Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BEST PRACTISE KEWIRAUSAHAAN

PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN DAN SUMBER


BELAJAR ALTERNATIF

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kewirausahaan

Dosen Pengampu : Dr. Welius Purbonuswanto, M.Pd.

Disusun oleh :

Nama : TUGINO

NIM : 2014081035

Prodi : MANAJEMEN PENDIDIKAN

Semester / Kelas : III / B

Mei, 2018
PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN

DAN SUMBER BELAJAR ALTERNATIF

oleh: Tugino - 2014081035

PENDAHULUAN

Wirausaha berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti utama, gagah, luhur, berani,
teladan, dan panjang. Usaha berarti penciptaan kegiatan, dan atau berbagai aktivitas bisnis.
Dengan demikian, wirausaha adalah kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis,
mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan, dan tindakan
yang tepat guna dalam memastikan kesuksesan. (Welius: 2017, 32). Dengan demikian,
terdapat tiga tahapan dari kegiatan wirusaha, yaitu melihat peluang, mengumpulkan sumber
daya, dan melakukan tindakan.

Secara umum, kegiatan wirausaha erat kaitannya dengan kegiatan bisnis. Dari
kenyataan tersebut, hasil akhir dari kegiatan wirausaha akan berujud uang atau barang.
Pelaku kegiatan wirausaha tidak harus seorang pedagang. Bisa saja dia seorang guru,
perangkat pemerintah, karyawan suatu perusahaan, gahkan ibu rumah tangga. Dari kegiatan
wirausaha, mereka bisa menghasilkan uang atau barang yang bernilai ekonomis dan memberi
nilai tambah pada perekonomian keluarga.

Dalam dunia pendidikan, seorang kepala sekolah juga harus memiliki jiwa wirausaha.
Salah satu kompetensi yang harus dikembangkan oleh kepala sekolah adalah kompetensi
kewirausahaan yang memiliki enam indikator, yaitu:
(1) Mampu menciptakan kreativitas dan inovasi yang bermanfaat bagi pengembangan
sekolah/madrasah.
(2) Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi
pembelajaran yang efektif.
(3)   Memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai kesuksesan dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah/madrasah,
(4) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala
sekolah/madrasah,
(5)   Memiliki naluri kewirausahaan sebagai sumber belajar siswa, dan
(6)  Menjadi teladan bagi guru dan siswa di sekolahnya, khususnya mengenai kompetensi
kewirausahaan.  (Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007)
Dari indikator di atas, kewirausahaan dalam dunia pendidikan lebih bermakna untuk
kepentingan pendidikan yang bersifat edukatif dan bukan untuk kepentingan bisnis yang
mengkomersilkan sekolah. Kewirausahaan dalam bidang pendidikan lebih pada karakteristik
atau sifat, seperti inovatif, bekerja keras, motivasi yang kuat, pantang menyerah, kreatif
untuk mencari solusi terbaik, dan memiliki naluri kewirausahaan. Semua karakteristik
tersebut bermanfaat bagi kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah, mencapai
keberhasilan sekolah, melaksanakan  tugas pokok dan fungsi, menghadapi kendala sekolah,
dan mengelola kegiatan sekolah sebagai sumber belajar siswa.
(https://akhmadsudrajat.wordpress.com)

Tulisan ini akan memaparkan pengalaman penulis dalam melakukan kegiatan


wirausaha. Dalam pengalaman penulis, kedua jenis wirausaha tersebut, yaitu yang
berorientasi kebendaan (uang dan barang) dan yang bersifat karakteristik atau sifat, dapat
dipadukan dalam satu kegiatan. Dengan keuletan pimpinan dan dukungan dari seluruh warga
sekolah, terciptalah SMPN 4 Wates yang merupakan Daerah Bebas Sampah, terbentuk kebun
sekolah sebagai sumber belajar, dan terdapat sumber dana untuk menopang kegiatan
kesiswaan.

DEKALARASI SEKOLAH BEBAS SAMPAH

SMP Negeri 4 Wates merupakan sekolah yang relatif besar. Ruang kelasnya sebanyak
17 dengan jumlah siswa sekitar 480 anak. Banyak pendidik dan tenaga kependidikan sekitar
50 orang. Di seputar sekolah banyak pedagang keliling yang setiap pagi sampai siang
mangkal di depan sekolah. Dengan jualan yang beraneka ragam dan rata-rata berbungkus
plastik, dagangan mereka laris manis. Dari jumlah siswa tersebut dapat dibayangkan akan
banyaknya sampah yang terkumpul jika setiap anak memproduksi selembar atau segenggam
sampah setiap hari.

Bertolak dari hal tersebut, kepala sekolah berusaha agar tercapai win-win solution. Para
pedagang tetap bisa berjualan, siswa juga tetap bisa jajan dengan bebas, tetapi sekolah tetap
terjaga kebersihannya. Bahkan kalau memungkinkan sekolah dapat memperoleh penghasilan
tambahan dari sumber dana lain. Berbekal dari keadaan tersebut, kepala sekolah dan dewan
guru mengadakan rapat. Hasil yang diperoleh adalah dilaksanakannya Deklarasi Sekolah
Bebas Sampah di SMP Negeri 4 Wates. Kegiatan yang dilaksanakan adalah 5R, yaitu reuse
(menggunakan kembali), reduce (mengurangi), recycle (mengolah kembali), replace
(penggantian), dan replant (penanaman kembali).

REUSE (MENGGUNAKAN KEMBALI),

Kegiatan reuse yang dilaksanakan adalah kewajiban siswa untuk membawa tempat
makan dan minum sendiri. Hal ini terkait dengan pelaksanaan lima hari sekolah yang
menuntut siswa untuk makan siang di sekolah. Siswa dianjurkan untuk membawa bekal dari
rumah, tetapi juga diizinkan jajan di angkringan atau warung di dekat sekolah. Untuk siswa
yang jajan, baik untuk camilan istirahat maupun makan siang, bungkus makanan (yang
sebagian besar plastik) tidak boleh dibawa ke lingkungan sekolah. Untuk itu, siswa diarahkan
membawa wadah makan dan minum ke warung atau angkringan. Jajanan ditempatkan dalam
wadah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya jajanan bisa dibawa ke kelas atau taman dengan
bungkus wadah dari rumah. Dengan cara itu, sampah yang masuk ke kompleks sekolah dapat
ditekan.

REDUCE (MENGURANGI)

Kegiatan reduce yang dilakukan adalah dengan meminta pedagang keliling untuk
mengurangi penggunaan plastik. Mereka menggunakan gelas atau panci. Makanan atau
minuman langsung ditempatkan ke tempat makan atau minum siswa.. Walaupun begitu,
bungkus plastik juga masih diperbolehkan, khususnya untuk minuman. Selanjutnya untuk
menampung sampah dari bungkus makanan/minuman tersebut, sekolah menyediakan tempat
sampah yang terdiri dari empat kategori: sampah plastik, sampah organik, sampah kertas, dan
sampah kaca/logam.

RECYCLE (MENGOLAH KEMBALI)

Kegiatan recycle diberlakukan untuk semua jenis sampah. Sampah plastik keras
sebgian dikelola menjadi bahan baku kegiatan ketrampilan atau prakarya. Di antaranya diolah
menjadi tempat tisu, sampul album, dan tempat koran. Sebagian lagi dikumpulkan untuk
dijual kepada pengepul. Sampah organik (daun dari pohon dan bungkus makanan) diolah
menggunakan komposter menjadi pupuk kompos. Pupuk ini digunakan untuk memupuk
tanaman yang ada di kompleks sekolah, baik tanaman hias, buah-buahan, maupun tanaman
palawija. Sampah kertas sebagian diolah untuk dijadikan bahan praktik prakarya
sebagaimana plastik tadi. Sebagian lainnya dikumpulkan dan dijual kepada pengepul.

REPLACE (PENGGANTIAN)

Kegiatan replace yang dilakukan adalah dengan meminta pedagang keliling untuk
mengurangi penggunaan plastik. Sebagai gantinya, mereka diminta menggunakan kertas atau
daun pisang sebagai bungkus. Dengan begitu, penggunaan plastik dapat ditekan dan
digantikan dengan kertas dan daun yang mudah diolah kembali.

REPLANT (PENANAMAN KEMBALI)

Kegiatan replant dilaksanakan di taman atau kebun sekolah. Di taman, pepohonan yang
sudah tua ditebang. Sebagai gantinya siswa diminta menanam pohon buah-buahan. Di
samping untuk perindang, buahnya dapat dinikmati. Di kebun sekolah, terdapat tanaman
perdu seperti ketela pohon, pisang, tomat, cabai, dan terung. Tiap kali pohon dicabut karena
sudah tua, diganti dengan tanaman baru agar lingkungan tetap segar dan produktif.

PIHAK YANG TERLIBAT

Secara umum, kegiatan di atas melibatkan siswa dengan bantuan guru. Untuk reuse,
siswa diawasi oleh kesiswaan dan wali kelasnya masing-masing. Untuk reduce dan replace,
sekolah melibatkan Urusan Humas dan tenaga Tata Usaha dalam menemui atau berdiskusi
dengan para penjual. Untuk recycle, siswa memanfaatkan barang bekas dipandu guru
Prakarya dan guru Ketrampilan. Sedangkan untuk pembuatan kompos dan pemanfaatannya
siswa didampingi oleh guru Ilmu Pengetahuan Alam. Untuk replant, siswa bersama-sama
guru dan karyawan melaksanakannya pada saat kerja bakti atau gotong-royong.

HASIL YANG DIPEROLEH

Kegiatan tersebut di atas cukup memberikan hasil positif bagi sekolah. Secara garis
besar, terdapat dua macam hasil, yaitu hasil langsung dan hasil tidak langsung. Hasil
langsung berupa uang atau benda, sedangkan hasil tidak langsung berupa tempat atau
kesempatan.

Hasil langsung yang diperoleh sekolah antara lain:

1. Hasil penjualan plastik, kertas, dan logam sampah terkumpul dalam bentuk uang. Dari
dana yang terkumpul, uang tersebut digunakan untuk melengkapi pembelian seragam
tonti sekolah dan bibit tanaman.
2. Hasil pemanfaatan plastik dan kertas menjadi bahan praktik berupa tempat tisu, tempat
kalender, sampun album foto, tempat pensil, alas teko, dsb.
3. Sampah makanan sisa atau sayuran dimanfaatkan sebagai makanan ikan yang ada di
kolam sekolah.
4. Hasil komposter berupa pupuk kompos digunakan untuk memupuk tanaman hias, buah-
buahan, dan sayur-sayuran.
5. Buah-buahan dan sayur-sayuran dipergunakan sebagai konsumsi pada kegiatan massal
sekolah, antara lain saat kerja bakti dan kamping pramuka.

Hasil tidak langsung yang diperoleh sekolah antara lain:

1. Siswa mempelajari secara langsung cara mengubah sampah menjadi pupuk dengan
praktik menggunakan komposter.
2. Siswa mempelajari bisnis kelas kecil dengan cara menjual sampah bekas berupa kertas,
plastik, dan logam kepada pengepul. Siswa mencatat setiap transaksi dan melporkan
hasilnya kepada sekolah melalui Urusan Kesiswaan.
3. Siswa belajar berkebun dengan memanfaatkan lahan yang ada, pupuk dari proses
kompostasi, dan bibit dari hasil penjualan kertas, plastik, dan logam tersebut.

SIMPULAN

Kewirausahaan dapat dikembangkan di sekolah. Sebagai pimpinan, kepala sekolah


harus mengembangkan kompetensi kewirausahaannya, yang meliputi sifat inovatif, bekerja
keras, motivasi yang kuat, pantang menyerah, kreatif untuk mencari solusi terbaik, dan
memiliki naluri kewirausahaan. Kompetensi kewirausahaan kepala sekolah dikembangkan
sesuai situasi dan kondisi sekolah.
Bentuk kewirausaan dapat berupa kegiatan fisik dan nonfisik. Kegiatan fisik misalnya
pengerahan potensi sekolah untuk menciptakan fasilitas belajar yang memadai. Kegiatan
nonfisik misalnya menciptakan hubungan baik antarwarga sekolah, baik siswa, guru, maupun
karyawan, untuk mewujudkan suasana belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan
sehingga kondusif untuk proses pembelajaran.

Hasil kewirausahaan bisa berupa material (misalnya berupa uang atau barang seperti
sayur, buah, bahan praktik). Bisa juga berupa nonmaterial seperti pengalaman belajar, praktik
perdagangan secara langsung, dan praktik peternakan atau perkebunan.

DAFTAR PUSTAKA:

Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diunduh


tanggal 29 Mei 2018

Sutrisno dan Welius Purbonuswanto. 2017. Kewirausahaan. Semarang: Magnum Pustaka


Utama

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/06/14/tentang-kewirausahaan-kepala-sekolah/ di
unduh tanggal 29 Mei 2018

FOTO DOKUMENTASI:

Anda mungkin juga menyukai