Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

POLA PEWARISAN SIFAT HUKUM MENDEL

DI SUSUN OLEH :

1. NAJWA KHOFIYYAN
2. WAODE NURDIANA PAPUANI
3. LM. FATH QAIYMAN
4. DESTIARA MUNANDA SARI
5. WAODE ANGGI FRIZTANTI
6. ELDA SEPTIANTI ERWIN

SMAN 1 RAHA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya hingga Makalah
dengan judul “Pola Pewarisan Sifat Hukum Mendel” ini dapat diselesaikan. Penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Ibu Samsar selaku guru biologi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat menyempurnakan makalah di
waktu berikutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Raha, November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” kiranya peribahasa ini benar adanya, seorang anak akan
mewarisi karakteristik atau sifat dari kedua orang tuannya. Seorang laki-laki yang memiliki rambut hitam
keriting menikah dengan seorang perempuan berambut hitam lurus maka kemungkinan anak-anaknya
juga memiliki rambut hitam keriting, rambut hitam lurus dan rambut ikal. Contoh lain, seorang laki-laki
yang bergolongan darah B menikah dengan perempuan golongan darah O maka kemungkinan anak-
anak mereka bergolongan darah B atau O. Penting untuk mengetahui bagaimana dan seperti apa sifat-
sifat tersebut dapat diturunkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dimasa
mendatang.

Penerusan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya disebut pewarisan sifat atau hereditas
(heredity, dari kata latin here, pewaris). Bidang sains yang mempelajari tentang hereditas dan
variansinya disebut dengan Genetika. Prinsip tentang pewarisan sifat pertama kali dikemukakan oleh
Gregor Johnn Mendel Mendel (1822 – 1884) dari Austria. Karena jasanya itu beliau dijuluki sebagai
Bapak Genetika. Mendel mempelajari sifat yang diturunkan pada tanaman buncis dan menemukan teori
persilangan untuk gen-gen yang independen. Teori tersebut menyatakan bahwa gen dari anak
merupakan perpaduan (persilangan) dari gen- gen dari kedua orang tuanya.

Pada paper ini akan kami bahas faktor-faktor apa saja yang membawa sifat- sifat yang turunkan
dari induk kepada anakannya, bagaimana pola-pola hereditas terbentuk dan bagaimana suatu penyakit
dapat diturunkan.

B. Tujuan
 Memahami istilah-istilah yang digunakan dalam mempelajari hereditas
 Menjelaskan pola-pola hereditas
 Memahami penyimpangan yang terdapat dalam hukum Mendel
BAB II

PEMBAHASAN

A. Istilah-istilah pada Pewarisan Sifat


a. Dominan: sifat induk yang menutupi sifat yang lain
b. Resesif: sifat yang tidak muncul atau ditutupi oleh sifat dominan
c. Hibrid: hasil persilangan antara dua individu yang berbeda sifat
d. Parental (P): induk yang akan dilakukan proses persilangan
e. Filial (F): keturunan/ individu hasil persilangan
f. Intermediet: sifat campuran antara kedua induk yang muncul pada keturunan
g. Genotipe: susunan gen yang menentukan sifat-sifat pada individu (dituliskan dalam simbol huruf
berpasangan). Contoh: BB untuk besar dan bb untuk kecil
h. Fenotipe sifat yang tampak dari luar. Contoh : warna merah, rambut lurus
i. Homozigot: pasangan gen dengan alel yang sama (misal: dominan→ MM atau resesif→mm)
j. Heterozigot: pasangan gen dengan alel tidak sama (Aa, Bb, Kk, dan sebagainya)

B. Hereditas Menurut Mendel


Mendel melakukan percobaan dengan membastarkan tanaman-tanaman yang mempunyai sifat
beda. Tanaman yang dipilih adalah tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Alasannya tanaman tersebut
mudah melakukan penyerbukan silang, mudah didapat, mudah hidup atau mudah dipelihara, berumur
pendek atau cepat berbuah, dapat terjadi penyerbukan sendiri, dan terdapat jenis-jenis yang memiliki
sifat yang mencolok. Sifat-sifat yang mencolok tersebut, misalnya: warna bunga (ungu atau putih),
warna biji (kuning atau hijau), warna buah (hijau atau kuning), bentuk biji (bulat atau kisut), sifat kulit
(halus atau kasar), letak bunga (di ujung batang atau di ketiak daun), serta ukuran batang (tinggi atau
rendah).

Gambar : Sifat beda kacang ercis dari percobaan Mendel


1. Persilangan dengan satu sifat beda (Monohibrid)

Persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda disebut persilangan monohibrid. Dominasi dapat
terjadi secara penuh atau tidak penuh (kodominan). Masing-masing dominasi ini menghasilkan bentuk
keturunan pertama (F1) yang berbeda. Persilangan monohibrid akan menghasilkan individu F1 yang
seragam, apabila salah satu induk mempunyai sifat dominan penuh dan induk yang lain bersifat resesif.
Apabila dilanjutkan dengan menyilangkan individu sesama F1, akan menghasilkan keturunan (individu
F2) dengan tiga macam genotipe dan dua macam fenotipe.

Sebaliknya, apabila salah satu induknya mempunyai sifat dominan tak penuh (intermediate), maka
persilangan individu sesama F1 akan menghasilkan tiga macam genotipe dan tiga macam fenotipe.
Contoh persilangan monohibrid dominan penuh terjadi pada persilangan antara kacang ercis berbunga
merah dengan kacang ercis berbunga putih. Mendel menyilangkan kacang ercis berbunga merah (MM)
dengan kacang ercis berbunga putih (mm) dan dihasilkan individu F1 yang seragam, yaitu satu macam
genotipe (Mm) dan satu macam fenotipe (berbunga merah). Pada waktu F2, dihasilkan tiga macam
genotipe dengan perbandingan 25% MM: 50% Mm : 25% Mm atau 1 : 2 : 1 dan dua macam fenotipe
dengan perbandingan 75% berbunga merah : 25% berbunga putih atau merah : putih = 3 : 1. Pada
individu F2 ini, yang berfenotipe merah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu 2/3 bergenotipe
heterozigot (Mm) dan 1/3 homozigot dominan (MM). Persilangan antara kacang ercis berbunga merah
dominan dengan kacang ercis berwarna putih resesif dapat dibuat bagan sebagai berikut:

Hasil yang kita dapat di atas dapat dibuat dua kesimpulan, yaitu rasio genotipe dan rasio fenotipe.

 Rasio Genotipe

Rasio genotipe menunjukkan sifat yang tidak tampak, individu dengan gen dominan dan membawa sifat
dihitung berbeda. Jadi, rasio genotip keturunan yang terbentuk (F_{2}) sesuai hasil persilangan di atas
adalah [ MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1 \]
 Rasio Fenotipe

Rasio genotipe menujukkan sifat yang nampak, individu dengan gen dominan dan membawa sifat
dihitung satu dengan gen dominan yang bukan pembawa sifat. Sehingga, rasio fenotipe keturunan yang
terbentuk (F_{2}) sesuai hasil persilagan di atas adalah \[ Merah : Putih = 3 : 1 \]

Selain hasil percobaan di atas, Mendel juga menemukan persilangan monohibrid yang sifatnya
intermediat, yaitu sifat perpaduan antara gen dominan dengan gen resesif yang memunculkan
fenotipe baru. Contoh persilangan antara tanaman bunga pukul empat berbunga merah dengan
tanaman bunga pukul empat berbunga putih. Mendel menyilangkan tanaman bunga pukul empat
berbunga merah (MM) dengan putih (mm) menghasilkan individu F1 yang seragam, yaitu satu macam
genotipe (Mm) dan satu macam fenotipe (berbunga merah muda). Pada individu F2 dihasilkan tiga
macam genotipe dengan perbandingan 25% MM : 50% Mm : 25% mm atau 1 : 2 : 1 dan 3 macam
fenotipe dengan perbandingan 25% berbunga merah : 50% berbunga merah muda : 25%
berbunga putih atau merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1. Pada individu F2 ini yang berfenotipe
merah dan putih selalu homozigot, yaitu MM dan mm. Persilangan antara tanaman bunga pukul empat
berbunga merah dominan dengan bunga pukal empat berbunga putih resesif dapat dibuat bagan
sebagai berikut:

Rasio Genotipe

\[ MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1 \]

Rasio Fenotipe

\[ Merah : Merah Muda: Putih = 1 : 2 : 1 \]

Jika kita perhatikan kedua contoh persilangan di atas, pada saat pembentukan gamet terjadi pemisahan
gen-gen yang sealel, sehingga setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja. Misalnya pada tanaman
yang bergenotipe Mm, pada saat pembentukan gamet, gen M memisahkan diri dengan gen m, sehingga
gamet yang terbentuk memiliki gen M atau gen m saja. Prinsip ini dirumuskan sebagai Hukum Mendel I
(Hukum Pemisahan Gen yang Sealel) yang menyatakan bahwa “Selama meiosis, terjadi pemisahan
pasangan gen secara bebas sehingga setiap gamet memperoleh satu gen dari alelnya.”

2. Persilangan Dihibrid

Jika persilangan monohibrid dan intermediet menyilangkan satu sifat berbeda maka persilangan dihibrid
dilakukan pada dua sifat berbeda. Contohnya persilangan dihibrid antara kacang ercis berbiji bulat
berwarna kuning homozigot, disimbolkan BBKK, dengan kacang ercis berbiji keriput berwarna hijau
homozigot, disimbolkan bbkk. Semua keturunan (F_{1}) kacang ercis dengan dua sifat beda tersebut
adalah kacang ercis berbiji bulat berwarna kuning, BbKk.

Apabila kacang ercis pada keturunan F_{1} disilangkan dengan sesamanya maka kacang ercis ini akan
membentuk empat macam gamet baik jantan maupun betina. Kombinasi empat gamet yang dihasilkan
adalah BK, Bk, bK, dan bk. Selanjutnya, kita akan mengulas proses persilangan dihibrid, yang memiliki
kombinasi empat gamet BK, Bk, bK, dan bk.

Sebelum membahas proses persilangan dihibris, akan disimpulkan karakteristik persilangan dihibrid.
Perhatikan kesimpulan karakteristrik persilangan dihibrid yang akan diberikan di bawah.

 Karakteristik Persilangan Dihibrid


 Persilangan dengan dua sifat beda.
 Sifat yang kuat disebut sifat dominan.
 Sifat yang lemah disebut sifat resesif.

Pada contoh pewarisan sifat yang akan diberikan di bawah, sobat idschool dapat melihat persilangan
dihibrid antara kacang ercis berbiji bulat berwarna kuning (dominan) dengan kacang ercis berbiji kisut
berwarna hijau (resesif).

Contoh Persilangan Dihibrid

Persilangan antara kacang ercis berbiji bulat berwarna kuning (dominan) dengan kacang ercis berbiji
kisut berwarna hijau (resesif).
Hasil yang diperoleh pada hasil akhir persilangan di atas adalah bulat kuning sebanyak 9, bulat hijau
sebanyak 3, kisut kuning ada 3, dan kisut hijau sebanyak 1.

Kesimpulannya, rasio fenotipe F_{2} adalah \[ 9 : 3 : 3 : 1 \]

3. Persilangan Resiprok, Backcross, dan Testcross

1. Perkawinan Respirok

Perkawinan resiprok adalah perkawinan ulang dengan menukarkan jenis kelamin individu yang
dikawinkan, tetapi jenis genotif keturunan yang dihasilkan tetap sama. Hal tersebut berarti bahwa
setiap jenis kelamin memiliki kesempatan yang sama untuk mewariskan sifat yang dimilikinya.
Misalnya, tanaman jantan (♂) berbuah besar heterozigot (Bb) dikawinkan dengan tanaman betina
(♀) buah kecil.

2. Uji Silang ( Test Cross )

Uji silang (test cross) adalah perkawinan antara individu F1 yang tidak diketahui genotifnya, dengan
induk homozigot resesif. Kemudian, dari keturunan F2 dapat dilihat dan ditentukan bagaimana
genotif yang dimiliki oleh F1. Sehingga, uji silang (test cross) dilakukan untuk mengetahui jenis
genotif dari individu F1 yang dikawinkan tersebut.

Misalnya, tanaman F1berbatang tinggi (?) yang tidak diketahui genotifnya, dikawinkan dengan
induknya, yaitu tanaman berbatang pendek homozigot resesif (tt). Sehingga dihasilkan keturunan F2
sebanyak 50% berbatang tinggi dan 50% berbatang pendek. Kemudian berdasarkan keturunan yang
dihasilkan pada F2 tersebut, dapat disimpulkan bahwa individu F1 memiliki genotif heterozigot (Tt).
3. Persilangan Backcross
Apabila Anda mengawinkan F1 dengan salah satu induknya, baik dari induk homozigot dominan
maupun resesif, maka persilangan ini disebut dengan backcross. Tujuan mengadakan perkawinan ini
adalah untuk mengetahui genotipe induknya. Contoh :
C. Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Mendel mengemukakan bahwa perbandingan fenotipe F2 pada dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1. Namun,


Pada kasus tertentu dijumpai perbandingan fenotipe yang menyimpang misalnya 9 : 3 : 4, 12 : 3 : 1,
15 : 1 dan 9 : 7. Tetapi jika dicermati angka-angka itu sesungguhnya merupakan variasi
penjumlahan dari angka-angka yang ditemukan Mendel. Misalnya 9 : 3 : (3 + 1) = 9 : 3 : 4, (9 + 3) :
3 : 1 = 12 : 3 : 1 dan sebagainya. Hal inilah yang disebut penyimpangan semu Hukum Mendel.

Penyimpangan tersebut terjadi karena adanya beberapa gen yang saling memengaruhi dalam
menghasilkan fenotip. Meskipun demikian, perbandingan fenotip tersebut masih mengikuti prinsip-
prinsip Hukum Mendel. Penyimpangan semu Hukum Mendel tersebut meliputi interaksi gen,
kriptomeri, polimeri, epistasis-hipostasis, gen-gen komplementer, gen dominan rangkap dan gen
penghambat.

1. Atavisme

Atavisme adalah interaksi dari beberapa gen yang mengakibatkan munculnya suatu sifat yang berbeda
dengan karakter indukya. Contohnya adalah sifat jengger ayam. Jengger ayam memiliki empat bentuk
yaitu walnut (R_P_), Rose (R_pp), pea (rrP_), dan single (rrpp).

Sifat genetis pada jengger ayam

Penyimpangan yang terjadi pada atavisme bukan mengenai rasio fenotipe F2, melainkan munculnya
sifat baru pada jengger ayam yaitu walnut dan single. Untuk lebih lanjut, Anda dapat melihat skema di
bawah ini :
2. Epistasi dan Hipostasi

Adalah interaksi dari beberapa gen yag bersifat saling menutupi. Gen yang bersifat menutupi disebut
epistasis dan gen yang bersifat tertutupi disebut hipostasis. Ada 3 macam epistasi dan hipostasi, yaitu
epistasi dominan, resesif, dan dominan-resesif.

a. Epistasi Dominan : terdapat gen dominan yang bersifat epistasis terhadap gen lain yang tidak se-alel

Perbandingan fenotipenya adalah hitam : kuning : putih = 12: 3: 1

b. Epistasi Resesif : terdapat gen resesif yang berisfat epistasis terhadap gen lain yang tidak se-alel.
Tikus Hitam : 9, Tikus krem : 3, Tikus Albino: 4

Perbandingan fenotipnya adalah: hitam : krem : albino = 9 : 3 : 4

c. Epistasi Dominan dan Resesif : terdapatdua gen epistasis, gen dominan dari pasangan gen I epistasis
terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya dan gen resesif dari pasangan gen II juga epistasis
terhadap pasangan gen I

Perbandingan fenotipenya adalah ayam putih : ayam berwarna = 13 : 3

3. Gen - Gen Komplementer

Gen - gen komplementer merupakan gen yang saling berinteraksi dan saling melengkapi sehingga
memunculkan fenotipe tertentu. Jika salah satu gen tidak muncul atau tidak sempurna.

Pada bunga Lathyrus odoratus terdapat dua gen yang saling berinteraksi dalam memunculkan pigmen
warna pada bunga, yakni gen yang mengontrol munculnya bahan pigmen (C) dan gen yang
mengaktifkan bahan tersebut (P). Jika keduanya tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling melengkapi
antara sifat satu dengan yang lainnya dan menghasilkan bunga dengan warna putih (tidak berpigmen).
Apabila tidak ada bahan pigmen, tentu tidak akan muncul warna, meskipun ada bahan pengaktif
pigmennya.

4. Kriptomeri

Kriptomeri adalah peristiwa munculnya karakter gen dominan lainnya. Jika gen dominan berdiri sendiri,
karakternya akan tersembunyi (kriptos). Interaksi antargen dominan akan menimbulkan karakter baru.
Contoh persilangan antara Linnaria maroccana berbunga merah dengan Linnaria maroccana berbunga
putih dihasilkan F1 seluruhnya berwarna ungu

5. Polimeri

Polimeri merupakan bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif (saling menambah). Polimeri terjadi
akibat adanya interaksi antara dua gen atau lebih sehingga disebut juga gen ganda. Peristiwa polimeri
mirip dengan persilangan dihibrida dominan tidak penuh (intermediat). Contoh tanaman gandum berbiji
merah disilangkan dengan tanmana gandum berbiji putih menghasilkan tanaman gandum dengan
warna yang sangat beragam.

Perbandingan fenotipe yang didapat adalah merah : putih = 15:1

D. Pola – Pola Hereditas


Pola-pola hereditas mempelajari berbagai macam cara pewarisan sifat, yang meliputi: Pautan
(linkage), Pindahsilang (crossing over), Pautan sex (sex linkage), Gagal berpisah (non disjunction),
Determinasi sex dan Gen letal

1. Pautan Gen
Keadaan di mana dalam satu kromosom yang sama terdapat dua atau lebih gen inilah yang disebut
pautan (linked). Gen-gen yang berada pada kondisi pautan ini disebut gen-gen terpaut.

Akibat letaknya yang saling berdekatan, gen1 dan gen2 tersebut akan tetap bersama sampai saat
pembentukan gamet (sel kelamin). Pautan dari dua macam gen atau lebih akanmenghasilkan jumlah
gamet yang lebih sedikit dibandingkan dengan gen-gen yang tidak berpautan. Oleh karena itu,
keturunan yang dihasilkan akan memiliki perbandingan fenotip dan genotip yang lebih sedikitpula.

Contoh kasus pautan gen dapat kalian temui pada persilangan tanaman ercis pada gambar di bawah ini .
Berikut bentuk pautan gen dan persilangan pada lalat buah tersebut.

Persilangan ercis bunga ungu pollen lonjong (PPLL) dengan ercis bunga merah pollen bulat (ppll) akan
menghasilkan keturunan pertamanya (F1) yaitu ercis bunga ungu pollen lonjong (PpLl). Ketika dilakukan
persilangan kembali pada antar sesama F1, maka akan menghasilkan keturunan (F2) dengan
perbandingan fenotip 3 : 1. Hal ini disebabkan karena adanya pautan antara gen P dengan gen L, serta
alelnya yaitu gen p dengan gen l. Akibatnya, pada F2 hanya terbentuk dua macam gamet, yaitu PL dan
pl.

2. Pindah Silang

Berdasarkan tempat terjadinya, pindah silang dibedakan menjadi pindah silang tunggal dan pindah
silang ganda.

a. Pindah silang tunggal

Pindah silang ini hanya terjadi pada satu tempat saja. Hasil dari pindah silang ini akan membentuk 4
gamet. Gamet tersebut adalah gamet tipe parental, yaitu gamet yang mempunyai gen-gen seperti
induknya dan gamet tipe rekombinasi, yaitu gamet tipe baru hasil pindah silang.

b. Pindah silang ganda

Pindah silang ini terjadi pada 2 tempat (kiasmata). Seperti halnya pada pindah silang tunggal, pindah
silang ganda ini juga menghasilkan 4 kromatid dan 4 gamet.

Pindah silang tersebut terjadi pada individu trihibrid (dengan 3 gen berangkai). Gamet nomor 1 dan 4
merupakan gamet tipe parental, sedangkan gamet nomor 2 dan 3 merupakan gamet tipe rekom-binasi.
Dengan dihasilkannya individu tipe parental dan tipe rekombinasi, maka dapat dihitung besarnya
persentase kombinasi baru yang dihasilkan sebagai akibat terjadinya pindah silang. Nilai ini disebut nilai
pindah silang (NPS).

Rumus perhitungan nilai pindah silang adalah sebagai berikut:

Persentase nilai pindah silang tersebut menunjukkan kekuatan pindah silang antara gen-gen yang
terpaut

3. Pautan Sex

a. Pautan Kromosom X

Pautan kromosom X berarti kromosom X membawa gen yang dapat diturunkan pada keturunannya baik
jantan atau betina. Kromosom kelamin pada lalat betina terdiri dari 2 kromosom X (XX), sedangkan pada
lalat jantan terdiri dari 1 kromosom X dan 1 kromosom Y (XY).

Untuk mempelajari persilangan pada lalat buah, simbol-simbol gen yang digunakan yaitu gen +,
penentu warna mata merah (normal atau tipe liar) dan gen w, penentu warna mata putih (white eye) .
Berikut bagan persilangan antara lalat buah betina mata merah homozigot dengan lalat jantan mata
putih.

Selanjutnya antara F1 disilangkan

Rasio fenotip F2 = 50% ♀ mata merah : 25% ♂ mata merah : 25% ♂ mata putih.
Pada persilangan ini, gen penentu warna mata hanya dibawa oleh kromosom X saja. Hasil persilangan
tersebut menunjukkan bahwa warna merah dominan terhadap warna putih dan gen dominan (+)
terpaut pada kromosom X.

Beberapa contoh gen yang hanya terdapat pada kromosom X adalah gen penentu warna bulu pada
burung, gen penentu warna rambut pada kucing, gen penentu kelainan buta warna, anodontia, dan
hemofilia. Kelainan-kelainan tersebut akan dibahas pada subbab Hereditas Pada Manusia.

b. Pautan Kromosom Y

Pautan kromosom Y berarti bahwa pada kromosom Y terdapat gen yang hanya diturunkan pada
keturunan laki-laki atau jantan saja. Oleh karena itu, jika gen dominan terdapat pada kromosom Y, maka
setiap keturunan jantan atau laki-laki akan mewarisi sifat dominan tersebut. Pewarisan sifat ini disebut
holandrik.

Gen pada kromosom Y dapat terpaut seperti halnya pada kromosom X. Beberapa contoh gen yang
hanya terdapat pada kromosom Y adalah gen penentu jari-jari berselaput, gen penentu tumbuhnya
rambut pada telinga, serta gen penentu tumbuhnya rambut panjang dan kaku pada manusia.

4. Gagal Berpisah (non disjunction)

Gagal berpisah (non disjunction) merupakan kegagalan kromosom homolog untuk memisahkan diri saat
pembelahan meiosis. Akibatnya terdapat gamet yang lebih atau kurang jumlah kromosomnya.

Contohnya persilangan antara Drosophilla melanogaster dimana lalat betina mengalami gagal berpisah.
Lalat betina yang mengalami gagal berpisah membentuk tiga macam kemungkinan gamet yaitu X, XX,
dan 0. Bila lalat jantan yang mengalami gagal berpisah kemungkinan gametnya adalah X, Y, XX, YY, dan
0.

P : XY x XX (gagal berpisah) G : X X

Y XX

F : XX : betina normal XY : jantan normal

XXX : betina super (biasanya mati) XXY : betina (fertil)

XO : jantan (steril) YO : jantan (lethal)

Gamet hasil gagal berpisah pada:

- betina : X, XX, 0

- jantan : X, Y, XX, YY, 0


5. Gen Lethal

Gen lethal merupakan gen yang menyebabkan kematian individu yang memilikinya bila dalam keadaan
homozigot. Ada dua jenis gen lethal, yaitu lethal dominan dan lethal resesif.

Lethal dominan menyebabkan kematian dalam keadaan homozigot dominan.

Contoh: persilangan antara tikus kuning dengan sesamanya p : tikus kuning x tikus kuning

Kk Kk

F : KK : tikus kuning (lethal) 2Kk : tikus kuning

kk : normal

Rasio fenotif yang hidup antara tikus kuning : normal = 2 : 1 karena tikus kuning homozigot dominan
selalu lethal.

Lethal resesif menyebabkan kematian dalam keadaan homozigot resesif.

Contoh: persilangan antara jagung berdaun hijau dengan sesamanya p : jagung berdaun hijau x
jagung berdaun hijau

Hh Hh

F : HH : berdaun hijau 2Hh : berdaun hijau

hh : berdaun pucat (albino) – lethal

Dari pesilangan di atas hanya tiga yang kemungkinannya dapat hidup yaitu yang bergenotif HH dan Hh.
Sedangkan yang bergenotif hh mati karena tidak dapat membentuk klorofil.

6. Determinasi sex

Determinasi sex adalah cara penentuan jenis kelamin pada hewan dan manusia yang dilambangkan
dengan huruf tertentu.

Khusus pada Drossophila, penentuan jenis kelamin didasarkan pada Index Kelamin yang merupakan
rasio antara jumlah kromosom X dengan jumlah pasangan autosom. Bila rasionya lebih besar atau sama
dengan setengah, jenis kelaminnya jantan. Bila lebih besar atau sama dengan satu jenis kelaminnya
betina. Dan bila lebih besar dari setengah dan lebih kecil dari satu lalat tersebut merupakan lalat
intersex.
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Istilah-istilah yang perlu difahami dalam belajar tentang hereditas: haploid, diploid, dominan,
resesif, genotif, fenotif, hybrid, filial, alel, homozigot, heterozigot, parental dan filial.
2. Gregor Johnn Mendel, merupakan orang yang pertama kali mempelajari, mengamati serta
melakukan percobaan tentang pewarisan sifat, dengan menggunakan tanaman kacang ercis
( Pisum sativum).Dari percobaan tersebut dihasilkanlah hukum-hukum mendel yang merupakan
dasar didalam mempelajari tentang pewarisan sifat, baik pada manusia, hewan maupun
tumbuhan.
3. Penyimpangan semu hukum Mendell merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio
fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendell. Meskipun tampak
berbeda sebenarnya rasio fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio
fenotif hukum Mendel semula. Macam penyimpangan hukum Mendell adalah sebagai
berikut:interaksi gen (atavisme), kriptomeri, polimeri, epistasis, dan hipostasis
4. Pola-pola hereditas mempelajari berbagai macam cara pewarisan sifat, yang meliputi: Pautan
(linkage), Pindahsilang (crossing over), Pautan sex (sex linkage), Gagal berpisah (non
disjunction), Determinasi sex dan Gen letal

B. Saran
Dalam membelajaran materi hereditas kepada siswa, guru harus menggunakan alat dan media
yang tepat sehingga dapat membantu dalam proses belajar mengajar, mengingat dalam materi
hereditas atau genetika ini memerlukan penjelasan yang lebih kongrit misalkan dengan
menggunakan benik genetika, atau pemberian tugas membuat pedigree dari silsilah keluarga
masing-masing siswa, sehingga memudahkan mengetahui sifat-sifat yang diturunkan dari orang
tua kepada anak-anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

CPO. 2007. Focus On Live Science. USA: Delta Education LLC Glencoe. 2006. Biology A Molecular
Approach. America: BSCS
Neil A. Campbell & Jane B. Reece. 2008. Biologi Edisi 8 (Terjemahan). Jakarta:
Erlangga
http://www.fhi.no/tema/gener-og-dna/fakta-om-gener-og-dna
Sumber : http://wawashahab.blogspot.com/2012/02/kucing-siamase-siam.html Sumber :
http://nicoutomo99.blogspot.com/2013/03/hukum-mendel-html#.VUZvTPmWrIU

Anda mungkin juga menyukai