Anda di halaman 1dari 99

SIMPLISIA

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.

PEMBEKALAN UKTTK REGIONAL 1


4 SEPTEMBER 2021

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 1
STTIF Bogor
OUT LINE
Sumber/bahan baku obat Tradisional
Pembuatan Simplisia
Evaluasi Mutu Simplisia
 Identifikasi
 Uji kemurnian simplisia
 Uji kuantitatif
 Ekstraksi
 Pelaksanaan ekstraksi
 Parameter ekstraksi
 Sediaan Obat Tradisional
 Perhitungan
11/22/2021
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
2
STTIF Bogor
PENGERTIAN
 Herbal adalah bahan alam yang diolah ataupun tidak diolah
digunakan untuk tujuan kesehatan dapat berasal dari tumbuhan,
hewan atau mineral. Herbal dalam FHI ini mencakup simplisia dan
bahan olahannya.
 Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan
untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan (FHI)
 Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (MMI).
 Simplisia Segar adalah bahan alam segar yang belum dikeringkan.
 Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar
matahari, diangin-angin, atau menggunakan oven, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan dengan oven tidak lebih dari 60°.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 3
STTIF Bogor
PEMBAGIAN SIMPLISIA
 SIMPLISIA NABATI
 Simplisia Nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh,
bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat
tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan
atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat nabati lain
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya (FHI).
 Simplisia Nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara
tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum
berupa zat kimia murni (MMI).
 SIMPLISIA HEWANI ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni.
 SIMPLISIA PELIKAN (MINERAL) ialah simplisia yang berupa bahan pelican
(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa
apt. Antonius Padua Ratu,zat
M.Farm.kimia murni.
11/22/2021 4
STTIF Bogor
SIMPLISIA NABATI
 Curcuma domestica Rhizoma
 Kurkumin,  Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%,
Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil.
 Curcuma xanthorrhiza Rhizoma
 Kurkumin, kamfer, glukosida, turmerol
 Kaempferia Rhizoma
 sineol,asam metil kanil dan penta dekaan, asam sinamat, etil ester,
borneol, kamphene, paraeumarin
 Languatis Rhizoma
 metil-sinamat , sineol, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, ä-pinen,
galangin, sesquiterpene, camphor, galangol, cadinene, dan
hydrate hexahydrocadelene
 Antiseptik. Antijerawat
 Zingerberis Rhizoma
 Gingerol, Shogaol, Antiiflamasi
 CARNAUBA WAX
 Copernicia prunifera
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 5
STTIF Bogor
SIMPLISIA HEWANI
 ADEPS LANAE/LANOLIN ANHIDRAT
 Ovis Aries (L.)
 CERA ALBA/FLAVA (
 Apis mellifera (Lebah)
 CETACEUM/SPERMASETI
 Physeter macrocephalus, Physeter catodon (L.) dan
Hyperoodon rostratus (Miller)
 GELATIN
 Bos taurus
 MEL DEPURATUM
 Apis mellifera (L.)

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 6
STTIF Bogor
SIMPLISIA MINERAL/PELIKAN

 VASELIN FLAVUM (YELLOW PETROLATUM)


 VASELIN ALBUM (WHITE PETROLATUM)
 PARAFIN SOLIDUM
 PARAFIN LIQUDUM
 SULFUR

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 7
STTIF Bogor
Tahap-tahap pembuatan simplisia
1. Pengolahan bahan baku
2. Sortasi basah
3. Pencucian
4. Perajangan
5. Pengeringan
6. Sortasi kering
7. Pengepakan dan penyimpanan

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 8
STTIF Bogor
Pembuatan Simplisia

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 9
STTIF Bogor
1. Pengumpulan atau Pengelolaan Bahan Baku

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 10
STTIF Bogor
Biji
 Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena perbedaan waktu
pematangan dari buah atau polong yang berbeda.
 Pemanenan biji dilakukan pada saat biji telah masak fisiologis.
 Fase ini ditandai dengan sudah maksimalnya pertumbuhan
buah atau polong dan biji yang di dalamnya telah terbentuk dengan
sempurna.
 Kulit buah atau polong mengalami perubahan warna misalnya
kulit polong yang semula warna hijau kini berubah menjadi agak
kekuningan dan mulai mengering.
 Pemanenan biji pada tanaman semusim yang sifatnya determinate
dilakukan secara serentak pada suatu luasan tertentu. Pemanenan
dilakukan setelah 60% kulit polong atau kulit biji sudah
mulai mengering.
 Hal ini berbeda dengan tanaman semusim indeterminate dan tahunan,
yang umumnya dipanen secara berkala berdasarkan pemasakan
dari biji/polong. 
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 11
STTIF Bogor
Buah
 Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara
memetik. 
 Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah
dengan kualitas yang rendah dan kuantitasnya berkurang. 
 Buah yang dipanen pada saat masih muda, seperti  buah 
mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan buah ceplukan akan
memiliki rasa yang tidak enak dan aromanya kurang sedap.
 Begitu pula halnya dengan pemanenan yang terlambat akan
menyebabkan penurunan kualitas karena akan terjadi
perombakan bahan aktif yang terdapat di dalamnya menjadi zat
lain.  Selain itu tekstur buah menjadi lembek dan buah menjadi
lebih cepat busuk. 

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 12
STTIF Bogor
Daun
 Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh
maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis
dan dilakukan dengan memangkas tanaman. 
 Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang bersih
atau gunting stek.
 Pemanenan yang terlalu cepat  menyebabkan hasil produksi yang
diperoleh rendah dan kandungan bahan bahan aktifnya
juga rendah, seperti tanaman jati belanda dapat dipanen pada
umur 1 - 1,5 tahun, jambu biji pada umur 6 - 7 bulan, cincau 3 - 4
bulan dan lidah buaya pada umur 12 - 18 bulan setelah tanam.
 Demikian juga dengan pemanenan yang terlambat menyebabkan
daun mengalami penuaan (se-nescence) sehingga mutunya
rendah karena bahan aktifnya sudah terdegradasi.
 Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat akan
mempersulit proses panen. 
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 13
STTIF Bogor
Rimpang
 Untuk jenis rimpang waktu pemanenan bervariasi tergantung penggunaan. 
 Tetapi  pada umumnya pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 8 -
10 bulan.  Seperti rimpang jahe, untuk  kebutuhan ekspor dalam bentuk
segar jahe dipanen pada umur 8 - 9 bulan setelah tanam, sedangkan untuk
bibit 10 - 12 bulan. 
 Selanjutnya untuk keperluan pembuatan jahe asinan, jahe awetan dan
permen dipanen pada umur 4 - 6 bulan karena pada umur tersebut serat dan
pati belum terlalu tinggi.
 Sebagai bahan obat, rimpang dipanen setelah tua yaitu umur 9 - 12
bulan setelah tanam. Untuk temulawak pemanenan rimpang dilakukan
setelah tanaman berumur 10 - 12 bulan.
 Temulawak yang dipanen pada umur tersebut menghasilkan kadar minyak
atsiri dan kurkumin yang tinggi.
 Penanaman rimpang dilakukan pada saat awal musim hujan dan dipanen pada
pertengahan musim kemarau.
 Saat panen yang tepat ditandai dengan mulai mengeringnya bagian
tanaman yang berada di atas permukaan tanah (daun dan batang semu),
misalnya kunyit, temulawak, jahe, dan kencur.
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 14
STTIF Bogor
Bunga
 Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik
dalam bentuk segar maupun kering. 
 Bunga yang digunakan dalam bentuk segar, pemanenan
dilakukan pada saat bunga kuncup atau setelah
pertumbuhannya maksimal.
 Berbeda  dengan bunga yang digunakan dalam bentuk
kering, pemanenan dilakukan pada saat bunga sedang
mekar. 
 Seperti bunga piretrum, bunga yang dipanen dalam
keadaan masih kuncup  menghasilkan kadar piretrin yang
lebih tinggi dibandingkan dengan bunga yang sudah mekar

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 15
STTIF Bogor
Kayu

 Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk


senyawa metabolit sekunder secara maksimal. 
 Umur panen tanaman berbeda-beda tergantung jenis
tanaman dan kecepatan pembentukan metabolit
sekundernya.
 Tanaman secang baru dapat dipanen setelah berumur
4 sampai 5 tahun, karena apabila dipanen terlalu
muda kandungan zat aktifnya seperti tanin dan
sappan masih relatif sedikit.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 16
STTIF Bogor
Herba
 Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah
pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan
akan memasuki fase generatif atau dengan kata lain pemanenan
dilakukan sebelum tanaman berbunga.
 Pemanenan yang dilakukan terlalu awal mengakibatkan produksi
tanaman yang kita dapatkan rendah dan kandungan bahan
aktifnya juga rendah. 
 Sedangkan jika pemanenan terlambat akan menghasilkan mutu
rendah karena jumlah daun berkurang, dan batang tanaman sudah
berkayu. 
 Contohnya tanaman sambiloto sebaiknya dipanen pada umur 3 - 4
bulan, pegagan  pada umur 2 - 3 bulan setelah tanam, meniran pada
umur kurang lebih 3,5 bulan atau sebelum berbunga dan tanaman
ceplukan dipanen setelah umur 1 - 1,5 bulan atau segera setelah
timbul kuncup bunga, terbentuk.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 17
STTIF Bogor
2. Sortasi Basah

 Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan


kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia.
 Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti
tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
telah rusak serta pengotor-pengotor lainnya
harus dibuang

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 18
STTIF Bogor
3. Pencucian

 Tujuan untuk menghilangkan kotoran dan


mengurangi mikroba-mikroba yang menempel pada
bahan.
 Waktu yang singkat mungkin untuk menghindari larut
dan terbuangnya zat yang terkandung dalam simplisia.
 Menggunakan air bersih
 Cara merendam sambil disikat menggunakan sikat yang halus.
 Perendaman tidak boleh terlalu lama karena zat-zat
tertentu yang terdapat dalam bahan dapat larut dalam air
sehingga mutu bahan menurun.
 Penyikatan untuk bahan yang berasal dari rimpang
 Bahan yang berupa daun-daunan cukup dicuci dibak
pencucian sampai bersih dan jangan sampai direndam
berlama-lama
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 19
STTIF Bogor
4. Perajangan
 Perajangan atau pengubahan bentuk
bertujuan untuk memperluas
permukaan sehingga lebih cepat kering
tanpa pemanasan yang berlebih.
 Pengubahan bentuk dilakukan dengan
menggunakan pisau tajam yang terbuat dari
bahan stainless steal (SS)

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 20
STTIF Bogor
5. Pengeringan
 Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pengeringan, kelembaban
udara, aliran udara, waktu pengeringan (cepat), dan luas permukaan
bahan.
 Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara pengeringan.
 Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 30-90o C.
 Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan air
dari simplisia
 Kadar air rendah mencegah tumbuhnya kapang dan
menurunkan reaksi enzimatik sehingga dapat dicegah
terjadinya penurunan mutu atau pengrusakan simplisia.
 Secara umum kadar air simplisia tanaman obat maksimal 10%.
 Pengeringan dapat memberikan keuntungan antara lain
 memperpanjang masa simpan,
 mengurangi penurunan mutu sebelum diolah lebih lanjut,
 memudahkan dalam pengangkutan,
 menimbulkan aroma khas pada bahan serta
 memiliki nilai ekonomi
11/22/2021 lebih
apt. Antonius tinggi
Padua Ratu, M.Farm.
21
STTIF Bogor
5. Pengeringan (2)
 Pengeringan secara langsung di bawah sinar matahari
 umum untuk bagian daun, korteks, biji, serta akar.
 Kecuali simplisia mengandung flavonoid,
kuinon, kurkuminoid, karotenoid, serta
beberapa alkaloid yang cukup mudah
terpengaruh cahaya,
 Pengeringan di ruangan yang terlindung dari cahaya matahari
Simplisia yang tidak tahan terhadap cahaya matahari.
 Pengeringan dengan menggunakan oven vakum.
Simplisia mengandungan senyawa-senyawa yang tidak tahan
pemanasan (minyak atsiri).
 Pengeringan dengan menggunakan kertas atau kanvas
 simplisia daun dan bunga
 mempertahankan bentuk bunga atau daun serta
 menjaga warna apt.
11/22/2021 simplisia.
Antonius Padua Ratu, M.Farm.
STTIF Bogor
22
6. Sortasi Kering

 Sortasi setelah pengeringan merupakan


tahap akhir pembuatan simplisia.
 Tujuan sortasi untuk memisahkan
benda-benda asing dan
pengotor-pengotor lain yang
masih ada dan tertinggal pada simplisia
kering

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 23
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan
Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk
melindungi agar simplisia tidak rusak atau berubah
mutunya karena beberapa faktor, baik dari dalam
maupun dari luar.
Simplisia disimpan di tempat yang kering, tidak
lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung.
Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa
 plastik, kertas maupun karung goni
untuk bahan kering.
 botol kaca, atau guci porselen
menggunakan peti kayu yang dilapisi timah atau
kertas timah untuk bahan cair
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 24
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (2)
Pengepakan dilakukan dengan sebaik mungkin
untuk menghindarkan simplisia dari beberapa
faktor yang dapat menurunkan kualitas simplisia
antara lain:
 Cahaya matahari
 Oksigen atau udara
 Dehidrasi
 Adsorbsi air
 Pengotoran
 Serangga
 Kapang
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 25
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (3)

 Simplisia yang tidak tahan terhadap sinar.


yang mengandung banyak vitamin, pigmen
dan minyak, diperlukan wadah yang
melindungi simplisia terhadap cahaya
 Wadah : aluminium foil, plastik atau botol
yang berwarna gelap, kaleng dan
sebagainya.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 26
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (4)
 Simplisia yang mudah menyerap uap
air udara perlu dibungkus rapat untuk
mencegah terjadinya penyerapan kelembaban.
 Sesudah dikeringkan sampai cukup kering
dibungkus dengan karung atau kantong plastik,
dalam peti, drum kaleng besi berlapis.
 Pada penyimpanannya simplisia tersebut
dimasukkan dalam wadah yang tertutup rapat dan
seringkali perlu diberi kapur tohor sebagai bahan
pengering.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 27
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (5)
 Gom dan damar dikemas dalam wadah drum, peti
yang terbuat dari
 karton,
 kayu atau
 besi berlapis
 Simplisia yang aroma atau baunya perlu
dipertahankan, harus dikemas dalam peti kayu
 berlapis timah atau
 kertas timah

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 28
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (6)
 Beberapa simplisia tertentu dikemas dalam wadah
yang khusus, sebagai contoh beberapa jenis jadam
yang berasal dari Afrika Selatan dulu dikemas
dalani kantong kulit kera,
 Akar sarsaparila dari Amerika Selatan dibungkus
dalam kulit sapi,
 minyak mawar dari Bulgaria dalam guci dari
timbal, dan sebagainya

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 29
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (7)
 Kaleng atau aluminium dapat digunakan sebagai
wadah untuk simplisia kering, terutarna jika
diperlukan penutupan secara vakum.
 Akan tetapi kaleng dan aluminium bersifat korosif
dan mudah bereaksi dengan bahan yang disimpan
di dalamnya, sehingga kaleng atau aluminium
biasanya harus diberi lapisan khusus misalnya
lapisan oleoresin, vinil, malam atau bahan lain.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 30
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (8)
 Sifat wadah gelas yang menguntungkan adalah
tidak bereaksi (inert).
 Tetapi penggunaan wadah gelas terbatas,
karena gelas mudah pecah dan berat, sehingga
menyulitkan dalam pengangkutan.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 31
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (9)

Kertas atau karton tidak dapat digunakan sebagai


pembungkus simplisia secara sempurna oleh
karena itu biasanya bahan pembungkus kertas
perlu dilapis lagi dengan lilin, damar, lak, atau
plastik untuk mencegah keluar masuknya gas atau
uap air.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 32
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (10)

Plastik biasanya digunakan untuk membungkus


simplisia kering, tetapi penggunaan plastik
juga mempunyai kelemahan, karena plastik tidak
tahan panas dan mudah terjadi pengembunan uap
air di dalamnya jika suhu diturunkan.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 33
STTIF Bogor
7. Pengepakan dan Penyimpanan (11)

Akhir-akhir ini aluminium foil banyak


digunakali untuk membungkus bahan-bahan kering
karena sifat-sifatnya yang menguntungkan,
diantaranya mudah dilipat-lipat, ringan serta dapat
mencegah keluar masuknya uap air dan zat-zat
yang mudah menguap lainnya.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 34
STTIF Bogor
8. Pemeriksaan mutu
Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni
dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia
seperti yang disebutkan dalam Buku Farmakope Herbal
Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupun
Materia Medika Indonesia Edisi terakhir
Macam – macam pemeriksaan untuk menilai simplisia :
1. Secara Organoleptik
2. Secara Mikroskopis
3. Secara Fisik
4. Secara Kimia
5. Secara Biologi
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 35
STTIF Bogor
Evaluasi Mutu Simplisia

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 36
STTIF Bogor
Amilum atau pati

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 37
STTIF Bogor
Berkas pengangkut
 Merupakan sekelompok jaringan yang terdiri atas floem dan xilem,
dengan atau tanpa kambium.
 Pembuluh xylem bertugas membawa air dan mineral ke bagian
atas tumbuhan, pembuluh floem bertugas membawa gula dan
makanan lain kedua arah atas dan bawah tumbuhan.
 Floem Alat translokasi atau pengangkut zat hara organik hasil
fotosintesis ke seluruh bagian lain dari tumbuhan. Secara
mikroskopis floem terdiri dari sel tapis dan komponen pembuluh
tapis disertai sel pengantar. Di samping itu terdapat pula parenkim,
parenkim jari-jari empulur, serat dan sklereid floem. Bentuk sel-sel
floem jenis tumbuhan tertentu dapat dijadikan sebagai identitas
tumbuhan tersebut.
 Xilem Dari segi struktur dan fungsi adalah jaringan komplek.
Berfungsi dalam pengangkutan air, penyimpanan makanan, serta
penyokong. Sel-sel pengangkut air dikenal sebagai trakeid dan
trakea
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 38
STTIF Bogor
Sklerenkim
 Jaringan yang dibentuk
oleh sel-sel yang
mengalami penebalan,
dapat mengandung lignin.
 Fungsi utamanya sebagai
penyokong, kadang-
kadang sebagai
pelindung.
 Secara umum, sklerenkim
dibagi menjadi serat
(fibres) dan sklereid.
 Bentuk serat dan atau
sklereid dapat dijadikan
identitas tumbuhan.
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 39
STTIF Bogor
A = rambut sederhana dari daun Cistus
sp ; B = rambut berseri satu
Rambut Penutup (Trikomata) (unseriat) dari daun Saintpaulia sp ; C-
D = rambut bercabang dari daun
Gossypium
(kapas) ; E = rambut bintang dari daun
Hibiscus tiliaceus (waru) ; F = rambut
dendroit
dari daun Lavandula ; G = rambut
nekasel dari daun Solanum ; H, I =
rambut sisik
dari daun Olea (zaitun) ; J = rambut
dua sel dari batang Pelargonium ;
K,L,M, N =
rambut Gossypium ( K = rambut
epidermis biji ; L = rambut pd stadium
muda ; M =
rambut pd stadium dewasa ) ; N =
vesicular air pd Mesenbryanthemum ;
O-Q =
rambut dlm tiga stadium
perkembangan pd Glycine (kedelai).
daun
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021
STTIF Bogor
(dikutip dari Estiti, 1995) 40
Rambut Penutup (Trikomata)

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 41
STTIF Bogor
Tipe-tipe stomata
 Tipe anomosit : dikelilingi oleh
sejumlah sel tertentu yang
tidak dapat dibedakan bentuk
dan ukurannya dari sel
epidermis yang lain
 Tipe anisosit : dikelilingi oleh
sel tetangga yang tidak sama
ukurannya]
 Tipe parasit : didampingi oleh
satu atau lebih sel tetangga
yang letaknya sejajar dengan
stomata
 Tipe diasit : dikelilingi oleh dua
sel tetangga yang letaknya
memotong stomata
 Tipe aktinosit : variasi dari tipe
diasit, dikelilingi sel tetangga
yang teratur menjari
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 42
STTIF Bogor
Tipe-tipe stomata

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 43
STTIF Bogor
SIMPLISIA DAUN JAMBU BIJI
Psidii Folium (Daun Jambu Biji)
Nama ilmiah/Latin : Psidium guajava L.
Famili : Myrtaceae
Pemerian : berupa lembaran daun, warna hijau, bau khas
aromatik, rasa kelat
Makroskopis:
Daun tunggal, panjang 5-13 cm, lebar 3-6 cm, pinggir daun rata agak
menggulung ke atas, permukaan atas agak licin, warna hijau kecokelatan, ibu
tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan bawah, dan
bertulang menyirip.
Mikroskopis:
Fragmen pengenal adalah epidermis bawah dengan kristal kalsium oksalat,
rambut penutup, tipe stomata anomositis, berkas pengangkut dan mesofil
dengan kelenjar minyak
Isi : tanin 9-12 %, minyak atsiri, minyak lemak, asam malat
Khasiat : Antidiare
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 44
STTIF Bogor
Fragmen spesifik serbuk daun jambu biji

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 45
STTIF Bogor
Fragmen spesifik serbuk daun jati belanda

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 46
STTIF Bogor
Fragmen spesifik herba sambiloto

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 47
STTIF Bogor
Fragmen spesifik herba meniran

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 48
STTIF Bogor
Fragmen serbuk kulit kayumanis

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 49
STTIF Bogor
Fragmen spesifik serbuk kulit pulasari

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 50
STTIF Bogor
Fragmen spesifik dari serbuk batang brotowali

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 51
STTIF Bogor
Fragmen spesifik dari serbuk kayu secang

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 52
STTIF Bogor
Fragmen serbuk buah jinten putih

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 53
STTIF Bogor
Fragmen serbuk buah adas

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 54
STTIF Bogor
Fragmen serbuk lada hitam

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 55
STTIF Bogor
Fragmen Serbuk Biji Kedawung

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 56
STTIF Bogor
Fragmen Serbuk Rimpang Jahe

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 57
STTIF Bogor
Fragmen Serbuk Rimpang Temulawak

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 58
STTIF Bogor
Fragmen Serbuk Rimpang Kunyit

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 59
STTIF Bogor
UJI KEMURNIAN

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 60
STTIF Bogor
PENETAPAN KADAR AIR

 Metode Azeotropi (Destilasi Toluena)


 Metode Gravimetri

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 61
STTIF Bogor
Metode Azeotropi (Destilasi Toluena)
Alat
 Labu 500 mL (A) hubungkan
dengan
 pendingin air balik (C) melalui
 alat penampung (B) yang
dilengkapi dengan
 tabung penerima 5 mL (E) yang
berskala 0,1 mL.
 Panaskan labu menggunakan
pemanas listrik yang suhunya
dapat diatur atau tangas minyak.
 Bagian atas labu tabung
penyambung (D) sebaiknya
dibungkus dengan asbes.
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 62
STTIF Bogor
Metode Gravimetri

 Timbang saksama lebih kurang 3-5 g sampel,


masukkan ke dalam wadah yang telah ditara.
 Keringkan pada suhu 105° selama 5 jam, dan
timbang.
 Lanjutkan pengeringan dan timbang pada selang
waktu 1 jam sampai perbedaan antara dua
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 63
STTIF Bogor
 
PERHITUNGAN KADAR AIR

A : Berat simplisia + cawan sebelum dikeringkan


B : Berat simplisia + cawan sesudah dikeringkan
C : Berat cawan kosong
A-C :
B-C :

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 64
STTIF Bogor
CONTOH PERHITUNGAN KADAR AIR

Berat cawan kosong + simplisia (gram)


Berat cawan
kosong (gram) Sebelum pengeringan Sesudah pengeringan
30,000 33,500 33,400
 

2,85%

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 65
STTIF Bogor
PENETAPAN KADAR ABU TOTAL
 Timbang saksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan
dan masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan
ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan
dan timbang.
 Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan
air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu.
 Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus
yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan dan
pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25ºC.
 Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan
dalam % b/b.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 66
STTIF Bogor
PENETAPAN KADAR ABU TIDAK LARUT
ASAM
 Didihkan abu yang diperoleh pada Penetapan Kadar Abu Total
dengan 25 mL asam klorida encer LP selama 5
menit.
 Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui
kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dalam
krus hingga bobot tetap pada suhu 800±25ºC.
 Kadar abu yang tidak tidak larut dalam asam dihitung terhadap
berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 67
STTIF Bogor
 
PERHITUNGAN KADAR ABU TOTAL

A : Berat simplisia+ krus sebelum dipijar


B : Berat Abu + krus sesudah dipijar
C: Berat krus kosong
A-C :
B-C :

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 68
STTIF Bogor
CONTOH PERHITUNGAN KADAR ABU TOTAL

Berat krus kosong + simplisia (gram)


Berat krus
kosong (gram) Sebelum pemijaran Sesudah pemijaran

28,000 31,000 28,060


 

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 69
STTIF Bogor
 
PERHITUNGAN KADAR ABU TIDAK LARUT ASAM

A : Berat simplisia+ krus sebelum dipijar


B : Berat Abu tidak larut asam + krus sesudah dipijar
C: Berat krus kosong
A-C :
B-C :

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 70
STTIF Bogor
CONTOH PERHITUNGAN KADAR ABU TIDAK LARUT ASAM

Berat krus kosong + simplisia (gram)


Berat krus
Sebelum Sesudah Sesudah
kosong (gram)
pemijaran pemijaran penambahan HCl

28,000 31,000 28,060 28,045


 

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 71
STTIF Bogor
Uji Cemaran Aflatoksin
 Metode yang umum digunakan untuk
menganalisis aflatoksin
 Kromatografi Lapis Tipis Densitometri (KLT
Densitometri),
 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), dan
 EnzymeLinked Immunosorbent Assay
(ELISA).
 Aflatoksin dihitung dengan membandingkan
terhadap standar AFB1, AFB2, AFG1 dan AFG2.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 72
STTIF Bogor
Kromatografi Lapis Tipis Densitometri (KLT
Densitometri)

 Analisis aflatoksin dilakukan menggunakan fase diam


lempeng KLT silica gel 60 F254 ukuran 20 10 cm dengan
fase gerak kloroform-etil asetat (7:3).
 Deteksi dan kuantitasi dilaksanakan menggunakan alat
pemindai KLT densitometri, detektor fluoresensi, pada
panjang gelombang eksitasi maksimum 354 nm dan
emisi 400 nm.
 Metode ini mempunyai batas deteksi (limit of detection,
LOD) untuk aflatoksin B1 sebesar 9,62 pg dan untuk
aflatoksin G1 sebesar 10,9 pg. Sementara itu, batas
kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) untuk aflatoksin
B1 dan G1 masing-masing sebesar 32,08 pg dan 36,41
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 73
STTIF Bogor
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
 Analisis aflatoksin dengan KCKT dilakukan dengan
menggunakan sistem KCKT fase terbalik dengan kondisi
sebagai berikut:
 kolom silika yang terikat dengan C-18 panjang 15 cm,
 fase gerak air-metanol-asetonitril (50:40:10),
 kecepatan alir 0,8 ml/menit,
 suhu ruang,
 volume injeksi 10 µl pada konsentrasi 0,044 mg/ml,
dan
 detektor fluoresensi.
 Panjang gelombang eksitasi maksimum dan panjang
gelombang emisi untuk detektor fluoresensi adalah 365
nm dan 455 nm
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 74
STTIF Bogor
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
 Prinsip dasar ELISA adalah analisis interaksi antara antigen dan antibodi
yang teradsorpsi secara pasif pada permukaan padat dengan menggunakan
konjugat antibodi atau antigen yang dilabel enzim.
 Hasil dari ELISA adalah suatu warna sebagai hasil reaksi antara enzim dan
substrat. Warna yang dihasilkan dapat diidentifikasi secara kasat mata dan
dibaca secara kuantitatif menggunakan ELISA plate reader atau
spektrofotometer kanal ganda.
 Pembacaan ini memungkinkan data diperoleh dengan cepat, dapat
disimpan dan dianalisis secara statistik.
 Reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, waktu analisis yang cepat, dan
dapat digunakan untuk mendeteksi sampel tunggal maupun banyak
sekaligus merupakan keunggulan penggunaan ELISA sebagai teknik analisis.
 Metode ELISA umumnya digunakan untuk mendeteksi aflatoksin M1 dalam
ASI, susu cair, atau produk susu.
 Metode ELISA juga dapat digunakan untuk menganalisis aflatoksin B1.
 Saat ini telah tersedia kit ELISA (AFM1, Neogen, RIDASCREEN) yang dapat
langsung digunakan untuk identifikasi dan kuantitasi cemaran aflatoksin
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 75
STTIF Bogor
Uji Jamur dan Khamir
 For fungi use Petri dishes 9–10 cm in diameter.
 To one dish add a mixture of 1 ml of the pretreated material
and about 15 ml of liquefied Sabouraud glucose agar
with antibiotics (also used is potato dextrose agar with
antibiotics) at a temperature not exceeding 45 °C.
 Alternatively, spread the pretreated material on the surface of
the solidified medium in a Petri dish.
 If necessary, dilute the material as described above to obtain an
expected colony count of not more than 100.
 Prepare at least two dishes using the same dilution and
incubate them upright at 20–25 °C for 5 days, unless a more
reliable count is obtained in a shorter period of time.
 Count the number of colonies formed and calculate the results
using the dish with not more than 100 colonie
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 76
STTIF Bogor
Uji Cemaran Logam Berat
 Metode Uji : AAS, Spektrofotometri UV-Vis
Logam Berat : Pb, Hg, Cd, As

 Uji batas logam berat


 Metode 1 : Suasana Asam, Gas H2S
 Metode 2 : Suasana Asam, Tioasetamida
 Metode 3 : metode 1 dengan pemijaran
 Metode 4 : metode 2 dengan pemijaran

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 77
STTIF Bogor
Limit test for arsenic
 Preparation of the test solution
 Method Weigh the amount of the sample as directed in the
monograph

 Standard solutions
 Standard arsenic stock solution
 Standard arsenic solution

 Procedure
 Preparation of standard colour.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 78
STTIF Bogor
Detection of cadmium, copper, iron, lead,
nickel and zinc

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 79
STTIF Bogor
Detection of arsenic and mercury

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 80
STTIF Bogor
Uji kuantitatif

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 81
STTIF Bogor
PENETAPAN SARI LARUT AIR
 Timbang saksama lebih kurang 5 g serbuk (4/18)
yang telah dikeringkan di udara.
 Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan
100 mL air jenuh kloroform, kocok berkali-kali
selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam.
 Saring, uapkan 20,0 mL filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal beralas datar yang telah
dipanaskan 105° dan ditara,panaskan sisa pada
suhu 105° hingga bobot tetap.
 Hitung dalam % sari larut air.
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 82
STTIF Bogor
PENETAPAN SARI LARUT ETANOL
 Timbang saksama lebih kurang 5 g serbuk (4/18)
yang telah dikeringkan di udara.
 Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan
100 mL etanol P, kocok berkali-kali selama 6 jam
pertama, biarkan selama 18 jam.
 Saring cepat untuk menghindarkan penguapan
etanol, uapkan 20,0 mL filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan
105° dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105°
hingga bobot tetap.
 Hitung dalam % sari larut etanol
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 83
STTIF Bogor
 
PERHITUNGAN SARI LARUT

A : Berat simplisia
B : Berat filtrat sesudah diuapkan + cawan kosong
C : Berat cawan kosong
B-C :

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 84
STTIF Bogor
CONTOH PERHITUNGAN SARI LARUT AIR

Berat Berat cawan kosong +


Volume Air- Volume Filtrat Berat cawan
simplisia filtrat hasil pengaupan
Kloroform (ml) diuapkan (ml) kosong (gram)
(gram) (gram)
5,000 100 20 35,000 35,150

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 85
STTIF Bogor
Indeks Busa
 Uji indeks busa dilakukan dengan cara larutan sampel
dimasukkan ke tabung reaksi masingmasing 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7;
8; 9; dan 10 ml dan ditambahkan air hingga 10 ml ke masing-
masing tabung.
 Tabung kemudian dikocok 15 detik dengan 2 kocokan per
detik dan diamati selama 15 menit.
 Jika pada tiap tabung tinggi busa <1 cm, maka indeks
busanya <100.
 Jika pada semua tabung tinggi busa ≥1 cm selama 15 menit,
maka indeks busa >1000 sehingga harus diencerkan.
 Jika tinggi busa 1 cm pada suatu tabung yang paling encer
mengandung “a” ml sampel, maka indeks busa
 Indeks Busa = 1000 / a x fk
 Keterangan: a = Volume (mL) sampel dalam Wadah
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 86
STTIF Bogor
Indeks Busa (2)

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 87
STTIF Bogor
Indeks pengembangan
Indeks pengembangan didefinisikan sebagai volume dalam
mL yang diambil dari pengembangan 1 gram
bahan dalam kondisi tertentu.
Pengembangan ini terjadi karena simplisia uji mengandung gom,
musilago, pektin, dan hemiselulosa yangmerupakan komponen
mayoritas dinding sel primer dari simplisia uji.
 Timbang 1 gram simplisia dalam bentuk serbuk (rajangan) dan
agar.
 Masukkan ke dalam gelas ukur tertutup 25 ml
 Tambahkan 25 ml akuadest kocok kuat selama 1 menit dengan
kecepatan yang sama! kemudian diamkan selama 18 menit
 ukur tinggi simplisia dan musilago (bukan tinggi air)
 Lakukan selama interval 1 jam, setelah 1 jam diamkan selama 3
jam pada suhu kamar
 hitung rata-rata dari setiap penentuan
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 88
STTIF Bogor
Indeks Hemolitik
 Indeks hemolitik dilakukan dengan cara suspensi darah dibuat terlebih
dahulu dengan melarutkan Natrium sitrat dalam 1 ml air, kemudian
dicampurkan 9 ml darah.
 Diambil 1 ml campuran, kemudian di ad 50 ml dapar fosfat pH 7,4.
Larutan pembanding saponin dibuat dengan melarutkan 10 mg saponin
dalam 100 ml air.
 Pada uji pendahuluan larutan ekstrak dibuat dalam berbagai konsentrasi
dalam 4 tabung, dicampurkan dengan dapar fosfat dan suspensi darah.
 Amati perubahan yang terjadi. Selanjutnya pada uji utama larutan ekstrak
dibuat dalam berbagai konsentrasi dalam 13 tabung, dicampurkan
dengan dapar fosfat dan suspensi darah. Pengamatan dilakukan 24 jam.
 Nilai indeks hemolitik ditentukan dengan rumus
Indeks Hemolitik = 1000 × a / b
Keterangan: 1000 = Aktivitas saponin terhadap darah
a = Jumlah saponin yang menghasilkan hemolisis (g)
b = jumlah sampel yang menghasilkan hemolisis (g)

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 89
STTIF Bogor
Indeks Hemolitik (2)

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 90
STTIF Bogor
PENETAPAN KADAR TANIN TOTAL

Berikut beberapa metode penetapan kadar tanin


secara sederhana (Hanani 2015):
 Kadar tanin dihitung sebagai katekin
 Kadar tanin dihitung sebagai fenol total
 Metode titrimetri
 Metode gravimetri

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 91
STTIF Bogor
Kadar tanin dihitung sebagai katekin

Kadar tanin yang dihitung sebagai katekin,


ditujukan untuk simplisia yang mengandung jenis
tanin yang terkondensasi.
Pereaksi yang digunakan adalah 10% vanillin
dalam asam.
Cara ini menggunakan metode spektrofotometri
dengan serapan yang diukur pada panjang
gelombang 530 nm, dengan pembandingnya
adalah katekin.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 92
STTIF Bogor
Kadar tanin dihitung sebagai fenol total

 Penetapan kadar ini dilakukan menggunakan


pereaksi Folin-Ciocalteu dan larutan Na2CO3
jenuh.
 Cara ini ditujukan untuk simplisia yang
mengandung jenis tanin terhidrolisis dengan
menggunakan metode spektrofotomeri.
 Serapan diukur pada panjang gelombang 660 nm,
dengan asam tanat atau asam galat dalam
aquades sebagai pembanding.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 93
STTIF Bogor
Metode titrimetri
 Penentuan kadar dengan metode ini disebut
dengan metode permanganometri.
 Metode ini dapat dilakukan untuk mengukur tanin
total dengan cara sederhana, yaitu dengan cara
 titrasi terhadap sari air tanin menggunakan
larutan KMnO4 dan
 indikator larutan indigosulfonat,
 dengan perubahan warna dari biru menjadi
kuning terang.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 94
STTIF Bogor
Metode titrimetri (2)
 Pembuatan larutan pereaksi
indikator indigocarmin (garam
natrium asam 5,5'-
indigodisulfonat)
 Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N
 Pembuatan larutan asam oksalat
0,1 N
 Pembakuan larutan KMnO4 dengan
asam oklasat 0,1 N
 Pengukuran blanko
 Penetapan kadar tanin dengan
KMnO4
 Kadar tanin dihitung dengan
kesetaraan 1 ml KMnO4 0,1 N
setara dengan 0,004157 g tanin.
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 95
STTIF Bogor
Metode gravimetri

 Teknik ini dilakukan dengan menambahkan serbuk kulit


(umumnya sapi) ke dalam ekstrak tanin.
 Campuran dibiarkan mengendap sempurna lalu disaring.
 Filtrat dikeringkan hingga bobot tetap.
 Kadar tanin dihitung dengan cara bobot filtrat sebelum
dan sesudah diberikan serbuk kulit (dengan koreksi blanko)
dibagi dengan berat simplisia yang diekstraksi.

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 96
STTIF Bogor
Kuantititaf golongan kimia tertentu
dan kadar senyawa aktif/penanda
 Uji kadar total flavonoid
 Standar : Quercetin
 Reagen : AlCl3, Na-Asetat
 Alat : Spektrofotomeri UV-Vis
 Uji kadar total saponin
 Uji kadar steroid total
 Uji kadar antrakinon total
 Uji kadar total alkaloid
 Volumetri: berdasarkan sifat kebasaan alkaloid
 Gravimetri: menimbang residu alkaloid
 Spektrofotometri: dengan penambahan pereaksi warna
 Fluorimetri: kinin dan kinidin
apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 97
STTIF Bogor
CONTOH SOAL
Industri Bahan Baku memproduksi amilum. TTK ditugaskan untuk mengidentifikasi
tanaman asal. Amilum diperoleh dari familia Solanacea dan yang diambil dari
bagian umbinya. Apa amilum yang dimaksud ?
A. Manihot
B. Maydis
C. Oryzae
D. Solanum
E. Tritici
Jawaban : D. Solanum

Industri Farmasi memproduksi sediaan semisolid bahan alam. Sediaan tersebut


terdiri dari bahan aktif dan basis salep. TTK ditugaskan untuk untuk menggunakan
basis yang diperoleh dari simplisia hewani yang diperoleh dari perternakan
domba. Apa basis yang dimaksud dalam sediaan tersebut ?
A. adeps lanae
B. oleum sesami
C. Malam
D. Spermaceti
E. Vaselin
Jawaban : A. adeps lanae apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.
11/22/2021 98
STTIF Bogor
SELAMAT MENGERJAKAN POST TEST

TERIMA KASIH

apt. Antonius Padua Ratu, M.Farm.


11/22/2021 99
STTIF Bogor

Anda mungkin juga menyukai