Anda di halaman 1dari 12

PERKEMBANGAN KABINET SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO PADA

TAHUN 1951 – 1952 DI INDONESIA

MAKALAH
diajukan kepada Faza Faikar Malisi, S.Pd.
untuk memenuhi tugas Sejarah

oleh
Intan Pratiwi 13659
Jorge Arne Eilert A. 13665
Lintang Ilal Ayu W. 13689
M. Dhinun Y. 13734
Novita Herawati 13782
Rahmatul Laili 13815

Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur


SMA Negeri 1 Pandaan
Jln. Dr. Sutomo, Desa Sumbergedang, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
Kode Pos 67156, telp (0343) 631593, website: www.smanda.sch.id
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Dalam menyusun makalah ini tak lepas dari bantuan, arahan dan
masukan dari berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas
segala partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini. Meski demikian, kami
menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan
makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi.

Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk para pembaca, dan untuk kami sendiri khususnya.

Pandaan, 21 Maret 2019


DAFTAR ISI

Halaman Judul
Lembar Persetujuan
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi..................................................................................................................i
BAB I Pendahuluan..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.2 Tujuan.........................................................................................................3
1.2 Manfaat.......................................................................................................3
1.2 Hipotesis.....................................................................................................3
1.2 Kerangka Teoritis.......................................................................................3
BAB II Kajian Pustaka.............................................................................................4
2.1 Kangkung....................................................................................................4
2.1.1 Pengertian.........................................................................................4
2.1.2 Manfaat.............................................................................................5
2.2 Menyunting.................................................................................................5
2.2.1 Pengertian..........................................................................................5
2.2.2 Tujuan................................................................................................5
2.2.3 Nilai Menyunting...............................................................................6
BAB III Metode Penelitian....................................................................................10
3.1 Rancangan Penelitian................................................................................10
3.2 Populasi dan Sampel.................................................................................10
3.3 Teknik Pengumpulan Data........................................................................10
3.4 Instrumen Penelitian.................................................................................11
3.5 Analisis Data.............................................................................................11
BAB IV Penutup....................................................................................................12
4.1 Simpulan...................................................................................................12
4.2 Saran.........................................................................................................12
Daftar Rujukan.......................................................................................................13
Lampiran................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Demokrasi Liberal merupakan masa setelah RIS (Republik
Indonesia Serikat) dibubarkan yakni pada tanggal 15 Agustus 1950.
Setelah RIS dibubarkan maka negara kita kembali berbentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang menggunakan UUDS 1950 sebagai
pedoman. Dalam UUDS 1950 sistem pemerintahan yang digunakan yaitu
Kabinet Parlementer. Dalam Kabinet Parlementer dipimpin oleh seorang
Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada DPR bukan Presiden.
Salah satu perdana menteri yang pernah memegang kekuasaan
yakni Soekiman Wirjosandjojo. Soekiman lahir di Solo pada tanggal 19
Juli 1898. Soekiman merupakan bungsu dari 4 bersaudara. Keluarga
Soekiman merupakan keluarga yang taat beragama dan juga keluarga
Soekiman termasuk keluarga yang berada dan terpandang di desanya.
Soekiman memulai pendidikan di ELS (1907-1914) kemudian
melanjutkan ke STOVIA (1914-1922) dan pada tahun 1923 ia berhasil
mendapat gelar art indische (dokter jawa). Soekiman juga sempat
melanjutkan pendidikan ke Belanda agar pendidikan Art / Dokter nya
setara dengan dokter Belanda atau keluaran universitas.
Soekiman dikenal sebagai tokoh politik dan juga tokoh Masyumi,
Soekiman merupakan salah satu tokoh yang memilih jalan politiknya
berdasarkan Islam. Soekiman menjadi perdana menteri selama hampir 1
tahun yakni pada 27 April 1951 – 3 April 1952. Selama menjabat
Soekiman memiliki cukup banyak kontribusi yang paling dikenal yakni
sebagai pencetus THR (Tunjangan Hari Raya).
1.2. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas sebagai berikut.
1) Bagaimanakah biografi Soekiman Wirjosandjojo?
2) Bagaimana perkembangan politik kabinet Soekiman ?
1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui biografi Soekiman Wirjosandjojo.
2) Untuk mengetahui perkembangan politik kabinet Soekiman.
BAB II
ISI

2.1 Biografi Soekiman Wirosandjojo


2.1.1 Latar Belakang Keluarga
Soekiman lahir di kampung Beton Solo, Jawa Tengah pada
tanggal 19 Juli 1898 dan meninggal pada tanggal 23 Juli 1974 dalam usia
76 tahun di Yogyakarta. Soekiman merupakan anak terakhir dari empat
bersaudara. Ayahnya bernama Wiryosanjoyo mempunyai empat orang
anak, dua perempuan dan dua laki-laki. Anak pertama dan kedua adalah
perempuan yang bernama Kartoyo dan Wiyoso. Sedangkan anak ketiga
dan keempat adalah laki-laki yang bernama Satiman dan Soekiman
Dalam pandangan masyarakat sekitar tempat tinggalnya, keluarga
Soekiman merupakan keluarga yang hidup dengan penuh kedamaian,
keluarga yang berada dan terpandang dan keluarga penganut agama islam
yang taat. Ibu Soekiman merupakan pendakwah. Sang ibu aktif
menyampaikan ajaran agama kepada orang lain melalui ceramah /
pengajian, khususnya pada pengajian kaum ibu yang ada di kampung
halamannya. Sedangkan Wiryosanjaya, ayahnya merupakan seorang
pengusaha yang bergerak dalam penyediaan bahan pangan. Usaha
dagangnya sangat sukses, sehingga Wiryosanjoyo mendapat sebutan
saudagar.
Pada tahun 1923 Soekiman menikah dengan Kustami dan
mempunyai tiga orang anak. Kustami adalah putri kelima dari Dr.
Keramat. Pertemuan Soekiman dengan Kustami berawal dari kongres
Jong Java yang berlangsung di Bogor. Kustami lahir pada 1906 di
Barabai, Kalimantan Timur. Anak pertamanya yaitu Sakri Sunarto, kedua
Bagus Sukardono dan yang terakhir Sritani. Tempat tinggal Soekiman
terletak berhadapan dengan halaman istana Pakualam yang beralamat
Jalan Sultan Agung Nomor 32. Di rumah inilah sukiman
menghembuskan nafas terakhirnya. ( Muchtarudin Ibrahim, 1985, hlm. 21 –
24 )
Kehidupan keluarga Soekiman sangat menjunjung tinggi
budaya seperti memperdalam bahasa Jawa. Begitu juga dalam hal agama,
keluarga Soekiman sangat memperhatikannya. Dalam membimbing
putra-putrinya Soekiman menanamkan keyakinan agama dan sangat
memperhatikan pendidikannya. Sakri Sunarto berkecimpung dalam
bidang militer (PETA). Sedangkan anak keduanya Bagus Sukardono,
berhasil meraih gelar dokter di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Si
bungsu Sritani menempuh pendidikan pada Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, namun tidak dapat dilanjutkan karena
memutuskan untuk menikah dengan Ir. Soewarno yang bekerja sebagai
dosen di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. (Muchtarudin Ibrahim,
1985, hlm. 28 -30 )
Sebagai orang yang berpendidikan dan telah mencapai
kehidupan yang sukses tidak membuat Soekiman hidup individual,
Soekiman mempunyai rasa kekeluargaan yang besar. Ketika kakaknya
yaitu Satiman pergi ke Belanda, ia mengambil alih untuk merawat anak
Satiman. Bukan hanya anak Satiman yang dirawat, namun anak kakak
perempuannya juga yaitu Riyadi Soetrasno. (Muchtarudin Ibrahim, 1985, hlm.
28 -30 )

2.1.2 Pendidikan

Masa kecil Soekiman, dipenuhi dengan keceriaan. Ia sering


bermain di alam dengan anak-anak seusianya. Saking senangnya bermain
dia sampai lupa bahwa teman-temannya sudah masuk bangku
pendidikan, sedangkan ia masih suka bermain.
Ayah Soekiman, Wiryosanjoyo tidak membiarkan anaknya asyik
bermain. Walaupun Soekiman terlambat masuk bangku sekolah,
Soekiman tetap mendapat pendidikan agama dari kedua orang tuanya.
Soekiman diajari mengaji secara lisan seperti surat Al-Fatihah, Al- Ikhlas
dan surat-surat pendek lainnya.
Wiryosanjoyo menyekolahkan kedua putranya yaitu Satiman dan
Soekiman di sekolah dasar Europose Lagere School (ELS), Boyolali.
ELS (Europesche Lagere School) pertama didirikan pada tahun 1817 di
Batavia Jakarta yang merupakan sekolah yang sistem pengajarannya
menggunakan sistem pengajaran Eropa. ( S. Nasution, Sejarah Pendidikan
Indonesia, 2011, 91. )
Sekolah ini sebenarnya dikhususkan untuk orang Belanda yang ada
di tanah jajahan (Wiji Suwarno, 2006, 19). Sekolah ini hanya menerima
sejumlah kecil anak-anak Indonesia dari kalangan priayi.
Untuk mempermudah memasuki sekolah itu, Satiman dan Soekiman
diangkat sebagai anak oleh Van Der Wal yang merupakan salah satu guru
di Europose Lagere School. Sehingga Satiman dan Soekiman bisa
sekolah di Europose Lagere School. Soekiman menuntut ilmu yang
berlangsung kurang lebih tujuh tahun.
Dengan modal ijazah ELS yang dimilikinya, Soekiman memilih
melanjutkan studinya ke STOVIA Jakarta (1914-1922) dengan mendapat
beasiswa dari pemerintah Hindia Belanda (Muchtarudin Ibrahim, Dr. Sukiman
Wirjosandjojo: Basil Karya dan Pengabdianya, 13-14.). Sebelumnya sekolah
ini dikenal dengan Sekolah Dokter Djawa, namun kemudian berkembang
menjadi STOVIA. Semua merupakan sebuah keberuntungan bagi
Soekiman, karena itu ia terus mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk
lebih tekun dan lebih serius. Tahun demi tahun dilalui Soekiman dengan
ketekunan dan perjuanganya sehingga pada tahun 1922 ia dapat
menyelesaikan pendidikan di STOVIA dengan baik dan berhasil meraih
gelar Art Indische (Dokter Jawa). ( Mohamad Roem, Bunga Rampai Dari
Sejarah JilidII (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), 197. )

Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, semua tidak berjalan


seindah yang ia bayangkan. Saat itu Soekiman mendapat tawaran kerja
dari sebuah perusahaan Kereta Api dengan gaji yang cukup tinggi dan
Soekiman tergiur dengan tawaran tersebut. Sehingga membuat Soekiman
ingin berhenti dalam studinya yang sudah setengah jalan. Akan tetapi
keputusan Soekiman bisa digagalkan oleh orang tuanya.
Pada 1923 Soekiman Wirjosandjojo juga melangsungkan pernikahan
dengan gadis pilihannya yaitu Kustami. Kelahiran putra pertama
Soekiman, tidaklah menghalangi Soekiman untuk melanjutkan
pendidikanya ke Negeri Belanda. Selama kurang lebih empat tahun,
disana ia memilih untuk mendalami ilmu kedokteran tentang penyakit
dalam (internis). Dengan ini ia dapat menunjukkan prestasinya kepada
dunia dan khususnya pada bangsa Belanda yang menjajah Indonesia.
Soekiman juga memiliki ilmu dan pengetahuan luas tentang agama.
Ia mendalami ilmu agama dengan cara belajar sendiri dan berguru pada
ulama-ulama. Tercatat nama gurunya yaitu Cokroaminoto dan Haji Agus
Salim. Cokroaminoto merupakan pemimpin Sarekat Islam.
Cokroaminoto dan Haji Agus Salim sama-sama berasal dari keluarga
bangsawan dan taat beragama.
2.1.3 Karier
Setelah menyelesaikan pendidikanya di Belanda dengan meraih gelar
dokter penuh. Selama kurang lebih dua tahun ia memulai karirnya di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Soekiman mulai tertarik
untuk meneliti penyakit paru-paru. Ketertarikan Soekiman pada
penelitian ini dikarenakan pada saat itu penyakit ini dianggap
menakutkan. Oleh sebab itu ia ingin mendalami penyakit ini sebagai
spesialis paru-paru.
Pada 1926 dokter spesialis paru-paru PKU Muhammadiyah yaitu Dr.
Sumowidigdo ditarik kembali oleh DVG (Diens Van Gezoundheid) ke
negeri Belanda. Akhirnya kesempatan baik datang kepada Soekiman,
beliau mendapatkan kepercayaan penuh selama tiga bulan untuk
menggantikan posisi dokter tersebut. Soekiman terus melangkah maju
dalam menjalani karirnya. Bintaran Yogyakarta merupakan tempat
pertama ia dalam menjalankan profesinya.
Nama Soekiman sudah dikenal di sekitar Yogyakarta, maupun di luar
Yogyakarta. Soekiman mendirikan sebuah poliklinik spesialis paru-paru
yang terletak di Pakualam VI berdampingan dengan rumahnya.
Soekiman terkenal ramah dan elok sikapnya selain itu ia juga cakap
dalam mengobati pasiennya, sehingga klinik pribadinya ramai pasien.
Soekiman memperoleh hasil dari jerih payah yang ia lakukan, namun
segala kenikmatan yang ia peroleh tidak membuatnya diperbudak oleh
kekayaan. Soekiman mengelola klinik pribadinya dengan menekankan
segi sosial daripada komersial. Biaya pengobatan disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi pasien. Hal ini jelas menggambarkan betapa
Soekiman menaruh perhatian besar dalam hal kemanusiaan. Sikap
kemanusiaan Soekiman juga meringankan penderitaan masyarakat
Indonesia yang saat itu berada dalam kekuasaan penjajah.
Ketika Soekiman melanjutkan kuliahnya di STOVIA, dia mulai
berpikir bahwa tidak hanya studi yang penting dalam hidupnya. Ia mulai
masuk ke dunia politik, ia melibatkan diri dengan bernaung dalam
organisasi pemuda pelajar. Soekiman bergabung dengan Jong Java
mengikuti kakaknya Satiman Wirjosandjojo sebagai pendiri Jong Java.
Ide dan pikiran Soekiman mampu memupuk semangat dalam
menciptakan persatuan dan kesadaran untuk bangkit dari keterpurukan.
Pribadi Soekiman memberi kesan yang kuat dan meyakinkan terhadap
anggota Jong Java. Pada kongres Jong Java di solo yang dilangsungkan
tanggal 21 – 27 Mei 1922, Soekiman diangkat menjadi anggota
kehormatan Jong Java.
Dalam berpolitik Soekiman memilih jalan politik yang berdasarkan
Islam. Seiringan dengan masuknya Soekiman menjadi anggota SI pada
tahun 1927 dan bertepatan dengan berdirinya PNI. Soekiman tidak
terlepas dari bimbingan H.O.S Tjokroaminoto, dan H.A Salim yang juga
menjadi guru dalam berpolitik juga memperdalam agama. Namun, tidak
semua ajaran gurunya dia telan mentah-mentah, dia menyaring dengan
selektif. Disinilah terletak perbedaan antara Soekiman dengan
Tjokroaminoto, dimana Tjokroaminoto lebih menekankan pada
keyakinan agama, tetapi Soekiman lebih menekankan perjuangan pada
kepentingan nasional yang berdasarkan agama.

2.2 Perkembangan Politik Kabinet Soekiman Wirosandjojo


Tahun 1926, Sukiman kembali ke tanah air dan membuka praktek di
Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu Sukiman terjun dalam dunia politik
dengan memasuki Partai Sarekat Islam (PSI) pimpinan H.O.S Tjokroaminoto
– H. Agus Salim dan menjabat sebagai bendahara selama enam tahun.
Bersama H. Agus Salim, ia mengubah partai tersebut menjadi Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII). PSSII merupakan partai politik tertua di Indonesia.
Setelah timbul perselisihan pada tahun 1930 Sukiman keluar dari PSII.
Meski telah keluar dari PSII Sukiman terus berjuang demi kemerdeaan
Indonesia. Dengan dukungan serta konsep pikiran yang jernih maka Sukiman
bersama Surjopranoto mendirikan sebuah partai yang bernama Partai Islam
Indonesia (PARII). Partai ini tidak berumur panjang dan hanya bertahan
hingga 1935. Cita-cita Sukiman untuk mendirikan partai politik Islam yang
besar dan berpengaruh tetap menyala. Usahanya tidak berhenti, pada tahun
1939 bersama Wihoho, Sukiman menghidupkan kembali Partai Islam
Indonesia (disingkat PH) yang bersifat terbuka dalam keanggotaan. Partai ini
juga menerima banyak organisasi lain, misalnya Muhammadiyah. Sukiman
juga aktif di MIAI dan juga Masyumi.
Jatuhnya kabinet Natsir pada tanggal 21 Maret 1951 maka Presiden
Sukarno menunjuk Mr. Sartono untuk membentuk kabinet yang terdiri dari
PNI dan Masyumi yang merupakan partai utama pada saat itu. Namun usaha
tersebut gagal, sehingga Presiden Sukarno menunjuk Sidik Joyosukarto (PNI)
dan Sukiman (Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet
koalisi dari Masyumi dan PNI. Ahkirnya setelah berunding pada tanggal 26
April 1951 diumumkan kabinet baru yang terkenal dengan nama Kabinet
Sukiman (Masyumi) – Suwirjo (PNI). Sukiman sebagai perdana menteri dan
Suwirjo sebagai wakilnya.
Adapun program kerja kabinet Sukiman sebagai berikut :
1. Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas sebagai
negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
2. Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan
memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
Juga mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
3. Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.
4. Di bidang politik luar negeri: menjalankan politik luar negri secara bebas
– aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
5. Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan
serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan
penyelesaian pertikaian buruh.
Keberhasilan program kerja Kabinet Sukiman yaitu memperhatikan usaha
memajukan perusahaan kecil, memerhatikan kaum buruh, memperluas
pendidikannya dengan mendirikan berbagai macam sekolah dan tingkatnya
dan melanjutkan program kerja Kabinet Natsir. Pemerintahan Kabinet
Sukiman lebih menekankan pada pemerintahan politik Islam. Hal ini
disebabkan oleh latar belakang Sukiman yang merupakan tokoh politik Islam,
sehingga berepengaruh terhadap pemikirannya dalam mencetuskan kebijakan.
Salah satunya berkaitan dengan hari keagamaan seperti THR (Tunjungan Hari
Raya).
Kabinet ini tidak berumur panjang, hanya bertahan selama 10 bulan.
Kabinet Sukiman berakhir pada tanggal 23 Februari 1952 dikarenakan kasus
penandatanganan MSA (Mutual Security Act) yang berhasil mendiskreditkan
menteri luar negeri Ahmad Subardjo (Bibit Suprapto, Perkembangan kabinet
dan Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985, hlm. 141) .
Hal ini membuat Indonesia tidak konsisten dengan politik luar negeri bebas
aktif yang dijalankan dan cenderung memihak pada salah satu blok dalam
perang dingin. Selain itu timbulnya krisis moral seperti korupsi, ketimpangan
sosial dan hubungan antara sipil mentri yang tidak baik semakin
mempercepat jatuhnya kabinet ini. Ditambah dengan perjuangan pembebasan
Irian Barat yang juga menemui kegagalan. Hubungan Sukiman dengan militer
kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah
menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi
Selatan. Kabinet ini juga berakhir akibat munculnya pertentangan dari
Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. Ahirnya DPR menggugat Sukiman dan
dengan terpasa Sukiman harus mengembaliakan mandatnya kepada Presiden.

Anda mungkin juga menyukai