Anda di halaman 1dari 6

Nama : Novia Rahmawati

NIM : 1905113413

Mekanisme Pembentukan Urin Dan Sistem Kontrol Cairan Tubuh

a. 4 Mekanisme dalam pembentukan urin

Sumber gambar : https://www.pelajaran.co.id/

 Filtrasi. Tahap penyaringan ini terjadi di organ ginjal. Prosesnya pembuluh


darah mengunjungi ginjal dan masuk ke bola kapiler, yang disebut
glomerulus. Glomerulus terletak di daerah ginjal yang disebut Bowman
Capsule. Di sinilah penyaringan terjadi. Ketika darah didorong melalui
kapiler-kapiler kecil, tekanan tinggi memaksa beberapa hal melewati dinding
kapiler. Dinding bertindak sebagai saringan atau filter.

 Reasorbsi. Air, gula, garam, asam amino, limbah nitrogen, dan benda-benda
kecil lainnya masuk ke ginjal sebagai zat yang disebut filtrat. Sel dan protein
darah besar yang tidak dapat masuk tetap berada di pembuluh darah. Pada
tahap pembentukan urine tahap dua, filtrat memasuki ginjal di tubulus
proksimal. Daerah ginjal ini istimewa karena banyak hal yang dapat
dikeluarkan dari filtrat. Benda-benda berharga ini dikumpulkan kembali, atau
diserap kembali, oleh tubuh.Dilansir dari study.com, glukosa, garam, vitamin,
hormon, dan asam amino tertentu dikembalikan ke tubuh dan tidak akan
dimasukkan dalam urine. Kadang-kadang, jika tubuh memiliki terlalu banyak
sesuatu zat, maka tambahan gula atau garam akan tetap berada dalam filtrat.
Sebagai contoh, penderita diabetes dengan kadar glukosa darah yang tinggi
mungkin memiliki glukosa dalam urine mereka karena tidak semua dapat
diserap kembali.

 Sekresi. Pada tahap ini, beberapa zat akan mengalir langsung dari darah di
sekitar tubulus distal (distal convoluted tubule) dan tubulus pengumpul
(collecting tubule) ke tubulus tersebut. Ion hidrogen akan dibuang demi
menjaga pH atau keasaman dan basa tubuh yang tepat. Selian Ion hidrogen,
Ion kalium, ion kalsium, dan amonia juga dibuang pada tahap ini. Ini supaya
komposisi kimia darah tetap seimbang dan normal.

 Ekresi. Urine yang sudah disekresi oleh ginjal, kemudian mengalir ke bagian
tengah ginjal yang disebut pelvis ginjal. Setelah itu cairan ini akan terus
mengalir ke ureter dan kemudian tersimpan di kandung kemih. Dari kandung
kemih, urine selanjutnya mengalir ke uretra melalui ureter. Uretra adalah
bagian dari ginjal yang bertugas mengalirkan air seni menuju kandung kemih.
Sedangkan ureter merupakan saluran yang akan mengalirkan urine ke luar
tubuh.

b. Zat atau molekul-molekul yang mengalami filtrasi, reabsorpsi, sekresi, dan


ekskresi.

 Pembentukan urine dimulai dari darah mengalir melalui arteri aferen ginjal,
masuk ke dalam glomerulus yang tersusun atas kapiler-kapiler darah. Saat
darah masuk ke glomerulus, tekanan darah pun menjadi tinggi sehingga
mendorong air dan zat-zat yang memiliki ukuran kecil akan keluar melalui
pori-pori kapiler, dan menghasilkan filtrat. Cairan hasil penyaringan tersebut
(filtrat), tersusun atas:

- Urobilin;

- Urea;

- Glukosa;
- Air;

- Asam amino;

- Ion-ion seperti natrium, kalium, kalsium, dan klor.

Filtrat selanjutnya disimpan sementara di dalam kapsula bowman dan disebut


urine primer. Tahapan pembentukan urine primer ini disebut tahap filtrasi.
Sementara itu, darah dan protein tetap tinggal di dalam kapiler darah karena
tidak dapat menembus pori-pori glomerulus.

 Urine primer yang terbentuk pada tahap filtrasi masuk ke tubulus proksimal.
Di dalamnya terjadi proses penyerapan kembali zat-zat yang masih diperlukan
oleh tubuh (tahap reabsorpsi). Glukosa, asam amino, ion kalium, dan zat-zat
yang masih diperlukan oleh tubuh juga diangkut ke dalam sel, kemudian ke
dalam kapiler darah di dalam ginjal. Sedangkan urea hanya sedikit yang
diserap kembali. Cairan yang dihasilkan dari proses reabsorpsi disebut urine
sekunder yang mengandung air, garam, urea (penimbul bau pada urine), dan
urobilin (pemberi warna kuning pada urine). Urine sekunder yang terbentuk
dari proses reabsorpsi selanjutnya mengalir ke lengkung henle, kemudian
menuju tubulus distal. Selama mengalir dalam lengkung henle, air dalam urine
sekunder juga terus direabsorpsi.

 Augmentasi

Augmentasi terjadi di tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus


(pengumpul) sebagai tempat penyimpanan urin untuk sementara. Di tahap ini
masih terjadi penyerapan kembali pada air, garam NaCl dan urea sehingga
terbentuk urin sebenarnya yang harus dibuang oleh tubuh.

 Ekresi

Pengeluaran urin hasil proses filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi ureter menuju
vesica urinaria.

c. Pengaruh dari filtrasi, reabsorpsi, sekresi, dan eksresi zat atau molekul-molekul
terhadap perubahan tekanan osmotik pada tiap-tiap bagian dari nefron!

 Urine primer atau filtrat glomerulus

Hasil filtrasi darah glomerulus disebut urine primer atau filtrat glomerulus.
Filtrat glomerulus tersebut akan masuk ke tubulus kontortus proksimal.
 Tubulus kontortus proksimal

Pada tubulus kontortus proksimal, glukosa dan asam amino dari filtrat akan
direabsorpsi menuju kapiler. NaCl akan direabsorpsi di tubulus kontortus
proksimal dan kontortus distal. Pada saat NaCl direabsorpsi, air akan
berosmosis pula ke dalam darah. Selain itu, sekresi H+ dan reabsorpsi HCO3–
terjadi pula di tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal.
Lengkung Henle dan tubulus kolektivus memiliki satu fungsi utama yaitu
reabsorpsi air.

 Lengkung Henle

Lengkung Henle akan membawa filtrat ke bagian medula dan kembali ke


bagian korteks. Air akan meninggalkan tubulus karena cairan interstitial
(darah) pada bagian medula memiliki konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan pada filtrat. Pada bagian lengkung Henle ascenden (naik),
reabsorpsi air akan berhenti karena tubulus tersebut impermeabel (tidak dapat
ditembus) terhadap air. Pada bagian ini, terjadi reabsorpsi NaCl dari filtrat
menuju darah.

 Tulubus kolektivus

Tahap terakir filtrasi terjadi pada bagian tulubus kolektivus. Pada bagian ini
terjadi reabsorpsi NaCl. Proses ini menentukan kadar garam di dalam urine.
Pada bagian medula, tubulus kolektivus menjadi permeabel (dapat ditembus)
terhadap urea. Akibatnya, urea akan direabsorpsi menuju darah. Ketika filtrat
menuju medula, air akan lebih banyak direabsorpsi sebelum masuk ke pelvis.

Beberapa tubulus kolektivus akan bermuara di bagian pelvis yang kemudian


akan menuju ureter sebelum akhirnya sampai di kantung kemih. Urine akan
ditampung pada kantung kemih sebelum akhirnya dikeluarkan melalui uretra.

d. Peran hipotalamus, hormon ADH, dan Angiotensinogen dalam mengontrol


homeostatis cairan tubuh

 Hipotalamus

Fungsi hipotalamus yang paling penting karena terhubung dengan sistem saraf
dan kelenjar hipofisis yang merupakan salah satu homeostasis sistem
endokrin, adalah fungsi neuroendokrin yang berpengaruh terhadap sistem
saraf otonomi sehingga dapat memelihara homeostasis tekanan darah, denyut
jantung, suhu tubuh dan perilaku konsumsi dan emosi.

 Hormon ADH
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang
osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron
hypothalamus yang menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan
oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya
di duktus koligen. Ikatan vasopressin dengan resptornya di duktus koligen
memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks
duktus koligen. Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya
reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di
duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan
di dalam tubuh tetap dapat dipertahankan. Selain itu, rangsangan pada
osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan
ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus sehingga
terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali
normal. dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh
mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan
Vasopresin/ ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air.
Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone
atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi volume natrium dan air .

 Angiotensinogen

Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang


disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan pada
ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Renin
merupakan enzim yang bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk
melepaskan Angiotensin.

Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah


dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika
tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang
sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi
kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi
peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon
yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara.
Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan
arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal.
Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali
NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang
diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan
tekanan darah (Campbell, et al. 2004).

Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu


organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.
Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula
tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta
meningkatkan volume dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Hal tersebut
akan memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian
meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka
panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan
lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya
mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.

Anda mungkin juga menyukai