Anda di halaman 1dari 12

BAB V

SUNNAH : BASIC MENTAL PROFESIONAL

1
BAB VI
SUNNAH SEBAGAI BASIC MENTAL PROFESIONAL

A. MAKNA, FUNGSI DAN KEDUDUKAN SUNNAH


1. MAKNA SUNNAH
Sunnah secara etimologi menurut Abbas Mutawali adalah tata cara yang
telah mentradisi dan berkesinambungan, yang baik maupun yang buruk.
Sedangkan menurut Azami (1994 : 3), sunnah juga berarti praktek yang diikuti,
arah, model perilaku dan tindakan, ketentuan dan peraturan. Beberapa literatur
menunjukkan kata sunnah telah digunakan oleh para penyair Arab pra Islam dan
masa Islam untuk menunjuk arti aturan atau tata cara yang dianut, baik maupun
buruk.
Istilah sunnah juga terdapat dalam teks hadis yang mencakup pengertian
sunnah yang baik dan sunnah yang buruk sebagaimana hadis riwayat Muslim
yang mengatakan bahwa barangsiapa di dalam Islam memperkenalkan perilaku
atau kebiasaan baik atau sunnah Hasanah ia akan memperoleh pahala atas perilaku
tersebut dan pahala orang-orang yang ikut melakukannya di kemudian hari.
Sebaiknya siapa yang memperkenalkan perilaku yang buruk atau sunnah sayyiah,
ia akan memperoleh dosa perilaku tersebut dan dosa orang-orang yang
melakukannya di kemudian hari tanpa ada sesuatu yang mengurangi dosa mereka.
Menurut Muhammad Muslehudin (1997 : 115), As-Sunnah sebagai tradisi
yang hidup bermula dari perilaku nabi Muhammad diikuti para sahabatnya diikuti
oleh pengikut sahabat demikian seterusnya sehingga perilaku itu menjadi
melembaga dan mendarah daging. Institusionalisasi perilaku akan membuahkan
kesepakatan sosiokultural. Secara sosiologis adanya kesesuaian antara sistem
nilai, sistem sosial dan sistem budaya akan membentuk kolektivitas tingkah laku.
Secara terminologis ulama berbeda pendapat dalam memberikan
pengertian tentang sunnah dengan perbedaan keahlian masing-masing. Ulama
hadits memberikan pengertian yang luas terhadap sunnah disebabkan pandangan
mereka terhadap Nabi Muhammad sebagai contoh yang baik bagi umat manusia
bukan sebagai sumber hukum.
Menurut Muhammad ‘Ajjaj al Khatih (1993:14), ulama hadis mengatakan
bahwa sunnah adalah setiap apa yang ditinggalkan, diterima dari Rasul berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan, akhlak atau kehidupan baik sebelum beliau
diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya seperti bertahanus atau berdiam diri
yang dilakukan di gua hiro atau sesudah kerasulan beliau. Sedangkan ulama Ushul
Fiqh mengartikan sunnah secara terminologi sebagai setiap yang datang dari
Rasul selain Alquran baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan yang
dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan hukum syariat.

2
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sunnah adalah
setiap apa yang ditinggalkan, diterima dari Rasul Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan, akhlak atau kehidupan beliau baik sebelum
beliau diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya yang dapat dijadikan sebagai
dalil dalam menetapkan hukum syariat dan menjadi arah, model perilaku dan
tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari.

2. FUNGSI DAN KEDUDUKAN SUNNAH


Jumhur ulama dan umat Islam bersepakat bahwa sunnah nabi merupakan
sumber ajaran dan hukum Islam selain Alquran. Barangsiapa yang beriman
kepada Alquran sebagai sumber hukum Islam maka ia juga harus beriman bahwa
sunah juga merupakan sumber hukum Islam. Beberapa ayat yang membicarakan
tentang sunnah sebagai sumber hukum Islam adalah setiap Mukmin harus taat
kepada Allah dan kepada Rasulullah.1 Patuh kepada rasul berarti patuh dan cinta
kepada Allah.2 Orang yang menyalahi sunnah akan mendapatkan siksa.3
Berhukum terhadap sunnah adalah tanda orang yang beriman.4
Selain perintah dari Alquran tersebut, Nabi Muhammad SAW juga
mengharuskan untuk menggunakan sunnahnya dalam menjalankan ajaran dan
kehidupannya. Hadis nabi Muhammad SAW : "Aku tinggalkan dua pusaka
untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi berpegang teguh kepada
keduanya yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah rasulnya". Wajib bagi kamu
sekalian berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin Al
Muhtadin. Berpegang teguhlah kamu sekalian kepada Nya.
Ummul Mukminin "Aisyah r.a tatkala ditanya Budi pekertinya Nabi
Muhammad SAW beliau menjawab: "budi pekertinya adalah Al Quran" Hadits
Riwayat Muslim. As-Sunnah disamping sebagai penafsir Alquran juga berfungsi
referensi dan sumber petunjuk kedua setelah Alquran. Petunjuk itu akan terus
mengalir ke dalam lapangan Syariah hukum dan fiqih serta melandasi seluruh
sektor kehidupan manusia (Musahadi, 2000 : 69 – 70).
Sunnah dari segi statusnya sangat strategis sebagai sumber hukum Islam
kedua setelah Alquran. Hal ini dapat dilihat dari beberapa alasan sebagai berikut:
a. Ketika Rasulullah mengutus Muadz Bin Jabal Ke Yaman beliau bertanya
kepada Muadz: Bagaimana engkau memutuskan perkara jika diajukan
kepadamu ? Maka Muadz menjawab : aku akan memutuskan berdasarkan
kitab Allah atau Alquran. Rasul bertanya lagi apabila engkau tidak

1
Q.S. Al-Anfal:20, Muhammad:33, An Nisa:59, Ali Imron:32, Al Mujadalah:13, An Nur:54. Al
Maidah:92
2
Q.S. An Nisa:80 dan Ali Imran:31
3
Q.S. Al Anfal:13, Al Mujadalah:5 dan An Nisa:115
4
Q.S. Annisa : 65

3
menemukannya dalam kitab Allah ? Muadz berkata aku akan memutuskan
dengan Sunnah Rasul. Selanjutnya Rasul bertanya bagaimana jika kamu
tidak menemukannya di dalam sunnah dan kitab Allah ? Muadz
menjawab Aku akan berijtihad dengan menggunakan akal ku. Rasulullah
SAW menepuk dada Muadz seraya berkata Alhamdulillah atas Taufik
yang dianugerahkan Allah kepada utusan rasulnya.
b. Terdapat kesepakatan untuk menggunakan sunnah Rasulullah SAW
sebagai sumber hukum Islam dalam berbagai lintasan sejarah Islam,
diantaranya adalah peristiwa monumental pada saat Abu Bakar dibai’at
menjadi Khalifah, Abu Bakar menyebutkan bahwa dia tidak tidak akan
meninggalkan apapun yang diamalkan oleh Rasulullah SAW. Alas an Abu
Bakar adalah karena ketakutan tersesat apabila meninggalkan contoh yang
telah diwariskan oleh Rasulullah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi
dan kedudukan Sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Dalam menjalan fungsinya ini, maka Sunnah berkaitan dengan al Quran dalam
tiga kondisi sebagaimana dijelaskan oleh Muslim Nurdin, dkk (1995 : 63).
a. Menguatkan hukum yang telah ditetapkan dalam al Quran
Dalam hal ini, ada hukum yang ditetapkan secara bersama-sama antara al
Quran dan hadits. Tentu saja al Quran sebagai rujukan pertama dalam
hukum, sedangkan posisi hadits sebagai penguat sekaligus penegas hukum.
Contoh yang bisa diambil adalah hukum mengenai keharaman
menyekutukan Allah, menyakiti kedua orangtua, dan berkata dusta.
Rasulullah bersabda, “Perhatuikanlah, aku akan menerangkan kepadamu
sekalian tentang dosa-dosa yang besar (diualng sampai 3 kali). Baiklah ya
Rasulullah! Kami menjawab. Mempersekutukan Allah, Menyakiti Kedua
Orangtua. Kemudian Rasulullah yang sedang bersandar kemudan duduk
seraya berkata : Ingat! Perkataan dusta dan persaksian palsu. Rasulullah
terus menerus mengulang-ngulanginya, hingga kami berkata : Mudah-
mudah beliau berhenti (mengulang-ulangi perkataan tersebut). (HR.
Bukhari Muslim)
Hadits tersebut sejatinya menguatkan hukum yang telah sebelumnya
ditetapkan dalam al Quran, yakni :

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi
pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar.” (QS. Luqman, 13)

4
b. Menjelaskan hukum yang ada dalam al Quran
Dalam kaitannya Sunnah sebagai penjelas hukum dalam al Quran, Sunnah
menunjukannya dengan tiga cara, yakni merinci hukum dalam al Quran,
memberikan batasan dari kemutlakan hukum, serta memberikan
pengecualian.
1) Memberikan rincian hukum dalam al Quran
Dalam hal ini, Sunnah memberikan rincian terhadap hukum-hukum
dalam al Quran yang masih bersifat global dan umum. Seperti hukum
shalat yang terdapat dalam beberapa ayat, misalkan dalam surat Annisa
ayat 103,

Ayat di atas masih bersifat global apabila dilihat dari bagaimana Al


Quran memerintah umat Islam untuk shalat, namun tidak memberikan
rincian bagaimana tatacara shalat, bagaimana waktu shalat, dan
penjelasan mengenai rukun dan syaratnya. Atas dasar itu, sunnah
memberikan rincian bagaimana tatacara shalat, waktu serta sampai
rincian mengenai rukun serta syaratnya.

2) Membatasi kemutlakan hukum


Sunnah juga membatasi kemutlakan hukum dalam al Quran, sebagai
contoh ketentuan mengenai wasiat

“ditetapkan atas kamu apabila seseorang diantara kalian telah


kedatangan tnda-tanda kematian, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, maka berwasiatlah untuk ibu bapak dan karib kerabatnya
secara ma’ruf, sebagai suatu ketetapan atas orang-orang yang
bertakwa”
Kandungan hukum dalam al Quran di ayat di atas seolah dicantumkan
secara mutlak, semua harta yang dimiliki harus diwasiatkan. Namun
Sunnah membatasi kemutlakan hukum tersebut. Ketia Saad bin Abi
Waqash ingin berwasiat 2/3 dari kekayaannya namun dilarang oleh
rasulullah, kemudian mengajukan 1/2 bagian namun juga masih di
larang, sampai Saad mewasiatkan 1/3 bagian hartanya, rasulullah
mengijinkannya dengan jawaban beliau, “Ya sepertiga, sepertiga itu
banyak. Sebab seandainya kamu menginggalkan ahli waris dalam
keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada kamu
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meinta-minta
kepada orang lain.” (HR. Bukhari Muslim)

3) Memberikan pengecualian

5
Sunnah juga memberikan pengecualian dari hukum-hukum yang telah
dijelaskan secara umum dalam al Quran. Seperti halnya hukum
mengenai haramnya bangkai untuk dikonsumsi, sebagaimana terdapat
dalam al Quran surat al Maidah ayat 3

“Diharamkan bagi kamu memakan bangkai, darah dan daging babi”


Ayat tersebut memberikan isyarat hukum yang umum bahwa semua
bangkai dan darah adalah haram dikonsumsi. Namun Sunnah
memberikan pengecualian, yakni dalam sabda Rasulullah, “dihalalkan
bagi kamu dua macam bangkai dan dua macam darah, dua macam
bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang, sedang dua macam
darah itu adalah hati dan limpa.” (HR. Ibn Majah dan Hakim)

c. Menambah hukum baru dalam al Quran


Dalam kaitannya Sunnah dengan al Quran, dimana Sunnah menambah
hukum baru, disebabkan hukum tersebut belum tercantum dalam al Quran.
Pertanyaan mengenai makanan yang muncul pada masa sahabat adalah
mengenai hukum tentang memakan daging dari binatang buas, maka hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menjawab itu, bahwasanya,
“rasulullah melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan
setiap burung yang mempunyai cakar yang kuat.” Hal yang
melatarbelakangi munculnya pertanyaan tersebut adalah al Quran hanya
melarang 4 jenis makanan, yakni bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang disembelih tanpa menyebut nama Allah.

B. SUNNAH SEBAGAI PARADIGMA KEUNGGULAN


Muhammad Said Ramadan Al buthi (2006 : 4) menyatakan bahwa
kehidupan Rasulullah SAW memberikan kepada kita contoh-contoh yang mulia
baik sebagai pemuda Islam yang lurus perilakunya, terpercaya, maupun sebagai
Da'i kepada Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik, juga sebagai kepala
negara yang mengatur segala urusan dengan cerdas dan bijaksana sebagaimana
suami teladan dan seorang ayah yang penuh kasih sayang.
Al Quran surat al-Ahzab (33) ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang
mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”. Al Quran surat an-najm (53) ayat 3 dan 4: “Dan tiadalah yang
diucapkannya itu (Alquran) menurut hawa nafsu. Ucapannya itu hanyalah Wahyu
yang diwahyukan kepadanya”
Sifat-sifat Rasulullah yang bisa membuat kita menjadi manusia unggul
adalah :

6
1. Shidiq
Nabi Muhammad selalu jujur dalam perkataan dan perilakunya dan
mustahil akan berbuat yang sebaliknya yaitu berdusta munafik dan semisalnya.
Setiap perkataan maupun tindakan Nabi Muhammad SAW adalah benar dan jujur.
Nabi Muhammad SAW menyampaikan ajaran yang diperoleh dari Wahyu Allah
kepada umat manusia semua yang disampaikan benar-benar datang dari Allah
SWT.
Kejujuran Nabi Muhammad SAW dalam berinteraksi dan bergaul dengan
masyarakat terutama dalam perdagangan dilakukan dengan cara menyampaikan
kondisi nyata dari barang dagangannya. Ia tidak menyembunyikan kecacatan
barang atau mengumpulkan barang dagangannya kecuali sesuai dengan kondisi
barang yang dijualnya. Praktik ini dilakukan dengan wajar dan menggunakan
bahasa yang santun. Beliau tidak melakukan sumpah untuk meyakinkan apa yang
dikatakannya termasuk menggunakan nama Tuhan. Ketika Nabi Muhammad
menjual dagangannya ke Syam, ia pernah bersitegang dengan salah satu
pembelinya terkait kondisi barang yang dipilih oleh pembeli tersebut. Calon
pembeli berkata kepada Nabi Muhammad : “Bersumpahlah demi Latta dan
‘Uzza”. Nabi Muhammad menjawab : “Aku tidak pernah bersumpah atas nama
Latta dan ‘Uzza sebelumnya. Penolakan Muhammad dimaklumi oleh pembeli
tersebut dan sang pembeli berkata kepada Maisarah: “Demi Allah ia adalah
seorang nabi yang tanda-tandanya telah diketahui oleh para pendeta kami dari
kitab-kitab kami”.(Ahmad Mahdi Rizqullah, 2006 : 157)
Gharar menurut bahasa berarti Al-Khatar yaitu sesuatu yang tidak
diketahui pasti benar atau tidaknya. Dalam akad gharar bisa berarti tampilan
barang dagangan yang menarik dari segi zahirnya namun dari sisi substancsi
belum tentu baik. Dengan kata lain gharar adalah akad yang mengandung unsur
penipuan karena tidak adanya kepastian baik mengenai ada atau tidak adanya
objek akad, besar kecilnya jumlah, maupun kemampuan menyerahkan objek yang
disebutkan dalam akad tersebut.
Dalam praktek berdagang Nabi Muhammad menjauhi praktek gharar
karena membuka ruang perselisihan antara pembeli dan penjual. Muhammad juga
melarang penjualan secara urbun. Muhammad melarang penjualan dengan lebih
dahulu memberikan uang muka dan uang itu hilang jika pembelian dibatalkan.
Penjualan yang menyertai urbun adalah seorang pembeli atau penyewa
mengatakan: “saya berikan lebih dahulu uang muka kepada anda. jika pembelian
ini tidak jadi saya teruskan maka uang muka itu hilang dan menjadi milik anda,
tetapi jika barang jadi dibeli maka uang muka itu diperhitungkan dari harga yang
belum dibayar”.
Gharar berarti sangat luas, pertama, ketidakmampuan penjual untuk
menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada

7
atau belum ketika akan berlangsung seperti menjual janin yang masih ada dalam
perut binatang ternak. Kedua, menjual barang yang tidak berada di bawah
kekuasaannya seperti menjual barang kepada orang lain sementara barang yang
akan dijual belum diterima dan masih berada di penjual sebelumnya. Hal ini tidak
dibenarkan karena boleh jadi barang itu mengalami perubahan atau rusak. Ketiga,
tidak adanya kepastian tentang jenis pembayarannya atau jenis benda yang dijual.
barang dagangan dan pembayaranya kabur tidak jelas. Keempat, tidak adanya
kepastian tentang sifat tertentu dari benda yang dijual seperti penjual berkata
“saya jual kepada anda baju yang ada di rumah saya”. Penjual tidak tegas
menjelaskan baju yang mana, warna dan ukurannya dan ciri-ciri lainnya. Kelima,
tidak tegas jumlah harganya. Keenam, tidak tegas waktu penyerahan barangnya.
Ketujuh, tidak adanya ketegasan tentang transaksi. Kedelapan, tidak adanya
kepastian objek seperti adanya dua objek yang dijual dengan kualitas yang
berbeda dengan harga sama dalam satu transaksi. Penjualan ini tidak tegas objek
yang akan dijual. Kesembilan, kondisi objek yang akan dijual, tidak dapat dijamin
kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi.

2. Amanah.
Amanah yang berarti dapat dipercaya dalam kata dan perbuatannya. Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi selalu amanah dalam segala tindakannya seperti
menghakimi, memutuskan perkara, menerima dan menyampaikan wahyu serta
mustahil akan berperilaku yang sebaliknya. Sejak kecil Rasulullah Shallallahu
salam sudah memiliki sifat amanah Bahkan dia dijuluki oleh masyarakat Islam Al
Amin yang artinya dapat dipercaya Al A'raf ayat 7 : 68

“aku menyampaikan amanat amanat Tuhan ku padamu dan aku hanyalah


pemberi nasihat yang terpercaya bagimu”

3. Tabligh
Tabligh artinya Nabi Muhammad selalu menyampaikan apa saja yang
diterimanya dari Allah kepada umat manusia dan mustahil nabi menyembunyikan
Wahyu yang diterimanya.. Menyampaikan lawannya adalah kitman artinya
menyembunyikan. Rasulullah tidak pernah menyembunyikan ilmu pengetahuan
dan kebenaran yang diberikan kepada Allah. Q.S Al Maidah ayat 67 Rasul
sempurnakan apa yang diturunkan kepadaMu dari Tuhanmu dan jika tidak kamu
kerjakan apa yang diperintahkan itu berarti kamu tidak menyampaikan amanah
nya Allah memelihara kamu dari gangguan manusia Sesungguhnya Allah
memelihara kamu dari gangguan manusia Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir

8
4. Fathonah.
Fathonah yang berarti cerdas atau pandai. Nabi Muhammad cerdas, selalu
berpikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya.
Rasulullah memiliki kecerdasan yang sangat tinggi dalam memahami masalah
umat manusia beserta sifat-sifat mereka Rasulullah juga cerdas dalam menerima
tugas dan amanah yang diberikan kepadanya Rasulullah mampu menjelaskan
firman-firman Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau masuk ke dalam
Islam dia juga harus mampu berdebat dengan orang kafir dengan cara yang
sebaik-baiknya

C. SUNNAH DISESUAIKAN KONTEKS BUDAYA/‘URF


Di era modern ini pola ketergantungan kepada sunnah nabi harus diubah
dari pemahaman normatif kepada pemahaman substansial, karena kehidupan di
dunia modern lebih didominasi oleh pola pikir pragmatis yang tegak di atas
pondasi positifisme yang anti metafisis. Sementara ajaran tekstual sunnah tidak
mampu lagi memberikan jawaban memuaskan dan relevan terhadap persoalan
yang berkembang dan terus bermunculan dalam masyarakat saat ini. Untuk itu
nilai-nilai sunah ditantang untuk memberikan solusi yang logis rasional namun
tetap orisinil.
Memahami setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Rasulullah secara tepat
dan sempurna menjadi sebuah keharusan, hanya saja akan terjadi pergeseran
dalam teknik pengamalannya, dikarenakan ada beberapa hal harus disesuaikan
dengan kondisi budaya yang berkembang saat ini.apabila pada masa kenabian,
segala persoalan yang dihadapi umat Islam saat itu dapat segera diselesaikan dan
ditemukan jawabannya melalui keberadaan Rasulullah SAW. Lebih dari itu,
setiap yang diucapkan atau dilakukan oleh rasulullah mempunyai kekuatan yang
mampu menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi, sekalipun solusi yang
dimunculkan tersebut bersifat temporer.
Setelah Rasulullah wafat dan kekuasaan Islam semakin meluas, maka
muncul berbagai permasalahan baru. Hal tersebut di satu sisi menjadi positif
karena melahirkan berbagai kreatifitas dan usaha untuk melakukan rekonstruksi
dan dekonstruksi tradisi-tradisi yang sebelumnya telah diwariskan oleh Rasulullah
yang masih hidup dalam masyarakat. Dengan sendirinya, pemahaman terhadap
Sunnah Nabi menjadi sangat dinamis. Sebagai contoh, Umar Ibn al-Khatthab
dengan menggunakan kecerdasaannya, berani mengemukakan gagasan dan
melakukan berbagai inovasi. Banyak ide atau tindakannya yang sepintas lalu tidak
berjalan atau bahkan bertentangan dengan ajaran harfiyah dari al-Qur’an dan al-
Sunnah.
Mengingat kompleksitas tantangan sosiologis dan politis yang dihadapi
oleh Umar saat itu, maka Umar ibn al-Khattab melalukan berbagai upaya untuk

9
menemukan solusi dari setiap permasalahan yang ada. namun dengan tetap
berpedoman kepada sunnah Rasulullah. Dalam kondisi dimana wilayah kekuasaan
semakin luas, kondisi keuangan negara stabil dan melimpah, di sisi lain
meningkatnya populasi diikuti dengan penyempitan wilayah pertanian, yang
secara tidak langsung terjadinya kontak dengan berbagai budaya baru yang
muncul. Umar ibn al-Khattab mengeluarkan kebijakan untuk tidak memberikan
tanah ghanimah (rampasan perang) kepada pasukan muslim. Selain itu, Umar ibn
ak-Khattab juga tidak menjatuhkan hukuman potong tangan kepada seorang
pencuri mengingat pada saat itu terjadi musim kemarau berkepanjangan sehingga
terjadi krisis paceklik.
Apa yang telah dilakukan oleh Umar ibn Khattab ini tentu saja bukan
menjadi sebuha pembangkangan terhadap Sunnah Rasulullah, melainkan sebagai
bentuk penafsiran Sunnah yang disesuaikan dengan kondisi budaya yang dihadapi
saat itu. Sekalipun terlihat seperti meninggalkan Sunnah, namun jika ditelisik
lebih dalam, apa yang telah dilakukan oleh Umar ibn Khattab justru mengambil
nilai substansi dari apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah sebelumnya.
Menurut Fazlur Rahman (1995 : 179), secara historis sunnah nabi
merupakan sumber ajaran Islam pertama yang dipahami dan diaplikasikan secara
beragam atau kontekstual terutama dikalangan sahabat. Beberapa contoh sunnah
yang harus dipahami secara kontekstual antara lain adalah ketentuan tentang
mahram bagi perempuan yang akan melakukan perjalanan, hubungan antara umat
beragama dan hukuman bagi orang murtad. Rasulullah mengatakan: "Janganlah
perempuan itu bepergian selama tiga hari kecuali bersama mahram yang
mendampinginya."
Hadits ini melarang perempuan bepergian kecuali bersama mahramnya.
Oleh karenanya munculnya hal ini harus dipahami latar belakangnya (Asbabul
wurud Hadits). Ketika suatu perjalanan tidak aman seperti berjalan sendirian di
tengah padang pasir. Namun ketika situasi sudah aman dan perjalanan tidak ada
gangguan maka larangan tersebut tentunya tidak berlaku lagi, sehingga semua hal
yang awalnya dilarang oleh Nabi dapat berubah menjadi kebolehan.
Pemahaman akan makna, fungsi dan kedudukan Sunnah, serta bagaimana
Rasulullah telah mewariskan paradigm keunggulan melalui sunnahnya. Sejatinya
memberikan gambaran yang utuh kepada kita bahwa misi kerasulan adalah sebuha
misi mulai yang dapat dilihat pada dua dimenasi, yakni dimensi transenden serta
dimensi social. Pada dimensi transenden, kita mendapatkan gambaran bagaiman
sosok Rasulullah menjadi contoh ikutan untuk hal-hal yang terkait dengan ibadah.
Bahwa dalam aspek ibadah, kita melihat Rasulullah begitu bersemangat dalam
menjalankan ibadahnya, sehingga ketika ditanyakan oleh para sahabat mengapa
Rasulullah masih bersungguh-sungguh dalam beribadah padahal beliau sudah
dijamin keselamatannya di akherat kelak, rasulullah hanya menjawab dengan

10
singkat melalui sebuah pertanyaan, “Tidak bolehkah aku menjadi orang yang
bersyukur (terhadap karunia Allah)?”
Dimensi social dari sunnah adalah tentang bagaimana Rasulullah menjadi
orang yang sangat humanis. Beliau menjadi sosok yang sangat diterima oleh
lingkungan sekitarnya bahkan jauh sebelum risalah kenabian tersebut turun
menghampiri beliau. Bagaimana profil Rasulullah yang pada usia mudanya
dikenal dengan sebutan al Amin, memberikan gambaran betapa mulianya akhlak
rasulullah dalam kehidupan sosialnya. Sebuah kejadian monumental tidak lama
setelah Rasulullah wafat. Suatu hari, Abu Bakar mengunjungi putrinya, Aisyah.
Dan bertanya bertanya kepadanya, "Wahai putriku, apakah ada sunnah
Rasulullah SAW yang belum aku tunaikan?" tanya Abu Bakar. Aisyah menjawab,
"Wahai ayah, engkau adalah ahli sunnah, dan tidak ada satu pun sunnah
Rasulullah pun yang belum engkau lakukan kecuali satu saja".
"Apakah itu?"
"Setiap pagi Rasulullah selalu mendatangi pasar untuk membawakan
makanan bagi pengemis Yahudi buta yang sering duduk di sana," ungkap Aisyah.
Keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan.
Setelah mengucapkan salam, Abu Bakar duduk di hadapannya serta meminta izin
untuk menyuapinya. Di luar dugaan pengemis tersebut marah dan membentak-
bentak, "Siapa kamu!?"
Abu Bakar menjawab, "Aku adalah orang yang biasa menyuapimu."
"Bukan! engkau bukanlah orang yang biasa mendatangiku," teriak si
pengemis lagi, "karena jika benar, maka aku tidak perlu susah payah untuk
mengunyah makanan di mulutku. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu
menghaluskan makanan terlebih dahulu dengan mulutnya sendiri. Baru dia
menyuapiku dengan itu," ungkap sang pengemis.
Abu Bakar yang tidak bisa menahan deraian air matanya berkata, "Aku
memang bukanlah orang yang biasa mendatangimu. Aku hanyalah salah seorang
sahabatnya. Orang mulia itu kini telah tiada. Dia adalah Muhammad."
Mendengar penjelasan Abu Bakar, pengemis tadi seketika terkejut. Dia
lalu berteriak dan menangis dengan keras. Setelah tenang, dia bertanya
memastikan, "apakah benar seperti itu? Padahal selama ini aku selalu menghina,
memfitnah, bahkan menjelek-jelekan Muhammad, namun aku tidak pernah
mendengar dia memarahiku sedikit pun. Dia yang selalu datang kepadaku setiap
pagi dengan membawakan makanan."
Tidak lama setelah itu, sang pengemis mengucapkan dua kalimah syahadat
di hadapan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Pemaparan di atas memberikan gambaran kepada kita dalam menjalani
kehidupan, Rasulullah memberikan tuntunan mengenai keseimbangan aspek
transenden dengan aspek social. Kesibukan dalam pendidikan, pekerjaan, bahkan

11
keluarga tidak lantas menjauhkan kita dari kesibukan-kesibukan dalam beribadah.
Atas dasar itulah, sangat penting bagi setiap muslim untuk kembali mengkaji
berbagai literature yang berkaitan dengan peri kehidupan Rasulullah, Kebijakan-
kebijakan Rasulullan, memahami berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh
Rasulullah dan mengejawantahkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Langkah meneladani Rasulullah dalam segala aktifitas kita di antaranya
adalah sebagai berikut
a. Senantiasa bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dari kesalahan
yang kita lakukan setiap hari. Sebagai manusia biasa kita harus menyadari
bahwa kita selalu berbuat kesalahan dan dosa baik kepada Allah maupun
kepada sesama manusia. Rasulullah SAW yang tidak memiliki dosa saja
selalu memohon ampun kepada Allah karena jika kita tidak mau bertaubat
berarti kita tidak menyadari sifat kemanusiaan kita dan kita termasuk
orang yang sombong
b. Menjaga amanah yang diberikan Allah kepada kita selaku manusia.
Amanah apapun yang diberikan kepada kita, harus kita lakukan sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi amanah tersebut. Karena itu
apapun aktivitas yg kita lakukan, jangan sampai kita menyimpang dari
aturan aturan yang berlaku sesuai al-quran dan sunnah nabi. Kita harus
berusaha menjaga amanah ini sebagaimana Rasulullah tidak pernah
sekalipun berkhianat.
c. Memelihara kejujuran dalam keseharian kita jujur merupakan. Sifat yang
sangat sulit untuk diwujudkan, terkadang orang dengan sengaja untuk
tidak jujur dengan alasan bahwa jujur akan hancur. Karena itu dewasa ini
ditemukan di tengah-tengah peradaban manusia yang semakin maju orang
berusaha untuk mengesahkan perilaku tidak jujur.

12

Anda mungkin juga menyukai