Anda di halaman 1dari 5

P_20200407_135306_1Judul buku: Gadis Kretek

Penulis: Ratih Kumala

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Desain kover & ilustrasi isi: Iksaka Banu

Editor: Mirna Yulistianti

Cetakan pertama: Maret 2012

Bahasa: Indonesia

ISBN: 978-979-22-8141-5

Halaman: 284 halaman

Rating:

Sinopsis

Pak Raja sekarat. Dalam menanti ajal, ia memanggil satu nama perempuan yang bukan
istrinya; Jeng Yah. Tiga anaknya, pewaris Kretek Djagad Raja, dimakan gundah. Sang
Ibu pun terbakar cemburu terlebih karena permintaan terakhir suaminya ingin bertemu
Jeng Yah. Maka berpacu dengan malaikat maut, Lebas, Karim, dan Tegar, pergi ke
pelosok Jawa untuk mencari Jeng Yah, sebelum ajal menjemput sang Ayah.

Perjalanan itu bagai napak tilas bisnis dan rahasia keluarga. Lebas, Karim dan
Tegar bertemu dengan buruh bathil (pelinting) tua dan menguak asal-usul Kretek
Djagad Raja hingga menjadi kretek nomor 1 di Indonesia. Lebih dari itu, ketiganya
juga mengetahui kisah cinta ayah mereka dengan Jeng Yah, yang ternyata adalah
pemilik Kretek Gadis, kretek lokal Kota M yang terkenal pada zamannya.

Apakah Lebas, Karim, dan Tegar akhirnya berhasil menemukan Jeng Yah?

Gadis Kretek tidak sekadar bercerita tentang cinta dan pencarian jati diri para
tokohnya. Dengan latar Kota M, Kudus, Jakarta, dari periode penjajahan Belanda
hingga kemerdekaan, Gadis Kretek akan membawa pembaca berkenalan dengan
perkembangan industri kretek di Indonesia. Kaya akan wangi tembakau. Sarat dengan
aroma cinta.

Resensi

Kretek ternyata memiliki sejarah yang menarik untuk diulik dan boleh jadi tidak
banyak orang yang mengetahuinya, seperti saya. Sebelum membaca Gadis Kretek saya
sama sekali tidak tahu perihal perkembangan kretek di Indonesia, bahkan dibilang
tertarik untuk mencari tahu pun tidak. Namun, saya menjadi begitu tertarik selepas
membaca novel bergenre fiksi sejarah ini. Saya ingin membuktikan sendiri beberapa
hal terkait kretek yang disebutkan dalam novel. Novel ini berhasil membuat saya
terkesan, kagum, dan suka sekali dengan gaya penulisan Ratih Kumala. Pun membuat
saya ingin membaca karyanya yang lain.

Ratih Kumala adalah penulis lulusan Sastra Inggris, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, yang kini tinggal di Jakarta bersama suaminya yang juga penulis, Eka
Kurniawan. Karya-karya fiksinya yang pernah diterbitkan, yaitu Tabula Rasa (2004),
Genesis (2005), Larutan Senja (2006), Kronik Betawi (2009), Bastian dan Jamur Ajaib
(2015), dan lain-lain. Gadis Kretek sendiri merupakan karyanya yang kelima dengan
ide dasar yang diambil dari akar keluarga mamanya. Menurut informasi yang saya
dapat dari Instagram, tidak lama lagi Ratih akan menerbitkan karya baru berjudul
Wesel Pos. *excited*

“Ibu yang tak pernah kutahu sebelumnya tiba-tiba muncul ke permukaan wajahnya:
ibuku bisa cemburu.” (Hlm. 1)

Gadis Kretek menceritakan tentang Soeraja, pemilik Kretek Djagad Raja (kretek
terbesar di Indonesia yang lahir di Kudus), yang sedang sekarat. Satu hari, dalam
keadaannya yang sekarat Pak Raja melindur dan menyebut satu nama, yaitu Jeng Yah,
yang membuat Ibu cemburu dan begitu kesal. Melihat kejadian itu Lebas—putra bungsu
Soeraja—kemudian membuat rencana untuk mencari tahu soal Jeng Yah. Ketika sedang
berbincang dengan Pak Raja dan bertanya tentang Jeng Yah, Lebas mendapat sebuah
petunjuk awal; kota di mana Pak Raja terakhir kali bertemu dengan Jeng Yah.

Perjalanan Lebas dalam mencari tahu tentang Jeng Yah demi memenuhi permintaan Pak
Raja pun dimulai. Tegar—putra sulung Soeraja sekaligus yang mengurus pabrik dan
diharapkan jadi penerus pabrik rokok milik keluarga—yang amat tahu kelakuan Lebas
pun menyusulnya ke Cirebon, kemudian bersama-sama ke Kota Kudus. Sayangnya, mereka
tidak menemukan Jeng Yah di sana dan hanya mendapatkan sedikit informasi mengenai
Jeng Yah dan lokasi pabrik kretek miliknya.

Sehari sebelum Tegar dan Lebas pergi ke Kota M, Karim—putra kedua Soeraja yang
sering jadi penengah kalau Tegar dan Lebas cekcok—tiba di Kudus. Esoknya, tanpa
berlama-lama mereka langsung melakukan perjalanan ke Kota M untuk mencari Jeng Yah.
Perjalanan yang termasuk singkat itu tanpa diduga mengungkap pula rahasia ‘saus’
yang jadi salah satu bahan untuk membuat Kretek Djagad Raja selain tembakau dan
cengkeh, hubungan percintaan Pak Raja dengan Jeng Yah, kisah masa lalu Soedjagad
(mbah kakung Tegar, Karim, dan Lebas sekaligus pemilik Kretek Proklamasi dan Kretek
Djagad), sampai sejarah berdirinya usaha Kretek Djagad Raja. Berhasilkah Tegar,
Karim, dan Lebas menemukan Jeng Yah?

“Kretek menjadi barang yang mewah ketika dipenjara. Bukan hanya masalah benda itu
bisa menjadi alat pembayaran dadakan yang bisa dibarterkan dengan benda-benda lain
yang mungkin dibutuhkan dan dimiliki oleh orang lain. Tetapi juga, mengisap kretek
sejenak bisa membawa pikiran pulang ke rumah, kepada istri yang tengah mengandung
menunggu … yang tentu saja kini telah gugur dimakan kesedihan.” (Hlm. 91)

Novel yang kental dengan tradisi Jawa ini mengambil beberapa latar tempat, yaitu
Kota M (sebuah kota yang merupakan perbatasan antara Jogjakarta dan Magelang),
Cirebon, Kudus, Jakarta, dan Magelang. Dengan pusat cerita berada di Kota M, Kudus,
dan Jakarta. Cerita dalam buku ini lebih banyak mengungkap masa lalu Soeraja dan
Soedjagad yang akan membawa pembaca melihat perkembangan kretek di Indonesia,
peristiwa G30S/PKI yang menyebabkan Idroes Moeria, Dasiyah, dan Soeraja menderita,
serta persaingan bisnis kretek antara Soedjagad dan Idroes Moeria—ayah Jeng Yah dan
pemilik Kretek Merdeka!. Pembaca benar-benar dibawa ke masa lalu—dalam cerita ini
sekitar tahun 1940-an sampai Oktober 1965—terlebih dengan adanya penggunaan kata
mistar, potlot, dan lain-lain. Juga lewat penggambaran cerita dan latar yang begitu
detail.
Berbeda dengan Idroes Moeria yang memang otak pebisnis, Soedjagad hanya bisa meniru
atau mengikuti apa yang dilakukan Idroes Moeria dalam mengembangkan bisnisnya. Apa
yang baru dilakukan Idroes Moeria tak lama kemudian selalu saja diikuti Soedjagad.
Soedjagad seolah tidak punya ide, strategi, dan cara sendiri. Kecerdasan Idroes
Moeria dan ketertarikannya pada kretek menurun pada Jeng Yah. Jeng Yah lah yang
selanjutnya mengurus Kretek Merdeka! dan Kretek Gadis—kretek miliknya yang dibuat
dengan tambahan ‘saus’ hasil temuannya sendiri.

Sepertinya saya suka hampir semua adegan dalam buku ini. Di mana adegan-adegan itu
memberi kesan yang dalam. Adegan favorit saya dalam Gadis Kretek, di antaranya
ketika Lebas bertanya tentang Jeng Yah pada Pak Raja; adegan Lebas, Karim, dan
Tegar ketika sedang bersama atau sedang berbincang. Penggambaran hubungan dan
konflik di antara mereka sebagai saudara kandung begitu nyata; saat Pak Raja
mengajak Tegar keliling pabrik sewaktu lulus SMP; perubahan Klobot Djojobojo
menjadi Rokok Kretek Merdeka!; ketika Jeng Yah memberi hadiah kretek tingwe
(linting dewe) buatannya pada Idroes Moeria; dan saat Jeng Yah sedang bersama
Soeraja yang cukup bikin hati tersentuh.

“Tegar sudah melihat karya-karya adiknya, dan ia yakin betul belum melihat karya
yang selevel dengan seni lainnya yang sudah disponsori oleh Kretek Djagad Raja.”
(Hlm. 46)

Kalau biasanya hanya ada satu tokoh yang menarik perhatian saya, tapi lain dengan
tokoh-tokoh yang ada dalam Gadis Kretek. Karena itu, tokoh favorit saya bukan cuma
satu, tapi empat; Tegar, Idroes Moeria, Dasiyah, dan Soeraja. Keempatnya betul-
betul membuat saya kagum dan langsung jatuh cinta begitu muncul. Tegar adalah laki-
laki yang tegas, keras, sosok pemimpin, berkarisma, serius, punya standar yang
tinggi atas sesuatu, bersih dan lurus dari hal-hal yang menyimpang, juga cepat
dalam menyelesaikan masalah seperti soal formula ‘saus’. Kecintaannya yang besar
pada tembakau terlihat dari caranya mengurus pabrik Kretek Djagad Raja.

“Idroes Moeria punya cita-cita, ia ingin menjadi pelopor pembaharuan industri


kretek di Kota M. Ia akan menjadi ‘orang pertama yang memikirkan untuk melakukan
ini-itu’, dan pengusaha kretek lainnya di Kota M akan mengikuti jejaknya.” (Hlm.
95)

Idroes Moeria menempati posisi teratas dalam hati saya. *adeu~* Idroes adalah sosok
laki-laki yang pandai melihat peluang dalam bisnis, memiliki determinasi yang
tinggi, otak pebisnis, amat menjaga kualitas kretek produksinya, perfeksionis,
tidak cepat puas, selalu punya cara atau strategi lain untuk tetap jadi yang
terdepan ketika cara atau strategi yang telah dilakukannya diikuti Soedjagad. Ya
ampun, ia betul-betul sosok yang mengagumkan.

♥ Membuat saya ingin sesekali mengganti posisi Roemaisa—anak Juru Tulis yang
akhirnya menjadi istrinya. *eh gimana* *mulai halu* Dulunya ia seorang buruh
linting yang kemudian memulai usaha dagang klobot sendiri dengan nama Klobot
Djojobojo. Setelah Indonesia merdeka nama Djojobojo diganti jadi Roko Kretek
Merdeka!.

“Kejadian itu membuat Soeraja makin berpikir, dirinya senyatanya betul cuma sekadar
bajingan beruntung.” (Hlm. 205)

Meski sempat kesal dengan Soeraja, ia tetap jadi tokoh favorit saya. Soeraja adalah
laki-laki yang berjiwa bebas, rajin, tahu diri meskipun ia mendapat bantuan dari
Dasiyah dan diberi kepercayaan oleh Idroes Moeria, tahu cara bersikap, dan tidak
pantang menyerah dalam mewujudkan keinginannya. Melihat adegan Soeraja yang ingin
punya usaha kretek sendiri dan berupaya keras dalam mencari pemodal untuk usahanya
seperti melihat Idroes Moeria muda. Ada sedikit kesamaan yang saya rasakan di
antara keduanya. Karena itu, saya tidak heran kalau saya jatuh hati pula pada
Soeraja.

“Dasiyah ternyata diam-diam sudah mencampur-campur sendiri bermacam bahan saus. Dia
mengambil saus Kretek Merdeka! sebagai dasar, dan menambahkan beberapa bahan
campuran yang menurutnya bisa membuat rasanya lebih sempurna.” (Hlm. 150)

Dasiyah, atau yang biasa dipanggil Jeng Yah, jadi satu-satunya tokoh perempuan yang
saya suka. Putri sulung Idroes Moeria dan Roemaisa yang cerdas, cantik, ceria,
ramah, selalu tersenyum, lihai dalam melinting kretek, bisa menjadi rekan diskusi
yang seimbang dalam hal kretek, sangat memedulikan kualitas kretek yang sudah ada
dan yang baru akan dibuat, memiliki inisiatif yang tinggi (seperti melakukan
percobaan dan pembaruan dengan melihat kegagalan ayahnya), serta punya naluri dan
kebijaksanaan yang bagus terkait usaha dagang kretek. Ia tidak kalah mengagumkan
seperti ayahnya.

Satu per satu hal yang membuat penasaran terungkap, seperti rahasia campuran ‘saus’
yang dipakai Idroes Moeria dalam memproduksi rokok kreteknya, asal usul nama dagang
Kretek Gadis dan potret gadis yang ada di etiket, kisah cinta segitiga antara
Idroes, Roemaisa, dan Soedjagad, pengetahuan kretek yang didapat dan dimiliki
Soeraja, hal yang menyebabkan rencana pernikahan Soeraja dan Dasiyah gagal,
penyebab Soeraja tak pernah lagi bertemu dengan Dasiyah, apa yang terjadi pada
Dasiyah, dan terungkapnya formula ‘saus’ Kretek Djagad Raja. Pertanyaan-pertanyaan
yang muncul dalam kepala dan kepingan-kepingan teka-teki pun akhirnya terpecahkan.

“Meskipun jika dipikir, banyak merek kretek yang beredar dengan nama asal-asalan,
tak dipikir filosofinya. Seperti nama yang asal comot untuk membuat satu produk
dadakan dan gambling di pasaran.” (Hlm. 163)

Banyak sekali hal penting dalam berbisnis yang disampaikan penulis dalam cerita,
baik secara implisit maupun eksplisit, yang bisa dipraktikkan. Beberapa di
antaranya, yaitu memiliki visi dan misi; mampu melihat peluang yang ada; mengikuti
perkembangan industri yang ditekuni; berkongsi dengan perusahaan lain; menaruh atau
menitipkan stok dagangan ke toko lain; melakukan perubahan kemasan, nama, dan lain-
lain jika perlu; memikirkan dan merancang filosofi produk; belajar dari kesalahan
dan kegagalan sebelumnya; dan masih banyak lagi yang kalau saya sebutkan semuanya
pasti akan mengurangi rasa penasaran.

Membaca Gadis Kretek membuat saya jadi tahu perkembangan industri kretek di
Indonesia (dan memantik saya untuk mencari tahu lebih jauh), bagaimana proses
memproduksi klobot, cara membuat kretek tingwe yang berisi campuran sari kretek,
dan tentunya segala hal tentang kretek. Bagi saya, semua hal itu menarik sekali.
Tak hanya itu, lewat Gadis Kretek saya mendapat banyak sekali pelajaran soal
berbisnis yang sangat berguna untuk saya yang memiliki usaha gelang kecil-kecilan.
*yak promosi dikit, he*

Gadis Kretek tidak hanya bercerita tentang cinta dan pencarian jati diri, tetapi
juga tentang keluarga dan cara berbisnis yang sarat pesan, makna, konflik, dan
ilmu, serta dikemas secara apik dan amat menarik. Seperti yang tertulis pada
belakang buku, Gadis Kretek adalah buku yang: kaya akan wangi tembakau. Sarat
dengan aroma cinta.

“Teh atau kopi memang teman sejalan yang setia dipadukan dengan kretek. Tetapi
untuk menentukan jodoh yang tepat, apakah teh atau kopi yang harus disruput, maka
harus melihat matahari. Jika matahari di Timur, maka kopi lebih tepat dipadukan
dengan kretek. Tetapi jika matahari di Barat, tehlah yang berjodoh dengan kretek.”
(Hlm. 128)

Anda mungkin juga menyukai