Anda di halaman 1dari 3

Orang kalang atau biasa juga disebut “Wong Kalang” merupakan salah satu suku yang mendiami Pulau

Jawa.

Istilah "kalang" pertama ditemukan dalam prasasti Kuburan Candi di Desa Tegalsari, Kawedanan
Tegalharjo, Kabupaten Magelang, yang berangka tahun 753 Saka (831 Masehi).

Diduga, suku ini telah ada sejak Jawa belum mengenal agama Hindu.

Tapi ada pendapat lain yang menyebut wong kalang berasal dari bangsa khmer atau Kamboja yang
melarikan diri ke pulau Jawa pada abad ke 8 Masehi.

Mitologi wong kalangan berasal dari khmer karena ada penyebutan nama untuk orang kuat di negeri
tersebut diterjemahkan sebagai manusia k'lang.

Saat kerajaan masa Mataram kuno, Orang-orang suku kalang ini diduga dipekerjakan sebagai pembuat
candi prambadan, borobudur dan lainnya.

Kepiawaian wong kalang sebagai maestro pembuat candi sudah tidak diragukan lagi. Selain kekuatan
fisik dan mistisnya, wong kalang di kenal sebagai suku yang tekun dn ulet.

Di Masa Majapahit, Suku Kalang atau biasa disebut Wong Kalang, diberdayakan untuk membangun
candi-candi besar, khususnya candi yang dianggap punya nilai spiritual tinggi.

Ini karena wong Kalang bekerja tanpa bersuara yang dianggap sebagai tapa mbisu. Bertapa tanpa
mengeluarkan suara mirip orang bisu.

Selain itu lewat kemampun khusus yang cenderung mistis, wong Kalang mampu memindahkan batu-
batu besar secara ajaib.

Mereka mengangkat batu gunung seringan mengangkat pohon pisang walau tetap dilakukan secara
beramai-ramai.

Meski jumlahnya tak begitu banyak, mereka dianggap sakti dan lebih linuwih dari yang lain, dikumpulkan
secara tersendiri.

Kelompok ini kemudian dijadikan pasukan khusus urusan perang gaib alias perang klenik.

Dalam penyerangan Majapahit ke Kalimantan, kelompok Suku Kalang di libatkan sepenuhnya untuk
menghadapi pasukan kerajaan nan sarunai yang memang cukup tangguh dalam urusan ilmu gaib.

Kemenangan Majapahit atas Kalimantan tersebut membuat Empu Nala membalas jasa-jasa orang
Kalang yang terlibat dengan mengangkatnya sebagai perwira-perwira khusus.

Namun perilaku yang cenderung aneh dan liar membuat Majapahit kemudian mencopot kembali
jabatan-jabatan tersebut dan mengembalikan Suku Kalang tetap sebagai pasukan cadangan.
Mereka tetap tidak memegang komando tapi dikomandoi. Suku Kalang dianggap sulit diangkat kastanya
sebagai Kesatria dalam Tri Wangsa ( Brahmana, Kesatria, Tri Wangsa). Tentangan paling keras di lakukan
oleh Kaum Brahmana karena tindak tanduk Suku Kalang yang bahkan dianggap masih kalah beradab
dibanding kaum sudrasudra adalah kasta dari golongan hamba sahaya dan para budak.

Sisa-sisa mistisisasi suku Kalang masih terasa hingga jaman mulai modern. Gubernur Raffles 1811-1816)
yang punya ketertarikan mendalam terhadap seni dan kebudayaan Indonesia pernah membuat catatan
tentang ritual-ritual mereka, diantaranya :

Wuku ang’gara yakni ritual yang dilaksanakan pada hari Kliwon kelima.

ritual wuku galingan yang dinyatakan sebagai hari suci menghentikan semua pekerjaan apapun.

serta ritual wuku gumreg sebagai perwujudan rasa syukur.

Ada juga ritual kalang obong dimana mereka membakar jasad orang tua atau kerabat yang meninggal
lewat perantaraan boneka kayu.

Mitosnya, saat boneka tersebut dibakar, bersamaan dengan itu jenasah yang dituju ikut pula terbakar.

Dalam acara ini, diadakan sebuah selamatan yang disebut surtanah pada hari pertama meninggal. Pada
acara ini, biasanya pakaian milik almarhum dibakar.

Selamatan kemudian kembali diadakan pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan
terakhir keseribu. Acara selamatan yang terakhir itu juga biasa disebut entas-entas. Pada tahun 2018,
ritual unik Orang Kalang ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Setalah masa Hindu lewat, Islam yang tak mengenal kasta berjaya di nusantara,

Suku Kalang dimasa Sultan Agung justru dicari dimanapun berada dan dikumpulkan menjadi satu di Jawa
Tengah.

Mereka dibuatkan semacam camp besar dengan penjagaan ketat. Ini akhirnya memunculkan pendapat
baru tentang nama Kalang. Dalam bahasa Jawa, Kalang artinya di buatkan penghalang, lingkaran, ruang
atau halaman, dengan mengambil kata kerja " di kalangi " ( dilingkari ).

Untuk mengkoordinir masyarakat Kalang ditunjuk salah satu diantara mereka yang paling dihormati dan
diberi pangkat Tumenggung.

Lewat Tumenggung ini berbagai perintah kerja diberikan. Tugas mereka masih sama, hidup yakni kerja
kasar layaknya budak.

Menebang dan mengangkut kayu pohon, menjadi kuli panggul dan lain sebagainya.
Selain itu, dikumpulkannya orang kalang di dalam satu camp. kemungkinan juga untuk mengajari para
suku kalang ini hidup bermasyarakat dan tidak berpindah-pindah tempat tingal.

Serta ymengenalkan suku kalangan kepada ajaran agama Islam yang berkembang pesat pda saat itu.

Pada masa kemerdekaan orang kalang sudah membaur dengan suku Jawa lainnya dan tersebar di Jawa
Tengah dan jawa Timur.

Walaupun saat ini, mereka sudah banyak yang beragama Islam tapi mereka masih tetap melestarikan
kebudayaan dn tradisi kakek moyangnya.

Anda mungkin juga menyukai