Anda di halaman 1dari 6

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PUSKESMAS KRAKSAAN
Jl. Dr. Saleh Sumberlele
KRAKSAAN

KERANGKA ACUAN KERJA PENANGANAN REAKSI KUSTA

1.Pendahuluan Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang


menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang
dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan
nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara
yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan
negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai
dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial
ekonomi pada masyarakat. termasuk sebagian petugas kesehatan.
Hal ini disebabkan masih kurangnya serta pemulihan kesehatan
dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta masyarakat. Akan
tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, melalui
strategi yang sesuai dengan endemisitas penyakit kusta. Selain itu
untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang mengalami kusta.
2. Latar Belakang - Penyakit kusta adalah penyakit infeksi menular menahun
- Yang paling beresiko tertular adalah kontak serumah, tetangga dan
social
- Masih adanya stigma dan self stigma
- Sampai saat ini penemuan penderita baru paling banyak dari
kegiatan sukarela
- Keterbatasan tenaga kesehatan pemegang program ini
Kepala / anggota keluarga mempunyai peranan yang sangat penting
pada peningkatan status kesehatan setiap anggota keluarganya
3. Tujuan Tertanganinya pasien yang reaksi sehingga mengurangi resiko
kecacatan
4. KegiatanPokok - Melakukan kegiatan POD (Prenvention Of Disability)
dan Rincian
Kegiatan
Tata Nilai : PRIMA ( Profesional, Ramah, Iklas, Mudah diukur,
Akuntable.
5. Cara Pelaksanaan (1)
Melaksanakan 1.1 Petugas memberi salam kepada pasien dengan ramah
Kegiatan 1.2 Petugas menanyakan kepada pasien, apakah yang
dikeluhkan
1.3 Melakukan Pemeriksaan POD (Prenvention Of Disability)
1.4 Petugas mencatat semua hasil pemeriksaan POD (Prenvention
Of Disability) dan di simpulkan
1.5 Petugas membuat Diagnosa Reaksi Kusta dan Klasifikasinya
Gejala Reaksi Type I
Reaksi Ringan Reaksi Berat
Gejala
1. Kelainan Tambah aktif,
Kelainan membengkak
Kulit menebal merah,
sampai ada yang
teraba panas dan
pecah, merah, teraba
nyeri tekan. Makula
panas dan nyeri tekan.
yang menebal dapat
Ada kelainan kulit
sampai membentuk
baru, tangan dan kaki
plaque membengkak, sendi-
sendi sakit.
2 Saraf tepi Tidak ada nyeri Nyeri tekan, dan/atau
tekan saraf dan gangguan fungsi,
gangguan fungsi misalnya kelemahan
otot.
Bila ada reaksi dan kelainan kulitnya dekat dengan
lokasi saraf, dikategorikan sebagai reaksi berat.

Gejala Reaksi Type II


REAKSI REAKSI BERAT
GEJALA RINGAN
(1) (2) (3)
1. Kelainan Nodul merah Benjol (nodul) nyeri
kulit yang nyeri tekan tekan, ada yang pecah
jumlah sedikit, (Ulseratif), jumlah
biasanya hilang banyak, berlangsung
sendiri dalam 2 – lama
3 hari
2. Kedaan Tidak ada demam Demam ringan sampai
Umum atau demam berat
ringan
3. Saraf tepi Tidak ada nyeri Ada nyeri raba, dan atau
raba ataupun gangguan fungsi
gangguan fungsi
4. Organ Tidak ada Terjadi peradangan pada
tubuh gangguan organ-organ tubuh

Mata = Iridosiklitis

Testis =
Epididymoorchitis

Ginjal = Nefritis

Sendi = Artritis

Kelenjar Limfe =
Limfadenitis

Gangguan pada tulang,


hidung & Tenggorokan

1.4 Petugas mencatat diagnosa Reaksi Kusta dan


klasifikasinya type pada kartu pasien
1.5 Memberikan Penanganan sesuai Diagnosa Reaksi Kusta
klasifikasinya
1.5.1 Untuk Reaksi Ringan

1.5.1.1 Berobat jalan, istirahat dirumah

1.5.1.2 Pemberian analgetik/antipiretik, obat


penenang bila perlu

1.5.1.3 Mencari dan menghilangkan faktor pencetus


1.5.1.4 MDT tetap diberikan dengan dosis tidak
diubah
1.5.2 Untuk Reaksi Berat
1.5.2.1 Immobilisasi lokal/istirahat di rumah
1.5.2.2 Pemberian analgesik, sedatif
1.5.2.3 Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan
prednison sesuai skema
1.5.2.4 MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah
1.5.2.5 Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
1.5.2.6 Bila ada indikasi rawat inap penderita dikirim ke
RS
1.5.2.7 Reaksi tipe 2 berat berulang diobati dengan
prednison dan lamprene
1.5.3 Skema Pemberian Prednison Pada Reaksi Type I dan
II Berat Pasien Dewasa
1.5.3.1 2 minggu I : 40 mg/hari (1 x 8 tab) pagi
hari sesudah makan
1.5.3.2 2 minggu II : 30 mg/hari ( 1 x 6 tab) pagi
hari sesudah makan
1.5.3.3 2 minggu III : 20 mg/hari (1 x 4 tab) pagi
hari sesudah makan
1.5.3.4 2 minggu IV : 15 mg/hari (1 x 3 tab) pagi
hari sesudah makan
1.5.3.5 2 minggu V : 10 mg/hari ( 1 x 2 tab) pagi
hari sesudah makan
1.5.3.6 2 minggu VI : 5 mg/hari (1 x 1 tab) pagi
hari sesudah makan
1.5.3.7 Kasus reaksi berat pada wanita hamil atau
penderita dengan
1.5.3.8 komplikasi penyakit lain harus dirujuk ke rumah
sakit
1.5.4 Skema Pemberian Prednison Pada Reaksi Type I dan
II Berat Pasien Anak
1.5.4.1 Untuk pengobatan reaksi berat pada anak harus
dikonsultasikan ke dokter atau dirujuk, karena
steroid dapat mengganggu proses pertumbuhan.
1.5.4.2 Dosis maksimum prednison pada anak tidak
boleh melebihi 1 mg/kgBB.
1.5.4.3 Minimal pengobatan 12 minggu/3 bulan
1.5.5 Catatan Khusus:
1.5.5.1 Pemberian prednison dikonsultasikan ke dokter
kusta/dokter Puskesmas terdekat
1.5.5.2 Sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal pagi
hari sesudah makan karena kadar kortisol
alamiah dalam tubuh paling tinggi pada pagi hari
(Jika memang terpaksa pemberian prednison
selain secara dosis tunggal dapat diberikan
dalam dosis terbagi, misalnya : 2 x 4 tab./hari
dst.)
1.5.5.3 Setiap 2 minggu penderita harus diperiksa ulang
dan mencatatnya dalam form pencegahan cacat.
Form pemberian prednison diisi berdasarkan
hasil evaluasi pemeriksaan fungsi saraf. Bila
tidak ada perbaikan maka dosis prednison yang
diberikan dapat dilanjutkan 3 s/d 4 minggu atau
dapat ditingkatkan (misalnya dari 15 mg menjadi
20 mg sehari) jika kondisi memburuk
1.5.5.4 Khusus untuk nyeri saraf, sebaiknya dicari dosis
awal untuk penderita tersebut dengan memeriksa
ulang setelah 1 minggu, bila tidak ada perbaikan
dosis dinaikkan menjadi 50 mg sampai 60
mg/hari. Dosis awal ini dipertahankan selama 2
minggu
1.5.5.5 Jelaskan kepada penderita:
 Alasan mengapa mendapat pengobatan
prednison, karena adanya ancaman terjadinya
kecacatan.

 Berapa lama pengobatan reaksi ini diberikan


supaya penderita mematuhi pengobatan
prednison

 Pentingnya mendapatkan dosis obat yang


tepat. Pengobatan ini tidak boleh dihentikan
secara mendadak, karena dapat menyebabkan
sakit yang lebih serius

 Bila nyeri dan gangguan fungsi bertambah


harus segera melaporkan diri pada petugas

1.5.6 Efek samping Prednison ( Kortikosteroid):


1.5.6.1 Penghentian Tiba-tiba:
 Demam
 Nyeri otot
 Nyeri sendi
 Malaise
1.5.6.2 Pemberian terus-menerus:
 Gangguan cairan dan elektrolit
 Hiperglikemi
 Mudah infeksi
 Perdarahan atau perforasi pada penderita tukak
lambung
 Osteoporosis
 Cushing Syndrome: Moon face, Obesitas
sentral, jerawat, pertumbuhan rambut
berlebihan, timbunan lemak supraklavikuler
1.5.6.3 Petugas wajib mengetahui kontra indikasi
pemberian Prednison: Hipertensi, TBC, Kencing
manis, Tukak lambung berat, infeksi berat dan
kehamilan.

1.5.7 Pemberian Lamprene :


1.5.7.1 Diberikan pada Reaksi Tipe II berat berulang
(ENL berulang). Kriteria berulang adalah pada
tappering off prednison, pada terapi yang ketiga.
1.5.7.2 Dosis Lamprene ditinggikan dari dosis
pengobatan kusta. Untuk orang dewasa 3 x 100
mg/hari selama 2 bulan. Kemudian dosis
diturunkan menjadi 2 x 100 mg per hari selama 2
bulan, dan kemudian diturunkan menjadi 100 mg
per hari selama 2 bulan. Jika pasien masih dalam
pengobatan MDT, lampren dalam MDT
dihentikan.
6. Sasaran Pasien Kusta MDT, RFT, yang terjadi Reaksi
7. Jadwal
Pelaksanaan Pasien Kusta MDT, RFT, yang terjadi Reaksi
Kegiatan
8. Evaluasi
Pelaksanaan Setelah kegiatan berlangsung
Kegiatan
9. Pelaporan
Setelah kegiatan orientasi dilaksanakan

Probolinggo, Januari 2016


Kepala Puskesmas Kraksaan

Dr. AGUS CIPTOSANTOSO N


NIP. 19700802 200212 1 005

Anda mungkin juga menyukai