Anda di halaman 1dari 16

POLIMIALGIA REUMATIK

Diagnosis ICD 10 : Tingkat Kemampuan : 3A


- L99 Musculosceletal disease other
- M53.3 Polymyalgia rheumatica

Anamnesa (Subjective)

Keluhan : Nyeri dan kekakuan pinggul dan bahu, terutama pagi hari selama > 1 jam

Faktor Resiko : -

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik :
Gejala Umum:
a. Penampilan lelah
b. Pembengkakan ekstremitas distal dengan pitting edema
Temuan musculoskeletal:
a. Kekuatan otot normal, tidak ada atrofi otot
b. Nyeri pada bahu dan pinggul dengan gerakan
c. Sinovitis transient pada lutut, pergelangan tangan, sendi sterno klavikula

Pemeriksaan Penunjang : LED

Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis : Kriteria Diagnostik:


a. Usia > 50 atau lebih tua
b. LED ≥ 40mm/jam
c. Nyeri bertahan > 1 bulan dan melibatkan 2 dari daerah berikut: leher, bahu, panggul
d. Tidak adanya penyakit lain yang menyebabkan gejala musculoskeletal
e. Kekakuan pagi berlangsung ≥ 1 jam
f. Respons cepat terhadap prednison (≤ 20 mg)

Diagnosis Banding
a. Amiloidosis, AA (Inflammatory)
b. Depresi
c. Fibromialgia
d. Giant cell Arteritis
e. Hipotiroidism
f. Multipel myeloma
g. Osteoartritis
h. Sindroma paraneoplastik
i. Artritis rheumatoid

Komplikasi : -

Rencana Penatalaksanaan (Plan)


1. Penatalaksanaan
a. Prednison dengan dosis 10-15 mg po/hari  perbaikan klinis dalam beberapa hari
b. LED biasanya Kembali normal selama pengobatan awal, keputusan terapi berikutnya
harus berdasarkan status LED dan klinis pasien.
c. Terapi glukokortikoid dapat diturunkan secara bertahap dengan dosis pemeliharaan 5-10
mg po/hari tetapi harus dilanjutkan selama minimal 1 tahun untuk mengurangi kambuh.
d. NSAID dapat memfasilitasi penurunan dosis prednison.
e. Modifikasi gaya hidup dengan aktifitas fisik yang rutin.

2. Konsultasi dan Edukasi


Edukasi keluarga bahwa penyakit ini mungkin menimbulkan gangguan dalam aktifitas
penderita sehingga dukungan keluarga sangatlah penting.

Kriteria Rujukan
Setelah ditegakkan dugaan diagnosis, pasien dirujuk ke Spesialis Penyakit Dalam

Prognosis
Dubia ad bonam, tergantung dari ada/tidaknya komplikasi
ARTRITIS REUMATOID
Diagnosis ICD 10 : Tingkat Kemampuan : 3A
- L99 Musculosceletal disease other
- M53.3 Polymyalgia rheumatica

Anamnesa (Subjective)

Keluhan : Gejala Prodromal: anoreksia, seluruh tubuh terasa lemah yang berlangsung
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Gejala spesifik pada beberapa sendi, terutama sendi PIP
(proximal interphalangeal), sendi MCP (metacarpophalangeal), pergelangan tangan, lutut, dan
kaki.

Gejala synovitis pada sendi yang terkena: bengkak, nyeri yang diperberat dengan gerakan
sehingga gerakan menjadi terbatas, kekakuan pada pagi hari > 1 jam.

Gejala ekstraartikular: mata (episkleritis), saluran napas atas (nyeri tenggorok, nyeri menelan
yang terasa lebih berat pada pagi hari), kardiovaskular (nyeri dada pada pericarditis), anemia.

Faktor Resiko :
a. Usia > 60 tahun
b. Wanita usia > 50 tahun atau menopause
c. Kegemukan
d. Pekerja berat dengan penggunaan satu sendi terus-menerus
e. Faktor genetik
f. Hormon seks
g. Infeksi tubuh

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik :
Manifestasi artikular: pada > 3 sendi (poliartritis) terutama di sendi tangan, simetris, imobilisasi
sendi, pemendekan otot seperti pada vertebra servikalis, gambaran deformitas sendi tangan.

Manifestasi ekstrartikular:
a. Kulit: terdapat nodul rheumatoid pada daerah yang banyak menerima penekanan, vaskulitis.
b. Soft tissue rheumatism, seperti carpal tunnel syndrome atau frozen shoulder
c. Mata: dapat ditemukan kerato-konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi sindrom
Sjorgen,
episkleritis/skleritis. Konjungtiva tampak anemia akibat penyakit kronik.
d. Sistem repiratorik: dapat ditemukan adanya radang sendi krikoaritenoid, pneumonitis
interstitial,
efusi pleura, atau fibrosis paru luas.
e. Sistem kardiovaskular: dapat ditemukan perikarditis konstriktif, disfungsi katup, fenomena
embolisasi, gangguan konduksi, aortritis, kardiomiopati.

Pemeriksaan Penunjang : LED

Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis : didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.


Kriteria Diagnosis berdasarkan ACR tahun 1987:
a. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam
b. Artritis pada sekurangnya 3 sendi
c. Artritis pada sendi pergelangan tangan, metacarpophalanx (MCP), dan Proximal
Interphalanx (PIP).
d. Artritis yang simetris
e. Nodul rheumatoid
f. Faktor rheumatoid serum positif. Hasil positif dijumpai pada sebagian besar kasus (85%)
sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya RA.
g. Gambaran radiologik yang spesifik
h. LED dan CRP meningkat
i. Analisis cairan sendi: terdapat gambaran inflamasi ringan-sedang.
Untuk diagnosis RA, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di atas. Kriteria 1-4 harus minimal
diderita selama 6 minggu.

Diagnosis Banding
a. Penyebab artritis lainnya
b. Spondiloartropati seronegatif
c. Lupus eritematosus sistemik
d. Sindrom Sjogren

Komplikasi :
a. Deformitas sendi (boutonniere, swan neck, deviasi ulnar)
b. CTS (carpal tunnel syndrome)
c. Sindrom Felty (gabungan gejala RA, splenomegaly, leukopenia, ulkus pada tungkai, juga
sering disertai limfadenopati dan trombositopenia.

Rencana Penatalaksanaan (Plan)

3. Penatalaksanaan
a. Memproteksi sendi, terutama pada stadium akut dengan menggunakan decker
b. Diklofenak 2x 50-100mg, meloksikam 7,5 – 15 mg/hari, celecoxib 200 – 400 mg/hari
c. Prednison atau metilprednisolon dosis rendah sebagai bridging therapy
d. Fisioterapi, tatalaksana okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis

Kriteria Rujukan
a. Tidak membaik dengan pemberian obat antiinflamasi dan steroid dosis rendah
b. RA dengan komplikasi
c. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas

Sarana Prasarana
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah

Prognosis
Dubia ad bonam, sangat tergantung dari pejalanan penyakit dan penatalaksanaan selanjutnya.

OBESITAS
Diagnosis ICD 10 :
- T82 Obesity T83 Overweight
- E66.9 obesity unspecified
Anamnesa (Subjective)

Keluhan : Biasanya pasien dating bukan dengan keluhan kelebihan berat badan, namun dengan
adanya gejala dari risiko kesehatan yang timbul.

Faktor Resiko :
a. Kebiasaan makan berlebih, genetik
b. Kurang aktifitas fisik
c. Faktor psikologis dan stress
d. Obat-obatan (beberapa obat seperti steroid, KB hormonal, dan antidepresan)
e. Usia (misalnya menopause)
f. Kejadian tertentu (misalnya berhenti merokok, berhenti dari kegiatan olahraga, dsb)

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik :
a. Pengukuran Antropometri (BB, TB, dan LP)
Indeks Masa Tubuh (IMT/Body mass index/BMI) menggunakan rumus: Berat Badan (kg) /
Tinggi Badan kuadrat (m2)
Pemeriksaan fisik lain sesuai keluhan menentukan telah terjadi komplikasi atau risiko
tinggi.
b. Pengukuran lingkar pinggang, risiko meningkat bila laki-laki > 85 cm, perempuan > 80 cm.
c. Pengukuran tekanan darah untuk menentukan risiko dan komplikasi (hipertensi)

Pemeriksaan Penunjang : untuk menentukan risiko dan komplikasi, pemeriksaan gula darah,
profil lipid, asam urat.

Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis : ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Diagnosis klinis mengenai kondisi kesehatan yang berasosiasi dengan obesitas:
a. Hipertensi
b. DM tipe 2
c. Dislipidemia
d. Sindrom metabolic
e. Sleep apnea konstruktif
f. Penyakit sendi degeneratif
Diagnosis Banding
a. Keadaan asites atau edema
b. Masa otot yang tinggi, misalnya pada olahragawan

Komplikasi :
Risiko kesehatan yang dapat terjadi akibat obesitas adalah Diabetes Mellitus tipe 2, Hipertensi,
serangan jantung, kanker kolon, angina, penyakit empedu, kanker ovarium, osteoarthritis dan
stroke. Sumber lain mengatakan bahwa hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, tidak bisa bernafas,
sleep apnoe, abnormalitas hormon reproduksi, sindroma polikistik ovarium, low back pain dan
perlemakan hati dapat pula terjadi.

Risiko absolut pada obesitas bila selain obesitas telah ditegakkan pula penyakit jantung koroner,
DM tipe 2 dan gangguan tidur (sleep apnea).

Sedangkan bila obesitas disertai dengan 3 atau lebih keadaan di bawah ini, maka dikelompokkan
menjadi obesitas risiko tinggi. Keadaannya adalah hipertensi, perokok, kadar LDL tinggi, kadar
HDL rendah, kadar gula darah puasa tidak stabil, riwayat keluarga serangan jantung usia muda,
dan usia (laki-laki > 45 thn, atau perempuan > 55 thn).
Rencana Penatalaksanaan (Plan)

4. Penatalaksanaan
a. Dimulai dengan kesadaran pasien bahwa kondisi sekarang adalah obesitas, dengan
berbagai risikonya dan berniat untuk menjalankan program penurunan berat badan
b. Diskusikan dan sepakati target pencapaian dan cara yang akan dipilih (target rasional
adalah penurunan 10% dari BB sekarang)
c. Usulkan cara yang sesuai dengan faktor risiko yang dimiliki pasien, dan jadwalkan
pengukuran berkala untuk menilai keberhasilan program
d. Penatalaksanaan ini meliputi perubahan pola makan (makan dalam porsi kecil namun
sering) dengan mengurangi konsumsi lemak dan kalori, meningkatkan latihan fisik dan
bergabung dengan kelompok yang bertujuan sama dalam mendukung satu sama lain dan
diskusi hal-hal yang dapat membantu dalam pencapaian target penurunan berat badan ideal.
e. Pengaturan pola makan dimulai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 300-500
kkal/hari dengan tujuan untuk menurunkan berat badan sebesar ½-1 kg per minggu. f. Latihan
fisik dimulai secara perlahan dan ditingkatkan secara bertahap intensitasnya. Pasien dapat
memulai dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat
ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu.
Kriteria Rujukan
a. Konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam bila pasien merupakan obesitas
dengan risiko tinggi dan risiko absolut.

b. Jika sudah dipercaya melakukan modifikasi gaya hidup (diet yang telah diperbaiki,
aktifitas fisik yang meningkat dan perubahan perilaku) selama 3 bulan, dan tidak
memberikan respon terhadap penurunan berat badan, maka pasien dirujuk ke spesialis
penyakit dalam untuk memperoleh obat-obatan penurun berat badan

Prognosis
Risiko kematian meningkat seiring dengan tingginya kelebihan berat badan. Risiko yang
berhubungan dengan konsekuensi metabolisme dan risiko yang berhubungan dengan pengaruh
berat badan pada tubuhnya sendiri relatif berlipat ganda sesuai dengan kelebihan berat
badannya.
HIPERURICEMIA – GOUT ARTHRITIS
Diagnosis ICD 10 : Tingkat Kemampuan: 4A
- T99 Endocrine/metabolic/nutritional
disease other, T92 Gout, M10 Gout
- E79.0 Hyperuricemia without signs of
inflammatory arthritis & tophaceous

Anamnesa (Subjective)

Keluhan : Pasien datang ke dokter dengan keluhan bengkak dan nyeri sendi yang mendadak,
biasanya timbul pada malam hari. Bengkak disertai rasa panas dan kemerahan. Keluhan juga
dapat disertai demam, menggigil, dan nyeri badan. Apabila serangan pertama, 90% kejadian
hanya pada 1 sendi dan keluhan dapat menghilang dalam 3-10 hari walau tanpa pengobatan.

Faktor Resiko :
a. Usia dan Jenis kelamin
b. Obseitas
c. Alkohol
d. Hipertensi
e. Gangguan fungsi ginjal
f. Penyakit-penyakit metabolic
g. Pola diet
h. Obat: aspirin dosis rendah, diuretic, obat-obat TB

Faktor pencetus timbulnya serangan nyeri sendi: trauma lokal, diet tinggi purin, minum alkohol,
kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, penggunaan diuretik, penggunaan obat yang dapat
meningkatkan kadar asam urat.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum: Tampak sehat atau kesakitan akibat nyeri sendi. Arthritis monoartikuler dapat
ditemukan, biasanya melibatkan sendi MTP-1 atau sendi tarsal lainnya. Sendi yang mengalami
inflamasi tampak kemerahan dan bengkak.

Pemeriksaan Penunjang : Tampak pembengkakan asimetris pada sendi dan kista subkortikal
tanpa erosi pada pemeriksaan radiologis. Kadar asam urat dalam darah > 7 mg/dl.

Diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan untuk diagnosis definitif
Gout arthritis adalah ditemukannya kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus.

Gambaran klinis hiperurisemia dapat berupa:


a. Hiperurisemia asimptomatis Keadaan hiperurisemia tanpa manifestasi klinis berarti.
Serangan arthritis biasanya muncul setelah 20 tahun fase ini.
b. Gout arthritis, terdiri dari 3 stadium: 1. Stadium akut 2. Stadium interkritikal 3. Stadium
kronis
c. c. Penyakit Ginjal
Diagnosis Banding
a. Sepsis arthritis
b. Rheumatoid arthritis

Komplikasi :
Keadaan hiperurisemia bisa menimbulkan terbentuknya batu ginjal dan gagal ginjal.

Rencana Penatalaksanaan (Plan)

5. Penatalaksanaan
a. Mengatasi serangan akut dengan segera Obat: analgetik, colcichine, kortikosteroid
1. Analgesik (NSAID bila tidak terdapat kontraindikasi terbanyak digunakan: indometasin
150-200 mg/hari selama 2-3 hari).
2. Colchicine (Efektif pada 24 jam pertama setelah serangan nyeri sendi timbul. Dosis oral
0.5-0.6 mg per hari dengan dosis maksimal 6 mg.
3. Kortikosteroid sistemik (bila NSAID dan Colchicine tidak berespon baik)
b. Program pengobatan untuk mencegah serangan berulang: analgetik, colcichine dosis
rendah

c. Mengelola hiperurisemia (menurunkan kadar asam urat) & mencegah komplikasi lain
1. Obat-obat penurun asam urat
• Agen penurun asam urat (tidak digunakan selama serangan akut). Pemberian
Allupurinol
dimulai dari dosis terendah, 100mg, kemudian bertahap dinaikkan bila diperlukan,
dengan dosis maksimal 800mg/hari. Target terapi adalah kadar asam urat < 6mg/dl.
2. Modifikasilifestyle/gaya hidup • Minum cukup (8-10 gelas/hari). • Mengelola obesitas dan
menjaga Berat Badan Ideal. • Kurangi konsumsi alkohol. • Pola diet sehat (rendah purin).

Kriteria Rujukan
Apabila pasien mengalami komplikasi atau pasien memiliki penyakit komorbid, rujuk Sp.PD.

Sarana Prasarana:
a. Laboratorium untuk pemeriksaan kimia darah
b. Pemeriksaan radiologi

Prognosis
Umumnya tidak mengancam jiwa, namun quo ad fungsionam dan sanationamnya dubia ad
bonam
DISLIPIDEMIA
Diagnosis ICD 10 : Tingkat Kemampuan: 4A
- T93 Lipid disorder
- E78.5 Hiperlipidemia

Anamnesa (Subjective)
Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor risiko seperti konsumsi tinggi lemak,
merokok, riwayat keluarga dengan dislipidemia dan DM, kurang beraktivitas fisik, konsumsi
alkohol, riwayat diabetes sebelumnya. Pada umumnya dislipidemia tidak bergejala dan biasanya
ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan rutin kesehatan (medical check-up).

Faktor Resiko :
a. Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun
b. Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini, yaitu ayah usia < 55 th, ibu < 65 th
c. Kebiasaan merokok
d. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat obat antihipertensi)
e. Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol HDL ≥ 60 mg/dl maka
mengurangi satu faktor risiko dari jumlah total

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaaan antropometri (lingkar perut dan IMT/Indeks Massa Tubuh) dan tekanan darah.
Cara pengukuran IMT(kg/m2)= BB(kg)/TB2(m).

Pemeriksaan Penunjang : kadar kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida plasma.

Diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Banding: -

Komplikasi :
- Penyakit jantung coroner
- Stroke

Rencana Penatalaksanaan (Plan)


6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan penilaian jumlah faktor
risiko
penyakit jantung koroner pada pasien untuk menentukan kolesterol-LDL yang harus
dicapai.
b. Setelah menemukan banyaknya faktor risiko pada seorang pasien, maka pasien dibagi
ke dalam tiga kelompok risiko penyakit arteri koroner yaitu risiko tinggi, risiko sedang dan
risiko tinggi. Hal ini digambarkan pada tabel berikut ini:

c. Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan kategori risiko pada


tabel diatas. Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan untuk masing-masing kategori:
d. Pilar utama pengelolaan dislipidemia melalui upaya non farmakologis yang meliputi
modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. Modifikasi diet harus
sehat, berimbang, beragam dan aman dengan mengurangi asupan makanan tinggi lemak
jenuh dan kolesterol.
e. Latihan fisik dilakukan selama 150 menit per minggu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan pasien.
f. Evaluasi ulang dilakukan setelah 3 bulan modifikasi gaya hidup sehat diterapkan. Bila
kadar kolesterol LDL belum mencapai target yang diinginkan, perlu ditambahkan terapi
farmakologi.
g. Bila kadar LDL>160mg/dl dengan 2 atau lebih faktor risiko lainnya maka dapat diberikan
statin dengan titrasi dosis sampai tercapai dosis efektif terapi.
h. Apabila kadar trigliserida > 400mg/dl maka pengobatan dimulai dengan golongan asam
fibrat untuk menurunkan trigliserida. Menurut kesepakatan kadar kolesterol LDL
merupakan sasaran utama pencegahan penyakit arteri koroner sehingga ketika telah
didapatkan kadar trigliserida yang menurun namun kadar kolesterol LDL belum mencapai
sasaran maka HMG-CoA reductase inhibitor akan dikombinasikan dengan asam fibrat.
Selain itu, terdapat obat kombinasi dalam satu tablet (Niaspan yang merupakan kombinasi
lovastatin dan asam nikotinik) yang jauh lebih efektif dibandingkan dengan lovastatin atau
asam nikotinik sendiri dalam dosis tinggi.
i. Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau
sekuestran asam empedu atau nicotic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6
minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan dilanjutkan setiap 4-6 bulan. Bila setelah
6 minggu terapi target belum tercapai, intensifkan/naikkan dosis statin atau kombinasi
dengan yang lain.

• Setiap obat hipolipidemik memiliki kekuatan kerja masing-masing terhadapat kolesterol LDL,
kolesterol HDL, maupun trigliserida. Sesuai dengan kemampuan tiap jenis obat, maka obat
yang dipilih bergantung pada jenis dislipidemia yang ditemukan.

• Kebanyakan obat hipoglikemik dapat dikombinasikan penggunaannya tetapi kombinasi


golongan statin dan golongan fibrat, atau golongan statin dan asam nikotinat, perlu
pemantauan lebih ketat. Sebaiknya tidak memberikan kombinasi gemfibrozil dan statin.

• Pada penderita dengan kadar trigliserida >350 mg/dl, golongan statin dapat digunakan
(statin dapat menurunkan trigliserida) karena sasaran kolesterol LDL adalah sasaran
pengobatan. Pada pasien dengan dislipidemia campuran yaitu hiperkolesterolemia dan
hipertrigliserida, terapi tetap dimulai dengan statin.

• Apabila kadar trigliserida masih tetap tinggi maka perlu kombinasi dengan fibrat atau
kombinasi statin dan asam nikotinat. Harus berhati-hati dengan terapi kombinasi statin dan
fibrat maupun statin asam nikotinat oleh karena dapat meningkatkan timbulnya efek samping
yaitu miopati. • Pemantauan efek samping obat harus dilakukan terutama pada mereka
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. Kemudian setiap terdapat keluhan yang mirip
miopati maka sebaiknya diperiksa kadar creatinin kinase (CK).

Kriteria Rujukan
Jika terdapat penyakit komorbid yang harus ditangani oleh spesialis

Sarana Prasarana: obat hipolipidemik

Prognosis
Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun apabila tidak dilakukan modifikasi gaya hidup, serta
terdapat penyakit komorbid atau komplikasi, dapat menimbulkan gangguan fungsi dan berulang.
VAGINITIS
Diagnosis ICD 10 : Tingkat Kemampuan: 4A
- X84 Vaginitis
- N76.0 Acute vaginitis

Anamnesa (Subjective)

Keluhan : Bau adalah keluhan yang sering dijumpai.

Gejala Klinis:
a. Bau
b. Gatal (pruritus)
c. Keputihan
d. Dispareunia
e. Disuria

Faktor Resiko :
a. Pemakai AKDR
b. Penggunaan handuk bersamaan
c. Imunosupresi
d. Diabetes melitus
e. Perubahan hormonal (misalnya kehamilan)
f. Penggunaan antibiotic spektrum luas
g. Obesitas

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik :
Iritasi, eritema, atau edema pada vulva dan vagina. Mungkin serviks juga dapat eritematous.

Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan mikroskopik cairan atau sekret vagina
b. Pemeriksaan pH cairan vagina
c. Pemeriksaan uji whiff: jika positif berarti mengeluarkan bau seperti anyir (amis) pada
waktu ditambahkan larutan KOH.

Diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Vaginitis harus dicari penyebabnya, dengan menilai perbedaan tanda dan gejala dari masing-
masing penyebab, dapat pula dengan menilai secara mikroskopik cairan vagina.
Diagnosis Banding
a. Vaginosis bakterialis
b. Vaginosis trikomonas
c. Vulvovaginitis Kandida

Komplikasi : -

Rencana Penatalaksanaan (Plan)

7. Penatalaksanaan
a. Menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina
b. Hindari pemakaian handuk secara bersamaan
c. Hindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah vagina yang dapat menggeser
jumlah
flora normal dan dapat merubah kondisi pH daerah kewanitaan tersebut.
d. Jaga berat badan ideal
e. Farmakologis:
1. Tatalaksana Vaginosis Bakterialis
• Metronidazol 500 mg peroral 2 x sehari selama 7 hari
• Metronidazol pervagina 2 x sehari selama 5 hari
• Krim Klindamisin 2% pervagina 1 x sehari selama 7 hari
2. Tatalaksana Vaginosis trikomonas
• Metronidazol 2 g peroral (dosis tunggal)
• Pasangan seks pasien sebaiknya juga diobati
3. Tatalaksana vulvovaginitis kandida Flukonazol 150 mg peroral (dosis tunggal)

Konseling dan Edukasi Memberikan informasi kepada pasien, dan (pasangan seks) suami,
mengenai faktor risiko dan penyebab dari penyakit vaginitis ini sehingga pasien dan suami
dapat menghindari faktor risikonya. Dan jika seorang wanita terkena penyakit ini maka
diinformasikan pula pentingnya pasangan seks (suami) untuk dilakukan juga pemeriksaan dan
terapi guna pengobatan secara keseluruhan antara suami-istri dan mencegah terjadinya
kondisi berulang.

Kriteria Rujukan: -

Sarana Prasarana:
a. Mikroskop
b. Kaca
c. Kassa swab
d. Larutan KOH
e. Kertas lakmus

Prognosis: pada umumnya bonam.

Anda mungkin juga menyukai