Managing Identity
and Corporate
Culture
14
Fakultas Ilmu Public Relations 42029 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Komunikasi
Abstract Kompetensi
Dalam modul ini akan dibahas tentang Setelah membaca materi ini mahasiswa
model-model untuk mengubah budaya diharapkan mampu memahami dan
organisasi: Model-model untuk menjelaskan bagaimana perubahan
mengubah budaya organisasi. para pimpinan organisasi mengubah
budaya organisasi.
Model-model untuk Mengubah Budaya
Organisasi
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
2 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
mengatasi konflik antar karyawan atau penolakan-penolakan kolektif terhadap
perubahan tersebut.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
3 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
e) Empowering broad-based action menghilangkan hambatan pada perubahan
dengan cara mengubah sistem atau struktur perusahaan. Perubahan hampir
pasti memiliki atau rintangan yang perlu diatasi dengan melakukan perubahan
struktur atau sistem yang menghambat. Memang perubahan pada sistem atau
struktur tersebut belum tentu menjamin bahwa rintangan terrsebut dapat diatasi
namun setidaknya hambatan tersebut diupayakan dikurangi sebanyak-
banyaknya. Selain menangani hambatan melalui perubahan pada struktur,
pendekatan pada anggota organisasi seyogyanya dilakukan.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
4 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
Artinya dilakukan suatu gebrakan bahwa mulai saat ini tidak berlaku lagi. Tahap ini
seyogyanya didahului oleh evaluasi sejauh mana nilai-nilai atau praktik-praktik yang
ada relevan dan mendukung pencapaian sasaran perusahaan. Selain itu, visi yang
baru sebaiknya sudah dirumuskan. Bertitik tolak dari visi dan misi, pola pikir dan
perilaku karyawan harus mengacu pada pencapaian sasaran-sasaran perusahaan.
Pada tahap ini, dilakukan pencairan antara lain nilai-nilai tertentu misalnya tidak
disiplin dan boros. Kebiasaan buruk para karyawan masuk dan pulang seenaknya,
kerjasama tim yang lemah serta layanan pelanggan yang tidak optimal. Setelah
didiagnosis secara seksama, perusahaan X perlu melakukan perubahan budaya
yaitu menjadi profesional, berorientasi pada pelanggan dan kerjasama tim.
b. Moving (Perubahan). Pada tahap ini perubahan dilakukan; budaya baru mulai
diperkenalkan dan disosialisasikan; para karyawan mulai memahami perlunya
perubahan. Peraturan-peraturan baru, kebiasaan-kebiasaan baru serta sistem kerja
baru mulai diberlakukan. Pelatihan-pelatihan, program sosialisasi dan ritual-ritual
yang efektif dilakukan untuk mendukung pembudayaan nilai-nilai baru. Simbol, logo
dan slogan perusahaan sering kali diganti untuk mendukung nilai-nilai baru tersebut.
Beberapa yang lalu perusahaan Indosat, PLN, serta Pertamina melakukan
perubahan budaya perusahaan disertai perubahan logo, slogan, serta sistem kerja.
Keberhasilan perubahan budaya perusahaan sangat tergantung pada para pemimpin
dalam mentransformasi nilai-nilai baru melalui keteladanan serta ritual-ritual yang
efektif. Pada tahap ini kadang-kadang masih terjadi pelanggaran, namun mereka
hanya diberi peringatan; “hukumannya” belum disiapkan secara tegas.
Berbeda dengan Lewin, Silverweig & Allen (1976) menawarkan model sistem
normatif untuk mengelola perubahan budaya perusahaan. Pendekatan sistem normatif ini
memiliki empat tahapan;
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
5 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
a. Mengidentifikasi budaya perusahaan. Pada tahap ini, karyawan dilibatkan dalam
mengidentifikasi budaya (enacted culture) untuk kemudian membandingkannya
dengan budaya yang diharapkan (espoused culture). Delapan dimensi budaya
perusahaan yang perlu diidentifikasi di tahap ini yaitu leadership modelling
behaviour, tim kerja, sistem komunikasi dan informasi, sistem pengimbalan dan
kinerja, kebijakan organisasi, struktur, anggaran dan prosedur, orientasi dan
pelatihan, kinerja manajer madya dan orientasi hasil. Contohnya, pertanyaan untuk
mengidentifikasi keteladan yang ada (das sein) sebagai berikut :
Sejauh mana para pemimpin perusahaan anda memberi contoh atau teladan yang
baik pada para bawahannya?
1 2 3 4 5
Catatan: Seandainya sebagian besar para karyawan menjawab tidak pernah (skor
rerata 1) padahal ekspektasi perusahaan adalah sangat sering (skor rerata 5) maka
kesenjangan yang ada dapat diidentifikasi untuk kemudian dikelola secara tepat.
b. Mengalami dan merasakan budaya yang diinginkan. Pada tahap ini, para karyawan
perlu mengalami budaya yang dikehendaki (experiencing the desired culture) melalui
berbagai cara antara lain sistem dan pelibatan. Semua karyawan dilibatkan dalam
mendiskusikan dan merumuskan budaya yang dikehendaki, menilai norma-norma
yang ada, serta menyepakati cara serta menetapkan sasaran yang akan dicapai.
Suatu contoh, para karyawan dilibatkan secara aktif mendiskusikan suatu nilai
(misalnya customer oriented). Mereka terlibat dalam merumuskan definisi
operasional nilai tersebut serta menentukan cara membudayakannya. Bahkan para
karyawan diminta untuk merumuskan indikator perilaku utama nilai-nilai tersebut.
c. Memodifikasi budaya yang ada. Pada tahap ini, dilakukan modifikasi budaya
(modifying the existing culture) melalui berbagai cara antara lain pelatihan yang
berorientasi pada kedelapan ranah seperti telah dipaparkan pada tahap pertama,
sosialisasi serta modifikasi perilaku. Suatu contoh, jika perusahaan ingin mengubah
budaya dari tidak menghargai waktu menjadi menghargai waktu maka perusahaan
perlu mempertimbangkan cara yang efektif untuk melakukan perubahan tersebut.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
6 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
Sistem “reward and punishment” merupakan salah satu cara tepat untuk
diaplikasikan oleh perusahaan. Kendati tampak efektif, sering pendekatan ini hanya
menyentuh pada perubahan perilaku dan tidak menyentuh perubahan nilai.
d. Mempertahankan nilai-nilai yang sudah berubah. Pada tahap ini, pihak manajemen
perusahaan mempertahankan nilai-nilai yang sudah berubah serta
mensosialisasikannya secara taat asas. Selain itu, evaluasi perubahan-perubahan
yang sudah terjadi untuk penyempurnaan.
A. Pendahuluan
Meski telah disadari bahwa budaya organisasi bersifat dinamik dan pluralistik,
perdebatan tentang apakah budaya organisasi dapat dikelola dan dikendalikan masih
terjadi. Pandangan pertama yang diwakili oleh Gagliardi menyatakan bahwa budaya
organisasi dapat dikelola dan dikendalikan. Argumentasi yang digunakan adalah bahwa
budaya organisasi merupakan komponen illusive yang menyatu dalam diri setiap orang
pada dataran yang paling mendasar (alam bawah sadar), sehingga untuk merubah budaya
organisasi membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana alam bawah
sadar terbentuk dan berfungsi serta memungkinkan akan menimbulkan konsekuensi yang
tidak diinginkan.
Pandangan kedua menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dikelola dan
dikendalikan. Pandangan ini terpecah menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu pendapat bahwa
perubahan budaya organisasi sangat bergantung kemauan para eksekutif dan pendapat
yang mengatakan bahwa perubahan hanya mungkin dilakukan jika memenuhi syarat-syarat
tertentu, misalnya kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan budaya
organisasi.
Sementara ada pandangan yang lebihmoderat dalam mensikapi terjadinya
perdebatan ini, yaitu pandangan yang tidak mempertentangkan apakah budaya organisasi
dapat dikelola dan dikendalikan ataukah tidak, tetapi lebih menekankan tentang bagaimana,
kapan dan dalam keadaan apa sebaiknya budaya organisasi diubah. Di antara kondisi
lingkungan yang memerlukan perubahan antara lain terjadinya krisis organisasi, pergantian
kepemimpinan dan pembentukan organisasi baru.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
7 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
B. Siklus Hidup Organisasi (Organizational Life Cycle)
Siklus organisasi tidak berhenti sampai organisasi tersebut lahir dan bisa berjalan,
namun sangat diharapkan dapat hidup tanpa batas waktu meski kita tidak tahu kapan
organisasi bisa terus tumbuh dan kapan kita terpaksa menghentikan kegiatan organisasi.
Setiap orang yang mendirikan organisasi tidak hanya berharap organisasinya hanya
sekedar hidup dan menjalankan kegiatannya, namun juga berharap organisasinya terus
tubuh berkelanjutan (sustainable growth)
Tujuan memahami siklus hidup organisasi adalah agar dapat memahami
karakteristik dan budaya pada setiap tahapan dalam siklus hidup organisasi, karena setiap
tahapan mempunyai perbedaan. Dengan memahami karakteristik ini, maka setiap manajer
akan lebih mudah menetapkan skala prioritas yang berbeda pada setiap tahapan. Di
samping itu tujuan memahami siklus hidup organisasi adalah agar setiap orang lebih
memiliki keterlibatan dalam organisasi, sehingga manajer lebih mudah menetapkan kapan
dan bagaimana perubahan dilakukan untuk mempertahankan hidup organisasi dan
menjamin keberlangsungan organisasi.
Ada beberapa pendapat tentang siklus hidup organisasi, namun penulis mencoba
mencari yang lebih sederhana. Siklus hidup organisasi (SHO) bermula dari sebuah
organisasi didirikan (birth stage). Setelah melewati masa kritis, bisa survive dan eksis, siklus
organisasi berlanjut ketingkat berikutnya yaitu tumbuh dan menjadi besar (growth stage).
Pertumbuhan organisasi ini pada titik tertentu akan berhenti (stagnan karena mengalami
kejenuhan (maturity stagnant). Jika situasi kejenuhan ini bisa diatasi maka organisasi akan
bangkit kembali (revival stage). Namun sebaliknya jika situasi ini terus berlanjut bukan tidak
mungkin siklus akan berlanjut ke tahap penurunan (declining stage) dan boleh jadi sampai
ke tahap kematian (death).
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
8 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
berarti bahwa pada setiap tahap organisasi dimungkinkan adanya perubahan budaya, hanya
yang membedakan adalah tujuan dari perubahan tersebut.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
9 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
b. Mekanisme perubahan pada tahap perkembangan
Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk melakukan adaptasi
eksternal yang dilakukan secara sistematis dan terencana. Adapun mekanisme yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Perubahan terencana dan pengembangan organisasi (Planned change and
organizational development); Perubahan yang dilakukan secara terencana untuk
menselaraskan budaya dengan perkeambangan organisasi di masa yang akan
datang. Hal ini dikarenakan perkembangan organisasi tidak sesuai lagi dengan
budaya organisasi yang ada.
2) Perubahan budaya dengan memperkenalkan teknologi baru (technological
seduction); Perubahan budaya dikarenakan adanya perubahan penggunaan
teknologi baru. Perubahan teknologi akan mendorong perubahan perilaku yang
merupakan hasil adopsi nilai, keyakinan dan asumsi baru dalam menjalankan
aktifitas perusahaan.
3) Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negatif dari mitos yang selama ini
berkembang di dalam organisasi; Perubahan dilakukan dengan mengembangkan
asumsi atau mitos lain yang lebih relevan dalam menjalankan aktifitas perusahaan.
4) Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten (Incrementalism); Perubahan
dilakukan dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada dalam upayanya
untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam perusahan sehingga tujuan
akhir tercapai.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
10 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
slogan di samping memberikan sedikit ancaman bagi mereka yang tidak mau
berubah.
3) Perubahan budaya melalui reorganisasi dan melahirkan kembali organisasi baru
(reorganization and rebirth); Perubahan ini dimulai dengan pembubaran organisasi
kemudian membentuk organisasi yang baru baik secara simbolik yaitu dengan
cara menata ulang visi, misi dan tujuan jangka panjang serta pergantian
kepemimpinan. Sedangkan secara riil berupa berbentuk akuisisi dan merger
bahkan joint venture (aliansi strategis).
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
11 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
3) Acculturative (Tahap komunikasi dan komitmen) yaitu terjadinya komunikasi yang
intensif terhadap kesepakatan yang diperloleh pada tahap sebelumnya untuk
menciptakan komitmen. Pada tahap ini perlu dilakukan proses sosialisasi dan
edukasi untuk membantu penetrasi perubahan budaya
4) Enactive (Tahap pelaksanaan perubahan) yaitu pelaksanaan hasil pemikiran,
pembahasan dan diskusi tentang budaya baru. Pelaksanaan ini terdapat 2 (dua)
bentu yaitu personal enactment (masing-masing individu melakukan tindakan yang
memungkinkan budaya menjadi bagian dari kehidupan mereka) dan collective
enactment (para pelaku budaya secara bersama-sama memecahkan persoalan
cultural yang selama ini masih menggantung).
5) Formative (Tahap pembentukan struktur dan bentuk budaya) yaitu saat membentuk
dan mendesain struktur budaya sehingga budaya yang dulunya invisible menjadi
visible bagi semua anggota organisasi.
Di samping itu untuk menilai efektifitas perubahan budaya Paul Bate juga
menentukan parameternya antara lain:
1) Daya ekspresi yaitu kemampuan untuk menyampaikan ide-ide baru.
2) Daya komonolitas yaitu kemampuan untuk membentuk satu set nilai.
3) Daya penetrasi yaitu kemampuan untuk menembus berbagai level organisasi.
4) Daya adaptif yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
selalu berubah.
5) Daya tahan yaitu kemampuan untuk menciptakan perubahan yang hasilnya bisa
tahan lama.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
12 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
E. Resistensi Terhadap Perubahan Budaya
Meski sebagai manusia kita sadar bahwa perubahan merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari, namun ketika perubahan itu menimpa diri kita belum tentu kita mau
menerimanya dengan sukarela. Ada beberapa bentuk resistensi (perlawanan) terhadap
perubahan budaya yaitu:
1) Culture of denial (Pengingkaran); Munculnya persepsi tentang pengingkaran
komitmen perusahan kepada karyawan untuk tetap mempertahankan lingkungan kerja
yang lama.
2) Culture of fear (Ketakutan); Munculnya kekhawatiran, stres, depresi dan takut
terhadap dampak perubahan yang akan terjadi.
Perubahan perusahaan selalu membawa dampak pada para karyawan, baik positif
maupun negatif. Sebab itu perubahan budaya perlu dikelola secara efektif untuk
meminimalkan dampak resistensi, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat
organisasional.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mengatasi
resistensi terhadap perubahan antara lain:
1) Pendekatan riset, yaitu penelitian mengenai sejauh mana perubahan tersebut
diperlukan dan apa dampaknya jika perubahan dilakukan atau tidak dilakukan. Selain
itu perlu dianalisis dampak-dampak dari perubahan untuk kemudian mempersiapkan
langkah-langkah konkret mengantisipasinya. Sejalan dengan pengelolaan perubahan
tersebut perlu dipilih intervensi yang tepat.
2) Dalam beberapa situasi dan kondisi, perusahaan harus berubah secara radikal jika
tidak perusahaan akan mengalami persoalan besar dan berakhir dengan kerugian.
Namun, perubahan yang drastis sering berimplikasi besar pada karyawan baik
secara psikologis maupun teknis. Setelah langkah dan arah perubahan ditentukan,
seyogjanya dilakukan pelaksanaan perubahan yang dilakukan secara efektif yang
dilakukan oleh change agents. Komunikasi yang efektif, pelibatan karyawan, stress
management, negosiasi bahkan kadang-kadang “pemaksaan” perlu dilakukan
namun harus dilandasi oleh kehendak yang baik serta diupayakan dilakukan dengan
cara yang sebaik-baiknya. Pemantauan proses perubahan perlu dilakukan secara
taat asas; masalah-masalah potensial perlu diantisipasi. Perubahan perlu dievaluasi
secara berkala. Dengan kata lain, sejauh mana suatu perubahan sudah terjadi dan
sesuai dengan yang diharapkan.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
14 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Budiharjo, Andreas. Corporate Culture in Action: Membangun Budaya Profesional
untuk Memenangkan Persaingan Bisnis. Jakarta: Prasetya Mulya Publishing, 2014.
16 Managing Identity and Organization Culture Pusat Bahan Ajar dan eLearning
15 Ervan Ismail, S.Sos., M.Si. http://www.mercubuana.ac.id