Anak Tunadaksa
Anak Tunadaksa
PENDAHULUAN
Oleh karena itu perlu adanya pegetahuan yang cukup kepada masyarakat
awam tentang bagaimanakah ketunadaksaan dalam segala aspek dalam kehidupan.
Seperti apakah ciri-ciri anak yang mengalami ketunadaksaan, apa sajakah
penyebabnya sehingga seminimal mungkin dapat dihindari dan bagaimanakah kita
dapat mengoptimalkan kemampuan dan potensi mereka tanpa melihat kekurangan
fisiknya. Di dalam makalah ini akan dibahas secara lebih detail.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat disimpulkan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari tunadaksa?
2. Bagaimanakah klasifikasi tunadaksa?
3. Apakah penyebab dari tunadaksa ?
4. Bagaimanakah karakteristik anak dengan ketunadaksaan?
5. Bagaimanakah implikasi pendidikan bagi tunadaksa?
6. Bagaimanakah model pelayanan pendidikan bagi tunadaksa?
7. Bagaimanakah ketenagaan khusus, kurikulum dan administrasi bagi anak
tunadaksa ?
7.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari tunadaksa.
2. Untuk mengetahui klasifikasi tunadaksa.
3. Untuk mengetahui apa sajakah penyebab terjadinya ketunadaksaan.
4. Untuk mengetahui karakteristik anak dengan ketunadaksaan.
5. Untuk mengetahui implikasi pendididkan bagi anak tunadaksa.
6. Untuk mengetahui model pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa
7. Untuk mengetahui ketenagaan khusus, kurikulum dan administrasi bagi anak
tunadaksa
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tunadakasa berasal dari kata “ Tuna “ yang berarti rugi, kurang dan
“daksa“ berarti tubuh. Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh
tidak terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai
judul “Physical and Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan
kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan.
Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada
sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu
pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang
terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran,
menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita).
Senada dengan pengertian tunadaksa di atas, Sugiamin dan Muslim
dalam repository.usu.ac.id (2012) mengemukakan bahwa : “Istilah tunadaksa
merupakan istilah lain dari cacat tubuh atau tuna fisik, yaitu berbagai kelainan
bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh untuk
melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan.”
Sedangkan menurut Somantri dalam www. file.upi.edu /Direktori
/FIP, 2012 mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan tunadaksa adalah
suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan
3
atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas normal
individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri.
Dalam buku pedoman pendidikan inklusif yang dikeluarkan oleh
direktorat PLB (2004), definisi tunadaksa diartikan sebagai berikut : “anak
yang mengalami kelainan atau cacat menetap pada alat gerak (tulang, sendi,
otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus,
untuk mencapai kemampuan yang optimal.”
Sehingga dapat disimpulkan disimpulkan bahwa tunadaksa adalah
mereka yang mengalami kelainan dari segi fisik atau hilangnya salah satu
anggota tubuh atau memiliki kekakuan atau kelumpuhan dalam melakukan
gerakan baik tulang, otot dan atau persendian sehingga menghambat mereka
dalam beraktivitas.
4
a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
1. Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri
sedang kaki kanan dan kedua tangannya normal.
2. Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang
sama, misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan
kaki kiri.
5
3. Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
4. Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan
dan kiri (paraplegia)
1) Spastik
2) Athetoid
6
3) Ataxia
4) Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai
adanya gerakan-gerakan kecil dan terus menerus berlangsung
sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat
terjadi pada kepala, mata, tangkai dan bibir.
5) Rigid
Pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe
spastik, gerakannya tanpak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik
lebih tampak.
6) Tipe Campuran
Pada tipe ini seorang anak menunjukan dua jenis ataupun lebih gejala
tuna CP sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan
anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe kecacatan.
7
Jenis-jenis kelainan sistem otak dan rangka antara lain meliputi:
a. Poliomylitis
b. Muscle Dystrophy
C. PENYEBAB TUNADAKSA
8
1. Sebab-sebab Sebelum Lahir (Fase Prenatal)
Pada fase, kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan,
kerusakan disebabkan oleh:
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi
dilahirkan antra lain:
a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil
sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen
menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi,
akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
9
c. Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan
karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat
mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami
kelainan struktur ataupun fungsinya.
Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa
perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:
c. Anoxia/hipoxia.
10
Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu,
rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari llingkungan. Disamping
karakteristik tersebut terdapat beberapa problema penyerta bagi anak tunadaksa
antara lain:
Kelainan perkembangan/intelektual
Ganguan pendengaran.
Gangguan penglihatan.
Gangguan pesepsi
Gangguan emosi.
1. Karakteristik Akademik
11
dimulai dari stimulus merangsang alat maka diteruskan ke otak oleh saraf
sensoris, kemudian ke otak (yang bertugas menerima dan menafsirkan,
serta menganalisis) mengalami gangguan. Kemampuan kognisi terbatas
karena adanya kerusakan otak sehingga mengganggu fungsi kecerdasan,
penglihatan, pendengaran, bicara, rabaan, dan bahasa, serta akhirnya anak
tersebut tidak dapat mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang
terjadi terus menerus melalui persepsi dengan menggunakan media sensori
(indra). Gangguan pada simbolisasi disebabkan oleh adanya kesulitan
dalam menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang
kompleks ini akan mempengaruhi prestasi akademiknya.
2. Karakteristik Sosial/Emosional
3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
12
motorik alat bicara (kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir, dan rahang
sehingga mengganggu pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya,
bicaranya tidak dapat dipahami orang lain dan diucapkan dengan susah
payah. Mereka juga mengalami aphasia sensoris, artinya ketidakmampuan
bicara karena organ reseptor anak terganggu fungsinya, dan aphasia
motorik, yaitu mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya
melalui indra pendengaran,tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi
secara lisan. Anak cerebral palsy mengalami kerusakan pada pyramidal
tract dan extrapyramidal yang 7.8 Pengantar Pendidikan Luar Biasa
berfungsi mengatur sistem motorik. Tidak heran mereka mengalami
kekakuan, gangguan keseimbangan, gerakan tidak dapat dikendalikan, dan
susah berpindah tempat. Dilihat dari aktivitas motorik, intensitas
gangguannya dikelompokkan atas hiperaktif yang menunjukkan tidak
mau diam, gelisah; hipoaktif yang menunjukkan sikap pendiam, gerakan
lamban, dan kurang merespons rangsangan yang diberikan; dan tidak ada
koordinasi, seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang
membutuhkan integrasi gerak yang lebih halus, seperti menulis,
menggambar, dan menari.
13
Keadaan semacam ini lebih komplit lagi dalam dunia pendidikan luar biasa
karena subjek didik yang dihadapi memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu,
baik kemanpuan fisik, mental, emosi maupun dalam usaha penyesuaian diri
dengan pihak luar atau lingkunagan sekitar. Oleh karena itu, tugas guru
semakin berat yang dituntut keahlian serta keterampilan tertentu, baik dalam
bidang metedologi yang bersifat khusus, maupun dalam bidang pelayanan
terapi.
Fisioterapi
Occupational therapy
Hydro Therapy
14
kesempatan perkembangan dirinya yang baik semakin lebar. Pendidikan yang
juga merupakan kebutuhan anak tunadaksa perlu direncanakan dan
dilaksanakan dengan mengacu pada kemampuan masing-masing anak
tunasaksa. Melalui pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Anak-anak
tunadaksa diharapkan memiliki masa depan yang tidak selalu bergantung pada
orang tua dan masyarakat.
1. Sekolah Khusus
15
Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa di sekolah khusus ini
diperuntukkan bagi anak yang mempunyai problema lebih berat, baik problema
penyerta intelektualnya seperti retardasi mental maupun problema penyerta
kesulitan lokomosi (gerakan) dan emosinya.
2. Sekolah Terpadu/Inklusi
Bagi anak tunadaksa dengan problema penyerta relatif ringan, dan tidak
disertai dengan problema penyerta retardasi mental akan sangat baik jika
sedini mungkin pelayanan pendidikannya disatukan dengan anak-anak normal
16
lainnya di sekolah reguler/sekolah umum. Karena anak tunadaksa tersebut
sudah dapat mengatasi problema fisik maupun intelektual serta emosionalnya.
1. Ketenagaan
a. Tenaga Kependidikan
2. Guru Keterampilan
17
3. Guru Agama
4. Guru Olahraga
18
6.
b. Tenaga Ahli
Remedial Teaching
Guru yang mendapat tugas khusus untuk remedial atau bertugas memberi
bimbingan dan penyuluhan.
Team Rehabilitasi
a. Dokter umum
b. Dokter anak
d. Dokter orthopedi
e. Psikolog
f. Orthopedagogik
g. Speech therapist
h. Occupational therapist
i. Pekerja sosial
19
c. Tenaga Administrasi
1) Kepala Sekolah
3) Bendahara
5) Pesuruh/pembantu sekolah
d. Penjaga Sekolah/SATPAM
2. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum PLB tahun 1994, yang terdiri
dari :
a. Landasan Program
c. Pedoman Pelaksanaan
3. Administrasi
20
a. Administrasi Program Pengajaran
b. Administrasi Kepegawaian
c. Administrasi Keuangan
21
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tunadaksa adalah mereka yang mengalami kelainan dari segi fisik atau
hilangnya salah satu anggota tubuh atau memiliki kekakuan atau kelumpuhan
dalam melakukan gerakan baik tulang, otot dan atau persendian sehingga
menghambat mereka dalam beraktivitas. Pada dasarnya kelainan pada anak
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan
pada sistem serebral (Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan
rangka (Musculus Skeletal System).
Pendidikan yang juga merupakan kebutuhan anak tunadaksa perlu
direncanakan dan dilaksanakan dengan mengacu pada kemampuan masing-
masing anak tunasaksa. Melalui pendidikan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Anak-anak tunadaksa diharapkan memiliki masa
depan yang tidak selalu bergantung pada orang tua dan masyarakat.
22
DAFTAR PUSTAKA
23