Anda di halaman 1dari 7

KLIPPING

TENTANG AKHLAK TERCELA

OLEH :

NAMA : NUR AINA OKTAVIANI


KELAS :VA
SEKOLAH : MIN 7 BONE
A. Pengertian Akhlak Tercela
Definisi akhlak menurut Imam AI-Ghazali adalah: Ungkapan tentang sikap jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak memerlukan pertimbangan atau
pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khalaqa-yahluqu, artinya menciptakan,
dari akar kata ini pula ada kata makhluk (yang diciptakan) dan kata khalik (pencipta), maka
akhlak berarti segala sikap dan tingkah laku manusia yang datang dari pencipta (Allah swt).
Sedangkan moral berasal dari maros (bahasa latin) yang berarti adat kebiasaan, disinilah
terlihat berbeda antara moral dengan akhlak, moral berbentuk adat kebiasaan ciptaan
manusia, sedangkan akhlak berbentuk aturan yang mutlak dan pasti yang datang dari Allah
swt. Kenyataannya setiap orang yang bermoral belum tentu berakhlak, akan tetapi orang yang
berakhlak sudah pasti bermoral. Dan Rasulullah saw di utus untuk menyempurnakan akhlak
manusia sebagaimana sabdanya dalam hadist dari Abu Khurairah, “Sesungguhnya aku diutus
Allah semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak manusia.”
Dengan demikian, akhlak (perilaku) tercela adalah semua sikap dan perbuatan yang
dilarang oleh Allah, karena akan mendatangkan kerugian baik bagi pelakunya ataupun orang
lain. 

B. Ruang Lingkup Aklaq Tercela


Akhlaq tercela mencakup dua hal yang darinya suatu perilaku dapat dinilai buruk,
yaitu:
a. Hal-hal yang berhubungan dengan ucapan atau perkataan yang buruk.
b. Hal-hal yang behubungan perbuatan yang buruk.

C. Macam-Macam Akhlak Tercela


 Sifat Pesimis
Sikap Pesimis atau  (tathayyur) adalah adalah suatu sikap yang menganggap bahwa
segala sesuatu itu pada dasarnya adalah buruk, jelek, jahat atau negatif. Orang yang yang
pesimis biasanya mempunyai pemikiran bahwa dalam hidupnya penuh kebimbangan,
keraguan, tidak yakin akan kemampuan dirinya sendiri, kepercayaan diri yang  mudah goyah
serta mudah berputus asa apablai menemui kegagalan atau kesulitan.
Orang yang pesimis akan selalu mencari berbagai alasan dengan cara menyalahkan
keadaan dan orang lain sebagai dalih pembenaran untuk melindungi dirinya sendiri. Orang
yang pesimis lebih mempercayai bahwa kesuksesan itu hanya karena keberuntungan, nasib
atau karena kebetulan.
Sikap pesimis adalah sikap yang dilarang atau tidak diperkenankan dalam ajaran islam
dan haram hukumnya. Hal ini berdasarkan dalil hadits Nabi.
Al-Bazzar dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau
bersabda: "Bukan dari golongan kami orang-orang yang bersikap pesimis dan melempar
dengan kerikil adalah salah satu perbuatan menyembah kepada selain Allah".
Orang Arab pada zaman jahiliyah, jika mendengar suara burung gagak, burung hantu
atau melihat burung lewat dari arah kanan ke arah kiri, maka mereka bersikap pesimis,
sehingga terhalang oleh kepercayaannya itu untuk melaksanakan pekerjaan apa saja dalam
hidupnya. Sebab, menurut kepercayaan mereka, jika mereka mengerjakannya akan mendapat
kesialan. Maka Rasulullah saw. melarang dan mengabarkan bahwa hal tersebut tidak
memberikan pengaruh apa-apa dalam hal manfaat atau menolak bahaya. Tetapi Allah-lah
yang mengatur semuanya itu.
Ibnu Adiy meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Jika kamu melihat alamat (gejala) kesialan, janganlah pesimis, kerjakan apa yang hendak
kalian kerjakan dan kepada Allahlah kalian bertawakkal/menggantungkan diri".
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Barang siapa tampak kepadanya sesuatu yang dianggap bakal mendatangkan sial
(umpamanya dengan melihat burung terbang dari arah kanan ke kiri) maka hendaklah
membaca: 'Allahumma la Thaira illa Thairuk, wa la Khaira illa Khairuk'. (Ya Allah tidak
ada kesialan kecuali yang telah Engkau tentukan, dan tidak ada kebaikan melainkan yang
datang daripada-Mu).
Ikrimah berkata: "Ketika kamu sedang duduk-duduk bersama Ibnu 'Abbas ra.,
lewatlah burung sambil bersuara, maka salah seorang dari yang melihat berkata, "Khair,
khair" (Baik, baik). Maka Ibnu 'abbas berkata, "Tidak baik dan tidak jahat".
Nash-nash ini, semuanya menerangkan kepada kita bahwa bersikap pesimis dengan
suatu tempat, waktu atau dengan binatang adalah bukan dari ajaran Islam. Bersikap pesimis
dengan burung atau apa saja adalah haram dalam syari'ahnya.
Yang menentukan baik buruknya adalah Allah Ta'ala semata. Maka, seorang Muslim
hendaknya terus melakukan pekerjaan dan bertawakkal kepada Allah dalam menuju apa yang
ditujukan tanpa terhambat oleh perasaan pesimis dengan hanya karena melihat burung
terbang, atau mendengar suara burung hantu atau gagak !!!

 Sifat Bergantung
Salah satu bukti tingginya TAUHID seseorang adalah bergantung pada Allah dan
tidak bergantung pada mahluk.
Maksudnya bagaimana ya?
Jadi begini, kita berusaha semaksimal mungkin mengurangi ketergantungan dan butuh
kepada mahluk/manusia, berusaha melakukannya dengan usaha sendiri.
Kemudian hati sangat bergantung kepada Allah, selalu berdoa di manapun dan
kapanpun, ketika ia berusaha dengan tanganya sendiri.
Karena Allah Maha Kaya dan kita sangat butuh Allah.
Allah Ta’ala berfirman, “ Hai manusia, kamulah yang sangat butuh kepada Allah;
dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji .” (QS.
Fathir: 15)
Jadi sebisa mungkin kita berusaha dengan tangan sendiri, bekerja dan berupaya dan
mengurangi ketergantungan kepada mahluk. Misalnya:
 Berusaha mencari nafkah sendiri
 Berusaha memenuhi kebutuhan sendiri yang ia mampu
 Berusaha agar mandiri

Intinya adalah mengurangi ketergangtungan pada mahluk dengan MEMINTA


BANTUAN/MINTA TOLONG kepada makhluk, karena ia selalu berusaha sendiri.
Dengan mengurangi ketergantungan ini dan mengurangi “sering minta tolong” maka
kedudukannya akan menjadi mulia di masyarakat dan hati lebih tenang.
Ini yang dicontohkan dalam hadits, bahwa keluar mencari kayu bakar dan
memikulnya, lebih baik daripada meminta-minta.
Nabi Dawud seorang raja, tetap berusaha mencari nafkah dengan usaha sendiri.
Catatan: BUKAN maksudnya serba memenuhi kebutuhan sendiri total:
 Jika butuh tukang bangunan maka ia pekerjakan dan dibayar
 Anak yang butuh dibiayai orang tua, maka ini wajar saja
 Murid yang butuh ilmu gurunya, ini wajar
 Kemudian ia bergantung kepada Allah ketika berusaha dengan usaha sendiri, selalu
berdoa dan mengingat Allah dan tawakkal:
1. Berusaha menempuh sebab. Misalnya: ingin pintar rajin belajar, membuka bisnis
2. Menyerahkan hasil akhir kepada Allah setelah berusaha. Apapun hasilnya baik atau
buruk menurut penilaiannya, itu adalah takdir terbaik baginya dan hatinya bahagia
menerima takdir tersebut.
Karena manusia tahu apa yang ia inginkan tetapi Allah tahu yang terbaik bagi hamba-
Nya. Jangan sampai kita ingkar, berpaling dan tidak butuh kepada Allah.
Allah berfirman,“ Lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak memerlukan
(mereka). Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji .” (QS. At Taghobun: 6)
Dalam surat Al-Fatihah, hanya kepada Allah kita memohon pertolongan “Hanya
Engkaulah yang kami Menyembah dan memohon pertolongan”
Semoga kita bisa menjadi hamba yang bertauhid tinggi dan masuk surga tanpa hisab
dan adzab, amin.

 Sifat Serakah
Serakah ialah suatu keadaan jiwa yang membuat manusia tidak puas dengan apa
yang dimilikinya dan berusaha ingin memiliki yang lebih banyak lagi. Keserakahan ini tidak
hanya pada pemilikan harta, tetapi juga terhadap makanan, minuman, kegiatan seksual, dan
sebagainya.
Ini termasuk penyakit hati yang tercela dan tidak sehat, karena hati orang serakah
tidak pernah tenang, puas, dan selalu merasa kekurangan. Karena itu, bisa terdorong berbuat
buruk, misalnya menipu, mencuri, manipulasi, korupsi, dan sebagainya, untuk memenuhi
nafsu serakahnya terhadap harta dan kedudukan. Itulah sebabnya Rasulullah Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam mengingatkan bahaya sifat serakah: “Barangsiapa menjadikan akhirat
sebagai tujuannya, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya. Segala
keperluannya akan Allah kumpulkan dan keperluan dunia akan datang. Barangsiapa
menjadikan (motivasi) dunia sebagai cita-citanya Allah akan menjadikan kefakiran di
hadapan matanya dan akan menjadikan kacau segala urusannya. Sedangkan dunia (yang
dicarinya sungguh-sungguh) tak ada yang datang menghampirinya melainkan sesuai dengan
apa yang ditakdirkan oleh Allah atas dirinya, pada sore dan pagi harinya dia selalu dalam
kefakiran.” (H.R. Tirmizi).
Rasulullah juga mengingatkan:
1. “Setiap anak Adam akan mengalami masa tua, kecuali dua hal, yaitu kerakusan terhadap
harta benda dan panjangnya umur.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
2. “Seandainya seorang anak Adam telah memiliki dua lembah, maka dia akan mencari
lembah yang ketiga, dan perutnya tidak akan merasa puas sampai dimasukkan ke dalam
tanah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sabda Rasulullah itu menjelaskan bahwa nafsu untuk menumpuk harta dan mencapai
kedudukan yang setinggi-tingginya dalam kehidupan dunia itu sebenarnya manusiawi dan
dapat menjadi motivasi untuk meraih kemajuan dalam kehidupan dunia, seperti kekayaan,
kedudukan, dan ilmu pengetahuan, tetapi nafsu itu harus dikontrol agar tidak menimbulkan
ekses negatif, yaitu mencari kekayaan dan kedudukan dengan cara yang tidak benar, seperti
sogok-menyogok dan sebagainya. Tetapi, kalau mencari harta dan kedudukan yang setinggi-
tingginya sekalipun dengan cara yang benar, tentu saja boleh.
Lawan dari serakah ialah merasa cukup (kanaah). Hal ini dapat membuat orang
mengendalikan keinginan-keinginan yang tidak baik dan merasa cukup dengan mempunyai
harta yang dimiliki. Orang yang berbuat kebajikan itu selalu hidup terhormat, terpandang,
dan merdeka; ia kebal terhadap penyakit yang ditimbulkan kelimpahan harta di dunia serta
hukuman di akhirat.
Penyakit serakah itu dapat disembuhkan dengan merenungkan keburukan dan akibat-
akibatnya yang merugikan, dan menyadari bahwa serakah merupakan perangai hewan yang
tidak mengenal batas dan kepuasan, serta menggunakan segala cara, termasuk yang haram
sekalipun, dalam memenuhi tuntutan nafsu serakahnya.

 Sifat Putus Asa


Sering kali ada orang memberi saran, " Semangat! Jangan putus asa!" Atau dengan
kalimat lain seperti, " Pasti bisa! Jangan menyerah!"
Kalimat-kalimat di atas sebenarnya merupakan sugesti agar kita tidak menjadi lemah
menghadapi berbagai persoalan. Artinya, jangan sampai kita menjadi putus asa dan
menyerah.
Saran demikian juga kerap kita dapatkan dari para ustaz. Kita diharuskan untuk tidak
berputus asa dalam segala hal, terutama soal agama.
Lantas, bagaimana sebenarnya ajaran Islam  memandang putus asa?
Dikutip dari laman Islami.co, dalam bahasa Arab putus asa dikenal dengan istilah al
ya's. Di dalam Alquran, al ya's memiliki dua makna yaitu al qunuth atau frustasi.
Hal ini seperti tercantum dalam Surat Yusuf ayat 87. "Hai anak-anakku, pergilah
kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir."
Sedangkan makna ke dua dari al ya's adalah mengetahui. Ini seperti dijelaskan dalam
Surat Ar Ra'd ayat 31. "Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu
gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-
orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala
urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu
mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah
memberi petunjuk kepada manusia semuanya."
Sementara terkait hukum berputus asa, Ahmad Abduh 'Iwad dalam kitab La Tayasu
min Ruhillah dengan mengutip pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani, menjelaskan putus asa
termasuk dalam dosa besar. Dasarnya adalah Surat Yusuf di atas.
Ibnu Hajar menyinggung hal ini mengingat adanya ancaman begitu pedih bagi orang
yang berputus asa. Sebab putus asa dapat mengarahkan manusia ke dalam kebiasaan-
kebiasaan buruk.
Pendapat ini diperkuat dengan pandangan Imam Al Qurthubi dalam kitab tafsir Al
Jami' li Ahkamil Qur'an. Dalam kitab tersebut, Imam Al Qurthubi menerangkan seorang
Muslim selalu mengharapkan jalan keluar atas segala masalahnya dari Allah dan tidak pernah
berputus asa.

Anda mungkin juga menyukai