Anda di halaman 1dari 11

Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH)

- Anggi Rifni Hanita (0806465610) - Tricia Angel

Sejarah JDIH
Keberadaan JDIH untuk pertama kali dikemukakan dalam Seminar Hukum Nasional ke III di Surabaya pada tahun 1974. Rekomendasi yang isinya :Perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun suatu Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi (SJDI) Hukum, agar dapat secepatnya berfungsi

Respon dari rekomendasi lokakarya-lokakarya di Jakarta (tahun 1975), di Malang (tahun 1977) dan di Pontianak (tahun 1977) yang diprakarsai oleh BPHN

Dasar Hukum JDIH


Keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres) Nomor 91 Tahun 1999 (91/1999). Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum adalah suatu sistem pendayagunaan bersama peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi hukum lainnya secara tertib, terpadu dan berkesinambungan, serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara mudah, cepat, dan akurat. (pasal 1)

Pusat dan Anggota Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional


Dalam sebuah lokakarya di Jakarta tahun 1978 Badan Pembinaan Hukum Nasional disepakati sebagai Pusat Jaringan berskala nasional.
Anggotanya Biro-biro hukum Departemen, LPND, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara (saat ini tidak ada lagi sebutan Lembaga Tertinggi), Pemerintah Daerah Tingkat I (berdasarkan UU 22/1999) kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi oleh UU 32/2004 menjadi Pemerintah Provinsi.

Landasan kerja pelaksanaan dan pengelolaan JDIH (1)


Organisasi dan Metoda: Tersedianya unit organisasi atau unit kerja yang mewadahi secara khusus tugas dan fungsi dokumentasi dan informasi hukum dengan berpedoman pada modul-modul kerja yang sudah dibaku-seragamkan untuk setiap jenis kegiatan pengelolaan JDIH Personalia dan Diklat: Tersedianya personil yang menangani secara khusus kegiatan JDIH dan mengikuti bimbingan teknis pengelolaan JDIH secara manual maupun otomasi.

Koleksi dan Teknis : Memiliki koleksi bahan dokumentasi hukum berupa peraturan perundang-undangan dan nonperaturan yang telah diolah menggunakan sistem temu kembali guna menyajikan layanan informasi hukum. Sarana dan Prasarana : Tersedianya ruangan yang memadai untuk ruang baca, ruang kerja dan ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan prasarana yang cukup berupa furniture, mesin foto copy, telepon, faximili, komputer dll. Mekanisme dan Otomasi : Terciptanya tata kerja dan alur kerja yang tertib dalam setiap jenis kegiatan dan melakukan otomasi dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi sehingga tercapai efisiensi dan efektifitas kerja yang tinggi

(2)

Kinerja Pusat Jaringan dalam Pelaksanaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (1)
Pembelian buku-buku hukum dan bahan dokumentasi hukum lainnya (majalah, koran, dsb) Penerbitan hasil kegiatan BPHN (penelitian hukum, kajian hukum, analisa dan evaluasi, harmonisasi peraturan perundang-undangan)

Pembuatan database undangan versi CD-ROM

peraturan

perundang-

(2)
Pembangunan database versi CD-ROM peraturan perundang-undangan tertentu Kerjasama pembangunan database versi CDROM peraturan produk hukum daerah BPHN sebagai pusat jaringan mengembangkan fasilitas pelayanan informasi hukum melalui internet yang dapat diakses oleh masyarakat luas.

Kendala-kendala (1)
Kuantitas kegiatan memasyarakatkan jaringan dokumentasi dan informasi masih kurang Perhatian dari berbagai kalangan khususnya pengambil kebijakan terhadapa jaringan dokumentasi dan informasi hukum belum maksimal

Tenaga yang mengembangkan dokumentasi dan informasi hukum masih sangat kurang baik dari segi kualitas dan kuantitas

(2)
Sarana, prasarana dan dana dalam mendukung kegiatan jaringan dokumentasi dan informasi hukum masih sangat kurang Pengetahuan atau kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya bahan dokumentasi dan informasi hukum masih sangat kurang Koordinasi antar instansi dalam memanfaatkan sumber daya dokumentasi dan informasi hukum belum menampakkan kekuatan yang sinergis.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai