Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TENTANG PEMERINTAHAN YANG BERSIH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan


Dosen Pengampu: Nur Ittihadatul Ummah,S.Sos.I, M.Pd.I

Disusun oleh:

Kelompok 8

MUHAMMAD AINUL YAQIN (205101030019)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
2020

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang senantiasa melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat
serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai kabar gembira bagi
umat yang bertaqwa.

Makalah yang berjudul TENTANG PEMERINTAHAN YANG BERSIH ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam penulisan makalah
ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna dan
banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat
penulis harapkan. Akhirnya, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan khususnya dalam pengembangan pembelajaran.

Jember,4November2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................1


B. Rumusan masalah..........................................................................................1
C. Tujuan .........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2

A. Pemerintahan yang bersih ............................................................................2


B. Ciri ciri pemerintahan yang bersih................................................................3
C. Prinsip prinsip pemerintahan yang bersih.....................................................5

BAB III PENUTUP................................................................................................10

A. Saran ............................................................................................................10
B. Kesimpulan .................................................................................................10

DARTAR PUSTAKA.............................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif merupakan dambaan
setiap warga negara di manapun. Hal tersebut telah menjadi tuntutan masyarakat yang
selama ini hak-hak sipil mereka kurang memperoleh perhatian dan pengakuan secara
layak, sekalipun hidup di dalam negara hukum Republik Indonesia. Padahal pelayanan
kepada masyarakat (pelayanan publik) dan penegakan hukum yang adil merupakan dua
aspek yang tidak terpisahkan dari upaya menciptakan pemerintahan demokratis yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keadilan, kepastian hukum dan
kedamaian (good governance).
Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai dengan
praktek maladministrasi, antara lain terjadinya korupsi, kolusi, nepotisme, sehingga
mutlak diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan, demi
terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efesien, jujur,
bersih, terbuka, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan negara
dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur
penyelenggara negara dan pemerintahan, juga penegakan asas-asas pemerintahan umum
yang baik.
Setalah reformasi bergulir, reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan
bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, yaitu kehidupan yang didasarkan pada
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis. Sejalan dengan semangat
reformasi itu, pemerintah melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam sistem
ketatanegaraan dan sistem pemerintahan Republik Indonesia. Perubahan yang dimaksud
antara lain dengan membentuk lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga
pemerintahan yang baru.

3
B. Rumusan masalah
 Bagaimana pemerintahan yang bersih ?
 Apa saja Ciri-ciri pemerintahan yang bersih ?
 Apa saja prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih ?
 Apa saja Otonomi Daerah dan Upaya Menciptakan Pemerintahan yang Baik dan
Bersih 

C. Tujuan
 Mengetahui apa yang dimaksud dengan pemerintahan yang bersih.
 Mengetahui Apa saja Ciri-ciri pemerintahan yang bersih.
 Mengetahui Apa saja prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih.
 Mengetahui Otonomi Daerah dan Upaya Menciptakan Pemerintahan yang Baik dan
Bersih 

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemerintahan Yang Bersih


Secara sederhana, pemerintahan yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi
pemerintahan yang para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Korupsi adalah perbuatan pejabat pemerintah
yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara yang tidak legal. Kolusi adalah
bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara illegal
(melanggar hukum) untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. Nepotisme
adalah pemanfaatan jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan, atau penghasilan
bagi keluarga atau kerabat dekat pejabat, sehingga menutup kesempatan bagi orang
lain. Pemerintahan yang penuh dengan gejala KKN biasanya tergolong kedalam
pemerintahan yang tidak bersih, dan demikian pula sebaliknya.
Indonesia memasuki era transisi menuju demokrasi tahun 1999, citra negeri ini di
dunia terus terpuruk. Antara tahun 1999 hingga 2003, Indonesia dikenal sebagai
Negara dengan tingkat korupsi yang sangat buruk, bahkan paling buruk di seluruh
asia. Agar pemerintahan bebas dari rong-rongan KKN, maka para pejabat
pemerintahan politis, baik di eksekutif, birokrasi maupun badan legislative, pusat
maupun daerah, hendaknya mengindahkan nilai-nilai moralitas. Adapun sikap-sikap
moral tersebut adalah kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain, menjauhkan diri
dari tindakan melanggar hukum, kesediaan berkorban demi kemuliaan lembaga dan
masyarakatnya, dan keberanian membawa pesan-pesan moral dalam kehidupan
sehari-harinya sebagai pejabat dan politisi pemerintah.
Sudah barang tentu, moralitas politik saja tidak akan cukup untuk menegakkan
pemerintahan yang bersih dan pelanggaran moralitas atau etika politik, tetapi
diperlukan sebuah system politik dan hukum yang egaliter dan adil untuk menopang
kerangka sistematik masyarakat madani. Pejabat negara/pemerintah menduduki posisi
yang sama dengan rakyat di hadapan hukum. Tidak ada satu pun pejabat pemerintah
yang kebal (immune) terhadap hukum. Dengan system hukum yang egaliter dan adil

5
itulah pemerintahan yang bersih dapat diwujudkan, dan pemerintahan yang
berwibawa bisa ditegakkan.
Untuk menegakkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa diperlukan berbagai
kondisi dan mekanisme hubungan yang berpotensi menopang pertumbuhan moralitas
politik. Tentunya, budaya demokrasi pun perlu dikembangkan dalam proses
pemerintahan negeri ini, sehingga terwujud pula pemerintahan yang demokratis.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa kondisi dan mekanisme hubungan
kepemerintahan yang diperlukan untuk menopang kerangka sistematik pemerintahan
yang bersih dan demokratis untuk mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.

B. Ciri-ciri pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab


Menurut MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia) ada 9 ciri-ciri good
governance atau pemerintahan yang bersih, baik dan bertanggung jawab
:Participation (partisipasi). Semua pria dan wanita mempunyai suara dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga
perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut
dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta
kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.Rule of Law. Kerangka hukum harus
adil dan diperlakukan tanpa pandang bulu, terutama hukum-hukum yang menyangkut
hak asasi manusia. Menurut Santosa, setidaknya konsep rule of law harus memenuhi
karakter-karakter, yaitu: 1) Supremasi hukum; 2) Kepastian hukum; 3) Hukum yang
responsif; 4) Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif; 5) Keberadaan
independensi peradilan.
C. Prinsip-prinsip Pemerintahan yang Baik dan Bersih

Kalau diperhatikan unsur-unsur yang dihasilkan dalam Annual Meeting ADB di


Fokuoka Jepang tahun 1997, perubahan peranan pemerintah dalam UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta UU No. 28 tahun 1999 ada beberapa prinsip
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih tersebut :

1. Akuntabilitas

6
Menurut penjelasan Pasal 3 angka 7 UU No. 28 Tahun 1999 akuntabilitas
diartikan sebagai berikut :
“adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan penyelenggaraan negara dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku”.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa akuntabilitas pertanggungjawaban
setiap proses dan hasil akhir penyelenggaraan negara. Menurut Willian C. Johnson
(1998) pertanggungjawaban tersebut dapat dilakukan dalam berbagai sifat atau cara. 
Pertama, bersifat internal-formal dilakukan dalam bentuk (1) executive control,
(2) budget preparation and management, (3) rule-making procedures, (4) inspector
general and auditors, (5) chief financial officers, dan (6) investigative commission. 
Kedua, external-formal dilakukan dalam bentuk (1) legislative oversight, (2)
budgetary review and enactment, (3) legislative rule-making, (4) legislative veto, (5)
legislative investigation, (6) legislative casework, (7) legislative audits, (8)
ratification and appointments, (9) judicial review and takeover, (10)
intergovernmental controls, dan (11) electoral process. 
Ketiga, external-informal dilakukan dalam bentuk (1) monitoring by
interest/clientele groups, (2) professional communities, (3) informational media, dan
(4) freedom of information law. Keempat, internal-informal dilakukan dalam bentuk
(1) professional standars, (2) ethical codes and values, dan (4) whistle-blowers. 
Munculnya beberapa sifat atau cara dalam melakukan pertanggungjawaban
karena ada anggapan bahwa satu sarana saja dirasakan tidak memadai untuk dapat
mengenal secara pasti kegiatan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara.
Misalnya pendirian komisi Ombudsman adalah salah satu usaha untuk mewujudkan
pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan yang bersifat external-informal.

2. Transparans
Menurut penjelasan Pasal 3 angka 4 UU No. 28 tahun 1999 prinsip transparan
diartikan sebagai berikut :

7
“Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia
negara”.
Dari pengertian tersebut terlihat bahwa masyarakat berhak memperoleh
informasi yang benar dan jujur tentang penyelenggaraan negara. Ini adalah peran
serta masyarakat secara nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan
bersih. Secara lebih jelas peran serta masayarakat ini ditentukan dalam PP No. 68
Tahun 1999. Dalam Pasal 2 ayat (1) dikatakan peran serta masyarakat untuk
mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk :
a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai
penyelenggaraan negara;
b. hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara;
c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap
kebijakan penyelenggaraan negara.
Pengunaan hak dalam butir a, b dan c tersebut rakyat mendapat perlindungan
hukum. Untuk itu semua, menurut ketentuan Pasal 3 dan 4 dalam mempergunakan
hak tersebut rakyat berhak mempertanyakan langsung kepada instansi terkait atau
komisi pemeriksa. Hal itu dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Penyampaian itu dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Kalau dibandingkan
dengan negara lain yang telah lama memberikan perhatian terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih, Indonesia masih agak tertinggal karena pada
negara tersebut akses informasi masyarakat (public access to information) terhadap
penyelenggaraan negara diakui dengan undang-undang atau information act.
Dibandingkan dengan PP, pengaturan dengan UU tentu mempunyai kewibawaan
yang lebih tinggi untuk dipatuhi.

3. Partisipasi
Pengertian ini tidak ditemui dalam UU No. 28 Tahun 1999, tetapi kalau dipahami
misi UU No. 22 Tahun 1999 maka partisipasi masyarakat adalah hal yang hendak
diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan agak ringkas Sukardi

8
(2000) menterjemahkan partisipasi sebagai upaya pembangunan rasa keterlibatan
masyarakat dalam berbagai proses yang dilakukan oleh pemerintah. Pendapat ini
adalah upaya melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Dalam teori pengambilan keputusan semakin banyak partisipasi dalam proses
kelahiran sebuah policy maka dukungan akan semakin luas terhadap kebijaksanaan
tersebut (Dunn, 1997). Bahkan David Osborne dan Ted Gaebler (1996) menyatakan
bahwa pemerintah sebaiknya berperan sebagai katalis. Hal ini dapat dipahami karena
kecenderungan ke depan pemerintah yang mempunyai peranan terbatas dapat
mempercepat pembangunan masyarakat.

4. Kepastian Hukum
Pengertian kepastian hukum dapat ditemui dalam Pasal 3 angka 1 UU No. 28
Tahun 1999 yang menyatakan :
“adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap pelaksanaan
penyelenggaraan negara”.
Prinsip keempat ini mengarahkan agar penyelenggara negara bekerja sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (taat asas). Kepatuhan terhadap norma hukum adalah
bukti bahwa adanya keinginan untuk menegakkan supremasi hukum dalam
penyelenggaraan negara. Adalah sesuatu yang tidak masuk akal kalau keinginan
untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih tidak didukung dengan
penghormatan terhadap norma hukum yang telah disepakati sebagai kaedah landasan
hukum. Oleh karena itu, kepastian hukum adalah prinsip yang harus dipelihara.

D. Otonomi Daerah dan Upaya Menciptakan Pemerintahan yang Baik dan Bersih 
Perubahan paradigma hubungan pusat dan daerah melalui UU No. 22 Tahun
1999 adalah merupakan upaya melakukan reformasi total penyelenggaraan negara di
daerah. Dampak reformasi total ini ditinjau dari segi politik ketatanegaraan
membuktikan telah terjadi pergeseran paradigma dari pemerintahan yang bercorak
highly centralized menjadi pola yang lebih terdesentralisasi dengan memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk mewujudkan otonomi daerah secara lebih luas

9
sesuai dengan karakter khas yang dimiliki daerah. Hal ini dilakukan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat sesuai dengan potensi
wilayahnya.
Perubahan yang dilakukan ini adalah untuk mewujudkan masyarakat madani
dalam kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang memiliki
nilai-nilai good governance atau behoorlijk bestuur (Koswara, 2000). Hal ini sangat
diperlukan karena berkurangnya secara signifikan peranan pemerintah pusat di
daerah terutama dalam melakukan pengawasan preventif. Oleh karena itu, unsur-
unsur pelaksanaan pemerintahan yang baik dan benar dapat memainkan peranan
penting di daerah. Apalagi UU No. 22 Tahun 1999 secara terang mengatakan bahwa
aspirasi rakyat akan menjadi roh pelaksanaan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan good governance dalam pelaksanaan otonomi daerah, ada
tiga hal penting yang harus dilakukan di tingkat daerah. Pertama, transparasi
kebijakan. Pendapat ini muncul karena pada era Orde Baru nafas birokrasi sebagai
alat kekuasaan yang represif sangat menonjol. Perumusan kebijakan pembangunan
dan pemerintahan yang cenderung elitis, tertutup, dan berbau nepotis. Oleh karena
itu, dalam era otonomi daerah, kondisi ini diharapkan tidak muncul lagi karena
perilaku penyelenggara negara harus mengedepankan terjadinya transparasi
kebijakan publik (Hadimulyo 2000).
Kedua, partisipasi masyarakat. Walaupun UU No. 22 Tahun 1999 memberikan
peluang kepada DPRD untuk melakukan kontrol kepada eksekutif tapi hal itu
dirasakan belum cukup karena adanya indikasi bahwa DPRD dan pihak eksekutif
“bermain mata” dalam menyikapi kebijakan-kebijakan politik yang strategis di
daerah. Untuk mencegah ini diperlukan peranan yang optimal dari masyarakat dalam
melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan. John Fenwick (1995)
mengatakan bahwa dalam penataan pemerintahan daerah sudah waktunya
diperlakukan prinsip the public as consumers. Hal ini dilakukan agar pemerintah
lebih mengambil posisi sebagai fasilitator dan advokator kepentingan masyarakat.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah prinsip ini sudah pada tempatnya
dilaksanakan di daerah karena dari dulu masyarakat hanya dilibatkan secara terbatas

10
dalam memanajemen pemerintahan dan pembangunan. Bahkan dalam waktu yang
lama rakyat lebih banyak dijadikan sebagai objek pembangunan. Peranan masyarakat
hanya sebatas retorika, kepentingan birokrasi lebih menonjol dan birokrasi berubah
menjadi personifikasi sekelompok elit birokrat.
Subari Sukardi –bekas Walikota Sawahlunto Sumatra Barat— berpendapat ada
tiga alasan meengedepankan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi
daerah untuk mewujudkan good governance. Pertama, kualitas program akan
meningkat karena dengan partisipasi masyarakat yang besar akan memberikan
jaminan bahwa tidak ada kepentingan masyarakat yang tidak dipertimbangkan dalam
proses penentuan kebijakan pemerintah. Kedua, akan diperoleh legitimasi yang lebih
besar karena dengan partisipasi masyarakat yang lebih besar maka rakyat akan
mempunyai tanggung jawab terhadap kebijakan tersebut. Dan dukungan masyarakat
akan menjadi lebih besar dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan. Ketiga,
partisipasi masyarakat merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan
perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
Yang pasti, membiasakan diri untuk memberikan akses informasi
penyelenggaraan negara terhadap masyarakat. Kebiasaan instansi pemerintah
tertutup terhadap pihak luar (terutama yang ingin menadapatkan informasi) harus
segera dihilangkan. Ketertutupan ini dapat menimbulkan rasa curiga yang berlebihan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Sikap arogan sudah tidak
masanya lagi karena ini dapat menimbulkan sikap vis a vis antara masyarakat dengan
jajaran penyelenggara negara di daerah. Dan, kalau ini berlanjut, ia akan
menimbulkan krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintah.

11
BAB III

PENUTUP

A. Saran
Sebagai penyusun, penulis merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis
dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.
B. Kesimpulan
Secara sederhana, pemerintahan yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi
pemerintahan yang para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Korupsi adalah perbuatan pejabat pemerintah

12
yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara yang tidak legal. Kolusi adalah
bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara illegal
(melanggar hukum) untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. Nepotisme
adalah pemanfaatan jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan, atau penghasilan
bagi keluarga atau kerabat dekat pejabat, sehingga menutup kesempatan bagi orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pengertian dan Ciri-Ciri Sistem Pemerintahan Parlementer,


http://www.artikelsiana.com/2015/05/parlementer-pengertian-ciri-ciri-sistem-pemerintahan.html

2. Pengertian sistem pemerintahan presidensial dan ciri-cirinya,


http://www.pengertianku.net/2015/06/pengertian-sistem-pemerintahan-presidensial-dan-ciri-
cirinya.html

3. https://gudangmakalah.blogspot.com/2013/01/makalah-pkn-pemerintahan-yang-baik-
dan.html?m=1

4. https://slideplayer.info/slide/2439273/

5. https://www.academia.edu/34902718/Pemerintah_yang_Bersih_dan_Demokratis

6.
https://www.academia.edu/16383467/PEMERINTAHAN_YANG_BERSIH_DAN_DEMOKR
ATIS

13

Anda mungkin juga menyukai