Anda di halaman 1dari 167

Analisis data epidemiologi:

1. Analisis deskriptif (Epidemiologi Deskriptif)


 Kejadian menurut orang, waktu,
tempat
Data dideskripsikan dalam bentuk:
- Proporsi

2. Analisis analitik (Epidemiologi Analitik)

 Asosiasi
Ruang Lingkup Epidemiologi

A. Epidemiologi deskriptif
Gambaran epidemiologi tentang
distribusi peny. menurut sifat-sifat
orang, tempat, dan waktu
Sifat orang
1. Umur (WHO)
- Menurut tk. kedewasaan
0 – 14 th = Bayi & anak
15 – 49 th = Muda & dewasa
≥ 50 th = Tua

- Interval 5 th
< 5 th, 1-4 th, 5-9 th, 10-14 th,
….. , > 60 th.

- Untuk mempelajari peny. Anak


0-4 bln, 5-10 bln, 11-23 bln
2-4 th, 5-9 th, 9-14 th.

 Hitung angka kesakitan/ kematian


menurut kel. Umur
 Hitung Age Specific Rate
 Buat grafik untuk melihat
kecenderungan
2. Jenis Kelamin
Perbedaan angka kesakitan/ kematian
Disebabkan karena:
 Faktor intrinsic:
- Keturunan
- Hormonal
 Faktor Ekstrinsik
- Rokok
- Minuman keras
- Pekerjaan
- Aktifitas

Contoh:
Di Jawa, kasus hipertensi perempuan
lebih banyak dibandingkan dg laki-laki
Tabel 1. Distribusi Status Gizi (TB/U) Menurut Menurut Jenis Kelamin
di Jawa Tengah Tahun 2015
Status Gizi
Jenis Kelamin
Sangat pendek Pendek Normal Total
Laki-Laki 365 981 3907 5253
6.9% 18.7% 74.4% 100.0%
Perempuan 352 926 4040 5318
6.6% 17.4% 76.0% 100.0%
Total 717 1907 7947 10571
6.8% 18.0% 75.2% 100.0%
3. Sosek
* Tk. Pendidikan
* Jenis pekerjaan
* Tk. Penghasilan

4. Ras
 berbeda dalam:
- Kebiasaan makan
- Gaya hidup
- Susunan genetika

Contoh:
Kejadian kanker lambung lebih banyak
mengenai penduduk asli di Jepang
dibanding dg penduduk Jepang di AS.
5. Status Perkawinan
* Kawin, tidak kawin
* Cerai dan janda
 berbeda gaya hidup

6. Besar keluarga & paritas


2, 3, 4, & > 4
Sifat tempat

Distribusi geografi dari suatu penyakit


Berguna:
1. Perencanaan pelayanan kesehatan
2. Memberikan penjelasan etiologi
penyakit
Contoh:
1. Schistosomiasis
 Terdapat dimana ada vector
keong (Lembah Nil, Jepang)
2. Gondok
 Terdapat dimana daerah itu
kekurangan/ miskin zat Iodium
Pembagian geografi
1. Batas daerah pemerintahan
2. Kota & desa
3. Batas alam:
- Pegunungan
- Dataran
- Pantai
- Rawa
4. Regional
5. Negara
Tabel 1. Distribusi Status Gizi (TB/U) (Stunting) Menurut Tipe Desa atau Kota di Jawa
Tengah Tahun 2015
Tipe
Desa/Kelurahan Status Gizi Total
Sangat Pendek Normal
pendek
Perkotaan 166 441 2148 2755 166
6.0% 16.0% 78.0% 100.0% 6.0%
Pedesaan 551 1466 5799 7816 551
7.0% 18.8% 74.2% 100.0% 7.0%
Total 717 1907 7947 10571 717
6.8% 18.0% 75.2% 100.0% 6.8%
Sifat Waktu

 Fluktuasi jangka pendek


- Jam, hari, minggu, bulan

Perubahan penyakit secara siklis


- Bulan, tahun
- Musim

 Perubahan-perubahan sekuler
- Puluhan tahun
- Ratusan tahun
A. Epidemiologi Analitik

Tujuan: Menjelaskan sebab-sebab


terjadinya penyakit

Langkah-langkah:
1. Mngetahui teori hubungan antara
paparan/ pajanan/ factor risiko dg
kejadian penyakit
2. Menyusun hipotesis
3. Menguji Hipotesis

 Studi observasional
 Kohort
 Case Control
 Cross Sectional
 Studi eksperimen
EPIDEMIOLOGI
ANALITIK
Oleh:
Sunarto, SKM, M.Kes.
Analisis data epidemiologi:
1. Analisis deskriptif (Epidemiologi Deskriptif)
 Kejadian menurut orang, waktu, tempat
Data dideskripsikan dalam bentuk:
- Proporsi
2. Analisis analitik (Epidemiologi analitik)
 Asosiasi
Desain Epidemiologi
Desain kohort

Sampel
Dg efek - : efek +

1. FR +

efek –

efek +

2. FR -

efek –
Penyajian Data

FR Penyakit Jumlah
(pajanan/ + -
paparan)
+ a b a+b

- c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d


Ukuran Asosiasi:
RR (Relatif Risk)
RR =1 (tdk ada asosiasi)

RR >1 (pajanan merupakan faktor risiko)

RR <1 (pajanan merupakan faktor protektif)


Ukuran asosiasi:
1. Kohort
 RR = [a/(a+b)]/[c/(c+d)]
RR = [72,2]/[38,9]
RR = 1,9

Perlakuan Status PJK Total


PJK Tdk PJK

Kolesterol Tinggi 13 (72,2%) 5 (27,8%) 18 (100%)


Kolesterol Normal 7 (38,9%) 11 (61,1%) 18 (100%)
Total 20 (55,6%) 16 (44,4%) 36 (100%)
Ukuran asosiasi:
1. Kohort
 RR = 1,9
Artinya: Orang yg memiliki kolesterol tinggi memiliki risiko
1,9 kali lebih besar untuk menderita PJK
dibandingkan dg yg memiliki kolesterol normal

Kandungan Status PJK Total


kolesterol PJK Tdk PJK

Kolesterol Tinggi 13 (72,2%) 5 (27,8%) 18 (100%)


Kolesterol Normal 7 (38,9%) 11 (61,1%) 18 (100%)
Total 20 (55,6%) 16 (44,4%) 36 (100%)
Desain Epidemiologi
Desain Kasus-Kontrol

FR+ Sampel:
1. Efek+
FR- = Kasus

FR+
2. Efek-
FR- = Kontrol
Ukuran Asosiasi:
OR (Odds Ratio)
OR =1 (tdk ada asosiasi)

OR >1 (pajanan merupakan faktor risiko)

OR <1 (pajanan merupakan faktor protektif)


Penyajian Data
Case Control tanpa Matching

Pajanan Keluaran Jumlah


Kasus Kontrol
Ada a b a+b
Tidak c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Contoh membaca tabel
Case control tanpa matching

Kategori Status Jumlah


pola asuh Peningkatan Z Score
Kasus Kontrol
Kurang 29 (76.3%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus 9 (23.7%) 24 (63.2%) 33 (43.4%)
Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)

Dari table 5, menunjukkan bahwa pada kelompok kasus


76.3% berasal dari ibu dengan pola asuh kurang,
sedangkan pada kelompok control 36.8% berasal dari
ibu dengan pola asuh kurang.
Ukuran asosiasi:
2. Case Control
 Tanpa matching
OR = ad/bc

Kategori Status Jumlah


pola asuh Peningkatan Z Score

Kasus Kontrol
Kurang 29 (76.3%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus 9 (23.7%) 24 (63.2%) 33 (43.4%)
Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)
Ukuran asosiasi:

2. Case Control
 Tanpa matching
OR = 696/126
OR = 5,5

Kategori Status Jumlah


pola asuh Peningkatan Z Score

Kasus Kontrol
Kurang 29 (76.3%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus 9 (23.7%) 24 (63.2%) 33 (43.4%)
Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)
Ukuran asosiasi:
2. Case Control
 Tanpa matching
OR = 5,5
Artinya: Anak dg pola asuh kurang memiliki risiko
5,5 kali lebih besar untuk tidak terjadi peningkatan Z scor (kasus)
dibandingkan dg pola asuh bagus

Kategori Status Jumlah


pola asuh Peningkatan Z Score
Kasus Kontrol
Kurang 29 (76.3%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus 9 (23.7%) 24 (63.2%) 33 (43.4%)
Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)
Penyajian Data
Case Control dgn Matching

Kasus Kontrol Jumlah

Terpapar Tdk terpapar

Terpapar a b a+b

Tidak c d c+d
terpapar

Jumlah a+c b+d a+b+c+d


Contoh membaca tabel
Case control dgn matching

Kontrol Total
Kurang Bagus
Kasus Kurang 2 10 12 (80%)
Bagus 1 2 3 (20%)
Total 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)

Dari tabel 6, terlihat bahwa pada kelompok


kasus, yang memiliki pola asuh kurang sebanyak
80% sedangkan pada kelompok kontrol yang
memiliki pola asuh kurang sebanyak 20%.
Ukuran asosiasi:
2. Case Control
 Dgn matching
OR = b/c

Kontrol Total
Kurang Bagus
Kasus Kurang 2 10 12 (80%)
Bagus 1 2 3 (20%)
Total 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)
Ukuran asosiasi:
2. Case Control
 Dengan matching
OR = b/c
OR = 10
Artinya: Anak dg pola asuh kurang memiliki risiko
10 kali lebih besar untuk tidak terjadi peningkatan Z scor (kasus)
dibandingkan dg pola asuh bagus

Kontrol Total
Kurang Bagus
Kasus Kurang 2 10 12 (80%)
Bagus 1 2 3 (20%)
Total 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)
Desain Epidemiologi
Desain Potong-Lintang

Sampel:

FR+ FR-

Efek+ Efek- Efek+ Efek-


Penyajian Data

FR Penyakit Jumlah
(pajanan/ + -
paparan)
+ a b a+b

- c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d


Ukuran Asosiasi:
POR (Prevalensi Odds Ratio)
POR =1 (tdk ada asosiasi)

POR >1 (pajanan merupakan faktor risiko)

POR <1 (pajanan merupakan faktor protektif)


Ukuran asosiasi:
3. Cross Sectional
 POR = [ad/bc)
POR = [143/35]
POR = 4

Kelompok Status PJK Total


PJK Tdk PJK

Kolesterol Tinggi 13 (72,2%) 5 (27,8%) 18 (100%)


Kolesterol Normal 7 (38,9%) 11 (61,1%) 18 (100%)
Total 20 (55,6%) 16 (44,4%) 36 (100%)
Ukuran asosiasi:
3. Cross Sectional
 POR = 4
Artinya: Orang yg memiliki kolesterol tinggi memiliki risiko
4 kali lebih besar untuk menderita PJK
dibandingkan dg yg memiliki kolesterol normal

Kandungan Status PJK Total


kolesterol PJK Tdk PJK

Kolesterol Tinggi 13 (72,2%) 5 (27,8%) 18 (100%)


Kolesterol Normal 7 (38,9%) 11 (61,1%) 18 (100%)
Total 20 (55,6%) 16 (44,4%) 36 (100%)
SKRINING

Oleh:
Sunarto, SKM, M.Kes.
Jurusan Gizi Poltekkes Depkes Semarang
SKRINING
=Usaha mengidentifikasi masalah atau
suatu penyakit yang secara klinis belum
jelas menggunakan suatu test/
pemeriksaan yg dgn cepat dapat
membedakan orang yg tampak sehat
benar-benar sehat, atau orang yg
tampak sehat tetapi sesungguhnya
menderita penyakit
Pengertian
 Suatu proses dengan maksud agar
penyakit-penyakit atau kelainan-
kelainan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi dengan menggunakan uji-
uji yang dapat diterapkan secara cepat
dalam sebuah skala yang besar
(Beaglehole,dkk,1997)
Tujuan utama skrining
1. Mendeteksi faktor risiko
* Hipertensi  Peny. Kardiovaskuler
2. Mendeteksi gejala dini suatu penyakit
* Pap smear  Cancer cervic

Memperjelas upaya menurunkan angka


kesakitan dan kematian serta meningkatkan
kualitas hidup

Kegunaan skreening
Menurunkan angka kematian dari populasi
 Menurunkan fatalitas dari kasus pada individu
 Meningkatkan persentase kasus yang dapat
dideteksi pada stadium awal
 Menurunkan kejadian komplikasi penyakit
 Meningkatkan kualitas hidup individu
Kegunaan skreening
 Mencegah atau mengurangi penyebaran
penyakit
Hal-hal yg perlu diperhatikan
dalam melakukan skrining
1. Populasi harus jelas
2. Gejala dini dan faktor risiko diketahui
3. Metode dari test/ pemeriksaan harus
jelas
4. Test cukup sensitif dan spesifik
Hal-hal yg perlu diperhatikan
dalam melakukan skrining
5. Test diterima, aman, murah, dan
sederhana
6. Penyakit/ masalah
- Cukup serius
- Prevalensinya tinggi
- Menjadi masalah kesehatan masy.
7. Ada kejelasan kebijakan, intervensi/
pengobatan setelah dilakukan skrining
Uji Validitas
 Membandingkan hasil pemeriksaan oleh
alat skrining dengan gold standard
 Hasil penilaian:
1. Sensitivitas
2. Spesifisitas
3. Positif Predictive Value (PPV)
4. Negatif Predictive Value (NPV)
Gold Standard

+ -

Alat + TP FP
skrining
- FN TN
SENSITIFITAS (Se)
=Kemampuan suatu test/ pemeriksaan,
utk mengidentifikasi secara benar,
orang-orang yang mempunyai penyakit/
masalah
Contoh:
Skrining faktor risiko melahirkan dgn
operasi menggunakan TB
Tinggi Operasi Tdk operasi Total
Badan

≤ 146 cm 19 182 201


>146 cm 2 419 421
Total 21 601 622
Contoh:
Skrining faktor risiko melahirkan dgn
operasi menggunakan TB

Tinggi Operasi Tdk operasi Total


Badan (positif) (negatif)
≤ 146 cm 19 182 201
(positif) (true positif) (false positif)
>146 cm 2 419 421
(negatif) (false negatif) (true negatif)
Total 21 601 622
Se
=19/21*100% = 90,5 %
Artinya:
Skrining dengan pengukuran TB dapat mendeteksi
90,5 % ibu hamil yang dioperasi

Tinggi Operasi Tdk operasi Total


Badan (positif) (negatif)
≤ 146 cm 19 182 201
(positif) (true positif) (false positif)
>146 cm 2 419 421
(negatif) (false negatif) (true negatif)
Total 21 601 622
SPESIFISITAS (Sp)
=Kemampuan suatu test/ pemeriksaan,
utk mengidentifikasi secara benar,
orang-orang yang sehat/ tidak masalah
Sp
=419/601*100% = 69,7 %
Artinya:
Skrining dengan pengukuran TB dapat mendeteksi
69,7 % ibu hamil yang tidak dioperasi

Tinggi Operasi Tdk operasi Total


Badan (positif) (negatif)
≤ 146 cm 19 182 201
(positif) (true positif) (false positif)
>146 cm 2 419 421
(negatif) (false negatif) (true negatif)
Total 21 601 622
Positif Prediktive Value
=Kemampuan suatu test/ pemeriksaan,
utk mengidentifikasi orang-orang yang
benar-benar sakit/ bermasalah pada
mereka yang hasil skriningnya positif
Positif Prediktive Value
=19/201*100% = 9,5 %
Artinya:
Kemungkinan ibu hamil yang harus dioperasi hanya 9,5%
dari mereka yang memiliki TB ≤ 146 cm

Tinggi Operasi Tdk operasi Total


Badan (positif) (negatif)
≤ 146 cm 19 182 201
(positif) (true positif) (false positif)
>146 cm 2 419 421
(negatif) (false negatif) (true negatif)
Total 21 601 622
80
PPV = x 100 = 45%
180
Positive Predictive Value
dipengaruhi Oleh:
1. Prevalensi peny/ masalah
2. Spesifisitas dari alat

Tinggi Operasi Tdk operasi Total


Badan (positif) (negatif)
≤ 146 cm 19 182 201
(positif) (true positif) (false positif)
>146 cm 2 419 421
(negatif) (false negatif) (true negatif)
Total 21 601 622
Negatif Predictive value
(NPV)
 Kemampuan alat skrining untuk
menemukan orang yang benar-benar
tidak sakit diantara orang yang diduga
tidak sakit

TN
NPV = X 100
TN + FN
TN
NPN = X 100
FN + TN
Yield
= Hasil dari suatu skrining, yang dahulu didak
diketahui dan sekarang diketahui

Yield dipengaruhi oleh:


1. Sensitifitas
2. Prevalence
3. Jml kasus hasil skrining terdahulu
4. Sikap penduduk
WABAH (Kejadian Luar Biasa)

Susi Tursilowati
Definisi
• KLB = Outbreaks
• Outbreaks adalah peningkatan kejadian
penyakit yang melebihi ekspektasi normal
secara mendadak pada suatu komunitas,
dibatasi tempat dan periode waktu tertentu.
• Batasan tempat: administrasi (desa, kecamatan,
kabupaten provinsi), Institusi (sekolah, panti
asuhan, pesantren), pemukiman, wilayah
geografis, kapal.
Wabah
• Kejadian suatu penyakit menular yang
meningkat secara nyata melebihi keadaan
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka.
(UU Wabah 1984).
• Wabah ditetapkan oleh menteri kesehatan
• KEJADIAN LUAR BIASA
Kejadian Luar Biasa (KLB) salah satu kategori status wabah dalam
peraturan yang berlaku di Indonesia. status Kejadian Luar Biasa diatur
oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
Kejadian Luar Biasa adalah peningkatan kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu.
• EPIDEMI
Keadaan dimana kejadian penyakit meningkat dalam waktu singkat
dan penyebarannya telah mencakup wilayah yang luas
• ENDEMI
Keadaan dimana suatu kejadian penyakit pada wilayah tertentu menetap
dalam waktu lama, berkenaan dengan adanya penyakit yang secara
normal biasa timbul dalam suatu wilayah tertentu.
PANDEMI
Keadaan dimana kejadian penyakit menjangkau seluruh dunia, dan
dalam waktu yang cukup lama .

4
Cluster
• Sejumlah kasus yang terkait secara epidemiologi
• Keterkaitan dalam rangkaian penularan agent
penyakit
• Keterkaitan dalam pajanan faktor risiko penyakit
Penyelidikan KLB
• Penyelidikan KLB   "prototipe” epidemiologi,
• Metode penyelidikan KLB:
• Epidemiologi deskriptif,
• Epidemiologi analitik,
• Penerapan hasil studi untuk mengendalikan
dan mencegah penyakit.
Menurut Penyebab

Infeksi (virus,
Toxin Toxin biologis Toxin Kimia
bakteri,
(staphylococus, (racun jamur, (logam berat,
protozoa,
clostridium) racun ikan) nitrit, pestisida)
cacing)
Menurut Sumbernya

Sumber
dari Permuka Makana
Sumber dari
kegiatan
manusia(sal
manusia
Binatang Serangga Udara an/ n/minu
monela) benda man
(tempe
bongkrek)
Tujuan Penyelidikan KLB
• Memperoleh kepastian adanya kejadian luar biasa
• Memperoleh gambaran kejadian luar biasa
berdasarkan variabel orang tempat dan waktu.
• Mengidentifikasi penyebab kejadian luar biasa
• Menetapkan sumber dan cara (pola) penularan penyakit
• Mengidentifikasi faktor risiko terjadinya kasus KLB
• Merumuskan saran untuk tindakan menghentikan
kejadian luar biasa
Langkah-Langkah Investigasi Wabah
1. Persiapan Investigasi di Lapangan
2. Memastikan adanya Wabah
3. Memastikan diagnosis
4. a. Membuat definisi kasus
b. Menemukan dan menghitung kasus
5. Epidemiologi deskriptif (waktu, tempat, orang)
6. Membuat hipotesis
7. Menilai hipotesis (penelitian kohort dan penelitian kasus-kontrol)
8. Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan
9. Melaksanakan pengendalian dan pencegahan
10. Menyampaikan hasil penyelidikan/Laporan KLB
8
Langkah 1: Persiapan
Investigasi di Lapangan
Tiga kategori:
• Investigasi (pengetahuan ilmiah yang
sesuai, perlengkapan dan alat)
• Pembentukan dan konsultasi team(peran dari
masing-masing petugas yang turun ke
lapangan)
• Administrasi (prosedur administrasi dan
perijinan)
Langkah 2:Memastikan adanya Wabah

• Menentukan apakah jumlah kasus yang


ada sudah secara bermakna melampaui
jumlah yang biasa
• Dilakukan dengan membandingkan jumlah yang
ada saat itu dengan jumlahnya beberapa
minggu atau bulan sebelumnya,
• Atau dengan jumlah yang ada pada periode
waktu yang sama pada tahun-tahun
sebelumnya
1
Sumber Informasi
Sumber informasi untuk keperluan membandingkan
bervariasi bergantung pada situasinya
• Untuk penyakit yang harus dilaporkan, digunakan
catatan hasil surveilans
• Untuk penyakit/ kondisi lain, digunakan data setempat
yang tersedia
• Bila data lokal tidak ada, dapat digunakan rate dari
wilayah di dekatnya atau data nasional
• Boleh juga dilaksanakan survei di masyarakat untuk
menentukan kondisi penyakit yang biasanya ada.

1
Pseudo Epidemik
Bila jumlah kasus yang dilaporkan melebihi jumlah yang
diharapkan, kelebihan ini tidak selalu menunjukkan adanya
wabah. Peningkatan yang demikian disebut Pseudo
Epidemik, contohnya:
1. Perubahan cara pencatatan dan pelaporan
penderita
2. Adanya cara diagnosis baru
3. Bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat
4. Adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa

1
Pembuktian Adanya Wabah (1)
Penyakit Endemis yang tidak dipengaruhi oleh musim
• Dapat dilihat dari rata-rata penderitanya setiap
bulan pada yang lalu
• Mencari ambang wabah (Epidemic threshold), yang
didapat dari rata-rata hitung (mean) jumlah penderita
pada waktu yang lalu, ditambah dengan 2 x SD-‐nya.
Bila suatu saat jumlah penderita melebihi garis
ambang ini, maka keadaan tersebut dinyatakan
sebagai wabah
1
Pembuktian Adanya Wabah (2)
Penyakit Endemis yang bersifat musiman
• Jumlah penderita saat ini dibandingkan jumlah
penderita di musim yang sama tahun yang lalu
atau jumlah paling tinggi yang pernah terjadi
pada musim-musim yang sama di tahun yang
telah silam
• Mencari ambang wabah mingguan atau
bulanan sehingga tercermin variasinya
berdasarkan musim, baru kemudian ditentukan
apakah kejadian yang sedang dihadapi
memang lebih tinggi daripada yang diharapkan
1
Pembuktian Adanya Wabah (3)
Penyakit yang tidak endemis
• Dibutuhkan data tentang waktu
penyakit tersebut ditemukan dan
berapa banyak penderitanya.
• Dengan membandingkan hal ini akan dapat
ditentukan apakah kejadian yang
diharapkan itu di luar kebiasaan yang
berlaku

1
7. Kriteria KLB:
1. Timbulnya penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu dalam jam, hari
atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis
penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate dalam 1 kurun waktu tertentu meningkat 50% atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
Kriteria Untuk Wabah Akibat
Keracunan Makanan (CDC)
1. Ditemukannya dua atau lebih penderita penyakit
serupa, yang biasanya berupa gejala gangguan
pencernaan (gastrointestinal), sesudah memakan
makanan yang sama
2. Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan
makanan sebagai sumber penularan
3. Perkecualian diadakan untuk keracunan akibat
toksin (racun) Clostridium botulinum atau akibat
bahan-bahan kimia, didapatkan seorang penderita
sudah dianggap suatu KLB.

1
Langkah 3: Memastikan Diagnosis
• Tujuan dalam pemastian diagnosis adalah
• Untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah
didiagnosis dengan patut
• Untuk menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium
yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan
• Semua temuan klinis harus disimpulkan dalam distribusi
frekuensi
• Distribusi gejala klinis penting untuk menggambarkan
spektrum penyakit, menentukan diagnosis, dan
mengembangkan definisi kasus
Langkah 4a: Membuat Definisi Kasus
• Definisi kasus meliputi kriteria klinis dan
terutama dalam penyelidikan wabah dibatasi
oleh waktu, tempat dan orang
• Bila penyakitnya belum terdiagnosis, diagnosis
kerja dibuat berdasarkan gejala-gejala:
• Yang banyak diderita,
• Dapat dinilai secara objektif
• Sedapat mungkin dapat menggambarkan proses
penyakit yang pathognomonis (spesifik).

2
Kesalahan dalam membuat definisi kasus
• Terlalu longgar
• Sensitifitas tinggi tapi spesifisitas rendah 
 positif palsu
tinggi
• Banyak yang seharusnya tidak menjadi kasus
• Mengganggu dalam identifikasi faktor risiko, penyebab,
sumber dan cara penularan
• Terlalu Ketat
• Spesifisitas tinggi tapi sensitifitas rendah 
negatif palsu
tinggi
• Banyak kasus yang seharusnya mendapat penanganan
sesuai KLB menjadi tidak biasa
• Berisiko untuk menularkan kembali dan memperpanjang
KLB
Contoh distribusi frekuensi gejala
Level Kasus
• Kasus Pasti (Confirmed): Harus disertakan
pemeriksaan lab spesifik dengan hasil+
• Kasus Mungkin (Probable): Harus memenuhi
semuaciri klinis penyakit
• Kasus Meragukan (Possible): Biasanya hanya
memenuhi sebagian gejala klinis saja

2
Langkah 4b:Menemukan dan
Menghitung Kasus

• dikumpulkan informasi berikut ini dari setiap kasus:


• Data indentifikasi -‐ nama, alamat, nomor telepon
• Data Demografi : umur, jenis kelamin, ras, dan
pekerjaan
• Data klinis
• Faktor resiko  harus dibuat khusus untuk tiap
penyakit.
• Informasi pelapor  mencari informasi tambahan atau
memberikan umpan balik
2
Langkah 5 : EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
• Studi tentang kejadian penyakit atau masalah lain
yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi.
• Umumnya berkaitan dengan ciri- ciri dasar seperti
umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial
ekonomi, dan lokasi geografiknya
• Berdasarkan:
1. Orang
2. Tempat
3. Waktu
Gambaran KejadianWabah
berdasarkan Orang
• Ciri Inang:
• Umur, merupakan salah satu faktor yang
menentukan penyakit, karena mempengaruhi:
• Daya tahan tubuh
• Pengalaman kontak dengan penyakit
• Lingkungan pergaulan yang memungkinkan
kontak dengan sumber penyakit
• Jenis Kelamin; Ras/ suku; dsb.
• Faktor ini digambarkan apabila diduga
ada perbedaan resiko diantara
golongan-golongan dalam faktor tsb.
• Di negara-negara multirasial, gambaran
penderita berdasarkan ras sering
ditampilkan. Adanya perbedaan cara
hidup, tingkat sosial ekonomi,
kekebalan, dsb.
Rate
• Rate digunakan untuk mengidentifikasi kelompok yang
berisiko tinggi
• Dibutuhkan pembilang (jumlah kasus) dan penyebut
(besar populasi)
• Rate berdasarkan umur dan jenis kelamin  faktor yang
paling kuat hubungannya dengan pemaparan dan risiko
terserang penyakit
Contoh perhitungan attack rate
berdasarkan umur

Department of Epidemiology – School of Public Health – Faculty of


Medicine Education – Research – Consulting – Training – Workshop –
Gambaran kejadian wabah
berdasarkan tempat kejadian
• Memberikan informasi tentang luasnya wialyah
yang terserang
• Menggambarkan pengelompokkan atau pola lain ke
arah penyebab dan sumber penularan
• Berupa: Spot map atau area map
• Spot map: peta sederhana yang berguna untuk
menggambarkan tempat para penderita tinggal,
bekerja, atau kemungkinan terpapar
• Area map: menunjukkan insidens atau distribusi
kejadian pada wilayah dengan kode/ arsiran
Contoh Area Map
Contoh perhitungan attack rate berdasarkan tempat
Gambaran Perjalanan wabah
berdasarkan waktu
Kurve Epidemi
• Gambar perjalanan suatu letusan, berupa
histogram dari jumlah kasus berdasarkan waktu
timbulnya gejala pertama
Manfaat Kurva Epidemi
• Mendapatkan Informasi tentang perjalanan
wabah dan kemungkinan kelanjutan
• Bila penyakit dan masa inkubasi
diketahui, dapat memperkirakan
periode penularan
• Kesimpulan pola kejadian -‐apakah bersumber
tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau
campuran keduanya
Membuat Kurva epidemi
• Untuk membuatnya dibutuhkan informasi
tentang waktu timbulnya gejala pertama.
• Tanggal timbulnya gejala pertama
• Jam timbulnya gejala pertama, untuk masa
inkubasi sangat pendek
Cara mengartikan kurve epidemi

• Pertimbangkan bentuknya.
• Bentuknya ditentukan oleh:
• cara penularan & periode pemaparan
Cara penularan penyakit
1. Point sourceepidemic, pemaparan bersumber tunggal dan
waktu yang singkat
2. Continuous common source epidemic: periode pemaparan
memanjang  kurve berpuncak tunggal & datar
3. Intermitent common source epidemic: lama pemaparan dan
jumlah orang yang terpapar tak beraturan besarnya, kurve
bergerigi tak beraturan
4. Propagated epidemic: penularan dari orang ke orang,
berpuncak banyak, berjarak 1 masa inkubasi
Example of an Epi Curve for a Point Source
Outbreak
Example of an Epi Curve for a Common Source
Outbreak with Continuous Exposure
Example of an Epi Curve for a Common Source
Outbreak with Intermittent Exposure
Example of an Epi Curve for a
Propagated Outbreak
Mencari Periode Penularan
• Pada point source epidemic -‐penyakit dan masa inkubasi
diketahui, kurve epidemic dapat digunakan untuk mencari
periode pemaparan -‐penting menanyakan sumber
letusan
• Caranya:
• Cari masa inkubasi terpanjang, terpendek, dan rata-
rata
• Tentukan puncak letusan atau kasus median,
hitung mundur satu masa inkubasi rata-rata dan
catat hasilnya
• Mulai dari kasus paling awal, hitung mundur
masa inkubasi terpendek, catat hasilnya
Kunci penting pengukuran
periode penularan
• Tanggal atau waktu mulai sakit tercatat dengan
benar
• Sering yang terjadi tanggal mulai sakit
menggunakan tanggal pertamakali ke fasyankes
• Hal ini akan menyebabkan bias dalam
perkiraan masa penularan
• Dan penelusuran terhadap pemapar dan
sumber penularan menjadi tidak valid
Epidemic Curve juga berguna utk
memperkirakan masa inkubasi
Manfaat diketahuinya masa inkubasi:

1. Bila penyakit belum diketahui, informasi tentang


masa inkubasi bersama diagnosis penyakit dapat
mempersempit differential diagnosis
2. Untuk memperkirakan saat terjadinya penularan
Langkah 6: Membuat hipotesis
Formulasikan hipotesis
• meliputi sumber agen penyakit
• cara penularan (dan alat penularan
atau vektor)
• dan pemaparan yang mengakibatkan
sakit

4
5
Hipotesis dapat dikembangkan
dengan cara:
a. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakititu:
 Apa reservoir utama agen penyakitnya?
 Bagaimana cara penularannya?
 Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan?
 Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular?
b. Wawancara dengan beberapa penderita
c. mengumpulkan beberapa penderita  mencari kesamaan
pemaparan.
d. Kunjungan rumah penderita
e. Wawancara dengan petugas kesehatan setempat
f. Epidemiologi Deskriptif
Langkah 7: Menguji Hipotesis
Dalampenyelidikan lapangan,hipotesis dapat
dinilai dengan salah satu dari dua cara ini:
1. Dengan membandingkan hipotesis dengan fakta
yang ada, atau
2. Dengan analisis epidemiologi untuk
mengkuantifikasikan hubungan (ukuran
asosiasi) dan uji hipotesis statistik.
PenelitianKohort
• Merupakan teknik uji terbaik dalam investigasi
wabah pada populasi yang kecil dan jelas
batasnya
• Dalam memeriksa informasi, ada tiga hal
yang harus diperhatikan:
• Attack rate tinggi pada mereka yang terpapar
• Attack rate rendah pada mereka yang tidak
terpapar
• Sebagian besar penderita terpapar, sehingga
pemaparan dapat menerangkan sebagian
besar dari kejadian
PenelitianKohort
Penyakit Total

Exposure Ya Tidak

Ya a b a+b

Tidak c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

RR = Ie / Ine = a/(a+b) : c/(c+d)

5
1
Penelitian kasus kontrol
Dilakukan apabila wabah terjadi, populasinya
tidak jelas batasannya
Penyakit Total

Exposure Ya Tidak

Ya a b a+b

Tidak c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

OR = (A/B) : (C/D)
OR = AD / BC
Langkah 8: Memperbaiki Hipotesis dan
mengadakan Penelitian tambahan

• Penelitian Epidemiologi
• Epidemiologi analitik
• Penelitian Laboratorium dan Lingkungan
• Pemeriksaan serum
• Pemeriksaan tempat pembuangan tinja

5
Langkah 9: Melaksanakan
Pengendalian dan Pencegahan
• Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin
• Upaya penanggulangan biasanya hanya dapat
diterapkan setelah sumber wabah diketahui
• Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan
pada mata rantai yang terlemah dalam penularan
penyakit.
• Upaya pengendalian diarahkan pada agen penyakit,
sumbernya, atau reservoirnya.

5
Langkah 10: Menyampaikan
Hasil Penyelidikan
• Penyampaian hasil dapat dilakukan dengan dua
cara:
• (1) Laporan lisan pada pejabat setempat
• dilakukan di hadapan pejabat setempat dan
mereka yang bertugas mengadakan
pengendalian dan pencegahan
• (2) laporan tertulis

5
Penyampaian hasil penyelidikan
• Laporan harus jelas, meyakinkan, disertai rekomendasi yang
tepat dan beralasan
• Sampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah;
kesimpulan dan saran harus dapat dipertahankan secara ilmiah
• Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan tertulis,
bentuknya sesuai dengan tulisan ilmiah (pendahuluan, latar
belakang, metodologi, hasil, diskusi, kesimpulan, dan saran)
• Merupakan cetak biru untuk mengambil tindakan
• Merupakan catatan dari pekerjaan, dokumen dari isu legal, dan
merupakan bahan rujukan apabila terjadi hal yang sama di masa
datang
5
ADJUSMENT of RATE
(STANDARDISASI)

1
Penyesuaian (adjusment, standardization)
 tehnik untuk mengontrol pengaruh faktor
perancu/pengganggu (confounder) dalam
membuat perbandingan kejadian
(penyakit/kematian) antara 2 atau lebih
populasi.

Populasi standar :
1.Populasi hasil sensus terakhir
2.Salah satu populasi yang akan dibandingkan

Populasi standar :
Komposisi penduduk menurut golongan
umur yang digunakan untuk standardisasi
Ada 2 macam Standardisasi
1. Standardisasi Langsung (direct adjusment)
 bila ASDR dari populasi-populasi
yang hendak diperbandingkan
diketahui

2. Standardisasi Tidak Langsung (indirect


adjusment)
 bila jumlah populasi per golongan umur
dari masing-masing populasi yang
hendak dibandingkan tidak diketahui
Standardisasi langsung
Langkah :
1. Salah satu struktur populasi yang
dibandingkan dipilih sebagai standar &
dibagi dalam strata (kategori) faktor
perancu/confounder (misal : umur)
2. Struktur populasi yang telah
distratifikasi selanjutnya dipakai
sebagai acuan dalam menghitung
kejadian (penyakit/kematian) pada
populasi lainnya

4
Contoh Standardisasi Langsung :

Tabel 1. Perbandingan angka kematian penduduk Yogyakarta &


Jakarta thn 1996 berdasarkan angka kematian kasar
(crude death rate/CDR)
Jakarta Yogyakarta
Jumlah kematian, 1996 70.320 14.834
Jumlah penduduk, 1996 9.000.000 1.500.000
Angka kematian kasar/1000 7,8 9,9
Yogyakarta 9,9
Rasio ----------------- = ---- = 1,26
Jakarta 7,8

Artinya, angka kematian penduduk Yogyakarta 1,26 kali lebih


tinggi daripada Jakarta

Benarkah ???
1.Status kesehatan penduduk Yogyakarta lebih buruk ???
2.Penduduk lansia Yogyakarta lebih cepat meninggal ???
3.Bayi yang meninggal di Yogyakarta lebih banyak ??? 5
Untuk menjawab pertanyaan di atas, perhatikan tabel 2

Tabel 2. Angka kematian spesifik menurut kategori umur (age


specific death rate/ASDR) penduduk Yogyakarta & Jakarta
Yogyakarta
Angka kematian
Umur Kematian Penduduk
spesifik/1000
0 – 29 677 615.000 1,1
30 – 59 2.323 620.000 3,6
60+ 11.925 265.000 45,0
Total 14.834 1.500.000 9,9

Jakarta
Angka kematian
Umur Kematian Penduduk
spesifik/1000
0 – 29 32.860 6.200.000 5,3
30 – 59 11.960 2.300.000 5,2
60+ 25.500 500.000 51,0
Total 70.320 9.000.000 7,8

Rasio angka kematian spesifik menurut kategori umur antara Yogyakarta dan
Jakarta :
0 – 29 1,1/5,3 = 0,2
30 – 59 3,6/5,2 = 0,7 6
60+ 45,0/51,0 = 0,9
Hasil :
Ternyata perbandingan
berdasarkan angka kematian
kasar (CDR) menghasilkan
kesimpulan yang salah, seolah-
olah kematian di Yogyakarta 1,26
lebih tinggi daripada Jakarta,
padahal sesungguhnya tidak
demikian
7
Apa penyebabnya ???
 laju kematian bertambah
dengan bertambahnya usia,
padahal proporsi penduduk
usia 60+ di Yogyakarta jauh
lebih besar
(265.000/1.500.000 = 18%)
daripada penduduk Jakarta
(500.000/9.000.000 = 6%).
8
Bagaimana cara menyajikan tehnik
penyesuaian langsung ? tabel 3

Persyaratan :
Populasi standar dapat dipilih dari
salah satu populasi (populasi standar
internal) atau diluar kedua populasi
yang dibandingkan (populasi standar
eksternal)

9
Tabel 3. Tehnik standarisasi langsung untuk membuat
perbandingan angka kematian yang valid antara 2
populasi. Populasi standar yg dipilih adalah Jakarta
Jakarta
Umur Populasi standar Laju kematian spesifik # kematian
umur harapan
0 – 29 6.200.000 0,0053 32.860
30 – 59 2.300.000 0,0052 11.960
60+ 500.000 0,0510 25.500
Total 9.000.000 70.320

Angka kematian pddk Jakarta yg telah disesuaikan menurut kategori umur (age
adjusted rate) = 70.320/9.000.000 = 7,8 per seribu

Yogyakarta :
Umur Populasi standar Laju kematian spesifik # kematian
umur harapan
0 – 29 6.200.000 0,0011 6.820
30 – 59 2.300.000 0,0036 8.280
60+ 500.000 0,0450 22.500
Total 9.000.000 37.600

Angka kematian pddk Yogyakarta yg telah disesuaikan menurut kategori umur (age10
adjusted rate) = 37.600/9.000.000 = 4,2 per seribu
Yogyakarta
Rasio ------------------ = 0,0042/0,0078 = 0,54
Jakarta

Perhatikan !!!
Setelah memperhitungkan perbedaan
struktur umur penduduk, ternyata angka
kematian penduduk Yogyakarta yang
sesungguhnya adalah 0,54 kali (lebih
rendah) daripada penduduk Jakarta

11
Standardisasi tak langsung
Disebut juga rasio mortalitas
terstandardisasi (standardized
mortality ratio/SMR)

SMR
 rasio yang membandingkan jumlah
kematian teramati (observed death)
pada 1 populasi dengan jumlah
kematian harapan (expected death)
pada populasi itu andai saja
memiliki angka kematian kategori
spesifik secepat populasi standar
Rumus :

Jumlah kematian teramati pada populasi (= O)


SMR = ----------------------------------------------------------------
Jumlah kematian harapan pada populasi itu (= E)

O = jumlah kematian teramati (observed death) pada


populasi
E = jumlah kematian harapan (expected death) pada
populasi, andai saja populasi itu memiliki laju
kematian secepat populasi standar

13
Contoh Standardisasi Tidak Langsung

Tabel 4.Penggunaan tehnik SMR untuk membandingkan kematian


penduduk Kecamatan Banjarmangu dengan kematian
penduduk Indonesia sebagai standar. Umur merupakan
faktor yang harus diperhitungkan dalam membandingkan
kematian
Umur Kematian # Populasi Laju kematian Kematian
(Kecamatan spesifik harapan
Banjarmangu) umur (Indonesia)

<1 13 558 0,270 150,7


1 – 14 27 5584 0,070 390,4
15 – 34 6 6143 0,013 79,9
35 – 54 28 6701 0,055 368,6
55 – 74 142 6143 0,259 1591,0
75+ 260 2792 1,061 2962,3
Total 466 27.921 - 5543,4

466
SMR = ------------ = 0,084
5543,4
14
Perhatikan !!!
Angka kematian spesifik menurut umur
(age specific death rate) penduduk
Indonesia digunakan sebagai acuan untuk
menghitung jumlah kematian harapan
penduduk Kecamatan Banjarmangu.

Artinya
 angka kematian penduduk
Kecamatan Banjarmangu 8,4%
(lebih rendah) daripada penduduk
Indonesia
15
Interpretasi
SMR > 1 (100%)
Banyak kematian yang terjadi di kelompok
penduduk daripada kelompok yang diharapkan
berdasarkan rate dari populasi standar

SMR < 1 (100%)


Lebih sedikit kematian yang terjadi di kelompok
penduduk daripada kelompok yang diharapkan

SMR = 1 (100%)
Keseluruhan resiko pada populasi yang
dibandingkan = populasi standar

16
Catatan Penting !!!
 Adjusted of rate sifatnya artificial
sehingga tidak dapat digunakan untuk
mengetahui besarnya masalah
kesehatan yang sesungguhnya pada
masing-masing populasi
 Untuk melihat besarnya masalah
kesehatan  use angka kejadian kasar
(crude), tetapi akan mengakibatkan
kesimpulan yang salah jika digunakan
untuk membandingkan kejadian 1
populasi dengan populasi lainnya. 17
Latihan :

Jumlah penduduk Kota Atlas = 13.025.637 jiwa


Jumlah penduduk Kota Hujan= 9.153.745 jiwa
BB Lahir Kota Atlas Kota Hujan
(gram) Kematian Penduduk Kematian Penduduk
< 1500 870 11.517 1860 13.741
1500 – 2499 480 7.665 900 9.592
≥ 2500 1.050 3.120 585 1.783
Total 2400 22.302 3345 25.116

Lakukan standarisasi secara langsung dengan


populasi standar Kota Hujan

18
SKRINING
Astidio Noviardhi
Pengertian
• Usaha untuk mengidentifikasi penyakit-
penyakit yang secara klinis belum jelas
dengan menggunakan pemeriksaan tertentu
atau prosedur lain yang dapat digunakan
secara tepat untuk membedakan orang-
orang yang kelihatannya sehat tetapi
mempunyai kemungkinan sakit atau betul-
betul sehat (Mausner dan Kramer, 1985)
Pengertian
• Suatu proses dengan maksud agar
penyakit-penyakit atau kelainan-kelainan
yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
dengan menggunakan uji-uji yang dapat
diterapkan secara cepat dalam sebuah
skala yang besar (Beaglehole,dkk,1997)
Macam Skrining :
1. Mass screening
skrining yang dilakukan pada
seluruh populasi
mis : X ray massal

2. Multiphasic screening
Skrining yang menggunakan berbagai uji penyaringan
yang diterapkan pada saat yang sama .
mis : pemeriksaan kesehatan pegawai sebelum
bekerja
3. Single sccrening
Skrining yang hanya ditujukan pada satu jenis
penyakit
mis; skrining malaria

4. Selective screening
Skrining yang dilakukan pada kelompok tertentu
mis; skrining pada wanita usia > 40 tahun --- deteksi
ca cervix
• Opportunistic screening skrining pada
penderita yang berkonsultasi pada seorang
praktisi kesehatan untuk beberapa tujuan
lainnya
Kegunaan skreening
 Menurunkan angka kematian dari populasi
 Menurunkan fatalitas dari kasus pada individu
 Meningkatkan persentase kasus yang dapat
dideteksi pada stadium awal
 Menurunkan kejadian komplikasi penyakit
 Meningkatkan kualitas hidup individu
Kegunaan skreening
 Mencegah atau mengurangi penyebaran
penyakit
Beberapa metode epidemiolopgi untuk menilai skrining :
 Validitas
 Reliabilitas
 Kekuatan test berdasarkan nilai sensitivitas dan
spesifisitas
Validitas : Kemampuan suatu pemeriksaan untuk
menentukan individu yang mempunyai penyakit
(tidak normal ) dan individu yang tidak
mempunyai penyakit ( normal ).

Reliabilitas : kemampuan suatu pemeriksaan untuk


memberikan hasil yang sama ( konsisten )
bila diterapkan lebih dari satu kali pada
orang yang sama dan waktu yang sama
Ada 2 faktor yang mempengaruhi konsistensi hasil :
1. Variasi pada metode pemeriksaan dan subjek
- stabilitas reagen yang dipakai
- waktu pemeriksaan

2. variasi pada peneliti baik internal peneliti , maupun


inter peneliti
- Perbedaan membaca hasil pada waktu yang berbeda
- Perbedaan interpretasi hasil antara 2 orang ahli
Sensitivitas : kemampuan suatu pemeriksaan untuk
mengidentifikasi secara benar orang yang
mempunyai penyakit.

sensitivitas = True positif x 100%


true positif + false negatif

= true positif
semua orang dalam pemeriksaan
mempunyai penyakit
Spesifisitas : kemampuan suatu pemeriksaan untuk
mengidentifikasi secara benar orang yang
tidak mempunyai penyakit.

spesifisitas = True negatif x 100%


true negatif + false positif

= true negatif
semua orang dalam pemeriksaan
tidak mempunyai penyakit
Sakit Tidak Sakit
Sakit dan test Tidak Sakit dan
positif test positif

Positif True positif (TF) False positif (FP)

Sakit dan test Tidak Sakit dan


negatif test negatif
Negatif
False negatif (FN) True negatif (TN)
Karakteristik test skrining yang baik :
1. Sederhana
test harus mudah dipelajari dan dilakukan .

2. Cepat
Test tidak memerlukan waktu yang lama dan hasil
dapat segera diperoleh .

3. Tidak mahal
4. Aman
5. Dapat diterima
SURVEILANS
EPIDEMIOLOGI

Astidio Noviardhi, SP, M.Kes (Epid)

Anda mungkin juga menyukai