Anda di halaman 1dari 28

Mata Kuliah : Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja Lanjut

Dosen : dr. M. Furqaan Naiem, M.Sc., Ph.D


Kelas :B

TUGAS INDIVIDU

Oleh :

WILIS MILAYANTI K012192014

PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
1. Jelaskan sumber-sumber hazard pekerjaan dan jenis kasus penyakit dan
kecelakaan akibat hazard itu berdasarkan minimal 5 artikel terakreditasi
internasional serta langkah-langkah pencegahan rasional dan realistis yang dapat
dilakukan

Jawab:
a. Sumber-sumber hazard:
1. Bahaya fisik
a. Suhu
1) Suhu terlalu tinggi, menyebabkan : heat stroke, heat cramp, dan heat
exhaustion
2) Suhu terlalu rendah, menyebabkan : Frosbite, Chilblain, dan Trenchfoot
b. Tekanan
1) Tekanan udara tinggi : sering ditemui pada penyelam, pekerja tambang
dll. Penyakit yang timbul disebut “Caisson” (disebabkan bebasnya
nitrogen dalam jaringan pada waktu dekompresi).
2) Tekanan udara rendah : sering dihadapi oleh penerbang, Astronout,
pendaki gunung dll. Gangguan kesehatan akibat kurangnya O2 di dalam
udara pernafasan.
c. Kebisingan, menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran
d. Pencahayaan, menyebabkan kelainan pada indera penglihatan
e. Radiasi
1) Radiasi sinar inframerah : katarak pada lensa mata
2) Radiasi sinar ultraviolet : konjungtivitis foto elektrika
3) Radiasi sinar rontgen/radioaktif : gangguan pada sumsum tulang,
kelainan kulit, impotensi dll.
f. Getaran, raynaund yaitu gangguan pada rangsangan reseptor syaraf di dalam
jaringan
2. Bahaya kimia
a. Debu menimbulkan pneumoconiosis, diantaranya yaitu : silicosis, asbestosis,
berryliosis, siderosis, stenosis, byssinosis, anthrakosis
b. Uap
1) Uap logam, menimbulkan “demam ap logam”, dermatitis atau keracunan
2) Gas, menyebabkan keracunan, misalnya : Gas sianida, Gas asam sulfide,
dan Karbon Monoksida.
c. Larutan, larutan korosif menyebabkan kerusakan pada kulit (dermatosis)
3. Bahaya Biologi
a. Penyakit E/bakteri : antrhrax
b. Penyakit jamur
c. Penyakit parasit
d. Penyakit virus
4. Bahaya fisiologis (Ergonomi) yaitu posisi tubuh, dimana faktor ini
mempengaruhi terhadap beban kerja dan kelelahan kerja pekerja
5. Bahaya psikososial, mengenai hubungan sesama pekerja, atasan-bawahan
6. Bahaya Mekanis : mesin. Alat-alalt bergerak
7. Bahaya Listrik : arus listrik, percikan bunga api listrik
8. Bahaya Perilaku : tidak mematuhi peraturan, kurangnya ketrampilan kerja
9. Bahaya Lingkungan : cuaca buruk, api, bekerja di tempat tak rata
Kita semua mengetahui apa itu bahaya dan jenis-jenis bahaya di tempat kerja
tetapi kecelakaan dan penyakit akibat kerja masih saja terjadi di lingkungan kerja
kita. Mengapa hal ini terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya di lingkungan
kerja kita seperti:
1. Tempat kerja seperti bangunan, peralatan dan instalasi
Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruang
dan tempat kerja harus baik. tersedia penerangan darurat yang diperrlukan.
jalan dan gang harus diberi marka yang jelas. pada tempat yang memerlukan
dipasang rambu sesuai keperluan. tersedia jalan penyelamatan diri yang
diperlukan lebih dari satu pada sisi yang berlawanan. pintu harus membuka
keluar untuk mempermudah penyelamatan diri. Dalam industri digunakan
berbagai peralatan yang mengandung bahaya. Apabila tidak dipergunakan
dengan semestinya serta tidak dilengkapi dangan alat pelindung dan
penaman, peralatan itu bisa menimbulkan macam-macam bahaya seperti:
Kebakaran, Sengatan listrik, Ledakan, Luka-luka dan cedera yang cukup
serius.
2. Bahan
Bahaya dari bahan ini meliputi berbagai resiko sesuai dengan sifat
bahannya, antara lain; mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi,
menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker,
mengakibatkan kelainan pada janin, bersifat beracun, dan radioaktif
3. Proses
Dalam proses banyaknya bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai
bahan baku dan bahan penolong. ada bahan kiia yang merupakan hasil
sampingan, sebagian bahan tersebut termasuk bahan kimia berbahaya seperti
mudah terbakar, meledak, iritan, beracun dsb. Skala ingustri kimia cenderong
semakin besar untuk mengingkatkan efisiensi dan mengendalikan biaya,
namun hal ini juga berakibat kemungkinan timbulnya bencana bila terjadi
kegagalan operasi normal.
4. Cara Kerja
Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sedini dan
orang lain disekitarnya, cara kerja yang demikian antara lain:
a. Cara mengakat dan mengangkut, apabila dilakukan dengan cara yang
salah dapat mengakibatkan cidera dan yang paling sering adalah cidera
pada tulang punggung, juga sering terjadi kecelakaan sebagai akibar cara
mengagkat atau mengangkut.
b. Cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam,
periciakan api serta tumpahan bahan berbahaya.
c. Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara memakai
yang salah, Penyelia perlu memperhatikan cara kera yang dapat
membahayakanini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan
pelaksanaan pekerjaan sehari-hari.
5. Lingkungan Kerja.
Dengan mengetahui sumber-sumber bahaya di tempat kerja ini, kita sudah
dapat mengantisipasi datangnya bahaya itu dan tidakan pencegahan dan
menetapkan pengendalian agar para pekerja tidak mengalami kecelakaan
yang diakibatkan oleh bahaya-bahaya yang telah kita identifikasi sebelumnya
dan membuat tempat kerja kita menjadi tempat yang aman dan sehat untuk
bekerja.
b. Jenis kasus penyakit dan kecelakaan akibat hazard 5 artikel terakreditasi
internasional
1. Jurnal Tentang sumber bahaya fisik :
“Effect of Chronic Noise Exposure on Aggressive Behavior of
Automotive Industry Workers”
Pada jurnal tersebut memaparkan tentang pengaruh kebisingan terhadap
pekerja industri otomotif. Polusi suara yang melebihi standar akan
mengakibatkan kebisingan pada pekerja. Kebisingan pada frekuensi tinggi
dan rendah dianggap berpengaruh terhdap mental dan jiwa pada stimulus
kerja otak sehingga meningkatkan kesalahan manusia, mengurangi akurasi,
dan meningkatkan psikologi tanggapan seperti agresi, sehingga orang yang
terpapar mungkin pada akhirnya juga mengalami gangguan penglihatan dan
pendengaran.
Pencegahan yang dapat dilakukan:
1. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) telinga sesuai standar seperti
Ear Muff, dan Ear Plug untuk menurunkan intensitas kebisingan yang
mencapai alat pendengaran
2. Mengurangi waktu paparan pekerja terhadap bising dengan menyusun
jadwal kerja berdasarkan perhitungan dosisi paparan sesuai NAB (Nilai
Ambang Batas)
3. Mengadakan pemeriksaan kesehatan awal dan berkala untuk memantau
kondisi kesehatan para pekerja.
2. Jurnal tentang sumber bahaya kimia:
“Cotton Dust Exposure and Resulting Respiratory Disorders Among
Home-Based Garment Workers”
Dalam jurnal tersebut memaparkan tentang paparan debu kapas dan
gangguan pernafasan yang ditimbulkan pada pekerja. Paparan debu pada
pekrja dapat menyababkan penyakit akut gejala pernafasan, seperti sesak
dada, brokokontriksi, dan dispnea pada pekerja. Hal ini dikarenakan, pada
debu kapas terdapat campuran bakteri, pestisida, kapang, agen anticrease,
antimikroba pada saat penanganan dan pengolahan kapas.
Pencegahan yang dapat dilakukan:
1. Mengurangi Jam kerja
2. Meminimalkan paparan debu pada pekerja
3. Mempromosikan perilaku pencegahan
4. Memakai Alat Pelindung Diri (APD) untuk mencegah pekerja yang
bernafas menghirup debu dilingkungan kerja
5. Menyediakan alat untuk perawatan kesehatan penyedia layanan
6. Memperbaiki kondisi tempat kerja
3. Jurnal tentang sumber bahaya biologi:
“Risk Factors and Rates of Hepatitis B Virus Infection among
Municipal Waste Management Workers and Scavengers in Ilorin,
Kwara State, Nigeria”
Jurnal tersebut membahas tentang penyakit Hepatiti B pada pekerja yang
disebabkan oleh Virus yang merupakan penyakit yang diakibatkan dari
sumber bahaya biologi. Kurangnya manajemen keselamatan kesehatan kerja
yang yang tidak tepat diantara pekerja pengelolaan limbah kota merupakan
faktor risiko ternyadinya Hepatitis B. Hal ini dikarenakan jalur penularan
virus pada saat pemisahan limbah biasanya dilakukan dengan tangan
kosong, dan kurangnya kebersihan dan keselamatan kerja selama kegiatan
pengelolaan limbah. Selain itu, infeksi virus tersebut meningkat karena
durasi kerja yang lebih lama serta pekerja tidak mengikuti prosedur yang
ada pada saat pembongkaran limbah, pemisahan, pengangkutan bahan daur
ulang ke titik penjualan dan pembuangan, sehingga menimbulkan cedera
dan akan membawa risiko penularan penyakit seperti hepatitis.
Pencegahan yang dapat dilakukan:
1. Memberikan pendidikan dan pelatihan berkala tentang program
keselamatan kerja pada pekerja untuk membantu mengendalikan risiko
terinfeksi penyakit
2. Menyediakan APD pada semua pekerja limbah serta menjelaskan cara
penggunaan dan manfaatnya
3. Vaksinasi terhadap Hepatitis
4. Mempraktikan kebersihan pribadi

4. Jurnal tentang sumber bahaya Ergonomi:


“ Ergonomic Analysis of Work Fatigue and Eyestrain Among Wig
Makers at PT. SCI Indonesia Kupang City”
Sikap kerja yang tidak wajar akan menyebabkan kontraksi otot secara
isometrik (melawan resistensi) pada otot utama yang terlibat. Postur yang
tidak alami dapat menyebabkan otot tidak bekerja secara efisien. Sikap kerja
dipengaruhi posisi kerja dan pencahayaan. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa fasilitas yang digunakan tidak sesuai dengan
standar yang ada, sehingga membuat pekerja tidak nyaman saat melakukan
pekerjaan. Pekerja telah mengalami kelelahan kerja yang disebabkan oleh
lampu yang berjarak setengah meter dari posisi kepala sehingga pekerja
sering merasa pusing dan panas di area kepala. Inilah yang menyebabkan
pekerja perlu lebih banyak upaya untuk mendapatkan posisi yang dianggap
nyaman saat bekerja, tanpa melihat efek yang ditimbulkan oleh posisi duduk
yang tidak ergonomis. Posisi duduk yang ergonomis menyebabkan
ketegangan pada otot, menyebabkan kelelahan kerja saat bekerja. Selain itu,
pengaruh pencahayaan juga berpengaruh terhadap kelelahan mata seperti
seringnya rasa panas di area kepala, pandangan ganda, mata berair, silau dan
berbagai keluhan lainnya. Beberapa gejala awal kelelahan mata termasuk
mata kering, mata terbakar, penglihatan kabur, penglihatan ganda, sakit
kepala, nyeri di leher, bahu dan otot punggung. Efek kelelahan kerja pada
mata akan mempengaruhi penurunan kinerja termasuk hilangnya
produktivitas, rendahnya kualitas pekerjaan, banyak kesalahan, dan
meningkatnya kecelakaan kerja.
Pencegahan yang dapat dilakukan:
1. Pada pekerjaan yang membutuhkan akurasi tinggi, sebaiknya didukung
dengan lingkungan kerja yang baik seperti pencahayaan dan stasiun
kerja yang baik sehingga sesuai dengan prosedur pekerjaan egornomis
2. Pembagian jam kerja atau shift kerja agar pekerja mendapatkan istirahat
yang cukup
3. Memberikan pendidikan atau pelatihan untuk pekerja tentang posisi
ergonomis yang sesuai standar

5. Jurnal tentang sumber bahaya psikososial:


“Relationship between job burnout, psychosocial factors and health
care-associated infections in critical care units”
Pada jurnal tersebut, bertujuan untuk mengetahui bagaimana kelelahan
dalam hal ini kelelahan emosional dan sinisme dikaitkan dengan beberapa
faktor psikososial dan dengan infeksi terkait perawatan kesehatan pada
pasien yang dirawat di rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelelahan emosional secara langsung terkait dengan sinisme. Ini berarti
bahwa semakin banyak pekerja yang terpapar pada penipisan emosi,
semakin mereka akan kehilangan antusiasme dan keterlibatan emosional
dalam pekerjaan mereka. akibatnya, kelelahan individu sering merujuk pada
pengalaman kelelahan, yang akhirnya menghasilkan pelepasan emosional
dan kognitif dari pekerjaan seseorang sebagai cara untuk mengatasi tuntutan
kerja yang tinggi. Selain itu, persepsi kualitas komunikasi tim memiliki
peran mediasi penting dalam sinisme dalam hal ini jarak dari pekerjaan
seseorang, mengurangi kemampuan tim untuk berkolaborasi, berbagi
informasi penting dan kesalahan pra curhat, hal ini mempengaruhi perasaan
efektivitas tim. Ketika tim bekerja secara sinergis dan kolabooratif, dimana
komunikasi diantara anggota staf efektif, ini akan menghasilkan
peningkatan kualitas perawatan pasien, sehingga mengurangu unfeksi tekait
perawatan kesehatan.
Pencegahan yang dapat dilakukan:
1. Mempromosikan kontrol pekerjaan dengan mendukung otonomi kerja
orang dan mengembangkan pendekatan berdasarkan prinsip belajar
seumur hidup, hal ini dilakukan agar seorang individu tidak hanya
merasa bahwa / itu kebutuhan dasarnya didukung oleh manajemen,
tetapi juga meningkatkan perasaan penguasaan dan persepsi kompetensi
diri menjadi lebih baik mengelola tuntutan pekerjaan yang tinggi.
2. Mengendalikan risiko kelelahan dan meningkatkan kinerja staf
3. Manajer layanan kesehatan harus mengembangkan strategi untuk
mengurangi beban kerja pekerja
4. Manajer dapat sementara waktu mengurangi beban kerja dengan
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki program
kerja yang fleksibel dan klinis yang dapat dicapai tujuan, untuk
meningkatkan rasa efektivitas individu
5. Mengurangi kelelahan staf perawatan kesehatan merupakan strategi
yang mendorong untuk mengendalikan risiko infeksi dan meningkatkan
kesejahteraan staf, sementara meningkatkan kualitas perawatan pasien.

2. Buat rankuman kebijakan (undang-undang, peraturan, dsb) RI tentang


pengendalian hazard pada sumber, alur dan sasaran (target) di tempat kerja dan
jelaskan cara pelaksanaan-nya di perusahaan.

Jawab:
Peraturan Perundang-Undangan No. 50 Tahun 2012 Tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
a. Sumber
Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.
2) Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.
Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia. Pada pasal 16 ayat 2 potensi yang memiliki bahaya tinggi
antara lain perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, minyak dan gas
bumi.
b. Alur
Tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan
terhadap kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tindakan pengendalian dilakukan
dengan mendokumentasikan dan melaksanakan kebijakan:
1) standar bagi tempat kerja;
2) perancangan pabrik dan bahan; dan
3) prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan
produk barang dan jasa.
Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui:
1) Identifikasi potensi bahaya dengan mempertimbangkan:
a) kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya; dan
b) jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.
2) Penilaian risiko untuk menetapkan besar kecilnya suatu risiko yang telah
diidentifikasi sehingga digunakan untuk menentukan prioritas pengendalian
terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
3) Tindakan pengendalian dilakukan melalui:
a) pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi,
ventilasi, higienitas dan sanitasi;
b) pendidikan dan pelatihan;
c) insentif, penghargaan dan motivasi diri;
d) evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi; dan
e) penegakan hukum.
c. Sasaran
Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan
perkembangan. Tujuan dan sasaran K3 paling sedikit memenuhi kualifikasi:
1) dapat diukur;
2) satuan/indikator pengukuran; dan
3) sasaran pencapaian.
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3, pengusaha harus berkonsultasi
dengan:
1) Wakil pekerja/buruh;
2) Ahli K3;
3) P2K3; dan
4) Pihak-pihak lain yang terkait.
d. Cara Pelaksanaan di Perusahaan, dalam bab III, pasal 4 penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu:
Dalam penerapan Sistem Manajemen K3, setiap perusahaan wajib
melaksanakan:
1) Penetapan Kebijakan K3
2) Perencanaan K3
3) Pelaksanaan rencana K3
4) Pemantauan dan ecaluasi kinerja K3, dan
5) Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3

1. Penetapan kebijakan K3;


Pengusaha dalam menyusun kebijakan K3 paling sedikit harus:
a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3, meliputi:
1) Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
2) Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang
lebih baik;
3) Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4) Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan; dan
5) Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-
menerus; dan
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
Muatan Kebijakan K3 paling sedikit memuat visi; tujuan perusahaan;
komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan kerangka dan program
kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat
umum dan/atau operasional.
2. Perencanaan K3;
Yang harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana K3:
a. hasil penelaahan awal;
b. identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
c. peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya; dan
d. sumber daya yang dimiliki.
3. Pelaksanaan rencana K3;
Dalam melaksanakan  rencana  K3 didukung oleh sumber  daya manusia di
bidang K3, prasarana, dan sarana
a. Sumber daya manusia harus memiliki:
1) Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat; dan
2) Kwenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi
dan/atau surat penunjukkan dari instansi yang berwenang.
b. Prasarana dan sarana paling sedikit terdiri dari:
1) Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3;
2) Anggaran yang memadai;
3) Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian;
dan
4) Instruksi kerja.
c. Dalam melaksanakan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam
pemenuhan persyaratan K3. Kegiatan tersebut:
1) Tindakan pengendalian
2) perancangan (design) dan rekayasa;
3) prosedur dan instruksi kerja;
4) penyerahan sebagian pelaksanaan  pekerjaan;
5) pembelian/pengadaan barang dan jasa;
6) produk akhir;
7) upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri; dan
8) rencana dan pemulihan keadaan darurat

- Kegiatan 1 – 6 dilaksanakan berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian


dan pengendalian risiko.
- Kegiatan 7 dan 8 dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi
dan analisa kecelakaan
d. Agar seluruh kegiatan tersebut bisa berjalan, maka harus:
1) Menunjuk SDM yang kompeten dan berwenang dibidang K3
2) Melibatkan seluruh pekerka/buruh
3) Membuat petunjuk K3
4) Membuat prosedur informasi
5) Membuat prosedur pelaporan
6) Mendokumentasikan seluruh kegiatan
e. Pelaksanaan kegiatan diintegrasikan dengan kegiatan manajemen perusahaan
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3;
a. Melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan audit internal SMK3
dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten
b. Dalam hal perusahaan tidak mempunyai SDM dapat menggunakan pihak lain
c. Hasil pemantauan dilaporkan kepada pengusaha
d. Hasil tersebut digunakan untuk untuk melakukan tindakan pengendalian
e. Pelaksanaan pemantauan & Evaluasi dilakukan berdasarkan peraturan
Perundang-undangan
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.
a. Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, dilakukan
peninjauan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi
b. Hasil peninjauan digunakan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja
c. Perbaikan dan peningkatan kinerja dilaksanakan dalam hal :
1) Terjadi perubahan peraturan perundang-undangan;
2) Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;
3) Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
4) Terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan;
5) Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
epidemiologi;
6) danya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja;
7) danya pelaporan; dan/atau
8) danya masukan dari pekerja/buruh.

3. Jelaskan minimal 5 kelebihan dan kekurangan SMK3 Indonesia dibanding dari 3


jenis SMK3 Internasional serta cara-cara untuk membuat penerapan SMK3
Indonesia berjalan efektif.

Jawab:
SMK3 di Indonesia (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Internasional : OHSAS 18001, ISO series, KOHSA (korea),
a. Kelebihan/ Manfaat SMK3 di Indonesia:
1. Jika tidak menerapkan standar dari SMK3 maka akan dikenakan sanksi
2. Selain sertifikat, perusahaan atau organisasi akan mendapatkan bender K3
(Emas/perak)
3. Peninjauan SMK3 dilakukan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3
secara berkesinambungan
4. Dalam mengambil tindakan dilakukan pengukuran pemantauan, dan evaluasi
kinerja K3, sehingga hasil pemantauan dilaporkan dan digunakan untuk
melakukan tindakan perbaikan
5. Membuat sistem manajemen efektif
Penerapan SMK3 tidak jauh beda dengan ISO dimana semua tindakan
terdokumentasi dengan baik, dengan adanya dokumen yang lengkap
memudahkan melakukan tindakan perbaikan jika ada alur kerja yang tidak
sesuai.
6. Melindungi Pekerja
Tujuan utama penerapan SMK3 adalah melindungi pekerja dari segala
macam bahaya kerja dan juga yang bisa mengganggu kesehatan saat kerja.
dengan melindungi pekerja dengan SMK3 maka perusahaan otomatis akan
untung karena meningkatkan produktivitas pekerja
7. Mematuhi Peraturan Pemerintah
Dengan menerapkan SMK3 maka perusahaan telah mematuhi peraturan
pemerintah Indonesia. Perusahaan yang tidak melaksanakan SMK3 akan
diberikan sangsi oleh pemerintah karena dianggap lalai dalam melindungi
pekerja
8. Meningkatkan kepercayaan konsumen
Dengan menerapkan SMK secara otomatis akan membuat kepercayaan
konsumen. Ketika perusahaan sudah menerapkan SMK3 dalam memproduksi
suatu produk, konsumen bisa meyakini prosedur telah bagus dan produksi
bisa kontinu. Dengan menerapkan SMK3 akan dapat menjamin proses yang
aman, tertib, dan bersih sehingga bisa meningkatkan kualitas dan mengurangi
produk cacat.
9. SMK3 diwajibkan bagi perusahaan, mempekerjakan lebih dari 100 orang dan
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan
menyusun rencana K3, dalam menyusun rencana K3 tersebut, pengusaha
melibakan ahli K3, panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3),
wakil pekerja dan pihak lain yang terkait
b. Kekurangan SMK3 di Indonesia :
1. Peraturan perundang-undangan mengenai K3 masih
terbatas dibandingkan dengan organisasi internasional
2. Sertifikasi SMK3 hanya dikeluarkan oleh Menteri
Tenaga Kerja (pemerintah)
3. Sertifikasi SMK3 dirasakan kurang membantu
promosi terhadap SMK3 dibandingkan dengan sertifikasi ISO series,
OHSAS, KOHSA (korea)
4. Peran aktif dari pengusaha Indonesia yang masih
belum mengutamakan K3 di Industrinya karena masalah klasik yaitu cost
5. SMK3 hanya berlaku secara nasional, yaitu dalam
wilayah hukum Indonesia saja
c. Cara-cara untuk membuat penerapan SMK3 Indonesia berjalan efektif
Untuk lebih memudahkan penerapan standar SMK3, berikut ini dijelaskan
mengenai tahapan dan langkah – langkahnya yang terbagi menjadi dua bagian
besar, yaitu :

1. Tahap Persiapan, merupakan tahapan atau langkah awal yang harus


dilakukan suatu organisasi / perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan
manajemen dan sejumlah personel, mulai dari menyatakan komitmen sampai
dengan kebutuhan sumber daya yang diperlukan, adapun tahap persiapan ini,
antara lain : komitmen manajemen puncak, menentukan ruang lingkup,
menetapkan cara penerapan, membentuk kelompok penerapan, menetapkan
sumber daya yang diperlukan
2. Tahap pengembangan dan penerapan, dalam tahapan ini berisi langkah –
langkah yang harus dilakukan oleh organisasi / perusahaan dengan
melibatkan banyak personel, mulai dari menyelenggarakan penyuluhan dan
melaksanakan sendiri kegiatan audit internal serta tindakan perbaikannya
sampai melakukan sertifikasi. Langkah – langkah tersebut adalah sebagai
berikut :
 
Langkah Pertama, Menyatakan Komitmen
Pernyataan komitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapan sebuah
SMK3 dalam organisasi / perusahaan harus dilakukan oleh manajemen puncak.
Persiapan SMK3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen terhadap sistem
manajemen tersebut. Manajemen harus benar – benar menyadari bahwa
merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan
penerapan SMK3. Komitmen manajemen puncak harus dinyatakan bukan hanya
dalam kata – kata tetapi juga harus dengan tindakan nyata agar dapat diketahui,
dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan karyawan perusahaan.
Seluruh karyawan dan staf harus mengetahui bahwa tanggung jawab dalam
penerapan SMK3 bukan urusan bagian K3 saja. Tetapi mulai dari manajemen
puncak sampai karyawan terendah. Karena itu ada baiknya manajemen membuat
cara untuk mengkomunikasikan komitmennya keseluruh jajaran dalam
perusahaannya. Untuk itu perlu dicari waktu yang tepat guna menyampaikan
komitmen manajemen terhadap penerapan SMK3.
Langkah Kedua, Menetapkan Cara Penerapan
Dalam menerapkan SMK3, perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan
dengan mempertimbangkan hal – hal berikut : bahwa konsultan yang baik tentu
memiliki pengalaman yang banyak dan bervariasi sehingga dapat menjadi agen
pengalihan pengetahuan secara efektif, yang pada akhirnya dapat memberikan
rekomendasi yang tepat dalam proses penerapan SMK3, konsultan yang
independen memungkinkan konsultan tersebut secara bebas dapat memberikan
umpan  balik kepada manajemen secara objektif tanpa terpengaruh oleh
persaingan antar kelompok didalam organisasi / perusahaan, konsultan jelas
memiliki waktu yang cukup, berbeda dengan tenaga perusahaan yang meskipun
mempunyai keahlian dalam SMK3 namun karena desakan tugas – tugas yang lain
di perusahaan, akibatnya tidak punya cukup waktu.
Langkah Ketiga, Membentuk Kelompok Kerja Penerapan.
Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota
kelompok kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja.
Umumnya manajer unit kerja, hal ini penting karena merekalah yang tentunya
paling bertanggung jawab terhadap unit kerja yang bersangkutan. Terkait jumlah
anggota kelompok kerja dapat bervariasi tergantung dari besar kecilnya lingkup
penerapan, jumlah penerapan anggota kelompok kerja sekitar delapan orang.
Yang pasti jumlah anggota kelompok kerja ini harus dapat mencakup semua
elemen sebagaimana disyaratkan dalam SMK3. Pada dasarnya setiap anggota
kelompok kerja dapat merangkap dalam working group, dan  working group itu
sendiri dapat saja hanya sendiri dari satu atau dua orang. Kelompok kerja akan
diketuai dan dikoordinir oleh seorang ketua kelompok kerja, dirangkap oleh
Management Representative yang ditunjuk oleh manajemen puncak.
Disamping itu untuk mengawal dan mengarahkan kelompok kerja maka
sebaiknya dibentuk Panitia Pengarah (Steering Committee), yang biasanya terdiri
dari para anggota manajemen, adapun tugas panitia ini adalah memberikan
pengarahan, menetapkan kebijakan, sasaran dan lain – lain yang menyangkut
kepentingan organisasi secara keseluruhan. Dalam proses penerapan ini maka
kelompok kerja penerapan akan bertanggung jawab dan melaporkan ke Panitia
Pengarah.
Langkah Keempat, Menetapkan Sumber Daya Yang Diperlukan
Sumber daya disini mencakup orang, perlengkapan, waktu dan dana. Orang
yang dimaksud adalah beberapa orang yang diangkat secara resmi diluar tugas –
tugas pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan. Perlengkapan adalah
perlunya mempersiapkan kemungkinan ruangan tambahan untuk menyimpan
dokumen atau komputer tambahan untuk mengolah dan menyimpan data. Tidak
kalah pentingnya adalah waktu, karena waktu yang diperlukan tidaklah sedikit
terutama bagi orang yang terlibat dalam penerapan, mulai mengikuti rapat,
pelatihan, mempelajari bahan – bahan pustaka, menulis dokumen mutu sampai
menghadapi kegiatan audit assessment. Penerapan SMK3 bukan sekedar kegiatan
yang dapat berlangsung dalam satu atau dua bulan saja. Untuk itu selama kurang
lebih satu tahun perusahaan harus siap menghadapi gangguan arus kas karena
waktu yang seharusnya dikonsentrasikan untuk memproduksikan atau beroperasi
banyak terserap ke proses penerapan ini. Keadaan seperti ini sebetulnya dapat
dihindari dengan perencanaan dan pengelolaan yang baik. Sementara dana yang
di perlukan adalah dengan membayar konsultan (bila menggunakan konsultan),
lembaga sertifikasi, dan biaya untuk pelatihan karyawan diluar perusahaan.
Disamping itu juga perlu dilihat apakah dalam penerapan SMK3 ini perusahaan
harus menyediakan peralatan khusus yang selama ini belum dimiliki. Sebagai
contoh adalah apabila perusahaan memiliki kompresor dengan tingkat kebisingan
diatas rata – rata, karena sesuai dengan persyaratan SMK3 yang mengharuskan
adanya pengendalian resiko dan bahaya yang ditimbulkan, perusahaan tentu
harus menyediakan peralatan yang dapat menghilangkan / mengurangi tingkat
kebisingan tersebut. Alat pengukur tingkat kebisingan juga harus disediakan, dan
alat ini harus dikalibrasi. Oleh karena itu besarnya dana yang dikeluarkan untuk
peralatan ini tergantung pada masing – masing perusahaan.
Langkah Kelima, Kegiatan Penyuluhan
Penerapan SMK3 adalah kegiatan dari dan untuk kebutuhan personel
perusahaan. Oleh karena itu harus dibangun rasa adanya keikutsertaan dari
seluruh karyawan dalam perusahan melalui program penyuluhan. Kegiatan ini
harus diarahkan untuk mencapai tujuan, antara lain : menyamakan persepsi dan
motivasi terhadap pentingnya penerapan SMK3 bagi kinerja perusahaan, dan
membangun komitmen menyeluruh mulai dari direksi, manajer, staf dan seluruh
jajaran dalam perusahaan untuk bekerja sama dalam menerapkan standar sistem
ini. Kegiatan penyuluhan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya
dengan pernyataan komitmen manajemen, melalui ceramah, surat edaran atau
pembagian buku – buku yang terkait dengan SMK3.
Langkah Keenam, Peninjauan Sistem
Kelompok kerja penerapan yang telah dibentuk kemudian mulai bekerja
untuk meninjau sistem yang sedang berlangsung dan kemudian dibandingkan
dengan persyaratan yang ada dalam SMK3. Peninjauan ini dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu : dengan meninjau dokumen prosedur dan meninjau
pelaksanaan .
Langkah Ketujuh, Penyusunan Jadwal Kegiatan
Setelah melakukan peninjauan sistem, maka kelompok kerja dapat menyusun
suatu jadwal kegiatan yang disusun dengan mempertimbangkan hal – hal antara
lain : Ruang lingkup pekerjaan, dimana dari hasil tinjauan sistem akan
menunjukkan berapa banyak yang harus disiapkan dan berapa lama setiap
prosedur itu akan diperiksa, disempurnakan, disetujui dan diaudit. Semakin
panjang daftar prosedur yang harus disiapkan, semakin lama waktu penerapan
yang diperlukan. Pertimbangan kedua adalah kemampuan Management
Representative dan kelompok kerja penerapan, dimana maksud kemampuan
disini adalah dalam hal membagi dan menyediakan waktu. Seperti diketahui
bahwa tugas penerapan bukanlah satu – satunya pekerjaan para anggota
kelompok kerja dan Manajemen Representatif. Mereka masih mempunyai tugas
dan tanggung jawab lain diluar penerapan standar SMK3 yang kadang kala juga
sama pentingnya dengan penerapan standar ini. Hal ini menyangkut
kelangsungan usaha perusahaan seperti pencapaian sasaran penjualan, memenuhi
jadwal dan taget produksi. Pertimbangan berikutnya adalah keberadaan proyek,
hal ini khusus bagi perusahaan yang kegiatannya berdasarkan proyek (misalnya
kontraktor dan pengembangan), maka ketika menyusun jadwal kedatangan
asesor badan sertifikasi, pastikan bahwa pada saat asesor datang ada proyek yang
sedang dikerjakan.
Langkah Kedelapan, Pengembangan Sistem Manajemen K3
Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap pengembangan SMK3
antara lain mencakup dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan bagan air,
penulisan manual SMK3, prosedur, dan instruksi kerja.

Langkah Kesembilan, Penerapan Sistem


Setelah semua dokumen selesai dibuat, maka setiap anggota kelompok kerja
kembali ke masing – masing  bagian untuk menerapkan sistem yang ditulis
dengan cara antara lain : anggota kelompok kerja mengumpulkan seluruh stafnya
dan menjelaskan mengenai isi dokumen tersebut yang juga dapat digunakan
untuk mendapatkan masukan – masukan dari lapangan yang bersifat teknis
operasional, lalu anggota kelompok kerja bersama – sama staf unit kerjanya
mulai mencoba menerapkan hal – hal yang telah ditulis. Setiap kekurangan atau
hambatan yang dijumpai harus dicatat sebagai masukan untuk menyempurnakan
sistem, cara selanjutnya mengumpulkan semua catatan K3 dan rekaman tercatat
yang merupakan bukti pelaksanaan hal – hal yang telah ditulis. Rentang waktu
untuk menerapkan sistem ini sebaiknya tidak kurang dari tiga bulan sehingga
cukup memadai untuk menilai efektif tidaknya sistem yang telah dikembangkan
tadi.Tiga bulan ini sudah termasuk waktu yang digunakan untuk
menyempurnakan sistem dan memodifikasi dokumen.
Langkah Kesepuluh, Proses Sertifikasi
Ada sejumlah lembaga sertifikasi SMK3, seperti : Sucofindo melakukan
sertifikasi terhadap Permenaker 05/Men/1996. Namun Untuk OHSAS 18001
organisasi bebas menentukan lembaga sertifikasi manapun yang diinginkan.
Untuk itu organisasi disarankan untuk memilih lembaga sertifikasi OHSAS
18001 yang paling tepat dan dikenal oleh masyarakat luas.
Demikianlah tahapan / langkah – langkah yang harus dijalani untuk dapat
memulai penerapan SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja), diharapkan melalui penerapan sistem ini perusahaan dapat memiliki
lingkungan kerja yang sehat, aman, efisien dan produktif.
4. Jelaskan dengan contoh kasus berdasarkan 5 artikel terakreditasi internasional
yang menunjukkan bahwa pekerja yang menerapkan K3 ditempat kerja memiliki
kualitas hidup lebih baik
Jawab:
1. Analysis Of the Implementation Of Occupational Health and Safety
Management System on Workers Productivity on Structural Finishing
Works Of Reinforced Concrete Colums
Pada jurnal tersebut membuktikan bahwa penerapan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja dapat mengurangi beban kerja pekerja finishing
struktural kolom beton bertulang. Penurunan beban kerja ini disebabkan oleh
intervensi SMK3, dimana SMK3 merupakan bagian dari ergonomi. Intervensi
ergonomis dengan perubahan dalam sistem kerja akan menyebabkan penurunan
beban kerja. Dalam penelitian tersebut juga menjelaskan tentang kondisi
lingkungan kerja masih batas normal dan nyaman bagi para pekerja, dimana
variabel suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya, dan kebisingan dianggap
masih sama dan konsisten. Kemudian jika bekerja diluar ruangan dibawah
paparan sinar matahari, disarankan menggunakan tutup kepala untuk mencegah
panas berlebih pada wajah dan kepala.
Selain itu dengan penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja dapat meningkatkan produktivitas produk dalam pekerjaan finishing
struktural kolom beton bertulang. Sementara itu, dari hasil pemeriksaan,
peningkatan produktivitas kerja disebabkan oleh pengurangan beban kerja dan
tingkat keluhan otot, sehingga pekerja dapat bekerja secara optimal. Peningkatan
produktivitas juga mempengaruhi percepatan waktu proyek yang nantinya akan
mengarah pada penghematan biaya produksi.

2. Evaluation of the quality of occupational health and safety management


systems based on key performance indicators in certified organizations
Pada jurnal tersebut memaparkan bahwa kinerja perusahaan bersertifikat
sehubungan dengan praktik manajemen kesehatan dan keselamatan kerja secara
signifikan lebih baik dari pada yang tidak bersertifikat perusahaan. Banyak
cedera akibat pekerjaan dan biaya terkait dapat dicegah atau dikurangi melalui
investasi dalam kesehatan dan keselamatan. Cara paling efektif untuk
membatasi kecelakaan kerja adalah dengan meningkatkan kinerja K3. Pada
gilirannya, cara terbaik untuk meningkatkan kinerja K3 adalah dengan
menetapkan manajemen K3 sebagai strategi jangka panjang. Inilah sebabnya
mengapa banyak organisasi dan industri telah menerapkan OHSMS. Kriteria
proaktif yang terintegrasi ke dalamnya sistem tidak hanya mengurangi risiko
K3, tetapi juga memberikan solusi untuk mengendalikannya dan meningkatkan
kinerja K3 organisasi.
Praktek manajemen K3 yang dievaluasi dalam penelitian ini meliputi:
manajemen komitmen, keterlibatan pekerja dalam kegiatan K3, pelatihan
karyawan, bahaya komunikasi, pengarahan keselamatan, investigasi
kecelakaan, inspeksi K3, sistem insentif dan penghargaan, tindakan korektif,
partisipasi manajer keselamatan dalam rapat K3, didokumentasikan dengan
baik Aturan dan prosedur K3, kebijakan promosi K3, penilaian risiko, dll.
3. Effect of selected occupational health and safety management practices on
job satisfaction of employees in university campuses in Nakuru Town,
Kenya
Pada jurnal tersebut memaparkan tentang bagaimana pengaruh kesehatan
kerja terhadap praktek manajemen keselamatan pada kepuasan kerja karyawan
praktik kesejahteraan telah berpengaruh positif secara statistik signifikan
terhadap kepuasan kerja. Karena itu ketentuan darurat tertulis rencana, fasilitas
pertolongan pertama, pengujian prosedur darurat, dan kehadiran petugas yang
terlatih dalam manajemen bencana, prosedur evakuasi, tampilan kontak darurat
dan tampilan prosedur evakuasi, pelatihan karyawan pada penggunaan darurat
akan secara positif mempengaruhi kepuasan kerja. Selain itu, lingkungan
tempat kerja secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan
kerja. Penyediaan cukup luas, perawatan furnitur dan peralatan, perbaikan yang
cepat pada infrastruktur yang rusak dan menerapkan tindakan untuk
mengendalikan dan meminimalkan risiko di lingkungan kerja mereka,
pembersihan rutin dan cukup pencahayaan akan meningkat pada tingkat
kepuasan kerja. Hal Ini berarti suatu organisasi yang secara strategis karyawan
praktik manajemen pekerjaan, kesehatan dan keselamatan sebagian besar untuk
meningkatkan tingkat kepuasan kerja karyawannya.
4. The Mediating Role Of Perceived Job Satisfaction In The Relationship
Between Occupational Health & Safety And Employees’ Performance
Dalam jurnal itu memaparkan tentang hubungan terhadap Kesehatan dan
keselamatan kerja dan kinerja kawyawan. Masalah terkait K3 berdampak
negatif terhadap pekerja Output langsung, menghasilkan tingkat cedera yang
tinggi. Demikian pula, semakin tinggi tingkat kesehatna industri, semakin
tinggi tingkat karyawan kinerja pelatihan dalam hal produktivitas, karyawan /
hubungan pelanggan, bawahan / manajemen dan semakin rendah tingkat
pergantian karyawan.  Demikian juga masalah K3 terkait karena sikap negatif
manajemen berpengaruh terhadap pekerja output negatif serta tingkat
kecelakaan tinggi di tempat kerja melalui mengembangkan penyakit & cedera,
dendam dan rendah semangat kerja di kalangan tenaga kerja yang dikenal
sebagai presenteeism.
Pada penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
keselamatan dan atribut staf kinerja termasuk kualitas, biaya, akuntabilitas,
disiplin dan kuantitas.  Namun, ada bukti jelas bahwa pelathan Kesehatan dan
Keselamatan kerja terkait dengan kepuasan kerja dan kepuasan kerja
berhubungan dengan kinerja. Baik dari gaji dan kompensasi yang baik adalah
faktor kunci dalam kepuasan kerja dan dengan cara ini seseorang dapat
meningkatkan kinerja. Keterlibatan dan partisipasi yang berarti dari karyawan
dalam implementasi dan pemeliharaan Layanan K3 sangat penting untuk
meningkatkan kinerja karyawan secara langsung serta secara tidak langsung
melalui peningkatan kepuasan kerja para karyawan
5. An Application of Failure Mode and Effect Analysis on Improving
Occupational Health and Safety Process of Marble Factories
Dalam jurnal memaparkan tentang aplikasi mode kegagalan dan analisis
efek pada peningkatan proses kesehatan keselamatan kerja di pabrik Marmer,
sehingga dapat dengan mudah diterapkan pada sistem untuk hasil yang
bermanfaat selama tahap pertama peningkatan produk, layanan, sistem dan
proses dan pengembangan. Penyediaan kesehatan dan keselamatan kerja di
perusahaan lebih penting karena meningkatkan nilai kehidupan manusia. Selain
itu, kinerja atau produktivitas perusahaan terutama produktivitas tenaga kerja
dapat ditingkatkan dengan memastikan kesehatan dan keselamatan kerja serta
meminimalkan, kemungkinan kecelakaan dan penyakit. Dengan demikian
perusahaan juga dapat terbebas dari konsekuensi negatif kecelakaan fatal atau
luka-luka seperti konsekuensi ekonomi, moral atau kriminal.
Peneliti memeriksa proses pengolahan marmer yang mengandung risiko
yang sangat penting seperti kecelakaan kerja. Untuk menentukan dan
mengevaluasi risiko, mode kegagalan dan metode analisis efek diterapkan dan
sepuluh risiko paling penting dipilih sesuai dengan kerusakannya. Tiga risiko
pertama adalah proses "pembongkaran blok di area stok blok", "pemuatan blok
ke troli dalam tahap persiapan strip cutting", "proses pemuatan blok ke troli
dalam tahap persiapan slab cutting". Setelah itu peneliti pindah ke tahap
peningkatan berdasarkan kesehatan dan keselamatan kerja.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menghilangkan dan mengurangi
sepuluh risiko pertama telah ditentukan. Sebagai hasil dari periode perbaikan,
angka dan peringkat prioritas risiko baru ditentukan dengan menyusun kembali
tabel FMEA. Di meja baru, risiko lain mengambil dari prioritas karena risiko
yang sebelumnya penting berkurang. Peningkatan teoritis adalah 50,08% untuk
langkah pertama. Jadi, itu periode pertama membangun latar belakang untuk
periode peningkatan berikutnya. Dengan cara ini proses pengolahan marmer di
pabrik marmer akan lebih aman dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja
dengan mengulangi periode ini sampai semua risiko dikurangi ke tingkat yang
tidak penting. Sebagai hasil dari proses ini, nilai kehidupan manusia, karena
produktivitas untuk mengurangi kecelakaan kerja, dan profitabilitas akan
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I., & Sattar, A. 2017. The Mediating Role Of Perceived Job Satisfaction In The
Relationship Between Occupational Health & Safety And
Employees’performance. Gomal Journal of Medical Sciences, 15(1).

Alimohammadi, Iraj, et al. 2018. "Effect Of Chronic Noise Exposure On Aggressive


Behavior Of Automotive Industry Workers." The international journal of
occupational and environmental medicine 9.4: 170

Ersoy, M., Eleren, A., & Kayacan, S. 2017. An Application of Failure Mode and Effect
Analysis on Improving Occupational Health and Safety Process of Marble
Factories. Int J Natural Disaster Health Secur, 4(1), 22-29.

Galletta, M., Portoghese, I., D’Aloja, E., Mereu, A., Contu, P., Coppola, R. C., ... &
Campagna, M. 2016. Relationship Between Job Burnout, Psychosocial Factors
And Health Care-Associated Infections In Critical Care Units. Intensive and
critical care nursing, 34, 59-66.

Mohammadfam, I., Kamalinia, M., Momeni, M., Golmohammadi, R., Hamidi, Y., &
Soltanian, A. 2017. Evaluation of the quality of occupational health and safety
management systems based on key performance indicators in certified
organizations. Safety and health at work, 8(2), 156-161.

Ruliati, L. P., Maisal, F. M., Junias, M. S., & Santi, L. E. N. 2020. Ergonomic Analysis
of Work Fatigue and Eyestrain Among Wig Makers at PT. SCI Indonesia Kupang
City. In 4th International Symposium on Health Research (ISHR 2019) (pp. 434-
439). Atlantis Press.

Santiana, I. M. A., Wibawa, I. G. S., Tapayasa, I. M., Suasira, I. W., & Sutapa, I. K.
2018. Analysis of The Implementation of Occupational Health and Safety
Management System on Workers Productivity on Structural Finishing Works of
Reinforced Concrete Columns. Logic: Jurnal Rancang Bangun dan Teknologi,
18(3), 98-102.

Sawyerr, H. O., Yusuf, R. O., & Adeolu, A. T. 2016. Risk factors and rates of hepatitis
B virus infection among municipal waste management workers and scavengers in
Ilorin, Kwara State, Nigeria. Journal of Health and Pollution, 6(12), 1-6.
Sembe, F., & Ayuo, A. 2017. Effect of selected occupational health and safety
management practices on job satisfaction of employees in university campuses in
Nakuru Town, Kenya. Journal of Human Resource Management, 5(5), 70-77.
Silpasuwan, P., Prayomyong, S., Sujitrat, D., & Suwan-ampai, P. 2016. Cotton dust
exposure and resulting respiratory disorders among home-based garment
workers. Workplace health & safety, 64(3), 95-102.

Anda mungkin juga menyukai