Anda di halaman 1dari 3

Bumi Tak Seindah Dulu

Sangat memprihatinkan keadaan bumi saat ini, bencana seolah olah tak kunjung hilang
dari muka bumi. Berbagai macam bencana yang sering melanda bumi, dikarenakan ulah manusia
yang tidak bertanggung jawab, memelihara lingkungan alam. Bahkan makhluk yang lain turut
menjadi korbannya, hingga angka keberadaannya diambang kepunahan dan nyaris, ada juga
yang benar benar tidak ada lagi, di muka bumi. Apakah manusia termasuk makhluk yang serakah
dan mementingkan dirinya sendiri? jawabannya kembalikan pada diri sendiri, dan renungilah
kejadian ini. Layar laptop memperlihatkan betapa parahnya kondisi lingkungan alam, sangat
jelas terpampang di hadapanku, manusia yang melakukan ilegal logging, pencurian hewan
langka secara ilegal, perdagangan hewan ilegal, itu semua beberapa contoh dari kerusakan
lingkungan alam. Perlahan lahan air mataku mulai menetes, aku tak kuasa melihat sekelompok
orang, yang melakukan tindakan itu. Tiba tiba, ibu datang sambil membawa secangkir teh hangat
“Minum dulu tehnya, nak” kata ibuku. “Iya bu” beliau juga, turut melihat deretan videonya
“Entah sampai kapan, manusia melakukan semua itu, secepatnya kita harus melakukan
pencegahan” lanjut ibu yang kebetulan seorang aktivis lingkungan. “Iya bu, kalau tidak segera
ditangani akibatnya sangat fatal” jawabku khawatir.

Setelah melihat video tersebut, ibu bercerita tentang kondisi lingkungan alam desaku,
pada saat ibu masih muda “Kalau kamu tau sya, lingkungan desa kita, sekarang jauh berbeda
dengan dahulu, dulu itu setiap warga di sini sangat antusias menanam berbagai jenis tumbuhan di
depan rumahnya, sehingga desa kita menjadi sangat rindang dan sejuk, hutan desa dulunya,
menjadi habitat banyak rusa, tetapi sekarang warga justru memburunya dan akhirnya punah, dulu
ibu sering bermain dengan rusa rusa itu, semua warga sangat menyadari pentingnya menjaga
lingkungan alam, tetapi, seiring dengan kemajuan teknologi, warga justru berbuat seenaknya
pada lingkungan” jelas ibu.

“Ibu, berikan dukungan pada nasya dan generasi nasya, agar bisa terus menjaga
lingkungan” ucapku bersemangat “Mudah mudahan itu bisa tercapai, dan usaha ibu untuk
mensosialisasikan peduli lingkungan, bisa membuahkan hasil yang baik” kata ibu berharap
“Aamiin bu..”
Suatu hari, desaku kedatangan banyak orang orang berseragam proyek dan berbagai
macam alat berat, seketika aku kaget melihatnya, semua warga tampak antusias dan senang atas
kedatangan mereka, hal itu yang membuatku merasa bingung dan heran. Lalu, tanpa berpikir
panjang, aku segera menemui ibu di ruang kerjanya.
“Permisi, bu” ibu langsung menghentikan kegiatan menulisnya “Iya, nak ada apa?” tanya ibu.
“Ada hal, yang sangat penting bu” jawabku cemas. “Penting? memangnya ada apa, nak?” tanya
ibu penasaran “Ada sekelompok orang proyek, datang ke desa, mereka menuju ke hutan,
kelihatannya mereka ingin melakukan pembebasan lahan” jelasku. Ibu terdiam, lalu dia segera
meninggalkanku dan menelepon seseorang.
Selesai menelpon, ekspresi ibu terlihat marah dan kecewa sekali, tiba tiba ibu
menggebrak meja. Aku pun, langsung kaget dan penasaran “Ada apa bu? kok ibu terlihat marah
dan kecewa?” tanyaku “Ternyata, pak kades benar benar menyetujui pembangunan perusahaan
pengelola kayu jati, apakah beliau tidak sadar tindakannya yang gegabah itu, dia seenaknya saja
mengambil keputusan, tanpa meminta pendapat ibu” ucap ibu dengan emosi memuncak “Ibu,
lebih baik kita segera ke hutan dan menanyakan langsung hal ini pada pak kades” saranku pada
ibu. Emosi ibu kembali mereda, ibu pun menyetujuinya aku dan ibu bergegas, menuju hutan.

Ternyata di hutan desa, sangat ramai warga, para warga melihat proses pembebasan
lahan, bahkan, ada juga yang berjualan di sekitarnya, demi mendapatkan uang. Hal itu terjadi,
karena ada proyek besar di desa. Ibu langsung menemui pak kades, yang sedang berbincang
bincang dengan ajudannya. Emosi ibu tidak dapat tertahan lagi “Pak, apa yang anda lakukan
semua ini?” tanya ibu dengan lantang. Sampai samapai warga memperhatikan ibu. “Lho, anda
kok tiba tiba marah? saya tidak mengerti maksud anda” jawab pak kades yang terlihat tenang.
“Anda menyetujui proyek yang akan merugikan warga, dalam jangka waktu yang panjang,
apakah bapak tidak berpikir bahaya apa saja yang akan ditimbulkan?” ucap ibu kecewa. Pak
kades langsung membalas perkataan ibu “Saya kepala desa di sini, saya mengerti kebutuhan
warga saya, anda tidak bisa menentang kebijakan saya” jawab pak kades.

“Oh, begitu, saya tau semua, ini sebuah pencitraan kah? baiklah, saya tidak akan
berbicara panjang lebar, saya peringatkan, proyek ini tidak akan bisa berjalan lama! anda yang
menghancurkan, dan anda juga yang menanggung akibatnya, anda akan menyesal suatu saat
nanti” jelas ibu dengan tegas. Pak kades tersenyum sinis “Lihat! warga mendukung kebijakan
saya, dengan hadir di proyek ini, hahahaha..” jawab pak kades dengan angkuhnya. Ibu langsung
pergi, tanpa menghiraukannya. Akhirnya, ibu mengambil tindakan dengan usulan penghentian
proyek besar di desaku. Melalui instansi terkait lingkungan hidup. Tetapi apa daya, usaha yang
dilakukan ibu gagal. Ternyata alasannya adalah ingin ‘menyejahterakan’ rakyat melalui proyek
besar di desaku. Tak kenal lelah, demi memperjuangkan kelestarian alam, ibuku mencari bantuan
kesana kemari untuk menghentikan proyek itu, tetapi tetap saja tidak ada hasilnya karena
perbedaan pendapat. Ibuku pun, menyerah pada keadaan ini “Mengapa? karena alasan ingin
sejahtera, apakah mereka tidak sadar? bahwa lingkungannya akan hancur dan pasti, mereka akan
menjadi korbannya, alam akan menjadi musuh jika kita tidak memeliharanya dan alam akan
bersahabat, jika kita memeliharanya” kata ibuku hampir meneteskan air mata kesedihan karena
usahanya gagal. Aku, sebagai anaknya menenangkan ibuku.

“Ibu, nasya mohon, ibu jangan bersedih, mungkin kita tidak dapat menghentikan, tapi
kita bisa mendoakan mereka supaya diberi kesadaran bu” jawabku sambil menghapus air
matanya “Terima kasih nak, ternyata anak ibu mulai tumbuh menjadi dewasa, dan bijak”
mendengarnya aku tersenyum malu “Ah, ibu bisa saja, memuji nasya” Seiring berjalannya
waktu, desaku semakin tak terkendali, desaku tertimpa bencana akibat proyek besar
pembangunan perusahaan kayu jati itu. Warga desa, banyak yang mengeluhkan, kebijakan dari
pak kepala desa. Dan akhirnya, pak kepala desa diberhentikan dari jabatannya, karena
kebijakannya yang merugikan kehidupan rakyat.

Meskipun pak kepala desa, tidak lagi menjabat, tidak akan bisa mengubah keadaan
desaku, yang semakin lama akan mencapai puncak kehancuran. Pada suatu hari, hujan yang
sangat deras menerjang desaku, pohon pohon di desaku, tidak bisa menyerap
air hujan lagi, waduk desa juga sudah tidak dapat membendung, banyaknya air hujan. Sungai di
desaku akhirnya meluap, karena alirannya yang tersumbat oleh banyaknya sampah.

Air bah sungai desa, menghancurkan desaku. Aku dan ibu hanya bisa berpasrah,
mengahadapi ujian kehidupan ini, atas izin allah, aku dan ibu bisa selamat. Kami takut
kehilangan satu sama lain “Inilah, yang akan diterima bagi setiap orang, yang tidak peduli
dengan lingkungannya, ibu telah gagal memelihara lingkungan” ucap ibu dalam keadaan lemas.
Lalu aku dan ibu berpelukan, berharap akan ada kehidupan yang lebih indah, dengan lingkungan
alam yang masih terjaga keasriannya.

Anda mungkin juga menyukai