Anda di halaman 1dari 214

Oneway

ANOVA
Prof. Bhisma Murti1
Sunarto2

1. Program Magister Ilmu Kesehatan


Masyarakat, Sekolah Pascasarjana,
Universitas Sebelas Maret
2. Poltekkes Kemenkes Semarang
Apakah Onewa
A N O VA ?
UJI BEDA

SEBAB AKIBAT

Mempengaruhi
Perlakuan obat antianemi Hb
 kelompok dibagi menjadi 3 (gr/dl)
(Kontrol/ Dosis rendah/ Dosis tinggi)

DALAM HUBUNGAN SEBAB AKIBAT


UJI BEDA DAPAT MENGHITUNG PENGARUH
HUBUNGAN DENGAN PENGARUH SAMA DAN
DAN HUBUNGAN
PERBEDAAN DENGAN PENGARUH SAMA
Secara teori atau secara umum kelompok dosis tinggi memiliki kadar Hb
yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol
Artinya = ada pengaruh terhadap perlakuan kadar Hb
Jika antara kelompok kontrol dan dosis tinggi kadar Hb nya sama
Artinya = tidak ada pengaruh terhadap perkaluan kadar Hb
Jika perbedaan dosis tinggi dan control perbedaannya sedikit
Artinya = pengaruh nya kecil terhadap perlakuan kadar Hb
Jika perbedaan dosis tinggi dan control perbedaannya besar
Artinya = pengaruh nya besar terhadap perlakuan kadar Hb
Jika antara kelompok dosis tinggi, control, dan rendah tidak ada perbedaan
atau rata rata nya sama berapa perbedaannya = 0 karena tidak ada
perbedaan atau rata ratanya sama
Adanya/Besar pengaruh dapat dilihat dari perbedaan mean deferent
antara control/dosis tinggi/dosis rendah
No Treatment Hb
1 Plasebo 10.04
2 Plasebo 11.07
3 Plasebo 11.05
4 Plasebo 11.00
5 Plasebo 11.04
6 Plasebo 10.09
7 Plasebo 10.07
8 Plasebo 11.04
9 Plasebo 11.01
10 Plasebo 10.05
11 Dosis Rendah 12.06
12 Dosis Rendah 11.04
13 Dosis Rendah 11.07
14 Dosis Rendah 12.08
15 Dosis Rendah 12.05
16 Dosis Rendah 11.09
17 Dosis Rendah 12.02
18 Dosis Rendah 12.00
19 Dosis Rendah 11.07
20 Dosis Rendah 12.04
21 Dosis Tinggi 12.08
22 Dosis Tinggi 12.06
23 Dosis Tinggi 11.09
24 Dosis Tinggi 12.00
25 Dosis Tinggi 12.09
26 Dosis Tinggi 13.02
27 Dosis Tinggi 11.07
28 Dosis Tinggi 13.00
29 Dosis Tinggi 12.05
30 Dosis Tinggi 12.00
Ada 30 sample yang dibagi dalam 3 kelompok yaitu control, dosis rendah,
dosis tinggi
Histogram/diagram
batang
Dan kurva normal

Jumlah
remaja
Apakah kedua data tersebut sama?

Tidak sama / berbeda = perbedaan


dapat dilihat dari variasinya
Berbagai Kemungkinan Perbedan
Mean antar Kelompok
Perbedaan mean kecil Perbedaan mean sedang
(tidak signfikan) (mungkin signifikan, mungkin
perbedaan paling kecil tidak) perbedaan sedang

Perbedaan mean besar antara Perbedaan mean besar


kelompok 1 dan 2 ataupun 1 dan (signifikan)
3; perbedaan mean perbedaan paling besar
kecil antara kelompok 2 dan 3
Variasi Antar Kelompok dan Variasi
Dalam Kelompok

(yakni, perbedaan mean antar kelompok) (yakni, variasi nilai pengamatan di dalam
masing-masing kelompok)

Nilai pengamatan variabel Nilai pengamatan variabel


dependen antar kelompok dependen
dilihat dari meannya
bloxspot

Masalah
Penelitian
Batas atas
Oneway ANOVA dapat digunakan
untuk menguji berbagai masalah
peneliti, misalnya:

Apakah terdapat perbedaan efektifitas median


obat antianemi baru dosis rendah dan
dosis tinggi dibandingkan kelompok
kontrol dalam meningkatkan Hb pada
Batas bawah
remaja putri?

Outlayer = data yang


berada diluar batas
Asumsi Uji Anova
atau uji parametric

1. Pengamatan independen (tidak


pengaruh)
Tidak terdapat hubungan antara
pengamatan satu dengan lainnya
dalam satu kelompok maupun antar
kelompok. Tidak diperkenankan
pengulangan pengukuran (repeated
measure).
• Normalitas (data harus normal)
Data di setiap kelompok kurang-lebih
didistribusikan normal.
• Homogenitas varians (varian sama) uji
leven test
Varians dari variabel dependen
hendaknya sama antar kelompok.
Dikatakan sama apabilaa p valuenya >
0,05
• Outlier
Tiga Kelompok dengan Tiga Kelompok dengan
Varians Sama
varianS berbed

Kruskal- Oneway
Wallis ANOVA
Post-Hoc Test
Post-hoc test adalah uji
statistik yang dilakukan
pasca ANOVA, yang bertujuan
untuk menguji signifikansi
statistik perbedaan mean
pasangan-pasangan kelompok
(pair-wise comparison):

1. Bonferroni
2. Scaheffe
3. Sidak dll.

Merupakan bagian yang


penting dalam Oneway
ANOVA untuk pengambilan
keputusan
Contoh Penerapan Oneway
ANOVA dengan Stata
Sebuah randomized controlled
trial (RCT) secara random
dilakukan untuk menguji
efektivitas obat anti-anemia
baru.

Sampel terdiri atas 30


perempuan dengan anemia
dialokasikan secara random
ke dalam 3 kelompok:

1. Plasebo/control
2. Obat anti-anemia dosis
rendah
3. Obat anti-anemia dosis
tinggi
Masalah
Penelitian
1. Apakah obat anti-anemia baru
efektif untuk meningkatkan
kadar hemoglobin sehingga
orang dengan anemia
menjadi tidak anemia?

2. Manakah dosis obat anti-


anemia baru yang lebih baik
untuk digunakan, dosis rendah
atau tinggi?
No Treatment Hb
1 Plasebo 10.04
2 Plasebo 11.07
3 Plasebo 11.05
4 Plasebo 11.00
5 Plasebo 11.04
6 Plasebo 10.09
7 Plasebo 10.07
8 Plasebo 11.04
9 Plasebo 11.01
10 Plasebo 10.05
11 Dosis Rendah 12.06
12 Dosis Rendah 11.04
13 Dosis Rendah 11.07
14 Dosis Rendah 12.08
15 Dosis Rendah 12.05
16 Dosis Rendah 11.09
17 Dosis Rendah 12.02
18 Dosis Rendah 12.00
19 Dosis Rendah 11.07
20 Dosis Rendah 12.04
21 Dosis Tinggi 12.08
22 Dosis Tinggi 12.06
23 Dosis Tinggi 11.09
24 Dosis Tinggi 12.00
25 Dosis Tinggi 12.09
26 Dosis Tinggi 13.02
27 Dosis Tinggi 11.07
28 Dosis Tinggi 13.00
29 Dosis Tinggi 12.05
30 Dosis Tinggi 12.00
Data variabel
kategorikal
tampil dalam
kategori
(atribut)
Data variabel
kategorikal tampil
dalam kode
Interpretasi
Box-Plot
1. Median hemoglobin
kelompok dosis rendah
maupun tinggi lebih
tinggi daripada median
plasebo
2. Distribusi frekuensi
ketiga kelompok
tampak normal
3. Varians antara ketiga
kelompok kurang-lebih
sama
4. Tidak terlihat outlier
pada
ketiga kelompok
Interpretasi Oneway ANOVA

1. Setelah intervensi, obat anti-anemia


baru dosis rendah (Mean= 12 .12
g/dL) maupun tinggi (Mean=12 . 46 )
mampu meningkatkan hemoglobin
hingga melampaui ambang batas
anemia ≥ 12 g/dL untuk perempuan
menurut standar WHO

2. Perbedaan antara kelompok


plasebo, dosis rendah, dan
dosis tinggi, secara statistik
signifikan (p<0.001)

3. Ketiga kelompok memiliki


varians yang sama (p=0.655)
Mean
Difference
(I) treatment (J) treatment (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound Interpretasi
Scheffe Plasebo

Dosis Rendah
Dosis Rendah
Dosis Tinggi
Dosis Tinggi
-10.600
-14.000
-.3400
.2123
.2123
.2123
<0,001
<0,001
0,294
-1.610
-1.950
-.890
-.510
-.850
.210
Post Hoc Test
1. Terdapat perbedaan mean hemoglobin yang
secara statistik signifikan antara plasebo dan
obat anti-anemia baru dosis rendah (p<0.001)
ataupun dosis tinggi (p<0.001). Dengan kata
lain, obat anti-anemia baru dosis rendah
ataupun tinggi efektif untuk meningkatkan
kadar hemoglobin pada perempuan dengan
anemia.

2. Perbedaan mean hemoglobin antara dosisi


rendah dan dosis tinggi secara statistik tidak
signifikan (p=0.294). Perbedaan hasil yang
secara statistik tidak signifikan mengandung
arti efektivitas kedua dosis sebanding
(comparable).

3. Kesimpulan: Dengan biaya yang lebih rendah


dan efektivitas yang sebanding, dosis obat anti-
anemia baru dosis rendah merupakan pilihan
Contoh Soal:
1.Suatu penelitian untuk melihat apakah ada
perbedaan penurunan BB menurut jenis formula
yang diberikan.

Penurunan Jenis
No. BB Formula
1 10 A
2 11 A
3 12 A
4 13 A
5 14 A
6 6 B
7 9 B
8 8 B
9 5 B
10 7 B
11 13 C
12 10 C
13 11 C
14 12 C
15 10 C
Descriptives

Peningkatan berat badan setelah di beri formula


N Mean Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum
A 5 12,00 1,581 ,707 10 14
B 5 7,00 1,581 ,707 5 9
C 5 11,60 1,140 ,510 10 13
Total 15 10,20 2,704 ,698 5 14
2. Suatu penelitian untuk melihat perbedaan kadar folat
menurut jenis zat pembius yang diberikan.

No. Kadar Folat Zat pembius


1. 243 A
2. 251 A
3. 275 A
4. 291 A
5. 347 A
6. 206 B
7. 210 B
8. 226 B
9. 249 B
10. 255 B
11. 241 C
12. 258 C
13. 270 C
14. 293 C
15. 328 C
Terima Kasih...Coffee Time
Korelasi Pearson/Korelasi

Oleh:
Sunarto, SKM, M.Kes.
Sebab akibat
Mempengaruhi
Asupan Serat Kolesterol
(gr/hr) (mg/dl)

Jika asupan serat tinggi maka kadar


kolestrol rendah, jika asupan serat rendah
kadar kolestrol tinggi
Hipotesis:

Ada hubungan
antara asupan serat dengan kolesterol

Tujuan Uji Syarat

Mengetahui R Pearson (uji Kedua variabel berdistribusi normal


hubungan/pengaruh parametric)
Rank Spearman Salah satu atau kedua variabel berdistribusi tdk
normal
1. Mengetahui hubungan Regresi linier Regresi sederhana = korelasi tetapi bedanya
2. Memprediksi variabel y sederhana (x = dapat memprediksi variable y berdasarkan
berdasarkan variabel x 1) dan linier variable x
ganda (x>1)
Data numeric
No. Hb Nilai
1 13.7 90.3
Ilustrasi 2 12.6 85.0
3 11.7 80.3
4 10.8 70.8
5 9.5 71.0
6 8.0 60.2
7 8.5 63.0
8 9.8 70.5
9 8.9 65.6
Hipotesis: 10 11.0 70.9

Ada Hubungan
antara kadar Hb dengan nilai Biostatistik
Semakin erat jarak Skeater diagram atau
antar titik” semakin  Visualisasi: diagram tebar
kuat hubungannya dan 100
sebaliknya. Jika
hubungan sempurna
titik” akan membuat 90
sebuah satu baris. Jika
titik” tersebut
dipaksakan menjadi 1 80
baris dinamakan
regresi dan garis nya
disebut garis regresi. 70

Untuk mengetahui
keeratan hubungan
antara titik” dapat 60

dihitung dari besaran


NILAI

koefisien korelasi (r) 50


nilai berkisar 0 – 1 7 8 9 10 11 12 13 14

Diagram Tebar HB
Keterangan
 Ada kecenderungan X : kadar hb
bahwa semakin tinggi kadar Hb, Y : nilai
akan semakin tinggi nilai Biostatistik
Diagram Tebar
 Ada kecenderungan
bahwa semakin tinggi kadar Hb,
akan semakin tinggi nilai Biostatistik
Pola hubungan yg linier
 kekuatan hubungan, terlihat dari
 titik-titik merapat  Hub. kuat
 titik-titik menyebar  Hub. lemah
Berkisar antara 0 – 1 (1 decimal) da dibedakan
antara Positif dan negative.
(+) jika semakin tinggi x maka y naik
(-) jika semakin tinggi x makan y turun
misalnya hubungan antara asupan serat dan
kolestrol. Semakin tinggi asupan serat maka
semakin rendah/turun kadar kolesterol  (-)
Apakah kecenderungan
tersebut bermakna?

Uji yg dpt digunakan:


1. r Pearson (Pearson Peroduct Moment)
(Uji Parametrik)

2. Rank Spearman
(Uji Non Parametrik)
No. Hb Nilai xy X2 Y2
(x) (y)
1. 13,7 90,3 1237,1 187,7 8154,1
2. 12,6 85,0 1071,0 158,8 7225,0
3. 11,7 80,3 939,5 136,9 6448,1
4. 10,8 70,8 764,6 116,6 5012,6
5. 9,5 71,0 674,5 90,3 5041,0
6. 8,0 60,2 481,6 64,0 3624,0
7. 8,5 63,0 535,5 72,3 3969,0
8. 9,8 70,5 690,9 96,0 4970,3
9. 8,9 65,6 583,8 79,2 4303,4
10. 11,0 70,9 779,9 121,0 5026,8
Uji r Pearson 104,5 727,6 7758,5 1122,7 53774,3
ΣX ΣY ΣXY ΣX2 ΣY2

{ΣXY} - { ( Σ X ) * ( Σ Y ) / n }

r =

2 2 2 2
√ {(ΣX ) - (ΣX) /n} * {(ΣY ) - (ΣY) /n}
Asumsi
Uji r Pearson
 Kedua variable yg dihubungkan
berdistribusi normal
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
HB ,138 10 ,200* ,967 10 ,846
NILAI ,273 10 ,034 ,922 10 ,410
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

One-Sam ple Kol mogorov-Smirnov Te st

HB NILAI
N 10 10
Normal Parametersa,b Mean 10.450 72.760
St d. Deviation 1.847 9.627
Most Extreme Absolute ,138 ,273
Differences Positive ,138 ,273
Negat ive -,092 -,107
Kolmogorov-Smirnov Z ,435 ,862
As ymp. Sig. (2-tailed) ,992 ,448
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Contoh:
Suatu penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan antara kadar Hb
dengan nilai Biostatistik
Pertanyaan:
1. Apakah ada hubungan antara kadar
Hb dengan nilai Biostatistik? Peneliti
menghendaki CI: 95%.
a. Berapa koefisien korelasi?
b. Apa makna nilai koefisien
korelasi?
c. Berapa p value?
d. Apa keputusan uji tersebut?
e. Apa kesimpulan uji tersebut?
No. Hb Nilai xy X2 Y2
(x) (y)
1. 13,7 90,3 1237,1 187,7 8154,1
2. 12,6 85,0 1071,0 158,8 7225,0
3. 11,7 80,3 939,5 136,9 6448,1
4. 10,8 70,8 764,6 116,6 5012,6
5. 9,5 71,0 674,5 90,3 5041,0
6. 8,0 60,2 481,6 64,0 3624,0
7. 8,5 63,0 535,5 72,3 3969,0
8. 9,8 70,5 690,9 96,0 4970,3
9. 8,9 65,6 583,8 79,2 4303,4
Uji r Pearson 10. 11,0 70,9 779,9 121,0 5026,8
104,5 727,6 7758,5 1122,7 53774,3
ΣX ΣY ΣXY ΣX2 ΣY2
{ΣXY} - { ( Σ X ) * ( Σ Y ) / n }

r =

√ {(ΣX2) - (ΣX)2/n} * {(ΣY2) - (ΣY)2/n}


{7758,5} - {(104,5) (727,6)/10}
r=
√ {(1122,7) - (104,5)2/10} {53774,3- (727,6)2/10}

r = 0.969
df = n-1
Jika hasilnya (-)
tetep ditulis
p = … ? (gunakan tabel r Pearson) misalnya
–0,969.
Correlations jika p value
kurang dari
NILAI 0,01 artinya ada
HB Pearson Correlation ,969** hubungan yang
Sig. (2-tailed) ,000 signifikan
antara kadar hb
N 10 dan nilai
NILAI Pearson Correlation 1,000 (p<0,01)
Sig. (2-tailed) ,
N 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level
(2-tailed).
{7758,5} - {(104,5) (727,6)/10}
r=
√ {(1122,7) - (104,5)2/10} {53774,3- (727,6)2/10}

r = 0.969
Contoh soal:
1. Suatu penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan antara jumlah
pemilikan buku dengan nilai Biostatistik
pada Mhs Smt V FKM UDINUS th. 2003.
Hasil penelitian adalah sbb:

No. Buku Nilai xy X2 Y2


(x) (y)
1 9 90,3 812,7 81,0 8154,1
2 8 85,0 680,0 64,0 7225,0
3 7 80,3 562,1 49,0 6448,1
4 7 70,8 495,6 49,0 5012,6
5 7 71,0 497,0 49,0 5041,0
6 4 60,2 240,8 16,0 3624,0
7 5 63,0 315,0 25,0 3969,0
8 7 70,5 493,5 49,0 4970,3
9 6 65,6 393,6 36,0 4303,4
10 7 70,9 496,3 49,0 5026,8
67 727,6 4986,6 467,0 53774,3
ΣX ΣY ΣXY ΣX2 ΣY2

Pertanyaan:
Apakah ada hubungan antara antara jumlah
pemilikan buku dengan nilai Biostatistik
Hasil Uji Normality sbb:
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlah pemilikan buku ,284 10 ,022 ,913 10 ,352
Nilai Biostatistik ,273 10 ,034 ,922 10 ,410
a. Lilliefors Significance Correction

a. Berapa koefisien korelasi?


b. Apa makna nilai koefisien
korelasi?
c. Berapa p value?
d. Apa keputusan uji tersebut?
e. Apa kesimpulan uji tersebut?

Correlations

Nilai
Biostatistik
Jumlah pemilikan buku Pearson Correlation ,909**
Sig. (2-tailed) ,000
N 10
Nilai Biostatistik Pearson Correlation 1,000
Sig. (2-tailed) ,
N 10
**. Correlation is s ignificant at the 0.01 level (2-tailed).
Keputusan = ditolak atau diterima
kesimpulan = ada hubungan atau
tidak
jadi jika hipotesis di tolak maka
kesimpulannya ada hubungan
CATATAN
 Kalau sig nya 0,000 artinya lebih kecil
dari 0,01 (p value)
 R mendekati 1 = kuat hubungannya
 R mendekati 0 = lemah hubungannya
 Pakai table pearson
Rank Spearman

Oleh:
Sunarto, SKM, M.Kes.
Asupan Serat Kolesterol
(gr/hr) (mg/dl)

Hipotesis:

Ada hubungan
antara asupan serat dengan kolesterol

Tujuan Uji Syarat

Mengetahui hubungan R Pearson Kedua var berdistribusi normal

Rank Salah satu atau kedua var berdistribusi tdk


Spearman normal. PAKAI TABEL SPEARMEN
1. Mengetahui hubungan Regresi linier
2. Memprediksi var y sederhana
berdasarkan var x
Prosedur:
1. Berikan peringkat x dan y
2. Hitung pengurangan peringkat x dgn y untuk masing-
masing pasangan (di)
3. Kuadratkan di dan jumlahkan

4. 6 ∑ di 2
rs = 1 - ------------
3
n –n
Rumus

1. 6 ∑ di 2
rs = 1 - ------------
n3 – n

No x Peringkat x y Peringkat y di di 2
(rx – ry)

n ∑ di 2
Contoh:
No. SGOT (x) Kolesterol HDL (y)
Subyek
1 5.7 40
2 11.3 41.2
3 13.5 42.3
4 15.1 42.8
5 17.9 43.8
6 19.3 43.6
7 21 46.5
2
No x Pering y Pering di di
kat x kat y (rx – ry)
1 5.7 1 40 1 0 0
2 11.3 2 41.2 2 0 0
3 13.5 3 42.3 3 0 0
4 15.1 4 42.8 4 0 0
5 17.9 5 43.8 6 -1 1
6 19.3 6 43.6 5 1 1
7 21 7 46.5 7 0 0
2
n=7 ∑ di = 2
No x Pering y Pering di di 2
kat x kat y (rx – ry)
1 5.7 1 40 1 0 0
2 11.3 2 41.2 2 0 0
3 13.5 3 42.3 3 0 0
4 15.1 4 42.8 4 0 0
5 17.9 5 43.8 6 -1 1
6 19.3 6 43.6 5 1 1
7 21 7 46.5 7 0 0
n=7 ∑ di 2= 2

6 (2)
rs = 1 - ------------ = 0.9643
73 – 7
6 (2)
rs = 1 - ------------ = 0.9643
73 – 7
Kesimpulan sama kayak r
p = 0.001 pearson

Kesimpulan:
Ho ditolak
Ada hubungan antara SGOT dgn Kolesterol HDL
Latihan:

Umur (th) (x) Denyut jantung (frek/ mnt) (y)


2 110
4 108
5 72
6 80
18 70
20 68
25 66
30 58
36 52

Nonparametric Correlations
Correlations

UMUR DENYUT
Spearm an's rho UMUR Correlation Coeffici ent 1.000 -.983**
Sig. (2-tailed) . .000
N 9 9
DENYUT Correlation Coeffici ent -.983** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 9 9
**. Correlation is s igni ficant at the .01 level (2-tailed).
Frek. Lalulintas CO (ppm)
(mobil/ jam)
(x) (y)
100 8.8
110 9.5
110 9.2
125 9.2
150 10.0
170 11.5
180 10.6
190 11.8
200 12.0

Nonparametric Correlations
Correlations

MOBIL CO
Spearm an's rho MOBIL Correlation Coeffici ent 1.000 .945**
Sig. (2-tailed) . .000
N 9 9
CO Correlation Coeffici ent .945** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 9 9
**. Correlation is s ignificant at the .01 level (2-tai led).
CATATAN
 Semakin tinggi sgot semakin tinggi
kolestrol
 Masing masing data x dan y dibuat
ranking dimulai dari 1 sampai
seterusnya
 Setelah itu dicari selisih peringkatnya.
Dan dikuadratkan
 Jika ada nilai x atau y sama untuk
peringkatnya di rata”
Regresi

Oleh:
Sunarto, SKM, M.Kes.
Asupan Serat Kolesterol
(gr/hr) (mg/dl)

Hipotesis:

Ada hubungan
antara asupan serat dengan kolesterol

Tujuan Uji Syarat

Mengetahui hubungan R Pearson Kedua var berdistribusi normal

Rank Spearman Salah satu atau kedua var berdistribusi tdk


normal
1. Mengetahui hubungan Regresi linier Hasil ukur variabel dependen numerik
2. Memprediksi var y Regresi Hasil ukur variabel dependen Kategorik
berdasarkan var x logistik
Asupan Serat
(gr/hr) Kolesterol
(mg/dl)
Asupan Lemak
(g/hr)

Hipotesis:

Ada hubungan
antara asupan serat dan asupan lemak dengan kolesterol

Tujuan Uji

1. Mengetahui hubungan Regresi linier ganda


2. Memprediksi var y berdasarkan var x
No. Hb Nilai
1 13.7 90.3
Ilustrasi 2 12.6 85.0
3 11.7 80.3
4 10.8 70.8
5 9.5 71.0
6 8.0 60.2
7 8.5 63.0
8 9.8 70.5
9 8.9 65.6
Hipotesis: 10 11.0 70.9

Ada Hubungan
antara kadar Hb dengan nilai Biostatistik
Kadar Hb Nilai
(Independen Variabel) (Dependen Variabel)

Independen Variabel
 Skala: Numerik (Ratio, interval) Bisa kategorik

Dependen Variabel
 Skala: Numerik (Ratio, interval)
 Visualisasi:
100

90

80

70

60
NILAI

50
7 8 9 10 11 12 13 14
Diagram Tebar
 Ada kecenderungan HB
bahwa semakin tinggi kadar Hb,
akan semakin tinggi nilai Biostatistik
Diagram Tebar
 Ada kecenderungan
bahwa semakin tinggi kadar Hb,
akan semakin tinggi nilai Biostatistik
Pola hubungan yg linier
 kekuatan hubungan, terlihat dari
 titik-titik merapat  Hub. kuat
 titik-titik menyebar  Hub. lemah
Contoh:
Berapa nilai seseorang, bila kadar Hb nya
sebesar 9.3 ?
100

90

80

70

60
NILAI

50
7 8 9 10 11 12 13 14

HB

Garis Regresi Linier


 Untuk memprediksi variable y berdasarkan
variable x
Persamaan garis linier: Untuk memprediksi

Y=a+bx
a = intercept
= nilai awal
= besarnya nilai y,
Hasil Bisa (-) dan (+)
bila variable x bernilai 0

b = slope
= besarnya perubahan nilai variable y
bila nilai variable x berubah sebesar
satu unit (satuan)
= koefisien regresi
Untuk menghitung koefisien a & b
Digunakan “ Least Square method”

{ΣXY} - { ( Σ X ) . ( Σ Y ) / n }

b =
No. Hb Nilai xy X2 Y2
{(ΣX2) - (ΣX)2/n} (x) (y)
1. 13,7 90,3 1237,1 187,7 8154,1
2. 12,6 85,0 1071,0 158,8 7225,0
a= y–bx 3. 11,7 80,3 939,5 136,9 6448,1
4. 10,8 70,8 764,6 116,6 5012,6
5. 9,5 71,0 674,5 90,3 5041,0
6. 8,0 60,2 481,6 64,0 3624,0

Contoh persamaan regresi: 7.


8.
8,5
9,8
63,0
70,5
535,5
690,9
72,3
96,0
3969,0
4970,3
9. 8,9 65,6 583,8 79,2 4303,4
Nilai = a + b Hb 10. 11,0 70,9
104,5 727,6
779,9 121,0
7758,5 1122,7
5026,8
53774,3
ΣX ΣY ΣXY ΣX2 ΣY2
{ΣXY} - { ( Σ X ) . ( Σ Y ) / n }

b =

{(ΣX2) - (ΣX)2/n}

a= y–bx No. Hb Nilai xy X2 Y2


(x) (y)
1. 13,7 90,3 1237,1 187,7 8154,1
2. 12,6 85,0 1071,0 158,8 7225,0
3. 11,7 80,3 939,5 136,9 6448,1
{7758,5} - {(104,5). (727,6)/10} 4. 10,8 70,8 764,6 116,6 5012,6
b= 5. 9,5 71,0 674,5 90,3 5041,0
{(1122,7) - (104,5)2/10} 6. 8,0 60,2 481,6 64,0 3624,0
7. 8,5 63,0 535,5 72,3 3969,0
8. 9,8 70,5 690,9 96,0 4970,3
b = 5.051 9. 8,9 65,6 583,8 79,2 4303,4
10. 11,0 70,9 779,9 121,0 5026,8
104,5 727,6 7758,5 1122,7 53774,3
a = 72.8 – 5.051* 10.5 ΣX ΣY ΣXY ΣX2 ΣY2

a = 19.764
Coefficientsa

Standardi
zed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 19.981 4.821 4.145 .003
HB 5.051 .455 .969 11.101 .000
a. Dependent Variable: NILAI

Persamaan regresi:
Nilai = 19.764 + 5.051 Hb
Artinya:
Setiap kenaikan kadar Hb 1 gr/dl akan
mengakibatkan peningkatan nilai
sebesar 5.051
Persamaan regresi:
Nilai = 19.764 + 5.051 Hb

Bila seseorang mempunyai kadar Hb sebesar


9.3 maka diprediksi akan mempunyai nilai
Biostatistik sebesar
= 19.764 + 5.051 *9.3
= 66.74
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.

Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -6.127 1.381 -4.438 .000

LILA ibu .077 .059 .099 1.301 .195


1
Skor_MPASI .056 .028 .149 1.985 .049

BBL_gr .001 .000 .373 4.801 .000

a. Dependent Variable: Z score BB/TB

Variabel B Interpretasi
LILA ibu 0.077 Setiap kenaikan LILA ibu 1 cm akan meningkatkan
Z-Skore BB/TB sebesar 0.077

Variabel Beta Interpretasi


LILA ibu 0.099 Setiap kenaikan 1 SD LILA ibu akan meningkatkan
Z-Skore BB/TB sebesar 0.099 *SD
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.

Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -6.127 1.381 -4.438 .000

LILA ibu .077 .059 .099 1.301 .195


1
Skor_MPASI .056 .028 .149 1.985 .049

BBL_gr .001 .000 .373 4.801 .000

a. Dependent Variable: Z score BB/TB

Variabel Beta Makna


LILA Ibu 0.099 Diantara ketiga variabel independen,
Skor_MPASI 0.149 BBL_gr memberikan pengaruh yang
BBL_gr 0.373 paling dominan terhadap Z_skor BB/TB
Contoh soal:
1. Suatu penelitian dengan tujuan untuk memprediksi nilai Biostatistik
berdasarkan jumlah pemilikan buku pada Mhs Smt V FKM
UDINUS th. 2003.
Hasil penelitian adalah sbb:

No. Buku Nilai (y) xy X2 Y2


(x)
1 9 90,3 812,7 81,0 8154,1
2 8 85,0 680,0 64,0 7225,0
3 7 80,3 562,1 49,0 6448,1
4 7 70,8 495,6 49,0 5012,6
5 7 71,0 497,0 49,0 5041,0
6 4 60,2 240,8 16,0 3624,0
7 5 63,0 315,0 25,0 3969,0
8 7 70,5 493,5 49,0 4970,3
9 6 65,6 393,6 36,0 4303,4
10 7 70,9 496,3 49,0 5026,8
67 727,6 4986,6 467,0 53774,3
ΣX Σ Y Σ X Y ΣX2 ΣY2

Pertanyaan:
1. Buat persamaan garis regresi, hasil penelitian tersebut?
a. Berapa b?
b. Berapa a?
c. Buat persamaan garis regresi?
CATATAN
 Regresi punya kelebihan : bias buat
mengetahui pengaruh, hubungan dan
memprediksi variable x dan y
 X = 1 regresi sederhana
 X > 1 regresi ganda
 Independen = bisa numeric dan
kategorik
 Dependen = numeric
CATATAN
 Persamaan garis linier
Y = a + bx
Keterangan : a = intercept, b = koefisien
regresi/ slope atau kemiringan
 (+) = x meningkatkan y

 (-) = menurunkan y

 B = semakin besar nilai semakin besar

pengaruh
CATATAN
 Y bar = rata rata y  sigma Y/n
 X bar =rata rata x  sigma x/n
 Setiap variable punya b
 Unstamdarised = koefisien korelasi 
untuk memaknai
Analisis Data Katagorikal
Oleh:
Sunarto, SKM, M.Kes.
Poltekkes Kemenkes Semarang
Asupan Energi Wasting
(kurang/ cukup) (wasting/ Tdk wasting)

Hipotesis Ada Perbedaan proporsi wasting


antara kelompok asupan energi kurang dan kelompok asupan cukup
Ukuran Perbedaan proporsi:
hubungan 1.Perbedaan proporsi = 0  Tidak ada hubungan (p=1.000) tidak perlu diuji karna tidak ada
unstandarized perbedaan
2.Perbedaan proporsi > 0  Ada hubungan:
1. Ada hubungan yg tdk signifikan (p=0.100-0.999)
2. Ada hubungan yg mendekati signifikan (p= 0.051-0.099)
3. Ada hubungan yg signifikan (p<0.050)
Ukuran Odds Ratio (OR):
hubungan 1.OR= 1  Tidak ada hubungan
standarized 2.OR> 1  Ada hubungan:
1. OR (1,01-1,49)= Hubungan lemah (weak)
2. OR (1,50-2,99)= Hubungan sedang (moderate)
3. OR (3,00-9,99)= Hubungan kuat (strong)
4. OR >= 10,00 Hubungan sangat kuat (very strong)
status wasting Total
wasting tidak wasting
45 57 102
kurang 44,10% 55,90% 100,00%
asupan energi 22 76 98
balita cukup 22,40% 77,60% 100,00%
Total 67 133 200
33,50% 66,50% 100,00%

Hipotesis Ada Perbedaan proporsi wasting


antara kelompok asupan energi kurang dan kelompok asupan cukup
Uji Perbedaan proporsi 2 kelompok independen:
1.Chi Square, bila sel yg mengandung/memiliki expected value < 5 tdk lebih
dari 20%
2.Fisher Exact, bila sel yg mengandung/memiliki expected value < 5 lebih
dari 20%
Dari 200 asupan yang kurang ada 102
dari 200 yang asupan cukup ada 98
dari 102 asupan yang kurang ada 44,1% westing 45/102
x 100%
dari 102 asupan yang kurang ada 55,9% tidak westing 
57/102 x 100%
dari 98 asupan yang cukup ada 22,4% yang westing 
22/98 x100%
dari 98 asupan yang cukup ada 77,6% yang tidak westing
 76/98 x100%
angka proporsi = angka probabilitas  anak balita yang
asupan kurang mempunyai risiko 44,1% yang westing
dibandingkan asupan yang cukup sebanyak 22,4
nilai 45,57,22,76 merupakan nilai observasi
Rumus Chi
Square

X2= (45-34,2)2/34,2 + (57-67,8)2/67,8 + (22-32,8)2/32,8 + (76-62,2)2/62,2


= 10,5  p= 0,001
Kesimpulan:
Ada hubungan yg signifikan antara asupan energi dengan status wasting (p=0,001)
Output hasil analisis dengan
SPSS:
Rumus Rasio Risiko Hanya
untuk Studi Kohor dan Penyakit
Eksperimen
Y Tidak
a

Y
an a
r
ap
a
P
Tidak

RR= (a/ (a+b) / (c/ (c+d)


RR= (a/ (a+b) / (c/ (c+d)
= (45/(45+57) / (22/ (22+76)
= 1,96  Anak balita yg memiliki asupan energi kurang
mempunyai risiko 1,96 kali untuk menjadi
wasting dibandingkan dengan balita yg
memiliki asupan energi cukup.
Rumus Odds Ratio pada Studi
Kasus Kontrol dan Studi Penyakit
Potong-Lintang
Y Tidak
a

Y
an a
r
ap
a
P
Tidak

OR=(a/c) / (b/d) = ad/ bc


Rumus Odds Ratio Penyakit

pada Studi Kohor dan Y Tidak


Eksperimen a

Y
a

Paparan
Tidak

OR=(a/b) / (c/d) = ad/ bc


CATATAN
perbedaan proporsi sama  asupan tidak berpengaruh
perbedaan proporsi beda  asupan berpengaruh
perbedaan proporsi kecil asupan berpengaruh kecil
perbedaan proporsi besar asupan berpengaruh besar
Jika proposi tidak berbeda  maka perbedaan proporsi nya 0
secara teori proporsi westing paling banyak di asupan energi kurang
hubungan = pengaruh
Westing  z score  numeric
Asupan energy  %  kategorik
Besar atau kuat hubungannya  signifikan
Ultrasiu  hubungan yang unstandardized ukuran risiko  untuk
membandingkan
jika ada hubungan  ada gradasi
Yang menjadi patokan pakai chi square atau fisher itu tergantu expeted count nya
bukan nilai observasi
It’s Coffee Time..
Besar Sampel

Sunarto
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Smg
1
Konsep Rancangan Sampel

 Sampel hanya bisa dirancang dan dihitung


jika ada informasi awal tentang hal yang
diteliti dan populasinya
 Secara garis besar rancangan dan besar
sampel dapat dibagi menurut tujuan
penelitian:
1. Estimasi parameter populasi

2. Uji Hipotesis

 Kesalahan yang sering terjadi: selalu


menganggap penelitian sebagai estimasi
parameter padahal sebenarnya uji hipotesis 2
Perhitungan Besar Sampel utk
Estimasi Parameter

Estimasi 2
z P(1  P)
Proporsi n 1 / 2
2
d
Estimasi
z 2
 2
Rata-rata n 1 / 2
2
d
3
Besar sampel estimasi proporsi:

z 2
P(1  P)
n 1 / 2
2
d
P=Estimasi proposi
d=simpangan mutlak
z=nilai z pada derajat kepercayaan 1-/2

4
Z (1-/2)

Derajat kepercayaan
yang sering digunakan :
90% (Z=1,64),
95% (Z=1,96),
99% (Z= 2,58).
Besar sampel estimasi proporsi:

z2
P(1  P)
n 1 / 2
2
d
 Digunakan untuk estimasi proposi
 Tidak tepat digunakan untuk uji hipotesis
 Asumsi desain: populasi tak terbatas dan sampel
SRS

6
Besar sampel estimasi proporsi:

z2
P(1  P)
n 1 / 2
2
d
Contoh penggunaan:
Survei cakupan imunisasi
Survei prevalensi gizi kurang di masyarakat
Penelitian prevalensi hipertensi di masyarakat

7
Besar sampel estimasi proporsi:
Contoh
 Contoh:
Suatu survei dilakukan untuk mengetahui
prevalensi diare pada Balita di Kota Semarang.
Berapa jumlah sampel yang diperlukan untuk survei
ini?
 Untuk menghitung jumlah sampel,peneliti perlu
tahu:
 Perkiraan prevalensi diare di Kota Semarang
 Simpangan yang dapat diterima
 Derajat kepercayaan

8
Besar sampel estimasi proporsi:
Contoh
 Misalkan:
 Diketahui prevalensi diare di Kota Smg 15% (Hasil Penelitian)

 Simpangan yang dapat diterima 5%


 Derajat kepercayaan 95%
 Berarti:
 Peneliti memperkirakan prevalensi diare di Kota Smg 15%
 Peneliti 95% yakin bahwa prevalensi diare di Kota Smg
berkisar antara 10-20%
 Ada 5% kemungkinannya prevalensi diare berada di luar
kisaran 10-20%

9
Besar sampel estimasi proporsi:
Contoh

1,96 * 0,15(1  0,15)


2
n 2
0,05
n  196
 Berarti diperlukan sampel minimum 196 Balita di Kota
Semarang, yang pengambilan sampelnya dilakukan
dengan metode SRS (simple random sampling)

10
Besar sampel estimasi rata-rata,

z 2
 2
n 1 / 2
2
d
 Digunakan untuk estimasi rata-rata
 Tidak tepat digunakan untuk uji hipotesis
 Asumsi desain: populasi tak terbatas dan metode
sampel SRS

11
Besar sampel estimasi rata-rata,

z2
 2
n 1 / 2
2
d
Contoh penggunaan:
Survei kadar Hb bumil
Survei retinol serum darah di masyarakat
Penelitian sistolik orang dewasa di masyarakat

12
Besar sampel estimasi rata-rata,
 Contoh:
Suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui rata-
rata tek. Darah sistolik orang dewasa di Kota Smg
 Asumsi yang digunakan:
 Rata-rata tek. Darah sistolik 120 mmHg (Hasil Penelitian)
 Simpang baku dari penelitian sebelumnya
(referensi) 20 mmHg
 Simpangan mutlak 5 mmHg
 Derajat kepercayaan 95%
 Berarti peneliti 95% yakin bahwa rata-rata tek.
Darah sistolik di populasi berkisar 115-125 mmHg

13
Besar sampel estimasi rata-rata,

2 2
1,96 20
n 2
5
n  64

 Berarti diperlukan sampel minimum 64 sampel orang


dewasa di Kota Smg, yang pengambilan sampelnya
dilakukan dengan metode SRS

14
Masalah
 Estimasi tidak hanya pada satu variabel, misal
Survei Kesehatan Ibu dan anak
 Hitung sampel untuk masing-masing variabel
(kesehatan ibu, kesehatan anak), ambil jumlah sampel
yang terbesar
 Jumlah sampel adalah jumlah sampel yang bisa
diambil datanya, bukan rumah atau orang yang
perlu didatangi
 Contoh: untuk mendapatkan sampel 100 balita,
mungkin pewawancara harus datang ke 1000 rumah
tangga (asumsi populasi balita 10%)

15
CATATAN
 Menggunakan rumus p1 dan p2
 P1 = proporsi sakit berisiko /terpapar
 P2 = proporsi sakit tidak berisiko/tidak
terpapar

16
Terima kasih
17
Besar Sampel
untuk Penelitian Uji Hipotesis

Sunarto
Jurusan Gizi
Poltekkes Semarang
Perhitungan Besar Sampel utk
Uji Hipotesis
Uji beda
proporsi
n
z
1 / 2 2P (1  P )  z1 P1 (1  P1 )  P2 (1  P2 ) 
2

( P1  P2 ) 2

Uji beda rata-

 
rata
(independent) z 1 / 2  z1  (22
trt   2
con / r )
n
1  2  2

 2 z1 / 2  z1  2
Uji beda rata-
rata (paired)
n
1  2 2
CATATAN
 Uji beda proporsi  untuk data kategorik
 Contoh
P1 = proporsi westing pada kelompok asupan kurang
P2 = proporsi westing pada kelompok asupan cukup
Jika p1 = p2  tidak ada hubungan
Derajat kepercayaan tidak sama dengan kekuatan uji
Kekuatan uji Yang biasa digunakan 80 dan 90
 Uji beda rata rata = menggunakan hasil penelitian
terdahulu.
Z (1-/2)

Derajat kepercayaan
yang sering digunakan :
90% (Z=1,64),
95% (Z=1,96),
99% (Z= 2,58).
z1-
Besar sampel uji hipotesis beda
proporsi

n
z 1 / 2 2 P (1  P )  z1  P1 (1  P1 )  P2 (1  P2 ) 
2

( P1  P2 ) 2

 Untuk beda proporsi 2 kelompok


 P1 dan P2 bergantung pada desain
 n =Jumlah sampel untuk masing-masing
kelompok
 P-hat = (P1+P2)/2
 P1-P2 = beda minimal yang dianggap
bermakna secara substansi
Beda Proporsi dua kelompok

Haemoglobin BBL
(Anemi/ Normal) (BBLR/ normal)

Hipotesis:
Ada Perbedaan proporsi bayi BBLR
antara kelompok Bumil Anemi dan Bumil Normal
P1 dan P2 pada eksperimen,
kohort & cross-sectional
Keluaran Total
Sebab
+ -
+ a b a+b
- c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

 P1 = a/(a+b)
 P2 = c/(c+d)
Tabulasi Silang
Utk. Desain Kohort dan crossectional
Tabel 5.
Distribusi Pasien Anak
menurut Perlakuan dan Kategori Nyeri
di RS “X” Semarang tahun 2005

Perlakuan Kategori Nyeri Total


Nyeri Tdk Nyeri
Ringan
IMLA 13 (72,2%) 5 (27,8%) 18 (100%)
p1
IMLA + Distraksi 7 (38,9%) p2 11 (61,1%) 18 (100%)
Total 20 (55,6%) 16 (44,4%) 36 (100%)
P1 dan P2 pada kasus-kontrol

Keluaran Total
Sebab
+ -
+ a b a+b
- c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

 P1 = a/(a+c)
 P2 = b/(b+d)
Untuk Desain Kasus Kontrol:
1. Tanpa maching

Tabel 5.
Distribusi bayi menurut status peningkatan Z Score
dan Kategori pola asuh di Kec. Pedurungan tahun 2000

Kategori Status Jumlah


pola asuh Peningkatan Z Score
Kasus Kontrol
Kurang 29 (76.3%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus p1 p2 33 (43.4%)
9 (23.7%) 24 (63.2%)
Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)
2. Dengan matching
Tabel 5.
Distribusi bayi menurut status peningkatan Z Score
dan Kategori pola asuh di Kec. Tembalang tahun 2003

Kontrol Total
Kurang Bagus
Kasus Kurang 2 10 12 (80%)
Bagus 1 2 p1
3 (20%)
Total 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)
p2
Contoh P1 dan P2

 “Hubungan antara anemia dengan


BBLR”
 Desain kohort/cross sectional
 P1: Proposi BBL R pada ibu anemia
 P2: Proposi BBLR pada ibu tidak anemia

 Desain kasus-kontrol
 P1: Proporsi ibu anemia pada BBLR
 P2: Proporsi ibu anemia pada non BBLR

 Kesalahan penetapan P1 dan P2 sering


terjadi pada desain kasus-control.
Padahal tergantung desainnya
Contoh P1 dan P2
Desain Kohort atau experimen

Status BBL Total


Status Hb BBLR Tdk BBLR
Anemi P1 (100%)
Tdk Anemi P2 (100%)
Total (100%)

Desain Case Control tanpa Matching

Status BBL Total


Desain Case Control dengan Matching
Status Hb BBLR Tdk BBLR

Anemi P1 P2
Tdk BBLR Total
Tdk Anemi BBLR Anemi Tdk Anemi
Total (100%) (100%) (100%) Anemi P1
Tdk Anemi
Total P2 (100%)
Besar sampel uji hipotesis beda
proporsi

n
z 1 / 2 2 P (1  P )  z1  P1 (1  P1 )  P2 (1  P2 ) 
2

( P1  P2 ) 2

 Untuk beda proporsi 2 kelompok yang


independen
 P1 dan P2 bergantung pada desain
 n =Jumlah sampel untuk masing-masing
kelompok
 P-hat = (P1+P2)/2
 P1-P2 = beda minimal yang dianggap
bermakna secara substansi
Perbedaan bermakna secara Statistik
vs bermakna secara Substansi
 Tidak ada hubungan minum Kebiasaan PJK n
teh dengan PJK minum teh Ya Tidak
Ya 12 (12%) 88 100
 Namun, jika sampelnya Tidak 10 (10%) 90 100
ditingkatkan 20 kali lipat, Jumlah 22 178 200
ada hubungan bermakna 2 = 0,20 p=0,6513
 Jadi jika ditingkatkan maka
p value akan semakin kecil
 Peneliti perlu
Kebiasaan PJK n
mempertimbangkan apakah
perbedaan kejadian penyakit minum teh Ya Tidak
jantung koroner sebesar 2% Ya 240 (12%) 1760 2000
memang bermakna dari Tidak 200 (10%) 1800 2000
segi ilmu kesehatan? Jumlah 440 3560 4000
2 = 4,09 p=0,0432
Contoh Kohort
 Suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara anemia pada ibu hamil
dengan BBLR dengan desain kohort
 Asumsi untuk besar sampel:
 Proporsi BBLR pada ibu anemia: 30%  p1
 Proporsi BBLR pada ibu non anemia: 10% 
p2
  Peneliti menganggap ada perbedaan
proporsi BBLR sebesar 20% antara ibu
anemia vs ibu non anemia
 Derajat kemaknaan: 5%
 Kekuatan uji: 80%
 Maka P hat= (p1+p2)/perbedaan proposi =
(0,3+0,1)/2 = 0,2
Contoh Kohort

n

1,96 2 * 0,2(1  0,2)  0,84 0,3(1  0,3)  0,1(1  0,1) 
2

(0,3  0,1) 2

n  62 / kelompok
Desain kohort

Sampel
Dg efek - : efek +

1. FR +

efek –

efek +

2. FR -

efek –
Contoh Kohort

n

1,96 2 * 0,2(1  0,2)  0,84 0,3(1  0,3)  0,1(1  0,1) 
2

(0,3  0,1) 2

n  62 / kelompok

 Berarti sampel yang dibutuhkan adalah 62 ibu


anemia dan 62 ibu non anemia, Total 124 ibu hamil
 Bukan berarti diambil sampel 124 ibu hamil 
karena tidak menjamin diperoleh 62 ibu hamil
anemia dan 62 ibu hamil non anemia
 Proporsi tidak selalu setengahnya dari total
keseluruhan  misalnya bukan 50% 50% 
makanya harus dihitung
Contoh Kohort
 Berapa sampel ibu hamil yang perlu diambil agar
dapat diperoleh 62 ibu hamil anemia & 62 ibu
hamil non anemia?
 Tergantung proporsi anemia pada ibu hamil
 60% bumil anemia, 40% tidak anemia

 Jadi dihitung 62 = 40/100 * n’ (jumlahpopulasi)


 n’ = 155
  Peneliti perlu mengikutkan sampel 155 ibu hamil
sehingga akan diperoleh 62 bumil non anemia dan 93
bumil anemia  (155-62)
 Dari 93 bumil anemia dapat dipilih secara acak
62 bumil saja
Contoh Kasus-Kontrol
 Suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara anemia pada ibu hamil dengan BBLR dengan
desain kasus kontrol
 Asumsi untuk besar sampel:
 Proporsi anemia pada BBLR (kasus): 80%
 Proporsi anemia pada non BBLR (control): 60%
  Peneliti menganggap beda minimal proporsi ibu
anemia 20% antara bayi BBLR vs non BBLR
 Derajat kemaknaan: 5%
 Kekuatan uji: 80%
 Maka P=(0,8+0,6)/2 = 0,7
 Untuk persenan bagian 80% dan 60% jika melakukan
penelitian maka itu data faktanya. Jika soal sudah
ditentukan
Contoh Kasus Kontrol

n

1,96 2 * 0,7(1  0,7)  0,84 0,8(1  0,8)  0,6(1  0,6) 
2

(0,8  0,6) 2
n  82 / kelompok

 Berarti sampel yang dibutuhkan adalah 82 bayi BBLR dan


82 bayi non BBLR, Total 164 bayi
 Bukan berarti diambil sampel 164 bayi  karena tidak
menjamin diperoleh 82 bayi BBLR dan 82 bayi non BBLR
Contol Kasus Kontrol

Berapa sampel bayi yang perlu diambil agar


dapat diperoleh 82 BBLR & 82 non BBLR?
 Proporsi bayi yang BBLR 15%, non BBLR 85%
 Jadi dihitung 82 = 15/100 * n’
 n’ = 547
 Peneliti perlu mengikutsertakan 547 bayi
sebagai sampel agar diperoleh 82 bayi BBLR
 Bayi non BBLR dapat dipilih secara acak 82
saja

  Hal ini penting diperhatikan, terutama jika


penelitian dibatasi oleh waktu, biaya, & tempat
Besar Sampel Kasus Kontrol
(perbandingan k kontrol per kasus) jarang keluar

n=
z 1-/2 (1+ 1/k)P(1 - P) + z 1-  P1 (1 - P1 ) + ( P 2 (1 - P 2 ))/k 
2

2
( P1 - P 2 )

P
 P1  kP2 
(1  k )

.
Masalah dalam Penentuan Besar
Sampel
 Jika hipotesis tidak fokus, misalnya:
 Faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadian
BBLR
 P1 dan P2 variabel yang mana ? Yang dipake yang
utama, jika yang utama semua maka dihitung
semua dan diambil yang paling besar. Jika tidak
ada data p1 dan p2 dari jurnal tidak bisa dihitung
 Solusi:
 Pilih faktor utama saja, faktor lain dianggap
variabel control
 Hitung sampel untuk tiap faktor utama
 Perbedaan P1 dan P2 harus berdasarkan perbedaan
yang dianggap secara subtansi bermakna, bukan
hanya dari penelitian terdahulu saja
Contoh

 Penelitian “Faktor-faktor yang


berhubungan dengan BBLR”
 Faktor utama yang ingin diuji
 Anemia
 Merokok
 Hipertensi
 Status Ekonomi
Contoh (Desain kohort atau experimen)

 Maka perlu informasi tentang:


Prop BBLR pada anemia dan pada non anemia
Prop BBLR pada perokok dan pada non perokok
Prop BBLR pada hipertensi dan pada non hipertensi
Prop BBLR pada ibu miskin dan pada ibu non miskin

 Hitung besar sampel utk tiap variabel


 Sampel terbesar yang diambil
Besar sampel uji hipotesis beda
rata-rata (independen)

n
z 1 / 2  z1   (
2 2
trt  2
con / r)
1   2  2

 Z1-/2 = nilai z pada interval kepercayaan 1-/2


uji hipotesis dilakukan dua arah (two tailed)
 z1- = nilai z pada kekuatan uji (power) 1-
 1 = estimasi rata-rata kelp. 1 ; 2 = estimasi rata-rata kelp. 2

 2 trt = varian di populasi pada kel treatmen

 2 con = varian di populasi pada kel kontrol


Contoh Experimen
 Suatu penelitian dilakukan untuk
membandingkan efek asupan natrium terhadap
tek. darah orang dewasa
 Asumsi (dari penelitian terdahulu):
 Pada kelp. Natrium rendah:
 Rata-rata TD: 72 mmHg, SD:10 mmHg, n=20
 Pada kelp. Natrium tinggi:
 Rata-rata TD: 85 mmHg, SD:12 mmHg, n=20
 Perbedaan minimal yg ingin dideteksi: 10
mmHg
 Derajat kemaknaan:5%
 Kekuatan uji:80%
Contoh

 2

(20  1)10 2

 (20  1)12 2
 122
(20  1)  (20  1)

2 *122 1,96  0,84


2 2
n  20
10 2

Dibutuhkan sampel 20 orang dengan asupan natrium tinggi


Dan 20 orang dengan asupan natrium rendah
20 = sampel minimal masing masing kelompok
Latihan: Seorang peneliti ingin membandingkan efek
penurunan gula darah antara anti diabetes “A”
dan “B”.

Pada penelitian pendahuluan menggunakan 5


pasien pada masing-masing kelompok, dlm 3
minggu pengobatan, obat “A” rata-rata
menurunkan kadar gula darah sebesar 40
mg/dl ± 20. Sedangkan obat “B” rata-rata
menurunkan kadar gula darah sebesar 30
mg/dl ± 15.

Berapa n dibutuhkan untuk membuktikan


perbedaan efek penurunan gula darah antara
anti diabetes “A” dan “B” dg α =
9 5 % .
Besar sampel uji hipotesis beda
rata-rata (paired) dependen
 z1 / 2  z1  
2 2

n
1   2 2

 2 = varians dari beda 2 rata-rata pasangan


 Z1-/2 = nilai z pada interval kepercayaan 1-/2
uji hipotesis dilakukan dua arah (two tailed)
 z1- = nilai z pada kekuatan uji (power) 1-
 1 = perkiraan rata-rata sebelum intervensi (rata” pre)
 2 = perkiraan rata-rata sesudah intervensi (rata” post)
(didapat dari penelitian terdahulu atau penelitian awal)
Contoh
 Seorang peneliti ingin menguji efek latihan aerobik
terhadap penurunan kadar kolesterol LDL pada
orang dewasa.
Dari penelitian awal pada 5 orang diketahui rata-rata LDL
sebelum latihan aerobik adalah 185 mg/dl dan setelah 4
minggu berlatih aerobik adalah 175 mg/dl.
Jadi ada penurunan kadar LDL rata-rata 20 mg/dl dengan
simpangan baku 15 mg/dl.
 Berapa besar sampel yang diperlukan jika peneliti
ingin menguji hipotesis dengan perbedaan rata-rata
minimum yang ingin dideteksi sebesar 10 mg/dl
dengan interval kepercayaan 95% dan kekuatan uji
90% ?
Contoh

15 * 1,96  1,28
2 2
n 2
 24
(10)

Jadi diperlukan sampel sebanyak 24 sampel


untuk mendeteksi adanya penurunan rata-rata
kadar LDL sebesar 10 md/dl
Besar sampel uji hipotesis
Koefisen Korelasi
1+ r (z1-/2+ z1-)2
ζ = 0,5 ln ------------- n = -------------------- + 3
1-r ζ

 Z1-/2 = nilai z pada interval kepercayaan 1-/2


uji hipotesis dilakukan dua arah (two tailed)
 z1- = nilai z pada kekuatan uji (power) 1-
 r = Perkiraan koefisien korelasi (dari penelitian terdahulu/jurnal)
 ζ = Fisher
Contoh:
Kadar VO2 darah dapat diperkirakan dari kadar VO2 paru. Karena
pengukuran VO2 paru lebih mudah dari VO2 darah secara langsung,
seorang peneliti ingin mengetahui korelasi antara kedua ukuran ini.
Peneliti memperkirakan koefisien korelasi sebesar 0.8. Berapa besar
sampel diperlukan jika peneliti menginginkan tingkat kemaknaan 1% dan
kekuatan uji 90%?

1+ 0.8 (2.58+ 1.28)2


ζ = 0,5 ln ------------- n = -------------------- + 3
1- 0.8 1.0986

= 1.0986 = 15.35

 Z1-/2 = nilai z pada interval kepercayaan 1-/2


uji hipotesis dilakukan dua arah (two tailed)
 z1- = nilai z pada kekuatan uji (power) 1-
 r = Perkiraan koefisien korelasi
 ζ = Fisher
Latihan
 Seorang peneliti ingin menguji efek latihan aerobik
terhadap penurunan kadar trigliserida pada orang
dewasa.
Dari penelitian awal pada 10 orang diketahui rata-rata
trigliserida sebelum latihan aerobik adalah 210 mg/dl dan
setelah 3 bulan berlatih aerobik adalah 200 mg/dl.
Jadi ada penurunan kadar LDL rata-rata 10 mg/dl dengan
simpangan baku 8 mg/dl.
 Berapa besar sampel yang diperlukan jika peneliti
ingin menguji hipotesis dengan perbedaan rata-rata
minimum yang ingin dideteksi sebesar 10 mg/dl
dengan interval kepercayaan 95% dan kekuatan uji
90% ?
Terima kasih
POPULASI
DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Oleh:
SUNARTO, SKM, M.Kes.
TARGET PEMAHAMAN
POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

1. PENGERTIAN POPULASI
 Populasi target
 Populasi terjangkau

2. KONSEP DASAR PENGAMBILAN SAMPEL

4. CARA PENGAMBILAN SAMPEL


Populasi
adalah kumpulan individu
dimana hasil suatu penelitian akan
dilakukan generalisasi.

Populasi target
= Keseluruhan subyek yang ingin
ditarik kesimpulan oleh peneliti
melalui inferensi
INFERENS
= UJI
Dibatasi oleh: STATISTIK

 Karakteristik klinis
 Demografis
Populasi Terjangkau
= Himpunan subyek dari populasi
target yang digunakan sebagai
sumber pengambilan sample

Dibatasi oleh:
 Waktu
 Tempat
Contoh:
Judul Penelitian:
Pengaruh beberapa metode
pencegah nyeri terhadap intensitas
nyeri pada prosedur invasi pasien
anak di RS

Populasi target: Pasien anak di RS

Populasi terjangkau: Pasien anak di RS dr. Kariadi


Semarang bulan Juli 2006
Sampel
adalah sebagian dari populasi
yang nilai/ karakteristiknya diukur
dan yang nantinya dipakai untuk
menduga karakteristik dari populasi

Sampling unit
Unit yang ada di dalam kerangka
sampel disebut sebagai unit sampel
(sampling unit) atau unit elementer
(elementary unit).
KONSEP DASAR
PENGAMBILAN SAMPEL

1. Dengan probabilitas
2. Tanpa probabilitas
Bisa dilakukan
dengan

 Daftar elemen populasi untuk


dipilih sebagai sampel harus
tersedia,

Kerangka sampel
Syarat Kerangka Sampel:
(sampling frame)
1. Up to date
2. Tiap unit sampling tercatat sekali
3. Dapat dilacak di lapangan
Bila unit elementer
Tdk dapat dipilih secara langsung,
Maka perlu dilakukan pengambilan
sampel secara bertahap

(multistage)
MULTISTAGE
1. Dipilih kecamatan

2. Dari masing-masing kecamatan


terpilih dipilih lagi desa-desa
yang dapat mewakili dari masing-
masing kecamatan tersebut
3. Dari desa-desa terpilih kemudian
dilakukan pemilihan bayi dari
kerangka sampel yang dibuat untuk
masing-masing desa terpilih.
ALASAN PENGAMBILAN SAMPEL:

1. Adanya unit elementer yang banyak

2. Adanya populasi yang homogen

3. Menghemat tenaga, biaya, dan waktu

4. Akurasi pengukuran atau pemeriksaan

5. Kemanfaatan
BESAR SAMPEL
Sampel
harus representatif dari populasinya
Berapa besarnya?
Tergantung:
1. Biaya, waktu, dan tenaga
Yang tersedia
2. Jumlah variabel
3. Variasi variabel Derajat kepercayaan
4. Presisi (d)
yang sering digunakan :
5. Derajad kepercayaan
90% (Z=1,64),
95% (Z=1,96),
99% (Z= 2,58).
Perhitungan pada sampel :
rata-rata (x),
proporsi (p),
varians (s2),
dan standar deviasi (s)

statistik
JENIS METODE SAMPLING

Stratified sampling
Apakah area yang
akan disurvey Populasi tidak
relatif kecil? homogen, strata
yang berbeda?
Ya Tidak

Cluster sampling
Apakah kerangka
sampel tersedia? Tidak
Systematic random
Tidak Besar
Ya sampling
populasi
Ya diketahui?
Simple random
sampling
Cara Pengambilan Sampel:

A. Secara Acak (random)


1. Simple Random Sampling (SRS)
 * Tdk banyak variasi
* Tdk menyebar
* Ada daftar populasi

Cara:
- Undian
- Tabel bilangan random
- Komputer
2. Sistematis Random Sampling
 * Ada daftar populasi
* Pola anggota populasi
beraturan
* Sedikit homogen

Cara:
- Sampel pertama scr acak
- Sampel berikutnya diambil
secara sistematik dgn jarak N/n
Daftar
Populasi Sampel perama pilih acak, misal terpilih No.3,
berarti sampel pertama adalah No 3
1
2
3
Sampel kedua sampai terakhir adalah dipilih
4
5 secara sistematik loncat N/n, misal diambil n=8,
6 berarti sistematik= 25/8=3.1=3
7
8
9 Sampel no 2  6
10 Sampel no 3  9
11
12
Sampel no 4  12
13 Sampel no 5  15
14 Sampel no 6  18
15
Sampel no 7  21
16
17 Sampel no 8  24
18
19
20
21
22
23
24
25
3. Sampel Strata
(Stratified Random Sampling)
 * Populasi heterogen
Cara:
- Populasi dibagi menurut strata
(dlm strata sehomogen
mungkin & antar strata
seheterogen mungkin)
- Besar sampel pd masing-
masing strata:
nh = Nh(n/N)
- Sampel diambil dgn metode
acak stratifikasi (stratified
random sampling)
Pengambilan sampel berstrata
Strata Puskesmas Jml Populasi
1. Pratama 50  50/350x80= 12 diambil random dari 50
2. Madya 100  100/350x80= 23 diambil random dari 100
3. Paripurna 200  200/350x80= 45 diambil random dari 200
Jumlah 350 (N) (n) = 80

n= 80
4. Klaster (Cluster Sampling)
 * Populasi terbagi menurut
kelas
(dalam kelas seheterogen
mungkin & antar kelas
sehomogen mungkin)
* Tdk tersedia kerangka sample
Cara:
- Pilih sampel kelas dengan cara
acak atau dgn metode
probability proportional to size
(pps)
- Pada setiap kelas terpilih,
lakukan pemilihan sampel
secara random
Desa Jml Urutan
Populasi Akan diambil 4 desa,
maka ambil 4 no urut dari
1 100 1-100
2 100 101-200 no 1-8100 secara random
3 100 201-300
Misal terambil no. 7221,
4 100 301-400
5 100 401-500 4672, 3225, dan 850
6 100 501-600
Maka desa yang terpilih
7 100 601-700
8 100 701-800 adalah:
9 100 801-900 Desa no. 9, 20, 22, dan 25
10 100 901-1000
11 100 1001-1100 Akan diambil n=180
12 100 1101-1200
13 100 1201-1300 Desa Jml Pop
14 100 1301-1400
9 100100/2400x180=8
15 200 1401-1600
20 600600/2400x180=45
16 200 1601-1800
22 800800/2400x180=60
17 400 1801-2200
25 900900/2400x180=68
18 400 2201-2600
19 600 2601-3200 Total 2400 (N) (n) = 180
20 600 3201-3800
21 800 3801-4600
22 800 4601-5400
Pengambilan sampel desa dengan
23 900 5401-6300
Probability Proporsional to Size
24 900 6301-7200
25 900 7201-8100
Jml 8100
Pengambilan sampel random menurut desa

Desa Jml Pop


9 100100/2400x180=8  ambil random dari 100
20 600600/2400x180=45 ambil random dari 600
22 800800/2400x180=60 ambil random dari 800
25 900900/2400x180=68 ambil random dari 900
Total 2400 (N) (n) = 180
B. Pengambilan Sampel Secara tdk Acak
(Non probability sampling)

1. Purposive Sampling
 Sampel ditentukan oleh
orang yang mengetahui
karakteristik populasi

2. Insidental Sampling
 Sampel tdk terencana
Contoh : Data KLB
B. Pengambilan Sampel Secara tdk Acak
(Non probability sampling)
3. Quota Sampling
 Pengumpul data menentukan
jumlah yang akan diambil
 Pengumpulan data berhenti
setelah jumlah terpenuhi

4. Snowball Sampling
 Pengambilan sampel dgn
cara sambung menyambung
informasi dari satu sampel ke
sampel yang lain.
CATATAN TAMBAHAN
• Klinis = pasien anak
• Demografi = rumah sakit
• Bagian dari populasi disebut sample
• Kecamatan  puskesmas desa  posyandu daftar
balita (dilakukan secara bertahap/ multistage)
• Semakin banyak variable dan variasi variable semakin
banyak juga sampel yang dibutuhkan
• Homogen = sampel sedikit
• Heterogen = sampel banyak
• Presisi = semakin ingin tepat semakin banyak sampel yang
dibutuhkan
• Derajat kepercayaan semakin tinggi  semakin besar juga
nilai z nya
TERIMAKASIH
ATAS
PERHATIANNYA
Mohon maaf setulus hati
atas kesalahan saya
PENYAJIAN DATA (BERBAGAI
RAGAM) TABEL, GRAFIK,
NARASI,GAMBAR, DAN
KOMBINASI (PALING SERING
MUNCUL)
OLEH:
SUNARTO
Distribusi Frekuensi
Tabel 3.
Distribusi Balita menurut pemberian ASI dan Daerah di
Semarang tahun 2005  JUDULNYA HARUS JELAS
(APA DIMANA KAPAN BAGAIMANA)

Daerah Eksklusif Tdk Eksklusif Total


Kota 15 (15%) 85 (85%) 100 (100%)
Desa 20 (20%) 80 (80%) 100 (100%)
Jumlah 35 (17.5%) 165 (82.5%) 200 (100%)

NARASI  MENJELASKAN ANGKA YANG MENJADI FOKUS


PERHATIAN
EKSKLUSIF  FOKUS PERHATIAN ANGKA YANG KECIL
TDK EKSKLUSIF  FOKUS PERHATIAN YANG BESAR
Frekuensi Kumulatif (Penjumlahan
proporsi)

Tabel 4.
Distribusi Pasien Anak
menurut Respon Intensitas Nyeri
di RS “X” Semarang tahun 2005.

Respon n % % Kumulatif
Intensitas Nyeri

Nyeri Sedang 4 11.1 11.1


Nyeri Ringan 16 44.4 55.5
Tdk Nyeri 16 44.4 100.0

Jumlah 36 100
CATATAN

 BERMANFAAT JIKA DALAM BENTUK


ORDINAL DAN BANYAK
 DISEBUT JUGA PENJUMLAHAN PROPORSI
Distribusi Mean

Tabel 1.
Distribusi Pengetahuan Ibu Hamil di Kab. Demak tahun 2015

Daerah n Pengetahuan
Kota 55 84.25 ± 6.54
Desa 45 77.00 ± 8.80
Total 100 80.24 ± 7.80
Distribusi Mean
Tabel 9:
Perbedaan Kadar Hb Menurut Tk. Konsumsi Fe
Pada Ibu Hamil di Kec. “X” Kota Semarang Tahun 2005

Tk. n Kadar Hb Beda p


Konsumsi rerata
Fe

Kurang 27 10.1 ± 0.77 1.7 0.000


(<60%)

Cukup 34 11.8 ± 1.07


(>=60%)
CATATAN
 6.54, 8.80, 7.80  ANGKA STANDAR DEVIASI.
MENGGAMBARKAN VARIASI DATA. SEMAKIN TINGGI
SEMAKIN BERVARIASI. BERGUNA UNTUK PENELITIAN YANG
SAMA
 KETIKA MEMANDINGKAN DUA DATA NUMERIK  KEMUDIAN
DI UJI HASIL BEDA RATA (BESARNYA PENGARUH TETAPI
BELUM STANDAR) DAN P VALUE
 SEMAKIN BESAR  SEMAKIN BESAR PENGARUHNYA
 SEMAKIN KECIL  SEMAKIN KECIL PENGARUHNYA
 0  TIDAK ADA HUBUNGAN/TIDAK BERPENGARUH
 DATA HARUS KOMPERABLE. JANGAN SAMPAI MISALKAN
DATA 1 : 5, DATA 2 : 30
Tabulasi Silang
Utk. Desain Kohort dan crossectional

Tabel 5.
Distribusi Pasien Anak
menurut Perlakuan dan Kategori Nyeri
di RS “X” Semarang tahun 2005

Perlakuan Kategori Nyeri Total


Nyeri Tdk Nyeri
Ringan
IMLA 13 (72,2%) 5 (27,8%) 18 (100%)
P1
IMLA + Distraksi 7 (38,9%) P2 11 (61,1%) 18 (100%)
Total 20 (55,6%) 16 (44,4%) 36 (100%)
CATATAN
 UNTUK DESAIN KOHORST DAN CROSSECTIONAL. KARNA
BEDA DESAIN BEDA JUGA PENYAJIANNYA
 PROPORSI BY RHO  P (LAMBANG)
 SAMA  TIDAK ADA HUBUNGAN
 BEDA  ADA HUBUNGAN
 ANGKA 13,5,7,11 ADALAH ANGKA OBSERVASI
Desain Kohort dan Cross Sectional

No Perlakuan Kategori Nyeri

1 Imla Tdk Nyeri

…. Imla Tdk Nyeri

5 Imla Tdk Nyeri Perlakuan Kategori Nyeri

6 Imla + Distraksi Nyeri Ringan Nyeri Ringan Tdk Nyeri Total


13 (72.2%) YANG
7 Imla + Distraksi Nyeri Ringan Imla DIBACA 5 (27.8%) 18 (100%)
7 (38.9%) YANG
…. Imla + Distraksi Nyeri Ringan Imla + Distraksi DIBACA 11 (61.1%) 18 (100%)

12 Imla + Distraksi Nyeri Ringan Total 20 (55.6%) 16 (44.4%) 36 (100%)

13 Imla Nyeri Ringan

14 Imla Nyeri Ringan

15 Imla Nyeri Ringan

16 Imla Nyeri Ringan

…. Imla Nyeri Ringan

25 Imla Nyeri Ringan

26 Imla + Distraksi Tdk Nyeri

27 Imla + Distraksi Tdk Nyeri

28 Imla + Distraksi Tdk Nyeri

29 Imla + Distraksi Tdk Nyeri

30 Imla + Distraksi Tdk Nyeri

…. Imla + Distraksi Tdk Nyeri

36 Imla + Distraksi Tdk Nyeri


Untuk Desain Kasus Kontrol:
1. Tanpa maching

Tabel 5.
Distribusi bayi menurut status peningkatan Z Score
dan Kategori pola asuh di Kec. Pedurungan tahun 2000

Kategori Status Jumlah


pola asuh Peningkatan Z Score
Kasus Kontrol
Kurang 29 (76.3%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus P1 P2 33 (43.4%)
9 (23.7%) 24 (63.2%)
Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)
CATATAN
 BY KOLOM
 1. TANPA MATCHING  DALAM MEMBUAT NARASI CUKUP
ATASNYA SAJA
 2. DENGAN MATSCING  JUMLAH SAMPEL BUKAN 15
TETAPI 30  15 KASUS DAN 15 KONTROL
Desain Kasus Kontrol tanpa Matching

No Status Pola Asus

1 Kasus Kurang

2 Kontrol Kurang

3 Kasus Kurang Pola Asuh Status

4 Kontrol Kurang Kasus Kontrol Total

5 Kasus Kurang Kurang 6 (60%) 3 (30%) 9 (45%)

6 Kontrol Kurang Bagus 4 (40%) 7 (70%) 11 (55%)

7 Kasus Bagus Total 10 (100%) 10 (100%) 20 (100%)

8 Kontrol Bagus

9 Kasus Bagus

10 Kontrol Bagus

11 Kasus Kurang

12 Kontrol Bagus

13 Kasus Kurang

14 Kontrol Bagus

15 Kasus Kurang

16 Kontrol Bagus

17 Kasus Bagus

18 Kontrol Bagus

19 Kasus Bagus

20 Kontrol Bagus
2. Dengan matching

Tabel 5.
Distribusi bayi menurut status peningkatan Z Score
dan Kategori pola asuh di Kec. Tembalang tahun 2003

Kontrol Total
Kurang Bagus
Kasus Kurang 2 10 12 (80%)
Bagus 1 2 P1
3 (20%)
Total 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)
P2
Desain Kasus Kontrol dgn Matching

No Pola Asuh (Kasus) No Pola Asuh (Kontrol)

1 Kurang 1 Kurang

2 Bagus 2 Bagus

3 Kurang 3 Bagus Kontrol

4 Kurang 4 Bagus Kurang Bagus Total

5 Kurang 5 Bagus Kasus Kurang 2 10 12 (80%)

6 Bagus 6 Kurang Bagus 1 2 13 (20%)

7 Kurang 7 Bagus Total 3 (20%) 12 (80%) 15

8 Kurang 8 Bagus

9 Kurang 9 Bagus

10 Kurang 10 Bagus

11 Kurang 11 Bagus

12 Kurang 12 Bagus

13 Kurang 13 Kurang

14 Kurang 14 Bagus

15 Bagus 15 Bagus
C. Grafik
Batang Sederhana

12,0

11,8

11,5

11,0

10,5
Mean Kadar Hb

10,1
10,0

9,5
Kurang (< 60%) Cukup (>=60%)

Kategori Tk. Konsumsi Tablet Fe


Grafik 2.
Perbedaan kadar protein tepung (Umbi-umbian)
yang mengalami pengeringan dengan berbagai suhu (0C)

12

10

8
50 C
6
60 C
4 70 C

0
50 C 60 C 70 C
Batang Klaster

100

80

60
Aktif
40 Tdk aktif

20

0
Meningkat Tdk Meningkat
Pie Chart

Menendang dan memuku

2,8%

Menarik bagian tubuh


30,6%

Diam dan tenang


66,7%
Grafik Tebar

90

80

70

60

50
60 70 80 90 100

Pengetahuan (kompetensi bidan dg OSCA)


Grafik 9.
Garis regresi antara Tk. Asupan tablet Fe dengan kadar Hb
pada ibu hamil di desa Bangetayu Kec. Pedurungan tahun 2003

15

14

13

12

11
Kadar Hb

10

9
20 40 60 80 100 120

Tingkat asupan Tablet Fe


Box Plot
120

BATAS OUTLIYER

100

80

MEDIAN
60

40
BATAS OUTLIYER

20
N= 39

Tingkat asupan Table


CATATAN
 GRAFIK  MAIN SKALA, BISA TAMPAK BESAR ATAU
SEBALIKNYA
 BERFUNGSI UNTUK MEMPERJELAS PENYAJIAN
 PIE CHART  DATA KATEGORIK DALAM 1 VARIABEL
 GRAFIK TEBAR  MENYAJIKAN 2 DATA YANG NUMERIK,
SEMAKIN RAPAT JARAK ANTAR TITIK” SEMAKIN KUAT
HUBUNGANNYA
 BOX PLOT  UNTUK MELIHAT SEBARAN KELOMPOK  BISA
1 KELOMPOK ATAU LEBIH. JIKA ADA ANGKA YANG JAUH
DARI MEDIAN AKAN TERLIHAT DATA YANG OUTLIYER
 KARNA DATA OUT LIYER HARUS DICEK ULANG
Kejadian ISK n %
ISK 18 22.2
Tdk ISK 63 77.8
Jumlah 81 100

Dari tabel 3, ditunjukkan bahwa 22% dari pasien


yang dipasang kateter di RS “X” mengalami
infeksi saluran kemih. Keadaan ini tentunya akan
menambah masalah bagi pasien yang sedang
dilakukan pengobatan untuk penyembuhan suatu
penyakit.
DIBACA YANG MENJADI FOKUS PERHATIAN
Keteraturan
Berobat n Pengetahuan

Tdk teratur 24 52.5 ± 23.1

Teratur 12 78.3 ± 11.1

Dari table 1, ditunjukkan bahwa rata-


rata pengetahuan penderita TB Paru
yang tidak teratur berobat memiliki
pengetahuan yang lebih rendah
dibandingkan dengan penderita yang
berobat secara teratur.
Keteraturan n Pengetahuan Beda p
Berobat

Tdk teratur 24 52.5 ± 23.1 25.83 0.000

Teratur 12 78.3 ± 11.1

Seperti yang ditunjukkan pada table 7, bahwa


penderita TB Paru yang berobat tidak teratur memiliki
pengetahuan yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan penderita TB Paru yang berobat secara
teratur. Perbedaan 25.83 tersebut secara statistic
bermakna (p=0.000), artinya bahwa ketidakteraturan
berobat penderita TB Paru akibat rendahnya
pengetahuan penderita.
Peranan PMO Ketidakteraturan Berobat
Tdk teratur Teratur Total
Kurang Aktif 20 (100%) 0 (0%) 20 (100%)
Aktif 4 (25 %) 12 (75%) 16 (100%)
Total 24 (66.7%) 12 (33.3%) 36 (100%)

Dari tabel 4, terlihat bahwa pada


kelompok penderita yang merasakan peranan
PMO kurang aktif, semua penderita (100%)
menjalani pengobatan secara tidak teratur,
sedangkan pada kelompok penderita yang
merasakan peranan PMO aktif, 25%
menjalani pengobatan secara tidak teratur
Peranan PMO Ketidakteraturan Berobat
Tdk teratur Teratur Total
Kurang Aktif 20 (100%) 0 (0%) 20 (100%)
Aktif 4 (25 %) 12 (75%) 16 (100%)
Total 24 (66.7%) 12 (33.3%) 36 (100%)

Perpedaan proporsi yang lebih besar


pada kelompok yang merasakan peranan PMO
tidak aktif tersebut setelah diuji dengan Khai
Square menghasilkan p value sebesar 0.000.
Angka ini memberikan arti bahwa hubungan
antara tingkat peranan PMO dengan
ketidakteraturan berobat secara statistik
bermakna.
Peranan PMO Ketidakteraturan Berobat
Tdk teratur Teratur Total
Kurang Aktif 20 (100%) 0 (0%) 20 (100%)
Aktif 4 (25 %) 12 (75%) 16 (100%)
Total 24 (66.7%) 12 (33.3%) 36 (100%)

Perhitungan risiko penderita yang merasakan


peranan PMO kurang aktif, menghasilkan OR sebesar 4.
Angka risiko tersebut memberikan arti bahwa penderita
yang merasakan peranan PMO kurang aktif mempunyai
risiko 4 kali lebih besar untuk melakukan pengobatan
secara tidak teratur dibandingkan dengan penderita
yang merasakan peranan PMO aktif.
Kategori Status Jumlah
pola asuh
Peningkatan Z Score

Kasus Kontrol
Kurang 29 (76.3%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus 9 (23.7%) 24 (63.2%) 33 (43.4%)

Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)

Dari table 5, menunjukkan bahwa


pada kelompok kasus 76.3% berasal dari
ibu dengan pola asuh kurang, sedangkan
pada kelompok control 36.8% berasal dari
ibu dengan pola asuh kurang.
Kategori Status Jumlah
pola asuh
Peningkatan Z Score

Kasus Kontrol
Kurang 29 (763%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus 9 (23.7%) 24 (63.2%) 33 (43.4%)

Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)

Perpedaan proporsi yang lebih besar pada kelompok


kasus tersebut setelah diuji dengan Khai Square
menghasilkan p value sebesar 0.032.
Angka ini memberikan arti bahwa kejadian kasus
berhubungan dengan pola asuh dan hubungan tersebut
secara statistik bermakna.
Kategori Status Jumlah
pola asuh
Peningkatan Z Score

Kasus Kontrol
Kurang 29 (76.3%) 14 (36.8%) 43 (56.6%)
Bagus 9 (23.7%) 24 (63.2%) 33 (43.4%)

Jumlah 38 (100%) 38 (100%) 76 (100%)

Perhitungan risiko ibu yang memiliki pola asuh kurang,


menghasilkan OR sebesar 5.5. Angka risiko tersebut
memberikan arti bahwa ibu yang memiliki pola asuh
kurang mempunyai risiko 5.5 kali lebih besar untuk
memiliki bayi yang tidak meningkat (kasus)
dibandingkan dengan ibu dengan pola asuh baik.
Kontrol Total

Kurang Bagus

Kasus Kurang 2 10 12 (80%)


Bagus 1 2 3 (20%)

Total 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)

Dari tabel 6, terlihat bahwa pada kelompok


kasus, yang memiliki pola asuh kurang
sebanyak 80% sedangkan pada kelompok
kontrol yang memiliki pola asuh kurang
sebanyak 20%.
Kontrol Total

Kurang Bagus

Kasus Kurang 2 10 12 (80%)


Bagus 1 2 3 (20%)

Total 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)

Perpedaan proporsi yang lebih besar pada kelompok


kasus tersebut setelah diuji dengan Mc. Nemar
menghasilkan p value sebesar 0.012. Angka ini
memberikan arti bahwa kejadian kasus berhubungan
dengan pola asuh dan hubungan tersebut secara
statistik bermakna.
Kontrol Total

Kurang Bagus

Kasus Kurang 2 10 12 (80%)


Bagus 1 2 3 (20%)

Total 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)

Perhitungan risiko ibu yang memiliki pola asuh kurang,


menghasilkan OR sebesar 10. Angka risiko tersebut
memberikan arti bahwa ibu yang memiliki pola asuh kurang
mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk memiliki bayi
yang tidak meningkat dibandingkan dengan ibu dengan pola
asuh baik.
TERIMAKASIH
ATAS PERHATIANNYA

Mohon maaf setulus hati


atas kesalahan saya
LEMBAR KERJA MAHASISWA
PRAKTEK STATISTIKA
PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIK JURUSAN GIZI
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Nama Mahasiswa : Sri Popy


Kelas : Reguler B
Dosen Pengampu : Sunarto, SKM, MKes
Materi : Uji ANOVA
Hari/Tanggal : Selasa, 27 September 2021

Contoh Soal :
1. Suatu penelitian untuk melihat apakah ada perbedaan penurunan BB menurut jenis formula
yang diberikan.
No Penurunan BB Jenis Formula
1 10 A
2 11 A
3 12 A
4 13 A
5 14 A
6 6 B
7 9 B
8 8 B
9 5 B
10 7 B
11 13 C
12 10 C
13 11 C
14 12 C
15 10 C

Descriptives

Peningkatan berat badan setelah diberi form ula


N Mean Std. Deviation Std. Error Minim um Maximum
A 5 12,00 1,581 ,707 10 14
B 5 7,00 1,581 ,707 5 9
C 5 11,60 1,140 ,510 10 13
Total 15 10,20 2,704 ,698 5 14
JAWAB :
Sampel < 50, yang dilihat uji Shapiro
Nilai sig. Uji Shapiro untuk Jenis formula A nilai p = 0.967, jenis formula B nilai p =
0.967, dan jenis formula C nilai p = 0,814 data berdistribusi normal (karena p > 0.05). Oleh
karena itu, menggunakan uji ANOVA
𝑀𝑠_𝑏
F = 𝑀𝑠_𝑤

𝑛1(𝑋1−𝑋)2 + 𝑛2(𝑋2−𝑋)2 + 𝑛3(𝑋3−𝑋)2


Ms_b = 𝑘−1
5(12−10,2)2 + 5(7−10,2)2 + 5(11,6−10,2)2
Ms_b = 3−1
5(1,8)2 + 5(−3,2)2 + 5(1,4)2
Ms_b = 2
(5 𝑥 3,24)+(5 𝑥 10,24)+(5 𝑥 1,96)
Ms_b = 2
16,2+51,2+9,8
Ms_b = 2
Ms_b = 77,2/2 = 38,6

(𝑛1−1)𝑆12 + (𝑛2−1)𝑆22 + (𝑛3−1)𝑆32


Ms_w = 𝑁−𝑘
(5−1)(1,581)2 + (5−1)(1,581)2 + (5−1)(1,14)2
Ms_w = 15−3
(4 𝑥 2,499561) + (4 𝑥 2,499561) + (4 𝑥 1,2996)
Ms_w = 12
9,998 + 9,998 + 5,198
Ms_w = 12
Ms_w = 25,2/12 = 2,1

𝑀𝑠_𝑏
F = 𝑀𝑠_𝑤
38,6
F= 2,1
F = 18,381
2. Suatu penelitian untuk melihat perbedaan kadar folat menurut jenis zat pembius yang
diberikan
No Kadar Folat Zat Pembius
1 243 A
2 251 A
3 275 A
4 291 A
5 347 A
6 206 B
7 210 B
8 226 B
9 249 B
10 255 B
11 241 C
12 258 C
13 270 C
14 293 C
15 328 C

JAWAB :
Sampel < 50, yang dilihat uji Shapiro
Nilai sig. Uji Shapiro untuk folat A nilai p = 0.455, folat B nilai p = 0.369, dan folat C
nilai p = 0,832 data berdistribusi normal (karena p > 0.05). Oleh karena itu, menggunakan
uji ANOVA
𝑀𝑠_𝑏
F = 𝑀𝑠_𝑤

𝑛1(𝑋1−𝑋)2 + 𝑛2(𝑋2−𝑋)2 + 𝑛3(𝑋3−𝑋)2


Ms_b = 𝑘−1
5(281,4−262,87)2 + 5(229,2−262,87)2 + 5(278−262,87)2
Ms_b = 3−1
5(18,53)2 + 5(−33,67)2 + 5(15,13)2
Ms_b = 2
(5 𝑥 343,36) +(5 𝑥 1133,67) +(5 𝑥 228,92)
Ms_b =
2
1716,8 + 5668,35 + 1144,6
Ms_b = 2
Ms_b = 8529,75/2 = 4264,875

(𝑛1−1)𝑆12 + (𝑛2−1)𝑆22 + (𝑛3−1)𝑆32


Ms_w = 𝑁−𝑘
(5−1)(41,338)2 + (5−1)(22,219)2 + (5−1)(33,756)2
Ms_w = 15−3
(4 𝑥 1708,83) +(4 𝑥 493,68) + (4 𝑥 1139,47)
Ms_w = 12
6835,32 + 1974,72 + 4557,88
Ms_w = 12
Ms_w = 13367,92/12 = 1113,993

𝑀𝑠_𝑏
F = 𝑀𝑠_𝑤
4264,875
F = 1113,993
F = 3,828

Anda mungkin juga menyukai