Anda di halaman 1dari 7

WAWANCARA MERUPAKAN TEKNIK JITU DALAM AUDIT INVESTIGATIF

Oleh: Muhammad Fuat

Abstraksi

Wawancara untuk mengumpulkan informasi dengan cara netral dan tidak menuduh
dilakukan oleh auditor investigatif yang mempunyai karakteristik telah , dengan
tujuan meyakinkan bukti-bukti audit yang telah diperoleh sebelumnya untuk
digunakan membuktikan adanya kasus/penyimpangan dan sebagai dasar
penyusunan Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI).

I. PENDAHULUAN

Auditor investigatif selalu melakukan wawancara dalam melakukan auditnya,


hal ini dikarenakan auditor memerlukan informasi yang cukup sebelum membuat
suatu simpulan auditnya. Sering dinyatakan bahwa informasi merupakan nafas dan
darahnya audit investigatif, sehingga auditor harus mempertimbangkan segala
kemungkinan untuk memperoleh informasi karena wawancara memegang peranan
yang sangat penting dalam audit investigatif. Auditor investigatif sebelum melakukan
wawancara dengan yang diduga terlibat, harus menguasai dengan baik semua fakta
yang terkumpul dan dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
Wawancara harus dimulai dengan pihak-pihak (orang) yang diduga paling
kecil/jauh jadi pelaku atau ikut serta dalam tindak pidana korupsi, dilanjutkan dengan
pihak-pihak (orang) yang diduga kuat mempunyai kaitan dengan yang diduga
terlibat dan terakhir wawancara dengan pelaku tindak pidana korupsi/yang diduga
terlibat (suspect). Hal itu dilakukan karena apabila yang pertama kali diwawancarai
pihak (orang) diduga terlibat atau pelaku tindak pidana korupsi, maka orang tersebut
akan segera mengetahui fakta apa yang belum dimiliki oleh auditor investigatif,
sebaliknya pihak/orang yang tidak diduga menjadi pelaku akan memberikan fakta-
fakta penting termasuk motif dan peluang terjadinya tindak pidana korupsi,
sedangkan penjelasan tersebut seharusnya diperoleh dari pihak/orang yang diduga
terlibat.
Dalam auditnya kemungkinan auditor belum memperoleh bukti yang kuat
terhadap pihak yang diduga terlibat atau hanya diperoleh seperti bukti petunjuk,
namun melalui wawancara auditor investigatif akan mempunyai bukti yang kuat
berupa hasil wawancara dan dituangkan dalam Berita Acara Permintaan Keterangan

1
(BAPK) atau Berita Acara Klarifikasi yang dapat mendukung bukti-bukti audit
investigatif yang lain. Wawancara dalam audit investigatif bukan merupakan
pembicaraan biasa tetapi mempunyai bentuk tersendiri , terstruktur dan memiliki
tujuan yang jelas yaitu untuk meyakinkan bukti audit yang telah diperoleh menjadi
lebih kompeten. Pada akhirnya bukti yang sudah diperoleh dapat digunakan sebagai
dasar yang layak untuk mrnyusun Laporan Hail Audit Investigasi (LHAI).

II. PEMBAHASAN

1. Wawancara

Wawancara bersifat netral dan tidak menuduh, dengan tujuan


mengumpulkan informasi (Tuanakotta:2007). Auditor Investigatif selama
melakukan wawancara harus mengumpulkan informasi yang penting bagi
investigasinya dan informasi mengenai perilaku dari orang yang diwawancarai
(behavioral information), seperti: perilaku orang yang diwawancarai pada waktu
menjawab pertanyaan, bagaimana cara duduknya, kontak mata dengan yang
mewawancarai, ekspresi wajahnya, cara memberikan jawaban, pilihan kata
atau kalimat, hal itu semua dapat memberi petunjuk apakah orang yang
diwawancarai jujur atau tidak. Pada akhirnya pewawancara harus menilai
kredibilitas dari jawaban yang diberikan oleh orang yang diwawancarai melalui
evaluasi atas sikapnya selama wawancara, seiring dengan penilaian atas
substansi informasi yang diberikan. Pada umumnya wawancara yang dilakukan
oleh auditor investigatif apabila bukti-bukti sudah terkumpul, namun kadang-
kadang wawancara sudah dimulai pada saat gambaran kasar tentang suatu
kasus sudah dimiliki dengan asumsi bahwa wawancara adalah untuk
mengumpulkan/menambah informasi.
Seringkali wawancara disinonimkan dengan interogasi, tetapi sebetulnya
sangat berbeda karena interogasi bersifat menuduh, dilakukan dengan
persuasi yang aktif, dengan tujuan untuk mengetahui yang sebenarnya.
(Tuanako tta:2007). Tetapi dalam audit investigasf lebih cenderung
menggunakan wawancara dalam mengumpulkan informasi dan meyakinkan
bukti-bukti audit. Dalam wawancara terdapat tiga tingkat atau saluran yang
digunakan untuk komunikasi yaitu:
2
a. Verbal channel adalah ucapan atau perkataan yang keluar dari mulut
orang yang diwawancarai, pilihan kata dan susunan kata-kata yang
dipergunakan untuk mengirimkan pesan. Dalam metode ini dinyatakan
bahwa orang yang berbohong akan cemas, karena takut kebohongannya
terungkap (Verbal Behavior).
b. Paralinguistic channel adalah ciri-ciri percakapan diluar apa yang
diucapkan oleh orang yang diwawancarai, maksudnya adalah ucapan
yang makna sesungguhnya berbeda dari apa yang keluar dari mulutnya
(Paralinguistic Behavior).
c. Non verbal channel adalah merupakan sikap tubuh, gerak tangan dan
mimik wajah orang yang diwawancarai, jadi setiap ucapan selalu
diperkuat dan dimodifikasi dengan gerak tubuh/bahasa tubuh (Nonverbal
Behavior).
Ketiga saluran atau metode tersebut semuanya digunakan untuk
mengetahui adanya kebohongan. (Tuanakotta:2007).

Untuk keberhasilan dalam wawancara persiapan yang harus dilakukan


oleh auditor investigatif adalah: (BPKP:2007)
a. Auditor investigatif harus mempelajari berkas kasus/permasalahan dan
dokumen untukmemastikan adanya informasi penting yang belum
diperoleh
b. Menetapkan tujuan informasi yang akan digali dalam wawancara
c. Mempelajari informasi apa yang dapat diperoleh dari calaon responden
yang akan diwawancarai
d. Mempersiapkan catatan yang berisi poin-poin yang akan ditanyakan agar
informasi yang digali tidak terlewatkan
e. Mempersiapkan tempat untuk wawancara

Pihak-pihak yang diwawancarai dalam audit investigatif adalah:


(BPKP:2007)
a. Saksi pihak ketiga yang netral (Neutral Third-Party Witness)
b. Saksi yang dapat membenarkan (Corroboraative Witness)
c. Pihak yang diduga ikut terlibat (Co-Conspirators)
d. Pihak yang diduga melakukan penyimpangan (Subject/Target)
3
Sebagai contoh misalnya Auditor Investigatif akan melakukan wawancara
dengan pihak yang diduga terlibat/target yaitu Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) untuk kegiatan pengadaan barang dan jasa suatu instansi pemerintah.
Berdasarkan data-data yang sudah tersedia, auditor pertama kali akan
menanyakan kepada pihak yang netral, misalnya Bagian Kepegawaian yang
tidak ada sangkut paut dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut.
Wawancara dengan Bagian Kepegawaian akan ditanyakan riwayat pekerjaan
PPK, sanksi yang pernah diberikan ataupun penghargaan yang pernah
diberikan, jadi auditor sudah memperoleh riwayat pekerjaan yang dapat
digunakan untuk wawancara ketahap berikutnya.
Setelah diperoleh data dari pihak yang netral tahap berikutnya adalah
wawancara dengan saksi yang dapat membenarkan, misalnya ditanyakan
kepada atasan langsungnya atau bekas atasan langsungnya yang mengetahui
betul menganai PPK tersebut, sehingga auditor akan memperoleh informasi
tentang PPK tersebut apakah pernah kena sanksi kepegawaian atau belum,
ataupun pernah berbuat curang..
Selanjutnya wawancara dilanjutkan kepada pihak yang ikut terlibat misalnya
auditor mewawancarai rekanan yang memasok barang-barang tersebut,
sangat mengetahui bahwa barang yang diserahkan kualitasnya rendah, tetapi
dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) barang dinyatakan sesuai dengan
spesifilasinya. Jadi auditor berdasarkan bukti yang sebelumnya sudah dimiliki
dapat membuat simpulan sementara, bahwa telah terjadi penyimpangan
kualitas dan rekanan tersebut nantinya juga akan dijadikan pihak yang ikut
bertanggung jawab.
Tahap terakhir dari wawancara adalah mewawancarai subyek/target atau
kadang juga disebut dengan suspect yaitu PPK, untuk meyakinkan auditor
investigatif bahwa pengadaan barang telah terjadi penyimpangan kualitas
sehingga mengakibatkan kerugian negara, Dari hasil wawancara tersebut dan
disertai bukti-bukti yang sudah diperoleh sebelumya misalnya kontrak, hasil
pemerilsaan fisik, maka auditor dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi
penyimpangan kualitas dan merugikan keuangan negara serta PPK tersebut
dapat dinyatak pihak yang diduga bertanggung jawab.

4
2. Wawancara Dalam Audit Investigatif

Audit investigatif dilakukan apabila sudah terdapat indikasi adanya unsur


melawan hukum dan adanya indikasi kerugian keuangan negara yang
biasanya dilakukan dengan telaah 5W dan 1H. Setelah dilakukan telaah baru
dimulai dengan audit investigatif dengan tujuan untuk mengumpulkan bukti-
bukti/informasi dalam rangka pembuktian atas kasus yang terjadi. Informasi
harus sebanyak-banyaknya dikumpulkan, karena informasi merupakan nafas
dan darahnya audit investigatif. Informasi tersebut diperoleh melalui
pengumpulan bukti-bukti seperti: Pemeriksaan Fisik, Dokumen, Konfirmasi,
Prosedur Analitis, Penghitungan Ulang. Observasi maupun Tanya Jawab.
Semua bukti-bukti tersebut biasanya dikumpulkan dulu sebelum dilakukan
wawancara. Karena kalau bukti-bukti tersebut belum lengkap auditor
investigatif belum mempunyai bekal, fakta atau informasi yang banyak
mengenai permasalahan/kasus tersebut sehingga sulit untuk dilanjutkan
dengan wawancara. Setelah auditor investigatif mengetahui banyak fakta dan
informasi melalui bukti-bukti yang telah diperoleh, maka tahap berikutnya
adalah wawancara dalam rangka meyakinkan bukti-bukti yang telah diperoleh
betul-betul bukti audit yang kompeten dan bisa digunakan sebagai dasar
penyusunan Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI). Wawancara biasanya
dilakukan untuk memverifikasi bukti-bukti audit yang sudah diperoleh dalam
tahap sebelumnya., sehingga dapat dikatakan wawancara merupakan teknik
audit yang tepat/jitu untuk meyakinkan auditor dalam perolehan bukti audit
investigatif.
Untuk memperoleh hasil wawancara yang memadai, maka wawancara
seharusnya dilakukan oleh auditor investigatif yang mempunyai karakteristik
berikut (BPKP:2007) yaitu:
a. Orang yang mudah bergaul, berbakat dalam berinteraksi
b. Ingin membuat orang lain ingin berbagi informasi
c. Pewawancara tidak akan mengiterupsi responden dengan pertanyaan
yang tidak penting
d. Dapat menyusun pertanyaan yang spesifik yang bisa membuat
responden secara sukarela memberikan informasi

5
e. Menunjukkan keseriusan dan perhatian atas jawaban yang diberikan
responden
f. Cara mengajukan pertanyaan tidak dengan sikap yang menyalahkan
g. Pewawancara harus tepat waktu, berpakaian rapi dan bersikap fair dalam
berinteraksi dengan responden.
Namun dalam kenyataan sering wawancara dilakukan oleh auditor yang
tidak mempunyai karakteristik seperti tersebut diatas, sehingga hasil
wawancaraya kurang berhasil atau justru tidak berhasil, yang mengakibatkan
hasil audit investigasinya kurang meyakinkan. Hal itu banyak disebabkan
kurangnya auditor investigatif yang tersedia di instansi tersebut. Selain kriteria
tersebut diatas auditor investigatif dalam melaksanakan auditnya harus selalu
dilandasi dengan sikap mental dan independensi serta integritas yang tinggi
untuk menghindarkan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh auditor,
misalnya adanya penyuapan.

III. SIMPULAN DAN SARAN


1. Simpulan
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan sebagai berikut:
a. Wawancara dilakukan dengan cara netral dan tidak menuduh
b. Informasi merupakan darah dan nafasnya audit investigatif
c. Pewawancara dalam audit investigatif dilakukan oleh auditor yang memenuhi
kriteria tertentu
d. Wawancara dilakukan untuk meyakinkan bukti-bukti audit yang diperoleh
sebelumnya dalam pembuktian suatu kasus, yang hasilnya dituangkan dalam
LHAI

2. Saran
Disarankan kepada para auditor investigatif, yang melakukan wawancara
sebaiknya mempunyai kriteria yang telah ditetapkan dan selalu meningkatkan
diri dalam teknik wawancara, karena wawancara merupakan teknik audit
investigatif yang penting dan jitu untuk meningkatkan keyakinan bukti audit
investigatif.

6
Daftar Pustaka:
Tuanakotta, Theodorus M, Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007

BPKP, Modul Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Auditor Investigatif,


Teknik Wawancara, 2007

Anda mungkin juga menyukai