiman kumuh dengan konsep
7

peningkatan kualitas melalui pemugaran.


5. Kesimpulan
Faktor fisik dan non fisik sangat berpengaruh terhadap tingkat kekumuhan suatu kawasan. Pada
penelitian ini data awal Desa Labuapi mempunyai total nilai 24 sehingga masuk pada kriteria
kawasan kumuh ringan. Pada bangunan rumah 50% tidak teratur, 53% ketidaksesuaian jalan,
72% tidak terpenuhinya kebutuhan air minum, serta sebesar 76% tidak memadainya saluran
drainase, 27% sanitasi air limbah tidak memenuhi persyaratan, 41% prasarana dan sarana
persampahan dengan kondisi konstruksinya tidak baik/rusak, dan 100% sarana proteksi
kebakaran belum memadai.

6. Review Kelemahan dan Kelebihan


Kelebihan jurnal ini adalah bahasanya mudah dipahami, susunan penulisan yang cukup baik,
serta sangat informatif. Kelemahannya adalah kalimat yang digunakan tidak efektif dan efesien.

1.3 Review Jurnal Permukiman Ke-3

Judul : Studi Identifikasi Sistem Pengelolaan Sampah Permukiman Di Wilayah


Pesisir Kota Manado
Vol. dan Hal : Hal. 79-89
Tahun : 2014
Penulis : Adriana Renwarin, Octavianus A.H. Rogi, Rieneke L.E.Sela
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah


Kota adalah tempat pemusatan penduduk dengan berbagai kegiatan dan perilakunya yang khas.
Dominasi kegiatan non pertanian dan perilaku yang tidak terlalu ditentukan oleh alam, menjadi
ciri kota. Sampah merupakan segala bentuk limbah yang ditimbulkan dari kegiatan manusia
maupun binatang yang biasanya berbentuk padat dan secara umum sudah dibuang, tidak
bermanfaat dan tidak dibutuhkan lagi. Sampah secara sederhana dapat diartikan sebagai
sesuatu yang tidak dapat difungsikan lagi sebagaimana mestinya Kota Manado dengan segenap
8

aktivitas dan permukimannya serta pembangunan yang sangat intensif, berada di kawasan
pesisir Teluk Manado. Kawasan pesisir adalah ruang daratan yang terkait erat dengan ruang
lautan. Kawasan pesisir sebagai suatu sistem, maka pengembangannya tidak dapat terpisahkan
dengan pengembangan wilayah secara luas. Manado merupakan daerah yang sangat kaya dengan
hasil alamnya dan juga kaya dengan hasil perairannya.

2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui karakteristik persampahan
permukiman di wilayah pesisir Kota Manado dan Mengetahui sistem pengelolaan sampah
permukiman di wilayah pesisir Kota Manado.
3. Metode Penelitian
Data sekunder diperoleh dari buku-buku pustaka dan data statistik dari instansi-instansi terkait
sebagai referensi yang relevan untuk penelitian. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif.
4. Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Karakteristik sampah rumah tangga yang dihasilkan di permukiman pesisir Kelurahan Bitung
Karang Ria Lingkungan 4 dan 5 dan Kelurahan Malalayang 1 Timur lingkungan 1 dan 2 adalah
sampah jenis organik yakni sampah yang berasal dari makhluk hidup baik dari tumbuh-
tumbuhan maupun hewan. Contohnya sampah dapur dan halaman, diantaranya sayuran, buah-
buahan, potongan rumput atau daun ranting. Sampah ini mudah terurai/lapuk (degradable).

Pengangkutan di permukiman pesisir Kelurahan Bitung Karang Ria lingkungan 4 dan 5 ini
9

telah terlayani jasa angkutan sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Manado. Pengangkutan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lingkungan 4 dan 5
yaitu dengan memakai pola komunal langsung. Pola komunal langsung yakni pengumpulan
sampah yang dilakukan sendiri oleh masing-masing pengahasil sampah langsung ke TPS yang
telah disediakan sebelumnya kemudian mobil/ truck sampah mendatangi TPS dan diangkut ke
tempat pembuangan akhir. Dengan intensitas pengangkutan 3-4 minggu sekali , hal ini
menyebabkan sampah yang dibuang oleh masyarakat menjadi berserakan di sekitar TPS. Dan
pengangkutan sampah permukiman pesisir di Kelurahan Malalayang 1 Timur lingkungan 1 dan
2 disediakan oleh pemerintah berupa mobil/ truck sampah. Dengan intensitas pengangkutan
setiap hari/setiap pagi. Pengangkutan dilakukan dengan pola komunal langsung, yaitu
pengumpulan sampah yang dilakukan oleh masyarakat langsung dibuang ke TPS yang telah
disediakan, kemudian diangkut oleh petugas ke tempat pembuangan akhir.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan Karakteristik sampah di
Kelurahan Bitung Karang Ria lingkungan 4 dan 5 yaitu sampah organik ( bekas sayur-
sayuran,dlsb) sebanyak 45%, sedangkan karakteristik sampah di Kelurahan Malalayang 1 Timur
lingkungan 1 dan 2 yaitu sampah organik ( bekas sayur- sayuran,dlsb) sebanyak 43,9% dan
Sistem pengelolaan sampah perlu didukung oleh fasilitas TPS yang memadai baik secara
ukuran, jumlah dan jenis sampah yaitu organik dan an organik. Serta jam pengangkutan sampah
yang masih belum tertata dengan baik
6. Review Jurnal
Menurut saya jurnal ini sangat membantu untuk Mengetahui karakteristik persampahan
permukiman di wilayah pesisir Kota Manado dan Mengetahui sistem pengelolaan sampah
permukiman di wilayah pesisir Kota Manado. Sehingga dapat dijadikan referensi pihak terkait
dalam mengambil keputusan untuk meningkatkan kualitas persampahan di wilayah pesisir Kota
Mando. Adapun kelemahan dari jurnal ini adalah terdapat beberapa kalimat yang tidak efekti
dan efesien sehingga sulit untuk dipahami.

1.4 Review Jurnal Permukiman Ke-4

Judul : Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya terhadap RDTR di


10

Wilayah Peri-Urban Studi Kasus: Kecamatan Mlati


Vol. dan Hal : Vol. 8(4) Hal. 330-340
Tahun : 2012
Penulis : Trigus Eko dan Sri Rahayu
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021
1. Latar Belakang Masalah

Alih fungsi lahan dalam arti perubahan penggunaan lahan, pada dasarnya tidak dapat
dihindarkan dalam pelaksanaan pembangunan (Lisdiyono, 2004). Terkait dengan penggunaan
lahannya, daerah pinggiran merupakan wilayah yang banyak mengalami perubahan penggunaan
lahan terutama perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang disebabkan
adanya pengaruh perkembangan kota di dekatnya (Rahayu, 2009). Kabupaten Sleman sebagai
daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta mengalami pengaruh yang signifikan
terhadap perkembangan wilayahnya terutama di daerah pinggiran kota. Menurut data BPS,
jumlah penduduk kecamatan ini pada tahun 2010 adalah 101.031 jiwa dengan kepadatan 3.542
jiwa/km2 sedangkan dari statistik penggunaan lahan Kecamatan Mlati tahun 1996‐2010,
diketahui bahwa di Kecamatan Mlati telah terjadi penurunan luas lahan pertanian sebanyak 301,9
Ha.

2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Mlati sebagai
wilayah per-urban Kota Yogyakarta, kesesuaiannya terhadap rencana pemanfaatan ruang dalam
RDTR APY Kecamatan Mlati serta aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi kebijakan
rencana pemanfaatan ruang.
3. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan adalah menggabungkan atau memperluas dari metode kuantitatif pada
tahap awal dengan penemuan‐penemuan dari metode deskriptif kualitatif pada tahap berikutnya
(Creswell, 2010). Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder dan sedangkan bentuk datanya adalah berupa data spasial, data tekstual serta
wawancara.
11

4. Hasil dan Pembahasan

Pada tahun 1996, penggunaan lahan terbanyak di Kecamatan Mlati adalah untuk pertanian yaitu
seluas 1803,40 Ha atau 63,31% dari total luas wilayah Kecamatan Mlati. Penggunaan lahan
terbanyak berikutnya adalah untuk permukiman yaitu seluas 564,72 Ha atau 19,82% diikuti oleh
penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa, sempadan sungai, jalan pendidikan dan wisata
dengan persentase antara 1‐5% dari total luas lahan di Kecamatan Mlati. Sedangkan penggunaan
lahan yang kurang dari 1% adalah untuk ruang terbuka hijau, perkantoran, industri, terminal dan
cagar budaya. Secara spasial, Pada tahun 1996, terlihat bahwa penggunaan lahan di wilayah
timur didominasi oleh pengggunaan lahan untuk permukiman (warna kuning), perdagangan dan
jasa (warna merah), pendidikan (warna coklat) dan pertanian (warna hijau). Sedangkan di
wilayah bagian barat penggunaan lahan didominasi oleh lahan pertanian hal ini terlihat dari
banyaknya area berwarna hijau yang tersebar merata hampir di seluruh wilayah.

Penggunaan Lahan tahun 1996

Penggunaan Lahan tahun 2010

Perubahan zonifikasi wilayah WPU terjadi di Desa Sumberadi dan Desa Sendangadi. Desa
12

Sumberadi mengalami perubahan zone dari zobides ke zobidekot. Desa Sumberadi mengalami
peningkatan proporsi lahan non agraris dari sebelumnya yang masih sangat didominasi oleh
lahan pertanian. Sedangkan Desa Sendangadi mengalami perubahan zone dari zobidekot menjadi
zobikodes. Dengan peningkatan lahan kekotaan ini berarti Desa Sendangadi telah berada pada
zona yang sama dengan Desa Sinduadi yang telah didominasi oleh lahan kekotaan pada tahun
1996. Dua desa lainnya yaitu Desa Tlogoadi dan Tlogoadi tidak mengalami perubahan zona atau
masih tetap pada zona bingkai desa kota.
5. Kesimpulan

Kecamatan Mlati sebagai salah peri urban Kota Yogyakarta mendapat pengaruh yang cukup
signifikan terutama dalam penggunaan lahannya. Hal ini terlihat dari persentase perubahan
penggunaan lahan yang terjadi pada tahun 1996‐2010 yang mencapai 10,32% dari luas total
lahan di kecamatan ini. Semakin dekat ke Kota Yogyakarta penggunaan lahan non
pertanian/agraris semakin dominan dan semakin jauh dari kota penggunaan lahan pertanian lebih
dominan daripada lahan non‐pertanian. Hal ini terlihat dari zonasi wilayah peri urban dimana
desa‐desa yang dekat dengan kota yaitu Desa Sendangadi dan Desa Sinduadi termasuk ke dalam
zona bingkai kota desa. Sedangkan desa‐desa yang relatif jauh dari kota berada pada zona
bingkai desa kota yang berarti penggunaan lahan pertaniannya lebih banyak daripada lahan non
pertaniannya. Dalam kaitan antara perubahan penggunaan lahan dan rencana pemanfaatan ruang
diketahui bahwa persentase perubahan penggunaan lahan yang sesuai dengan rencana lebih besar
daripada yang tidak sesuai yaitu sebesar 65,91% berbanding 34,09%. Besarnya persentase
ketidaksesuaian ini mengindikasikan adanya suatu permasalahan dalam implementasi rencana
pemanfaatan ruang.

6. Review Jurnal

Menurut saya kelebihan dari jurnal ini adalah dapat membantu mengkaji perubahan penggunaan
lahan di Kecamatan Mlati sebagai wilayah per-urban Kota Yogyakarta, kesesuaiannya terhadap
rencana pemanfaatan ruang dalam RDTR APY Kecamatan Mlati serta aspek-aspek yang
mempengaruhi implementasi kebijakan rencana pemanfaatan ruang. Sehingga memudahkan dan
menjadi referensi pengambilan keputusan lembaga terkait dalam mengembangkan dan
memajukan daerah di Kecamatan Mlati Kota Yogyakarta. Kelemahannya adalah pembahasan ini
sudah terlalu lama, karena pada tahun ini (2021) pasti sudah banyak perubahan penggunaan
13

lahan yang terjadi di Kecamatan Mlati untuk itu Peneliti dapat memperbaharui informasi yang
diberikan sehingga dapat dijadikan referensi dengan baik.

1.5 Review Jurnal Permukiman Ke-5

Judul : Perwujudan Permukiman Terpadu Dalam Pengembangan Wilayah


Studi Kasus : Kawasan Permukiman Rungkut Surabaya
Vol. dan Hal : Hal. 1-15
Tahun : 2013
Penulis : Wiwik Widyo
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan kota Surabaya ke arah Surabaya Timur ternyata memberikan pengaruh sangat
besar kepada pertumbuhan kawasan pinggir kota tersebut. Kawasan Rungkut merupakan suatu
kawasan di Surabaya Timur yang perkembangannya cukup pesat, hal ini merupakan dampak dari
perkembangan kota Surabaya secara global, terjadinya urbanisasi berdampak pada pertumbuhan
jumlah penduduk. Kondisi penduduk ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik
kawasan, dimana konsekuensi pertambahan jumlah penduduk yang pesat ini dibutuhkan fasilitas
yang menunjang kepentingan mereka, diantaranya adalah permukiman. Tumbuhnya suatu
permukiman harus dibarengi dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang sesuai dengan
peraturan dan standart permukiman. Berkaitan dengan pengadaan sarana dan prasarana yang baik
sebagai pendukung keberlangsungan kehidupan permukiman dan aksesibilitas yang baik, maka
kawasan Rungkut menjadi suatu kawasan permukiman yang terpadu serta mempunyai
karakteristik lingkungan sehingga untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya tidak harus bergantung
ke pusat kota, hal ini dapat membantu mengurangi kepadatan aksesibilitas di pusat kota
2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengakomodasikan suatu kondisi dan
14

karakteristik kawasan permukiman baik secara fisik maupun non fisik dan Memberikan wacana
mengenai kawasan permukiman dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan
permukiman lebih lanjut dengan memperhatikan daya dukung dan karakteristik lingkungan
sehingga dapat meningkatkan eksistensi kawasan permukiman sebagai permukiman yang
terpadu.
3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bermaksud untuk mengkaji (deskripsi) situasi atau
kondisi mengenai pola permukiman di wilayah kecamatan Rungkut. Usaha mendeskripsikan
fakta-fakta ini pada tahap permulaan tertuju pada usaha-usaha mengemukan gejala-gejala secara
lengkap di dalam aspek-aspek yang diselidiki agar jelas keadaan atau kondisinya, termasuk
usaha mengemukakan hubungan antara satu dengan yang lain.

4. Hasil dan Pembahasan

Secara umum kawasan memiliki kecenderungan kegiatan yang meningkat selama 20 tahun
terakhir ini dapat dinilai amat intensif dan cukup teratur, meskipun di kawasan ini tumbuh tanpa
adanya perencanaan formal. Perkembangan pada kawasan di dominasi oleh adanya kegiatan
perumahan, perdagangan/jasa serta industri (sebagian besar kegiatan perdagangan / jasa dan
industri terletak pada jalan Raya Rungkut ). Kerapatan bangunan di kawasan secara umum
berkisar 30-50 bangunan per Ha, sedangkan ketinggian bangunan secara umum di wilayah ini
berkisar antara 1 sampai 2 lantai dengan ketinggian bangunan antara 5 meter sampai 12 meter.
Penduduk dominan bekerja di bidang perdagangan dan jasa sebesar 46,49% selanjutnya di
bidang industri sebesar 38,1%. Dengan demikian distribusi penduduk berdasarkan mata
pencaharian dapat mencerminkan tingkat ke urbanan kawasan studi yang dewasa ini berstatus
sebagai daerah permukiman ; industri, perdagangan dan jasa di tepian jalan-jalan utamanya.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat pada kawasan amatan, terdiri dari pukesmas,
laboratorium/klinik dan apotik. Sedangkan fasilitas peribadatan yang ada meliputi masjid/
musholah dan gereja. Utilitas permukiman akan mendukung tingkat kenyamanan tinggal bagi
warga yang menempati wilayah kota.

Unsur penting yang perlu diketahui pada jaringan utilitas, antara lain ; ketersediaan air bersih,
listrik, telepon, pembuangan sampah dan pematusan. Pelayanan air bersih tersebut telah
menjangkau sebagian besar penduduk pada kawasan amatan, baik dengan cara sambungan
15

langsung ke bangunan (rumah ,toko, perkantoran dan sebagainya) maupun dengan cara kolektif
(menggunakan kran umum). pengangkutan sampah dari Tempat Pembuangan Sementara [TPS]
maupun Depo Sampah untuk diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir [TPA] dengan
menggunakan alat pengangkut sampah seperti : truk bak terbuka, dump truk maupun arm roll.
Pekerjaan ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Surabaya yang untuk pelaksanaannya
diserahkan pada Dinas kebersihan dan Swasta.

5. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Rungkut maka didapat beberapa
kesimpulan yaitu Perkembangan wilayah pada kawasan Rungkut dapat mendorong desentralisasi
pembangunan wilayah yang lebih luas, pola pemberdayaan, dan lapangan kerja yang lebih luas.
Keterpaduan yang ada pada permukiman Rungkut pada awalnya merupakan faktor kebetulan dan
tidak direncanakan sebelumnya, akan tetapi lebih lanjut diadakan perencanaan kawasan
berdasarkan hasil evaluasi kondisi perkembangan yang ada. Keterpaduan yang ada pada kawasan
dapat tercermin terutama dari aspek fisik permukiman yang meliputi sarana dan prasarana
walaupun juga tercermin pada aspek non fisik. Keterpaduan belum tercermin pada aspek
lingkungan, karena pada aspek tersebut masih terdapat masalah-masalah yang harus diselesaikan,
dan ini dapat menjadi salah satu dasar dalam perencanaan kawasan lebih lanjut. Penghuni
perumahan formal dan perumahan kampung atau swadaya pada kawasan Rungkut mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendapatkan lahan, sarana dan prasarana serta kesempatan kerja,
akan tetapi diperlukan peningkatan kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
pembangunan permukiman berkelanjutan. Perumahan formal dan perumahan kampung masing-
masing membentuk suatu komunitas, akan tetapi untuk keberlangsungan hidup keduanya tidak
dapat berdiri sendiri akan tetapi menyatu dengan lingkungannya dan saling membutuhkan satu
dengan lainnya yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana.

6. Review Jurnal

Menurut pendapat saya jurnal ini sangat membantu untuk mengakomodasikan suatu kondisi dan
karakteristik kawasan permukiman baik secara fisik maupun non fisik dan Memberikan wacana
mengenai kawasan permukiman dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan
permukiman lebih lanjut dengan memperhatikan daya dukung dan karakteristik lingkungan
sehingga dapat meningkatkan eksistensi kawasan permukiman sebagai permukiman yang
16

terpadu. Adapun kelemahan dari jurnal ini adalah terdapat beberapa kalimat yang tidak efekti
dan efesien sehingga sulit untuk dipaham serta susunan penulisannya kurang tepat
mengakibatkan kesulitan dalam mengetahui sub judul jurnal.

II. REVIEW JURNAL PARIWISATA

2.1 Review Jurnal Pariwisata Ke-1

Judul : Pengembangan Kota Bogor Sebagai Destinasi Pariwisata Internasional

Vol. dan Hal : Hal. 1-11


Tahun : 2011
Penulis : Bedi Mulyana
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah


Pariwisata merupakan integral pembangunan yang semakin dipertimbangkan oleh negara-
negara di seluruh dunia. Pengaruh pembangunan pariwisata terhadap perkembangan
regional, terutama peningkatan percepatan pembangunan dan perekonomian wilayah cukup
besar. Hal ini menyebabkan pembangunan pariwisata menjadi salah satu sektor yang menjadi
prioritas, khususnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan
World Economic Forum in Geneva, Switzerland (2009)1, saat ini pariwisata Indonesia masih
berada pada peringkat 81 di dunia. Tambahan UN-WTO mengemukakan telah terjadi
peningkatan jumlah wisatawan Mempertimbangkan kondisi tersebut sudah seharusnya
pengembangan pembangunan sektor pariwisata dilaksanakan secara optimal dalam
kontribusinya kepada lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya, khususnya terhadap seluruh
masyarakat di Indonesia supaya dapat merasakan manfaat dari pembangunan yang
dilaksanakan di daerahnya. Salah satu daerah di Indonesia yang sedang dikembangkan
kegiatan pariwisatanya adalah Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kota Bogor berada di tengah-
tengah wilayah Kabupaten Bogor dan dekat Ibukota Indonesia, Jakarta serta Ibukota Provinsi
17

Jawa Barat, Bandung. Keberadaan letaknya yang strategis merupakan potensi untuk
pengembangan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan pelayanan, pusat industri nasional,
perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata3. Tambahan lain pada lingkup
kepariwisataan internasional, kedekatan Kota Bogor dengan Jakarta sebagai salah satu pintu
masuk utama wisatawan internasional, merupakan salah satu peluang untuk pengembangan
pariwisata
2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi pengembangan pariwisata
Kota Bogor, mengidentifikasi wisatawan internasional yang berkunjung, dan Pengembangan
pariwisata Kota Bogor sebagai destinasi parwisata internasional dengan pertimbangan
penawaran dan permintaan pada poin tujuan pertama dan ke dua.
3. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan penawaran dan permintaan
pariwisata Kota Bogor berkaitan dengan parameter penelitian.
4. Hasil dan Pembahasan
Secara administratif Kota Bogor berada di kelilingi Kabupaten Bogor dengan 949,066 populasi
penduduk (BPS Kota Bogor, 2010). Secara perwilayahan terdiri dari beberapa kecamatan, yaitu;
Kecamatan Tanah Sareal, Bogor Utara, Selatan, Barat, Timur, dan Bogor Tengah serta secara
keseluruhan terdiri dari 68 kelurahan.

Peta Administratif Kota Bogor

Konsep pariwisata dapat di lihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu; penawaran dan permintaan12.
Penawaran berkaitan dengan segala sesuatu yang ditawarkan pada sebuah destinasi wisata,
sedangkan permintaan berkaitan dengan segala sesuatu yang diminta oleh wisatawan pada
18

sebuah destinasi wisata. Pada Bab ini di diskusikan mengenai penawaran pariwisata Kota Bogor
untuk pengembangan sebagai destinasi pariwisata internasional yang meliputi; destinasi
pariwisata, daya tarik wisata pendukung, fasilitas pariwisata serta transportasi.
Dalam skala regional, Kota Bogor merupakan salah satu destinasi pariwisata, yang cukup di
kenal terutama di wilayah Jakarta, Tanggerang, Bekasi, Banten, Kerawang dan wilayah Jawa
Barat lainnya. Kunjungan wisatawan di dominasi wisatawan domestik dengan maksud
menikmati suasana liburan akhir pekan dan libur sekolah, baik secara individu atau
berkelompok bersama teman dan keluarga. Jumlah kunjungan wisatawan ke kota ini mengalami
kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Mempertimbangkan bahasan penawaran pariwisata
(destinasi, daya tarik wisata, akomodasi dan transportasi) dan permintaan pariwisata (wisatawan
internasional), Kota Bogor masih memiliki peluang mengoptimalkan potensi pariwisata daerah
sebagai suatu destinasi pariwisata internasional. Koordinasi dan kerjasama stakeholder
kepariwisataan diperlukan untuk mendukung pengembangan potensi pariwisata supaya dapat
memberikan manfaat optimal dari pembangunan pariwisata yang di laksanakan.
5. Kesimpulan
Pariwisata sebagai integral kegiatan pembangunan suatu daerah dapat memberikan manfaat
langsung dan tidak langsung bagi masyarakat. Kota Bogor merupakan salah satu daerah yang
memiliki potensi pengembangan pariwisata, baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun
internasional. Wisatawan internasional yang berkunjung berasal dari berbagai negara di dunia,
seperti negara-negara Eropa, Inggris, Amerika, Australia dan negara negara di Asia.
6. Review Jurnal
Menurut pendapat saya jurnal ini sangat membantu untuk i potensi pengembangan pariwisata
Kota Bogor, mengidentifikasi wisatawan internasional yang berkunjung, dan Pengembangan
pariwisata Kota Bogor sebagai destinasi parwisata internasional dengan pertimbangan
penawaran dan permintaan pada poin tujuan pertama dan ke dua. . Kelemahannya adalah
pembahasan ini sudah terlalu lama, karena pada tahun ini (2021) pasti sudah banyak perubahan
pariwisata dan wisatawan baik lokal maupun internasional yang terjadi di Kota Bogor untuk itu
Peneliti dapat memperbaharui informasi yang diberikan sehingga dapat dijadikan referensi
dengan baik baik pembaca dan lembaga terkait.
19

2.2 Review Jurnal Pariwisata Ke-2

Judul : Pengembangan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah Berdasarkan


Infrastruktur Daerah: Studi Kasus Kabupaten Jepara
Vol. dan Hal : Vol. 1 (2): 145-157
Tahun : 2017
Penulis : Kurniawati Hapsari Ekosafitri, Ernan Rustiadi & Fredinan Yulianda
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah


Wilayah adalah satu satuan atau unit geografis dengan batas-batas tertentu, di mana bagian-
bagiannya (sub wilayah) satu sama lain tergantung secara fungsional. Pada konsep wilayah
nodal, wilayah ditafsirkan sebagai sel hidup yang mengandung inti dan plasma (Rustiadi et al.,
2011). Kerusakan ekosistem mangrove di wilayah pantai utara Provinsi Jawa Tengah
menyebabkan kerusakan pantai secara fisik maupun biologis yang berakibat pada menurunnya
daya dukung pantai sehingga mengancam kelangsungan sistem wilayah pantai dan
kelangsungan hidup masyarakat pesisir secara ekonomi, sosial dan lingkungan (Zikra, 2009).
Ketidakseimbangan antara tingkat pemanfaatan sumber daya pesisir dan kerusakkan yang
ditimbulkan akibat dari kondisi tangkap lebih (over fishing), menurunnya kualitas air untuk
budi daya tambak akibat pencemaran polutan hasil aktifitas industri, kegiatan rumah tangga,
pertanian serta limbah minyak dari pencucian kapal di wilayah pesisir (Ariyanto, 2013),
degradasi fisik habitat pesisir (mangrove dan terumbu karang) yang mengakibatkan abrasi
pantai merupakan permasalahan dari pembangunan pesisir (Effendy, 2009).
Aktivitas manusia di wilayah pesisir, membuka ekosistem mangrove sebagai pelindung alami
pantai untuk pertambakan, menimbulkan kasus abrasi pantai akibat dari alih fungsi ekosistem
mangrove menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan oleh nelayan pesisir Jepara bagian
selatan sebagaimana penelitian Redjeki (2013) di desa Kedungmalang, kecamatan Kedung,
Kabupaten Jepara. Dampak pemanasan global menyebabkan kenaikan permukaan air laut
20

semakin menambah kerentanan di wilayah pesisir (Joesidawati, 2016). Kasus banjir rob di
kawasan pesisir Tambak Lorok Kota Semarang akibat dari kenaikkan permukaan air laut salah
satunya disebabkan oleh kerusakan kawasan pesisirnya (Kumalasari, 2014).
2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat perkembangan wilayah berdasarkan
ketersediaan sarana dan prasarana wilayah; dan menggali persepsi stakeholder mengenai
pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara. Hasil penelitian ini diharapkan mampu
merumuskan arahan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara.
3. Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa
kuesioner sedangkan data primer berupa data PODES Kabupaten Jepara tahun 2014. Kuesioner
dilakukan untuk memperoleh persepsi stakeholder mengenai pengembangan kawasan pesisir
Kabupaten Jepara. Responden terdiri atas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Jepara, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, akademisi dan pelaku usaha perikanan.
4. Hasil dan Pembahasan
Wilayah pesisir Kabupaten Jepara juga menjadi pusat dari kegiatan perekonomian seperti
kegiatan perdagangan, industri pengolahan, perikanan tangkap, perikanan budi daya, transportasi
laut dan pariwisata bahari. Kecamatan Jepara sebagai ibukota kabupaten, merupakan wilayah
kecamatan pesisir yang memiliki sarana dan prasarana yang paling lengkap dibandingkan
dengan kecamatan pesisir lainnya, memiliki fasilitas pelayanan pendidikan mulai pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi. Fasilitas ekonomi pasar tradisional, toko, minimarket, pasar
swalayan, hotel dan rumah makan. Fasilitas transportasi dan perhubungan terdapat terminal dan
pelabuhan penyeberangan.
Hirarki Kecamatan di Kabupaten Jepara
21

Arahan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara, berdasarkan sarana dan prasarana
wilayah, diarahkan melalui pengembangan kegiatan pariwisata bahari. Pengembangan pariwisata
bahari perlu didukung oleh ketersediaan fasilitas penunjang baik sarana dan prasarana
pendukung pariwisata maupun infrastruktur jalan menuju ke objek wisata berupa sarana
perhubungan darat dan perhubungan laut. Prioritas pengembangan kawasan pesisir berdasarkan
persepsi stakeholder adalah kawasan IV yaitu Kecamatan Karimunjawa. Kecamatan Karimun
jawa merupakan wilayah potensial bagi pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Jepara
terutama melalui kegiatan
pariwisata bahari.

Arahan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara


Keterangan : arahan pengembangan kawasan pesisir
5. Kesimpulan

Ketersediaan sarana dan prasarana wilayah merupakan salah satu syarat dalam pengembangan
kawasan pesisir. Kecamatan pesisir yang mempunyai tingkat perkembangan wilayah yang
cukup tinggi berdasarkan ketersediaan sarana prasarana wilayah adalah Kecamatan Kedung,
Kecamatan Jepara, Kecamatan Keling dan Kecamatan Karimunjawa. Keempat kecamatan
tersebut memiliki potensi pengembangan kawasan pesisir di wilayah Kabupaten Jepara.
Kelengkapan fasilitas dan sarana pelayanan di kawasan pesisir akan mendorong kegiatan
perekonomian serta mampu menarik investasi masuk di kawasan pesisir. Pengembangan
kawasan pesisir ke depan dititikberatkan pada pengembangan kegiatan potensial berdasarkan
potensi lokal yang dimiliki. Pariwisata bahari merupakan salah potensi yang dimiliki oleh
Kabupaten Jepara dengan memanfaatkan jasa lingkungan pesisir. Kecamatan Karimunjawa,
22

mempunyai hirarki wilayah I berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah,


merupakan wilayah pengembangan kawasan pesisir berdasarkan potensi kegiatan pariwisata
bahari.
6. Review Jurnal
Menurut pendapat saya jurnal ini sangat membantu untuk menganalisis tingkat perkembangan
wilayah berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah; dan menggali persepsi
stakeholder mengenai pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara. Hasil penelitian ini
diharapkan mampu merumuskan arahan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara.
Adapun kelemahan dari jurnal ini adalah terdapat beberapa kalimat yang tidak efekti dan efesien
sehingga sulit untuk dipaham serta susunan penulisannya kurang tepat mengakibatkan kesulitan
dalam mengetahui sub judul jurnal.

2.3 Review Jurnal Pariwisata Ke-3

Judul : Kajian Kelembagaan dalam Pengembangan Pariwisata Pantai yang


Berkelanjutan

Vol. dan Hal : Vol. 10 (3) Hal: 278-292


Tahun : Mei, 2014
Penulis : Tendy Kuhaja
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah

Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting
dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan
menjadi industri atau sektor penting yang dapat diandalkan Pemerintah ke depan untuk
menjadi pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Pada hakekatnya upaya
pengembangan pariwisata selain merupakan tanggungjawab pemerintah, masyarakat dan
pihak swasta juga diharapkan turut berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian. Karena pengembangan pariwisata merupakan upaya yang sangat kompleks
23

yang perlu melibatkan semua stakeholders. Dalam pengelolaan wisata Pantai Wonokerto
agar berkelanjutan diperlukan kelembagaan yang baik dan berfungsi serta berperan aktif
dalam pengelolaan pariwisata. Kelembagaan tersebut mencangkup kelembagaan informal
yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dan kelembagaan formal yang datang dari
pemerintahan.

2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan pariwisata pesisir
pantai yang berkelanjutan.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan entitas tunggal atau fenomena
(“kasus”) dari suatu masa tertentu dan aktivitas (berupa program, kejadian, proses, institusi
atau kelompok sosial tertentu) serta mengumpulkan detail informasi dengan menggunakan
berbagai prosedur pengumpulan data selama kasus itu terjadi Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini yaitu dengan observasi/pengamatan langsung, wawancara, kajian
literatur dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan
observasi/pengamatan langsung, wawancara, kajian literatur dan dokumentasi. Analisis
deskriptif kualitatif digunakan untuk melihat kondisi eksisting kelembagaan pengelola
komponen pariwisata berdasarkan data potensi komponen pariwisata dan keterlibatan
stakeholders yang ada, sehingga diketahui arahan pegembangan sistem kelembagaan
eksisting pengelola komponen pariwisata dengan prinsip kelembagaan yang berkelanjutan.

4. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan analisis sebelumnya dapat dipastikan bahwa stakeholders yang ada di Kawasan Pesisir
Pantai Wonokerto mempunyai kontribusi terhadap pengembangan kawasan tersebut berdasarkan
peranannya. Pengembangan pariwisata pesisir Pantai Wonokerto merupakan suatu usaha yang sangat
kompleks yang melibatkan banyak sektor. Sehingga dalam penentuan pengelola kelembagaannya
harus melibatkan berbagai pihak/stakeholder. Apabila setiap stakeholder merasa terlibat dan
mendapatkan manfaat maka kelembagaan akan berjalan dengan baik dan efektif. Pelibatan berbagai
pihak tersebut juga harus didukung dengan tingginya tingkat kepercayaan masing-masing
stakeholder, sehingga hubungan antar pihak dapat berjalan harmonis dan berkesinambungan.
24

Kondisi jalan menuju kawasan pesisir Wonokerto dapat dikatakan cukup baik, karena sudah
tersedia jalan beraspal dengan dua jalur. Namun kondisinya sekarang sudah rusak oleh
banjir dan rob. Menurut dokumen RTRW, jalan yang menuju lokasi wisata merupakan jalan
Kabupaten. Namun belum ada tanggapan positif dari Pemerintah Daerah. Sebagai upaya
agar kerusakan tidak semakin parah serta guna memperlancar distribusi ikan yang berasala
dari TPI, maka sejumlah warga dan nelayan serta para bakul ikan ditarik iuran guna
menguruk beberapa jalan yang rusak. Setiap orang yaitu warga yang memiliki tambak di
sepanjang jalan dan para bakul ikan yang setiap hari pergi ke TPI untuk transaksi ikan
dibebani sejumlah nilai rupiah sebagai kompensasi dari perbaikan jalan yang ada.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa masing-masing stakeholders sudah
mengambil peran dalam pengembangan pariwisata pesisir Pantai Wonokerto. Baik itu
stakeholders pemerintah, swasta, lembaga masyarakat maupun masyarakat itu sendiri.
Apabila kita telisik, masing-masing program dan kegiatan dari stakeholders membawa
dampak positif terhadap pengembangan pariwisata pesisir Pantai Wonokerto. Namun
pengelolaan pariwisata pesisir Pantai Wonokerto masih dilakukan sendiri-sendiri sesuai
kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder. Berdasarkan hasil penelitian, tidak
ditemukan kelembagaan formal dalam pengembangan pariwisata pesisir Pantai Wonokerto.
25

Sehingga agar pengembangan kelembagaan pengelola dapat berkelanjutan diperlukan


koordinasi antar stakeholder untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu juga harus
diintegrasikan setiap kegiatan/program agar tidak terjadi tumpang tindih atau terjadi gap.
Kelembagaan pengelola juga perlu dilakukan simplifikasi dengan membentuk suatu
kelembagaan kolaboratif yang dapat menampung aspirasi dan kepentingan semua
stakeholders. Sinkronisasi data-data antara stakeholders juga harus dilakukan secara berkala
dan terencana. Sinkronisasi diperlukan untuk menghindari terjadinya ketidak konsistenan
data akibat adanya akses data yang tidak valid. Mekanisasi juga diperlukan untuk
menambah daya tarik wisata, pelayanan terhadap wisatawan, kemudahan aksesibilitas dan
kreatifitas dalam upaya promosi.

6. Review Jurnal

Menurut pendapat saya jurnal ini sangat membantu untuk mengetahui pengembangan pariwisata
pesisir pantai yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian juga tidak ditemukan
kelembagaan formal dalam pengembangan pariwisata pesisir Pantai Wonokerto. Sehingga agar
pengembangan kelembagaan pengelola dapat berkelanjutan diperlukan koordinasi antar
stakeholder untuk mencapai tujuan bersama. Adapun kelemahan dari jurnal ini adalah dalam
penulisan jurnal tidak sistematis sehingga cukup sulit dalam membacanya serta font yang
digunakan terlalu kecil dan kesulitan dalam proses mengamatinya.

2.4 Review Jurnal Pariwisata Ke-4

Judul : Membangun Pariwisata Bersama Rakyat: Kajian Partisipasi Lokal Dalam


Membangun Desa Wisata Di Dieng Plateau
Vol. dan Hal : Vol. 2 (3) Hal. 225-328
Tahun : 2012
Penulis : Destha Titi raharjana
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah


Kawasan Dataran Tinggi Dieng memiliki pesona wisata nan eksotis. Berada diketinggian 2.100
mdpl dengan landscape yang mempesona menjadikannya sebagai pilihan tempat istirahat zaman
26

kolonial hingga sekarang. Dieng Plateau pada zamannya memiliki ekosistem yang unik.
Sayangnya, kondisi saat ini sudah berubah. Gambaran indah tempo dulu sudah tidak dapat lagi
dijumpai. Ekosistem Dieng telah berubah. Bencana akibat kerusakan lingkungan mendera
kawasan yang dulu dikenal sebagai daerah tangkapan air. Pasca-Reformasi perambahan hutan
dan kawasan perbukitan terus terjadi akibat tekanan penduduk terhadap lahan yang sangat tinggi
(Kedaulatan Rakyat, 16/4/2008). Hal ini diperburuk lagi dengan budidaya pertanian monokultur
berupa kentang, sehingga erosi di hulu sangat besar. Beberapa sungai menjadi keruh dan
menimbulkan sedimentasi pada hilirnya. Selain itu, terjadi penyusutan debit air secara tajam
ketika musim kemarau (Kompas, 3/4/2010) dan pada musim penghujan ditandai dengan banjir
besar. Banjir bandang Januari 2000 merupakan dampak nyata dari salah kelola lingkungan.
Tidak ada yang menyangka bahwa daerah pegunungan yang berada di ketinggian 2.000 meter
dpl dapat diterjang banjir bandang.

2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui informaso mengenai Membangun
Pariwisata Bersama Rakyat: Kajian Partisipasi Lokal Dalam Membangun Desa Wisata Di
Dieng Plateau.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan entitas tunggal atau fenomena
(“kasus”) dari suatu masa tertentu dan aktivitas (berupa program, kejadian, proses, institusi
atau kelompok sosial tertentu) serta mengumpulkan detail informasi dengan menggunakan
berbagai prosedur pengumpulan data selama kasus itu terjadi Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini yaitu dengan observasi/pengamatan langsung, wawancara, kajian
literatur dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan
observasi/pengamatan langsung, wawancara, kajian literatur dan dokumentasi. Analisis
deskriptif kualitatif digunakan untuk melihat kondisi eksisting kelembagaan pengelola
komponen pariwisata berdasarkan data potensi komponen pariwisata dan keterlibatan
stakeholders yang ada, sehingga diketahui arahan pegembangan sistem kelembagaan
eksisting pengelola komponen pariwisata dengan prinsip kelembagaan yang berkelanjutan.
27

4. Hasil dan Pembahasan

Mapping Daya Tarik Wisata Desa Wisata Dieng Kulon

Hasil diskusi bersama diketahui bahwa warga memiliki pemahaman akan sumberdaya/daya
tarik yang sering dikunjungi wisatawan atau tempat-tempat di mana para pemandu lokal sering
mengajak wisatawannya, seperti ke Candi Arjuna, Bale Kambang, Museum Kailasa, Candi
Bima, dan Kawah Sikidang. Telaga Merdada dan objek alam lainnya yang masih masuk wilayah
Kab. Banjarnegara. Selain itu dari hasil mapping atraksi wisata ini juga diperoleh adanya
pengetahuan mengenai potensi alternatif daya tarik yang terdapat di wilayah kampong atau
dengan memanfaatkan sumberdaya pertanian lokal di sana untuk diangkat sebagai atraksi wisata.
Jenisnya mencakup pertanian purwaceng, pertanian jambu bunut, terong Belanda, perternakan
Dodi-Domba Dieng yang bercirikan bulunya yang tebal, termasuk juga sentra atraksi pembuatan
keripik kentang, asinan Carica, dan sebagainya. Hasil mapping bersama warga selanjutnya diolah
dan ditampilkan secara grafis sehingga menjadi map sebaran daya tarik objek wisata area Dieng
Plateau dan Desa Dieng Kulon, seperti tersaji berikut ini. Untuk saat ini dari identifikasi yang
berhasil dikembangkan, masyarakat desa Dieng Kulon juga telah membentuk lembaga pengelola
pariwisata yang mereka beri nama Dieng Pandawa. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
demikian lembaga ini berfungsi sebagai mitra pemerintah dan menjadi fasilitator dalam
pelaksanaan dan monitoring aktivitas pariwisata yang berlangsung di kawasan Dieng,
khususnya yang termasuk di wilayah Kec. Batur Kab. Banjarnegara. Awalnya motivasi untuk
menata dan membangun kegiatan wisata lebih berorientasi ke wisata pertanian dilaksanakan
warga Dieng Kulon memang masih dapat dikatakan “embrio” termasuk juga dengan
terbentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang diberi nama Dieng Pandawa.
28

5. Kesimpulan

Dari proses riset aksi ini diperoleh sebagai destinasi nasional bahkan internasional masih
mampu menyedot perhatian para pelancong. Meskipun model wisata konvensional dalam bentuk
massif tourism- masih mendominasi, tetapi tidak menutup peluang menangkap pewisata minat
khusus yang tertarik untuk belajar lebih dekat kehidupan masyarakat desa. Adanya motivasi dan
dorongan secara kolektif dari sebagian warga di desa Dieng untuk mengelola pariwisata sebagai
respon atas semakin tidak menentunya hasil dari pertanian. Ditingkat komunitas, sudah terbentuk
pengelola pariwisata berbasis desa. Kajian ini pula telah melahirkan model perencanaan
partisipatif yang hasilnya antara lain dipahaminya berbagai potensi dan permasalahan yang
melingkupi perkembangan pariwisata di Dieng, serta diketahuinya hubungan peran dan fungsi
antarlembaga yang dpandang memberikan kontribusi bagi pariwisata di Dieng Kulon
khususnya dan Dieng Plateau pada umumnya.

6. Review Jurnal

Menurut saya jurnal ini sangat membantu untuk mengetahui informaso mengenai Membangun
Pariwisata Bersama Rakyat: Kajian Partisipasi Lokal Dalam Membangun Desa Wisata Di
Dieng Plateau. Informasi yang diberikan cukup informative hanya saja kelemahannya adalah
kurang baiknya sistematika penulisan seperti judul besar dari sub-bab, hal tersebut menyulitkan
dalam proses me-review. Selain itu pembahasan ini sudah terlalu lama, karena pada tahun ini
(2021) pasti sudah banyak perubahan pariwisata dan wisatawan baik lokal maupun internasional
yang terjadi di Kota Bogor untuk itu Peneliti dapat memperbaharui informasi yang diberikan
sehingga dapat dijadikan referensi dengan baik baik pembaca dan lembaga terkait.
29

2.5 Review Jurnal Pariwisata Ke-5

Judul : Tantangan Pembangunan Pariwisata Inklusif Geopark Cileteuh

Desa Ciwaru Kabupaten Sukabumi – Provinsi Jawa Barat


Vol. dan Hal : Hal. 125-134
Tahun : 2017
Penulis : Hilwati indersah, Yulia Asyiawati, Lely Syiddatul Akliyah dan Taufik Akbar
Reviewer : Intan Purnamasari
Tanggal : 07 Juni 2021

1. Latar Belakang Masalah

Geopark Ciletuh terletak terpencil di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas. Kecamatan Ciemas ini
merupakan kawasan perdesaan yang terletak di bagian Selatan Kabupaten Sukabumi Provinsi
Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kecamatan Ciemas mempunyai
potensi sumberdaya alam untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sumberdaya manusia untuk
mendukung pembangunan kawasan ini. Potensi sumberdaya alam yang dipunyai kawasan
perdesaan Kecamatan Ciemas adalah lahan pertanian yang subur, lahan perkebunan, obyek
wisata alam. Geopark Ciletuh yang membentang di Desa Ciwaru dalam lingkar Teluk Ciletuh ini
merupakan potensi obyek wisata alam yang berpeluang untuk dikembangkan.

Terkait dengan pembangunan pariwisata, telah dikenal konsep Community Based Tourism
(CBT) yang hampir serupa dengan konsep CED. Esensi nya adalah masyarakat lokal memiliki,
mengelola dan mengendalikan secara substansial kegiatan pariwisata dan yang terpenting
proporsi keuntungan yang besar tetap ada di masyarakat. Di Bali, sebagai destinasi pariwisata di
Indonesia yang telah dan paling maju, kegiatan pariwisata nya telah berhasil tampil secara
kolektif di tangan lembaga desa adat pakraman

2. Tujuan Penelitian

Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan yang akan dihadapi dalam upaya
membangun pariwisata inklusif di Desa Ciwaru. Oleh karena itu, tulisan ini dimulai dengan
menyampaikan metode penelitian dilanjutkan dengan penyampaian hasil dan pembahasan
tentang pemahaman kondisi dan permasalahan Desa Ciwaru dan sekelilingnya. Serangkaian
30

analisis potensi dan tantangan pembangunan wisata alam Geopark Ciletuh dilakukan bersamaan
dengan mengaitkan kepada keberhasilan-keberhasilan pembangunan pariwisata di destinasi
wisata yang lain. Selanjutnya bagian akhir tulisan ini berusaha menyampaikan beberapa saran
yang dianggap dapat mewujudkan pembangunan pariwisata inklusif di Desa Ciwaru.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas – Kabupaten Sukabumi dengan
menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif. Menurut Moleong [6], metode kualitatif
didefinisikan sebagai tata-cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Teknik pengumpulan data
dilaksanakan dengan observasi visual terhadap kondisi alam, wawancara mendalam dengan
kepala desa dan Camat Ciemas. Pengumpulan data sekunder melalui survey ke instansi- instansi
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dan Kecamatan Ciemas serta kajian studi terdahulu.

4. Hasil dan Pembahasan

Geopark Ciletuh terletak di Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi ini mempunyai banyak
lokasi destinasi pariwisata-nya. Salah satu yang sudah lama menjadi ikon destinasi wisata yang
terkenal adalah Kota Pelabuhan Ratu dengan wisata pantai-nya. Dalam kebijakan pembangunan
Kabupaten Sukabumi, potensi wisata ini menjadi produk unggulan yang telah tertuang dalam
Perda Nomor 22 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Sukabumi Tahun 2012-2032 [8]. Secara eksplisit tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten
dalam perda ini adalah mewujudkan tata ruang wilayah yang efisien, produktif, berkelanjutan
dan berdaya saing di bidang agribisnis, pariwisata dan industri menuju kabupaten yang maju dan
sejahtera. Hal ini mempertegas arah pembangunan bahwa pariwisata akan menjadi sektor
unggulan.
31

Peta Desa Ciwaru Kecamatan Ciemas

Geopark Ciletuh yang sebagian kecil berada di wilayah administratif Desa Ciwaru adalah satu
situs geologi yang sangat istimewa karena mempunyai keragaman komposisi batuan purba
paling tua di Jawa Barat. Singkapan batuan ini terbentuk pada zaman kapur sekitar 50-60 juta
tahun silam setelah terendapkan dalam palung laut hasil penunjamanan lempeng samudra yang
terletak di bawah lempeng benua. Dari aspek geologi, kawasan Geopark Ciletuh ini merupakan
fosil tektonik yang memperlihatkan adanya pendampingan dua zona yang disusun oleh batuan
berasal dari lempeng samudera yaitu Lempeng Indo-Australia dan lempeng benua yaitu lempeng
Eurasia. Dua penggalan kerak bumi ini sangat berbeda sifatnya yang terbentuk karena adanya
subduksi (tumbukan) dari kedua lempeng. Lempeng Indo-Australia berkomposisi basal yang
bersifat basa, sedangkan Lempeng Eurasia berkomposisi granit yang bersifat asam [12]. Namun
kawasan ini dikenal rawan gerakan tanah dan bencana tsunami.

Kondisi geologi ini dapat dikatakan sangat langka dan unik. Seluruh batuan tersingkap di dalam
suatu lembah besar berbentuk tapal kuda yang terbuka ke arah Samudra Hindia sehingga
menyerupai amfiteater, sebagaimana terlihat dalam Gambar 2. Menurut Hardiyono et.al [12],
aneka jenis batuan ini yang bercampur dan terangkat di permukaan dinamai batuan campur aduk
atau dikenal sebagai melange yang masuk ke dalam jenis batuan dengan kategori batuan Pra-
Tertier yaitu batuan yang berumur paling tua. Kemudian, batuan Pra-Tertier yang tersingkap
32

dapat dibedakan atas tiga (3) kelompok yaitu ofiolit, batuan metamorf dan sedimen. Ofiolit
terdiri dari peridotit, gabro, dan berbantalkan lava. Batuan metamorf terdiri dari biru/sekis
glaukofan, phyllite, dan serpentinit. Batuan sedimen terdiri atas sedimen laut dalam yaitu serpih
merah dan rijang, dan sedimen benua yaitu batupasir graywacke dan kapur [12]. Dengan
demikian, Geopark Ciletuh ini menyimpan sejarah dan kekayaan alam yang luar biasa tidak
ternilai.

5. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa Kawasan Geopark Ciletuh mempunyai
potensi wisata alam yang luar biasa dan potensi budaya yang masih terpendam. Namun
masyarakat Desa Ciwaru dan sekitarnya dapat dikatakan belum sepenuhnya siap untuk dapat
berperan serta dalam kegiatan pariwisata. Konsep eco-tourism yang mengusung keutuhan
ekologi dan sosial-budaya dapat menjadi alternatif konsep pengembangan geopark Ciletuh ini.
Pendekatan perencanaan wisata Geopark Ciletuh yang sepenuhnya melibatkan masyarakat lokal
diharapkan dapat mewujudkan pembangunan inklusif yang dapat menciptakan peningkatan
kesejahteraan masyarakat Desa Ciwaru dan sekelilingnya. Dalam peningkatan dan
perkembangan pariwisata harus sejalan dengan peningkatan dan perkembangan kapasitas
masyarakatnya.

6. Review Jurnal

Menurut pendapat saya jurnal ini sangat membantu dalam mengidentifikasi tantangan yang akan
dihadapi dalam upaya membangun pariwisata inklusif di Desa Ciwaru. Oleh karena itu, tulisan
ini dimulai dengan menyampaikan metode penelitian dilanjutkan dengan penyampaian hasil dan
pembahasan tentang pemahaman kondisi dan permasalahan Desa Ciwaru dan sekelilingnya.
Serangkaian analisis potensi dan tantangan pembangunan wisata alam Geopark Ciletuh
dilakukan bersamaan dengan mengaitkan kepada keberhasilan-keberhasilan pembangunan
pariwisata di destinasi wisata yang lain. Selanjutnya bagian akhir tulisan ini berusaha
menyampaikan beberapa saran yang dianggap dapat mewujudkan pembangunan pariwisata
inklusif di Desa Ciwaru. Kelemahannya adalah dalam pembahasan kurang kompleks sehingga
informasi yang didapatkan tidak efektif.
33

DAFTAR PUSTAKA

Eko, T., & Rahayu, S. (2012). Perubahan penggunaan lahan dan kesesuaiannya terhadap RDTR di
wilayah Peri-Urban studi kasus: Kecamatan Mlati. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 8(4), 330-
340.
Ekosafitri, K. H., Rustiadi, E., & Yulianda, F. (2017). Pengembangan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa
Tengah Berdasarkan Infrastruktur Daerah: Studi Kasus Kabupaten Jepara. Journal of Regional and Rural
Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan), 1(2), 145-157
Hindersah, H., Asyiawati, Y., Akliyah, L. S., & Ramadhan, T. A. (2017). Tantangan
Pembangunan Pariwisata Inklusif Geopark Ciletuh, Desa Ciwaru Kabupaten Sukabumi–Provinsi
Jawa Barat. In Prosiding-Seminar-Nasional-Perencanaan-Pembangunan-Inklusif-Desa-Kota
(pp. 125-134).
Kuhaja, T. (2014). Kajian kelembagaan dalam pengembangan pariwisata pantai yang
berkelanjutan. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 10(3), 278-292.
Mulyana, B. (2012). Pengembangan Kota Bogor Sebagai Destinasi Pariwisata Internasional. Jurnal
Ilmiah Pariwisata, 2(1), 109-222.
Raharjana, D. T. (2012). Membangun pariwisata bersama rakyat: Kajian partisipasi lokal dalam
membangun Desa wisata di dieng plateau. Jurnal Kawistara, 2(3).
Renwarin, A., Rogi, O., & Sela, R. (2015). Studi Identifikasi Sistem Pengelolaan Sampah Permukiman Di
Wilayah Pesisir Kota Manado. Spasial, 2(3), 79-89.
Ridawan, D. S. N., Murtiadi, S., & Sulistiyono, H. (2021). Peningkatan Kualitas Permukiman Desa
Labuapi Kabupaten Lombok Barat Menuju Program Kotaku 2020. MEDIA BINA ILMIAH, 15(2), 4083-
4096.
Rosytha, A. (2016). Studi Dampak Pengembangan Pemukiman di Wilayah Pesisir Surabaya Timur.
AGREGAT, 1(2).
Widyo, W. (2013). Perwujudan Permukiman Terpadu dalam Pengembangan Wilayah. Studi kasus:
Kawasan Permukiman Rungkut Surabaya, Laporan Penelitian Jurusan Teknik Arsitektur Institut
Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS).

Anda mungkin juga menyukai