Anda di halaman 1dari 11

Nama : Dina Simanjuntak

NPM : 1943057051

KASUS RHEUMATOID ARTHRITIS

A. Deskripsi Kasus
SA seorang wanita berusia 60 tahun dibawa ke rumah sakit
dengan keluhan rasa sakit dan nyeri di bagian punggung kebawah dan
bagian lutut kirinya. Rasa sakit tersebut dirasakan sejak 2 hari yang
lalu akibat terjatuh. Dia mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
sejak 2 tahun yang lalu, juga mempunyai riwayat PUD dan menopouse
di usia 55 tahun.
Riwayat keluarganya: ibunya menderita kanker payudara.
Riwayat sosial : Sejak suami SA meninggal 6 bulan yang lalu membuat
SA menjadi sangat stress dan dia menjadi mempunyai kebiasaan
merokok serta minum kopi 2 gelas tiap pagi. Riwayat pengobatan :
parasetamol 2x500 mg po QID jika perlu untuk nyeri sendinya.
Simetidin 400 mg BID selama beberapa tahun, tablet Calsium
carbonat chewable 500 mg BID, Prednison 10 mg BID sejak 9 bulan
yang lalu.
Hasil Pemeriksaan
KU : muka pucat, terlihat capek
HEENT : pucat pasi dan moon facies
Tanda vital : BP 128/84 mmHg, HR 70, RR 20, T 37,3°C, BB 61 kg, TB
168 cm
Rheumatoid factor titer = 1: 65

B. Pengembangan Kasus
Selama 3 minggu terakhir ini pasien sering merasakan kaku dan
nyeri pada persendian (kanan dan kirinya). jika terasa nyeri SA minum
parasetamol 2x500mg. Pada suatu hari SA harus memeriksakan ke
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

dokter karena rasa sakit dan nyeri yang tidak tertahankan di bagian
punggung ke bawah dan bagian lutut kirinya akibat terjatuh 2 hari yang
lalu.
Hasil pemeriksaan laboratorium lain :
CRP = positif (normal : negatif)
Hb = 10 g/dl (normal untuk wanita : 12-16
g/dl)
Hct = 29% (normal : 36-48%)
LED = 30 mm/jam (normal : 20 mm/jam)
MCV = 65 U3 (normal : 80-90 U3)
ANA = positf (normal : negatif)
Anti CCP = positif (normal : negatif)

Pemeriksaan DXA = T score -2,5 SD


Kultur bakteri = negatif
Sinar X = masih normal

C. Selesaikan kasus diatas dengan Analisis Metode SOAP

1. Analisis Metode SOAP


a. Subjective
1) Keluhan utama pasien : rasa sakit dan nyeri di bagian
punggung ke bawah dan bagian lutut kirinya.
2) Riwayat penyakit : osteoporosis, rheumatoid arthritis, dan
PUD.
3) Riwayat sosial : mempunyai kebiasaan merokok serta
minum kopi 2 gelas tiap pagi.
4) Riwayat keluarga : ibunya menderita kanker payudara.
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

5) Riwayat pengobatan : PUD dan osteoporosis.


6) Tidak ada riwayat alergi pada pasien.
7) Review of System : muka pucat, terlihat capek, HEENT
pucat pasi dan moon facies.
8) Riwayat pengobatan : parasetamol 2x500 mg PO QID
jika perlu untuk nyeri sendinya, simetidin 400 mg BID
selama beberapa tahun, tablet Calcium carbonat
chewable 500 mg BID, Prednison 10 mg BID sejak 9
bulan yang lalu.

b. Objective
1) BP = 128/84 mmHg (normal = 120/80 mmHg)
2) HR = 70 x/menit (normal =80-100x/ menit)
3) RR = 16x/menit (normal = 13-18x/menit)
4) T = 37 ◦C (normal =36,5-37,5◦C)
5) BB = 65 kg
6) TB = 168 cm
7) BMI = 23, 03 (normal = 18,5- 24,9)
8) Rheumatoid factor titer = 1: 83
9) Pemeriksaan DXA = T score -2,5 SD
10) Kultur bakteri = negatif
11) CRP = positif (normal : negatif)
12) Hb = 10 g/dl (normal : 12-16 g/dl)
13) Hct = 29% (normal : 36-48%)
14) LED = 30 mm/jam (normal : 20 mm/jam)
15) MCV = 65 U3 (normal : 80-90 U3)
16) ANA = positif (normal : negatif)
17) Anti CCP = positif (normal : negatif)
18) Sinar X = masih normal
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

c. Assessment
Rheumatoid Arthritis terjadi akibat disregulasi imunitas
humoral dan seluler. Kebanyakan pasien menghasilkan
antibodi yang disebut faktor rheumatoid; pasien seropositif
ini cenderung memiliki perjalanan yang lebih agresif
daripada pasien seronegatif.
The American College of Rheumatology (ACR) dan
European League Against Rheumatism (EULAR) merevisi
kriteria untuk diagnosis RA pada tahun 2010. Kriteria ini
ditujukan untuk pasien yang menderita penyakit dini dan
menekankan manifestasi awal. Manifestasi lanjut (erosi
tulang, nodul subkutan) tidak lagi dalam kriteria diagnostik.
Pasien dengan sinovitis dari setidaknya satu sendi dan tidak
ada penjelasan lain untuk temuan tersebut adalah kandidat
untuk penilaian. Kriteria tersebut menggunakan sistem
skoring dengan skor gabungan 6 atau lebih dari 10 yang
menunjukkan bahwa pasien mengalami RA tertentu.
Kelainan laboratorium meliputi anemia normositik,
normokromik; trombositosis atau trombositopenia;
leukopenia; peningkatan laju sedimentasi eritrosit dan
protein C-reaktif; faktor reumatoid positif (60% -70%
pasien); antibodi protein anticitrullinated positif (ACPA)
(50% -85% pasien); dan antibodi antinuklear positif (25%
pasien).
Cairan sinovial yang disedot dapat menunjukkan
kekeruhan, leukositosis, viskositas yang berkurang, dan
glukosa normal atau rendah relatif terhadap konsentrasi
serum.
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

Temuan radiologis awal termasuk pembengkakan


jaringan lunak dan osteoporosis di dekat sendi
(osteoporosis periartikular). Erosi kemudian pada perjalanan
penyakit biasanya terlihat pertama kali pada sendi
metacarpophalangeal dan proksimal interphalangeal pada
tangan dan sendi metatarsophalangeal kaki.
Pasien menderita rheumatoid arthritis yang masih ringan
disertai osteoarthritis dan PUD.

d. Plan
Tujuan Pengobatan yang utamanya adalah untuk
menginduksi remisi total atau aktivitas penyakit yang
rendah. Tujuan tambahannya adalah untuk mengontrol
aktivitas penyakit dan nyeri sendi, mempertahankan
kemampuan untuk berfungsi dalam aktivitas sehari-hari,
memperlambat perubahan sendi yang merusak, dan
menunda kecacatan.
1. Rheumatoid Arthritis
a. Terapi Nonfarmakologis
 Istirahat yang cukup, penurunan berat badan jika
mengalami obesitas, terapi okupasi, terapi fisik, dan
penggunaan alat bantu dapat memperbaiki gejala dan
membantu mempertahankan fungsi sendi.
 Pasien dengan penyakit berat dapat mengambil manfaat
dari prosedur pembedahan seperti tenosinovektomi,
perbaikan tendon, dan penggantian sendi.
 Pendidikan pasien tentang penyakit dan manfaat serta
keterbatasan terapi obat adalah penting.
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

b. Terapi Farmakologis
 Mulai obat antirematik yang memodifikasi penyakit
(DMARDs) sesegera mungkin setelah onset penyakit
karena pengobatan dini menghasilkan hasil yang lebih
baik.
 DMARD memperlambat perkembangan penyakit RA.
DMARD nonbiologis yang umum termasuk methotrexate
(MTX), hydroxychloroquine, sulfasalazine, dan
leflunomide. Urutan pemilihan tidak didefinisikan dengan
jelas, tetapi MTX sering dipilih pada awalnya karena data
jangka panjang menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan DMARD lain dan biaya yang lebih
rendah daripada agen biologis.
 Terapi kombinasi dengan dua atau lebih nonbiologis.
1) Sulfasalazine (Sulcolon)
Mekanisme aksi : merupakan prodrug yang dipecah oleh
bakteri kolon menjadi sulfapyridine dan 5-aminosalicylic
acid. Sulfapyridine dipercaya bertanggung jawab untuk
agen antirematik, meskipun mekanisme aksinya belum
diketahui.
Dosis yang digunakan 500 mg 1x sehari selama 1
minggu pertama. Dosis maintenance: 500 mg 2x sehari
Kontraindikasi hipersensitif terhadap sulfonamida dan
salisilat, kerusakan saluran urinari atau intestinal. Efek
samping penggunaan ini yaitu efek GI (anoreksia,
nausea, muntah, diare), dermatologi (rash, urticaria).
a) Alasan pemilihan :
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

1. Sulfasalazin merupakan pilihan pertama pada RA yang


progresif hebat, berhubung lebih jarang menimbulkan
efek samping pada penggunaan jangka panjang.
2. Silfasalazin juga mempunyai indikasi untuk mengobati
PUD.

2) Celecoxib (Celebrex)
Mekanisme aksi : menghambat enzim siklooksigenase yang
bertanggung jawab mengubah asam arakidonat menjadi
prostagandin. Dosis yang digunakan yaitu 200 mg dengan
frekuensi 1x jika terasa nyeri dan digunakan sampai rasa nyeri
sudah teratasi.
Kontraindikasi : reaksi alergi terhadap sulfonamid, aspirin, dan
NSAID lain; asma, urtikaria. Efek samping : nyeri abdomen,
diare, dispepsia, kembung,mual.
a) Alasan pemilihan :
1. Celecoxib merupakan NSAID yang sifatnya selektif,
sehingga relatif aman untuk pasien PUD.
2. Prednison dihentikan dengan cara tappering off secara
perlahan-lahan. Hal ini disebabkan karena disamping
pasien sudah menunjukkan adverse effect akibat
penggunaan prednison (moon facies), penggunaan
prednison juga merupakan faktor resiko terjadinya
osteoporosis.

2. Osteoporosis
a. Terapi Nonfarmakologis
1) Menu yang seimbang dengan asupan kalsium dan vitamin D
yang mencukupi.
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

2) Membatasi konsumsi kopi, alkohol, natrium, cola, dan


minuman lain yang mengandung karbonat.
3) Konsumsi kopi dapat menyebabkan peningkatan ekskresi
kalsium, peningkatan kecepatan bone loss, dan meningkatkan
resiko fraktur.
4) Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan resiko
karena nutrisi yang rendah, rendahnya kalsium dan
metabolisme vitamin D, dan meningkatnya resiko jatuh.
5) Konsumsi natrium dapat meningkatkan ekskresi kalsium.
Konsumsi kalsium yang rendah dan konsumsi natrium yang
berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan resorpsi dan
penurunan BMD.
6) Konsumsi cola dapat menurunkan BMD dan meningkatkan
resiko fraktur.
7) Berhenti merokok.
8) Aerobik latihan beban dan olahraga dapat mencegah
hilangnya masa tulang dan mengurangi jatuh dan fraktur.

b. Terapi Farmakologis
1) Ca dan vitamin D (Licokalk Plus)
Mekanisme aksi :
Kalsium merupakan salah satu mineral yang penting untuk
tulang. Kalsium digunakan untuk mengatasi defisiensi kalsium
tulang dengan mengganti kalsium tulang yang hilang. Vitamin
D merupakan vitamin yang larut lemak yang diperoleh dari
sumber alami (minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin
(7-dehidrokolesterol dan ergosterol). Dosis dua kaplet (per
kaplet mengandung Ca lactate 300 mg vit D 160 iu).
Kontraindikasi :
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

1. Kalsium : hiperkalsemia dan fibrilasi ventrikuler


2. Vitamin D : hiperkalsemia, bukti adanya toksisitas vitamin
D, sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas
abnormal terhadap efek vitamin D, penurunan fungsi ginjal.
Efek samping :
1. Kalsium : gangguan gastrointestinal ringan,
bradikardia, aritmia.
2. Vitamin D : rasa lelah, sakit kepala, mual, muntah,
mulut kering, konstipasi, rasa logam.
Alasan pemilihan : pemberian kalsium dan vitamin D secara
bersamaan diperlukan untuk mendapatkan respon klinis
terhadap terapi. Dengan adanya bentuk aktif vitamin D
(kalsitriol), dapat menstimulasi transport kalsium.

3. PUD
a. Terapi Nonfarmakologis
1) Mengurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID.
2) Menghindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan
dispepsia atau yang dapat menyebabkan penyakit tukak
(makanan pedas, kafein, dan alkohol).

b. Terapi Farmakologis
Pada kasus ini terapi farmakologis untuk PUD rasanya tidak
perlu diberikan. PUD bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu karena bakteri
(H.pylori) dan akibat penggunaan obat NSAID. Dalam kasus ini hasil
kultur bakteri menunjukkan hasil negatif, oleh karena itu PUD yang
dialami pasien terjadi akibat pasien mengkonsumsi Parasetamol dan
juga dipacu oleh kebiasaan minum 2 gelas kopi tiap pagi. Solusi untuk
PUD akibat penggunaan NSAID adalah dengan menghentikan
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

konsumsi N SAID tersebut. Namun apabila penggunaan NSAID


masih diperlukan (dalam kasus ini NSAID masih diperlukan untuk
kombinasi terapi RA) maka dipilihkan NSAID yang sifatnya selektif
seperti Celecoxib. Maka diharapkan dengan penggantian NSAID yang
sifatnya selektif serta dengan mengurangi konsumsi kopi, PUD yang
dialami pasien bisa tertangani.

Kesimpulan
Pada kasus, pasien mengalami rheumatoid arthritis,
osteoporosis, dan PUD serta mempunyai riwayat keluarga bahwa
ibunya menderita kanker payudara. Terapi yang direkomendasikan
pada pasien meliputi :
a. Rheumatoid arthritis
1. Nonfarmakologis : istirahat, terapi fisik, aplikasi
dingin/panas, edukasi pasien.
2. Farmakologis : Sulcolon, Celebrex
b. Osteoporosis
1. Nonfarmakologis : diet, berhenti merokok, olahraga.
2. Farmakologis : Licokalk Plus
c. PUD
Nonfarmakologis : mengurangi stress, merokok, dan
penghentian NSAID, dan diet.
Nama : Dina Simanjuntak
NPM : 1943057051

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Recommendations For the Diagnosis and Management


of Early Rheumatoid Arthritis, The Royal Australian College of
General Practitioners.

Darmawan J, Muirden KD, Valkenburg, Wigley RD. The epidemiology


of rheumatoid arthritis in Indonesia. Rheumatology.
1993;32(7):537-40.
Diakses tanggal 15 Januari 2021

Rizasyah, D. 1997. Diagnosis dan Penatalaksanaan Arthritis


Rheumatoid. Staf Sub Bagian Reumatologi Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.

Schuna, A. A., in Rheumatoid Arthritis, Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee,


G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh Edition,
1505-1515, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York.

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,.
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education.
Companies, Inggris.

Anda mungkin juga menyukai