DOSEN PENGAMPU :
Dra.Sulistiawikasih, M.Pd
Mawaddah Sari Waruwu, S.Pd, M.Kes
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
T.P.2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunianya lah saya dapat menyelesikan tugas CRITICAL BOOK REPORT yang berjudul
“Pengolahan Makanan Indonesia” dengan baik dan selesai pada waktu yang ditentukan.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Filsafat
Pendidikan yaitu bapak Dra.Sulistiawikasih, M.Pd dan Mawaddah Sari Waruwu,
S.Pd, M.Kes. juga pada teman teman yang telah banyak memberi masukan untuk laporan
ini.
Saya juga mengakui bahwa dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan baik
kata,kalimat maupun isi dari setiap pembahasan yang ada. Maka dari itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan laporan ini.
Akhir kata saya mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca yang
membaca.
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BIBLIOGRAFI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
I. LatarBelakang....................................................................................................
II. Tujuan................................................................................................................
III. Rumusan Masalah.............................................................................................
IV. Manfaat..............................................................................................................
BAB II ISI...........................................................................................................................
I. Ringkasan isi buku.............................................................................................
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................
I. Kesimpulan........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Masakan Indonesia merupakan pencerminan beragam budaya dan tradisi yang
berasal dari kepulauan Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau dan memegang
peran penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum sebagai salah satu
warisan leluhur. Ada keterkaitan antara sumber perolehan bahan makanan, rempah-
rempah, tata cara penyajian, tradisi pembuatan atau memasak, penggunaan bumbu,
kandungan gizi setiap olahan makanan dan lain-lain dalam suatu kebudayaan.
Hampir seluruh kepulauan di Indonesia memiliki tradisi dan ciri khas makanan
tersendiri di setiap daerah dengan cita rasa yang berbeda. Sebagian dari kuliner
Indonesia sudah banyak yang dikenal dan masih banyak juga yang belum terkuak,
serta masih menyimpan misteri kenikmatan dari kandungan kuliner Indonesia.
II. Tujuan
IV. Manfaat
1. Sebagai bahan evaluasi bagi penulis untuk memperbaiki penulisan buku kedepannya
PEMBAHASAN
BIBLIOGRAFI
BUKU 1 :
Bumbu yang jarang ditemui dan jarang digunakan pada masakan khas daerah lainnya
adalah sebagai berikur :
1. Gegarang atau daun kemangi (Ocimumbasilicum); merupakan sejenis daun mint yang
sering digunakan untuk melengkapi bumbu masakan khas Tanah Gayo. Gegarang juga
merupakan nama kampung di Kabupaten Aceh Tengah, dinamakan gegarang karena
tumbuhan gegarang tumbuh subur dan berkembang biak menjadi tumbuhan liar di
kampung tersebut (Anonim', 2015). Gegarang terdapat pada masakan peungat, cecah
depik, depik dedah, dan gulai masamjing.
2. Daun temurui (Murrayakoenigi); atau bisa disebut salam koja atau daun kari adalah salah
satu tanaman rempah yang daunnya digunakan sebagai bumbu masakan. Tanaman ini
belum banyak dikenal di Indonesia, hanya Aceh dan Sumatera Barat saja yang banyak
menggunakan daun ini sebagai bumbu masakan (Anonim?, 2015). Daun temurui terdapat
pada masakan kurma kambing dan depik tangkap.
3. Kaskas; bumbu ini sering dijumpai pada masakan khas Sumatera termasuk Aceh. Kaskas
atau whitepoppyseed (Papaversomniferum) adalah biji dari tanaman Poppy. Rasa bumbu
ini sedikit pedas, hampir menyerupai rasa lada tetapi tidak beraroma lada. Bumbu yang
oleh masyarakat Aceh disebut koca-kaci biasanya ditambahkan dalam masakan kari,
gulai, mi Aceh maupun sebagai taburan roti. Bumbu ini akan meningkatkan rasa gurih,
memberi efek rasa kental dan sedikit pedas (Anonim, 2015).
4. Asam sunti; adalah sejenis bumbu dapur khas Aceh yang terbuat dari belimbing wuluh
(Averrhoabilimbi) yang dikeringkan, diberi garam lalu dijemur di terik matahari sampai
berhari-hari sehingga kering dan dapat disimpan lama (Anonim', 2015). Asam sunti
barıyak digunakan dalam masakan khas Aceh, terutama pada masakan bercita rasa asam
seperti asam pedas dan juga digunakan sebagai bumbu gulai, sambal, dan keumamah.
Keumamah adalah ikan tuna atau lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai ikan
kayu yang dimasak hingga menyerupai abon dan bisa bertahan kurang lebih 1 bulan tanpa
memakai bahan pengawet. Keawetannya terletak pada penggunaan asam sunti sebagai
bumbunya. Masakan ini merupakan menu favorit masyarakat Aceh karena selain rasanya
yang cocok bagi lidah orang Aceh juga karena tahan lama dan mudah dibawa kemana
saja (Sintaningrum, 2007). Dalam penelitian ini tercatat 25 macam masakan
menggunakan asam sunti sebagai bumbunya.
Sumatera Utara terkenal dengan Danau Toba sebagai danau terbesar se- Asia
Tenggara. Banyak suku yang tinggal di Sumatera Utara, yaitu suku Batak Toba, Batak Karo,
Nias, Melayu, dan lain-lain. Namun, suku yang paling dominan adalah suku Batak yang
memiliki karakter yang unik dan mudah dikenali. Suku Batak terkenal akan logatnya yang
tegas dan lantang serta gemar menyanyi hingga terkenal akan suaranya yang merdu. Suku
Batak juga gemar dengan. pesta, meskipun hanya untuk hal-hal kecil seperti penyambutan
sejumlah tamu. Tiap momen kehidupan manusia selalu dirayakan dengan berpesta. Dari bayi
yang lahir sampai orang meninggal, orang mengundang dan menyuguhkan bermacam-macam
makanan, Itu sebabnya ragam makanan. di suku Batak sangat banyak (Tempo, 2014).
Sebelum abad ke-18, Sumatera Utara berada dalam pengaruh kekuasaan Aceh yang
menguasai perdagangan pesisir pantai utara dan pantai barat Sumatera. Pesisir pantai tersebut
menjadi jalur perdagangan dan pelayaran yang berpengaruh besar terhadap Sumatera Utara
termasuk kulinernya. Sebagai jalur perdagangan rempah-rempah, kuliner Sumatera Utara
menjadi kaya akan bumbu.
Dari hasil penelitian tercatat 96 macam bumbu (selain garam) yang digunakan dalam
kuliner daerah Sumatera Utara. Adapun bumbu yang sering dipakai dalam kuliner khas
Sumatera Utara adalah sebagai berikut:
1. Bawang merah; digunakan dalam 72 masakan lauk-pauk dari total 80 macam lauk-pauk
khas Sumatera Utara, berarti 90% masakan lauk-pauk daerah Sumatera Utara
menggunakan bawang merah sebagai bumbunya.
2. Jahe; digunakan dalam 60 masakan lauk-pauk daerah Sumatera Utara, berarti 75% lauk-
pauk Sumatera Utara menggunakan jahe.
3. Cabai merah; digunakan dalam 57 masakan lauk-pauk Sumatera Utara, berarti 71,25%
lauk-pauk daerah Sumatera Utara menggunakan cabai merah,
4. Bawang putih; digunakan dalam 54 masakan lauk-pauk daerah Sumatera Utara, berarti
67,5% lauk-pauk khas Sumatera Utara menggunakan bawang putih.
5. Kunyit; digunakan dalam 44 masakan lauk-pauk daerah Sumatera Utara, berarti 55%
lauk-pauk daerah Sumatera Utara menggunakan kunyit.
Selain itu, ada 5 macam masakan Sumatera Utara yang menggunakan bumbu paling
banyak jenisnya, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Gulai ikan sale; menggunakan 17 macam bumbu (selain garam) dalam pengolahannya,
yaitu bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, serai, cabai merah, daun salam, santan,
kemiri, tomat, daun kunyit, lengkuas, asam gelugur, kecombrang, belimbing wuluh,
ketumbar, dan cabai rawit hijau.
2. Mi gomak; menggunakan 15 macam bumbu (selain garam) dalam pengolahannya, yaitu
bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, serai, cabai merah, daun salam, santan,
kemiri, tomat, kaldu ayam, gula, lengkuas, lada, dan andaliman.
3. Saksang ayam; menggunakan 14 macam bumbu (selain garam) dalam pengolahannya,
yaitu bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, serai, daun salam, jeruk nipis, daun
jeruk, kemiri, lengkuas, andaliman, cabai rawit, ketumbar, dan kelapa.
4. Cipera; menggunakan 14 macam bumbu (selain garam) dalam masakannya, yaitu bawang
putih, bawang merah, jahe, kunyit, serai cabai merah, merica, santan, daun jeruk, kemiri,
tomat, daun bawang, gula, dan kecombrang.
5. Kari kambing; menggunakan 13 macam bumbu (selain garam) dalam masakannya yaitu
bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, cabai merah, cengkeh, kayu manis, adas
manis, pekak dan tomat, kapulaga, jintan, dan ketumbar.
Adapun beberapa bumbu yang jarang digunakan dan jarang ditemukan dalam
masakan daerah lainnya, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Andaliman (Zanthoxylumacanthopodium) merupakan bumbu khas daerah Batak yang
dikenal juga sebagai "merica batak" atau "rempah tuba". Hampir semua kuliner khas
Batak menggunakan andaliman. Bentuknya seperti merica tetapi basah dan hijau. Dalam
budaya kuliner Sichuan, andaliman juga sering digunakan dan dalam bahasa Inggris
dikenal dengan nama Sichuanpepper. Bumbu ini tersebar di berbagai belahan Asia, mulai
dari India, Asia Tenggara, hingga Indonesia (Anonim', bumbu ini memberikan sensasi
rasa pedas yang menggetarkan lidah dan sensasi yang menggigit (Murdijati, 2013).
2. Takokak (Solanumtorvum) dikenal dengan nama terung pipit atau cepoka, biasanya
masyarakat mengonsumsi tumbuhan ini sebagai sayur atau lalapan khususnya untuk
daerah Sumatera Utara. Takokak memiliki manfaat sebagai obat tradisional yaitu untuk
pengobatan alternatif pada diabetes (Hasibuan Y., 2011).
3. Kecombrang (Etlingeraelatior) atau kincung untuk sebutan di Sumatera Utara. Dalam
bahasa Inggris disebut torchginger. Tumbuhan ini mirip jahe dan warna bunganya merah
muda. Bumbu ini memberikan aroma harum dan rasa asam yang lebih lembut
dibandingkan dengan jeruk nipis atau bawang merah (Anonim?, 2008).
4. Lokia (A Schoenoprasum L) biasa dikenal dengan bawang batak karena banyak
ditemukan pada masakan khas Batak, misalnya arsik. Bentuknya seperti daun bawang,
hanya ukurannya lebih mungil. Umbinya menyerupai bawang dan memiliki daun kecil
yang panjang (Anonim, 2014).
Makanan kupat tahu mungkin tidak terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia.
Kupat tahu memang salah satu makanan khas Indonesia. Biasanya kuliner yang satu ini bisa
kita jumpai di beberapa daerah seperti Bandung, Singaparna, Magelang, dan Solo.
Meski tersebar di berbagai daerah, kupat tahu yang disajikan tidak terlalu berbeda.
Bahan dasar dalam kuliner satu ini adalah tahu goreng yang dicampur dengan ketupat,
kemudian disiram dengan bumbu kacang dan taburan kerupuk sebagai pelengkap. Hanya
saja, terdapat kekhasan pada kupat tahu yang disajikan di daerah Jawa Barat. Kekhasan kupat
tahu Jawa Barat terdapat pada tambahan petis di bumbu kacang serta sayuran yang
digunakan, terdiri dari taoge dan mentimun.
Beberapa kupat tahu dari daerah indonesia
1. Kupat Tahu Purworejo
Kupat tahu Purworejo tidak jauh berbeda dengan kupat tahu Tasik dan Bandung,
dimana bahan isian berupa potongan ketupat, tahu goreng, dan taoge yang disiram dengan
saus kacang berbumbu. Perbedaannya terletak pada kerupuk yang digunakan yakni pada
kupat tahu Purworejo selalu menggunakan kerupuk udang. Selain itu, kupat tahu Purworejo
juga identik dengan rasa pedasnya, karena bumbu kacang dibuat apabila pesanan dari
konsumen dan cabai rawit yang ditambahkan lumayan banyak sesuai permintaan konsumen.
2. Kupat Tahu Solo
Hidangan ini hampir sama dengan kupat tahu dari Magelang. Perbedaannya ialah
penambahan mi telur yang telah disiangi dan direndam air panas. Selain itu, pada kupat tahu
Solo tidak menggunakan kacang tanah melainkan kuah yang dimasak bersama bumbu dan
bawang putih halus. Sedangkan yang diulek di piring hanyalah cabai rawit sesuai dengan
permintaan konsumen atau dapat juga cabai rawitnya dipotong-potong. Sebagai pelengkap
ditambahkan pula kacang tanah goreng. Bagi yang menginginkan kupat tahu spesial dapat
juga memesannya, yaitu dengan penambahan telur goreng
3. Kupat Tahu Tasik
Kupat tahu Tasik banyak dijual di daerah Singaparna, Tasikmalaya bahkan dikenal
pula sebagai kupat tahu Singaparna. Hidangan ini berisi ketupat dan tahu putih yang digoreng
garing, lalu disiram dengan kuah bumbu kacang. Tidak lupa di atasnya diberi taburan bawang
merah goreng. Penyajiannya dilengkapi dengan acar mentimun serta cabai kering yang
digoreng garing. Ketupat yang digunakan berbeda dengan kupat tahu pada umumnya karena
ukurannya pada kupat tahu Tasik lebih besar sehingga lebih mengenyangkan.
BAB II PEMBAHASAN
KEUNGGULAN BUKU
Keunggulan buku 1 :
Buku utama yang berjudul Kuliner Indonesia ini sangat bagus untuk mahasiswa yang
ingin mempelajari lebih lanjut tentang makanan-makanan indonesia dan bumbu yang
digunakan pada masakan khas daerah tertentu . Buku ini memiliki bab yang cukup banyak
dan pembahasan yang lengkap serta penulis juga melengkapi setiap bab nya dengan daftar
pustaka.
Pada bab yang saya review, selain menampilkan pembahasan dan gambar penulis juga
menampilkan makanan-makanan khas daerah tersebut mulai dari makanan utama sampai
makanan penutup.
Keunggulan buku 2 :
Buku pembanding yang berjudul Makanan tradisional Indonesia ini memiliki
keunggulan di dalam cara penulisannya yang mudah dimengerti dan penggunaan bahasa yang
tepat. Penulis banyak menampilkan macam macam makanan yang sedang dibahas, seperti
lontong, penulis akan menuliskan macam macaam lontong dari berbagai daerah di indonesia.
KELEMAHAN BUKU
Kelemahan buku 1 :
Dari kelebihan-kelebihan yang ditampilkan, ada juga kelemahan buku antara lain; buku
utama ini menggunakan bahasa yang sedikit susah dimengerti. Penuli juga menggunakan
takaran persen sehingga orang awam banyak yang kurang mengerti.
Kelemahan buku 2 :
Kelemahan dari buku pembanding ini adalah penulis hanya sedikit menampilkan
gambar. Pada gambar yang ditambilkan juga tidak menggunakan warna, sehingga pembaca
mudah bosan saat membacanya.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Kedua buku ini sangat baik digunakan untuk mahasiswa yang ingin mempelajari
tentang makanan indonesia terutama makanan tradisional. Terutama pada buku utama yang
memiliki pembahasan yang lengkap. Begitu juga pada buku kedua atau buku pembanding
yang membahas berbagai makanan tradisional indonesia.