Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum


Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang
diakibatkan penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur terdiri dari
unsur-unsur atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi sebagai satu
kesatuan utuh untuk menyalurkan semua jenis beban yang diantisipasi ke tanah.
Gedung yang direncanakan merupakan gedung bertingkat lima lantai yang
difungsikan sebagai gedung perkantoran DPRD Kota Semarang. Perencanaan
struktur bangunan gedung harus memenuhi syarat keandalan bangunan gedung
seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, yaitu :
1. Struktur Bangunan Gedung
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan
agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan
memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan
kelayakan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan
kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
2. Pembebanan pada bangunan gedung
Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur
terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur,
termasuk beban tetap, beban sementara dan beban khusus.
3. Struktur atas bangunan gedung
Perencanaan konstruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan-
peraturan yang berlaku, salah satunya yaitu SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-
1729-2002, masing-masing merupakan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung dan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung.
4. Struktur bawah bangunan gedung
Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori
mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter

5
tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai
tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

2.2 Peraturan yang Dipakai


Perencanaan struktur gedung bertingkat harus memenuhi syarat-syarat dan
ketentuan yang berlaku. Adapun syarat-syarat dan ketentuan serta rumus yang
digunakan sesuai dengan buku pedoman, antara lain :
1. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013.
2. Spesifikasi untuk Gedung Baja Struktural SNI 03-1729-1-2002.
3. Pedoman Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1987.
4. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan non
Gedung SNI 1726-2012.

2.3 Mutu Bahan


Mutu Bahan yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ini adalah
beton fc’ = 29 MPa untuk struktur secara umum. Baja tulangan menggunakan mutu
baja fy = 400 MPa untuk tulangan pokok dan fy = 240 MPa untuk tulangan
sengkang serta menggunakan kuda-kuda baja dengan mutu baja (fy) = 400 Mpa.

2.4 Konsep Perencanaan Struktur


Konsep tersebut merupakan dasar teori perencanaan dan perhitungan
struktur, yang meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan metode analisis
struktur yang digunakan.

2.4.1 Desain terhadap Beban Lateral


Dalam mendesain struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting
karena gaya lateral mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal dan
horisontal struktur. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral
diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang
geser kaku yang dapat memikul beban lateral.
Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah
beban gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih

6
kompleks. Tinjauan ini dilakukan untuk mendesain elemen – elemen
struktur agar elemen – elemen tersebut kuat menahan gaya gempa.

2.4.2 Analisis Struktur terhadap Gempa


Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan
bawah.Struktur atas adalah bagian struktur gedung yang berada di atas muka
tanah sedangkan Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang
terletak di bawah muka tanah yang dapat terdiri dari struktur basemen, atau
struktur pondasi lainya. (SNI 03-1726-2012) :

a. Persyaratan dasar.
Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam
perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang
ditetapkan dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki
sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap , yang mampu
memberikan kekuatan , kekuatan dan kapasitas disipasi energi yang
cukup.

b. Desain elemen struktur,desain sambungan dan batasan deformasi.


Komponen struktur individu termasuk yang bukan merupakan
bagian sistem penahan gaya gempa harus disediakan dengan kekuatan
yang cukup untuk menahan geser ,gaya aksial dan momen yang
dientukan sesuai dengan tata cara ini.

c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan.


Lintasan - lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan
kekuatan yang memadai harus disediakan untuk mentranfer semua
gaya dan titik pembebanan hingga titik akhir penumpuan.
d. Sambungan ke tumpuan
Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang
berkerja pararel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap

7
balok, girder langsung ke elemen tumpuannya atau ke plat yang di
desain bekerja sebagai diafragma.

e. Desain pondasi
Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan
mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak
tanah desain. Sifat dinamis gaya , gerak tanah yang diharapkan, dasar
desain untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur dan
properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria
pondasi..
Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai
beraturan atau tidak beraturan. Struktur yang tidak memenuhi
ketentuan diatas ditetapkan sebagai gedung tidak beraturan
berdasarkan konfigurasi horisontal dan vertikal bangunan gedung.

2.5 Perencanaan Struktur Bangunan


2.5.1 Pembebanan
Hal yang mendasar pada tahap pembebanan adalah pemisahan
antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis.

2.5.1.1 Beban Statis


Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada
suatu struktur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang
secara perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang
bersifat tetap (steady states). Dengan demikian, jika suatu beban
mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian
rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat
dikelompokkan sebagai beban statik (static load). Deformasi dari struktur
akibat beban statik akan mencapai puncaknya jika beban ini mencapai
nilainya yang maksimum. Beban statis pada umumnya dapat dibagi lagi
menjadi beban mati, beban hidup dan beban khusus adalah beban yang
terjadi akibat penurunan pondasi atau efek temperatur.

8
1. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan
yang bersifat tetap. Beban mati pada struktur bangunan ditentukan oleh
berat jenis bahan bangunan.
Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah
dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2, yaitu
beban mati akibat material konstruksi dan beban mati akibat komponen
gedung.

Tabel 2.1 Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

9
Tabel 2.2 Berat – Berat Komponen Gedung

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

2. Beban Hidup
Beban hidup pada lantai gedung diambil sesuai pada tabel.
Didalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai
dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-
dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m. Barang-
barang lain tertentu yang sangat berat, ditentukan sendiri

10
Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No. Material Berat Keterangan


kecuali yang disebut
1. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2
no.2
- Lantai & tangga rumah tinggal
sederhana
2. 125 kg/m2
- Gudang-gudang selain untuk
toko, pabrik, bengkel
- Sekolah, ruang kuliah
- Kantor
- Toko, toserba
3. 250 kg/m2
- Restoran
- Hotel, asrama
- Rumah Sakit
4. Ruang olahraga 400 kg/m2
5. Ruang dansa 500 kg/m2
masjid, gereja, ruang
Lantai dan balkon dalam dari pagelaran/rapat,
6. 400 kg/m2
ruang pertemuan bioskop dengan
tempat duduk tetap
tempat duduk tidak
7. Panggung penonton 500 kg/m2 tetap / penonton yang
berdiri
8. Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m2 no.3
9. Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7
10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7
- Pabrik, bengkel, gudang
11. - Perpustakaan,r.arsip,toko buku 400 kg/m2 Minimum
- Ruang alat dan mesin
Gedung parkir bertingkat :
12. - Lantai bawah 800 kg/m2
- Lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
13. Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 Minimum
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

11
Tabel 2.4 Beban Hidup Pada Lantai Gedung
No Material Berat Keterangan
Atap / bagiannya dapat dicapai
1. 100 kg/m2 atap dak
orang, termasuk kanopi
Atap / bagiannya tidak dapat
dicapai orang (diambil min.) :
2.
α = sudut atap, min.
- beban hujan (40-0,8) kg/m2 20 kg/m2, tak perlu
ditinjau bila α > 50o
- beban terpusat 100 kg
3. Balok/gording tepi kantilever 200 kg
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

Untuk Reduksi beban (PPPURG,1987) dapat dilakukan dengan


mengalikan beban hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya
tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi
beban hidup untuk perencanaan portal adalah sebagai berikut :
a. Perumahan : rumah tinggal, asrama, dan hotel = 0,75
b. Gedung pendidikan : sekolah dan ruang kuliah = 0,90
c. Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop
Restoran, ruang dansa, ruang pergelaran = 0,90
d. Gedung Perkantoran : Kantor dan Bank = 0,60
e. Gedung Perdagangan dan Ruang Penyimpanan
Toko, toserba, pasar, gudang, ruang arsip, perpustakaan = 0,80
f. Tempat Kendaraan : Garasi dan Gedung Parkir = 0,90
g. Bangunan Industri : Pabrik dan Bengkel = 1,00

Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya


digunakan sistem tangki atap atau roof tank. Pada sistem ini air
ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai
terendah bangunan atau di bawah muka tanah), kemudian dipompakan
kesuatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai
tertinggi bangunan.
Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakan
untuk mengisi tangki air diatas atap. Dengan sakelar pelampung, pompa

12
akan berhenti bekerja jika air dalam tangki sudah penuh dan selanjutnya
air dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Sumber : Data Pribadi


Gambar 2.1 Down Feed (Pasokan ke Bawah)

Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk


memperoleh gambaran mengenai volume tangki penyimpanan air yang
perlu disediakan dalam suatu bangunan. Kebutuhan air dapat dihitung
berdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per unit (orang, tempat
tidur, tempat duduk, dan lain-lain).Kebutuhan air per hari dapat dilihat
pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kebutuhan Air per Hari


Penggunaan Pemakaian
No Satuan
Gedung Air
1 Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari
2 Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari
3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari
Liter/Tempat tidur
4 Rumah Sakit 500²
pasien/hari
5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari
6 SLTP 50 Liter/siswa/hari
SMU/SMK dan Lebih
7 80 Liter/siswa/hari
tinggi
Liter/penghuni dan
8 Ruko/Rukan 100
pegawai/hari
9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari
10 Toserba, Toko Pengecer 5 Liter/m²
11 Restoran 15 Liter/Kursi

13
12 Hotel Berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari
Hotel Melati/
13 150 Liter/tempat tidur/hari
Penginapan
Gd. Pertunjukan,
14 10 Liter/Kursi
bioskop
15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi
Liter/penumpang tiba dan
16 Stasiun, Terminal 3
pergi
Liter/orang
17 Peribadatan 5
(belum dengan air wudhu)
Sumber ¹ hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000
² Permen Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992

2.5.1.2 Beban Dinamis


Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada
struktur. Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta
mempunyai karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat.
Deformasi pada struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah
secara cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.
1. Beban Gempa
Beban Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh
benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang
terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah
patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan
umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai
50 km. Gerak tanah gempa rencana harus digunakan untuk menghitung
perpindahan rencana total sistem isolasi dan gaya gaya lateral serta
perpindahan pada struktur dengan isolasi. Gempa maksimum yang
dipertimbangkan harus digunakan untuk menghitung perpindahan
maksimum total dari sistem isolasi.

a. Wilayah Gempa dan Spektrum Respons


Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu struktur tergantung
pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan dibangun seperti terlihat
pada Gambar Peta Wilayah Gempa berikut.

14
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur
Bangunan Gedung (SNI 1726-2012)
Gambar 2.2 Peta Wilayah Gempa Indonesia

Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram
Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis
tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur


Bangunan Gedung dan non Gedung (SNI 1726-2012)

Gambar 2.3 Spektrum Respons

15
Analisis beban gempa struktur gedung bertingkat tinggi dilakukan
dengan metode analisis gempa dinamis responns spectrum. Langkah pertama
dalam menentukan respons spektrum adalah menentukan nilai SDS dan S1 dari
peta zonasi gempa. Dari peta zonasi gempa untuk wilayah Semarang didapat
ni nilai SDS sebesar 0,85 g dan S1 sebesar 0,3 g. Selanjutnya adalah
menentukan kelas situs dari nilai N-SPT rata-rata, karena nilai N-SPT rata-rata
untuk gedung ini kurang dari 15 maka termasuk kelas situs SE (Tanah Lunak).
Selanjutnya menentukan nilai Fa, Fv, SMS, SM1, SDS, SD1, T0 dan Ts
sebagai parameter penggambaran grafik spektrum respons percepatan disain
(Sa). Grafik spektrum respons percepatan disain (Sa) seperti yang terlihat pada
Gambar 2 sebagai berikut:

Sumber : SNI 03-1726-2012


Gambar 2.4 Grafik spektrum respons percepatan disain (Sa)

Beban Geser Dasar Nominal (V) harus didistribusikan di sepanjang


tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa statik ekuivalen
yang bekerja pada pusat massa lantai-lantai tingkat. Besarnya beban statik
ekuivalen Fi pada lantai tingkat ke-i dari bangunan dihitung dengan rumus :

16
Wi z i
Fi = n
V
W
i 1
i zi

Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup


yang sesuai (direduksi), zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf
penjepitan lateral struktur bangunan, dan n adalah nomor lantai tingkat paling
atas.
Jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya
dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus
dianggap sebagai beban horisontal terpusat yang bekerja pada pusat massa
lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9V sisanya harus dibagikan sepanjang
tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.
Tetapi jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran
denahnya dalam arah pembebanan gempa kurang dari 3, maka seluruh beban
gempa V didistribusikan menjadi beban-beban terpusat yang bekerja di setiap
lantai di sepanjang tinggi bangunan.
Distribusi beban gempa di setiap lantai dari bangunan gedung pada
arah-X dan arah-Y, tergantung dari banyaknya struktur portal yang ada. Fix
adalah distribusi gaya gempa pada portal arah-X, dan Fiy adalah distribusi gaya
gempa pada portal arah-Y

b. Faktor Keutamaan Gedung (I)


Sesuai tabel 1 SNI 1726-2012, untuk berbagai resiko struktur
bangunan gedung dan non gedung sesuai dengan tebel 2.1, pengaruh gempa
rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie
menurut tabel 2.2

17
Tabel 2.6 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk
beban Gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia saat
terjadi kegagalan, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk, antara lain :
-Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
I
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
-Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko
I,III,IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
- Perumahan
-Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran II
- Gedung apartemen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada
saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- bioskop
- gedung pertemuan
- stadion III
-fasilitas kesejatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
- fasilitas penitipan anak
- penjara
-Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk ke dalam kategori resiko IV, (termasuk,
tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,
penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandun g III
bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai
batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan
bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
-Bangunan-bangunan monumental
-Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
-Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki dasilitas bedah
dan unit gawat darurat.
-Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya
-Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya
untuk tanggap darurat. IV
-Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan
pada saat keadaan darurat.
-Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,
tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur
pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur
bangunan lain yang masuk ke dalam kategori resiko IV
Sumber: SNI 1726-2012 Tabel 1

18
Tabel 2.7 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori resiko Faktor keutamaan gempa, Ie


I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,5
Sumber: SNI 1726-2012 Tabel 2

c. Daktilitas Struktur Gedung


Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan
maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat
mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm dansimpangan struktur gedung
pada saat terjadinya pelelehan pertama δy,yaitu :

δm
1,0 ≤ μ = ≤ μm
δy

Pada persamaan ini, μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur
bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan μm adalah nilai
faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur
bangunan gedung yang bersangkutan.

Tabel 2.8 Parameter Daktilitas Struktur Gedung

No Sistem penahan gaya R Cd Ωo Batasan sistem struktur dan


seismik batasan tinggi struktur, hn (m)
Kategori desain seismik
B C D E F
Sistem rangka pemikul
momen
1 Rangka baja pemikul momen 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
khusus
2 Rangka batang baja pemikul 7 3 5,5 TB TB 48 30 TI
momen khusus
3 Rangka baja pemikul momen 4,5 3 4 TB TB 10 TI TI
menengah
4 Rangka baja pemikul momen 3,5 3 3 TB TB TI TI TI
biasa
5 Beton bertulang pemikul 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
momen khusus
6 Beton bertulang pemikul 5 3 4,5 TB TB TI TI TI
momen menengah
7 Beton bertulang pemikul 3 3 2,5 TB TI TI TI TI
momen biasa
8 Rangka baja dan beton 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
komposit pemikul momen 19
khusus
9 Rangka baja dan beton 5 3 4,5 TB TB TI TI TI
komposit pemikul momen
menengah
10 Rangka baja dan beton 6 3 5,5 48 48 30 TI TI
1 Rangka baja pemikul momen 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
khusus
2 Rangka batang baja pemikul 7 3 5,5 TB TB 48 30 TI
momen khusus
3 Rangka baja pemikul momen 4,5 3 4 TB TB 10 TI TI
menengah
4 Rangka baja pemikul momen 3,5 3 3 TB TB TI TI TI
biasa
5No Beton
Sistem penahan
bertulang gaya
pemikul R8 Ωo TBBatasan
C3d 5,5 TB sistem
TB struktur
TB dan TB
momen khususseismik batasan tinggi struktur, hn (m)
6 Beton bertulang pemikul 5 3 4,5 TB Kategori
TB desain
TI seismik
TI TI
momen menengah B C D E F
7 Sistem
Beton rangka
bertulang pemikul
pemikul 3 3 2,5 TB TI TI TI TI
momen biasamomen
18 Rangka baja pemikul
dan betonmomen 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
khusus
komposit pemikul momen
2 Rangka
khusus batang baja pemikul 7 3 5,5 TB TB 48 30 TI
9 momen
Rangka khusus
baja dan beton 5 3 4,5 TB TB TI TI TI
3 Rangka
kompositbaja pemikul
pemikul momen
momen 4,5 3 4 TB TB 10 TI TI
menengah
410 Rangka baja pemikul
dan betonmomen 3,5
6 3 3
5,5 TB
48 TB
48 TI
30 TI TI
biasa
komposit terkekang parsial
5 Beton bertulang
pemikul momen pemikul 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
11 momen
Rangka khusus
baja dan beton 3 3 2,5 TB TI TI TI TI
6 Beton bertulang
komposit pemikul
pemikul momen 5 3 4,5 TB TB TI TI TI
momen
biasa menengah
712 Beton
Rangkabertulang pemikul
baja canai dingin 3
3,5 3 2,5
3,5 TB
10 TI
10 TI
10 TI
10 TI
10
momen
pemikulbiasa
momen khusus
8 Rangka baja dan beton
dengan pembautan 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
komposit pemikul momen
khusus
TB : tidak dibatasi
9 Rangka baja dan beton 5 3 4,5 TB TB TI TI TI
komposit :pemikul
TI tidak diijinkan
momen
menengah
10 Rangka baja dan beton 6 3 5,5 48 48 30 TI TI
Sumber: SNIterkekang
komposit 1726-2012
parsial Tabel 9
pemikul momen
11 Rangka baja dan beton 3 3 2,5 TB TI TI TI TI
komposit pemikul momen
biasa
12d. Pembatasan Waktu
Rangka baja canai dingin Getar 3,5 3 3,5 10 10 10 10 10
pemikul momen khusus
Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai
dengan pembautan

waktu getar
TB
struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2012
: tidak dibatasi
diberikanTI : tidak
batasan diijinkan
sebagai berikut :
T<ξn
dimana :
T = waktu getar stuktur fundamental
n = jumlah tingkat gedung
ξ = koefisien pembatas (tabel 2.7)
e. Jenis Tanah
Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil
analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka
tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan
puncak untuk batuan dasar.
Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar
dibawahpermukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa
merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi

20
bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut.
Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaitu :
1) Standard penetrasi test (N)
2) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs)
3) Kekuatan geser tanah (Su)
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah
lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat
yang terdapat dalam tabel 2.8.

Tabel 2.9 Jenis-Jenis Tanah


Kelas Situs
v su
(m/detik)
s N atau N ch (kPa)
SA (batuan keras) >1500 Tidak dapat dipakai Tidak dapat dipakai
SB (batuan) 750 sampai 1500 Tidak dapat dipakai Tidak dapat dipakai
SC (tanah 350 sampai 750 >50 > 100
keras,sangat padat
dan batuan lunak)
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan
karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks pltastisitas, PI > 20,
2. Kadar air, w > 40,
3. Kuat geser niralir, s u < 25 kPa
SF (tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari
yang membutuhkan karakteristik berikut :
investigasi geoteknik - rawan dan potensi gagal atau runtuh akibatn beban gempa seperti
speisfik dan analisis mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
respons spesifik situs) - lempung sangat organik dan atau gambut (ketebalan, H > 3 m)
- lempung berplastisitas sangat tinggi ( H > 7,5 m, IP > 75)
lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m
dengan s u < 50 kPa

Sumber : SNI 1726-2012 Tabel 3

2.5.2 Perencanaan Beban


Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi
pembebanan dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama
umur rencana. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia
untuk Rumah dan Gedung 1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu
ditinjau pada struktur yaitu: Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi
pembebanan sementara. Kombinasi pembebanan tetap dianggap beban
bekerja secara terus-menerus pada struktur selama umur rencana.

21
Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan
beban hidup. Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja
secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan
dalam analisis struktur.
Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati,
beban hidup, dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu
faktor beban, tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat
kekuatan dan layak pakai terhadapberbagai kombinasi pembebanan.
Pada buku “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung” SKSNI T-15-1991-03, disebutkan bahwa kombinasi pembebanan
(U) yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunan gedung
yang sesuai dengan perencanaan gedung antara lain :
1) Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak
harus sama dengan :
U = 1,4 D
Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban hidup
L,dan juga beban atap atau beban hujan, paling tidak harus sama dengan:
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)
2) Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan
dalam perencanaan, maka nilai kombinasi pembebanan U harus diambil
sebagai :
U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R)
atau
U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R)
dimana:
D = Beban Mati L = Beban Hidup
R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin
I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa
Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-beban
tersebut yang disebut faktor beban (load factor), sedangkan factor 0,5
dan 0,9 merupakan faktor reduksi beban.

22
Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan
gedung perlu dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua
kombinasi pembebanan yaitu pembebanan tetap dan pembebanan
sementara.
Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada
sistem struktur portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban
gempa lebih besar dibandingkan beban angin. Beban gempa yang bekerja
pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik.

2.5.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)


Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang
bersifat mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan
kondisi paling buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan
mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam
perencanaan sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang
digunakan tergantung dari pengaruh atau gaya yang bekerja pada suatu
elemen struktur sesuai SKSNI T-15-1991-03.

2.6 Perilaku Material dan Elemen Struktur


2.6.1 Beton
Kuat tekan beton biasanya didapat dari pengujian tekan benda uji
berbentuk silinder berukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm. Gambar 2.4
menunjukkan bentuk parabolik dari kurva atau diagram tegangan (f’c) -
regangan (e) untuk benda uji beton berbentuk silinder. Modulus Young atau
modulus elastisitas beton (Ec) bisa diambil sebesar 4730 f 'c MPa, dimana
f’c merupakan kuat tekan beton dalam Mpa.. Nilai regangan beton pada
tegangan maksimum kira-kira 0,002 untuk semua mutu beton. Bentuk
penurunan percabangan kurva tegangan-regangan bervariasi sesuai
tulangan melintang yang terpasang.

23
Gambar 2.5 Diagram tegangan (fc) – regangan (e) beton tertekan : (a) Diagram fc-e
beton sebenarnya. (b) Diagram fc-e beton yang di idealisasikan.

2.6.2 Baja
Hubungan antara tegangan regangan sebenarnya untuk material baja
yang didapat dari pengujian tarik diperlihatkan pada Gambar 2.5 Untuk
keperluan desain biasanya dipergunakan Diagram fc-e yang sudah
diidealisasikan dengan bentuk garis bilinear seperti pada Gambar b. Nilai
modulus Young atau modulus elastisitas baja (Es) besarnya dapat diambil
sekitar 0,2 x 106 MPa untuk semua mutu baja. Berbeda dengan material
beton yang bersifat getas, baja merupakan material yang bersifat daktail.
Selain itu baja mempunyai sifat elastis dan plastis. Dari diagram fc-e terlihat
jelas batas antara sifat elastis dan plastis dari baja, yaitu pada titik leleh
bahan.

Gambar 2.6 Diagram tegangan (fc) – regangan () baja tertarik : (a) Diagram fc-
baja sebenarnya. (b) Diagram fc-baja yang diidealisasikan

2.6.3 Perilaku Struktur Baja


Baja merupakan material yang baik digunakan untuk struktur
bangunan tahan gempa karena daktilitasnya yang tinggi, serta mempunyai
rasio yang tinggi antara kekuatan terhadap beratnya. Struktur baja juga

24
masih mempunyai kekuatan cukup untuk memikul beban setelah terjadi
gempa. Beberapa hal yang termasuk masalah ketidakstabilan pada struktur
baja adalah :
a. Tekuk lokal atau setempat dari elemen plat karena adanya rasio yang
besar antara lebar dan tebalnya.
b. Tekuk dari kolom atau batang-batang yang panjang akibat kelangsingan
batang atau akibat gaya tekan yang besar.
c. Tekuk lateral pada balok dan kolom yang mempunyai penampang tidak
kompak
d. Pengaruh P-D pada struktur akibat simpangan dan pengaruh beban
vertikal yang besar.

2.6.4 Perilaku Struktur Pasangan Batu bata


Pasangan batu bata merupakan bahan konstruksi yang sering
digunakan sebagai struktur bangunan gedung sampai pada awal abad 20.
Saat ini pasangan batu bata hanya digunakan sebagai dinding penyekat,
sedangkan struktur utamanya digantikan oleh material lain, seperti baton
bertulang dan baja. Karena mudah pemeliharaannya, harganya yang
ekonomis, serta mudah pelaksanaannya, konstruksi pasangan batu bata
masih banyak digunakan untuk konstruksi bangunan perumahan di daerah
rawan gempa.
Beberapa faktor yang membuat konstruksi pasangan dinding bata
kurang baik digunakan untuk bangunan di daerah rawan gempa adalah :
a. Materialnya getas dan mudah retak, sehingga mempunyai kekuatan
yang rendah untuk memikul beban gempa yang sifatnya bolak-balik /
siklik.
b. Karena cukup berat, maka beban gempa yang merupakan gaya inersia
juga akan besar
c. Karena kaku, struktur pasangan batu bata mempunyai waktu getar yang
pendek, sehingga gaya gempa yang bekerja akan menjadi besar.
d. Kekuatannya bervariasi tergantung dari kualitas konstruksi.

25
2.7 Perhitungan Struktur
2.7.1. Perhitungan Tiang Pancang
1. Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal
a. Berdasarkan Kekuatan Bahan Tiang

b. Berdasarkan Hasil Sondir


Kapasitas tiang (Qa11) berdasarkan hasil uji sondir dihitung
menggunakan metode Bagemann sebagai berikut :

2. Beban Ijin Tiang Pancang


Effisiensi tiang menurut Converese Labarre :

Beban ijin dari tiang pancang ditentukan dengan persamaan berikut :

3. Beban Maksimum Tiang Pancang


Beban maksimum yang terjadi pada satu tiang pancang ditentukan dari
persamaan berikut :

26
2.7.2. Perhitungan Pile Cap
Perencanaan pilecap mengacu pada refrensi buku “Desain Pondasi
Tahan Gempa”. Penulis Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti. Satuan
yang digunakan adalah SI. Analisis terkait dengan desain pilecap, yaitu :
Rumus perhitungan tulangan lentur pile cap :
𝐵′ = 𝑙𝑝 − 𝑙𝑘
𝑞′ = 2400𝐴𝑔
𝑃𝑢
𝑀𝑢 = 2 ( ) 𝑠 − 0,5𝑞𝐵 2
4
𝑎
𝜑𝑀𝑛 = 𝜑𝐴𝑠 𝑓𝑦 (𝑑 − )
2
𝐴𝑠 𝑓𝑦
𝑎 =
0,85𝑓𝑐 ′𝑏
Kontrol kuat geser beton pile cap diambil nilai terkecil dari :
2 √𝑓𝑐 ′𝑏𝑜 𝑑
𝑉𝑐 = (1 + )
𝛽𝑐 6
∝𝑠 𝑑 √𝑓𝑐 ′𝑏𝑜 𝑑
𝑉𝑐 =( + 2)
𝑏𝑜 12
1
𝑉𝑐 = √𝑓 ′𝑏 𝑑
3 𝑐 𝑜
Ketentuan :
∝𝑠 = 40 untuk kolom dalam
∝𝑠 = 30 untuk kolom tepi
∝𝑠 = 20 untuk kolom sudut
𝑎
𝛽𝑐 = 𝑏𝑘𝑘

𝑏𝑜 = 4B’

2.7.3. Perhitungan Tie – Beam


Perencanaan tie beam mengacu pada refrensi buku “Desain Pondasi
Tahan Gempa”. Penulis Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti. Satuan
yang digunakan adalah SI. Analisis terkait dengan desain tie beam, yaitu :
Rumus tulangan lentur tie beam :

27
Akibat penurunan antar pondasi dan beban aksial yang bekerja pada
tie beam,

√𝑓𝑐 ′
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 4𝑓 𝑏𝑑 , dan tidak boleh lebih kecil dari,
𝑦

1,4 𝑏𝑑
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 =
𝑓𝑦
6𝐸𝐼∆𝑆
∆𝑀 =
𝐿𝑠 2
𝐴𝑠 𝑓𝑦
𝑎 =
0,85𝑓𝑐 ′ 𝑏
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 𝑓𝑦 (𝑑 − )
2
Rumus tulangan geser :
𝜑𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢
𝑉𝑛 = 𝑉𝑐 + 𝑉𝑠
0,3𝑁𝑢 √𝑓𝑐 ′𝑏𝑤 𝑑
𝑉𝑐 = (1 + )
𝐴𝑔 6
𝐴𝑣 𝑓𝑦 𝑑
𝑉𝑠 =
𝑠

2.7.4. Perhitungan Kolom


Sebagai perhitungan desain, akan ditunjukkan perhitungan tulangan
terhadap beban-beban yang diberikan (momen dan beban aksial) pada suatu
penampang. Dalam pembahasan perhitungan penampang ini ada beberapa
syarat batas di antara tegangan dalam tulangan yang dapat divariasikan.
Karena itu, dipergunakan rumus yang eksak untuk menentukan jumlah
tulangan dalam penampang yang dibebani lentur dan beban aksial tidak
diberikan.
Pada perhitungan penulangan kolom ini, dimana ukurang
penampang serta beban aksial dan momen yang bekerja telah diketahui
maka penulis menggunakan grafik-grafik.
Pembagian tulangan pada kolom berpenampang persegi dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara :

28
1. Tulangan dipasang simetris pada dua sisi penampang, tegak lurus
terhadap arah lentur dengan As = As’ = 0,5 Ast.
2. Tulangan dipasang simetris pada empat sisi penampang dengan As = As’
= Ast = Aska.

Gambar 2.7 (a) Tulangan pada 2 sisi dan (b)tulangan pada 4 sisi
Penggunaan grafik terutama lebih tepat untuk penulangan pada
seluruh sisi kolom dengan eksentrisitas yang pendek, berarti beban aksial
relatif besar dan beban momen relatif kecil. Penulangan pada dua sisi
terutama digunakan pada beban momen lentur yang relatif besar dan beban
aksial yang relatif kecil.
Pada grafik penulangan dapat dilihat sumbu vertikal yang
dinyatakan dengan nilai :
Pu
 . Agr .0,85. fc '
Dimana :
Pu : Beban Aksial
Agr : Luas Penampang
fc' : Mutu Beton

Nilai ini adalah suatu besaran yang tidak berdimensi, dan


ditentukan baik oleh faktor beban yang dikalikan dengan beban aksial
maupun mutu beton serta ukuran penampang.
Pu e
Pada sumbu horizontal dinyatakan dengan nilai ( 1 ) , inipun
 . Agr .0,85. fc ' h
berupa suatu besaran yang tidak berdimensi. Dalam e1 telah diperhitungkan

29
Mu
eksentristias e  beserta faktor pembesar yang berkaitan dengan gejala
Pu

tekuk.

Sumber : Vis, W.C., Gideon, H.K., 1993. Dasar-DasarPerencanaan Beton Bertulang


Gambar 2.8 W.C Wis dan Gideon Kusuma, Grafik dan Tabel
Perhitungan Beton Bertulang

Besaran pada kedua sumbu dapat dihitung dan ditentukan, kemudian


suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan yang diperlukan adalah .r., dng 
tergantung pada mutu beton. Menurut SKSNI 1991 pasal 3.2.2.2.2., untuk
kolom diperkenankan menganggap faktor reduksi kekuatan  = 0,65 untuk

30
harga Pu < 0,10 Agr fc’, sedangkan untuk harga Pu = 0 nilai  ditingkatkan
secara linier menjadi  = 0,80.

Setelah semua data telah diketahui, maka ditentukan luas tulangan


yang dibutuhkan untuk penampang kolom dengan menggunakan rumus :
Asperlu = .Agr =  . b (cm) . h (cm)

Tabel 2.10 Luas Tulangan

Sumber : Vis, W.C., Gideon, H.K., 1993. Dasar-DasarPerencanaan Beton Bertulang

31
2.7.5. Perhitungan Balok
Dalam pradesain tinggi balok menurut RSNI 2002 merupakan fungsi
dari bentang dan mutu baja yang digunakan. Secara umum pradesain tinggi
balok direncanakan L/10 - L/15, dan lebar balok diambil 1/2H - 2/3H dimana
H adalah tinggi balok.
Pada perencanaan balok maka pelat dihitung sebagai beban dimana
pendistribusian gayanya menggunakan metode amplop. Dalam metode amplop
terdapat 2 macam bentuk yaitu pelat sebagai beban segi tiga dan pelat sebagai beban
trapesium
Adapun persamaan bebannya adalah sebagai berikut :
1. Perataan beban pelat pada perhitungan balok
a. Perataan Beban Trapesium

Gambar 2.9 Perataan Baban Trapesium

Momen maksimum beban trepesium berdasarkan grafik dan


tabel penulangan beton bertulang adalah :

32
Momen max beban segi empat berdasarkan grafik dan tabel
penulangan beton bertulang adalah

b. Perataan Beban Segitiga

Gambar 2.10 Perataan Baban Segitiga

Momen Maximum beban trepesium berdasarkan grafik dan tabel


penulangan beton bertulang adalah :

Momen Maximum beban trepesium berdasarkan grafik dan tabel


penulangan beton bertulang adalah :

33
2. Perencanaan Lentur Murni

Gambar 2.11 Tegangan, regangan dan gaya yang pada perencanaan


lentur murni beton bertulang

Dari gambar di atas di dapat :


Cc = 0,85 fc’ .a.b
Ts = As . fy
Sehingga didapat persamaan : 0,85 fc’ . a . b = As . fy
Dimana : a = β . c sedangkan As = p . b . d
Besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang adalah :
Mu = Cc (d – 0,5a) atau Ts (d – 0,5a)
= As . fy (d – 0,5. 0,85c)
= As . fy (d – 0,425 c)
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata
Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal
11.3, dalam suatu perencanaan diambil faktor reduksi kekuatan φ,
dimana besarnya φ untuk lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8;
sehingga didapat:

34
Dimana :
Mu : momen yang dapat ditahan penampang (Nmm)
b : lebar penampang beton (mm)
d : tinggi efektif beton (mm)
p : rasio luas tulangan terhadap luas efektif penampang beton
fy : mutu tulangan (Mpa)
fc’ : mutu beton (Mpa)

2.7.6. Perhitungan Pelat Lantai


Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin
bertulangan dua atau satu arah saja tergantung sistem strukturnya. Untuk
merencanakan pelat beton yang perlu dipertimbangkan tidak hanya
pembebanannya saja tetapi juga harus dipertimbangkan ukurannya, syarat –
syarat dan peraturan yang ada. Pelat beton merupakan struktur lantai yang
bertumpu pada balok di setiap sisinya. Beban yang diterima oleh pelat lantai
kemudian disalurkan balok yang menumpunya dan kemudian diteruskan ke
kolom yang menopang balok tersebut.

Gambar 2.12. Dimensi Bidang Pelat


Langkah perencanaan penulangan pelat adalah sebagai berikut :
a. Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang
b. Menentukan tebal pelat lantai (berdasarkan rumus SKSNI 03–2847–2002).
Memperhitungkan beban-beban yang bekerja pada pelat lantai (qu) yang
terdiri dari beban mati (DL) dan beban hidup (LL)

35
c. Mencari gaya-gaya dengan menggunakan Program SAP 2000
d. Mencari Tulangan Pelat, langkah-langkah perhitungannya sebagai berikut:
1. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel
Perhitungan Beton Bertulang
2. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x
dan arah y
3. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y
4. Membagi Mu dengan b x d2 ( Mu / (b . d2))
Dimana : b : lebar pelat per meter panjang
d : tinggi efektif
5. Mencari rasio penulangan (p) dengan persamaan :

6. Memeriksa syarat rasio penulangan (pmin < p < pmax)

7. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan


As = p . b . d . 106
Dimana :
As : Luas Tulangan
p : rasio tulangan
d : tinggi efektif

8. Memilih Tulangan berdasarkan luasan tulangan yang dibutuhkan

36
Tabel 2.11 Luas Tulangan Pelat

Sumber : Vis, W.C., Gideon, H.K., 1993. Dasar-DasarPerencanaan Beton Bertulang

2.7.7. Perhitungan Tangga


Struktur tangga digunakan untuk melayani aksebilitas antar lantai pada
gedung yang mempunyai tingkat lebih dari satu. Pada bangunan berlantai
banyak tangga merupakan komponen yang harus ada karena selain sebagai
akses vertikal juga difungsikan untuk tangga darurat jika peralatan transportasi
vertikal lainnya tidak berfungsi atau bila terjadi kebakaran.

(a)

(b)

Gambar 2.13. (a) Sketsa Tangga (b) Pendimensian Tangga

37
Adapun parameter yang perlu diperhatikan pada perencanaan struktur tangga
adalah sebagai berikut :
a. Tinggi antar lantai
b. Tinggi Antrede
c. Jumlah anak tangga
d. Kemiringan tangga
e. Tebal pelat beton
f. Tinggi Optrede
g. Lebar bordes
h. Lebar anak tangga
i. Tebal selimut beton
j. Tebal pelat tangga
Menurut Buku Diktat Konstruksi Bangunan Sipil yang disusun Ir.Supriyono
o = tan α x a
2 x o + a = 61~ 65 (ideal)
dimana : o = optrade (langkah naik)
a = antrede (langkah datar)

Langkah-langkah perencanaan penulangan tangga :


a. Menghitung kombinasi beban Wu dari beban mati dan beban hidup.
b. Menentukan tebal selimut beton, diameter tulangan rencana, dan tinggi
efektif arah x (dx) dan arah y (dy).
c. Dari perhitungan SAP 2000, didapatkan momen pada tumpuan dan
lapangan baik pada pelat tangga maupun pada bordes.

d. Menghitung penulangan pelat tangga dan bordes.

Langkah-langkah perhitungan tulangan pelat tangga adalah sebagai berikut :


a. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel
Perhitungan Beton Bertulang.
b. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan
arah y.
c. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.

38
d. Membagi Mu dengan b x d2 ( Mu / (b . d2))

Dimana : b : lebar pelat per meter panjang


d : tinggi efektif
e. Mencari rasio penulangan (p) dengan persamaan :

f. Memeriksa syarat rasio penulangan (pmin < p < pmax)

g. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan


As = p . b . d . 106
Dimana :
As : Luas Tulangan
p : rasio tulangan
d : tinggi efektif
h. Memilih Tulangan berdasarkan luasan tulangan yang dibutuhkan

2.7.8. Perhitungan Struktur Atap Baja


Perhitungan struktur baja untuk atap mengacu pada refrensi buku
“Perencanaan Struktur Baja dengan metode LRFD”, penulis Agus Setiawan.
Satuan yang digunakan adalah S.I. Rumus yang digunakan untuk perencanaan
dinding geser berdasarkan persyaratan dari SNI 03-1729-2002, yaitu :
1. Perhitungan gording
Momen pada gording,
Akibat beban mati :
𝑞𝑥 = 𝑞 cos 𝛼
𝑞𝑦 = 𝑞 sin 𝛼
1
𝑀𝑥 = 8 𝑞𝑥 𝑙 2
1
𝑀𝑦 = 8 𝑞𝑥 𝑙 2

39
Akibat beban hidup (𝑃𝐿 ):
1
𝑀𝑥 = 4 (𝑃 cos 𝛼)𝐿𝑥
1
𝑀𝑥 = 4 (𝑃 sin 𝛼)𝐿𝑦

Akibat beban angin :


Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu x sehingga hanya ada 𝑀𝑥 .
1
𝑀𝑥 = 8 𝑞𝑥 𝑙 2

𝑀𝑢𝑥 dan 𝑀𝑢𝑦 didapatkan dari hasil kombinasi pembebanan beban yang ada.
𝑀𝑛𝑥 = 𝑍𝑥 𝑓𝑦
𝑀𝑛𝑦 = 𝑍𝑦 𝑓𝑦
Untuk mengantisipasi masalah puntir,
𝑀𝑢𝑥 𝑀𝑢𝑦
≤ 1,0
∅𝑏𝑀𝑛𝑥 ∅𝑏𝑀𝑛𝑦 /2

2. Perhitungan trekstang

𝐿
𝑥
𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 = 250
𝑃
𝐴 =𝜎

4𝐴
𝐷 = √3,14(dimensi tulangan trekstang)

3. Perhitungan komponen struktur lentur


𝑞𝑢 = 1,2𝐷 + 1,6𝐿
1
𝑀𝑢 = 𝑞𝑢 𝑙 2
8
𝑀𝑢
𝑀𝑛 =
∅𝑏
1 2
𝑍𝑥 = 𝑏𝑡𝑓 (𝑑 − 𝑡𝑓 ) + 𝑡𝑤 (𝑑 − 𝑡𝑓 )
4

40
1 1
𝑍𝑦 = 𝑏 2 𝑡𝑓 + 𝑡𝑤 2 𝑑 − 2𝑡𝑓
2 4
ℎ = 𝑑 − 2(𝑟0 + 𝑡𝑓 )
𝑏
𝜆𝑓 =
2𝑡𝑓

𝜆𝑤 =
𝑡𝑤
170
𝜆𝑝 =
√𝑓𝑦
370
𝜆𝑟 =
√(𝑓𝑦 − 𝑓𝑟 )

Penampang kompak :
𝑀𝑢
𝑀𝑝 = 𝑍𝑥 𝑓𝑦 >
𝜙
Penampang tak kompak :
𝑀𝑝 = 𝑍𝑥 𝑓𝑦
𝑀𝑢
𝑀𝑟 = (𝑓𝑦− 𝑓𝑟 )𝑆𝑥 >
𝜙
4. Rumus rencana baut dengan beban tarik dan geser :
𝑀
𝐾𝑡 = 2
𝑠1 + 𝑠2 + ⋯ + 𝑠𝑛 2
2

𝐾𝑡
𝜎𝑡𝑟 = <𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛
𝐴𝑏

𝑓𝑡 𝐴𝑏
𝐹′𝑉 = 𝐹𝑉 (1 − )
𝑇
𝐷
𝜏 = <𝜏
𝑛𝑏 𝐴𝑏 𝑖𝑗𝑖𝑛

41

Anda mungkin juga menyukai