Anda di halaman 1dari 23

BAB I

KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
1. Pengertian komunikasi interpersonal

Langkah awal untuk memahami karakteristik unik dari komunikasi interpersonal


adalah dengan melacak makna dari interpersonal, kata ini merupakan turunan
dari awalan inter, yang berarti “antara,” dan kata person, yang berarti orang.
Komunikasi interpersonal secara umum terjadi di antara dua orang. Seluruh
proses komunikasi terjadi di antara beberapa orang, namun banyak interaksi tidak
melibatkan seluruh orang di dalamnya secara akrab. Wood (2013: 21-22)

 Muhammad

Komunikasi interpersonal iyalah proses pertukaran informasi diantara


seseorang dengan seorang lainnya atau biasanya pada antara dua orang yang
dapat langsung diketahui balikannya.

 Menurut Devito (1989)


komunikasi interpersonal iyalah penyampaian pesan oleh satu orang
sertapenerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan
berbagai dampaknya serta dengan peluang untuk memberikan umpan balik
segera (Effendy,2003, p. 30).

 Mulyana
Komunikasi interpersonal iyalah komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya akan menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Komunikasi interpersonal
ini iyalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri.

 Effendi
pada hakekatnya komunikasi interpersonal iyalah komunikasi antar
komunikator dengan komunikan, komunikasi ini dianggap paling efektif dalam
mengubah pola pikir , sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya
yang dialogis berupa percakapan
2. Klasifikasi Komunikasi Interpersonal

dikutip Muhammad (2004, p. 159-160) mengembangkan klasifikasi komunikasi


interpersonal menjadi interaksi intim, percakapan sosial, interogasi ataupun
pemeriksaan serta wawancara.

1. Interaksi intim

termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili, serta orang-


orang yang sudah mempunyai ikatan emosional yang kuat.

2. Percakapan sosial

merupakan interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana.


Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan hubungan
informal dalam organisasi.

3. Interogasi atau pemeriksaan

merupakan interaksi antara seseorang yang ada dalam kontrol, yang


meminta atau bahkan juga menuntut informasi dari yang lain.

4. Wawancara

merupakan salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang


terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab.

3. Hambatan-hambatan Dalam Komunikasi Interpersonal Pada


Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant

Menurut Cangara (2013) hambatan atau gangguan komunikasi pada dasarnya


dapat dibedakan atas tujuh macam, yaitu:
a. Hambatan Teknis
Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi
mengalami gangguan, sehingga informasi yang ditransmisi
mengalami kerusakan.
b. Hambatan Sematik
Hambatan sematik ialah hambatan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan
pada bahasa yang digunakan
c. Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis terjadi karena adanya gangguanyang disebabkan oleh
adanya persoalan-persoalan yang terjadi dalam diri individu. Misalnya rasa curiga
penerima kepada sumber, situasi berduka atau karena kondisi kejiwaan sehingga
dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna.
d. Hambatan Fisik
Dalam komunikasi interpersonal, hambatan fisik bisa juga diartikan karena adanya
gangguan organik, yakni tidak berfungsinya salah satu panca indera pada
penerima.
e. Hambatan Status
Hambatan status ialah hambatan yang disebabkan karena jarak sosial diantara
peserta komunikasi, misalnya perbedaan status antara senior dan junior, atau
atasan dan bawahan. Perbedaan ini biasanya menuntut perilaku komunikasi yang
selalu memperhitungkan kondisi dan etika yang sudah membudaya dalam
masyarakat, yakni bawahan cenderung hormat kepada atasan, atau rakyat pada
raja yang memimpinnya.
f. Hambatan Kerangka Berpikir
Hambatan kerangka berpikir ialah hambatan yang disebabkan adanya perbedaan
persepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam
komunikasi, ini disebabkan karena latar belakang pengalaman dan pendidikan
yang berbeda.
g. Hambatan Budaya
Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena adanya
perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam berkomunikasi.Dari teori diatas dapat diketahui bahwa ada
berbagai macam hambatan dalam komunikasi interpersonal. Hambatan tersebut
berpengaruh dalam penerimaan pesan dan dapat menggakobatkan komunikasi
interpersonal tidak berjalan dengan lancar semestinya.

4. faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal

Menurut Rakhmat ( 2007: 97-129) faktor yang mempengaruhi komunikasi


interpersonal ada empat, yaitu
a. Persepsi Interpersonal Pengaruh persepsi interpersonal pada komunikasi
interpersonal sudah jelas perilaku kita dalam komunikasi interpersonal
amat bergantung pada persepsi interpersonal. Bila anda diberitahu bahwa
dosen anda yang baru itu galak dan tidak senang dikritik, anda akan
berhati-hati dalam mengajukan pertanyaan.
b. Konsep DiriKonsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seorang mahasiswa
menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri
kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari kuliah
yang sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
c. Atraksi Interpersonal
Sudah diketahui bahwa pendapat dan penilaian kita tentang orang lain
tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional. Kita juga makhluk
emosional. Karena itu, ketiak kita menyenangi seseorang, kita juga
cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif.
Sebaliknya, jika kita membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya
secara negatif.
d. Hubungan Interpersonal
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada
hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering
orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik
hubungan mereka. Yang menjadi soalbukanlah berapa kali komunikasi
dilakukan tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan.

Menurut Wood (2013: 31-33) mengatakan ada 3 faktor yang mepengaruhi dalam
komunikasi interpersonal adalah
a. Etika
Etika adalah cabang dari filsafat yang fokus pada prinsip moral dan aturan terkait
perilaku. Etika menaruh perhatian pada masalah benar dan salah. oleh karena
komunikasi interpersonal bersifat tidak dapat ditarik kembali, ia selalu memiliki
dampak dalam etika antarmanusia. Apa yang kita katakana dan apa yang kita
lakukan berpengaruh terhadap orang lain. Dengan demikian, orang yang
bertanggung jawab selalu berhati-hati dengan etika dalam komunikasi.
b. Makna
Proses pemaknaan muncul dari bagaimana kita menginterpretasikan komunikasi.
Dalam komunikasi interpersonal, seorang selalu menerjemahkan apa yang
dikatakan oleh orang lain.
c. Hubungan
Komunikasi interpersonal adalah cara utama untuk membangun dan meperbaiki
sebuah hubungan. Bagaimana cara kita menangani masalah? Apakah dengan
konfrontasi, menjauh, atau menggunakan strategi khusus untuk segera
meperbaiki hubungan? Oleh karena komunikais tidak memiliki makna intrinsik,
kita harus membangkitkan pemahaman pribadi terkait komunikasi.

Berdasarkan uraian teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi


interpersonal, maka faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi persepsi
interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal dan hubungan interpersonal.
Karena dalam komunikasi interpersonal faktor-faktor ini sangat
mempengaruhi jalannya sebuah komunikasi yang dimana bisasaja terjadi
komunikasi yang baik, terbuka dan saling percaya atau sebaliknya yng terjadi
dimana komunikasi menjadi tertutup dan saling kurang percaya.

5. Faktor penghambat komunikasi interpersonal

Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi interpersonal secara efektif, karena


dalam komunikasi interpersonal sering terdapat hambatan-hambatan yang
mengganggu jalannya komunikasi tersebut. Hambatan-hambatan dalam
penyampaian pesan tentunya akan menyebabkan proses dalam komunikasi
interpersonal tidak efektif.

Menurut Suranto terdapat faktor-faktor penghambat komunikasi interpersonal


pada umumnya, yaitu:

1. Kebisingan
2. Keadaan psikologi komunikan
3. Kekukrangan komunikator atau komunikan
4. Kesalahan penilaian oleh komunikator
5. Kurangnya pengetahuan komunikator dan komunikan
6. Bahasa
7. Ini pesan berlebihan
8. Bersifat satu arah
9. Faktor teknis
10.Kepentingan atau interest
11.Prasangka
12.Cara penyajian yang verbalistik dan sebagainya.

BAB II

PRINSIP ETIKET ETIKA DALAM KEPERAWATAN

Tahap-Tahap Proses Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di
hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.tahap
ini mencakup tiga kegiatan,yaitu Pengumpulan Data, Analisis Data, dan
Penentuan Masalah Kesehatan serta keperawatan..
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah(Carpenito,2000).
Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk
mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun persyaratan dari
diagnose keperawatan adalah perumusan harus jelas dan singkat dari respons
klien terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik dan akurat,
memberikan arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan oleh perawat
dan mencerminkan keadaan kesehatan klien.
3. Rencana keperawatan
Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat
mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan
keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi konyinuitas asuhan
perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat
mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan
konsisten. Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi:
penetapan prioritas, penetapan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan,
menentukan intervensi keperawatan yang tepat dan pengembangan rencana
asuhan keperawatan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi
keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus
mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi.
5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.

BAB III
PRINSIP INFEKSI NOSOCOMINAL

1. PENGERTIAN INFEKSI NOSOCOMINAL

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di lingkungan rumah sakit.


Seseorang dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika infeksinya didapat
ketika berada atau menjalani perawatan di rumah sakit.

Infeksi nosokomial bisa terjadi pada pasien, perawat, dokter, serta pekerja atau
pengunjung rumah sakit. Beberapa contoh penyakit yang dapat terjadi akibat
infeksi nosokomial adalah infeksi aliran darah, pneumonia, infeksi saluran kemih
(ISK), dan infeksi luka operasi (ILO).

2. Penyebab Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial paling sering disebabkan oleh bakteri. Infeksi bakteri ini lebih
berbahaya karena umumnya disebabkan oleh bakteri yang sudah kebal (resisten)
terhadap antibiotik. Infeksi nosokomial akibat bakteri ini bisa terjadi pada pasien
yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit atau pasien dengan sistem
imun atau daya tahan tubuh yang lemah.

Selain bakteri, infeksi nosokomial juga dapat disebabkan oleh virus, jamur, dan
parasit. Penularan infeksi nosokomial dapat terjadi lewat udara, air, atau kontak
langsung dengan pasien yang ada di rumah sakit.

3. Faktor risiko infeksi nosokomial

Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang yang berada di
lingkungan rumah sakit untuk terkena infeksi nosokomial, antara lain:

 Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya akibat HIV/AIDS


atau menggunakan obat imunosupresan
 Menderita koma, cedera berat, luka bakar, atau syok
 Memiliki akses atau sering kontak dengan pasien yang sedang menderita
penyakit menular, tanpa menggunakan alat pelindung diri yang sesuai
standar operasional (SOP)
 Mendapatkan perawatan lebih dari 3 hari atau dalam jangka panjang di ICU
 Berusia di atas 70 tahun atau masih bayi
 Memiliki riwayat mengonsumsi antibiotik dalam jangka panjang
 Menggunakan alat bantu pernapasan, seperti ventilator
 Menggunakan infus, kateter urine, dan tabung endotrakeal (ETT)
 Menjalani operasi, seperti operasi jantung, operasi tulang, operasi
penanaman peralatan medis (misalnya alat pacu jantung atau implan), atau
operasi transplantasi organ

Selain faktor-faktor di atas, lingkungan rumah sakit yang padat, kegiatan


memindahkan pasien dari satu unit ke unit yang lain, dan penempatan pasien
sistem imun yang lemah dengan pasien yang menderita penyakit menular di
ruangan yang sama, juga dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi nosokomial.

4. Gejala Infeksi Nosokomial

Gejala yang diderita oleh penderita infeksi nosokomial dapat bervariasi,


tergantung penyakit infeksi yang terjadi. Gejala yang dapat muncul antara lain:

 Demam
 Ruam di kulit
 Sesak napas
 Denyut nadi yang cepat
 Tubuh terasa lemas
 Sakit kepala
 Mual atau muntah

Selain gejala umum yang disebutkan di atas, gejala juga bisa timbul sesuai jenis
infeksi nasokomial yang terjadi, seperti:

 Infeksi aliran darah, dengan gejala berupa demam, menggigil, tekanan


darah menurun, atau kemerahan dan nyeri pada tempat pemasangan infus
bila infeksi terjadi melalui pemasangan infus
 Pneumonia, dengan gejala berupa demam, sesak napas, dan batuk
berdahak
 Infeksi luka operasi, dengan gejala berupa demam, kemerahan, nyeri, dan
keluarnya nanah pada luka
 Infeksi saluran kemih, dengan gejala berupa demam, sakit saat buang air
kecil, sulit buang air kecil, sakit perut bagian bawah atau punggung, dan
terdapat darah pada urine

5. Kapan harus ke dokter

Anda perlu memeriksakan diri atau berkonsultasi ke dokter jika merasakan gejala
infeksi nosokomial seperti yang disebutkan di atas, terutama bila gejala tersebut
muncul setelah Anda mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Gejala infeksi nosokomial dapat muncul pada beberapa rentang waktu berikut ini:

 Sejak awal masuk rumah sakit hingga 48 jam setelahnya


 Sejak keluar dari rumah sakit hingga 3 hari setelahnya
 Sejak selesai operasi hingga 90 hari setelahnya

6. Diagnosis Infeksi Nosokomial

Dokter akan menanyakan keluhan dan gejala yang dialami oleh pasien, kemudian
melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui kondisi pasien dan ada tidak
tanda infeksi lokal pada kulit.

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang


berikut:

 Tes darah, untuk mendeteksi tanda infeksi dari kadar sel-sel darah
 Tes urine, untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada saluran kemih,
termasuk untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi
 Tes dahak, untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi saluran
pernapasan
 Kultur darah, dahak, atau cairan luka operasi, untuk memastikan
keberadaan dan jenis dari bakteri, jamur, atau parasit yang menyebabkan
infeksi
 Pemindaian CT scan, MRI, USG, atau Rontgen, untuk mendeteksi ada
tidaknya kerusakan dan tanda infeksi pada organ-organ tertentu

7. Pengobatan Infeksi Nosokomial

Jika dicurigai penyebab infeksi adalah bakteri, dokter akan memberikan antibiotik
secara empiris. Terapi antibiotik secara empiris adalah pemberian antibiotik di
awal, sebelum jenis bakteri penyebab infeksi diketahui dengan pasti.

Harapannya, antibiotik tersebut dapat mengontrol atau membunuh bakteri


penyebab infeksi sambil menunggu hasil kultur keluar. Setelah hasil kultur keluar,
pemberian antibiotik dan obat lain akan disesuaikan dengan jenis bakteri atau
kuman yang menyebabkan infeksi nosokomial.

Jika infeksi nosokomial disebabkan oleh infeksi luka operasi atau ulkus dekubitus,
akan dilakukan operasi debridement. Prosedur ini berguna untuk mengangkat
jaringan yang terinfeksi dan rusak agar infeksi tidak menyebar.
Terapi suportif, seperti pemberian cairan, oksigen, atau obat untuk mengatasi
gejala, akan diberikan sesuai kondisi dan kebutuhan pasien. Terapi suportif
dilakukan untuk memastikan agar kondisi pasien tetap stabil.

Bila memungkinkan, seluruh alat yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi akan
dicabut atau diganti.

8. Komplikasi Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan berbagai


komplikasi berupa:

 Endokarditis
 Osteomielitis
 Peritonitis
 Meningitis
 Sepsis
 Abses paru
 Gagal organ
 Gangren
 Kerusakan permanen pada ginjal

9. Pencegahan Infeksi Nosokomial

Langkah-langkah pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab seluruh


orang yang berada di rumah sakit, termasuk petugas kesehatan, seperti dokter
dan perawat, pasien, dan orang yang berkunjung. Beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi ini adalah:

1. Cuci tangan

Penting bagi semua orang yang berada di rumah sakit untuk mencuci tangan
dengan cara yang benar sesuai rekomendasi WHO. Ada 5 waktu wajib untuk cuci
tangan saat berada di rumah sakit, yaitu:

 Sebelum memegang pasien


 Sebelum melakukan prosedur dan tindakan kepada pasien
 Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urin, atau feses)
 Setelah menyentuh pasien
 Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pasien

2. Jaga kebersihan lingkungan rumah sakit

Lingkungan rumah sakit perlu dibersihkan dengan cairan pembersih atau


disinfektan. Lantai rumah sakit perlu dibersihkan sebanyak 2–3 kali per hari,
sementara dindingnya perlu dibersihkan setiap 2 minggu.

3. Gunakan alat sesuai dengan prosedur

Tindakan medis dan penggunaan alat atau selang yang menempel pada tubuh,
seperti infus, alat bantu napas, atau kateter urine, harus digunakan dan dipasang
sesuai SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku di tiap-tiap rumah sakit
dan sarana kesehatan.

4. Tempatkan pasien berisiko di ruang isolasi

Penempatan pasien harus sesuai dengan kondisi dan penyakit yang diderita.
Contohnya, pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah atau pasien yang
berpotensi untuk menularkan penyakit ke pasien lain akan ditempatkan di ruang
isolasi.

5. Gunakan APD (alat pelindung diri) sesuai SOP

Staf dan setiap orang yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit perlu
menggunakan alat pelindung diri sesuai SOP, seperti sarung tangan dan masker,
saat melayani pasien.

BAB IV

MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR PASIEN

MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR

Syarat-syarat Tempat Tidur (TT) secara umum :


a.    Individu harus dengan mudah masuk & keluar baik dengan bantuan
maupun sendiri
b.    Keamanan harus terjamin meskipun dengan beberapa alat bantu
c.    Pasien/penghuni harus dengan mudah dapat dirawat (terutama tinggi TT
sangat penting diperhatikan)
d.   TT, kasur & bantal harus dapat dibersihkan dengan baik

Jenis persiapan tempat tidur


1.    Unoccupied bed (tempat tidur yang belum ada klien diatasnya):
a. Closed bad (tempat tidur tertutup)
b. Open bed (tempat tidur terbuka)
c. Aether bed (tempat tidur pasca operasi)
2.    Occupied bed (mengganti tempat tidur dengan klien diatasnya)

Prinsip perawatan tempat tidur


1.        Tempat tidur klien harus tetap bersih dan rapi
2.        Linen diganti sesuai kebutuhan dan sewaktu-waktu, jika kotot
3.        Pengguanaan linen bersih harus sesuai kebutuhan dan tidak boros

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan tempat tidur


a.         Hindari kontaminasi pada linen bersih
b.        Ketika akan mengganti linen pada tempat tidur klien, bawa linen sesuai
kebutuhan. Jangan membawa linen berlebihan untuk menghindari
terjadinya kontaminasi kuman/mikroorganismedan infeksi nosokomial dari
satu klien ke klien lainnya.
c.         Pada saat memasang linen bersih, bentangkan linen diatas tempat tidur,
jangan dikibaskan.
d.        Jangan menempatkan linen kotor pada tempat tidur klien, meja, atau
peralatan klien lainnya.
e.         Saat memasang linen/alat tenun pada tempat tidur klien, gunakan cara
yang efektif dan gunakan pada satu sisi dulu setelah selesai baru pindah ke
sisi lain.
f.         Tempatkan linen/alat tenun yang kotor pada tempat yang tertutup
(ember yang ada tutupnya). Bawa dengan hati-hati, jangan menyentuh
pakaian Bidan dan cuci tangan setelahnya.
g.        Bidan harus tetap memperhatikan keadaan umum klien selama
melaksanakan tindakan.
1.        Tempat tidur tertutup (closed bed)
Pengertian
Merupakan tempat tidur yang sudah disiapkan dan masih tertutup dengan
sprei penutup (over laken) diatasnya.

Tujuan
a.    Agar siap pakai sewaktu-waktu
b.    Agar tampak selalu rapi
c.    Memberikan perasaan senang dan nyaman pada klien.

Persiapan alat
1. Tempat tidur, kasur, dan bantal
2. Alat tenun disusun menurut pemakaiannya:
Alat yang diperlukan disediakan untuk menyiapkan tempat tidur
tertutup adalah :
a. Tempat tidur, kasur, dan bantal
b. Alat – alat tenun
Untuk memudahkan cara kerja, maka alat – alat tenun harus
dilipat dan disusun menurut aturan pemakaian :
a. Alas kasur atau sarung kasur ; dengan ukuran 1,80 – 2 meter
b. Perlak ( zeil ) 1 meter dengan pinggir kanan / kiri di sambung
dengan ½ meter kain belacu
c. Sprei melintang ( steeklaken ) 1,50 – 2 meter
d. Sprei atas ( bovenlaken ) 2 – 2,50 meter
e. Selimut
f. Sarung bantal
g. Sprei penutup ( bovenlaken ) 2 – 2,50 meter

Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Letakkan alat tenun yang telah disusun sesuai pemakaian didekat
tempat tidur
3. Pasang alas kasur dan kasur
4. Pasang sprei besar/laken dengan ketentuan berikut:
a. Garis tengah lipatan diletakkan tepat ditengah kasur
b. Bentangkan sprei, masukkan sprei bagian kepala kebawah
kasur ± 30 cm; demikian juga pada kaki, tarik setegang
mungkin pada ujung setiap sisi kasur bentuk sisi 90⁰, lalu
masukkan seluruh tepi sprei kebawah kasur dengan rapi dan
tegang
5. Letakkan perlak melintang pada kasur ± 50 cm dari bagian kepala
6. Letakkan stik laken diatas sprei melintang, kemudian masukkan sisi-
sisinya kebawah kasur bersama dengan perlak
7. Pasang boven pada kasur daerah bagian kaki, pada bagian atas yang
terbalik masukkan kebawah kasur ± 10 cm kemudian ujung sisi
bagian bawah (kaki) dibentuk 90⁰ dan masukkan kebawah
kasur.tarik sisi atas sampai terbentang.
8. Pasang selimut  pada kasur bagian kaki, pada bagian atas yang
terbalik dimasukkan kebawah kasur ± 10 cm kemudian ujung sisi-
sisinya dibentuk 90⁰ dan masukkan kebawah kasur. Tarik sisi atas
sampai terbentang
9. Lipat ujung atas boven sampai tampak garis/pitanya
10. Masukkan bantal kedalam sarungnya dan letakkan diatas tempat
tidur dengan bagian yang terbuka dibagian bawah
11. Pasang sprei penutup (over laken)
12. Cuci tangan

2. Tempat tidur terbuka (open bed)


Pengertian
Merupakan tempat tidur yang sudah disiapkan tanpa sprei penutup (over
laken)

Tujuan
Dapat segera digunakan

Dilakukan
Jika ada klien baru
Pada tempat tidur klien yang dapat/boleh turun dari tempat tidur

Persiapan alat
Sama dengan pemasangan alat tenun pada tempat tidur tertutup, hanya
tidak memakai over laken/sprei penutup

Prosedur pelaksanaan
Seperti menyiapkan tempat tidur tertutup, tetapi tidak dipasang over
laken.Jika telah tersediatempat tidur tertutup, angkat over laken kemudian
lipat.

Tempat tidur klien pasca operasi (Aether bed)


Pengertian
Merupakan tempat tidur yang disiapkan untuk klien pascaoperasi yang
mendapat narkose (obat bius)

Tujuan
a.    Menghangatkan klien
b.    Mencegah penyakit/komplikasi pascaoperasi

Persiapan alat
1. Tambahkan satu selimut tebal pada alat tenun untuk tempat tidur
terbuka.
2. Dua buah buli-buli panas/WWZ (warm water zack), dengan suhu air
40⁰C-43⁰C
3. Perlak dan handuk dalam satu gulungan dengan handuk dibagian
dalam
4. Thermometer air (jika ada)

Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Pada tempat tidur terbuka, angkat bantal dan bentangkan gulungan perlak
dan handuk pada bagian kepala
3. Pasang selimut tambahan hingga menutup seluruh permukaan tempat
tidur
4. Letakkan buli-buli panas pada sprei dan selimut pada bagian kaki, arahkan
mulut buli-buli ke pinggir tempat tidur
5. Angkat buli-buli panas sebelum klien dibaringkan, setelah kembali dari
kamar bedah
6. Lipat pinggir selimut tambahan bersama-sama selimut dari atas tempat
tidur pada salah satu sisi tempat masuknya klien, sampai batas pinggir
kasur, lalu lipat sampai sisi yang lain.
7. Cuci tangan
OCCUPIED BED (Mengganti Alat Tenun dengan Klien di Atasnya)

Pengertian
Mengganti alat tenun kotor pada tempat tidur klien tanpa memindahkan
klien

Tujuan
a.   Memberian perasaan senang pada klien
b.   Mencegah terjadinya dekubitus
c.   Memberikan kebersihan dan kerapian

Dilakukan pada
Tempat tidur klien yang tirah baring total (sakit keras atau tidak
sadar/koma)

Prosedur
Sama dengan cara mengganti dan memasang alat tenun pada tempat tidur,
tetapi dilakukan sebagian-sebagian dari tempat tidur tersebut

Persiapan alat
a.   Alat tenun bersih disusun menurut pemakaiannya
b.   Kursi/bangku
c.   Tempat kain kotor yang tertutup
d.   Dua ember kecil berisi larutan desinfektan (lisol 1%) dan air bersih
e.    Lap kerja 3 buah

Persiapan klien
Klien diberi tahu jika memungkinkan (klien sadar)

Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Bawa alat yang telah disiapkan ke dekat klien
3. Bersihkan rangka tempat tidur
4. Letakkan bantal dan selimut klien yang tidak perlu di kursi (jika
keadaan klien memungkinkan/tidak mengganggu klien)
5. Miringkan klien ke satu sisi (jika perlu, ganjal dengan bantal/ guling
supaya tidak jatuh)
6. Lepaskan alat tenun pada bagian yang kosong, dari bawah kasur lalu
gulung satu per satu sampai dengan di bawah punggung klien.
 Gulng stik laken ke tengah tempat tidur sejauh mungkin
 Bersihkan perlak dengan larutan desinfektan dan keringkan
lalu gulung ke tengah tempat tidur sejauh mungkin
 Gulung laken/sprei besar ke tengah tempat tidur sejauh
mungkin
7. Bersihkan alas tempat tidur dan kasur dengan lap lembab larutan
desinfektan, lalu lap dengan lap kering
8. Bentangkan sprei besar bersih dan gulung setengah bagian, letakkan
gulungannya di bawah punggung klien, ratakan setengah bagian lagi
kemudian pasangkan di bawah kasur
9. Gulung perlak dan ratakan kembali
10.Bentangkan stik laken bersih di atas perlak, gulung setengah bagian,
dan letakkan di bawah punggung klien, ratakan setengah bagian lagi
di atas perlak, lalu masukkan ke bawah kasur bersama dengan perlak
11.Setelah selelsai dan rapi pada satu bagian, miringkan klien kea rah
berlawanan yang tadi telah di bersihkan (ganjal dengan bantal jika
perlu agar klien tidak terjatuh)
12.Lepaskan alat tenun yang kotor dari bawah kasur
13.Angkat stik laken dan masukkan pada tempat kain kotor
14.Bersihkan perlak seperti tadi kemudian gulung ke tengah
15.Lepaskan laken kotor dan masukkan ke tempat kain kotor
16.Bersihkan alat tempat tidur dan kasur seperti tadi
17. Buka gulunggan laken dari bawah punggung klien, tarik, dan ratakan
setegang mungkin kemudian masukkan ke bawah kasur
18.Pasang perlak dan sprei seperti tadi
19.Lepaskan sarung bantal dan guling yang kotor, ratakan isinya
kemudian pasang sarung yangbersih
20.Susun bantal, lalu baringkan kembali klien dalam sikap yang nyaman
21.Ganti selimut kotor dengan yang bersih
22.Bereskan alat dan kembalikan ketempatnya
23.Cuci tangan

BAB 16
PROSEDUR MEMBANTU PASIEN DUDUK DI TEMPAT TIDUR
1. Pengertian:

Suatu tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang imobilisasi atau klien
lemah untuk memberikan bantuan keperawatan membantu klien duduk di tepi
tempat tidur.

1. Tujuan:
1. Mempertahankan kesajajaran tubuh yang tepat untuk perawatn dan
klien
2. Mengurangi risiko cedera muskuloskeletal pada semua orang yang
terlibat.

1. Langkah:
1. Ikuti protokol standar
2. Tempatkan klien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi
tempat tidur tempat ia akan duduk
3. Pasang pagar tempat tidur pada posisi yang berlawanan
4. Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi
klien
5. Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan
6. Balikkan secara diagnonal sehingga perawat berhadapan dengan
klien  dan menjauh dari sudut tempat tidur
7. Regangkan kaki perawat dengan kaki paling dekat  ke kepala tempat
tidur di depan kaki yang lain
8. Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah
bahu klien, sokong kepala dan lehernya
9. Tempatkan tangan anda yang lain di atas paha klien
10.Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur
11.Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai
atas klien memutar ke bawah.
12.Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan anda ke belakang
tungkai dan angkat klien
13.Tetap di depan klien sampai ia mencapai keseimbangan
14.Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki klien menyentuh lantai.
15.Lengkapi akhir protokol
KEWASPADAAN PERAWAT:

Perawat harus mangkaji tadan vitalnya sebelum menempatkan klien pada posisi
duduk. Selama prosedur, perawat harus mengkaji tanda pusing, kelemahan,
“kunang-kunang” atau pucat. Bila terdapat gejala ini hentikan prosedur. Bila klien
stabil dan posisi duduk di tepi tempat tidur, perawat harus mengkaji ulang tanda
vitalnya.

BAB 17

MEMINDAHKAN PASIEN

1. PENGERTIAN
adalah memindahkan pasien yang mengalami ketidakmampuan,
keterbatasan,tidak boleh melakukan sendiri ,atau tidak sadar darri tempat
tidur ke brankar yang dilalukan oleh dua atau 3 orang perawat.
2. TUJUAN
 Memindahkan pasien antar ruangan untuk tujuan tertentu (misalnya
pemeriksaan diasnogtik, pindah ruangan ,DLL)
3. ALAT DAN BAHAN
1) Brankar
2) Bantal bila perlu
4. PROSEDUR
1) Ikuti protokol standar
2) Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap
tempat tidur
3) Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur pasien
4) Silangkan tangan pasien ke depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan anda kebawah tubuh
pasien
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher /bahu dan
bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah
pinggang dan panggul pasien. Sedangkan perawat ketiga meletakkan
tangan di bawah pinggul dan kaki
7) Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindaahkan
ke brankar
8) Atur posisi pasien, dan pasang pengaman
9) Lengkapi akhir protocol
BAB 18

MOBILISASI PASIEN

Anda mungkin juga menyukai