Anda di halaman 1dari 116

ANALISIS PENGARUH LUMPUR SAWAH DAN TETES TEBU

1:1 DENGAN ELEKTROLIT KMnO4 TERHADAP PRODUKSI


LISTRIK MICROBIAL FUEL CELL (MFC)

SKRIPSI

oleh

Gatut Laksana Wahyu wibawa


H42150242

POLITEKNIK NEGERI JEMBER


JURUSAN TEKNIK
PRODI MESIN OTOMOTIF
2020
ANALISIS PENGARUH LUMPUR SAWAH DAN TETES TEBU
1:1 DENGAN ELEKTROLIT KMnO4 TERHADAP PRODUKSI
LISTRIK MICROBIAL FUEL CELL (MFC)

SKRIPSI

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar S.Tr.T

oleh

Gatut Laksana Wahyu wibawa


H42150242

POLITEKNIK NEGERI JEMBER


JURUSAN TEKNIK
PRODI MESIN OTOMOTIF
2020

I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS PENGARUH LUMPUR SAWAH DAN TETES TEBU 1:1


DENGAN ELEKTROLIT KMnO4 TERHADAP PRODUKSI LISTRIK
MICROBIAL FUEL CELL (MFC)

Diuji pada Tanggal : 28 Februari 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ahmad Robiul Awal Udin, ST., MT Mochammad Irwan Nari, ST., MT


NIP. 19810119 201404 1 001 NIP. 19860429 201903 1 004

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik

Mochammad Nuruddin, ST., M.Si


NIP. 19761111 200112 1 001

ii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Gatut Laksana Wahyu Wibawa
Nim : H42150242

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam skripsi


saya yang berjudul “ANALISIS PENGARUH LUMPUR SAWAH DAN
TETES TEBU 1:1 DENGAN ELEKTROLIT KMnO4 TERHADAP
PRODUKSI LISTRIK MICROBIAL FUEL CELL (MFC)“ merupakan
gagasan dan hasil karya saya sendriri dengan arahan komisi pembimbing, dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Jember, 28 Februari 2020

Gatut Laksana Wahyu Wibawa


Nim.H42150242

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Gatut Laksana Wahyu Wibawa


NIM : H42150242
Program Studi : Mesin Otomotif
Jurusan : Teknik

Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan


kepada UPT. Perpustakaan Politeknik Negeri Jember, Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah berupa skripsi
saya yang berjudul:

ANALISIS PENGARUH LUMPUR SAWAH DAN TETES TEBU 1:1


DENGAN ELEKTROLIT KMnO4 TERHADAP PRODUKSI LISTRIK
MICROBIAL FUEL CELL (MFC)

Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini UPT. Perpustakaan Politeknik


Negeri Jember berhak menyimpan, mengalih media atau format, mengelola dalam
bentuk Pangkalan Data (Database), mendistribusikan karya dan menampilkan
atau mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis atau pencipta.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak


Politeknik Negeri Jember, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas
Pelanggaran Hak Cipta dalam Karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jember
Pada Tanggal :
Yang menyatakan,

Gatut Laksana Wahyu Wibawa


NIM. H42150242

iv
MOTTO

“Jangan menjelaskan tentang siapa dirimu kepada siapapun, karena yang


menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu.”
(Ali Bin Abi Thalib)

“Kemarin saya pintar, jadi saya ingin merubah dunia. Hari ini saya bijak, jadi saya
ingin merubah diri sendiri.”
(Jalaluddin Rumi)

“Kaweruh niku sejatine kadigdayan.”


(Budoyo Jawi)

“Sabar niku senjata utamaning manungso ing alam dunyo”


(Gatut Laksana Wahyu Wibawa)

v
PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan kepada :


1. Alloh swt. Karena berkat rahmat-NYA skripsi ini dapat diselesaikan serta tanpa
kebesaran-NYA penulisan ini tidak akan pernah bermanfaat.
2. Terima kasih kepada orang tua tercinta saya Bapak Daru Wahyuono, Ibu
Mujianah yang selalu mendukung dan mendoakan tanpa henti dan selalu
memberi dorongan serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dan telah
rela mengeluarkan banyak biaya demi kelancaran dan kesuksesan saya.
3. Ahmad Robiul Awal Udin, ST.MT. selaku dosen pembimbing utama yang
selalu memberikan motivasi dan pengetahuan tentang proses penulisan skripsi
ini.
4. Mochammad Irwan Nari, ST.MT. selaku dosen pembimbing anggota yang
selalu memberikan motivasinya kepada saya dan pengetahuan tentang proses
penulisan skripsi ini.
5. Teman – teman MOT 2015 yang selalu memberikan motivasi kepada saya
tentang berjuang serta perjuangan dan selalu bersama dalam keadaan suka
maupun duka walaupun terkadang banyak masalah yang melanda.
6. Teman- teman dekat Aldi, Frewin, rifa’I, akid, yang selalu memberikan
motivasi dan menghibur ketika saya mengalami kesulitan saat mengerjakan
skripsi ini.
7. Teman-teman cafe arongan yang selalu memberikan tempat strategis dalam
pengerjaan skripsi ini dan sudah berkenan mendengar keluh kesah saya ketika
pengerjaan skripsi ini.
8. Teman-teman dari sanggar seni Legowo Putro yang selalu menghibur saya
ketika saya mengalami kesulitan dalam pengerjaan skripsi ini.
9. Teman-teman dari kilisuci Kediri yang juga kuliah di Politeknik Negeri Jember
yang selalu menemani perjuangan saya kuliah di jember dari awal sampai
sekarang.

vi
ANALISIS PENGARUH LUMPUR SAWAH DAN TETES TEBU 1:1 DENGAN
ELEKTROLIT KMnO4 TERHADAP PRODUKSI LISTRIK MICROBIAL
FUEL CELL (MFC)
Ahmad Robiul Awal Udin, ST.,MT. (Pembimbing Utama)
Mochammad Irwan Nari, ST.,MT. (Pembimbing Anggota)

Gatut Laksana Wahyu Wibawa


Program Studi Mesin Otomotif
Jurusan Teknik

ABSTRAK

Pertumbuhan manusia yang semakin meningkat menyebabkan permintaan energi


listrik semakin besar sedangkan pasokan energi listrik semakin menipis. Melihat
kondisi tersebut, dibutuhkan penemuan dan pengembangan energi yang berasal dari
proses alam yang berkelanjutan dan jumlahnya tidak terbatas. Salah satu jenis sumber
energi tersebut adalah microbial fuel cell. Pemanfaatan air bilasan tebu (tetes tebu)
sebagai bahan baku microbial fuel cell dapat menghasilkan energi listrik berupa daya
dan power density. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil daya dan power
density maksimum. Air bilasan tebu (tetes tebu) dicampurkan lumpur sawah sebagai
anolit (anoda) dengan volume sebesar 500 ml dan larutan KMnO4 sebagai katolit
(katoda) dengan volume 450 ml. Pengambilan data dilakukan selama 14 hari dengan
membandingkan data minggu pertama dan minggu kedua. Hasil yang didapat minggu
kedua pada hari pertama menghasilkan daya tertinggi sebesar 1,08 x 10 -4 mW dan
power density tertinggi sebesar 8,83 x 10-6 mW/m2. Presentase kenaikan daya dan
power density maksimum terjadi pada hari ke- 7 sebesar 21%.

Kata kunci : microbial fuel cell, daya, power density

vii
ANALYSIS OF THE EFFECT OF MUD OF THE FIELDS AND MOLASSES 1:1
WITH ELECTROLYTES KMnO4 TO ELETRICAL PRODUCTION MICROBIAL
FUEL CELL (MFC)
Ahmad Robiul Awal Udin, ST.,MT. (Main Preceptor)
Mochammad Irwan Nari, ST.,MT. (Personnel Preceptor)

Gatut Laksana Wahyu Wibawa


Program Study Automotive Engineering
Engineering Department

ABSTRACT

Growth of human population who more and more increases causing demand
energy of electricity bigger than supply of electrical energy which more diminish. As
seen by that condition, it requires the invention and development energy that comes
from sustainable natural processes and endless amounts of them. One of this kind
energy is microbial fuel cell. Utilization of flushing water sugarcane (sugarcane
treacle) as the main raw of microbial fuel cell. Can generate electrical energy in the
form of power and power density. This research aims to determine the outcome of
power and maximum power density. Water flushing of sugarcane (sugarcane treacle)
mixed by mud of the fields as anolit (anoda) at a volume of 500ml and KMnO4
solution as katolit (katoda) at a volume of 450ml. The data retrieval takes 14 days
comparing the first and second weeks of data. The results obtained the second week
on the first day generated the highest power of 1,08 x 10-4 mW and the highest power
density of 8,83 x 10-6 mW/m2 . Presentation of power increase and the highest power
density happened the 7th day of 21%.

Keywords : microbial fuel cell, power, power destiny

viii
RINGKASAN

ANALISIS PENGARUH LUMPUR SAWAH DAN TETES TEBU 1:1


DENGAN ELEKTROLIT KMnO4 TERHADAP PRODUKSI LISTRIK
MICROBIAL FUEL CELL (MFC), Gatut Laksana Wahyu Wibawa, Nim
H42150242, Tahun 2020, Teknik, Politeknik Negeri Jember, Ahmad Robiul Awal
Udin, ST.MT. (Pembimbing I) dan Mochammad Irwan Nari, ST.MT.
(Pembimbing II).

Microbial fuel cell (MFC) merupakan sistem yang didesain untuk dapat
menghilangkan bahan organik yang ada di dalam air limbah serta dapat juga
menghasilkan energi listrik dalam proses pengolahan limbah cair, dengan
menggunakan proses elektrokimia yang dapat secara langsung mengubah energi
yang tersimpan dalam ikatan kimia senyawa organik yang terkandung di dalam air
limbah menjadi listrik dengan bantuan mikroorganisme.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaplikasian sistem microbial
fuel cell dengan menggunakan media air bilasan tebu (tetes tebu) + lumpur sawah
dan larutan KMnO4 sebagai elektrolit serta untuk mengetahui tegangan yang
dihasilkan terhadap daya listrik serta power density yang dihasilkan dari sistem
mfc tersebut. Penelitian dilakukan selama 2 minggu, hasil dari pengambilan data
tersebut kemudian dibandingkan untuk mengetahui pengaruh tegangan terhadap
daya dan power density pada minggu pertama serta minggu kedua pengujian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa air bilasan tebu (tetes tebu) + lumpur
sawah dengan larutan KMnO4 sebagai elektrolit mampu menghasilkan daya
maksimum sebesar 1,08 x 10-4 mW pada hari pertama minggu kedua
pengambilan data, dari hasil tersebut juga dihasilkan power density maksimum
pada hari yang sama sebesar 8,83 x 10-6 mW/m2 dengan kenaikan maksimum 21%
pada hari ketujuh yang dibandingkan pada hari yang sama pada minggu pertama
dan minggu kedua pengambilan data. Maka dengan hasil tersebut diketahui bahwa
tegangan yang dihasilkan berbanding lurus dengan daya serta power density pada
sistem microbial fuel cell.

ix
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan
atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir atau skripsi yang berjudul ANALISIS PENGARUH
LUMPUR SAWAH DAN TETES TEBU 1:1 DENGAN ELEKTROLIT
KMnO4 TERHADAP PRODUKSI LISTRIK MICROBIAL FUEL CELL
(MFC). Karya ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan
Teknik (S.Tr.T) di Program Studi Mesin Otomotif Jurusan Teknik di Politeknik
Negeri Jember. Dalam penyusunan tugas akhir atau skripsi ini banyak pihak yang
telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT.,
2. Bapak dan Ibu selaku orang tua,
3. Saiful Anwar,S.TP,MP selaku Direktur Politeknik Negeri Jember,
4. Mochammad Nuruddin, ST., M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik,
5. Aditya Wahyu Pratama, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Mesin Otomotif,
6. Ahmad Robiul Awaluddin, ST., MT. selaku dosen pembimbing utama,
7. Mochammad Irwan Nari, ST., MT. selaku dosen pembimbing anggota,
8. Teman – teman Program Studi Mesin Otomotif angkatan 2015,
9. Aldi, frewin, mocri, akid, imam, keluarga besar cafe Arongan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak
kekurangan sehingga masih perlu perbaikan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi generasi yang akan datang dan khususnya untuk penulis sendiri.
Jember, 28 Februari 2020
Penulis

Gatut Laksana Wahyu Wibawa

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN MAHASISWA........................................................... iii
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI .............................................................. iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
RINGKASAN ....................................................................................................... ix
PRAKATA ............................................................................................................. x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 3
1.5 Batasan Masalah.......................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 MICROBACTERIAL FUEL CELL .............................................................. 5
2.1.1 Prinsip Kerja MFC ................................................................................ 5
2.1.2 Material Elektroda ............................................................................. 7
2.1.3 Jenis Sistem MFC ............................................................................... 9
2.1.4 Faktor Operasional Pada Sistem MFC ............................................... 11
2.1.5 Aplikasi MFC ..................................................................................... 12
2.2 Konsep Limbah Menjadi Energi Listrik ..................................................... 13
2.3 Proton Exchange Membran (Membran penukar proton) ........................ 13

xi
xii

2.4 Tebu (Bagas) ...................................................................................................... 14


2.5 Bakteri Sedimen ................................................................................................ 16
2.6 Larutan NaCl Sebagai Larutan Pada PEM ............................................... 17
2.7 Penelitian Terdahulu ....................................................................................... 17
2.7.1 Ulfia dkk. (2015) ................................................................................. 17
2.7.2 Menurut Winaya, dkk. (2011) ............................................................. 22
2.7.3 Menurut Kristin (2012) ....................................................................... 25
2.8 Rumus – Rumus dan Perhitungan ................................................................ 30
2.8.1 Menurut Kristin (2012) ....................................................................... 30
2.8.2 Menurut Akbar dkk. (2017) ................................................................ 31
2.8.3 Menurut Winaya dkk. (2011) .............................................................. 31
2.8.4 Menurut penelitian yang dilakukan Kristin (2012) .............................. 32
BAB 3. METODE PENELITIAN ...................................................................... 33
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 33
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................................. 33
3.2.1 Alat yang digunakan ........................................................................... 33
3.2.2 Bahan yang Digunakan ....................................................................... 33
3.3 Prosedur Penelitian .......................................................................................... 34
3.3.1 Skema Instalasi MFC .......................................................................... 34
3.3.2 Desain dan kontruksi MFC ................................................................. 35
3.4 Diagram Alir Penelitian .................................................................................. 36
3.5 Langkah Pengaplikasian ................................................................................ 37
3.5.1 Tahap Persiapan .................................................................................. 38
3.5.2 Tahap Seeding dan Aklimitiasi............................................................ 40
3.5.3 Tahap Running .................................................................................... 43
3.6 Variabel Penelitian ........................................................................................... 43
3.6.1 Variabel Bebas .................................................................................... 43
3.6.2 Variabel Terikat ................................................................................. 43
3.6.3 Variabel Kontrol ................................................................................. 43
3.7 Analisis Data ...................................................................................................... 44
3.7.1 Tabel Data Pengujian Tegangan dan Arus Listrik Minggu Pertama .. 44
xiii

3.7.2 Tabel Data Pengujian Tegangan dan Arus Listrik Minggu Kedua..... 44
3.7.3 Tabel Rata-Rata Tegangan pada Pengujian Minggu Pertama ............ 44
3.7.4 Tabel Rata-Rata Tegangan pada Pengujian Minggu Kedua ............... 45
3.7.5 Perbandingan Kenaikan Tegangan Rata-Rata Minggu Pertama dan
Minggu Kedua .................................................................................... 45
3.7.6 Presentase Kenaikan Daya Rata- Rata Minggu Pertama Banding
Minggu Kedua .................................................................................... 45
3.7.7 Presentase kenaikan Power Density Rata- Rata Minggu Pertama
Banding Minggu Kedua ..................................................................... 46
3.7.8 Selisih Tegangan Rata-Rata pada Minggu Pertama ........................... 46
3.7.9 Selisih Tegangan Rata-Rata pada Minggu Kedua .............................. 46
3.7.10 Grafik Tegangan Rata-Rata pada Minggu Pertama .......................... 47
3.7.11 Grafik Tegangan Rata-Rata pada Minggu kedua ............................. 47
3.7.12 Grafik Daya dan Power Density Minggu Pertama ........................... 47
3.7.13 Grafik Daya dan Power Density Minggu kedua ............................... 47
3.7.14 Grafik perbandingan tegangan rata-rata minggu pertama dan minggu
kedua .................................................................................................. 48
3.7.15Grafik perbandingan daya rata-rata minggu pertama serta minggu
kedua .................................................................................................. 48
3.7.16Perbandingan power density rata-rata minggu pertama dan minggu
kedua .................................................................................................. 48
BAB 4. PEMBAHASAN ..................................................................................... 49
4.1 Analisis Tegangan dan Arus Listrik yang Dihasilkan pada Minggu
Pertama ............................................................................................................... 49
4.2 Analisis Tegangan dan Arus Listrik di Minggu Kedua ........................... 55
4.3 Pengaruh Tegangan Rata-Rata pada Minggu Pertama .......................... 62
4.4 Pengaruh Daya dan Power Density Sistem MFC minggu pertama ....... 64
4.5 Pengaruh Tegangan Rata-Rata pada Minggu kedua ............................... 66
4.6 Pengaruh Daya dan Power Density yang Dihasilkan dari Sistem MFC
Minggu Kedua ................................................................................................... 68
4.7 Perbandingan Tegangan Minggu Pertama dan Minggu Kedua............ 71
xiv

4.7.1 Selisih Tegangan Rata-Rata Minggu Pertama dan Minggu Kedua .............. 71
4.8 Perbandingan Daya serta Power Density Minggu Pertama dan Minggu
Kedua ................................................................................................................... 74
4.8.1 Perbandingan Daya Rata - Rata Minggu Pertama serta Minggu Kedua
............................................................................................................................... 74
4.8.2 Perbandingan Power Density Rata-Rata Minggu Pertama dan Minggu
Kedua ................................................................................................. 77
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 80
5.1 Kesimpulan......................................................................................................... 80
5.2 Saran .................................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81
LAMPIRAN ......................................................................................................... 84
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme transfer elektron melalui membran luar sel ..................... 6
Gambar 2.2 Mekanisme transfer elektron menggunakan mediator ........................ 7
Gambar 2.3 Mekanisme transfer elektron dengan bacterial nanowires ................. 7
Gambar 2.4 Skema dual chamber MFC dan Skema single chamber MFC ........... 9
Gambar 2.5 Skema stack MFC ............................................................................. 10
Gambar 2.6. Konversi limbah menjadi energi listrik MFC dalam sistem single
chamber MFC ...................................................................................................... 13
Gambar 2.7 Grafik fungsi tegangan sell yang dihasilkan terhadap tahanan ......... 22
Gambar 2.8 Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus
dengan 3 batang grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch ............................ 23
Gambar 2.9 Grafik hubungan antara luasan permukaan elektroda terhadap power
density untuk diameter PEM 2 inch dan diameter PEM 4 inch ............................ 24
Gambar 2.10 Produksi istrik pada variasi jenis substrat ....................................... 27
Gambar 2.11 Produksi listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi ....................... 28
Gambar 3.1 Skema Instalasi MFC ........................................................................ 34
Gambar 3.2 Kontruksi MFC ................................................................................. 35
Gambar 3.3 Tetes Tebu 250 ml ............................................................................. 38
Gambar 3.4 Kompartemen Anoda dan Katoda Microbial Fuel Cell .................... 42
Gambar 4.1 Grafik tegangan rata-rata (mV) minggu pertama .............................. 63
Gambar 4.2 Grafik rata–ratapower density minggu pertama ................................ 65
Gambar 4.3 Grafik daya rata – rata pada minggu pertama ................................... 66
Gambar 4.4 Grafik tegangan rata-rata minggu kedua ........................................... 68
Gambar 4.5 Grafik daya rata – rata yang dihasilkan pada minggu kedua ............ 70
Gambar 4.6 Grafik power density rata-rata pada minggu kedua .......................... 70
Gambar 4.7 Grafik perbandingan tegangan rata-rata minggu pertama serta
minggu kedua ........................................................................................................ 73
Gambar 4.8 Grafik perbandingan daya minggu pertama serta minggu kedua ...... 76
Gambar 4.9 Perbandingan power density minggu pertama dan minggu kedua .... 78

xv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 komposisi kimia limbah tebu (bagas) ......................................................... 16
Tabel 3.7.1 Data Pengujian Tegangan dan Arus Listrik Minggu Pertama ................. 45
Tabel 3.7.2 Data Pengujian Tegangan dan Arus Listrik Minggu Kedua .................... 45
Tabel 3.7.3 Rata-Rata Tegangan pada Pengujian Minggu Pertama............................ 46
Tabel 3.7.4 Rata-Rata Tegangan pada Pengujian Minggu Kedua .............................. 46
Tabel 3.7.5 Perbandingan Kenaikan Tegangan Rata-Rata Minggu Pertama dan
Minggu Kedua ......................................................................................... 47
Tabel 3.7.6 Presentase Kenaikan Daya Rata- Rata Minggu Pertama Banding Minggu
Kedua ....................................................................................................... 47
Tabel 3.7.7 Presentase kenaikan Power Density Rata- Rata Minggu Pertama Banding
Minggu Kedua ......................................................................................... 47
Tabel 4.1 Pengujian hari ke- 1 .................................................................................... 50
Tabel 4.2 Pengujian hari ke- 2 .................................................................................... 51
Tabel 4.3 Pengujian hari ke- 3 .................................................................................... 51
Tabel 4.4 Pengujian hari ke- 4 .................................................................................... 52
Tabel 4.5 Pengujian hari ke- 5 .................................................................................... 53
Tabel 4.6 Pengujian hari ke- 6 .................................................................................... 53
Tabel 4.7 Pengujian hari ke- 7 .................................................................................... 54
Tabel 4.8 pengujian hari ke- 1 (hari ke- 8).................................................................. 55
Tabel 4.9 pengujian hari ke- 2 (hari ke- 9).................................................................. 56
Tabel 4.10 pengujian hari ke- 3 (hari ke- 10).............................................................. 57
Tabel 4.11 pengujian hari ke- 4 (hari ke- 11).............................................................. 58
Tabel 4.12 pengujian hari ke- 5 (hari ke- 12).............................................................. 59
Tabel 4.13 pengujian hari ke- 6 (hari ke- 13).............................................................. 60
Tabel 4.14 pengujian hari ke- 7 (hari ke-14)............................................................... 61

xvi
xvii

Tabel 4.15 tegangan rata-rata minggu pertama ........................................................... 62


Tabel 4.16 tegangan rata-rata pada minggu kedua...................................................... 67
Tabel 4.17 Selisih tegangan rata-rata pada minggu Pertama ...................................... 71
Tabel 4.18 Selisih tegangan rata-rata pada minggu kedua .......................................... 72
Tabel 4.19 Perbandingan kenaikan tegangan rata-rata minggu pertama dan minggu
kedua ........................................................................................................ 72
Tabel 4.20 Selisih daya rata-rata pada minggu pertama ............................................. 74
Tabel 4.21 Selisih daya rata-rata pada minggu kedua................................................. 75
Tabel 4.22 Presentase kenaikan daya rata- rata minggu pertama banding minggu
kedua ........................................................................................................ 76
Tabel 4.23 Selisih power density rata-rata pada minggu pertama .............................. 77
Tabel 4.24 Selisih power density rata-rata pada minggu kedua .................................. 78
Tabel 4.25 Presentase kenaikan power density rata- rata minggu pertama banding
minggu kedua .......................................................................................... 79
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Perhitungan dan Rumus ..................................................................... 84
Lampiran 2 Tabel Daya dan Power Density Minggu Pertama .............................. 85
Lampiran 3 Tabel Daya dan Power Density Minggu Kedua ................................ 88
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 93

xviii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada masalah krusial yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Pertumbuhan manusia yang semakin
meningkat menyebabkan permintaan energi listrik semakin besar sedangkan
pasokan energi listrik semakin menipis. Ketersediaan minyak bumi yang selama
ini menjadi sumber energi utama pada tahun 2013 diperkirakan hanya tersisa 25%
dari total minyak bumi dunia (Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral,
2012). Melihat kondisi tersebut, dibutuhkan penemuan dan pengembangan energi
terbarukan, yaitu energi yang berasal dari proses alam yang yang berkelanjutan
dan jumlahnya tidak terbatas. Salah satu jenis sumber energi terbarukan dan dapat
menjadi sumber energi di masa depan adalah microbial fuel cell (Akbar dkk.,
2017).
Microbial fuel cell (MFC) merupakan sistem yang di desain untuk dapat
menghilangkan bahan organik yang ada di dalam air limbah serta dapat juga
menghasilkan energi listrik dalam proses pengolahan limbah cair, dengan
menggunakan proses elektrokimia yang dapat secara langsung mengubah energi
yang tersimpan dalam ikatan kimia senyawa organik yang terkandung di dalam air
limbah menjadi listrik dengan bantuan mikroorganisme (Wei, 2012:1). Menurut
Ghangrekar (2005:1), MFC mampu untuk memberikan penurunan COD lebih dari
90% serta merupakan tekhnologi bersih, aman, efisiensi energi yang tinggi, emisi
rendah, dan kemudahan dalam operasi. Sistem kerja dari MFC tersebut dapat
optimal karena keberadaan jembatan garam sebagai proton exchange membrane
(PEM), berdasarkan penelitian Muralidharan (2011:1) menyebutkan dengan
adanya jembatan garam membuat proton dari hasil metabolisme bakteri bisa
segera di transfer dari ruang anoda ke katoda. Menurut Verma (2002:13),
mengatakan bahwa pH mempengaruhi proses anaerobik, karena bakteri anaerobik
khususnya methanogens sangat sensitif pada konsentrasi asam dan pada
pertumbuhan mereka akan terhambat oleh kondisi sangat asam sehingga apabila

1
2

ion hidrogen ( ) atau proton tidak tertransfer maka akan membuat kondisi anoda
menjadi sangat asam karena kelebihan ion , dan dapat mempengaruhi kerja
bakteri dalam proses degradasi limbah secara anaerobik. Proton Exchange
Membrane atau biasa disebut Proton exchange membrane fuel cell (PEMFC)
merupakan jenis fuel cell yang paling efektif digunakan karena operasionalnya
yang mudah yaitu menggunakan membran elektrolit sehingga terhindar dari
proses korosi, efisiensi pada konversi tinggi mencapai 50%, bebas polusi,
pengoperasiannya relatif cepat, dan dapat dioperasikan pada temperatur rendah
(Peng et al., 2014). PEMFC yang biasanya digunakan adalah nafion. Jenis
membran ini terbuat dari polimer sintetik yaitu Tetrafluoroetilen tersulfonasi
(Thomas, 2008). Menurut Gross (2012:1), jembatan garam terbuat dari agar-agar
dengan larutan garam yang bersifat elektrolit. Hal itu dikarenakan larutan
elektrolit mudah terionisasi menjadi anion dan kation dan mudah berikatan
dengan ion lainnya. Sedangkan kekuatan NaCl dalam menghantarkan ion H+ juga
di buktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Kumar Shiv (2012) yang
memvariasikan jenis garam dan mendapatkan hasil NaCl mempunyai performa
terbaik. Konsentrasi garam yang di gunakan adalah 1M. Hal ini berdasarkan
penelitian dari Muralidharan et al. (2012) yang memvariasikan konsentrasi larutan
garam mulai dari 1, 3, 5, 7, dan 9 M. Hasil dari penelitian tersebut adalah nilai
power density terbesar dihasilkan konsentrasi 1 M. Maka penelitian ini juga akan
melakukan langkah yang sama sesuai penelitian sebelumnya, akan tetapi di
penelitian ini menggunakan NaCl (natrium clorida) sebagai larutan di jembatan
garam atau PEM (Proton Exchange Membrane) karena larutan tersebut memiliki
zat asam yang tinggi sehingga dapat memacu besar potensial dan tegangan yang
dihasilkan. Oleh karena itu penelitian ini juga menggunakan NaCl sebagai larutan
pada jembatan garam untuk mengetahui daya dan power density yang di hasilkan.
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat di simpulkan suatu masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaplikasian air bilasan tebu (tetes tebu) dengan sistem MFC
(Microbial Fuel Cell) sehingga menghasilkan tegangan listrik ?
2. Bagaimanakah pengaruh tegangan yang dihasilkan pada sistem MFC terhadap
peningkatan daya listrik yang dihasilkan ?
3. Bagaimanakah pengaruh tegangan yang dihasilkan pada sistem MFC terhadap
peningkatan power density yang dihasilkan ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari adanya penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tegangan listrik yang di hasilkan dari air bilasan tebu (tetes
tebu) tersebut pada sistem mfc.
2. Untuk mengetahui pengaruh tegangan listrik terhadap peningkatan daya listrik
yang dihasilkan.
3. Untuk mengetahui pengaruh tegangan listrik terhadap peningkatan power
density yang dihasilkan.

1.4 Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Agar dapat memberikan informasi mengenai pengaplikasian air bilasan tebu
(tetes tebu) dengan sistem MFC (Microbial Fuel Cell) sehingga menghasilkan
tegangan listrik.
2. Agar dapat mengetahui pengaruh tegangan listrik terhadap peningkatan daya
listrik yang dihasilkan.
3. Agar dapat mengetahui pengaruh tegangan listrik terhadap peningkatan power
density yang dihasilkan.
4

1.5 Batasan Masalah


Agar penelitian ini dapat terarah maka hal yang perlu dipertimbangkan
adalah :
1. Hanya menganalisa sistem mfc dari bahan air bilasan tebu (tetes tebu) yang
berasal dari buangan pabrik gula langsung dengan campuran lumpur sawah.
2. Hanya menganalisa proses catalytic microorganisme dari limbah tetes tebu
dalam kompartemen anoda.
3. Menggunakan pipa U sebagai jembatan garam (PEM).
4. Menggunakan larutan NaCl dicampur agar-agar 55 ml pada jembatan garam
(PEM).
5. Menggunakan lumpur sawah dan tetes tebu sebagai anoda pada mfc yang
berasal dari daerah bentic (endapan lumpur sawah atau sungai).
6. Perhitungan hanya seputar tegangan, daya, dan power density yang di hasilkan
dari metode mfc tersebut serta grafik yang di hasilkan.
7. Elektroda dari grafit baterai (batang) pada anoda dan katoda dengan jumlah 3
buah yang berbentuk silinder (h = 45 mm, d = 8 mm) dengan luasan
0,00123088 m2 atau 1,23 x 10-3 m2 .
8. Hasil perhitungan berasal dari tegangan dan arus listrik yang dihasilkan
sehingga diketahui daya dan power density tanpa melakukan pengujian substrat
dan pH larutan.
9. Membandingkan tegangan rata-rata, tegangan maksimum, daya rata-rata, daya
maksimum, power density rata-rata, power density maksimum.
10. Jembatan Garam atau PEM dari bahan agar-agar yang dimasukkan dalam pipa
U kimia dan dicampur larutan NaCl sebanyak 55 gram.
11. Pengambilan data dilakukan selama 14 hari, minggu pertama dilakukan 5 kali
pengambilan data setiap 3 jam dengan waktu tinggal 9 jam, dan minggu kedua
dilakukan 15 kali pengambilan data setiap satu jam dengan waktu tinggal 9
jam.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MICROBACTERIAL FUEL CELL


Microbial fuel cell (MFC) merupakan sistem yang didesain untuk dapat
menghilangkan bahan organik yang ada di dalam air limbah serta dapat juga
menghasilkan energi listrik dalam proses pengolahan limbah cair, dengan
menggunakan proses elektrokimia yang dapat secara langsung mengubah energi
yang tersimpan dalam ikatan kimia senyawa organik yang terkandung di dalam air
limbah menjadi listrik dengan bantuan mikroorganisme (Wei L., 2012:1).
2.1.1 Prinsip Kerja MFC
Menurut Kristin (2012), Microbial Fuel Cell merupakan sebuah sistem
yang langsung mengkonversi energi kimia yang terdapat pada substrat bio-
convertible menjadi energi listrik, menggunakan katalis berupa bakteri.
Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil yang bisa mengkonversi
berbagai macam senyawa organik menjadi energi CO2 air, dan energi. Mikroba
menggunakan energi yang dihasilkan untuk tumbuh dan melangsungkan aktivitas
metabolisme. Melalui tekhnologi MFC sebagian dari energi yang dihasilkan bisa
diambil dalam bentuk energi listrik.
Umumnya MFC terdiri dari anoda, katoda, Proton Exchange Membran
(Jembatan Garam), dan sirkuit listrik berupa elektroda. Bakteri hidup pada
ruangan anoda dan mengubah substrat seperti glukosa, asetat, juga limbah cair
menjadi CO2, proton, dan elektron. Pada kondisi aerobik, bakteri menggunakan
oksigen atau nitrat sebagai aseptor elektron akhir untuk membentuk air. Namun
pada ruangan anoda dalam sebuah MFC, tidak terdapat oksigen, sehingga bakteri
harus mengubah aseptor elektronnya menjadi sebuah aseptor Insoluble seperti
anoda MFC. Berdasarkan kemampuan bakteri dalam mentransfer elektron pada
anoda MFC tersebut, maka MFC bisa digunakan untuk mengumpulkan elektron
yang berasal dari metabolisme mikroba. Elektron kemudian mengalir melalui
sirkuit listrik dengan muatan pada katoda. Beda potensial antara anoda dan katoda
bersama dengan aliran elektron menghasilkan daya.

5
6

Reaksi yang berlangsung pada MFC dengan substrat berupa glukosa dan
oksigen sebagai elektron aseptor adalah sebagai berikut,

Pada anoda : C6 H12 O6 + 6 H2O → 6 CO2 + 24 H+ + 24 e-

Pada katoda : O2 + 4 H+ + 4 e- → 2H2O

Reaksi Overal : C6 H12 O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O


Menurut Liu (2008), Ada beberapa mekanisme yang melibatkan transfer
elektron dari bakteri ke anoda, sebagai berikut :
a. Transfer elektron langsung melalui elektron membran luar sel
Pada mekanisme ini transfer elektron melibatkan sitokrom yang terdapat
pada membran luar sel mikroba. Dalam hal ini diperlukan kontak secara langsung
sitokrom dengan elektroda untuk mekanisme transfer elektron. Contoh mikroba
yang menggunakan mekanisme ini adalah Geobacter Sulfurreducens dan
Shewanella Putrefaciens. Mekanisme transfer elektron langsung melalui protein
membran luar sel ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Mekanisme transfer elektron melalui membran luar sel


(Sumber : Liu, 2008)

b. Transfer elektron dengan mediator


Transfer elektron yang efisien dapat dicapai dengan menambahkan
mediator seperti neutral red dan methylene blue, yang mampu melewati membran
sel, menerima elektron dari pembawa elektron intraselluler, meninggalkan sel
dalam bentuk tereduksi dan kemudian mengeluarkan elektron ke permukaan
elektroda. Salah satu mikroba yang memerlukan mediator adalah Escherichia coli.
Namun untuk limbah, mekanisme ini tidak sesuai karena akan memakan biaya
7

dan kemungkinan adanya racun dari beberapa mediator. Mekanisme transfer


elektron dengan mediator ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Mekanisme transfer elektron menggunakan mediator


(Sumber : Liu, 2008)

c. Transfer elektron melalui bacterial nanowires


Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa struktur seperti pili yang
disebut nanowires yang tumbuh pada membran sel bakteri bisa terlibat langsung
dalam transfer elektron ekstraseluler dan memungkinkan reduksi langsung dari
sebuah aseptor elektron yang jauh. Nanowires ini telah teridentifikasi pada G.
sulfurreducens PCA, Shewanella oneidensis MR-1, Synechocystis PCC6803, dan
Pelotomaculum thermopropionicum. Mekanisme transfer electron melalui
bacterial nanowires ditunjukkan dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Mekanisme transfer elektron menggunakan dengan bacterial nanowires


(Sumber : Liu, 2008)

2.1.2 Material Elektroda


Menurut penelitian sebelumnya (Kristin, 2012), teknologi MFC
merupakan teknologi berbasis prinsip elektrokimia, sehingga diperlukan material
elektroda yang terbagi dua, yaitu anoda dan katoda.
8

1. Anoda
Material anoda harus bersifat konduktif, biocompatible (bisa beradaptasi
dengan makhluk hidup), dan secara kimia stabil di dalam larutan bioreaktor.
Logam anoda dapat berupa stainless steel nonkorosif, tetapi tembaga tidak dapat
digunakan akibat adanya toksisitas ion tembaga pada bakteri (Zahara, 2011).
Material yang umum digunakan sebagai anoda pada sistem MFC adalah material
berbasis karbon, karena sifat konduktivitasnya tinggi, stabil, strukturnya kuat,
sifat permukaan yang sesuai untuk perkembangan biofilm dan luas permukaan
yang memadai. Beberapa contohnya adalah grafit dalam bentuk batangan,
lempeng, busa, granular, dan karbon aktif (Liu, 2008).
Lempengan atau batang grafit banyak dipakai karena relatif murah,
sederhana, dan memiliki luas permukaan tertentu. Karbon aktif adalah karbon
dengan struktur amorphous atau monokristalin yang telah melalui perlakukan
khusus sehingga memiliki luas permukaan yang sangat besar (300-2000 m2/g).
Karakteristik karbon yang ideal adalah pada rentang pH antara 5-6 (50g/L H2O,
20oC), titik leleh 3800 oC, dan ukuran partikel ≤ 50 µm. Resin perekat berguna
untuk merekatkan karbon aktif sehingga memiliki struktur yang kuat dan tidak
rapuh selama MFC dioperasikan. Resin perekat ini digunakan karena memiliki
konduktivitas yang rendah yaitu 10-10/Ω.m – 10-15/Ω.m (Zahara, 2011).
2. Katoda
Bahan yang digunakan sebagai katoda bisa berupa bahan karbon biasa
seperti plat grafit namun bisa juga dilengkapi dengan katalis seperti platinum
(Liu, 2008). Selain itu bisa juga digunakan kalium ferrisianida (K3[Fe(CN)6) yang
dikenal sangat baik sebagai aseptor elektron dalam sistem MFC. (K3[Fe(CN)6)
merupakan spesies elektroaktif yang mampu menangkap elektron dengan baik
dengan harga potensial reduksi standar sebesar + 0.36 V. Keuntungan terbesar
dalam penggunaan kalium ferrisianida adalah dihasilkannya over potensial yang
rendah bila menggunakan katoda karbon. Akan tetapi kerugian terbesar adalah
terjadinya proses reoksidasi yang tidak sempurna oleh oksigen sehingga
larutannya harus diganti secara teratur (Zahara, 2011).
9

2.1.3 Jenis Sistem MFC


Sistem MFC dalam perkembangannya memiliki berbagai tipe sesuai
dengan aplikasinya. Secara umum sistem MFC bisa dibedakan berdasarkan disain
kompartemennya, penggunaan membran penukar elektron dan kultur mikroba
yang digunakan dalam MFC tersebut (Kristin, 2012).
1. Berdasarkan desain kompartemen
Menurut Kristin (2012), berdasarkan kompartemennya terdapat tiga jenis
MFC, yaitu dual chamber MFC, single chamber MFC dan stack MFC. Dual
chamber MFC pada intinya memiliki dua ruang yang dipisahkan oleh membran
penukar kation (PEM) atau jembatan garam. Ruang anoda merupakan ruangan
yang berisi substrat dan bakteri. Sementara ruang katoda berisi larutan elektrolit.
Single chamber MFC hanya memiliki satu ruang sehingga substrat dan larutan
elektrolit bercampur. Desain ini bisa menggunakan PEM ataupun tanpa PEM.
Skema desain kompartemen MFC ditunjukkan dalam Gambar 2.4. Stack MFC
merupakan rangkaian dari beberapa unit MFC baik dual chamber maupun single
chamber yang dirangkai seri, paralel ataupun seri paralel. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kapasitas daya yang bisa diproduksi. Skema MFC yang disusun
secara stack ditunjukkan dalam Gambar 2.5.

Gambar 2.4 Skema dual chamber MFC dan Skema single chamber MFC
(Sumber : Karmakar et al.,2010)
10

Gambar 2.5 Skema stack MFC


(sumber : Ieropoulos et. al., 2008)

2. Berdasarkan Ada Tidaknya Membran


Pada sistem dual chamber MFC PEM dibutuhkan untuk menghindari
difusi aseptor elektron yang beracun seperti ferisianida ke dalam ruang katoda
sekaligus untuk memfasilitasi transfer proton atau kation lainnya ke ruang katoda.
Sementara pada single chamber MFC, membran berfungsi untuk menghalangi
difusi oksigen. Membran yang biasa digunakan adalah Nafion dan Ultrex CMI-
7000. Hal ini dikarenakan konduktivitas proton yang tinggi serta kestabilan
mekanis dan termal dari membran tersebut. Harga membran Nafion yang mahal
membuat beberapa peneliti mencari alternatif yang lebih murah. Beberapa jenis
low-cost membrane telah dicoba seperti tanah liat (Behera et al., 2010).
MFC tanpa membran merupakan salah satu alternatif untuk meminimalisir
biaya. Sistem membran yang mahal dan rumit bisa dihindari dengan
memanfaatkan perkembangan biofilm yang terjadi di permukaan katoda. Biofilm
merupakan sebuah populasi bakteri yang bisa berfungsi sebagai membran untuk
meminimalisir difusi oksigen ke anoda. Densitas daya yang lebih tinggi dapat
diperoleh pada sistem MFC tanpa membran, karena kemampuan sistem dalam
menurunkan hambatan internal.
3. Berdasarkan Kultur yang Digunakan
Sistem MFC menggunakan kultur sel tunggal telah banyak diteliti,
diantaranya dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae (Zahara, 2010), E.
Coli (Scott and Murano, 2007), Geobacter sulfurreducens (Yia et al., 2009).
11

Penggunaan kultur sel tunggal memerlukan pemeliharaan dan pekerjaan yang


lebih rumit dan memakan biaya. Selain itu kultur sel tunggal menghasilkan energi
yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan mix culture.
Untuk pengolahan air dan limbah, mix culture lebih dipilih dari pada
single culture. Mix culture bisa dengan mudah beradaptasi untuk menggunakan
material organik kompleks dalam aliran limbah. Proses dengan menggunakan mix
culture lebih mudah terdiri dari α- , β-, γ-, δ- Proteobacteria, dan kloni yang
belum terkarakterisasi (Logan, et al., 2006).
2.1.4 Faktor Operasional Pada Sistem MFC
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan Kristin (2012), terdapat
beberapa faktor operasional yang mempengaruhi kinerja sistem MFC. Faktor
tersebut meliputi sifat kimia larutan dan waktu tinggal (hydraulic retention time,
HRT).
1. Sifat Kimia Larutan
a. pH
pH merupakan faktor kritis untuk semua proses berbasis mikroba. Pada
MFC, pH tidak hanya mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan bakteri tapi
juga terhadap transfer proton, reaksi katoda , sehingga mempengaruhi performa
MFC. Sebagian besar MFC beroperasi pada pH mendekati netral untuk menjaga
kondisi pertumbuhan optimal komunitas mikroba yang terlibat dalam
pembentukan listrik (Liu, 2008).
b. Kekuatan Ionik
Kekuatan ion mempengaruhi konduktivitas larutan pada ruangan MFC
sehingga mempengaruhi hambatan internal, yang akhirnya berefek pada performa
MFC (Liu, 2008).
c. Waktu Tinggal (Hydraulic Retention Time)
Merupakan variable penting lainnya dalam pengolahan limbah menggunakan
MFC. HRT mempengaruhi penurunan kadar COD/BOD dan pembentukan daya pada
MFC (Liu, 2008).
12

2.1.5 Aplikasi MFC


Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan Kristin (2012), Sistem
MFC sejauh ini sudah diaplikasi dalam beberapa bidang, diantaranya untuk
pengolahan limbah cair dan penghasil energi listrik, biosensor, dan produksi
bahan bakar sekunder.
1. Pengolah Limbah Cair dan Penghasil Energi Listrik
Teknologi MFC menarik untuk pengolahan limbah karena sistem ini
memungkinkan kita untuk mengambil energi dari limbah untuk produksi listrik
(Patra, 2008). MFC menggunakan mikroba tertentu memiliki kemampuan untuk
menghilangkan kandungan sulfida yang merupakan salah satu parameter penting
pada pengolahan limbah. Substrat MFC memiliki kandungan promotor
pertumbuhan yang bisa meningkatkan pertumbuhan mikroba bio-elektrokimia
selama proses pengolahan limbah.
2. Biosensor
Sistem MFC dengan komunitas consortium anaerobik yang bisa diganti
bisa digunakan sebagai biosensor untuk on-line monitoring senyawa organik.
Meskipun beberapa metode konvensional telah digunakan untuk menghitung nilai
BOD pada limbah, namun metode - metode tersebut tidak cocok untuk on-line
monitoring dan kontrol proses pengolahan limbah secara biologis.
3. Produksi Bahan Bakar Sekunder
Dengan sedikit modifikasi, MFC bisa digunakan untuk memproduksi
bahan bakar sekunder seperti hidrogen sebagai alternatif listrik. Pada kondisi
eksperimen standard, proton dan elektron yang dihasilkan pada ruang anoda
ditransfer ke katoda yang kemudian bisa berkombinasi dengan oksigen
membentuk air. Pembentukan hidrogen secara termodinamika merupakan proses
yang sulit pada sebuah sel untuk mengkonversi proton dan elektron menjadi
hidrogen. Peningkatan potensial eksternal pada katoda bisa mengatasi kerumitan
termodinamika dan bisa menghasilkan pembentukan hidrogen. Sebagai
hasilnya, proton dan elektron pada anoda berkombinasi di katoda membentuk
hidrogen. MFC diperkirakan bisa memproduksi hidrogen ekstra dibandingkan
dengan jumlah yang dikeluarkan oleh metode fermentasi glukosa klasik.
13

2.2 Konsep Limbah Menjadi Energi Listrik


Limbah yang diubah menjadi energi listrik melalui sistem MFC dapat
diilustrasikan oleh Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Konversi limbah menjadi energi listrik MFC dalam sistem single chamber MFC
(Sumber : Laboratoire Ampere Ecole Centrale de Lyon, 2012)

Pada gambar 2.6 MFC diisi dengan limbah yang mengandung molekul
biodegradabel dan mikroba. Mikroba yang terdapat dalam limbah tersebut
kemudian akan mengoksidasi molekul biodegradabel menghasilkan elektron,
proton dan CO2. Proton menuju ke katoda melalui larutan elektrolit. Sedangkan
elektron akan menempel ke anoda, kemudian mengalir melalui sirkuit listrik ke
katoda. Aliran elektron inilah yang menghasilkan daya listrik. Pada katoda
elektron, proton dan oksigen bergabung membentuk H2O (Kristin, 2012).

2.3 Proton Exchange Membran (Membran penukar proton)


Proton Exchange Membrane atau biasa disebut Proton exchange
membrane fuel cell (PEMFC) merupakan jenis fuel cell yang paling efektif
digunakan karena operasionalnya yang mudah yaitu menggunakan membran
elektrolit sehingga terhindar dari proses korosi, efisiensi pada konversi tinggi
mencapai 50%, bebas polusi, pengoperasiannya relatif cepat, dan dapat
dioperasikan pada temperatur rendah (Peng et al., 2014). PEMFC yang biasanya
digunakan adalah nafion. Jenis membran ini terbuat dari polimer sintetik yaitu
Tetrafluoroetilen tersulfonasi (Thomas, 2008). Menurut Zhang (2012), jembatan
14

garam bisa digunakan sebagai membran penukar proton yang menggantikan


fungsi PEM yang relatif mahal. Meskipun jembatan garam harganya lebih murah
daripada membran penukar proton (CEM/PEM), tingkat produksi listrik dapat
dihasilkan. Dengan adanya jembatan garam membuat proton dari hasil
metabolisme bakteri bisa segera ditransfer dari ruang anoda ke ruang katoda
(Muralidharan, 2011:1). Menurut Achmad (2007:3), jika kedua elektrolit pada sel
dipisahkan sama sekali tanpa adanya jembatan garam maka aliran elektron segera
berhenti karena terjadinya ketidaknetralan muatan listrik. Menurut Gross
(2012:1), jembatan garam terbuat dari agar-agar dengan garam yang bersifat
elektrolit. Hal itu dikarenakan larutan elektrolit mudah terionisasi menjadi anion
dan kation dan mudah berikatan dengan ion lainnya. Anion dan kation dari setiap
larutan elektrolit mempunyai nilai yang berbeda yang mempengaruhi mobilitas
ion dalam larutan elektrolit dan mempengaruhi nilai arus dalam sel. Menurut
penelitian sebelumnya dari Ulfia, dkk. (2015) yang memvariasikan larutan NaCl,
BaCl2, MgCl2 dengan tujuan mengetahui jenis garam yang paling efektif dalam
meningkatkan produksi listrik, jembatan garam dibuat dengan cara melarutkan
larutan kedalam aquades, kemudian dipanaskan hingga mengental setelah itu
dimasukkan ke dalam pipa U. Tujuan dari penggunaan pipa U adalah mencegah
agar air limbah yang ada di anoda dan KMnO4 yang ada di katoda tidak
mengalami perpindahan dan bercampur.

2.4 Tebu (Bagas)


Menurut penelitian sebelumnya (Winaya, dkk., 2011), Tebu (Saccharum
Officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin.
Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk
jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen
mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di
pulau Jawa dan Sumatra. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen
diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau
air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula
15

pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula
5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air.
Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa
yang mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering
memakai dadhok itu sebagai bahan bakar untuk memasak; selain menghemat
minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga cepat panas. Dalam
konversi energi pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu digunakan
untuk bahan bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk proses produksi dan
pembangkit listrik. Di beberapa daerah air perasan tebu sering dijadikan minuman
segar pelepas lelah, air perasan tebu cukup baik bagi kesehatan tubuh karena
dapat menambah glukosa. salah satu tempat yang menjual es tebu yatu di
seputaran Jember.
Cairan tebu hasil samping dari ekstraksi (pemerahan) cairan tebu disebut
bagas. Bagas atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses
ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan bagas sekitar 35 –
40% dari berat tebu yang digiling. Indriani dan Sumiarsih (1992) serta Husin
(2007) mennyatakan,berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia (P3GI) bagas yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling.
Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia
(Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di
Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton, sehingga bagas yang dihasilkan
diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari bagas tersebut
dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas,
bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu
diperkirakan sebanyak 45% dari bagas tersebut belum dimanfaatkan. Bagas
sebagian besar mengandung lignocellulose. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2
mm dengan diameter sekitar 20 mikro, bagase mengandung air 48 - 52%, gula
rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air
dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan, dan lignin.
16

Tabel 2.1 komposisi kimia limbah tebu (bagas).

KANDUNGAN KADAR (%)


Abu 3,82
Lignin 22,09
Selulosa 37,65
Sari 1,81
Pentosan 27,97
SiO2 3,01
(sumber : Winaya, dkk., 2011)

2.5 Bakteri Sedimen


Komponen penting yang dibutuhkan didalam MFC adalah bakteri
anaerob. Bakteri anaerob ini dapat ditemukan di daerah bentic, daerah ekologi
pada bagian bawah pada badan air seperti laut atau danau, termasuk permukaan
endapan dan beberapa lapisan sub-permukaan (Winaya, dkk., 2011). Menurut
Winaya, dkk. (2011) daerah bentic adalah lingkungan ecological bawah air (laut,
danau, sungai) termasuk permukaan sediment dan lapisan-lapisan dibawahnya.
Organisme hidup didaerah ini juga termasuk adanya bakteri anaerob. Mereka
umumnya hidup dalam hubungan tertutup dengan zat di bawahnya, banyak
organisme secara permanen menetap di bawah lapisan dangkal dari soil living
dalam air, adalah bagian yang utuh dari daerah bentic, yang sangat berpengaruh
pada aktivitas biologi. Contohnya adalah lapisan kontak tanah termasuk pasir di
dasar, batu yang muncul ke permukaan, koral dan lumpur teluk. Jenis bakteri
anaerob yang diketahui ada didalamnya adalah termasuk kedalam
Electrochemiclally Active Bacteria atau EAB yaitu bacteria yang mempunyai
kemampuan mentransfer elektron dari mengoksidasi substrat ke elektrode tanpa
mediator. Sedangkan menurut Gemma dkk. (2006) bakteri yang dominan hidup di
anode pada MFC yang memanfaatkan bakteri yang diambil dari daerah bentic
termasuk keluarga Geobacteraceae yang termasuk golongan proteobacteria yaitu
species bakteri yang punya kemampuan anaerobic respiration. Bakteri yang
17

digunakan dalam penelitian diambil dari organisme hidup yang disebut bentos
yang diambil di daerah bentic bendungan air sungai.

2.6 Larutan NaCl Sebagai Larutan Pada PEM


Menurut penelitian sebelumya dari Ulfia dkk. (2015) membandingkan
bahan larutan PEM antara garam NaCl, BaCl2, MgCl2, Menurut penelitian dari
Ulfia dkk. (2015), NaCl juga memiliki konsentrasi penyisihan konsentrasi COD
terbesar yaitu dengan presentase rata-rata 83,96% dibandingkan garam lain yang
di variasikan yaitu BaCl2 menyisihkan 81%, dan MgCl2 mampu menyisihkan
79,5%, serta keadaan optimum pada jenis garam NaCl dihasilkan pada
konsentrasi COD sebesar 800 mg/l juga menghasilkan nilai maksimal dalam
efisiensi penyisihan COD 92,3% dengan power density 454,8 mW/m2.

2.7 Penelitian Terdahulu


2.7.1 Ulfia dkk. (2015)
1. Judul : PENGARUH KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND
(COD) DAN LARUTAN GARAM DALAM JEMBATAN GARAM
TERHADAP KINERJA DUAL CHAMBER MICROBIAL FUEL CELLS
(DCMFCs).
2. Hasil dan Pembahasan :
2.1 Tahap Seeding dan Aklimitasi
Tahap aklimatisasi dilakukan selama 14 hari, hal tersebut juga dikatakan
dalam Li, Baikun (2011:42), mengatakan biofilm membutuhkan waktu kontak
dengan substrat organik untuk dapat mengadsorb dan mendegradasi substrat.
Untuk waktu aklimatisasi dibutuhkan waktu 2 atau 4 minggu untuk proses
penumbuhan biofilm. Titik akhir aklimatisasi dalam Fauzia dkk. (2012), titik akhir
proses aklimatisasi ditandai ketika penurunan COD telah menunjukan angka yang
stabil, yakni pada kondisi penyisihan senyawa organik telah konstan dengan
tingkat fluktuasi yang tidak lebih dari 10 %. Dari data penelitian untuk penurunan
COD pada konsentrasi 400 mg/l mempunyai nilai rata-rata efisiensi removal
37,7%, konsentrasi 800 mg/l 39,3% dan 1200 mg/l sebesar 37,9%. Sedangkan
18

untuk variasi jenis garam yang menghasilkan nilai removal terbaik dengan
menggunakan garam NaCl dengan efisiensi removal 41,1%.
Pada hari ke-4 dan H-9 bahan organik yang terdapat didalam reaktor
semakin menipis, menyebabkan kinerja bakteri dalam memetabolisme bahan
organik menurun sehingga hasil elektron dan proton yang dihasilkan juga sedikit.
Hal tersebutlah yang menyebabkan produksi listrik menurun, walaupun pada hari
tersebut dilakukan injeksi namun diperkirakan limbah belum tercampur sempurna.
Kemudian cenderung meningkat pada H-5 dan H-10 karena pada saat itu
konsentrasi yang ditambahkan pada hari sebelumnya, diproses kembali oleh
bakteri untuk proses metabolisme sehingga produksi listriknya bisa naik kembali.
Untuk nilai power density pada konsentrasi COD 400 mg/l senilai 171,6 mW/m2,
COD 800 mg/l senilai 186,3 mW/m2, dan COD 1200 mg/l senilai 194,1 mW/m2,
dan apabila nilai power density yang dihasilkan dengan menggunakan jenis garam
yang berbeda untuk NaCl 223,8 mW/m2, BaCl2 187,9 mW/m2 dan MgCl2 140,4
mW/m2.
2.2 Tahap Running
2.2.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi COD dan Jenis Larutan Garam Terhadap
Kinerja Dual Chamber Microbial Fuel Cells
1. Pengaruh Variasi Konsentrasi COD menurut Jadhav (2009)
Performa MFC bisa dipengaruhi oleh laju konversi substrat, performa
membran penukar ion, internal dan eksternal resisten di dalam sel, serta perbedaan
potensial anoda dan katoda. Menurut Pant et al. (2009), substrat sangat penting
dalam berbagai proses pengolahan biologi karena menjadi sumber karbon
(nutrien) dan sumber energi. Efisiensi untuk mengubah susbtrat dari material
organik untuk menjadi energi tergantung dari karakteristik dan komponen dari
material limbahnya. Terutama komposisi kimia dan konsentrasi dari komponen
yang akan mengalami proses perubahan menjadi energi. Laju konversi substrat
salah satunya disebabkan oleh konsentrasi substrat yang dimasukkan kedalam
anoda berbeda-beda yang memberikan pengaruh terhadap performa MFC. Hasil
untuk rata-rata penyisihan (yang didapat dari kondisi steady state H15-H35)
konsentrasi COD 400 mg/l adalah 77,9%, untuk konsentrasi COD 800 mg/l
19

bernilai 85,1% dan untuk konsentrasi COD 1200 mg/l adalah 80,5%. Sedangkan
nilai effluent untuk konsentrasi 400 mg/l dan 800 mg/l nilai effluent sudah berada
dibawah nilai 100 mg/l namun untuk konsentrasi COD 1200 mg/l masih terdapat
konsentrasi effluent 200 mg/l hal ini menandakan kemungkinan tidak semua
substrat yang hadir dikonsumsi semua oleh bakteri, karenakan semakin besar
beban organik yang dimasukkan maka beban bakteri dalam mengolah akan
meningkat sehingga akan memerlukan waktu yang lama untuk mengolah substrat
tersebut dan juga bakteri mempunyai batas kemampuan dalam mendegradasi
bahan organik, walaupun banyak substrat yang dimasukkan kedalam reaktor
dengan tujuan semakin banyak makanan maka bakteri akan semakin banyak
memetabolisme substrat tersebut.
Untuk nilai power density konsentrasi COD 400 mg/l didapatkan rata-rata
157,9 mW/m2 , konsentrasi COD 800 mg/l rata-rata 278,8 mW/m2 dan
konsentrasi 1200 mg/l rata-rata 230 mW/m2. Peningkatan power density akan
meningkat seiring dengan meningkatnya kosentrasi substrat yang dimasukkan
kedalam reaktor. Dengan meningkatknya substrat akan meningkatkan
pertumbuhan dan aktifitas bakteri dalam proses metabolisme dan mendegradasi
substrat menjadi elektron dan proton yang akhirnya bisa terukur menjadi energi
listrik.
2. Pengaruh Larutan Garam dalam Jembatan Garam
Dari penelitian yang dilakukan besarnya penyisihan konsentrasi COD
setiap reaktor dengan variasi larutan garam menghasilkan efisiensi yang baik
dengan nilai mencapai 88-92% dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis
garam yang digunakan NaCl, BaCl2 dan MgCl2 berfungsi dengan baik dalam
proses mengahantarkan elektron dari anoda menuju katoda. Untuk garam NaCL
rata-rata dapat menyisihkan 83,96%, BaCl2 dapat menyisihkan 81% dan MgCl2
dapat menyisihkan 79,5%. Apabila ketiga jenis larutan garam tidak dapat bekerja
dengan baik maka proses penurunan konsentrasi COD tidak berjalan sebab ion H+
yang menjadi indikasi faktor pH asam akan menumpuk di dalam anoda, tidak
tertransfer menuju katoda. Hal tersebut akan mengganggu kinerja bakteri yang
20

ada di anoda. Menurut Verma, Shefali, (2002:13), mengatakan bahwa pH


mempengaruhi proses anaerobik, karena bakteri anaerobik khususnya
methanogens sangat sensitif pada konsentrasi asam dan pertumbuhan mereka akan
terhambat oleh kondisi sangat asam sehingga apabila ion hidrogen (H+) atau
proton tidak tertransfer maka akan membuat kondisi anoda menjadi sangat asam
karena kelebihan ion H+, dan dapat mempengaruhi kerja bakteri dalam proses
degradasi limbah secara anaerobik.
Selain berpengaruh terhadap penurunan konsentrasi COD larutan garam
juga merpengaruh terhadap nilai listrik yang dihasilkan. Jembatan garam terdiri
dan ion positif dan negatif yang bebas untuk berpindah dari satu sel ke sel yang
lain namun tidak berpartisipasi dalam reaksi oksidasi dan reduksi. Ketika elektron
melewati external sirkuit (kabel luar) maka proton akan melewati jembatan garam
dengan ion negatif yang akan menjadi alat transportasinya menuju sel katoda hal
tersebut yang akan menjadi kenetralan listik (Virgina, 1994). Pada saat mikroba
melakukan metabolisme menggunakan substrat yang dimasukkan akan dihasilkan
elektron (e-) dan proton (H+) dan membuat ruang anoda akan kelebihan elektron
dan proton. Kemudian ion-ion tersebut bergerak menuju tempat yang lebih netral.
Proton akan bergerak menuju katoda melalui jembatan garam dimana proton akan
berikatan dengan ion negatif yang berada dijembatan garam, sedangkan elektron
akan berpindah melalui eksternal sirkuit. Gross (2012) juga mengatakan sebuah
listik dapat dihasilkan ketika larutan elektrolit yang berbeda komposisi dipisahkan
oleh sebuah hambatan contohnya membran atau salt bridge (sebuah pipa
berisikan jel yang mengandung inert elektrolit dimana dapat menghubungkan
kedua sel untuk proses pertukaran ion dimana tetap menjaga kenetralan). Menurut
Zhang (2012), jembatan garam bisa digunakan sebagai membran penukar proton
yang menggantikan fungsi PEM yang relatif mahal. Meskipun jembatan garam
harganya lebih murah dari pada membrane penukar proton (CEM/PEM), tingkat
produksi listrik dapat dihasilkan. Jenis garam dalam jembatan garam yang
digunakan dalam penelitian ini berbeda jenis yaitu menggunakan NaCl, BaCl2 dan
MgCl2 dengan tujuan mengetahui jenis garam yang paling efektif dalam
meningkatkan produksi listrik. Cara pembuatan jembatan garam adalah dengan
21

melarutkan ketiga jenis garam kedalam aquadest, kemudian dipanaskan hingga


mengental setelah itu dimasukkan ke dalam pipa-U. Tujuan dari penggunaan pipa-
U adalah mencegah agar air limbah yang ada di anoda dan KMnO4 yang di katoda
tidak mengalami perpindahan dan bercampur. Dari hasil penelitian, didapatkan
hasil bahwa untuk menggunakan larutan garam dengan NaCl menghasilkan nilai
rata-rata 296,5 mW/m2, BaCl2 menghasilkan nilai rata-rata 189,6 mW/m2 dan
MgCl2 menghasilkan nilai 180,6 mW/m2. Hal tersebut dikarenakan mobilitas ion
dalam jembatan garam yang memliki nilai yang berbeda. Mobilitas ion
merupakan kecepatan ion pada beda potensial antara kedua laruran elektrolit.
Konsentrasi larutan elektrolit pada jembatan garam lebih tinggi dari elektrolit
dikedua elektroda maka ion negatif dalam jembatan garam akan masuk
kesetengah sel yang kelebihan muatan positif dan ion positif akan berdifusi
kebagian lain yang kelebihan muatan negatif. Mobilitas ionik dalam jembatan
garam berpengaruh terhadap Rlarutan, dimana semakin kecil nilai Rlarutan maka nilai
arus yang dihasilkan akan maksimal sesuai dengan Hukum Ohm yang
mengatakan bahwa hambatan berabanding terbalik dengan arus. Untuk nilai
Rlarutan NaCl didapatkan sebesar 2,72, untuk BaCl2 9,25 dan MgCl2 10,32. Nilai
Rlarutan kecil dikarenakan mobilitas ionik yang seimbang, maka jumlah ion yang
berpindah dalam waktu yang sama seimbang.
3. Kesimpulan :
a. Variasi konsentrasi COD mempengaruhi kinerja MFC yaitu dengan semakin
besar konsentrasi influen COD maka semakin besar selisih penurunan
konsentrasi COD dan semakin besar nilai power density. Ketiga jenis larutan
garam berfungsi baik dalam menurunkan kadar COD, dan dalam power density
menghasilkan nilai yang berbeda-beda karena pengaruh mobilitas ionik yaitu
semakin kecil Rlarutan lautan garam maka akan menghasilkan power density
yang besar Rlarutan NaCl < Rlarutan BaCl2 < Rlarutan MgCl2, sehingga power
density NaCl lebih besar dari kedua jenis garam lainnya.
b. Konsentrasi COD optimum yang dihasilkan pada penelitian ini dihasilkan oleh
konsentrasi COD 800 mg/l dengan nilai efisiensi 92,3% dan jenis larutan
22

garam yang optimal dihasilkan oleh jenis NaCl dengan power density optimal
454,8 mW/m2.
2.7.2 Menurut Winaya, dkk. (2011)
1. Judul : MEMANFAATKAN AIR BILASAN BAGAS UNTUK
MENGHASILKAN LISTRIK DENGAN TEKNOLOGI MICROBIAL FUEL
CELL
2. HASIL DAN ANALISA
Data dibagi menjadi dua kelompok data yaitu diameter 2 inhci dan 4 inhci
dengan pemasangan 3, 6 dan 9 batang elektrode pada anoda dan katodanya
dengan panjang membran (PEM) yang sama 10 cm pengoperasian dengan satu
pompa udara. Kepadatan arus dihitung dan dibuatkan grafiknya terhadap tegangan
sell dan power density pada tahanan luar yang berbeda untuk mendapatkan kurve
polarisasi.

Gambar 2.7 Grafik fungsi tegangan sell yang dihasilkan terhadap tahanan
(Sumber : Winaya dkk., 2011)

Grafik pada gambar diatas PEM dengan diameter 2 inch dengan 3 batang
grafit menghasilkan teganggan sel 6,03 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus
meningkat seiring dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 17,32
mV, untuk 6 batang grafit menghasilkan teganggan sel 9,53 mV pada tahanan
1.000 ohm dan terus meningkat seiring dengan peningkatan tahanan sampai
15.000 ohm sebesar 28,21 mV serta untuk 9 batang grafit menghasilkan
teganggan sel 18,08 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus meningkat seiring
dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 45,66 mV.
23

PEM dengan diameter 4 inch dengan 3 batang grafit menghasilkan


teganggan sel 8,08 mV pada tahanan 1.000 ohm dan terus meningkat seiring
dengan peningkatan tahanan sampai 15.000 ohm sebesar 33,68 mV.
Dapat simpulkan bahwa peningkatan tegangan sell berbanding lurus
dengan peningkatan tahanan luar, tegangan sell terendah pada penggunaan 3
batang.

Gambar 2.8 Grafik fungsi power density yang dihasilkan terhadap kerapatan arus dengan 3 batang
grafit untuk diameter PEM 2 inch dan 4 inch
(Sumber : Winaya, dkk., 2011)

Pada Gambar diatas luasan 3 grafit yaitu 14 cm2 × 3 = 42 cm2 pada


diameter PEM 2 inch tahanan luar 1 KOhm untuk nilai tertinggi dicapai sebesar
864,30 mW/cm2 dan arus sebesar 6,03 mA/cm2. Sedangkan tegangan sel tertinggi
17,32 mV pada tahanan 15 KOhm, pada PEM 4 inch tahanan luar 1KOhm untuk
nilai tertinggi dicapai sebesar 1552,52 mW/cm2 dan arus sebesar 8,08 mA/cm2,
sedangkan tegangan sel tertinggi 33,68 mV pada tahanan 15K Ohm. Peningkatan
yang terjadi dari PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing-masing tegangan sel
62,88%, arus 34,00 % dan power density 79,63 %. Peningkatan yang terjadi dari
PEM 2 inch ke PEM 4 inch adalah masing-masing sebagai berikut : tegangan sel
23,41%, arus 40,82%, dan power density 98,65%.
2.1 Efek luasan Elektroda
Kecendrungan bahwa besaran power density nilainya meningkat dengan
adanya peningkatan luasan permukaan elektroda. Seperti diketahui bahwa luasan
permukaan elektroda berarti menyediakan luasan yang lebih besar untuk tempat
kontak bakteri mentransfer elektron ke elektroda memberikan efek terhadap
power density yang dihasilkan, untuk itulah normalisasi produksi power dilakukan
24

terhadap luasan anoda persamaan 2.4 (Logan, 2008). Pencapaian nilai


optimumnya berbeda pada perlakuan pengoperasian pompa udara atau aerasi
paksa di katode dan dimeter PEM yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa tidak
selalu hanya luas permukaan anoda saja yang mempengaruhi produksi power ada
hal-hal lain yang mempengaruhi. Alasan tersebut dikuatkan oleh pernyataan
(Cheng dkk. 2006) yaitu untuk sistem yang menggunakan luas permukaan anoda
yang relatif jauh lebih besar dari luasan katodanya maka akan lebih baik untuk
menormalisasi produksi power dengan luasan katodanya.

Gambar 2.9 Grafik hubungan antara luasan permukaan elektroda terhadap power density untuk
diameter PEM 2 inch dan diameter PEM 4 inch
(Sumber : Winaya dkk., 2011)

2.2 Efek Diameter PEM


Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tahanan dalam
adalah dengan metode puncak power density. Bahwa daya maksimum terjadi pada
titik dimana tahanan dalam sama dengan tahanan luar. Dengan demiakian, kita
dapat mengidentifikasi tahanan dalam dengan mencatat tahanan eksternal dalam
memproduksi keluaran daya puncak. Pada diameter PEM 2 inch, puncak power
density dicapai pada elektroda dengan luasan 126 cm2 dengan menghasilkan
power density 2595,29 mW/cm2 pada kerapatan arus 18,08 mA/cm2 dengan
tegangan sel 18,08 mV sedangkan dengan diameter PEM 4 inch diperoleh puncak
power density adalah 5155,66 mW/cm2 pada kerapatan arus 25,49 mA/cm2 serta
tegangan sel 25,49 mV, jadi dengan pengurangan PEM (jembatan garam) dengan
diameter 2 inch dengan diameter 4 inch dapat meningkatkan power density.
25

3. Kesimpulan : Pada studi ini dengan menggunakan metode kurva polarisasi


untuk mengoptimasi rancangan MFC, menunjukkan hasil bahwa :
a. Air bilasan bagas dapat digunakan untuk bahan bakar MFC dengan
memanfaatkan bakteri yang diambil dari organisme hidup yang disebut bentos
diambil di daerah bentic bendungan air sungai Badung, Suwung, Denpasar,
Bali.
b. Kondisi optimal MFC tipe H+ berbahan bakar air bilasan bagas ini
menghasilkan power density sebesar 550 mW/m2. Hasil ini mendekati hasil
MFC dengan bahan bakar sewage sludge 788 mW/m2 dan lebih tinggi dari
MFC continous operation dengan bahan bakar enriched microbial consortium
yang menghasilkan power density 560 mW/m2.
2.7.3 Menurut Kristin (2012)
1. Judul : PRODUKSI ENERGI LISTRIK MELALUI MICROBIAL FUEL CELL
MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TEMPE.
2. Hasil dan Pembahasan
2.1 Reaksi Kimia di Kompartemen Katoda dan Kompartemen Anoda
Larutan elektrolit yang digunakan pada MFC diletakkan pada
kompartemen katoda. Novitasari (2011) membandingkan produksi listrik yang
dihasilkan sistem MFC dengan larutan elektrolit kalium ferisianida (K3Fe(CN)6) 1
M dan kalium permanganat (KMnO4) 1 M. Dari eksperimen tersebut, sistem
MFC yang menggunakan larutan elektrolit kalium permanganat memberikan kuat
arus dan tegangan yang lebih besar dibandingkan dengan MFC yang
menggunakan larutan elektrolit kalium ferisianida, yaitu sebesar 19% untuk kuat
arus dan 12% untuk tegangan. Nilai potensial di anoda umumnya ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain laju konversi substrat dan laju transfer elektron dari
bakteri ke permukaan elektroda di anoda sedangkan nilai potensial di katoda
hanya ditentukan oleh jenis akseptor elektron yang digunakan.
Proton dan elektron yang berasal dari anoda digunakan untuk mereduksi
Mn7+ menjadi Mn4+. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Guerrero, 2010).
MnO4- + 4H+ + 3e-  MnO2 + 2H2O (2.1)
26

Kalium permanganat juga mengalami fotodekomposisi atau terdekomposisi jika


terkena cahaya. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Guerrero, 2010).
2KMnO4  K2MnO4 + MnO2(s) + O2 (2.2)
Maka saat eksperimen dijalankan, kompartemen katoda yang berisi elektrolit
ditutup dengan alumunium foil untuk menghindari fotodekomposisi.
Kompartemen katoda dan anoda berisi larutan buffer fosfat 0,1 M dengan
pH 7,0 yang berfungsi menyeimbangkan pH larutan di kedua kompartemen dalam
sistem MFC. Selain itu, larutan buffer fosfat juga berfungsi menambah kekuatan
ion dan konduktivitas larutan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan nilai
power density (Min et al., 2008) dan juga menyediakan proton (Chae et al., 2008).
Kompartemen anoda MFC diisi dengan limbah yang mengandung molekul
biodegradabel dan mikroba. Mikroba yang terdapat dalam limbah tersebut
kemudian akan mengoksidasi molekul biodegradabel menghasilkan elektron,
proton dan CO2. Proton menuju ke katoda melalui larutan elektrolit sedangkan
elektron akan menempel ke anoda, kemudian mengalir melalui sirkuit listrik ke
katoda. Aliran elektron inilah yang menghasilkan daya listrik. Pada katoda
elektron, proton dan oksigen bergabung membentuk H2O. Secara umum reaksinya
dapat dituliskan dalam Persamaan 2.3. dan 2.4. :

Anoda : Molekul Biodegradabel + H2O → CO2 + e- + H+ (2.3)

Katoda : O2 + e- + H+ → H2O (2.4)


Limbah industri kedelai mengandung protein, karbohidrat dan lemak yang
merupakan senyawa biodegradabel. Senyawa ini kemudian telah terurai oleh
mikroba menjadi molekul yang lebih sederhana yang sebagian besar berupa asetat
dan senyawa gula sederhana (glukosa, sukrosa, dan sebagainya). Senyawa
sederhana inilah yang kemudian diuraikan lagi dalam sistem MFC untuk konversi
menjadi listrik. Oleh karena itu persamaan bisa dituliskan lagi sebagai berikut :
a. Gula sederhana sebagai molekul biodegradable terdegradasi seperti yang
ditunjukkan persamaan 2.5 dan 2.6

Anoda : CxHyOz + H2O → CO2 + e- + H+ (2.5)

Katoda : O2 + e- + H+ → H2O (2.6)


27

Molekul sederhana yang diberikan substrat MFC seperti asetat akan terdegradasi
(Liu et al., 2005) seperti yang ditunjukkan persamaan 2.7 dan 2.8
b. Asetat sebagai moleku biodegradable

Anoda : CH3COOH + 2H2O → 2CO2 + 8e- + 8H+ (2.7)

Katoda : 2O2 + 8e- + 8H+ → 4H2O (2.8)


2.2 Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Substrat
Eksperimen MFC dilakukan menggunakan substrat limbah tempe model
dan limbah tempe model yang ditambahkan glukosa dengan perbandingan 1:1
(v/v). Kompartemen anoda dioperasikan tanpa menggunakan mediator elektron
(mediator-less), dimana elektron yang dihasilkan dari degradasi senyawa organik
oleh mikroba disalurkan menuju elektroda secara langsung tanpa bantuan zat
kimia tambahan. Kuat arus dan tegangan diukur selama satu siklus batch.
Tegangan yang diukur dalam penelitian MFC ini juga disebut Open Circuit
Voltage (Tegangan Sirkuit Terbuka) karena sirkuit listrik, yang dalam penelitian
ini merupakan sistem MFC, tidak diberikan beban atau hambatan listrik eksternal
seperti resistor atau lampu. Untuk mendapatkan nilai power density yang dapat
mewakili produksi listrik yang dihasilkan oleh sistem MFC. Power density sistem
MFC dengan variasi ini digambarkan dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Produksi istrik pada variasi jenis substrat


(Sumber : Kristin, 2012)

Kedua variasi memberikan produksi listrik (dalam nilai power density)


yang besar di awal eksperimen yaitu sebesar 1,65 x 10 -6 mW/m2 untuk limbah
tempe model murni dan 9,59 x 10 -7 mW/m2 untuk limbah industri tempe dengan
tambahan glukosa, yang kemudian turun secara perlahan seiring berjalannya
28

waktu. Banyaknya senyawa organik yang dapat dikonsumsi oleh mikroba


membuat metabolisme mikroba meningkat tajam, yang diindikasikan oleh
meningkatnya produksi listrik hasil metabolisme. Pada eksperimen ini, limbah
tempe model menghasilkan listrik dari sistem MFC lebih tinggi 41,85% daripada
limbah industri tempe model yang ditambahkan glukosa dengan rasio 1:1 (v/v),
dengan nilai power density maksimum 1,64 x 10 -6 mW/m2. Glukosa adalah
substrat yang biasa digunakan dalam eksperimen MFC karena mudah dioksidasi
oleh mikroba sehingga produksi listrik dari sistem MFC dapat meningkat (Kim et
al., 2000), namun berdasarkan penelitian ini, penambahan glukosa pada limbah
tempe model tidak meningkatkan produksi listrik pada sistem MFC.
2.4 Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi
Setelah didapatkan jenis substrat yang menghasilkan power density yang
lebih besar, yaitu limbah tempe model, dilakukan variasi waktu inkubasi.
Kompartemen anoda kembali dioperasikan tanpa menggunakan mediator elektron
(mediator-less). Power density sistem MFC dengan variasi lama waktu inkubasi
digambarkan dalam gambar 2.11.

Gambar 2.11 Produksi listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi


(Sumber : Kristin, 2012)

Dari data pengamatan yang didapatkan, terlihat bahwa limbah model


dengan inkubasi 1 minggu memberikan produksi listrik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan waktu inkubasi 1 hari dan 1 bulan. Hal ini disebabkan pada
waktu inkubasi 1 minggu, konsorsium mikroba (biofilm) yang terbentuk untuk
mendegradasi senyawa organik lebih stabil dibanding limbah dengan waktu
inkubasi satu hari. Biofilm ini dibutuhkan untuk mendegradasi substrat secara
optimal (Rabaey et al., 2005).
29

Hasil pengamatan pada eksperimen MFC menggunakan substrat limbah


tempe model dengan lama waktu inkubasi 1 bulan menunjukkan hasil yang
berbeda. Limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 bulan menghasilkan
power density maksimum yang paling rendah dibandingkan substrat lainnya di
awal eksperimen, yaitu 1,4 x 10-6 mW/m2. Hal ini disebabkan kandungan senyawa
organik yang sudah terdegradasi seiring substrat diinkubasikan. Namun, limbah
dengan waktu inkubasi 1 bulan ini memberikan produksi listrik yang cukup stabil,
bahkan meningkat di jam ke 7 dari 1,39 x 10-6 mW/m2 menjadi 1,42 x 10 -6
mW/m2 dan terus meningkat. Terbentuknya biofilm yang lebih stabil pada
substrat dengan waktu inkubasi yang paling lama diperkirakan membuat MFC
lebih lama memproduksi listrik. Mikroba membutuhkan waktu untuk beradaptasi
di lingkungan sekitarnya dan untuk bereproduksi sehingga dibutuhkan waktu yang
cukup lama agar terbentuk konsorsium mikroba yang stabil.
2.5 Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Limbah Industri Tempe
Dari hasil eksperimen sebelumnya, didapatkan jenis substrat dan lama
waktu inkubasi substrat yang menghasilkan power density yang lebih besar, yaitu
limbah industri tempe murni tanpa tambahan dan dengan lama waktu inkubasi 1
minggu. Kedua hasil eksperimen yang optimal tersebut digunakan untuk
eksperimen MFC menggunakan limbah industri tempe. Kompartemen anoda
kembali dioperasikan tanpa menggunakan mediator elektron (mediator-less). Data
pengamatan dibandingkan dengan data eksperimen MFC menggunakan limbah
tempe model. Kuat arus dan tegangan diukur selama satu siklus batch.
Produksi listrik yang dihasilkan limbah tempe model lebih besar
dibandingkan limbah industri tempe. Power density maksimum yang dihasilkan
limbah industri tempe adalah 1,95 x 10 -7 mW/m2 atau sekitar 9 kali lipat lebih
rendah dibandingkan power density maksimum yang dihasilkan limbah tempe
model, yaitu 1,74 x 10-6 mW/m2.
Selain itu, membran penukar proton yang digunakan juga mengambil andil
dalam turunnya produksi listrik pada penggunaan limbah industri tempe sebagai
substrat. Membran PEM semakin sulit untuk dibersihkan dari pengotor (fouling)
karena pemakaian berulang kali sebelum eksperimen ini dijalankan.
30

Residu KMnO4 kemungkinan besar menempel pada membran dan karena


sering digunakan, maka semakin banyak residu KMnO4 yang terakumulasi pada
permukaan membran, yang mengakibatkan luas permukaan membran efektif
mengecil dan perpindahan proton dari kompartemen anoda ke kompartemen
katoda terhambat. Selain itu, peningkatan power density juga dapat ditingkatkan
dengan memperluas permukaan elektroda agar semakin banyak elektron yang
dapat ditransfer menuju elektroda dan mengalir menuju kompartemen katoda.
3. Kesimpulan :
a. Limbah tempe model menghasilkan listrik dari sistem MFC lebih tinggi 41,85%
daripada limbah industri tempe model yang ditambahkan glukosa dengan rasio
1:1 (v/v), dengan nilai power density maksimum 1,64 x 10-6 mW/m2.
b. Limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 minggu menghasilkan listrik
lebih banyak dari sistem MFC dibanding dengan limbah industri tempe model
dengan waktu inkubasi 1 hari dan 1 bulan, yaitu dengan nilai power density
maksimum 1,74 x 10-6 mW/m2.
c. Limbah industri tempe dengan waktu inkubasi 1 minggu menghasilkan listrik
yang lebih rendah dibanding limbah tempe model dengan waktu inkubasi yang
sama, yaitu dengan power density maksimum 1,95 x 10-7 mW/m2. Maka
perbaikan desain MFC diperlukan agar produksi listrik dapat ditingkatkan dan
dapat diterapkan untuk menghasilkan energi listrik yang berguna di kehidupan
sehari – hari.

2.8 Rumus – Rumus dan Perhitungan


2.8.1 Menurut Kristin (2012)
Dengan cara penentuan dan perhitungan preparasi larutan

Molar = . ....................................................................(2.9)

Serta membuat data produksi listrik MFC yang mengenai Variasi jenis substrat,
Variasi lama waktu inkubasi, serta penambahan limbah.
Pada penelitian tersebut juga dilakukan analisis pengaruh variasi
parameter operasi terhadap kinerja MFC. Kinerja MFC ini dilihat dari kuat arus
31

(I) dan tegangan (V) yang dihasilkan melalui pengukuran menggunakan digital
multimeter. Dari data kuat arus dan tegangan, dapat diperoleh nilai power density
(mW/m2), yaitu daya per satuan luas permukaan elektroda. Power density dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut.

Power density (mW/m2) = (Momoh et al., 2010).

2.8.2 Menurut Akbar dkk. (2017)


Kuat arus dan tegangan yang dihasilkan sistem diukur menggunakan
milimeter. Pengambilan data dilakukan setiap 5 menit selama 150 menit, dengan
dua kali pengukuran untuk setiap kombinasi elektroda. Data ini nantinya juga
akan diolah untuk mendapatkan nilai daya, kerapatan daya, dan energi listrik.
Besarnya nilai-nilai tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
P = daya = tegangan (V) × arus (A)

Pd = kerapatan daya =

E = energi = P (W) × t (detik)


Keterangan :
P = Daya (W)
V = Tegangan (V)
I = Arus (A)
Pd = Kerapatan daya (W/m2)
A = Luas Permukaan Anoda (m2)
E = Energi (J)
T = Waktu Fermentasi (detik)
2.8.3 Menurut Winaya dkk. (2011)
Pengamatan dilakukan pada hari ke 7 – 9 dimana MFC telah menunjukan
tegangan 240 mV. Tegangan yang terukur kemudian dikonversi menjadi arus
dengan hukum Ohm, persamaannya :
E = I RExt ..........................................................................................................(2.10)
Simbol E untuk tegangan sell agar tidak membingungkan dengan simbol dari
satuannya (Vot) dan power density dihitung dengan persamaan :

P= ......................................................................................................(2.11)
32

Dimana AAn luas permukaan anoda = 0.01125 m2 dan RExt adalah tahanan luar
(Ω).
Pengambilan data dilakukan selama 5 jam setiap kali pengambilan data
dilakukan, dan nilai rata-ratanya digunakan untuk memplot grafik hasil.
Kemudian dengan metode kurva polarisasi dan kurva power density digunakan
untuk menggambarkan unjuk kerja MFC berbahan bakar air biasan bagas.
2.8.4 Menurut penelitian yang dilakukan Kristin (2012)
Pada penelitian ini, dilakukan analisis pengaruh variasi parameter operasi
terhadap kinerja MFC. Kinerja MFC ini dilihat dari kuat arus (I) dan tegangan (V)
yang dihasilkan melalui pengukuran menggunakan digital multimeter dan analog
mikroampere. Dari data kuat arus dan tegangan, dapat diperoleh nilai power
density (mW/m2), yaitu daya per satuan luas permukaan elektroda. Power density
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Momoh et al, 2010) :

Power density (mW/m2) = ..........................................................(2.12)

Keterangan :
I (mA) = Kuat Arus dengan satuan mikro ampere
V = Tegangan
A (m2) = Luas Permukaan elektroda dengan satuan m2
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini di laksanakan di laboratorium Mesin Otomotif dan Gedung
pusat Laboratorium Biosain Politeknik Negeri Jember Jl. Mastrip no. 164 Jember.
Waktu penelitian berlangsung mulai bulan Juli 2019 – Desember 2019.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat yang digunakan :
1. Tabung plastik
2. Pipa U kimia (untuk jembatan garam)
3. Multimeter Digital
4. Gelas Ukur
5. Pipet
6. ATK
7. bor (untuk melubangi tabung plastik/ tabung kaca)
8. APD (sarung tangan, masker, kacamata)
9. kabel plus dan minus
10. Kabel tembaga
11. Tali kapas
12. Elektroda dari batang grafit yang berbentuk silinder (h = 45 mm, d = 8 mm)
3.2.2 Bahan yang Digunakan :
1. Air bilasan tebu (tetes tebu)
2. Larutan NaCl 1 M
3. Agar-agar
4. Pompa Udara Kiyosaki Air Pump AP – Q31 1 lubang, 220 – 240 V, frekuensi :
50/60 Hz, daya : 2,5 watt, max output : 3 L/Min
5. Aquadest
6. KMnO4 1 M
7. HCl dan NaOH Untuk preparasi elektroda grafit

33
34

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Skema Instalasi MFC

Gambar 3.1 Skema Instalasi MFC

Keterangan gambar :
1. Pompa udara (Kiyosaki Air Pump AP – Q31 1 lubang, 220 – 240 V, frekuensi :
50/60 Hz, daya : 2,5 watt, max output : 3 L/Min)
2. Kotak plastik (katode kontainer, berisi KmnO4 1 M yang diarutkan dengan
Aquades volume 450 ml dan buffer fosfat 50 ml, uk : 10 cm x 10 cm x 10 cm,
total volume kompartemen katode 500 ml)
3. Kotak plastik (anode kontainer, berisi air bilasan tebu (tetes) volume 250 ml
dan lumpur sawah volume 250 ml serta buffer fosfat 50 ml, uk : 10 cm x 10 cm
x 10 cm, Volume total anode 550 ml)
4. Lumpur bakteri bentos (Lumpur sawah Volume : 250 ml)
5. Kotak plastik berisi air pelepas biogas (wadah berbentuk balok berukuran 5 cm
x 5 cm x 5cm)
6. Alat ukur multimeter
7. Jembatan garam (PEM, berisi agar – agar dan larutan NaCl 1 M, berbentuk
tabung U, dengan diameter dalam 15,7 mm)
8. Elektroda (grafit baterai berjumah 3 buah dengan ukuran h : 45 mm, D : 8 mm).
35

3.3.2 Desain dan kontruksi MFC

Gambar 3.2 : Kontruksi MFC


36

3.4 Diagram Alir Penelitian


Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

Mulai

Pengumpu
lan alat
dan bahan

Tahap
persiapan

Tahap seeding
dan aklimatiasi

Tahap Running

Analisis
aktivitas Tidak
mikroba dan
tegangan

Ya
pengambilan
data hasil
analisis

Selesai
37

Keterangan diagram alir penelitian :


1. Mulai : Untuk memuai dari proses peneitian yaitu dengan mengumpukan
sumber – sumber peneitian terdahulu, pembuatan proposal, serta study literatur.
2. Pengumpulan alat dan bahan : Proses ini adalah tahap paling awal dari proses
penelitian yaitu proses pengumpulan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
memulai penelitian.
3. Tahap Persiapan : Pada tahap ini alat dan bahan sudah mulai terkumpul serta
proses perakitan kontruksi MFC juga sudah selesai diakukan.
4. Tahap seeding dan aklimatiasi : Pada tahap ini adaah tahap dari penelitian awal
yaitu penelitian penurunan kadar gukosa pada air biasan tebu serta efisiensi
kenaikan removal COD.
5. Tahap Running : Pada tahap ini yaitu proses penelitian pH arutan dari NaCl
serta penurunan kadar glukosa dan removal COD setiap 3 hari sekali dan
tegangan yang dihasilkan pada setiap penelitian yang diakukan.
6. Analisis aktivitas mikroba dan tegangan : Pada tahap ini dilakukan penelitian
untuk mengetahui jenis bakteri pada penelitian ini dan tegangan serta power
density yang dihasilkan pada metode MFC tersebut. Apabila tegangan yang
dihasilkan tidak sesuai target atau bakteri tidak bisa tumbuh dan melakukan
proses perkembangan secara normal maka harus diakukan penelitian dari tahap
persiapan untuk memeriksa dan mengetahui kekurangan dan kendala pada
proses penelitian tersebut.
7. Pengambilan data hasil analisis : Pada tahap ini diakukan pengambilan data
apabila semua proses penelitian diatas sesuai target. Tahap ini yaitu mengambil
data yang dihasilkan dari penelitian tersebut untuk dijadikan pembahasan pada
tugas akhir atau skripsi ini.
8. Selesai : Pada tahap ini data sudah selesai di ambil dan siap untuk dijadikan
pembahasan serta referensi dari peneitian ini.

3.5 Langkah Pengaplikasian


Pada gambar 1 di atas menunjukkan skema diagram microbial fuel cell
(MFC) yang di gunakan pada penelitian ini dimana kapasitas tangki reaktor
38

masing-masing volumenya 1 liter pada kedua sisi terbuat dari plastik. Aliran udara
di masukkan dengan menggunakan pompa udara model Kiyosaki Air Pump AP –
Q31 1 lubang, 220 – 240 V, frekuensi : 50/60 Hz, daya : 2,5 watt, max output : 3
L/Min. Elektroda menggunakan batang grafit (carbon) yang berbentuk silinder
(h= 45 mm, d= 8 mm) dengan luas permukaan = 0,00123088 m2 per batang.
Jumlah batang grafit 3 buah sama pada sisi anoda dan katoda. Untuk langkah
preparasi elektroda sebelum pemasangan kedalam kompartemen anoda dan
katoda, diakukan sterilisasi atau direndam dahulu ke dalam larutan HCl 50 ml
selama 1 hari dan dibilas dengan menggunakan aquadest, setelah itu elektroda
direndam kedalam larutan NaOH 50 ml selama 1 hari kemudian dibilas lagi
menggunakan aquades. Membran dibuat berupa jembatan garam dari pipa U yang
diisi agar-agar dengan melarutkan NaCl 1 M kedalam agar-agar saat agar-agar
diseduh. Penelitian ini juga dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu tahap persiapan,
tahap seeding dan aklimatiasi, dan tahap running.
3.5.1 Tahap Persiapan
Pada Tahap ini dilakukan perakitan kontruksi mfc, preparasi substrat pada
kompartemen anoda dan preparasi larutan KMnO4 sebagai elektrolit pada
kompartemen katoda, serta persiapan alat dan bahan, dan juga preparasi elektroda
serta preparasi jembatan garam. Pada preparasi elektroda, bahan elektroda yang
digunakan adalah material dari karbon grafit dengan diameter 8 mm dan tinggi 16
mm yang diukur dengan jangka sorong (sketmat). Untuk preparasi jembatan
garam yaitu, jembatan garam diisi dengan agar – agar yang sudah dicampurkan
dengan NaCl 1 M setelah itu tunggu beberapa menit sampai agar – agar mengeras.
Preparasi pada anoda yaitu menambahkan lumpur sawah 250 ml dan juga
tetes tebu (Molasse) sebanyak 250 ml.

Gambar 3.3 Tetes tebu 250 ml


39

Pada kompartemen katoda diisi dengan KMnO4 sebanyak 71,17 gram atau
1 M dan dilarutkan kedalam Aquadest sebanyak 450 ml. Untuk penetralan larutan
dari kedua kompartemen ditambahkan buffer fosfat dengan Ph 7 masing – masing
dengan volume 50 ml atau 0,1 M. Buffer fosfat agar proton dapat mengalir
sempurna dalam kompartemen katoda yang berisi larutan KMnO4 serta elektron
yang terdapat pada kompartemen anoda yang berisi substrat mikroba dapat
mengalir dengan sempurna.
1. Preparasi Elektroda
Proses preparasi elektroda ini sebagai tahap persiapan pembuatan
rangkaian MFC. Elekteroda terbuat dari bahan grafit baterai berbentuk batang
berukuran tinggi 45 mm dan diameter 8 mm. Untuk preparasi elektroda dari
sistem MFC diatas adalah dengan merendam batang grafit tersebut dengan larutan
HCl dan NaOH. Untuk volume larutan HCl dan NaOH sebanyak 50 ml. Untuk
kedua larutan tersebut berfungsi untuk membersihkan elektroda dan aquades
untuk membilas elektroda setelah di rendam di kedua larutan tersebut dari batang
grafit. Untuk langkah pertama rendam terebih dahulu dengan HCl sekitar 1 hari
setelah itu dibilas menggunakan aquades. Setelah itu sterilkan kembali batang
grafit dengan larutan NaOH 50 ml selama 1 hari setelah itu bilas juga
menggunakan aquades. Setelah selesai, tetap rendam elektroda tersebut
menggunakan aquades sampai waktu akan digunakan. Sterilisasi elektroda grafit
dengan menggunakan 2 larutan HCl dan NaOH dituangkan kedalam gelas ukur
dengan volume sebesar 50 ml.
2. Preparasi Jembatan Garam
Preparasi pada jembatan garam ini menggunakan pipa U kimia sebagai
jembatan garam. Preparasi yang dilakukan adalah dengan menambahkan agar –
agar dengan volume 55 ml yang sudah dicampurkan dengan NaCl sebanyak 1 M
dimasukkan kedalam pipa U, setelah itu tunggu hingga agar – agar mengeras
(padat). Penggunaan NaCl pada jembatan garam karena NaCl selain murah dan
mudah dalam penggunaan juga merupakan larutan asam yang dapat digunakan
untuk mengalirnya proton yang terdapat pada kompartemen katoda agar
menghasilkan beda potensial yang lebih tinggi. Penggunaan pipa U kimia sebagai
40

jembatan garam agar larutan KMnO4 sebagai elektrolit yang terdapat pada
kompartemen katoda serta lumpur sawah + tetes tebu yang terdapat pada
kompartemen anoda tidak bercampur. Pipa U yang digunakan merupakan pipa U
yang diameter dalamnya berukuran 15,7 mm, diukur menggunakan jangka sorong
(sketmat) untuk mengetahui diameter dalam pada pipa U tersebut dan mempunyai
tinggi 15 cm.
3. Preparasi Substrat pada Kompartemen Anoda dan Elektrolit pada
Kompartemen Katoda
Pada Kompartemen anoda, diisi dengan lumpur sawah dengan volume 250
ml dan ditambahkan dengan tetes tebu (molasse) sebagai makanan dari bakteri
atau mikroorganisme dengan volume sebesar 250 ml. Perbandingan volume yang
terdapat pada anoda dibuat 1:1 agar bakteri atau mikroorganisme dapat
berkembang secara pesat karena proses cataytic mikroorganisme membutuhkan
asupan yang seimbang agar bakteri atau mikroorganisme dapat berkembang biak
dengan sempurna sehingga mikroorganisme tidak mudah mati dan dapat
menghasilkan beda potensial yang lebih tinggi pula. Untuk menetralkan Ph
digunakan buffer fosfat dengan Ph 7 agar kompartemen anoda tidak mengalami
keadaan terlalu basa sehingga bakteri atau mikroorganisme juga dapat bertahan
hidup dan berkembang biak lebih lama. Setelah itu ditutup rapat agar tidak
terkontaminasi dengan suhu dan udara di luar ruangan pada kompartemen anoda.
Pada Kompartemen katoda diisi dengan larutan KMnO4 1 M dan
dilarutkan dalam aquadest dengan volume sebesar 450 ml. KMnO 4 berfungsi
sebagai elektrolit terlarut yang berfungsi untuk meningkatkan laju proton dan
merupakan sebagai elektrolit pemacu dari kenaikan beda potensial dari sistem mfc
tersebut. Untuk menetralisasi larutan pada kompartemen katoda digunakan juga
buffer fosfat sebesar 50 ml, buffer fosfat merupakan cairan elektrolit yang
berfungsi sebagai penetralan dari kedua kompartemen yang memiliki Ph sebesar 7
agar keadaan dalam kompartemen tidak terlalu basa.
3.5.2 Tahap Seeding dan Aklimitiasi
Pada tahap ini dilakukan treatment pada sistem mfc yaitu penambahan
substrat mikroba pada anoda dan ditambahkan dengan air bilasan tebu (tetes tebu)
41

sebagai konsumsi substrat mikroba untuk memacu perkembangan mikroba dengan


perbandingan 1:1 dengan volume masing – masing bahan adalah 250 ml. Setelah
penambahan selesai dilakukan, tambahkan buffer fosfat Ph 7 dengan volume 50
ml yang berfungsi sebagai larutan penetral dalam kompartemen anoda. Setelah itu
siapkan pula elektroda grafit yang akan digunakan untuk perlakuan pada
penelitian kali ini, sebelum menanamkan elektroda pada kompartemen anoda
pastikan elektroda sudah tersambung dan terpasang rapat serta sudah dilakukan uji
coba agar pada saat analisis dilakukan tidak mengalami suatu kendala atau
tegangan yang dihasilkan dari masing – masing kompartemen dapat mengalir
pada elektroda grafit yang digunakan.
Pada kompartemen katoda dilakukan penambahan KMnO4 1 M dan
dilarutkan kedalam aquadest dengan volume 450 ml dan diaduk rata
menggunakan spatula khusus untuk mengaduk dan melarutkan zat kimia yang
digunakan. Pemilihan KMnO4 dipilih karena KMnO4 atau kalium permanganat
adalah katolit terbaik yang dapat mengoksidasi oksigen dengan cepat dan efisien
akan tetapi kalium permanganat memiliki kelemahan yaitu apabila terkena sinar
matahari secara langsung, larutan dapat mengalami fotodekomposisi atau
penurunan fungsi larutan tersebut. Maka setelah dimasukkan dan direparasi dalam
wadah atau kompartemen katoda larutan KMnO4 (kalium permanganat) ditutup
rapat agar tidak terjadi fotodekomposisi. Pada kompartemen katoda ini juga
ditambahkan buffer fosfat sebesar 50 ml agar kompartemen pada katoda tidak
mengalami keadaan terlalu basa sehingga beda potensial serta power density yang
dihasilkan dari sistem mfc ini dapat terbaca. Kompartemen katoda merupakan
kompartemen yang mempengaruhi beda potensial, kuat arus, dan power density
yang dihasikan pada sistem mfc apabila mengalami suatu kendala maka juga
mempengaruhi output yang dihasilkan oleh sistem mfc tersebut.
1. Treatment Pada Kompartemen Anoda dan Katoda pada Sistem MFC Dual
Chamber
Setelah kedua kompartemen sudah dimasukkan kedalam kedua wadah
yang sudah disiapkan maka dilakukan penanaman jembatan garam yang sudah
dilakukan preparasi dan menanamkan elektroda grafit masing – masing
42

kompartemen terdapat tiga buah batang grafit sebagai elektroda. Setelah semua
bagian sudah terpasang maka dilakukan pengujian untuk mengetahui beda
potensial. Pengujian dilakukan pada setelah proses treatment atau persiapan sudah
siap, penelitian pada tahap seeding dan aklimitiasi ini dilakukan 14 hari sampai
hari ke – 7 untuk mengetahui kuat arus serta beda potensial yang dihasilkan, serta
analisis aktivitas mikroba dan pengecekan elektrolit dilakukan setiap 3 jam sekali
dengan waktu tinggal selama 9 jam dalam sehari pada minggu pertama atau 7 hari
pertama, sedangkan pada minggu kedua atau 7 hari kedua pengambilan data
dilakukan setiap jam dengan waktu tinggal yang sama dengan minggu pertama
yaitu 9 jam. Hal ini dilakukan agar bakteri mengalami perkembangan secara cepat
karena merupakan perlakuan yang harus dilakukan karena mikroba membutuhkan
waktu juga untuk mendegradasi senyawa – senyawa organik yang dihasilkan oleh
aktivitas mikroba tersebut.

Gambar 3.4 Kompartemen Anoda dan Katoda Microbial Fuel Cell

Pada gambar 3.4 diatas merupakan kompartemen dari anoda dan katoda
pada sistem microbial fuel cell. Kompartemen anoda ditandai dengan tutup yang
berwarna ungu dan pada kompartemen katoda ditandai dengan tutup yang
berwarna hijau. Pada penelitian ini anoda memiliki volume lebih banyak
dibandingkan volume dari katoda, hal ini dilakukan karena agar tegangan yang
dihasilkan pada kutub anoda lebih tinggi sedangkan pada katoda hanya berfungsi
sebagai penghantar proton menuju anoda.
43

3.5.3 Tahap Running


Pada tahap ini dilakukan perhitungan daya dan power density, serta
perbandingan tegangan (mV), power density yang dihasilkan dari pengambilan
data pada tahap sebelumnya yaitu tahap seeding dan aklimitiasi. Untuk
pembanding yang digunakan adalah pengambilan data dari pengambilan data 7
hari pertama serta 7 hari kedua. Untuk pembanding juga ditambahkan
pengambilan data dari hasil pengujian dari literatur yang digunakan yaitu hasil
penelitian sebelumnya dari Sidharta, dkk. (2007) agar dapat mengetahui tingkat
perbandingan data yang sudah diambil dengan data pada penelitian ini. Pada tahap
ini juga dijelaskan beberapa pengaruh substrat pada sistem MFC bejana sepasang,
pengaruh larutan elektrolit pada sistem MFC bejana sepasang, pengaruh elektroda
pada sistem MFC bejana sepasang, dan pengaruh jembatan garam pada sistem
MFC bejana sepasang.

3.6 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulan. Variabel yang dilaksanakan dari penelitian ini yaitu variabel bebas,
variabel terikat, variabel kontrol.
3.6.1 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang dibuat bervariasi dengan
besar nilai tertentu. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu tegangan.
3.6.2 Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang terjadi akibat adanya
variabel bebas. variabel terikat pada penelitian ini adalah daya dan power
density.
3.6.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat
dalam keadaan konstan. Variabel kontrol dalam penelitian ini yaitu suhu.
44

3.7 Analisis Data


3.7.1 Tabel Data Pengujian Tegangan dan Arus Listrik Minggu Pertama
Waktu Hasil pengukuran pada sistem MFC
Pengujian (jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)

3.7.2 Tabel Data Pengujian Tegangan dan Arus Listrik Minggu Kedua
Waktu Hasil pengukuran pada sistem MFC
Pengujian (jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)

3.7.3 Tabel Rata-Rata Tegangan pada Pengujian Minggu Pertama


Waktu Pengambilan Tegangan Rata-Rata
data (mV)
Hari ke-1
Hari ke- 2
Hari ke- 3
Hari ke- 4
Hari ke- 5
45

Hari ke- 6
Hari ke- 7
3.7.4 Tabel Rata-Rata Tegangan pada Pengujian Minggu Kedua
Waktu Pengambilan Tegangan Rata-Rata
data (mV)
Hari ke-1
Hari ke- 2
Hari ke- 3
Hari ke- 4
Hari ke- 5
Hari ke- 6
Hari ke- 7
3.7.5 Perbandingan Kenaikan Tegangan Rata-Rata Minggu Pertama dan Minggu
Kedua
Presentase kenaikan tegangan rata-
Waktu Pengambilan data rata minggu pertama banding minggu
kedua

Hari ke- 1
Hari ke- 2
Hari ke- 3
Hari ke- 4
Hari ke- 5
Hari ke- 6
Hari ke- 7

3.7.6 Presentase Kenaikan Daya Rata- Rata Minggu Pertama Banding Minggu
Kedua
Waktu Pengambilan data Presentase kenaikan daya rata- rata
minggu pertama banding minggu kedua

Hari ke- 1

Hari ke- 2
46

Hari ke- 3

Hari ke- 4

Hari ke- 5

Hari ke- 6

Hari ke- 7

3.7.7 Presentase kenaikan Power Density Rata- Rata Minggu Pertama Banding
Minggu Kedua
Waktu Pengambilan data Presentase kenaikan power density rata-
rata minggu pertama banding minggu
kedua

Hari ke- 1

Hari ke- 2

Hari ke- 3

Hari ke- 4

Hari ke- 5

Hari ke- 6

Hari ke- 7

3.7.8 Selisih Tegangan Rata-Rata Minggu Pertama


Selisih Waktu Pengambilan Selisih Tegangan Rata-Rata Minggu
data Pertama
Hari 1 ke hari 2
Hari 2 ke hari 3
Hari 3 ke hari 4
Hari 4 ke hari 5
Hari 5 ke hari 6
Hari 6 ke hari 7

3.7.9 Selisih Tegangan Rata-Rata Minggu Kedua


Selisih Waktu Pengambilan
Selisih Tegangan Rata-Rata Minggu Kedua
data
Hari 1 ke hari 2
47

Hari 2 ke hari 3
Hari 3 ke hari 4
Hari 4 ke hari 5
Hari 5 ke hari 6
Hari 6 ke hari 7

3.7.10 Grafik Tegangan Rata-Rata pada Minggu Pertama


Pada grafik tersebut bertujuan untuk mencari tegangan rata-rata
maksimum yang dihasilkan pada pengambilan data pada minggu pertama,
serta pengaruh kenaikan serta penurunan tegangan rata-rata pada
pengambilan data tersebut.
3.7.11 Grafik Tegangan Rata-Rata pada Minggu kedua
Pada grafik tersebut bertujuan untuk mencari tegangan rata-rata
maksimum yang dihasilkan pada pengambilan data pada minggu kedua,
serta pengaruh kenaikan serta penurunan tegangan rata-rata pada
pengambilan data tersebut.
3.7.12 Grafik Daya dan Power Density Minggu Pertama
Grafik analisa data pada penelitian ini yaitu grafik waktu penelitian
(jam) pada minggu pertama pengambilan data yang menghasilkan daya
dan power density dari hasil tegangan dan arus yang dihasilkan pada
penelitian tersebut. Grafik ini bertujuan untuk mengetahui tingat kenaikan
serta penurunan hasil daya dan power density yang dihasilkan di setiap
pengujian dari penelitian tersebut dengan membaca rata-rata daya dan
power density yang dihasilkan.
3.7.13 Grafik Daya dan Power Density Minggu kedua
Grafik analisa data pada penelitian ini yaitu grafik waktu penelitian
(jam) pada minggu kedua pengambilan data yang menghasilkan daya dan
power density dari hasil tegangan dan arus yang dihasilkan pada penelitian
tersebut. Grafik ini bertujuan untuk mengetahui tingat kenaikan serta
penurunan hasil daya dan power density yang dihasilkan di setiap
pengujian dari penelitian tersebut dengan membaca rata-rata daya dan
power density yang dihasilkan.
48

3.7.14 Grafik Perbandingan Tegangan Rata-Rata Minggu Pertama dan Minggu


Kedua
Grafik ini dibuat untuk mengetahui perbandingan dari hasil
tegangan rata-rata yang dihasilkan dari pengambilan data minggu pertama
dan minggu kedua, serta untuk mengetahui kenaikan tegangan maksimum
rata-rata dari hari pertama hingga hari ketujuh pada minggu pertama dan
minggu kedua pengambilan data.
3.7.15 Grafik Perbandingan Daya Rata-Rata Minggu Pertama serta Minggu
Kedua
Grafik ini dibuat untuk mengetahui perbandingan dari hasil daya
rata-rata yang dihasilkan dari pengambilan data minggu pertama dan
minggu kedua, serta untuk mengetahui kenaikan daya maksimum rata-rata
dari hari pertama hingga hari ketujuh pada minggu pertama dan minggu
kedua pengambilan data.
3.7.16 Perbandingan Power Density Rata-Rata Minggu Pertama dan Minggu
Kedua
Grafik ini dibuat untuk mengetahui perbandingan dari hasil power
density rata-rata yang dihasilkan dari pengambilan data minggu pertama
dan minggu kedua, serta untuk mengetahui kenaikan power density
maksimum rata-rata dari hari pertama hingga hari ketujuh pada minggu
pertama dan minggu kedua pengambilan data.
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Analisis Tegangan dan Arus Listrik yang Dihasilkan di Minggu Pertama
Pengamatan pertama pada hari pertama diketahui bahwa substrat mikroba
yang sudah mulai menunjukan aktivitasnya yang ditandai dengan munculnya
gelembung – gelembung yang masih dalam intensitas rendah pada permukaan
ruang anoda serta munculnya tegangan yang dihasilkan. Pada minggu pertama ini
dilakukan pengambilan data setiap 3 jam dalam waktu 1 minggu dengan waktu
tinggal selama 9 jam seperti yang dikemukakan oleh Kristin (2012), bahwa
mikroba membutuhkan waktu untuk beradaptasi di lingkungan sekitarnya dan
untuk bereproduksi sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama agar terbentuk
konsorsium mikroba yang stabil. Tegangan atau beda potensial yang terukur
dengan menggunakan mutimeter dengan skala 20 mV dihasilkan tegangan sebesar
0,05 V atau 50 mV. Pengamatan juga dilakukan pada elektroda grafit yang
tertanam pada kedua kompartemen sistem mfc diatas. Pada hari kedua tersebut
bakteri sudah menempel pada kutub elektroda di bagian anoda dengan munculnya
gelembung dengan intensitas rendah yang menempel pada permukaan kutub
elektroda grafit yang tertanam pada kompartemen tersebut. Dari pengamatan
pertama setiap 3 jam menghasilkan tegangan 0,01 V - 0,02 V, dan pengamatan
terakhir pada pengujian hari pertama tegangan yang dihasilkan adalah 0,10 V.
Peningkatan tersebut juga dikarenakan meningkatnnya aktivitas substrat mikroba
yang terdapat pada anoda dan pada kompartemen katoda, larutan KMnO4 sudah
mulai stabil dalam mendegradasi ion hidrogen dan oksigen di dalamnya.
Pada hari ke – 6, microbial fuel cell menunjukan kenaikan secara drastis.
Pada 3 jam pertama analisis ditemukan tegangan sebesar 0,19 V, sedangkan pada
3 jam ke 4 tegangan dihasilkan sebesar 0,36 V, dan pada pengujian terakhir hari
ke – 7 microbial fuel cell menunjukan angka tegangan sebesar 0,40 V. Aktivitas
substrat pada kompartemen anoda juga mempengaruhi kinerja dari kenaikan beda
potensial pada microbial fuel cell, hal tersebut diketahui bahwa pada pengujian
hari ke- 7 bakteri sudah semakin tumbuh secara pesat dan mulai dapat beradaptasi

49
50

dengan lingkungannya sehingga proses catalytic mikroba berjalan dengan lancar


yang ditandai dengan gelembung yang terdapat pada kompartemen anoda semakin
banyak dan mikroba sudah menempel pada permukaan elektroda dalam bentuk
gelembung. Pada kompartemen katoda larutan KMnO4 sudah dapat mengoksidasi
udara pada ruang katoda yang berupa hidrogen, oksigen, dan Nitrogen. Untuk
pengujian lebih lanjut pada tahap running akan ditunjukkan beberapa hasil
tegangan, daya, dan power density beserta pengaruhnya akibat dari aktivitas
mikroba, larutan elektrolit, elektroda yang tertanam pada kompartemen, maupun
jembatan garam yang terdapat pada sistem MFC tersebut.
Dari tahap ini ditemukan bahwa puncak tegangan atau beda potensial yang
dihasilkan pada microbial fuel cell adalah pada hari ke- 7 pengujian ke- 1. Beda
potensial yang dihasilkan mencapai 0,46 V pada 3 jam pertama pengujian dan
0,64 V pada 3 jam terakhir pengujian dilakukan.
Berikut adalah tabel hasil pengujian beda potensial microbial fuel cell
pada tahap seeding dan aklimitiasi
Tabel 4.1 Pengujian hari ke- 1
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
Pengujian (Jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 0,25 50
10.00 0,34 61
13.00 0,41 83
16.00 0,46 94
19.00 0,52 102

Pada tabel 4.1 merupakan data hasil pengujian hari ke- 1, pada data
tersebut menunjukkan bahwa sistem MFC menunjukkan tegangan dan arus listrik
yang masih relatif rendah yaitu di jam pertama pukul 07.00 tegangan menunjukan
50 mV dan arus sebesar 0,25 mA, di jam 10.00 menghasilkan tegangan 61 mV
dan arus sebesar 0,34 mA. Pada pukul 13.00 dengan suhu lingkungan sebesar
29oC, tegangan dihasilkan sebesar 83 mV dan arus sebesar 0,41 mA. Setelah
pengujian ke- 4 pada pukul 16.00 dengan suhu lingkungan 29 oC, dihasilkan
51

tegangan sebesar 94 mV dan arus sebesar 0,46 mA. Di jam terakhir hari ke- 1
pengambilan data yaitu jam 19.00 dengan suhu lingkungan yang terbaca
menunjukkan 29oC dengan menghasilkan tegangan 102 mV dan arus listrik
sebesar 0,52 mV.
Tabel 4.2 Pengujian hari ke- 2
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 0,51 101
10.00 0,53 103
13.00 0,55 114
16.00 0,58 132
19.00 0,56 124

Pada tabel 4.2, suhu luar lingkungan sistem mfc yang dihasilkan
mengalami kenaikan drastis mulai dari pukul 07.00 dan 10.00 yaitu sebesar 28 oC
dengan tegangan dan arus listrik yang dihasilkan masing-masing yaitu sebesar 101
mV dan 0,51 mA pada pukul 07.00, dan pada pukul 10.00 menghasilkan 103 mV
dan 0,53 mA. Pada pukul 13.00 hingga pada pengambilan data terakhir pada
pukul 19.00 dengan menghasilkan 114 mV dan 0,55 mA pada pukul 13.00, serta
pada pukul 16.00 menghasilkan tegangan 132 mV dan arus 0,58 mA. Untuk data
pengukuran pada pukul 19.00, tegangan dan arus yang dihasilkan menurun dari
pengambilan data sebelumnya pada pukul 16.00, pengukuran yang didapatkan
yaitu dengan tegangan 124 mV dan dengan arus 0,56 mA.
Tabel 4.3 Pengujian hari ke- 3
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 0,57 112
10.00 0,56 112
13.00 0,61 124
16.00 0,64 132
52

19.00 0,65 134

Pada tabel 4.3 diatas, menunjukkan kenaikan tegangan dan arus yang
dihasilkan dari sistem mfc. Dibandingkan dengan pada tabel 4.2, pada tabel 4.3
tersebut menunjukkan kenaikan secara berkala di setiap pengambilan data yang
dilakukan. Pengambilan data pada pukul 10.00, menghasilkan tegangan 112 mV
dan arus sebesar 0,56 mA. Pengambilan data sebelumnya pada pukul 07.00
menghasilkan tegangan sebesar 112 mV dan arus listrik sebesar 0,56 mA. Pada
pengambilan data hari ke- 4 ini tegangan dan arus mengalami kenaikan pada
pukul 13.00, 16,00, dan 19.00 yaitu pada pukul 13.00 menghasilkan tegangan 124
mV dan arus listrik 0,61 mA. Pengambilan data pada pukul 16.00 menghasilkan
tegangan 132 mV dan arus sebesar 0,64 mA. Dan pada pukul 19.00 menghasilkan
tegangan 134 mV dan arus 0,65 mV. Dengan demikian, di pengambilan data hari
ke- 2 menunjukkan tegangan dan kuat arus meningkat seperti pada pengambilan
data pukul 13.00 hingga 16.00 diatas.
Tabel 4.4 Pengujian hari ke- 4
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 0,62 123
10.00 0,56 113
13.00 0,62 121
16.00 0,66 134
19.00 0,72 142

Pada tabel 4.4 diatas menunjukkan tegangan serta arus listrik yang
dihasilkan mengalami penurunan dan kenaikan. Pada pengambilan data pertama
pada pukul 07.00, menghasilkan tegangan sebesar 123 mV dan arus listrik 0,62
mA. Pada pukul 10.00 tegangan serta arus listrik yang dihasilkan mengalami
penurunan. Pada pukul 10.00 tegangan yang dihasilkan sebesar 113 mV dan arus
sebesar 0,56 mA. Hal tersebut dipengaruhi substrat mikroba semakin bertumbuh
dan berkembang sehingga dapa menutupi elektroda seperti yang dikemukakan
53

oleh Kristin (2012) yang mengutip pernyataan dari Kim et.al (2007), Nevin et.al
(2008), dan Zahara (2011) bahwa biofilm yang terus berkembang seiring
berjalannya waktu dapat menutupi elektroda dan dapat meningkatkan hambatan
internal pada anoda sehingga dapat menurunkan produksi listrik terutama power
density. Pada pukul 13.00 tegangan yang dihasilkan meningkat kembali yaitu 121
mV dan arus sebesar 0,62 mA. Kemudian pada pukul 16.00 tegangan yang
dihasilkan adalah 134 mV dan arus listrik sebesar 0,66 mA. Setelah pengujian
terakhir pada pukul 19.00 menghasilkan tegangan sebesar 142 mV dan arus listrik
sebesar 0,72 mA.
Tabel 4.5 Pengujian hari ke- 5
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 0,73 140
10.00 0,76 152
13.00 0,82 171
16.00 1,10 203
19.00 0,97 192

Pada tabel diatas, muncul tegangan dan arus listrik seperti pada pukul
07.00 dengan menghasilkan tegangan 140 mV dan arus listrik 0,73 mA. Pada
pukul 10.00 menghasilkan tegangan sebesar 152 mV dan arus listrik 0,76 mA. Di
pengambilan data ke- 3 yaitu pukul 13.00 dengan tegangan sebesar 171 mV dan
arus listrik 0,82 mA. Pada pukul 16.00 dengan tegangan yang dihasilkan adalah
203 mV dan arus listrik sebesar 1,10 mA. Sedangkan pada pukul 19.00 tegangan
yang dihasilkan 192 mV dan arus listrik sebesar 0,97 mA.
Tabel 4.6 Pengujian hari ke- 6
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 0,95 192
10.00 1,14 201
54

13.00 1,27 223


16.00 1,84 362
19.00 2,14 401

Pada pengambilan data diatas tegangan yang dihasilkan pada pukul 07.00
yaitu 192 mV dan arus yang dihasilkan adalah 0,95 mA. Pukul 10.00
menghasilkan tegangan sebesar 201 mV dan arus sebanyak 1,14 mA, sedangkan
pada pukul 13.00 menghasilkan tegangan sebesar 223 mV dan arus listrik sebesar
1,27 mA. Pada pukul 16.00 menghasilkan tegangan 362 mV dan arus listrik
sebesar 1,84 mA. Sedangkan pada pengambilan data selanjutnya yaitu pukul
19.00 dengan tegangan yang dihasilkan 401 mV dan arus sebesar 2,14 mA. Pada
pengambilan data pukul 19.00 tegangan dan arus listrik mengalami peningkatan.
Hal tersebut kemungkinan besar karena substrat sudah dapat beradaptasi serta
dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya serta mikroba yang
menempel pada elektroda sudah ada yang mati sehingga tidak menambah
pembebanan elektroda dalam menghasilkan tegangan dan arus listrik.
Tabel 4.7 Pengujian hari ke- 7
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 2,43 461
10.00 2,83 592
13.00 2,97 603
16.00 3,16 622
19.00 3,28 645

Pada data tabel 4.7 diatas menunjukkan pada pukul 07.00 tepatnya
pengambilan data yang pertama tegangan yang dihasilkan adalah 461 mV dan
arus sebesar 2,43 mA. Sedangkan pada pukul 10.00 tegangan menjadi naik
sebesar 592 mV dan arus .listrik 2,83 mA. Pada pukul 13.00 dengan tegangan 603
mV dan arus sebesar 2,97 mA. Sedangkan pukul 16.00 menghasilkan tegangan
sebesar 622 mV dan arus listrik sebesar 3,16 mA. Tetapi, pada pukul 19.00
55

tegangan dan arus listrik mengalami peningkatan sebesar 645 mV dan 3,28 mA.
Hal ini membuktikan bahwa substrat mikroba sudah dapat beradaptasi dan mampu
tumbuh dan berkembang biak kembali dengan menghasilkan substrat baru
didalam kompartemen yang dibuktikan dengan peningkatan tegangan dan arus
listrik yang dihasilkan setiap pengambilan data.

4.2 Analisis Tegangan dan Arus Listrik yang Dihasilkan di Minggu Kedua
Pada analisis ini dilakukan pengambilan data dari hari ke- 1 hingga pada
hari ke- 7 (hari ke- 8 hingga ke- 14). Data yang dihasilkan sebanyak 15 data per
hari dan analisis dilakukan setiap 1 jam agar lebih mengetahui tegangan yang
dihasilkan serta arus listrik yang dihasilkan secara lebih spesifik. Waktu tinggal
tetap sama seperti pengambilan data sebelumnya yaitu 9 jam. Hal ini dilakukan
agar substrat dapat melakukan perkembangan secara optimal dan menghasilkan
tegangan, arus listrik, dan kedepannya menghasilkan power density maksimum.
Hasil pengambilan data dari hari ke- 1 hingga hari ke- 7 (7 hari pada minggu
kedua) dapat disajikan pada tabel 4.8 hingga tabel 4.14 dibawah ini.
Tabel 4.8 pengujian hari ke- 1 (hari ke- 8)
Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 8,04 694
08.00 8,05 697
09.00 9,20 704
10.00 10,6 707
11.00 11,64 713
12.00 10,74 696
13.00 10,10 683
14.00 12,31 695
15.00 12,34 705
16.00 12,36 726
17.00 12,30 702
56

18.00 13,04 734


19.00 14,56 747
20.00 13,35 732
21.00 13,40 738

Pada tabel 4.8 diatas pengujian dilakukan pada pukul 07.00 hingga pukul
21.00, tegangan tertinggi dan arus listrik tertinggi didapatkan pada pengambilan
data pukul 19.00 dengan menghasilkan tegangan sebesar 747 mV dan arus listrik
sebesar 14,56 mA. Pada tabel diatas mikroba sudah mulai berkembang biak dan
melakukan aktivitas catalytic yang ditandai dengan munculnya gelembung pada
permukaan kompartemen anoda yang semakin banyak dan berbentuk seperti
endapan. Seperti yang diungkapkan sebelumnya oleh Sidharta (2007) bahwa besar
kecilnya beda potensial yang dihasilkan oleh limbah cair organik dipengaruhi oleh
konsorsium mikroba yang hidup dan memanfaatkan nutrisi yang terkandung di
dalam limbah tersebut. Makin aktif suatu konsorsium mikroba dalam melakukan
metabolisme, makin banyak pula elektron bebas yang dihasilkan. Aliran elektron
inilah yang menyebabkan beda potensial antara kedua kutub (anoda dan katoda)
dan dapat dideteksi oleh multimeter (sidharta, 2007).
Tabel 4.9 pengujian hari ke- 2 (hari ke- 9)
Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 11,33 724
08.00 11,48 726
09.00 10,34 714
10.00 11,52 718
11.00 12,38 726
12.00 11,41 712
13.00 12,37 723
14.00 12,44 726
15.00 12,30 722
57

16.00 12,31 724


17.00 12,26 721
18.00 12,40 725
19.00 12,33 722
20.00 12,24 721
21.00 12,31 720

Pada tabel 4.9 diatas, pada pengambilan data pertama yaitu pada pukul
07.00 menghasilkan tegangan sebesar 724 mV dan menghasilkan arus listrik
menghasilkan 11,33 mA. Sedangkan pengambilan data pukul 08.00 yang
menghasilkan tegangan sebesar 726 mV dan arus sebesar 11,48 mA. Sedangkan
pada pukul 14.00, menghasilkan arus listrik tertinggi pada pengambilan data hari
ke- 2 ini yaitu sebesar 12,44 mA dan tegangan yang dihasilkan sama dengan
pengambilan data pada pukul 07.00 yaitu 726 mV. Hal tersebut dapat terjadi
akibat sistem mfc yang digunakan menggunakan metode open circuit voltage atau
tanpa pembebanan eksternal berupa lampu atau tahanan luar seperti penelitian
yang dilakukan oleh Kristin (2012) yang menyatakan bahwa tegangan yang
diukur pada sistem mfc yang dilakukan kristin (2012) disebut open circuit voltage
(tegangan sirkuit terbuka) karena sirkuit listrik dalam penelitian Kristin (2012)
tersebut tidak diberikan beban atau hambatan listrik eksternal seperti lampu atau
resistor. Hal tersebut juga akibat pengaruh dari aktivitas substrat mikroba yang
terdapat pada kompartemen anoda dan reaksi yang terjadi pada elektrolit di
kompartemen katoda.
Tabel 4.10 pengujian hari ke- 3 (hari ke- 10)
Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 11,21 714
08.00 10,77 708
09.00 9,87 689
10.00 9,89 687
11.00 9,86 685
58

12.00 9,84 684


13.00 7,56 672
14.00 8,19 668
15.00 7,33 670
16.00 7,45 668
17.00 7,98 678
18.00 7,61 672
19.00 6,98 672
20.00 6,31 661
21.00 7,25 673

Pada tabel 4.10 diatas beberapa data yang dihasilkan dari pengambilan
data pada hari ke- 3 (hari ke- 10) pada minggu ke- 2. Pengukuran tegangan dan
arus listrik terbesar menggunakan avometer yaitu pada pukul 07.00 dan 08.00
yang mendapatkan tegangan sebesar 714 mV dan arus listrik sebesar 11,21 mA,
dan pada pukul 08.00 tegangan menurun pada angka 708 mV dan arus listrik
sebesar 10,77 mA. Tegangan dan arus listrik yang didapatkan semakin menurun
hingga pengambilan data terakhir pada pukul 12.00. akan tetapi, pada pukul 13.00
hingga 21.00 tepatnya pada pengambilan data terakhir tegangan dan arus listrik
yang dihasilkan mengalami kenaikan dan penurunan dengan kuantitas rendah.
Tabel 4.11 pengujian hari ke- 4 (hari ke- 11)
Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 11,12 709
08.00 11,02 706
09.00 10,78 694
10.00 11,14 708
11.00 11,13 706
12.00 11,01 695
13.00 7,31 663
59

14.00 4,52 647


15.00 6,31 642
16.00 2,54 514
17.00 4,87 615
18.00 4,71 612
19.00 5,08 636
20.00 5,32 638
21.00 4,12 623

Pada tabel 4.11 diatas menunjukkan kenaikan dan penurunan tegangan,


dan arus listrik yang dihasilkan. Tegangan terbesar yang dihasilkan yaitu pada
pukul 07.00 tepatnya pada pengambilan data pertama yaitu sebesar 709 mV dan
arus listrik sebesar 11,12 mA. Arus listrik terbesar yang dihasilkan pada tabel 4.11
diatas yaitu pada pukul 11.00 yaitu 11,14 mA dan tegangan yang dihasilkan
sebesar 708 mV. Pada tabel diatas juga ditemukan pada pukul 16.00 tegangan dan
arus listrik yang dihasilkan mengalami penurunan yang sangat tajam dari data
yang didapatkan sebelumnya yaitu dengan tegangan sebesar 514 mV dan arus
listrik sebesar 2,54 mA. Hal tersebut akibat dari mikroba yang menempel pada
permukaan elektroda kemungkinan sangat banyak sehingga menambah hambatan
pada elektroda dalam menghantarkan tegangan serta arus listrik seperti pernyataan
yang dikemukakan oleh Kristin (2012) yang mengutip pernyataan dari Kim et.al
(2007), Nevin et.al (2008), dan Zahara (2011) bahwa biofilm yang terus
berkembang seiring berjalannya waktu dapat menutupi elektroda dan dapat
meningkatkan hambatan internal pada anoda sehingga dapat menurunkan
produksi listrik terutama power density.
Tabel 4.12 pengujian hari ke- 5 (hari ke- 12)
Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 8,03 692
08.00 8,04 694
09.00 7,88 687
60

10.00 9,12 703


11.00 8,12 696
12.00 7,56 671
13.00 7,92 686
14.00 7,75 682
15.00 7,81 683
16.00 7,83 683
17.00 7,80 681
18.00 7,77 680
19.00 7,87 684
20.00 7,93 686
21.00 8,12 693

Pada tabel 4.12 diatas substrat mikroba sudah mulai dapat beradaptasi
dengan lingkungan barunya. Hal tersebut didukung dengan data yang didapat
pada tabel 4.12 diatas. Tegangan dan arus listrik yang didapatkan juga mengalami
kenaikan maupun penurunan dengan kuantitas rendah dan tidak mengalami
kenaikan maupun penurunan secara signifikan. Tegangan dan arus listrik terbesar
yaitu pada pengambilan data pukul 10.00 dengan tegangan yang terbaca yaitu 703
mV dan arus listrik sebesar 9,12 mA.
Tabel 4.13 pengujian hari ke- 6 (hari ke- 13)
Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 11,22 712
08.00 9,11 701
09.00 9,22 704
10.00 9,31 706
11.00 9,23 705
12.00 9,37 707
13.00 9,39 707
61

14.00 9,23 704


15.00 10,28 713
16.00 11,31 716
17.00 10,12 707
18.00 10,33 709
19.00 11,41 717
20.00 11,37 715
21.00 10,14 708

Pada tabel 4.13 diatas menghasilkan tegangan dan arus listrik terbesar
yang dihasilkan yaitu pada pukul 19.00 yaitu dengan suhu yang terbaca sebesar
28oC mencapai 717 mV, sedangkan arus listrik yang terbaca sebesar 11,41 mA.
Tabel 4.14 pengujian hari ke- 7 (hari ke-14)
Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Arus Listrik (mA) Tegangan (mV)
07.00 12,07 719
08.00 11,86 717
09.00 11,90 718
10.00 11,78 715
11.00 10,98 713
12.00 11,56 714
13.00 11,42 712
14.00 11,57 708
15.00 11,59 712
16.00 10,82 716
17.00 10,97 711
18.00 11,55 714
19.00 10,47 707
20.00 11,67 717
21.00 11,86 718
62

Pada tabel 4.14 diatas tegangan dan arus listrik terbesar yaitu pada pukul
07.00 mendapatkan tegangan sebesar 719 mV dan arus listrik sebesar 12,07 mA.

4.3 Pengaruh Tegangan Rata-Rata pada Minggu Pertama


Pada bahasan ini dijelaskan juga beberapa data sebelumnya dari Sidharta,
dkk. (2007). Pada penelitian yang dilakukan sidharta, dkk. (2007) ini data diambil
dari total pengambilan data dalam waktu 70 jam dengan menggunakan 3 variasi
bahan limbah dari tahu, sawit, dan rumen .dengan tegangan atau beda potensial
maksimum terdapat pada bahan limbah dari rumen yang menghasilkan tegangan
sebesar 575 mV.
Hal tersebut dibandingkan dengan penelitian ini dengan menggunakan
limbah tetes tebu yang menghasilkan tegangan atau beda potensial tertinggi yaitu
sebesar 645 mV dan dengan rata – rata tegangan maksimum yang dihasilkan
mencapai 584,6 mV dengan waktu pengambilan data selama 3 jam per hari
dengan waktu tinggal selama 9 jam, dengan total pengambilan data selama 105
jam dan dengan jangka waktu satu minggu. Berikut ini dibuat data dari tegangan
rata-rata yang dihasilkan dari pengambilan data minggu ke- 1.
Tabel 4.15 Tegangan rata-rata minggu pertama
Waktu pengambilan Tegangan rata - rata
data (mV)
Hari ke- 1 78
Hari ke- 2 114,8
Hari ke- 3 122,8
Hari ke- 4 126,6
Hari ke- 5 171,6
Hari ke- 6 275,5
Hari ke- 7 584,6

Pada tabel diatas merupakan hasil tegangan rata-rata yang dihasilkan dari
pengambilan data dari minggu pertama. Hal ini diketahui juga dengan grafik yang
didapat dari tabel rata-rata tegangan yang diatas, dari grafik tersebut diketahui
tegangan atau beda potensial maksimum pada minggu pertama yaitu pada
63

pengambilan data hari ke- 7. Berikut grafik tegangan rata-rata yang dihasilkan
dari pengambilan data minggu pertama dengan limbah tetes tebu.
700

600
Tegangan rata - rata (mV)

Hari ke- 1
500 Hari ke- 2

400 Hari ke- 3


Hari ke- 4
300 Hari ke- 5

200 Hari ke- 6


Hari ke- 7
100

Gambar 4.1 Grafik tegangan rata-rata (mV) minggu pertama

Pada rata – rata tegangan yang dihasilkan diatas pada minggu pertama
merupakan sistem mfc dengan menggunakan bejana sepasang. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Sidharta, dkk. (2007) beda potensial yang dihasilkan oleh
konsorsium mikroba selama pengukuran pada sistem MFC baik dengan bejana
sepasang maupun bejana seri tidak stabil. Nilainya berfluktuasi di tiap waktu
pengamatan. Hal ini terkait pula dengan aktivitas metabolisme mikroba yang
terdapat di dalam limbah cair. Dalam aktivitas katabolisme, sejumlah energi
dihasilkan saat senyawa kompleks dipecah menjadi senyawa sederhana.
Sebaliknya, sejumlah energi dipakai saat senyawa sederhana disintesis menjadi
senyawa kompleks. Kedua jenis metabolisme ini terjadi secara simultan. Pada
waktu tertentu secara umum (skala konsorsium mikroba) selisih dari total energi
yang dihasilkan dan yang dipakai dapat meningkat atau menurun, bergantung
pada reaksi yang berlangsung (Sidharta, dkk., 2007). Data dari tabel dan grafik
tegangan rata-rata diatas dapat mempengaruhi hasil daya serta power density yang
dihasilkan, maka apabila tegangan mengalami kenaikan maka daya serta power
density pun juga mengalami peningkatan begitu pula apabila hasil tegangan
mengalami penurunan maka daya serta power density yang dihasilkan juga
64

mengalani penurunan, hal tersebut dapat diterangkan pada subbab 4.4 dibawah
ini.

4.4 Pengaruh Daya dan Power Density Sistem MFC minggu pertama
Pada minggu pertama data yang dihasilkan diketahui bahwa tegangan rata-
rata maksimum yang didapat yaitu pada hari ke- 7. Tegangan atau beda potensial
yang dihasilkan juga berpengaruh pada daya dan tegangan yang dihasilkan pada
sistem mfc ini, apabila tegangan yang didapat mengalami peningkatan daya serta
power density yang dihasilkan dari sistem mfc ini juga akan mengalami suatu
peningkatan. Peningkatan serta penurunan tegangan atau beda potensial rata – rata
yang dihasilkan dari aktivitas konsorsium mikroba, hal ini didukung dengan
pengamatan yang dilakukan oleh Sidharta, dkk. (2007) bahwa peningkatan atau
penurunan beda potensial listrik berkorelasi dengan jumlah elektron bebas yang
dihasilkan oleh konsorsium mikroba. Peningkatan beda potensial yang terukur oleh
multimeter kemungkinan terjadi saat mikroba melakukan pemecahan substrat
sederhana yang terdapat di dalam medium. Adapun penurunannya, selain karena
aktivitas anabolisme, kemungkinan dapat juga terjadi karena mikroba sedang
beradaptasi untuk memecah substrat yang lebih kompleks menjadi sederhana.
Peningkatan dan penurunan beda potensial listrik pada sistem MFC menggambarkan
kedinamisan sistem karena digerakkan oleh makhluk hidup (Sidharta, dkk., 2007).
Pada pengujian ini didapatkan hasil pengambilan data yang diperoleh
mendapatkan power density rata- rata dan daya yang dihasilkan mengalami
peningkatan lebih tinggi dibandingkan data pengamatan sebelumnya dari kristin,
2012 yang melakukan pengujian sistem mfc dengan bahan limbah tempe model dan
limbah industri tempe. Pada pengujian yang dilakukan kristin, 2012 limbah tempe
model dengan waktu inkubasi 1 minggu menghasilkan listrik lebih banyak dari
sistem MFC dibanding dengan limbah industri tempe model dengan waktu
inkubasi 1 hari dan 1 bulan, yaitu dengan nilai power density maksimum 1,74 x
10-6 mW/m2. Pengujian sistem mfc dengan bahan tetes tebu ini pada minggu
pertama apabila dilihat dari grafik di bawah ini maka menghasilkan daya serta
65

power density rata – rata yang meningkat seiring dengan bertambahnya hari pada
pengambilan data yang dilakukan.
1600000
Power Density rata-rata (mW/m2)

1400000

1200000 Hari ke- 1


Hari ke- 2
1000000
Hari ke- 3
800000 Hari ke- 4
Hari ke- 5
600000
Hari ke- 6
400000 Hari ke- 7

200000

Gambar 4.2 Grafik rata – rata power density minggu pertama

Pada grafik diatas diketahui bahwa rata-rata power density yang dihasilkan
mengalami kenaikan secara signifikan pada hari ke- 7. Power density yang dihasilkan
tersebut lebih tinggi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan kristin, 2012 dengan
menggunakan limbah tempe model dengan nilai power density maksimum 1,74 x
10-6 mW/m2 sedangkan menggunakan limbah industri tempe menghasilkan nilai
power density maksimum 1,95 x 10 -7 mW/m2 . Pada pengujian ini dengan
menggunakan bahan limbah tetes tebu di pengambilan data minggu pertama
menghasilkan nilai power density maksimum mencapai 1,72 x 10 -3 mW/m2.
Pengambilan data ini juga didapatkan rata – rata daya yang dihasilkan yang
didapat dari tegangan dikalikan dengan arus listrik sehingga mendapatkan hasil
rata – rata daya dengan grafik seperti bawah ini.
66

1800

1600

1400
Daya rata-rata (mW)

Hari ke- 1
1200 Hari ke- 2
Hari ke- 3
1000
Hari ke- 4
800
Hari ke- 5
600 Hari ke- 6
400 Hari ke- 7

200

Gambar 4.3 Grafik daya rata – rata pada minggu pertama

Pada grafik diatas diperoleh hasil rata- rata daya yang dihasilkan
mengalami kenaikan secara signifikan pada hari ke- 7 dengan rata-rata daya yang
dihasilkan mencapai 1733,524 mW atau 1,73 x 10-3 mW dan daya maksimum
yang diperoleh mencapai 2115,6 mW atau 2,11 x 10-3 mW. Hal tersebut
disebabkan karena semakin bertambahnya hari maka bertambah pula daya yang
dihasilkan dan berpengaruh juga dengan hasil power density seperti pada grafik
4.4 diatas. Kenaikan tersebut diakibatkan karena mikroba sudah mengalami
pertumbuhan serta perkembang biakan yang ditandai dengan gelembung pada
permukaan kompartemen anoda yang diketahui pada bahasan sebelumnya pada
tahap seeding dan aklimitiasi atau pada saat pengambilan data pada minggu
pertama serta minggu kedua.

4.5 Pengaruh Tegangan Rata-Rata pada Minggu kedua


Pada pengambilan data penelitian minggu kedua dilakukan pengambilan
data setiap jam selama 15 jam dengan waktu tinggal yang sama dengan minggu
pertama yaitu 9 jam, dilakukan pengambilan data setiap jam karena substrat
mikroba diperkirakan sudah banyak yang tumbuh padaa saat minggu kedua
seperti yang diungkapkan oleh Kristin (2012) yang merujuk pada penelitian
67

sebelumnya oleh Rabaey et al. (2005) bahwa pada waktu inkubasi 1 minggu,
konsorsium mikroba (biofilm) yang terbentuk untuk mendegradasi senyawa
organik lebih stabil dibanding limbah dengan waktu inkubasi 1 hari, biofilm ini
dibutuhkan untuk mendegradasi substrat secara optimal. Pada pengambilan data
minggu kedua ini menghasilkan beberapa peningkatan tegangan dari minggu
pertama. Pada minggu kedua tegangan yang dihasilkan meningkat secara
signifikan untuk tegangan maksimum didapat pada hari ke- 8 sebesar 747 mV
atau 0,74 V dan tegangan rata-rata yang didapat dari pengambilan data minggu
kedua yang paling tinggi pada hari ke- 9 tegangan rata-rata yang dihasilkan
mencapai 721,6 mV. Berikut table data rata- rata tegangan pada minggu kedua
pengambilan data mulai dari hari ke-8 hingga ke-14.
Tabel 4.16 Tegangan rata-rata pada minggu kedua
Waktu
Pengambilan Tegangan rata-rata
data (mV)
Hari ke- 8 711.53
Hari ke- 9 721.6
Hari ke- 10 680.06
Hari ke- 11 653.86
Hari ke- 12 686.73
Hari ke- 13 708.73
Hari ke- 14 714.06

Dari Tabel diatas ditemukan bahwa tegangan rata-rata tertinggi terdapat


pada hari ke- 9 dengan tegangan rata-rata diperoleh sebesar 721,6 mV. Hal
tersebut diakibatkan dari substrat mikroba yang terdapat pada kompartemen anoda
sudah berkembang dan melakukan aktivitas catalytic atau aktivitas memakan
makanannya. Dari data tersebut tegangan yang dihasilkan lebih tinggi dari
penelitian sebelumnya dari Kristin (2012) dengan waktu inkubasi 1 minggu
menghasilkan tegangan maksimum 76,1 mV, sedangkan pada penelitian ini
tegangan maksimum yang diperoleh mencapai 747 mV. Hal tersebut karena tetes
tebu mengandung glukosa alami serta karbohidrat yang dapat memacu substrat
68

agar lebih cepat tumbuh dan berkembang. Pada bahsan ini juga diberikan grafik
peningkatan serta penurunan rata-rata sistem MFC yang diteliti pada minggu
kedua, berikut grafik rata-rata tegangan yang dihasilkan pada minggu kedua
tepatnya dari hari ke- 8 hingga hari ke- 14.

800

700

Hari ke- 8
Tegangan rata-rata (mV)

600
Hari ke- 9
500
Hari ke- 10
400 Hari ke- 11
Hari ke- 12
300
Hari ke- 13
200 Hari ke- 14

100

Gambar 4.4 Grafik tegangan rata-rata minggu kedua

Dari grafik diatas dapat disimpulkan kenaikan maupun penurunan


tegangan tidak terlalu signifikan hanya pada hari ke- 9 menghasilkan tegangan
rata-rata tertinggi dan hari ke- 11 mengalami penurunan, akan tetapi kembali naik
kembali di hari ke- 12. Penurunan pada hari ke- 11 disebabkan karena
perpindahan tempat pengambilan data dan kompartemen akibatnya substrat
mikroba juga menyesuaikan kembali pada lingkungan yang baru.

4.6 Pengaruh Daya dan Power Density yang Dihasilkan dari Sistem MFC
Minggu Kedua
Pada pengambilan data minggu kedua ini dilakukan pengambilan data
tegangan dan arus listrik tepatnya pada tahap seeding dan aklimitiasi. Pada tahap
running ini dijelaskan hasil perhitungan dari daya dan power density yang
dihasilkan dari sistem mfc ini dengan menggunakan bahan limbah tetes tebu.
Perbandingan data dari hasil daya dan power density ini adalah pada penelitian
69

sebelumnya yang dilakukan oleh kristin, 2012 yang menggunakan limbah industri
tempe model dan limbah industri tempe + glukosa yang menghasilkan daya
maksimum dengan variasi jenis substrat yaitu pada limbah industri tempe +
glukosa menghasilkan daya maksimum 0,07995 mW atau 8 x 10 -2 mW. Pada data
penelitian tersebut dengan variasi jenis substrat juga diketahui hasil power density
maksimum yang dihasilkan yaitu 0,164897 mW/m2 atau 1,65 x 10-1 mW/m2 pada
limbah industri tempe model. Pada pengujian kristin, 2012 juga membuat
perbandingan waktu lama inkubasi sistem MFC dengan waktu inkubasi 1 hari, 1
minggu, dan 1 bulan, dari pengambilan data tersebut diperoleh bahwa daya dan
power density maksimum yang dihasilkan adalah pada waktu inkubasi 1 minggu
dengan daya maksimum sebesar 0,002542 mW atau 2,5 x 10-3 mW dan power
density maksimum sebesar 0,00000174 mW/m2 atau 1,74 x 10-6 mW/m2.
Sedangkan pada penelitian ini dengan menggunakan bahan limbah tetes tebu pada
minggu kedua menghasilkan daya maksimum sebesar 10876,32 mW atau 1,09 x
10-4 mW serta menghasilkan power density maksimum sebesar 8836214,74 mW
atau 8,84 x 10-6 mW. Pada penelitian menggunakan bahan limbah tetes tebu ini
menghasilkan daya dan power density maksimum yang lebih besar daripada
penlitian sebelumnya dari kristin, 2012 tersebut, untuk pengambilan data setelah
waktu inkubasi 1 minggu dari kristin 2012 lebih kecil juga dibanding pada data
hasil pengujian sistem MFC dengan menggunakan bahan limbah tetes tebu
dengan waktu inkubasi yang sama yaitu setelah waktu inkubasi 1 minggu tersebut.
Setelah didapat daya serta power density maksimum maka dapat dibuat
grafik daya serta power density rata-rata dari hasil pengambilan data pada
penelitian ini dengan menggunakan bahan limbah tetes tebu. Berikut grafik rata-
rata daya yang dihasilkan pada pengambilan data minggu kedua.
70

10000
9000
8000 Hari ke- 8
7000 Hari ke- 9
Daya (mW)

6000 Hari ke- 10


5000 Hari ke- 11
4000 Hari ke- 12
3000 Hari ke- 13
2000 Hari ke- 14
1000
0

Gambar 4.5 Grafik daya rata – rata yang dihasilkan pada minggu kedua

Pada pengambilan data minggu kedua tersebut diketahui bahwa pada hari
ke- 9 merupakan rata – rata daya maksimum yang dihasilkan pada minggu kedua,
daya maksimum yang diperoleh 8632,7513 mW atau 8,63 x 10-3 mW. Sedangkan
pada pengambilan data minggu kedua tersebut juga diperoleh power density rata-
rata yang dihasilkan, berikut grafik power density dari pengambilan data minggu
kedua.

8000000

7000000
Power Density (mW/m2)

6000000 Hari ke- 8


Hari ke- 9
5000000
Hari ke- 10
4000000 Hari ke- 11
Hari ke- 12
3000000
Hari ke- 13
2000000 Hari ke- 14

1000000

Gambar 4.6 Grafik power density rata-rata pada minggu kedua


71

Pada gambar 4.6 diatas didapat kenaikan serta penurunan power density
yang dihasilkan, untuk penurunan secara signifikan tedapat pada hari ke- 11 yaitu
power density rata-rata pada hari tersebut hanya memperoleh 4048013,887
mW/m2 atau 4,05 x 10-6 mW/m2. Sedangkan maksimum power density yang
didapatkan pada pengambilan data minggu kedua yaitu pada hari ke- 9 dengan
rata – rata power density yang didapat sebesar 7013479,245 mW/m2 atau 7,01 x
10-6 mW/m2.

4.7 Perbandingan Tegangan Minggu Pertama dan Minggu Kedua


Pada pembahasan ini dibahas perbandingan data tegangan yang dihasilkan
sistem MFC pada minggu pertama dibandingkan dengan data pada minggu kedua.
Pada pengambilan data minggu pertama dan minggu kedua diperoleh kenaikan
rata-rata tegangan atau beda potensial maksimum terjadi pada hari ke tujuh yaitu
sebesar 82%, data tersebut dihitung melalui data pada hari ke tujuh di minggu
pertama dan minggu kedua. Perbandingan dari data yang dihasilkan di hari
ketujuh pada minggu pertama dan minggu kedua kemudian dihitung presentase
kenaikannya dan diperoleh kenaikan tegangan rata-rata maksimum yaitu 82%.
Pada perbandingan ini juga dibahas selisih tegangan per harinya pada setiap rata-
rata data tegangan yang dihasilkan pada minggu pertama serta minggu kedua.
4.7.1 Selisih Tegangan Rata-Rata Minggu Pertama dan Minggu Kedua
Pada pembahasan ini juga terdapat selisih tegangan rata-rata yang
dihasilkan pada minggu pertama serta minggu kedua. Perhitungannya yaitu
dengan membandingkan kenaikan maupun penurunan hasil tegangan rata-rata
pada setiap harinya seperti kenaikan atau penurunan hari pertama, hari kedua,
hingga hari ketujuh. Hasil selisih tegangan rata-rata pada minggu pertama serta
pada minggu kedua seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.17 Selisih tegangan rata-rata pada minggu pertama


Selisih Waktu Pengambilan Selisih Tegangan Rata-Rata Minggu
data Pertama
Hari 1 ke hari 2 36,8
Hari 2 ke hari 3 8
72

Hari 3 ke hari 4 3,8


Hari 4 ke hari 5 45
Hari 5 ke hari 6 103,9
Hari 6 ke hari 7 309,1

Pada tabel diatas diketahui selisih tegangan rata-rata hari ke- 6 ke hari ke-
7 mengalami kenaikan tertinggi dengan selisih 309,1 antara hari ke- 6 menuju hari
ke- 7. Maka dapat diketahui bahwa dari hari ke hari tegangan rata-rata yang
dihasilkan mengalami kenaikan maupun penurunan, hal tersebut juga dialami
pada tegangan rata-rata yang dihasilkan pada minggu kedua akan tetapi pada hari
kedua peningkatannya lebih tinggi dibandingkan minggu pertama. Data selisih
tegangan rata-rata pada minggu kedua dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.18 Selisih tegangan rata-rata minggu kedua
Selisih Waktu Pengambilan
Selisih Tegangan Rata-Rata Minggu Kedua
data
Hari 1 ke hari 2 10,07
Hari 2 ke hari 3 -41,54
Hari 3 ke hari 4 -26,2
Hari 4 ke hari 5 32,87
Hari 5 ke hari 6 22
Hari 6 ke hari 7 5,33

Dari tabel diatas selisih tegangan rata-rata minggu kedua mengalami


penurunan serta peningkatan. Penurunan tertinggi terdapat pada data yang
dihasilkan dari hari ke- 2 ke hari ke- 3 sebesar -41,54, dan peningkatan tertinggi
terdapat pada hari ke- 4 menuju hari ke- 5 yaitu meningkat sebesar 32,87.
Dari data diatas apabila dibuat grafik seperti pada gambar grafik dibawah
ini dengan tingkat kenaikan maupun penurunan tegangan rata-rata yang dihasilkan
pada minggu pertama yang dibandingkan dengan tegangan rata-rata pada minggu
kedua maka grafik hasil dari tegangan rata-rata mengalami kenaikan seiring
dengan bertambahnya hari seperti pada grafik dibawah ini.
73

1400

Tegangan rata-rata (mV) 1200

1000

800

600 Minggu Kedua


Minggu Pertama
400

200

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7
Waktu Pengambilan data (hari)

Gambar 4.7 Grafik perbandingan tegangan rata-rata minggu pertama serta minggu kedua

Maka dari grafik diatas dapat dilihat kenaikan mulai hari pertama hingga
hari ketujuh, tegangan rata-rata maksimum terdapat pada hasil tegangan di
minggu kedua. Pada data yang dihasilkan di minggu kedua tersebut tingkat
kenaikannya mencapai 82% pada hari ketujuh. Grafik diatas apabila dibuat tabel
presentase kenaikan di minggu pertama maupun minggu kedua dengan
membandingkan data hasil pengambilan data dengan hari yang sama di minggu
pertama maupun minggu kedua dapat disajikan pada tabel presentase kenaikan
tegangan rata-rata minggu pertama dan minggu kedua seperti tabel dibawah ini.
Tabel 4.19 Perbandingan kenaikan tegangan rata-rata minggu pertama dan
minggu kedua
Waktu Pengambilan data Presentase kenaikan tegangan rata- rata
minggu pertama banding minggu kedua
Hari ke- 1 11%
Hari ke- 2 16%
Hari ke- 3 18%
Hari ke- 4 19%
Hari ke- 5 25%
Hari ke- 6 39%
Hari ke- 7 82%
74

Maka dari tabel diatas seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa
perbandingan presentase kenaikan tegangan rata-rata pada hari ketujuh di minggu
pertama dan minggu kedua peningkatannya sebesar 82% dan peningkatan
tegangan rata-rata paling rendah yaitu pada hari pertama dengan hanya meningkat
sebesar 11%.

4.8 Perbandingan Daya serta Power Density Minggu Pertama dan Minggu
Kedua
Pada pembahasan subbab ini diperoleh beberapa perbandingan serta selisih
peningkatan maupun penurunan daya rata-rata serta power density rata-rata per
harinya yang dihasilkan pada pengambilan data di minggu pertama dan minggu
kedua. Pada data tersebut juga dapat diperoleh daya maksimum rata-rata dan
power density maksimum rata-rata yang diperoleh pada data di pembahasan ini.
Berikut uraian perbandingan dan selisih per hari dari data hasil pengambilan data
daya rata-rata maksimum serta power density maksimum rata-rata pada minggu
pertama dan minggu kedua.
4.8.1 Perbandingan Daya Rata-Rata Minggu Pertama serta Minggu Kedua
Perbandingan daya rata-rata diperoleh dari perhitungan tegangan dikalikan
dengan arus listrik di setiap pengambilan data kemudian hasil dari perhitungan
tersebut dibuat rata-rata daya yang dihasilkan dari hasil perhitungan tersebut,
kemudian dibuat presentase kenaikan daya rata-rata pada minggu pertama banding
minggu kedua hasil pengambilan data. Untuk selisih daya rata-rata yang
dihasilkan dihitung rata-rata kenaikan maupun penurunan pada setiap harinya
pada minggu pertama dan minggu kedua. Selisih daya rata-rata minggu pertama
tersebut dapat diketahui dari tabel 4.20 berikut ini.
Tabel 4.20 Selisih daya rata- rata minggu pertama
Selisih Waktu Pengambilan
Selisih daya rata-rata minggu pertama
data
Hari 1 ke hari 2 30,25
Hari 2 ke hari 3 11,796
Hari 3 ke hari 4 6,292
75

Hari 4 ke hari 5 72,448


Hari 5 ke hari 6 290,298
Hari 6 ke hari 7 1289,73

Dari tabel diatas diketahui bahwa selisih daya rata-rata minggu pertama
yang dihasilkan selalu mengalami peningkatan setiap harinya. Peningkatan
maksimum daya rata-rata yang dihasilkan di minggu pertama terjadi pada hari ke-
6 menuju hari ke- 7, pada hari ke- 6 ke hari ke- 7 daya rata-rata meningkat sebesar
1289,73. Peningkatan daya rata-rata paling kecil terjadi pada hari ke- 3 ke hari ke-
4 dengan peningkatan hanya sebesar 6,292 atau 6,3. Sedangkan pada minggu
kedua daya rata-rata yang dihasilkan mengalami penurunan serta peningkatan,
hasil peningkatan maupun penurunannya dapat dilihat pada tabel selisih daya rata-
rata minggu kedua seperti tabel dibawah ini.
Tabel 4.21 Selisih daya rata-rata minggu kedua

Selisih Waktu pengambilan


Selisih daya rata-rata minggu kedua
data
Hari 1 ke hari 2 -1844,88
Hari 2 ke hari 3 -1027,5
Hari 3 ke hari 4 -116,82
Hari 4 ke hari 5 -1475,76
Hari 5 ke hari 6 1769,61
Hari 6 ke hari 7 11,347333

Pada data tabel diatas merupakan selisih daya rata-rata yang dihasilkan
pada minggu kedua yang dibandingkan dari daya rata-rata yang diperoleh per hari
pada minggu kedua untuk mencari selisih peningkatan maupun penurunannya.
Pada minggu kedua tersebut daya rata-rata yang dihasilkan mengalami penurunan
serta peningkatan seperti pada tabel diatas. Selisih daya rata-rata yang dihasilkan
pada minggu kedua mengalami peningkatan tertinggi pada hari ke- 5 menuju hari
ke- 6 yaitu sebesar 1769,61, sedangkan penurunan selisih daya rata-rata tertinggi
yang dihasilkan yaitu pada hari pertama menuju hari kedua dengan penurunan
sebesar -1844,88, penurunan tersebut lebih tinggi dari hari ke- 4 menuju hari ke- 5
76

pada minggu kedua daya rata-rata yang dihasilkan dengan penurunan sebesar -
1475,76. Maka dari data tersebut jika dibuat grafik perbandingan total daya rata-
rata antara minggu pertama dan minggu kedua akan didapatkan grafik seperti
dibawah ini.

12000

10000
Daya rata-rata (mW)

8000

6000
Minggu kedua
4000 Minggu Pertama

2000

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7
Waktu Pengambilan data (hari)

Gambar 4.8 Grafik perbandingan daya rata-rata minggu pertama dan minggu kedua

Pada grafik diatas pada minggu pertama hasil daya rata-rata mengalami
kenaikan dari hari pertama hingga hari ketujuh, sedangkan pada minggu kedua
daya rata-rata yang dihasilkan mengalami penurunan meskipun hasil data yang
diperoleh lebih besar dari minggu pertama. Maka dari data grafik diatas apabila
dibuat tabel presentase peningkatannya dari daya rata-rata yang dihasilkan minggu
pertama disbanding minggu kedua maka dapat diperoleh hasil seperti tabel
dibawah ini.
Tabel 4.22 Perbandingan kenaikan daya rata-rata minggu pertama dan minggu
kedua
Waktu Pengambilan data Presentase kenaikan daya rata- rata
minggu pertama banding minggu kedua
Hari ke- 1 0%
Hari ke- 2 1%
Hari ke- 3 1%
Hari ke- 4 1%
Hari ke- 5 2%
77

Hari ke- 6 5%
Hari ke- 7 21%

Pada tabel diatas diketahui bahwa dari hari pertama hingga hari ketujuh
pada hasil pengambilan data daya rata-rata presentase kenaikannya terus
mengalami peningkatan seiring bertambahnya hari. Presentase kenaikan
maksimum daya rata-rata dihasilkan pada hari ketujuh yaitu sebesar 21%.
Kenaikan terendah terdapat pada hari pertama yang hanya meningkat 0% dari
daya rata-rata yang dihasilkan yang dibandingkan antara hasil daya rata-rata
minggu pertama serta minggu kedua dengan hari yang sama.
4.8.2 Perbandingan Power Density Rata-Rata Minggu Pertama dan Minggu
Kedua
Pada pembahasan ini disajikan beberapa data hasil pengambilan data
minggu pertama dan minggu kedua, setelah itu hasil perhitungannya dibuat rata-
rata dan dibuat perbandingan pada kedua data tersebut. Data hasil perhitungan
perbandingan power density yang didapat dibuat selisih peningkatan maupun
penurunan hasil power density rata-rata setiap harinya pada minggu pertama
maupun pada minggu kedua serta dibuat presentase kenaikannya dengan hari yang
sama di minggu pertama maupun minggu kedua. Selisih peningkatan power
density rata-rata setiap harinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.23 Selisih power density minggu pertama
Selisih Waktu Pengambilan Selisih Power Density rata-rata minggu
data pertama
Hari 1 ke hari 2 24575,91316
Hari 2 ke hari 3 9583,3875
Hari 3 ke hari 4 5111,78994
Hari 4 ke hari 5 58858,7027
Hari 5 ke hari 6 235845,8989
Hari 6 ke hari 7 1047811,322

Pada tabel diatas merupakan hasil peningkatan maupun penurunan power


density rata-rata pada minggu pertama. Power density rata-rata yang dihasilkan
mengalami peningkatan maksimum pada hari ke- 6 menuju hari ke- 7 dengan
78

peningkatan sebesar 1047811,32 sedangkan pada hari ke- 3 menuju hari ke- 4
mengalami peningkatan paling rendah pada pengambilan data di minggu pertama
tersebut yaitu hanya sebesar 5111,78. Sedangkan pada minggu kedua hasil power
density rata-rata juga mengalami peningkatan serta penurunan seperti pada tabel
power density rata-rata pada minggu kedua dibawah ini.
Tabel 4.24 Selisih power density rata-rata minggu kedua
Selisih Waktu Pengambilan Selisih Power Density rata-rata minggu
data kedua
Hari 1 ke hari 2 362061,289
Hari 2 ke hari 3 -2279054,01
Hari 3 ke hari 4 -686411,348
Hari 4 ke hari 5 400406,755
Hari 5 ke hari 6 1352465,987
Hari 6 ke hari 7 854772,195

Pada tabel diatas merupakan hasil peningkatan maupun penurunan power


density rata-rata yang dihasilkan pada minggu kedua. Pada data tersebut tampak
power density yang dihasilkan juga mengalami peningkatan serta penurunan.
Peningkatan maksimum terdapat pada hari ke- 5 menuju hari ke- 6 dengan
peningkatan sebesar 1352465,9, sedangkan pada data power density rata-rata di
minggu kedua tersebut mengalami penurunan tertinggi pada hari ke- 2 menuju
hari ke- 3 dengan penurunan sebesar -2279054,01. Maka apabila dibuat grafik
perbandingan kenaikan maupun penurunan di minggu pertama maupun di minggu
kedua maka dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

8000000
Power Density rata-rata

7000000
6000000
(mW/m2)

5000000
4000000
3000000 Minggu Pertama
2000000 Minggu Kedua
1000000
0
Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
1 2 3 4 5 6 7
Waktu Pengambilan data (hari)

Gambar 4.9 Perbandingan power density rata-rata minggu pertama serta minggu kedua
79

Pada grafik diatas dapat diketahui peningkatan serta penurunan power


density yang dihasilkan pada minggu pertama maupun minggu kedua dengan
peningkatan yang bervariasi pada minggu pertama maupun minggu kedua dengan
setiap hari yang sama. Maka dengan adanya grafik diatas diketahui juga presentasi
peningkatannya antara minggu pertama dan minggu kedua dengan masing-masing
hari yang sama dapat dibuat tabel persentase kenaikan power density rata-rata
minggu pertama banding minggu kedua seperti tabel dibawah ini.
Tabel 4.25 Presentase kenaikan power density rata- rata minggu pertama banding
minggu kedua
Waktu Pengambilan data Presentase kenaikan power density rata-
rata minggu pertama banding minggu
kedua
Hari ke- 1 0%
Hari ke- 2 1%
Hari ke- 3 1%
Hari ke- 4 2%
Hari ke- 5 3%
Hari ke- 6 6%
Hari ke- 7 21%

Pada data presentase kenaikan power density maksimum rata-rata


ditemukan pada hari ke tujuh. Kenaikan power density maksimum yaitu pada hari
ke tujuh minggu pertama dan minggu kedua. Pada perbandingannya diketahui
bahwa hari ke- 7 di minggu pertama dan hari ke- 7 di minggu kedua menghasilkan
kenaikan power density rata-rata sebesar 21%, sedangkan peningkatan terendah
terdapat pada hari pertama yang dibandingkan hari pertama di minggu pertama
dibanding hari pertama juga di minggu kedua hanya mengalami peningkatan
sebesar 0%.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Limbah tetes tebu dicampur dengan lumpur sawah dengan perbandingan 1:1
dapat menghasilkan elektron dengan substrat mikroba sebagai mediator akibat
reaksi larutan KMnO4 sebagai elektrolit yang menghantarkan proton melewati
jembatan garam yang diserap oleh elektroda sehingga menghasilkan tegangan,
daya, dan power density.
2. Pada penelitian ini tegangan yang dihasilkan berbanding lurus dengan daya
yang dihasilkan, apabila tegangan mengalami kenaikan maka daya yang
dihasilkan juga mengalami kenaikan dengan kenaikan daya rata-rata
maksimum sebesar 21% dengan hasil pengukuran sebesar 1,08 x 10-4 mW
pada hari ketujuh dengan membandingkan dengan hari yang sama antara
minggu pertama dan minggu kedua, hal tersebut disebabkan karena
perpindahan tempat penyimpanan kompartemen MFC sehingga hasil
maksimum tidak terdapat pada hari ke- 14 (minggu kedua pada hari ketujuh).
3. Pada penelitian ini tegangan yang dihasilkan berbanding lurus dengan power
density yang dihasilkan, apabila tegangan mengalami kenaikan maka power
density yang dihasilkan juga mengalami kenaikan, peningkatan power density
rata-rata maksimum sebesar 21% dengan hasil pengukuran sebesar 8,83 x 10 -6
mW/m2 pada hari ketujuh dengan membandingkan dengan hari yang sama
antara minggu pertama dan minggu kedua, hal tersebut disebabkan karena
perpindahan tempat penyimpanan kompartemen MFC sehingga hasil
maksimum tidak terdapat pada hari ke- 14 (minggu kedua pada hari ketujuh).

5.2 Saran
1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan penelitian selanjutnya juga dapat
menganalisa tentang microbial fuel cell dengan membahas tentang sistem
microbial fuel cell yang memvariasikan jumlah elektroda pada kompartemen
anoda dan katoda terhadap tegangan dan power density yang dihasilkan.

80
DAFTAR PUSTAKA

Akbar T.N., M.R. Kirom, R.F. Iskandar. 2017. “Analisis Pengaruh Material
Logam Sebagai Elektroda Microbial Fuel Cell”. E – Proceeding Of
Engineering : Vol. 4 No. 2 Agustus 2017 page 2123. Prodi S1 Teknik
Fisika, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom.

Behera, Jana. 2010. “Rice Mill Wastewater Treatment In Microbial Fuel Cells
Fabricated Using Proton Exchange Membrane and Earthen Pot At
Different pH”. Bioelectrochemistry 79: 228-223.

Cheng, L. 2006. “Increased Perfomance of Single-Chamber Microbial Fuel Cells


Using an Improved Cathode Structure”. Electrochemistry Communications
8: 489-494.

Choo, Y. Fung, J. Lee, I. S. Chang, B. H. Kim. 2006. “Bacterial Communities in


Microbial Fuel Cells Enriched with High Concentrations of Glucose and
Glutamate”. In Journal of Microbiology and Biotechnology 16. P. 1481 –
1484.

Ghangrekar, M.,M., V.B., Shinde. 2006. “Perfomance Of Membrane-ess


Microbial Fuel Cell Treating Wastewater And Effect Of Electrode Distance
And Area On Electricity Production”. Indian Institute Of Technology. India.

Ibrahim, B., P. Suptijah, Z.N. Adjani. 2017. “Kinerja Microbial Fuel Cell
Penghasil Biolistrik Dengan Perbedaan Jenis Elektroda Pada Limbah Cair
Industri Perikanan”. JPHPI 2017, Voume 20 Nomor 2. Departemen
Tekhnologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). 2012. ”Rencana Induk
Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional tahun 2012-2025”.
Kepmen No 2700 k/11/MEM/2012. Jakarta (ID): Kementrian Energi dan
Sumberdaya Mineral.

Kristin, Ester. 2012. “Produksi Energi Listrik Melalui Microbial Fuel Cell
Menggunakan Limbah Industri Tempe”. Skripsi. Program Studi Teknoogi
Bioproses, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Depok.

Li, Z., L. Yao, L. Kong, H. Liu. 2007. “Electricity Generation Using a Baffled
Microbial Fuel Cell Convenient for Stacking”. Bioresource Technology.
81
82

Liu, H. 2008. “Microbial Fuel Cell: Novel Anaerobic Biotechnology For Energy
Generation From Wastewater”. Anaerobic Biotechnology for Bioenergy
Production : Principles and Applications. (Eds. S. K. Khanal. Lowa). P.
221-243. New Jersey : John Wiley and Sons (Wiley).

Nirliani. (2007). “Aktivitas Bakteri Dentrifikasi Asal Sawah di Bogor, Jawa


Barat”. Institut Pertanian Bogor, Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.

Park, D. H., & Zeikus, J. G. (2000). “Electricity Generation in Microbial Fuel


Cell using Neutral Red as an Electronophore”. Applied And Enviromental
Microbiology, 66, 1292-1297.

Permana, D., Haryadi, H., R., Putra, H., E., Juniaty, W., Rachman, S. D., &
Ishmayana, S. (2013). ”Evaluasi Penggunaan Metilen Blue Sebagai
Mediator Eektron Pada Microbial fuel Cell dengan Biokatalis Acetobacter
Aceti”. 8, 78-88.

Scott And Murano. 2007. “Microbial Fuel Cells Utilising Carbohidrates”. Journal
of Chemical Technology and Biotechnology 82: 92-100.

Sidharta, M.L., Jamilah, D. karamita, W. Brianno dan A. Hamid. 2007.


“Pemanfaatan Limbah Cair Sebagai Sumber Energi Listrik Pada Microbial
Fuel Cell”. Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa ITB Bidang Energi.

Singh, D., D. Pratap, Y. Baranwal, B. Kumar and R. K. Chaudhary. 2010.


“Microbial fuel cells: A green technology for power generation”. In Annals
of Biological Research, Vol. 1 No. 3. P. 128-138

Sukkasema, X. 2008. “Effect of Nitrate on The Perfomance of Single Chamber air


Cathode Microbial Fuel Cells”. Water Research: 1-8.

Ulfia, N., Samudro G., Sumiyati S.. 2015. “Pengaruh Konsentrasi Chemical
Oxygen Demand (COD) Dan Larutan Garam Dalam Jembatan Garam
Terhadap Kinerja Dual Chamber Microbial Fuel Cell”. Jurnal Teknik
Lingungan Vol. 4 No. 2. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang.

Wafiroh, S., S. Suyanto, Y. Yuliana, 2016. “Pembuatan dan Karakterisasi


Membran Komposit Kitosan – Sodium Alginat Terfosforilasi Sebagai
83

Proton Exchange Membrane Fuel Cell”. Jurnal kimia Riset, Voume 1 No. 1.
Departemen Kimia, Fakutas sains dan Tekhnologi, Universitas Airlangga.
Surabaya.

Wang, F. 2008. “Electricity Production From Beer Brewery Wastewater Using


Single Chamber Microbial Fuel Cell”. Water Science & Technology 57:
1117-1121.

Wei, L., H. Han, J. Shen. 2012. “Effects Of Cathodic Electron Acceptors and
Potasium Ferricyanide Concentrations On The Perfomance Of Microbial
Fuel Cell”. Internationa Journal Of Hydrogen Energy 1-7.

.Winaya, I.N.S., M. Sucipta, A.A.K.W Putra. 2011, “ Memanfaatkan Air Bilasan


Bagas Untuk Menghasikan Listrik Dengan Teknologi Microbial Fuel Cell”.
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakra M vol. 5 No. 1. Program pasca sarjana
jurusan teknik mesin, Universitas Udayana.

Yia, N. 2009. “Selection Of a Variant of Geobacter Sulfurreducens with


Enhanced Capacity For Current Production In Microbial Fuel Cells”.
Biosensors And Bioelectronics 24: 3498-3503.

Zahara. 2010. “Pemanfaatan Saccharomyces cerevisiae Dalam Sistem Microbial


Fuel Cell Untuk Produksi Energi Listrik”.

Zuo, Y., D. Xing, J.M. Regan, and B.E. Logan. 2008. “Isolation of the
Exoelectrogenic Bacterium Ochrobactrum anthropi YZ-1 by Using a U-
Tube Microbial Fuel Cell”. In Applied and Environmental Microbiology,
Vol. 15, No. 74. P. 3130 – 3137.
84

Lampiran 1 Perhitungan dan Rumus


1. Preparasi jembatan garam NaCl

M= x

1 mol/L = x

1 mol/L = x 18,18

1 mol/L x 58,5 g/mol = massa x 18,18

= = 3,21 gram

Jadi, dibutuhkan 3,21 gram NaCl untuk membuat larutan NaCl 1 M pada
penelitian ini.
2. Preparasi Elektrolit KMnO4

M= x

1 mol/L = x

1 mol/L = x 2,22

1 mol/L x 158 g/mol = massa x 2,22

= = 71,17 gram

Jadi, dibutuhkan 71,17 gram KMnO4 untuk membuat larutan KMnO4 1 M pada
penelitian ini.
3. Daya maksimum
Untuk mengetahui daya maksimum maka mencari dahulu tegangan
dan arus listrik maksimum yang dihasilkan pada penelitian ini. Tegangan dan
arus listrik maksimum pada penelitian ini yaitu hari pertama minggu kedua
dengan tegangan 747 mV dan arus listrik 14,56 mA.
P =VxI
= 747 mV x 14,56 mA
= 10876,32 atau 1,08 x 10-4 mW
4. Luas permukaan elektroda
Diameter = 8 mm, tinggi (h) = 45 mm
Lp = 2πr(r + h)
85

A = 2 x 3,14 x 4 (4 + 45)
= 1230,88 mm2 = 0,00123088 m2
5. Power density maksimum
Untuk mengetahui Power density maksimum maka mencari dahulu
daya listrik maksimum yang dihasilkan dan luas permukaan elektroda pada
penelitian ini. Daya listrik maksimum pada penelitian ini yaitu hari pertama
minggu kedua dengan daya maksimum sebesar 10876,32 mW atau 1,08 x 10-4
mW. Luas permukaan elektroda sebesar 0,00123088 m2.

Power density (mW/m2) =

= 8836214,74 mW/m2 atau 8,83 x 10-6 mW/m2.

Lampiran 2 Tabel Daya dan Power Density Minggu Pertama


1. Hari ke- 1
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
Pengujian (Jam) Power Density
daya (mW) (mW/m2)
07.00
12.5 10155.33602
10.00
20.74 16849.73352
13.00
34.03 27646.88678
16.00
43.24 35129.33836
19.00
53.04 43091.1218

2. Hari ke- 2
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Power Density
Daya (mW) (mW/m2)
07.00
51.51 41848.10867
10.00
54.59 44350.38347
86

13.00
62.7 50939.16548
16.00
76.56 62199.40205
19.00
69.44 56414.92266

3. Hari ke- 3
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Power Density
Daya (mW) (mW/m2)
07.00
63.84 51865.33212
10.00
62.72 50955.41401
13.00
75.64 61451.96932
16.00
84.48 68633.82296
19.00
87.1 70762.38139

4. Hari ke- 4
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Power Density
Daya (mW) (mW/m2)
07.00
76.26 61955.67399
10.00
63.28 51410.37307
13.00
75.02 60948.26466
16.00
88.44 71851.03341
19.00
102.24 83062.52437

5. Hari ke- 5
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Power Density
daya (mW) (mW/m2)
07.00
102.2 83030.0273
10.00
115.52 93851.55336
13.00
140.22 113918.4973
87

16.00
223.3 181414.9227
19.00
186.24 151306.3824

6. Hari ke- 6
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Power Density
Daya (mW) (mW/m2)
07.00
182.4 148186.6632
10.00
229.14 186159.4956
13.00
283.21 230087.4171
16.00
666.08 541141.2973
19.00
858.14 697176.0042

7. Hari ke- 7
Waktu Hasil pengukuran sistem MFC
pengujian (jam) Power Density
Daya (mW) (mW/m2)
07.00
1120.23 910104.9656
10.00
1675.36 1361107.5
13.00
1790.91 1454983.426
16.00
1965.52 1596841.284
19.00
2115.6 1718770.311

8. Daya rata-rata minggu pertama


Waktu pengambilan data Daya rata-rata (mW) minggu pertama
Hari 1 32,71
Hari 2 62,96
Hari 3 74,756
Hari 4 81,048
Hari 5 153,496
Hari 6 443,794
Hari 7 1733,524
88

9. Power density rata-rata minggu pertama


Waktu pengambilan data Power density rata-rata minggu pertama
Hari 1 26574,4833
Hari 2 51150,39646
Hari 3 60733,78396
Hari 4 65845,5739
Hari 5 124704,2766
Hari 6 360550,1755
Hari 7 1408361,497

Lampiran 3 Tabel Daya dan Power Density Minggu Kedua


1. Hari ke- 1 (hari ke- 8)
Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Power Density
Daya (mW)
(mW/m2)
07.00
5579.76 4533147.017
08.00
5610.85 4558405.369
09.00
6476.8 5261926.427
10.00
7494.2 6088489.536
11.00
8299.32 6742590.667
12.00
7475.04 6072923.437
13.00
6898.3 5604364.357
14.00
8555.45 6950677.564
15.00
8699.7 7067870.142
16.00
8973.36 7290198.882
17.00
8634.6 7014981.152
18.00
9571.36 7776030.157
19.00
10876.32 8836214.741
20.00
9772.2 7939197.972
21.00
9889.2 8034251.917
89

2. Hari ke- 2 (hari ke- 9)


Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Power Density
Daya (mW)
(mW/m2)
07.00
8202.92 6664272.715
08.00
8334.48 6771155.596
09.00
7382.76 5997952.684
10.00
8271.36 6719875.211
11.00
8987.88 7301995.32
12.00
8123.92 6600090.992
13.00
8943.51 7265947.94
14.00
9031.44 7337384.635
15.00
8880.6 7214838.165
16.00
8912.44 7240705.836
17.00
8839.46 7181414.923
18.00
8990 7303717.665
19.00
8902.26 7232435.331
20.00
8825.04 7169699.727
21.00
8863.2 7200701.937

3. Hari ke- 3 (hari ke- 10)


Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Power Density
Daya (mW)
(mW/m2)
07.00
8003.94 6502616.015
08.00
7625.16 6194884.96
09.00
6800.43 5524852.138
10.00
6794.43 5519977.577
11.00
6754.1 5487212.401
12.00
6730.56 5468087.872
13.00
5080.32 4127388.535
90

14.00
5470.92 4444722.475
15.00
4911.1 3989909.658
16.00
4976.6 4043123.619
17.00
5410.44 4395586.897
18.00
5113.92 4154686.078
19.00
4690.56 3810737.034
20.00
4170.91 3388559.405
21.00
4879.25 3964033.862

4. Hari ke- 4 (hari ke- 11)


Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Power Density
Daya (mW)
(mW/m2)
07.00
7884.08 6405238.529
08.00
7780.12 6320778.63
09.00
7481.32 6078025.478
10.00
7887.12 6407708.306
11.00
7857.78 6383871.702
12.00
7651.95 6216649.877
13.00
4846.53 3937451.254
14.00
2924.44 2375893.67
15.00
4051.02 3291157.546
16.00
1305.56 1060672.04
17.00
2995.05 2433259.132
18.00
2882.52 2341836.735
19.00
3230.88 2624853.763
20.00
3394.16 2757506.824
21.00
2566.76 2085304.823
91

5. Hari ke- 5 (hari ke- 12)


Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Power Density
Daya (mW)
(mW/m2)
07.00
5556.76 4514461.198
08.00
5579.76 4533147.017
09.00
5413.56 4398121.669
10.00
6411.36 5208761.211
11.00
5651.52 4591446.77
12.00
5072.76 4121246.588
13.00
5433.12 4414012.739
14.00
5285.5 4294082.283
15.00
5334.23 4333671.845
16.00
5347.89 4344769.596
17.00
5311.8 4315449.11
18.00
5283.6 4292538.672
19.00
5383.08 4373358.898
20.00
5439.98 4419585.987
21.00
5627.16 4571656.051

6. Hari ke- 6 (hari ke- 13)


Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Power Density
Daya (mW)
(mW/m2)
07.00
7988.64 6490185.883
08.00
6386.11 5188247.433
09.00
6490.88 5273365.397
10.00
6572.86 5339968.153
11.00
6507.15 5286583.582
12.00
6624.59 5381994.995
13.00
6638.73 5393482.712
92

14.00
6497.92 5279084.882
15.00
7329.64 5954796.568
16.00
8097.96 6579000.39
17.00
7154.84 5812784.349
18.00
7323.97 5950190.108
19.00
8180.97 6646439.945
20.00
8129.55 6604664.955
21.00
7179.12 5832510.074

7. Hari ke- 7 (hari ke- 14)


Waktu pengujian Hasil pengukuran sistem MFC
(jam) Power Density
Daya (mW)
(mW/m2)
07.00 7050508.579
8678.33
08.00 6908569.479
8503.62
09.00 6941537.762
8544.2
10.00 6842827.895
8422.7
11.00 6360278.825
7828.74
12.00 6705641.492
8253.84
13.00 6605875.471
8131.04
14.00 6655043.546
8191.56
15.00 6704211.621
8252.08
16.00 6293968.543
7747.12
17.00 6336661.575
7799.67
18.00 6699840.764
8246.7
19.00 6013819.381
7402.29
20.00 6797892.565
8367.39
21.00 6918204.862
8515.48
93

8. Daya rata-rata minggu kedua


Waktu pengambilan data Daya rata-rata (mW) minggu kedua
Hari 1 10876,32
Hari 2 9031,44
Hari 3 8003,94
Hari 4 7887,12
Hari 5 6411,36
Hari 6 8180,97
Hari 7 8192,317333

9. Power density rata-rata minggu kedua


Waktu pengambilan data Power density rata-rata minggu kedua
Hari 1 6651417,956
Hari 2 7013479,245
Hari 3 4734425,235
Hari 4 4048013,887
Hari 5 4448420,642
Hari 6 5800886,629
Hari 7 6655658,824

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian


1. Preparasi elektroda
Perlakuan Dokumentasi Keterangan
Preparasi
elektroda
menggunakan
HCl
1.
Preparasi
Elektroda
94

Preparasi
elektroda
menggunakan
NaOH

Pembilasan
elektroda
Menggunaka
n Aquadest

Preparasi
jembatan
garam (pipa
U)
menggunakan
HCl

2.
Preparasi
Jembatan Preparasi
Garam jembatan
garam (pipa
U)
menggunakan
NaOH
95

Preparasi
jembatan
garam (pipa
U)
menggunakan
aquadest

Pengukuran
NaCl sebelum
digunakan di
jembatan garam

Pipa U yang
sudah diisi agar-
agar dan NaCl
yang siap untuk
dipasangkan

Pengukuran
KMnO4
menggunakan
neraca massa
digital

3. Preparasi
Elektrolit

Aquadest 450
ml sebagai
pelarut KMnO4
96

Larutan KMnO4
setelah
dilarutkan
Aquadest dan
siap digunakan

Preparasi tetes
tebu 250 ml

4. Preparasi
Air Bilasan
tebu (tetes
tebu) + Tetes tebu +
Lumpur lupur sawah
sawah ketika
ditambahkan

5. Buffer Buffer fosfat 50


Fosfat pH 7 ml
97

Pengambilan
6.Pengukura data tegangan
n Tegangan yang dihasilkan
sistem MFC

Anda mungkin juga menyukai