Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PERHITUNGAN

KONSTRUKSI / STRUKTUR

PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG


AUDITORIUM DAN PUSAT KEGIATAN
MAHASISWA

Dokumen ini berisi tentang perencanaan struktur gedung auditorium IAIN Batusangkar
yang meliputi perhitungan beban struktur, permodelan, analisis struktur, perencanaan
dimensi dan tulangan elemen struktur beserta menjelaskan tentang detailing struktur yang
dijadikan sebagai pedoman kekuatan rencana struktur gedung auditorium IAIN
Batusangkar.
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
GEDUNG
AUDITORIUM DAN
PUSAT KEGIATAN
MAHASISWA
Struktur gedung Auditorium ini didesain menggunakan konsep sistem
rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Beban yang bekerja pada
struktur terdiri dari beban gravitasi (beban hidup dan beban mati) dan
beban gempa. Beban mati dan beban hidup gedung mengacu pada
standar pembebanan Indonesia. Beban mati gedung memiliki besar
yang sama dengan bangunan biasa. Sedangkan beban hidup pada
panggung penonton gedung Auditorium mendekati dua kali lipat
gedung biasa yaitu 400 kg/m2. Beban gempa yang bekerja pada
struktur ditentukan berdasarkan peta gempa SNI 1726-2012. Gedung
didesain dengan kategori desain seismik D dan faktor keutamaan
bangunan 1.25. Untuk mengetahui respon struktur terhadap
kombinasi pembebanan dilakukan analisiss struktur menggunakan
metode respon spektrum. Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh
dimensi balok induk 350 mm x 800 mm, balok anak 300 mm x 500
mm, kolom (K1) 500 mm x 800 mm, kolom (K2) 400 mm x 400 mm,
tebal plat lantai adalah 150 mm. Tulangan balok menggunakan D22
mm untuk lentur dan D13 untuk geser. Tulangan kolom
menggunakan D22 mm untuk tulangan lentur dan D13 mm untuk
tulangan geser. Sedangkan sistem plat lantai menggunakan tulangan
D13 mm.
1
Bab I
Pendahuluan

1.1. Standar Normatif Desain

Standar perencanaan konstruksi Indonesia harus mengacu pada SNI yang dikeluarkan BSNI (Badan
Standar Nasional Indonesia). Dalam perencanaan proyek pembangunan gedung Auditorium IAIN
Batusangkar ini mengacu kepada standar-standar berikut:
1. Standar pembebanan mengacu pada Standar Pembebanan Indonesia yang mengadaptasi ASCE 7-
10 (Minimum Design Load for Building and Other Structures).
2. Beban gempa yang bekerja pada struktur ditentukan berdasarkan SNI 03-1726-2012 yang
mengadaptasi standar ASCE 7-10.
3. Prosedur, tata cara, kaidah-kaidah desain dan variable-variabel terkait mengenai desain struktur
beton bertulang mengacu pada standar beton bertulang Indonesia yaitu SNI 03-2847-2013 yang
mengadaptasi standar ACI 318-08.
4. Standar perencanaan sistem struktur rangka baja mengacu pada SNI 1729-2015 yang
mendadaptasi standar AISC 341-10.

Semua standar di atas dijadikan sebagai acuan normatif dalam desain gedung Auditorium IAIN
Batusangkar.

1.2. Tahapan Perencanaan

Tahapan perencanaan (desain struktur) gedung Auditorium IAIN Batusangkar adalah sebagai
berikut:
1. Studi pendahuluan terhadap standar-standar yang dijadikan sebagai acuan dalam desain struktur.
Standar-standar yang dijadikan acuan adalah seperti yang dijelaskan pada sub bab 1.1.
2. Perhitungan beban-beban yang bekerja pada struktur, yang mencakub beban gravitasi dan beban
gempa. Beban gravitasi terdiri dari beban mati (DL), beban hidup (LL) dan beban mati tambahan
(SIDL).
3. Permodelan dan analisiss struktur yang dilakukan dengan bantuan komputer. Struktur yang
dianalisiss adalah model 3 dimensi. Perhitungan beban gempa dilakukan dengan metode respon
spektrum dengan kontribusi massa pada struktur adalah 1 DL + 1 SIDL + 0.25 LL. Dalam
analisiss struktur, beban yang ditinjau adalah beban yang bekerja secara bersamaan (beban
terkombinasi). Dengan faktor kombinasi pembebanan ditentukan berdasarkan SNI 1726-2012.
4. Desain struktur mencakup desain struktur dan struktur bawah. Struktur atas mencakup balok,
kolom, join balok-kolom dan pelat lantai. Desain struktur bawah mencakup desain pondasi yang
2
terdiri dari pondasi tiang pancang dan pondasi telapak. Metode desain yang digunakan adalah
metode LRFD (Load Resistance Factored Design).

1.3. Deskripsi Umum Proyek

Gedung yang akan didesain dalam laporan ini adalah gedung Auditorium IAIN Batusangkar yang
berlokasi di IAIN Batusangkar dengan luas telapak bangunan 2996 m2. Layout bangunan gedung
Auditorium ini adalah seperti pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Layout gedung Auditorium IAIN Batusangkar

Bagunan yang didesain terdiri dari 2 lantai yaitu lantai dasar digunakan sebagai ruang auditorium dan PKM
sedangkan pada lantai 1 digunakan sebagai panggung penonton. Sistem struktur atas yang digunakan adalah
sistem struktur rangka beton pemikul momen khusus (SRPMK) dan struktur bawah menggunakan pondasi
Kontruksi Sarang Laba-Laba (KSLL). Mengingat fungsinya sebagai gedung pertemuan, maka gedung ini
dikategorikan sebagai gedung dengan kategori level III dengan faktor keutamaan desain adalah 1.25. Sistem
struktur utama adalah sistem struktur rangka beton bertulang pemikul momen khusus (SRPMK) dengan
dimensi kolom utama 50 cm x 80 cm, 40 cm x 40 cm. Balok utama berdimensi 35 cm x 80 cm dan balok anak
berdimensi 30 cm x 50 cm. Ketebalan plat lantai adalah 15 cm. Semua elemen struktur tersebut dibuat dari
beton dengan kuat tekan fc’ 25 MPa dan baja yang digunakan adalah baja ulir dengan tegangan leleh fy 410
MPa.
3
Bab II
Tinjauan Standar Desain

2.1. Standar Pembebanan

2.1.1 Beban Mati (Dead Load)

Beban mati adalah beban yang bekerja secara permanen pada struktur. Beban ini berasal dari berat sendiri
struktur. Karena struktur terbuat dari beton bertulang, maka digunakan berat sendiri struktur berdasarkan berat
volume beton dan baja. Berdasarkan standar pembebanan Indonesia, berat volume beton ,γ beton, adalah 2400
kg/m3 dan baja memiliki berat volume 7850 kg/m3.

2.1.2 Beban Mati Tambahan (Super Imposed Dead Load)

Beban mati tambahan adalah beban yang melekat pada bangunan secara permanen yang berasal dari finisihing
bangunan dan tambahan elemen non struktural yang berfungsi sebagai sarana penunjang pemanfaatan gedung.
Beberapa contoh dari beban mati tambahan yang dipakai dalam perencanaan gedung Auditorium ini dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

No Jenis Beban Berat Satuan


1 Spesi 2000 kg/m3
2 Keramik 24 kg/m2
3 Plafon + Rangka 10 kg/m2
4 Dinding bata/15 cm tebal 250 kg/m2
5 Mekanikal, Elektrikal dan Plumbing 20 kg/m2
6 Lift Tergantung Jenis kg

2.1.3 Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup adalah beban yang muncul ketika gedung difungsikan. Beban ini bekerja secara temporari.
Karena gedung Auditorium ini bisa dikategorikan sebagai gedung yang difungsikan sebagai ruang pertemuan,
maka beban hidup yang bekerja pada struktur menurut Standar Pembebanan Indonesia adalah 400 kg/m2 .

2.1.4 Beban Gempa (Earthquake Loading)

Beban gempa yang bekerja pada struktur ditentukan berdasarkan peta spektrumgempa yang dikeluarkan oleh
puskim PU yang sudah dilampirkan dalam SNI 1726-2012.Terdapat tiga metode dalam perhitungan beban
gempa desain struktur yang diizinkan oleh SNI, yaitu metode statik ekivalen, metode respon spektrum dan
metode analisiss riwayat waktu. Mengingat denah vertikal dan horizontal gedung yang tidak simetris, maka
metode penentuan beban gempa yang bekerja pada struktur adalah metode analisis respon spektrum. Gambar
2.1 memperlihatkan kurva spektrum respon gempa di lokasi rencana untuk berbagai kondisi tanah. Dalam
perencanaan, kondisi tanah lapangan tergolong kepada kondisi tanah sedang.
4
Gambar 2.1 Kurva respon spektrum lokasi rencana

2.1.5 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi beban gempa yang bekerja pada struktur ditetapkan dalam Pasal 4.1 SNI 1726-2012 sebagai
berikut:
1. 1.4 (DL + SIDL)
2. 1.2 (DL + SIDL) + 1.0 LL
3. (1.2 + 0.2 SDS) DL + 1.0 LL ± ρ(1.0 EQX) ± ρ(0.3 EQY)
4. (1.2 + 0.2 SDS) DL + 1.0 LL ± ρ(0.3 EQX) ± ρ(0.1 EQY)
5. (1.2 + 0.2 SDS) DL ± ρ(1.0 EQX) ± ρ(0.3 EQY)
6. (1.2 + 0.2 SDS) DL ± ρ(0.3 EQX) ± ρ(0.1 EQY)
dimana:
DL = beban mati
SIDL = beban mati tambahan
LL = beban hidup
EQX = gempa arah X
EQY = gempa arah Y
SDS = percepatan gempa desain pada periode pendek (0.2 detik)
ρ = faktor redundansi struktur yang ditetapkan berdasarkan Pasal 7.3.4.2 SNI 1726-2012.

2.2. Standar Desain Elemen Struktur


SNI Beton Indonesia mensyaratkan bahwa struktur yang berlokasi di daerah rawan gempa harus
didesain menggunakan sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Prosedur dan kaidah-
kaidah desain sistem struktur SRPMK diatur dalam SNI Beton Pasal 21.5. Pada sub bab ini akan
5
dibahas mengenai standar-standar yang mengatur ketentuan desain elemen struktur lentur, elemen
struktur kolom, desain join balok-kolom dan desain plat lantai. Kaidah-kaidah desain tersebut dibuat
agar desain kapasitas struktur tercapai.

2.2.1. Elemen Struktur Lentur

Persyaratan Geometri

Perencanaan struktur lentur (balok) meliputi perencanaan tulangan lentur dan tulangan geser. SNI
Beton Pasal 21.5.1.1 mendefinisikan elemen struktur lentur sebagai komponen struktur dimana gaya
aksial tekan terfaktor yang bekerja pada penampangnya tidak melebihi 0.1 Agfc’ dengan Ag adalah
luas penampang komponen struktur. Secara geometri, SNI Beton 2847-2013 Pasal 21.5.1.2
memberikan batasan persyaratan dimensi elemen struktur lentur yaitu (Gambar 2.2):
 Bentang bersih komponen struktur lentur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi efektifnya.
 Perbandingan lebar terhadap tinggi komponen struktur tidak boleh kurang dari 0.3 dan tidak
boleh kurang dari 250 mm.
 Lebar komponen struktur, bw, tidak boleh melebihi lebar komponen struktur penumpu, c2,
ditambah suatu jarak pada masing-masing sisi komponen struktur penumpu yang sama
dengan yang lebih kecil dari (a) dan (b):
a) Lebar komponen struktur penumpu, c2, dan
b) 0,75 kali dimensi keseluruhan komponen struktur penumpu, c1.

Gambar 2.2 Ketentuan dimensi penampang balok

Persyaratan Tulangan Lentur

Ada beberapa persyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan pada perencanaan komponen
lentur SRPMK, diantaranya adalah (SNI 2847-2013 Pasal 21.5.2):
 Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar dari luas tulangan minimum
yaitu 1/4bwd/fy dan rasio tulangan ρ tidak boleh melebihi 0.025, selain itu, pada penampang
6
harus terpasang minimum dua batang tulangan atas dan dua batang tulangan bawah (Gambar
2.3).
 Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar atau sama dengan setengah kuat
lentur negatifnya. Kuat lentur negatif dan positif pada setiap penampang di sepanjang
bentang harus tidak kurang dari seperempat kuat lentur terbesar pada bentang tersebut
(Gambar 2.3).
 Sambungan lewatan untuk penyambungan tulangan lentur harus diberi tulangan spiral atau
sengkang tertutup disepanjang sambungan tersebut (Gambar 2.4)
 Sambungan lewatan tidak boleh ditempatkan pada (Gambar 2.4):
a) Join balok-kolom
b) Daerah hingga jarak dua kali tinggi balok h dari muka kolom
c) Lokasi-lokasi yang berdasarkan analisiss, memperlihatkan kemungkinan terjadinya leleh
lentur akibat perpindahan lateral inelastis struktur portal bangunan.

Gambar 2.3. Persyaratan sambungan lentur

Gambar 2.4. Persyaratan sambungan lewatan


7
Gambar 2.5 Persyaratan tulangan transversal

Persyaratan Tulangan Transversal

Tulangan transversal pada elemen struktur lentur berfungsi sebagai tulangan penahan geser,
mengekang daerah inti beton dan menyediakan tahanan lateral bagi batang-batang tulangan lentur di
mana tegangan leleh terbentuk. Karena pengelupasan beton bisa terjadi saat gempa kuat, maka
tulangan transversal harus berbentuk sengkang tertutup. SNI Beton 2847-2013 Pasal 21.5.3
mensyaratkan pemasangan tulangan sengkang tertutup pada elemen struktur lentur SRPMK sebagai
berikut:
 Sengkang tertutup harus dipasang;
a) Pada daerah hingga dua kali tinggi balok diukur dari muka tumpuan.
b) Di sepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari suatu penampang yang
berpotensi terbentuk sendi plastis.
 Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari muka tumpuan. Spasi
sengkang tertutup tidak boleh melebihi (Gambar 2.5):
a) d/4, dengan d adalah tinggi efektif balok
b) delapan kali diameter tulangan lentur terkecil
c) 24 kali diameter batang tulangan sengkang tertutup, dan
d) 300 mm.

Persyaratan Kuat Geser untuk Komponen Lentur


Kuat geser perlu, 𝑉𝑒 , untuk perencanaan geser bagi komponen struktur lentur SRPMK harus
ditentukan dari peninjauan gaya statik pada komponen struktur antara dua muka tumpuan (Gambar
2.6), yaitu:

𝑀𝑝𝑟1 + 𝑀𝑝𝑟2 𝑊𝑢 𝐿
𝑉𝑒 = ± [2.1]
𝐿 2
8
Dimana:

𝑉𝑒 = kuat geser perlu di ujung-ujung balok


𝑀𝑝𝑟1 = kuat lentur maksimum yang mungkin termobilisasi di perletakan kiri akibat goyangan ke
kiri atau ke kanan
𝑀𝑝𝑟2 = kuat lentur maksimum yang mungkin termobilisasi di perletakan kanan akibat goyangan ke
kanan atau ke kiri
𝑊𝑢 = pengaruh beban gravitasi; 1.2𝐷 + 1.0𝐿
𝐿 = panjang bentang bersih balok

Gambar 2.6 Kombinasi geser akibat beban gravitasi dan gempa

Momen ujung 𝑀𝑝𝑟 didefinisikan sebagai momen maksimum yang diperlukan untuk membuat
penampang desain membentuk sendi plastis. Momen ujung 𝑀𝑝𝑟 dihitung berdasarkan nilai kuat tarik
tulangan baja yang telah diperbesar dengan menerapkan faktor kuat lebih bahan, yaitu sebesar
1.25𝑓𝑦 .

Diagram kuat geser perlu yang diperoleh (Gambar 2.6) kemudian digunakan untuk merencanakan
kuat geser di sepanjang komponen lentur. Perencanaan geser dilakukan dengan mengasumsikan
bahwa baik beton maupun baja tulangan transversal sama-sama berkontribusi dalam menahan gaya
geser rencana yang terjadi. Namun, khusus untuk daerah yang berpotensi terbentuk sendi plastis,
yaitu di daerah sepanjang dua kali tinggi balok darimuka kolom, tulangan transversal harus
dirancang untuk menahan geser perlu dengan menganggap kontribusi penampang beton dalam
menahan geser 𝑉𝑐 = 0 jika (SNI 2847-2013 Pasal 21.5.4.2):
9
a) Gaya geser akibat beban gempa (persamaan [2.1]) mewakili setengah atau lebih dari kuat
geser perlu maksimum di sepanjang daerah tersebut.
b) Gaya aksial tekan terfaktor pada penampang, termasuk akibat gempa, lebih kecil dari
𝐴𝑔 𝑓𝑐 ′⁄20

2.2.2 Elemen Struktur yang Menerima Kombinasi Lentur dan Beban Aksial

Persyaratan Geometri Kolom

Komponen struktur yang dibahas dalam pasal ini adalah elemen struktur kolom, yang merupakan
elemen struktur yang memikul kombinasi aksial lentur. Semua kaidah-kaidah desain elemen struktur
kolom diatur dalam SNI 2847-2013 Pasal 21.6. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa besarnya
beban aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur kolom dibatasi tidak kurang dari
0.1𝐴𝑔 𝑓𝑐 ′. Beberapa persyaratan geometri yang harus dipenuhi oleh komponen kolom SRPMK yang
ditetapkan pada Pasal 21.6.1.1 dan 21.6.1.2 adalah sebagai berikut (Gambar 2.7):
1. Ukuran penampang tidak boleh kurang dari 300 mm.
2. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah tegak lurusnya
tidak kurang dari 0.4.

Persyaratan Desain Lentur

Berdasarkan SNI 2847-2013 Pasal 21.6.2 mensyaratkan bahwa kuat lentur kolom SRPMK harus
memenuhi ketentuan kolom kuat-balok lemah sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.8.

6
∑ 𝑀𝑛𝑐 ≥ ∑ 𝑀𝑛𝑏 [2.2]
5

Dimana:
∑ 𝑀𝑛𝑐 = jumlah 𝑀𝑛 kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom. 𝑀𝑛 harus dihitung untuk
gaya aksial terfaktor yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau yang
menghasilkan nilai 𝑀𝑛 terkecil.
∑ 𝑀𝑛𝑏 = jumlah 𝑀𝑛 balok yang merangka pada hubungan balok-kolom

Seperti yang diuraikan di atas, kuat lentur kolom harus memenuhi ketentuan kolom kuat balok
lemah. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya leleh pada kolom-kolom yang pada dasarnya
didesain sebagai komponen pemikul beban lateral. Bila komponen kolom ini direncanakan tidak
lebih kuat dari pada balok-balok yang merangka pada suatu hubungan balok-kolom yang sama,
sangat mungkin terjadinya perilaku inelastik, dan bahkan plastifikasi di ujung-ujung kolom. Hal ini
tidak diinginkan karena kolom tidak memiliki kemampuan disipasi energi sebaik balok. Besarnya
10
beban aksial yang bekerja pada kolom menyebabkan lebih rendahnya tingkat daktilitas kolom
dibandingkan dengan daktilitas balok. Bila ada desain kolom yang tidak memenuhi ketentuan kolom
kuat balok lemah di atas, maka kuat lateral dan kekuatan kolom tersebut harus diabaikan dalam
perhitungan kekuatan dan kekuatan struktur.

Gambar 2.7 Persyaratan geometri kolom

11

Gambar 2.8 Konsep kolom kuat-balok lemah


Persyaratan Tulangan Lentur

Berdasarkan SNI 2847-2013 Pasal 21.6.3, tulangan lentur kolom harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut:
1. Rasio penulangan dibatasi minimum tidak kurang dari 0.01 dan tidak boleh lebih dari 0.06.
2. Sambungan mekanis tipe 1 untuk penyambungan tulangan lentur (dengan kekuatan 125%
kuat leleh batang tulangan yang disambung) tidak boleh ditempatkan di lokasi yang
berpotensi terbentuk sendi plastis, kecuali sambungan mekanis tipe 2, yaitu sambungan
mekanis dengan kekuatan yang lebih kuat dari kuat tarik batang tulangan yang disambung.
3. Sambungan las untuk penyambungan tulangan lentur dengan kekuatan 125% kuat leleh
batang tulangan yang disambung tidak boleh ditempatkan pada daerah yang berpotensi
terbenuk sendi plastis.
4. Sambungan lewatan hanya diizinkan di lokasi setengah panjang elemen struktur yang berada
di tengah (Gambar 2.9), direncanakan sebagai sambungan lewatan tarik, dan harus diikat
dengan tulangan spiral atau sengkang tertutup yang direncanakan sesuai ketentuan tulangan
transversal di bawah ini.

Gambar 2.9 Sambungan lewatan pada kolom

Persyaratan Tulangan Transversal

Tulangan transversal pada kolom utama berfungsi untuk mengekang daerah inti beton kolom.
Tulangan transversal pada kolom dapat berupa tulangan spiral ataupun tulangan sengkang tertutup.
Pada saat kolom menerima gaya aksial tekan, inti kolom cenderung mengembang karena adanya
pengaruh rasio Poisson dan sifat dilatasi material beton. Pengembangan ini menyebabkan tulangan
12
sengkang tertutup stau spiral yang melingkupi inti beton menjadi tertarik dan menimbulkan efek
tegangan lateral terhadap inti beton. Dalam kondisi terkekang, beton memiliki kuat tekan aksial yang
lebih tinggi dan perilaku yang lebih daktail.

SNI beton Pasal 21.6.4 mensyaratkan bahwa jumlah tulangan spiral atau sengkang tertutup yang
dipasang di daerah-daerah tertentu kolom yang berpotensi membentuk sendi plastis harus memenuhi
ketentuan berikut:
 Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin, 𝜌𝑠 , tidak boleh kurang dari
𝑓𝑐 ′
𝜌𝑠 = 0.12 [2.3]
𝑓𝑦𝑡
𝐴𝑔 𝑓𝑐 ′
𝜌𝑠 = 0.45 ( − 1 ) [2.4]
𝐴𝑐 𝑓𝑦𝑡
 Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang daripada persamaan-
persamaan di bawah ini.
- Untuk potongan penampang yang arah normalnya searah x:
𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑔
𝐴𝑠ℎ𝑥 = 0.3 (𝑠𝑏𝑐𝑥 )( −1) [2.5]
𝑓𝑦𝑡 𝐴𝑐ℎ

𝑓𝑐 ′
𝐴𝑠ℎ𝑥 = 0.09 (𝑠𝑏𝑐𝑥 ) [2.6]
𝑓𝑦𝑡

- Untuk potongan penampang yang arah normalnya searah y:

𝑓𝑐 ′ 𝐴𝑔
𝐴𝑠ℎ𝑦 = 0.3 (𝑠𝑏𝑐𝑦 )( −1) [2.7]
𝑓𝑦𝑡 𝐴𝑐ℎ

𝑓𝑐 ′
𝐴𝑠ℎ𝑦 = 0.09 (𝑠𝑏𝑐𝑦 ) [2.8]
𝑓𝑦𝑡

Dimana:
𝐴𝑠ℎ𝑥 = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan tegak lurus terhadap
dimensi ℎ𝑐𝑥
𝐴𝑠ℎ𝑦 = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan tegak lurus terhadap
dimensi ℎ𝑐𝑦
𝑠 = spasi tulangan transversal
𝑏𝑐𝑥 = dimensi penampang inti kolom yang arah normalnya sejajar sumbu x, diukur dari sumbu ke
sumbu tulangan transversal terluar
𝑏𝑐𝑦 = dimensi penampang inti kolom yang arah normalnya sejajar sumbu y, diukur dari sumbu ke
sumbu tulangan transversal terluar
13
𝐴𝑔 = luas bruto penampang kolom
𝐴𝑐ℎ = luas penampang inti kolom dari sisi luar ke sisi luar tulangan sengkang tertutup
𝐴𝑐 = luas penampang inti kolom dari sisi luar ke sisi luar tulangan spiral
𝑓𝑐 ′ = kuat tekan rencana beton
𝑓𝑦𝑡 = kuat leleh tulangan transversal

Rasio volume tulangan spiral, 𝜌𝑠 , pada Persamaan [2.3] dan [2.4] dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑙𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑝 𝜋𝐷𝑐 4𝐴𝑠𝑝


𝜌𝑠 = = 1 = [2.9]
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑟𝑒 𝜋𝐷𝑐2 𝑠 𝐷𝑐 𝑠
4

Gambar 2.10 Persyaratan sengkang tertutup persegi

Gambar 2.11 Persyaratan sengkang tertutup spiral


14
Berdasarkan SNI Beton Pasal 21.6.4.3, spasi tulangan transversal yang dipasang di sepanjang daerah
yang berpotensi membentuk sendi plastis, yaitu di ujung-ujung kolom, tidak boleh lebih dari
(Gambar 2.10):
1. Seperempat dimensi terkecil komponen struktur
2. Enam kali diameter tulangan longitudinal
350 − ℎ𝑥⁄
3. 𝑆𝑥 = 100 + 3 [2.10]
Nilai 𝑆𝑥 pada Persamaan [2.10] dibatasi maksimum 150 mm dan tidak perlu lebih kecil dari 100 mm.
Tulangan transversal dapat berupa tulangan sengkang tunggal atau tumpuk. Pengikat silang yang
diameter dan spasinya sama dengan sengkang tertutup juga boleh dipergunakan (Gambar 2.12). Pada
Gambar 2.12 juga diberikan persyaratan maksimum yang diizinkan antar tulangan longitudinal
kolom yang diberi penopang lateral yaitu 𝑥 ≤ 350 𝑚𝑚.

Gambar 2.12 Contoh pemasangan tulangan transversal pada kolom

Daerah-daerah pada kolom yang berpotensi terbentuk sendi plastis yang harus dipasang tulangan
transversal dengan luasan dan spasi sesuai ketentuan di atas diatur sebagai berikut:
 Sepanjang Lo dari setiap muka hubungan balok-kolom.
 Sepanjang Lo pada kedua sisi dari setiap penampang yang berpotensi membentuk leleh lentur
akibat deformasi lateral inelastis pada struktur rangka.
 Sepanjang sambungan lewatan tulangan longitudinal kolom.
 Ke dalam kepala pondasi sejauh minimum 300 mm.
Panjang Lo dalam hal ini ditentukan tidak kurang dari:
 Tinggi penampang struktur kolom pada muka hubungan balok kolom atau segmen yang
berpotensi membentuk leleh lentur.
 Seperenam bentang bersih kolom dan

15

500 mm
Perencanaan Tulangan Geser

Gaya geser rencana, 𝑉𝑒 , untuk perencanaan geser kolom harus ditentukan berdasarkan gaya lentur
maksimum yang dapat terjadi pada muka hubungan balok-kolom pada setiap ujung komponen
struktur. Namun demikian, momen 𝑀𝑝𝑟 kolom yang digunakan untuk perhitungan 𝑉𝑒 tidak perlu
lebih besar dari 𝑀𝑝𝑟 balok yang merangka pada hubungan balok-kolom yang sama. Gaya geser 𝑉𝑒
yang digunakan untuk desain tidak boleh lebih kecil daripada nilai gaya geser dari analisiss struktur.

Gambar 2.13 Perencanaan geser rencana untuk kolom

Perencanaan tulangan transversal yang dipasang di sepanjang daerah Lo untuk menahan geser 𝑉𝑒
harus dilakukan dengan menganggap 𝑉𝑐 = 0 bila:
 Gaya geser akibat gempa yang dihitung sesuai 𝑀𝑝𝑟 mewakili 50% atau lebih kuat geser perlu
maksimum pada bagian di sepanjang Lo.
𝐴𝑔 𝑓𝑐 ′
 Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak melampaui ⁄ .
20

2.2.3 PersyaratanDetailing Hubungan Balok-Kolom

Hubungan balok-kolom merupakan elemen struktur yang paling penting dalam suatu sistem struktur
rangka pemikul momen. Akibat gaya lateral yang bekerja pada struktur, momen lentur ujung ppada
balok-balok yang merangka pada join yang sama akan memutar join pada arah yang sama. Hal ini
akan menimbulkan gaya geser yang besar pada hubungan balok-kolom.

Persyaratan Geometri

Pada perencanaan hubungan balok-kolom, gaya pada tulangan lentur di muka hubungan balok-kolom
dapat ditentkan berdasarkan tegangan 1.25𝑓𝑦 . Faktor reduksi untuk perencanaan join dapat diambil
sebesar 0.8. Beberapa persyaratan geometri yang harus dipenuhi untuk join sistem struktur rangka
pemikul momen khusus (SRPMK) adalah sebagai berikut:
16
 Untuk beton normal, dimensi kolom pada hubungan balok-kolom dalam arah paralel
tulangan longitudinal balok minimal 20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar pada
balok.
 Untuk beton ringan, dimensi minimumnya adalah 26 kali diameter tulangan longitudinal
terbesar balok.

Persyaratan Tulangan Transversal

Tulangan transversal seperti sengkang tertutup yang dipasang pada daerah sendi plastis kolom harus
dipasang juga di daearah hubungan balok-kolom, kecuali bila hubungan tersebut dikekang oleh
komponen-komponen struktur balok yang merangka padanya. Bila ada balok-balok dengan lebar
setidak-tidaknya tiga per empat (3/4) lebar kolom merangka pada keempat sisi hubungan balok-
kolom maka tulangan transversal yang harus dipasang di daerah join hanyalah setengah dari yang
dipasang di daerah sendi plastis kolom. Tulangan transversal ini harus dipasang mulai dari sisi
terbawah balok yang merangka ke hubungan tersebut. Spasi tulangan transversal pada kondisi ini
dapat diperbesar hingga 150 mm.

Gaya geser horizontal pada daerah hubungan balok-kolom dapat dihitung dengan mengasumsikan bahwa
elemen lentur yang merangka pada join tersebut telah mencapai kapasitasnya, dengan menetapkan gaya tarik
tulangan lentur balok sebesar 1.24𝐴𝑠 𝐹𝑦 (Gambar 2.14).

Gambar 2.14 Diagram benda bebas pada hubungan balok kolom


17
Gambar 2.14 merupakan diagram benda bebas pada daerah hubungan balok kolom (join) akibat
beban horizontal ke kiri (portal bergoyang ke kiri). Akibat goyangan tersebut, balok 1 (balok sebelah
kiri join) mengalami momen positif (sisi bawah balok tertarik dan sisi atas belok tertekan) dan balok
kanan join memikul momen negatif (sisi atas balok tertarik dan sisi bawah balok tertekan). Sehingga
jika gaya tekan dan tarik pada balok diuraikan, maka akan diperoleh konsep kesetimbangan gaya
yang akan digunakan untuk menghitung gaya geser 𝑉𝑢 yang bekerja pada join seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.15. Gaya geser horizontal pada join dapat dihitung dengan
menggunakan konsep kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada join seperti gambar berikut:

Gambar 2.15 Perhitungan 𝑉𝑢 pada hubungan balok kolom

Dengan demikian, gaya geser 𝑉𝑢 yang bekerja di join balok-kolom dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut:

𝑉𝑢 = 𝐶𝑏2 + 𝑇𝑏1 − 𝑉𝑐1 [2.11]

Dimana:
𝐶𝑏2 = gaya tekan pada sisi tekan balok 2 (balok sebelah kiri join)
𝑇𝑏1 = gaya tarik pada sisi tarik balok 1 (balok sebelah kanan join)
𝑉𝑐1 = Gaya geser pada kolom akibat portal bergoyang

Kuat geser yang dapat diberikan oleh hubungan balok-kolom tergantung pada kondisi kekangan yang
bekerja pada join tersebut. Berdasarkan SNI 2847-2013 Pasal 21.7.4, persamaan kuat geser
hubungan balok-kolom dapat dihitung sebagai berikut:
 Untuk join yang terkekang pada semua empat muka, kuat geser join adalah

𝑉𝑗 = 1.7√𝑓𝑐 ′𝐴𝑗 [2.12]


 Untuk join yang terkekang pada tiga sisi muka balok atau dua sisi muka balok yang
berlawanan, kuat geser join adalah
18
𝑉𝑗 = 1.2√𝑓𝑐 ′𝐴𝑗 [2.13]

Luas efektif join 𝐴𝑗 pada Persamaan [2.12] dan [2.13] dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara
lebar efektif join dan tinggi ℎ (lihat Gambar 2.16).

Gambar 2.16. Luas efektif hubungan balok-kolom

2.2.4 Persyaratan Desain Plat Lantai (Plat Satu Arah)

Pelat satu arah adalah pelat yang melentur dalam satu arah tertentu. Dalam praktik lapangannya,
suatu plat dikatakan searah jika rasio antara sisi terpanjang pelat terhadap sisi terpendek pelat lebih
besar dari dua. Kaidah-kaidah perencanaan plat satu arah diatur dalam SNI 2847-2013 Pasal 9.5.2.

Persyaratan Ketebalan Minimum Plat Satu Arah


Standar ketebalan pelat satu arah ditetapkan dalam SNI 2847-2013 Pasal 9.5.2.1 yang dirangkum
pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Ketebalan plat satu arah


19
Persyaratan Tebal Selimut Beton

Selimut beton berfungsi untuk melindungi tulangan terhadap korosi, kebakaran dan karat yang dapat
merusak kekuatan struktur. Pelindung beton untuk tulangan diatur dalam SNI 2847-2013 Pasal 7.7
yang mensyaratkan bahwa:
 Beton yang dicor di atas dan selalu berhubungan dengan tanah harus memiliki tebal selimut
beton minimum 75 mm.
 Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca:
 Batang tulangan D-19 hingga D-57, tebal minimum selimut beton adalah 50 mm dan
 Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil tebal selimut
beton minimum adalah 40 mm.
 Beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah:Slab, dinding,
balok usuk:
 Batang tulangan D-44 dan D-57 harus diberi selimut beton minimum setebal 40 mm.
 Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil, ketebalan minimum beton pelindung
adalah 20 mm.
 Tebal selimut beton minimum untuk elemen struktur balok dan kolom adalah 40 mm.

Persyaratan Penulangan

Detail penulangan balok diperlihatkan seperti pada Gambar 2.17. Konfigurasi tulangan dengan
pemasangan tulangan lurus seperti pada Gambar 2.17(a) adalah konfigurasi tulangan yang banyak
dipakai pada saat ini. Konfigurasi tulangan pada Gambar(b) sudah mulai ditinggalkan karena
pelaksaan dilapangan yang cukup rumit. Luas penampang tulangan pada plat dihitung berdasarkan
per meter lebar plat.

𝐴𝑠 /𝑚 = 𝐴𝑏 (1000 𝑚𝑚⁄𝑠𝑝𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 ) [2.14]

Gambar 2.17. Potongan melintang plat satu arah


20
Batas spasi tulangan pada plat diatur dalam SNI Beton 2847 Pasal 7.6 yang mensyaratkan bahwa:
 Spasi bersih minimum antara batang tulangan yang sejajar dalam suatu lapis harussebesar db,
tetapi tidak kurang dari 25 mm.
 Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan padalapis atas
harus diletakkan tepat di atas tulangan di bawahnya dengan spasi bersih antar lapis tidak
boleh kurang dari 25 mm.
 Pada komponen struktur tekan bertulangan spiral atau pengikat, jarak bersih antartulangan
longitudinal tidak boleh kurang dari 1,5db atau kurang dari 40 mm.
 Batasan jarak bersih antar batang tulangan harus juga berlaku pada jarak bersihantara
sambungan lewatan bersentuhan dan sambungan lewatan batang tulangan yang berdekatan.
 Pada dinding dan slab selain dari konstruksi balok jois beton, tulangan lentur utamaharus
berspasi tidak lebih jauh dari tiga kali tebal dinding atau slab, ataupun tidak lebih jauh dari
450 mm.

Karena plat lebih tipis dari elemen struktur balok penumpu, maka beton pada plat menyusut lebih
cepat daripada beton balok. Kejadian seperti ini akan memicu terjadinya retak pada pelat. Untuk
mengantisipasi masalah penyusutan ini, maka perlu disediakan tulangan susut. Rasio tulangan susut
terhadap luas penampang plat diatur dalam SNI 2847 Pasal 7.12.2.1 yang mensyaratkan bahwa
Luasan tulangan susut dan suhu harus menyediakan paling sedikit memiliki rasio luas tulangan
terhadap luas bruto penampang beton sebagai berikut, tetapi tidak kurang dari 0.0014:
 Rasio minimum tulangan slab yang menggunakan batang tulangan ulir mutu 280 atau 350
adalah 0.002.
 Rasio minimum tulangan slab yang menggunakan batang tulangan ulir atau tulangan kawat
las mutu 420 adalah 0.0018 dan
 Slab yang menggunakan tulangan dengan tegangan leleh melebihi420 MPa yang diukur pada
regangan leleh sebesar 0,35 persen adalah

0.0018 × 420
𝜌𝑠 = [2.15]
𝑓𝑦
21
Bab III
Permodelan dan Analisiss Struktur

3.1. Permodelan Struktur


3.1.1. Permodelan 3 Dimensi Struktur

Permodelan struktur gedung Auditorium IAIN Batusangkar dilakukan dengan bantuan program
komputer yang berbasis metode elemen hingga. Struktur dimodelkan dengan permodelan 3 dimensi.
Elemen balok dan kolom dimodelkan sebagai line element dan elemen struktur plat dan tangga
dimodelkan sebagai shell element. Permodelan struktur gedung Auditorium tersebut adalah seperti
pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Permodelan struktur gedung Auditorium IAIN Batusangkar

3.1.2. Pembebanan Pada Struktur


Beban Mati dan Beban Mati Tambahan

Pembebanan pada struktur gedung Auditorium ini terdiri dari beban gravitasi dan beban gempa.
Beban gravitasi terdiri dari beban hidup, beban mati dan beban mati tambahan. Beban mati tambahan
terdiri beban dinding, beban yang berasal dari instalasi mekanikal, elektrikal dan plumbing, beban
spesi dan keramik dan beban dari plafond beserta rangka. Beban dinding bata bekerja pada secara
merata pada balok. Dalam perhitungan struktur ini, untuk memperhitungkan kondisi pembebanan
22
terburuk, maka pada semua balok induk (Balok 35 cm x 80 cm) diasumsikan terdapat dinding bata
setinggi 2 m. berdasarkan standar pembebanan Indonesia, besarnya pembebanan dinding bata merah
setebal 15 cm adalah 250 kg/m2. Beban pada kuda2 terdiri dari beban tambahan pada struktur atap
seperti gording dan penutup atap. Permodelan pembebanan tambahan dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Permodelan pembebanan dinding bata pada struktur, garis panah hitam menunjukkan beban yang
berasal dari beban mati tambahan

Beban mati tambahan berasal dari mekanikal, elektrikal, plumbing, spesi, keramik dan plafond,
diasumsikan bekerja secara merata per meter luas plat lantai. Rincian pembebanan yang berasal dari
beban mati tambahan yang bekerja pada lantai gedung ini adalah seperti ada Tabel 3.1. Permodelan
pembebanan mati tambahan pada lantai dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Tabel 3.1 Beban mati tambahan

Beban Berat Satuan Berat/m2 lantai (kg/m2)


Spesi 2000 kg/m3 40
Keramik 24 kg/m2 24
2
MEP 20 kg/m 20
Plafond 10 kg/m2 10
Total beban gravitasi/m2 lantai 94
23
Beban mati akibat berat struktur dihitung langsung oleh komputer. Karena material struktur adalah
beton bertulang, maka berat sendiri struktur adalah 2400 kg/m3.

Beban Hidup

Beban gravitasi yang berasal dari beban hidup, diambil sebesar 250 kg/m2 dan 400 kg/m2 yang
bekerja di lantai. Beban mati 250 kg/m2 diaplikasikan pada daerah-daerah dimana fungsi ruangan
pada lantai tersbut bukan sebagai tempat penyimpanan dokumen penting atau perpustakaan seperti
daeah lobi dan kamar mandi. Beban 400 kg/m2 diaplikasikan pada lantai ruangan yang difungsikan
sebagai ruang pertemuan. Cara input beban hidup sama dengan beban mati tambahan pada Gambar
3.3.

Gambar 3.3 Permodelan pembebanan mati tambahan pada plat lantai 1 sebesar 0.94 kN/m2 (94 kg/m2)

Beban Gempa
Pembebanan gempa yang bekerja pada struktur berdasarkan kondisi tanah lapangan adalah tanah
sedang, dengan kategori desain seismik struktur adalah D. Variabel-variabel yang terkait dengan
pembebanan gempa rencana yang bekerja pada struktur dapat dilihat pada Tabel 3.2. Kurva respon
spektrum gempa pada lokasi rencana adalah seperti pada Gambar 3.4.
24
Gambar 3.4. Respon spektrum gempa di lokasi rencana (kondisi tanah sedang, KDS D)

Tabel 3.2 Variabel gempa desain di lokasi rencana


Variabel Nilai
PGA (g) 0.592
SS (g) 1.516
S1 (g) 0.602
CRS 1.069
CR1 0.953
FPGA 1.000
FA 1.000
FV 1.500
PSA (g) 0.592
SMS (g) 1.516
SM1 (g) 0.903
SDS (g) 1.011
SD1 (g) 0.602
T0 (detik) 0.119
TS (detik) 0.595

3.2Analisis Struktur

Analisiss struktur dilakukan untuk memperoleh respon struktur terhadap pembebanan yang bekerja
pada struktur. Beberapa variabel penting dari perencanaan struktur yang diperoleh dari analisiss
struktur adalah perpindahan, gaya geser dan gaya dalam struktur.

3.2.1Perpindahan Struktur

Dalam perencanaan struktur, salah satu variabel yang menjadi perhatian utama adalah perpindahan
maksimum lantai. Pada gedung Auditorium ini, perpindahan maksimum struktur adalah 9.2 mm pada
lantai atas elevasi 13.1 m. Dengan memperhatikan batasan simpangan antar lantai struktur yang
25
ditetapkan dalam ASCE 7-10, yaitu sebesar 2.5% untuk struktur beton, maka secara syarat batas,
gedung Auditorium ini memenuhi persyaratan simpangan antar lantai yaitu simpangan antar lantai
terbesar sebesar 0.1 m %.

3.2.2. Gaya Geser Struktur

Gaya geser struktur yang bekerja akibat beban horizontal (beban gempa) disetiap lantai diperlihatkan
pada Gambar 3.5. Gaya gempa terbesar terjadi di lantai 1 pada elevasi 1.5 m yaitu pada lantai 1
gedung auditorium. Gaya geser terbesar dalam arah X adalah 4059. 83 kN dan pada arah Y gaya
geser lantai terbesar adalah 7387.03 kN. Gaya geser lantai ini merupakan beban yang bekerja pada
struktur yang juga akan menentukan besarnya gaya dalam yang bekerja pada struktur.

Gambar 3.5. Gaya geser lantai


26
Gambar 3.6. Diagram gaya dalam (momen) akibat kombinasi pembebanan 3

3.2.3 Gaya Dalam Struktur

Gaya dalam struktur terdiri dari momen, geser dan aksial. Gaya dalam ini akan dijadikan sebagai
acuan dalam mendesain elemen struktur. Gambar 3.6 memperlihatkan diagram momen akibat
kombinasi pembebanan 3.

27
Bab IV
Desain Elemen Struktur

4.1. Desain Elemen Struktur Atas

4.1.1. Desain Balok Induk (B1)

Dalam perencanaan gedung Auditorium ini digunakan dua macam tipe balok, yaitu balok induk,
balok yang menghubungkan kolom satu dengan yang lainnya dan balok anak yang merupakan balok
yang difungsikan untuk membantu balok induk dalam memikul beban yang bekerja di plat. Dimensi
balok induk adalah 350 mm x 800 mm dan balok anak berdimensi 300 mm x 500 mm. Dari hasil
perhitungan, diperoleh penulangan balok induk (B1) adalah 7D19 daerah tarik tumpuan, 5D19
daerah tekan tumpuan, 7D19 daerah tarik tengah bentang dan 5D19 daerah tekan tengah bentang.
Tulangan geser yang digunakan adalah 2D10-100 mm di tumpuan (2h dari tumpuan) dan 2D10-130
mm di daerah tengah bentang (Gambar 4.1). Perhitungan detail tentang desain balok induk dapat
dilihat pada Lampiran 1-1 sampai 1-4.

Gambar 4.1 Detail penulangan balok induk (B1)

4.1.2Desain Balok Anak (BA)

Balok anak adalah balok tambahan untuk membagi beban pelat lantai sehingga beban pada balok
induk bisa direduksi dan juga berfungsi untuk memperkaku pelat sehingga ketebalan plat lantai bisa
direduksi. Namun, balok anak bukanlah balok yang dijadikan sebagai pemikul momen akibat beban
lateral sehingga dalam mendesain balok anak tidak mengikuti kaidah-kaidah perencanaan SRPMK
28
seperti yang diberikan pada Pasal 21 SNI Beton. Balok anak didesain dengan dimensi 300 mm x 500
mm dengan tulangan lentur 5D19. Tulangan geser balok adalah D10-150 mm di sepanjang bentang.

Gambar 4.2 Detail penulangan balok anak (BA)

4.1.3. Desain Kolom 500 mm x 800 mm (K1)

Kolom 500 mm x 800 dipakai pada sisi tepi dari bangunan . Denah kolom tersbut diperlihatkan pada
Gambar 4.3 (kolom berwarna biru).

Gambar 4.3 Denah kolom 500 mm x 800 mm (K1)


29
Dari perencanaan yang dilakukan diperoleh tulangan lentur kolom adalah 22D22 dan tulangan
kekangan adalah tulangan kekangan empat kaki 4D13-100 mm di tumpuan dan 4D13-150 mm di
tengah bentang. Detail penulangan dapat dilihat pada Gambar 4.4. Detail perhitungan dapat dilihat
pada Lampiran 3.

Gambar 4.4 Detail kolom K1 (500 mm x 800 mm)

4.1.6 Desain Join Balok-Kolom

Hubungan balok kolom merupakan salah satu elemen struktur yang berperan penting dalam
mentransfer beban. Dalam perencanaan gedung Auditorium ini, di semua join diberi kekangan
dengan tulangan kekangan 4 kaki 4D10-100 mm pada join balok-kolom persegi (kolom K1 dan K2)
serta sengkang berbentuk lingkaran D10-100 mm pada join balok-kolom bundar (detail perhitungan
lihat Lampiran 6). Detail tulangan join balok-kolom diperlihatkan pada Gambar 4.5.
30

Gambar 4.5 Detail join balok-kolom, kolom persegi (kanan) dan kolom bundar (kiri)
4.1.7 Desain Plat

Sistem pembalokan pada gedung Auditorium ini menggunakan balok anak yang diatur sedemikian
rupa sehingga merubah sistem plat lantai dari sistem plat dua arah menjadi plat satu arah. Dari desain
yang dilakukan diperoleh ketebalan plat lantai setebal 150 mm dengan tulangan lentur pada tumpuan
D10-100 mm dan daerah tengah bentang D10-120 mm. Detail perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran 7.

4.2 Desain Elemen Struktur Bawah

4.2.1 Pondasi Pelat Lajur

Elemen struktur bawah yang dimaksud adalah desain pondasi yang mentransfer beban bangunan ke
tanah keras. Gedung Auditorium IAIN Batusangkar direncanakan menggunakan pondasi utama
berupa Pelat Lajur. Penentuan dimensi pondasi ditentukan berdasarkan pengujian tanah di lokasi
yaitu data yang diperoleh dari hasil uji SPT.

4.2.2 Pondasi Alternatif


Pondasi awal yang direncanakan adalah pondasi plat penuh karena tanah keras berada pada
kedalaman +2 m dengan biaya untuk pelaksanaan pondasi Rp. 6 Milyar rupiah. Untuk efisiensi
biaya, pada acara rapat teknis disepakati untuk menggunakan alternatif sistem pondasi yang
memungkinkan untuk memikul beban yang bekerja dan lebih ekonomis. Salah satu solusi alternatif
adalah pondasi konstruksi sarang laba-laba.Sistem pondasi ini memiliki beberapa keunggulan
sebagai berikut:

 Pembesian pada rib dan plat cukup dengan tulangan minimum.


 Ketahanan terhadap differential settlement yang tinggi karena bekerjanya tegangan akibat
beban sudah merata di lapisan tanah pendukung.
 Total settlement menjadi lebih kecil karena meningkatnya kepadatan tanah pada lapisan tanah
pendukung di bawah pondasi KSLL.
 Ketahanan terhadap gempa menjadi lebih tinggi sebab pondasi ini monolit dan kaku.
 Perbaikan tanah di dalam pondasi ini memiliki kestabilan yang bersifat permanen karena
adanya perlindungan dari rib.

Berdasarkan keunggulan-keunggulan dari KSLL yang dijelaskan di atas, maka tipe pondasi
konstruksi sarang laba-laba (KSLL) ini memungkinkan untuk digunakan pada gedung Auditorium
ini dengan catatan harus ada engineering judgement dari pihak pemegang lisensi serta adanya
perbandingan harga (Rencana Anggaran dan Biaya) yang jelas antara pondasi telapak penuh dan
31
KSLL ini. Jika pondasi KSLL kuat memikul beban yang bekerja dan lebih hemat, maka pondasi ini
bisa digunakan sebagai sistem podasi gedung Auditorium IAIN Batusangkar.

32
Bab V
Kesimpulan

5.1 Kesimpulan

Dari perhitungan perencanaan gedung Auditorium IAIN Batusangkar yang telah dilakukan, maka
ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kuat tekan rencana beton untuk elemen struktur utama (balok, kolom, plat) adalah 25 MPa.
2. Semua tulangan yang digunakan pada perencanaan gedung ini adalah tulangan ulir dengan
tegangan leleh 410 MPa.
3. Balok terdiri dari dua macam yaitu balok induk (B1) dan balok (B2). Dimensi balok induk adalah
350 mm x 800 mm yang diberi tulangan lentur tarik 9D22 mm dan tulangan tekan 5D19 mm
pada tumpuan atas dan pada tumpuan bawah diberi tulangan lentur tarik 7D22 mm dan tulangan
tekan 5D19 sedangkan bagian lapangan diberi tulangan lentur tarik 9D22 mm dan tulangan tekan
5D19. Tulangan geser B1 adalah tulangan geser dua kaki D13-100 mm pada daerah tumpuan dan
D13-130 mm pada daerah tengah bentang. Data balok selengkapnya dapat dilihat pada gambar
perencanaan.
4. Kolom struktur dengan ukuran kolom 500 mm x 800 mm (K1),. Berdasarkan desain, K1
dipasang tulangan lentur 22D22 dengan tulangan transversal D13-100 mm pada tumpuan dan
D13-150 mm di tengah bentang. Data kolom selengkapnya dapat dilihat pada gambar
perencanaan.
5. Di daerah pertemuan balok-kolom (join) wajib dipasang tulangan. Pada daerah join balok dengan
kolom K1, maka dijoin dipasang tulangan D13-100 mm. Tulangan transversal (sengkang)
tersebut berfungsi untuk menahan gaya geser di join.
6. Pelat lantai yang digunakan adalah plat lantai beton cast in situ yang monolit dengan balok dan
kolom dengan ketebalan 150 mm dan tulangan D13-100 mm.
7. Pondasi alternatif yang digunakan adalah pondasi konstruksi sarang laba-laba (KSLL) dengan
catatan harus ada engineering judgement dari pihak pemegang lisensi mengenai kekuatan
pondasi ini jika digunakan pada bangunan gedung Auditorium. Selain dari syarat kekuatan yang
terpenuhi, pondasi ini lebih ekonomis, maka pondasi ini bisa digunakan sebagai sistem pondasi
gedung Auditorium IAIN Batusangkar.
33

Anda mungkin juga menyukai