Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan

“ Pemerintah Yang Bersih dan Demokratis “

DISUSUN OLEH :

1. Nabila Syaharani Anwar (105131112521)

2. Meilinda Putri Anastasya (105131112621)

3. Ahmad Fadhil (105131110421)

4. Arini Azzahra (105131112221)

5. Della Putri Idris (105131109621)

6. Adinda Safira (105131109221)

7. Ispa Novianti (105131109021)

8. Ratu Raisyah (105131111121)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “
Pemerintah yang Bersih dan Demokratis “ ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak Bambang selaku dosen mata kuliah
Kewarganegaraan UMP yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang
Pemerinntahan yang Bersih dan Demokratis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna, seperti kata pepatah
tiada gading yang tak retak. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Penyusun II

ii
DAFTAR ISI

Cover..........................................................................................................................i

Kata Pengantar............................................................................................................ii

Daftar Isi.....................................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................5

BAB II Pembahasan

2.1 Pengertian Pemerintah....................................................................................6


2.2 Pemerintahan yang Bersih..............................................................................6
2.3 Sistem Demokrasi dalam Pemerintahan.........................................................8
2.4 Sistem Pemilihan..........................................................................................10
2.5 Sistem Kepartaian.........................................................................................10
2.6 Peranan Organisasi Non-Partai.....................................................................12
2.7 Media Masa..................................................................................................12
2.8 Anti Korupsi...................................................................................................13
2.9 Kepastian Hukum...........................................................................................14
2.10 Otonomi Daerah...........................................................................................15

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan.....................................................................................................16
3.2 Saran...............................................................................................................16
Daftar Pustaka............................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah dibentuk dengan maksud untuk membangun peradaban dan menjaga


sistem ketertiban social sehingga masyarakat bisa menjalani kehidupan bernegara. Dalam
perkembangannya, konsep pemerintahan mengalami transformasi paradigma dari yang
serba Negara ke orientasi pasar (market or public interest), dari pemerintah yang kuat,
besar dan otoratorian ke orientasi small and less government, egalitarian dan demokrasi,
serta transformasi sistem pemerintahan dari yang sentralistik ke disentralistik

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi penyusunan dan


penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi
ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan,
sememtara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antara bangsa,
terutama dalam pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi dan aktivitas dunia usaha.

Pemerintah yang bersih dan demokratis merupakan keniscayaan dari berlakunya nilai-
nilai demokratis dan masyarakat madani pada level kekuasaan negara. Nilai-nilai
masyarakat madani tidak hanya dikembangkan dalam masyarakat, tetapi juga harus
dikembangkan dalam level negara. Sehingga sistem kenegaraan yang dibangun
menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dalam perwujudan masyarakat madani, termasuk
dalam pemerintahan yang demokratis dan bersih. Keduanya kekutan sipil dan negara,
saling mendukung dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana pengertian pemerintahan itu?


2. Bagaimanakan pemerintah yang bersih itu ?
3. Apa saja sistem demokrasi dalam pemerintahan ?
4. Apa saja sistem pemilihan yang dikembangkan di negara demokrasi ?
5. Apa saja macam-macam sistem kepartaian ?
6. Bagaimanakah peranan organisasi non partai dalam pemerintahan ?
7. Bagaimanaka peran media massa dalam pemerintahan ?
8. Bagaimanakah menumbuhkan budaya anti korupsi ?
9. Bagaimanakah peran kepastian hukum dalam membangun pemerintahan yang
bersih dan demokratis?
10. Bagaimanakah peran otonomi daerah kaitannya dengan membangun pemerintah yang

4
bersih dan demokratis?
1.3 Tujuan

Makalah ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui definisi pemerintahan


2. Mengetahui pemerintah yang bersih dan demokratis
3. Mengetahui sistem demokrasi dalam pemerintahan
4. Mengetahui sistem pemilihan yang dikembangkan di negara demokrasi
5. Mengetahui macam macam sistem kepartaian
6. Mengetahui peranan organisasi non partai dalam pemerintahan
7. Mengetahui peran media massa dalam pemerintahan
8. Mengetahui cara menumbuhkan budaya anti korupsi
9. Mengetahui peran kepastian hukum dalam membangun pemerintahan yang bersih
dan demokratis
10. Mengetahui peran otonomi daerah kaitannya dengan membangun pemerintah
yang bersih dan demokratis

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemerintah


Arti pemerintah dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:
1. Pemerintah dalam arti sempit adalah pelaksana penguasaan negara yang
merupakan kegiatan penyelenggaraan eksekutif untuk memberikan pelayanan
umum dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Pemerintah dalam arti luas adalah seluruh kegiatan penguasaan negara oleh
lembaga pemegang kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif dalam rangka mencapai tujuan negara.

Arti pemerintah menurut para ahli, adalah:


1. Suradinata berpendapat bahwa pemerintah adalah organisasi yang mempunyai
kekuatan besar dalam suatu negara yang mencakup urusan masyarakat,
teritorial, dan urusan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan negara.
2. Ndraha berpendapat bahwa pemerintah adalah segenap alat perlengkapan
negara atau lembaga-lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerintah adalah sekelompok


individu yang mempunyai wewenang tertentu untuk melaksanakan kekuasaan.

Sedangkan pemerintahan dalam arti luas dalam konteks UUD 1945 adalah seluruh
kegiatan penguasaan negara oleh Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan
KY. Dan arti pemerintahan menurut para ahli, adalah:

1. Syafiie berpendapat bahwa, pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, atau


urusan dari badan yang memerintah tersebut.
2. Affan mengemukakan bahwa, pemerintahan adalah kegiatan yang terorganisir
mengenai rakyat/ penduduk di wilayah negara itu yang berdasarkan kepada dasar
negara dan bersumber kepada kedaulatan untuk mencapai tujuan rakyat/
penduduk di wilayah itu sendiri.
Maka berdasarkan pengertian diatas, terdapat perbedaan antara pemerintah dan
pemerintahan. Pemerintah dapat diartikan sebagai kekuasaan memerintah suatu negara,
sedangkan pemerintahan sebagai cara perbuatan atau cara dalam memerintah.

2.2 Pemerintahan yang Bersih


Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Pasal 1 Ayat 2 “Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang
menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya”. Korupsi adalah perbuatan
pejabat pemerintah yang menggunakan uang negara dengan cara-cara yang tidak legal.
6
Kolusi adalah bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara
ilegal untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. Nepotisme adalah
pemanfaatan jabatan untuk memberikan pekerjaan dan kesempatan atau penghasilan
bagi keluarga atau kerabat dekat pejabat sehingga menutup kesempatan bagi orang
lain.

Hukum Administrasi Negara (HAN) dapat dijadikan instrument/ alat demi


terselenggaranya pemerintahan yang baik, karena hubungan anatara pemerintahan
dengan masyarakat akan terlihat lebih konkrit dan dapat dijadikan ukuran apakah
sebuah penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau belum. Salah satu hakikat
HAN adalah untuk menjalankan fungsinya dan melindungi adminstrasi negara dari
melakukan perubuatan yang tidak sesuai menurut hukum.
Asas-asas mengenai penyelenggaraan negara yang bersih sebagaimana diatur
dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN pasal 3, antara lain:
1. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keselerasan dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggara negara.
3. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4. Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban penyelenggara negara.
6. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat yang merupakan
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

Secara sederhana pemerintah yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi


pemerintahan yang para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Korupsi adalah perbuatan pejabat pemerintah
yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara tidak legal. Kolusi adalah
bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara ilegal pula
untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. Nepotisme adalah pemanfaatan

7
jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan, atau penghasilan bagi keluarga atau
kerabat dekat pejabat, sehingga menutup kesempatan bagi orang lain. Pemerintahan
yang penuh dengan gejala KKN biasanya tergolong kedalam pemerintahan yang tidak
bersih dan demikian pula sebaliknya.

Sejak Indonesia memasuki era transisi menuju demokrasi di tahun 1999, citra
negeri ini di dunia internasional terus terpuruk. Antara tahun 1999 hingga 2003,
Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi yang sangat buruk, bahkan
paling buruk diseluruh asia. Agar pemerintah bebas dari rongrongan KKN , maka para
pejabat pemerintah dan politisi baik di tingkat eksekutif, birokrasi, badan legislatif,
pusat maupun daerah, hendaknya mengindahkan nilai-nilai moralitas.

Sudah barang tentu moralitas politik saja tidak akan cukup untuk menegakkan
pemerintahan yang bersih dari pelanggaran moralitas atau etika politik, tetapi
diperlukan sebuah sistem politikdan hukum yang egaliter dan adil untuk menopang
kerangka sistematik masyarakat madani. Untuk menegakkan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa diperlukan berbagai kondisi dan mekanisme hubungan yang
berpotensi menopang pertumbuhan moralitas politik. Tentunya, budaya demokrasi pun
perlu dikembangkan dalam proses pemerintahan di negeri ini, sehingga terwujud pula
pemerintahan yang demokratis.

2.3 Sistem Demokrasi dalam Pemerintahan

Ada beberapa sistem yang dikembangkan dalam mekanisme pengelolaan proses


pemerintahan seperti :

a. Sistem pemerintahan perlementer

Salah satu sistem pemerintahan yang dikenal dan dipraktekkan dibanyak


negara adalah sistem parlementer. Sistem ini tumbuh dari tradisi politik inggris
yang kemudian menyebar ke berbagai pelosok dunia, seiring dengan meluasnya
kolonisasi inggris dimasa lalu. Negara-negara bekas jajahan inggris pada
umumnya menerapkan sistem pemerintahan parlementer dengan berbagai
variasinya.
Prinsip utama dari sistem perlementer adalah adanya fusi kekuasaan
eksekutif dan legisatif. Dalam sistem parlemen antara fungsi eksekutif dan
legislative terdapat hubungan yang menyatu dan tak terpisahkan. Eksekutif adalah
apa yang sering kita sebut sebagai pemerintahan. Kepala eksekutif dalam sistem
parlemen adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara berada ditangan ratu
sebagai symbol kepemimpinan negara.

b. Sistem presidensial
8
Sistem ini menekankan pada pentingnya pemilihan presiden secar langsung
sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat langsung dari rakyat. Bandingkan
dengan sistem parlemen dimana perdana mentri mendapatkan mandatnya tidak
langsung dari rakyat, tetapi dari partai mayoritas di parlemen.
Pada sistem presidensial kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk
menjalankan pemerintahan) sepenuhnya berada ditangan presiden. Oleh karena itu
presiden adalah kepala eksekutif sekaligus menjadi kepala Negara, presiden adalah
penguasa sekaligus symbol kepemimpinan negara.

c. Kekuasaan eksekutif terbatas

Persoalan mendasar baik dalam sistem parlemen maupun presidensial


adalah sejauh mana masyarakat memberi batasan bagi kekuasaan eksekutif.
Apapun sistem politik yang diterapkan, jika masyarakat masih menoleransi
kekuasaan eksekutif yang tidak terbatas, eksekutif cenderung melakukan
sentralisasi kekuasaan. Proses sentralisasi kekuasaan yang tidak terbendung akan
menghasilakan sebuah pemerintahan otoriter.

d. Pemberdayaan Badan Legislatif

Pemberdayaan badan legislatif merupakan sebuah agenda penting lain


dalam mengembangkan pemerintahan yang bersih dan demokratis. Badan
legislatif pada rezim otoriter pada umumnya lebih banyak memainkan peran
sebagai tukang stempel saja. Badan legislatif semacam ini sangat jarang
melakukan kritik terhadap eksekutif.

Badan legislatif menduduki posisi sentral, karena anggota badan legislatif


merupakan politisi yang mendapat mandat dari rakyat pemilih untuk mewakili
kepentingan mereka. Dengan demikian, hanya badan legislative yang secara sah
dapat melakukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
pemerintahan. Mereka dapat mendukung atau menolak usulan kebijaan yang
diajukan oleh pemerintah.

Pemberdayaan badan legislatif sudah tentu tidak sekedar ditandai dengan


semakin banyaknya usulan presiden yang ditolak, atau semakin besar
kecnderungan DPR untuk menghukum eksekutif tiap eksekutif dipandang keliru
dalam menjalankan kebijakan. Pemberdayaan memerlukan sebuah upaya untuk
melembagakan pola hubungan kerjasama yang disetujui bersama antara kedua
belah pihak dan diterima secara luas oleh masyarakat politik. Persoalan lain yang
menyangkut pemberdayaan legislatif adalah peningkatan profesionalsme anggota
legislatif.

Pemberdayaan badan legislative dapat dilakukan debgan menjadikan


lembaga legislatif yang kritis terhadap implementasi kebijakan pemerintah. Di
samping itu, badan legislatif juga perlu mempertimbangkan upaya untuk terus
meningkatkan profesionalisme anggota badan legislatif itu sendiri dengan
9
mempertimbangkan pendidikan, latar belakang professional, serta usia calon
anggota legislatif dalam proses pencalonan (recruitmen) anggota legislatif.

2.4 Sistem Pemilihan

Sistem pemilihan adalah cara untuk menentukan siapa politisi atau partai yang
memenuhi syarat untuk menduduki jabatan di badan legislative atau eksekutif
(presiden). Ada beberapa jenis pemilihan yang dikembangkan di negara demokrasi :

1. Sistem Proporsional
Sistem proporsional adalah sistem pemilihan yang membuka peluang bagi
banyak partai politik untuk duduk di dalam pemerintahan. Dalam sisitem
proporsional ini, setiap partai bersaing untuk mendapatkan sebanyak mungkin
suara pemilih dalam setiap daerah pemilihan.
Setiap daerah pemilihan menyediakan banyak kursi untuk diperebutkan oleh
partai-partai yang ada di daerah pemilihan tersebut. Jika jumlah partai peserta
pemilihan cukup banyak, biasanya akan muncul cukup banyak partai pula yang
dapat mengumpulkan suara pemilih. Partai yang banyak suaranya memperoleh
kursi lebih banyak, sedangkan partai yang sedikit perolehan suaranya sedikit pula
perolehan kursi di badan legislatif.
2. Sistem Distrik
Sistem pemilihan distrik adalah sistem pemilihan di mana setiap daerah
pemilihan disbut sebagai distrik. Dalam distrik hanya ada satu kursi yang
dipeerebutkan. Distrik adalah bagian dari sebuah negara bagaian atau propinsi.
Jumlah distrik dalam negara bagian atau propinsi tergantung pada banyak
sedikitnya jumlah penduduk.
Dengan sistem distrik, setiap calon harus mendapatkan suara paling banyak
untuk merebut kursi distrik tersebut. Dalam setiap distrik, hanya ada satu calon
dari satu partai yang dapat merebut kursi dari distrik tersebut.
3. Sistem Multiple-Distrik
Dalam sistem ini, setiap distrik terdiri lebih dari satu kursi yang diperebutkan.
Dengan menambah banyak kursi yang diperebutkanm ada lebih dari satu partai
yang dapat mendapatkan kursi di distrik yang bersangkutan. Sistem multiple-
distrik berfungsi untuk mempertahankan persaingan antar calon dengan memberi
kesempatan lebih banyak kepada partai politik.

2.5 Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian memainkan peran dalam pengembangan sistem politik yang


demokratis. Walaupun demikian, hal ini tidak berarti bahwa sistem partai tertentu

10
lebih demokratis daripada sistem partai yang lain.

1. Sistem Dua-Partai
Sistem dua partai memudahkan partai pemenang pemilu. Sebab, segera
setelah sebuah partai memenangkan pemilihan, dengan sendirinya program
partai pemenang pemilu dapat diterapkan secara langsung menjadi program
pemerintah. Sistem dua-partai juga mempermudah pemilih dalam menjatuhkan
hukuman bagi partai yang gagal menjalankan pemerintahan. Satu partai yang
berkuasa dan gagal dalam menjalankan pemerintahan akan lebih mudah
dihukum melalui pemilihan.
2. Sistem Multi-Partai
Sistem multi-partai sering dianggap sebagai sumber instabilitas politik
karena kabinet sulit menjalankan agenda pemerintahan yang terdiri dari
banyak partai politik. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pengalaman
beberapa sistem multi-partai di Eropa membuktikan tiadanya kesulitan bagi
sistem multi-partai untuk mengembangkan sebuah sistem demokrasi yang
stabil dan produktif.
3. Fragmentasi Partai
Dalam jangka menengah (sekitar 10 tahun), pertumbuhan sistem multi-
partai yang tidak terkendali akan menimbulkan permasalahn serius, yakni
fragmentasi partai. Gejalan inilah yang membuahkan kritik atas sistem multi-
partai. Banyaknya partai politik di eksekutif maupun legislative, ternyata
memang benar-benar menyulitkan pemerintahan demokrasi baru dalam
menjalankan pemerintahan mereka.
4. Budaya Koalisi
Persoalan lain yang tumbuh dan menjadi persoalan adalah tak adanya
budaya koalisi di negara-negara demokrasi baru. Dengan adanya banyak
partai, mustahil sebuah partai mampu membentuk pemerintahan. Jalan
termudah bagi partai untuk berkuasa adalah dengan membentuk koalisi dengan
partai lain. Persoalnnya adalah bahwa koalisi-koalisi yang dibentuk pada awal
pemerintahan demokrasi pada umumnya didasari oleh pertimbangan pragmatis
yang sangat kuat.
5. Budaya Oposisi
Persoalan lain lagi yang muncul dari sistem multi-partai dalam tahap
perkembangan adalah kesulitan membangun budaya oposisi. Peran partai
oposisi sesungguhnya sangat besar. Bila seluruh partai terlibat kedalam
pemerintahan dan tidak ada partai oposisi di DPR-bila partai berkuasa terlibat
dalam tindakan KKN-bisa dipastikan mereka akan saling membela dan
melindungi, tanpa ada partai oposisi yang secara tegas menyatakan diri sebagai
oposisi, DPR dengan sendirinya akan lumpuh karena tidak akan bersedia
melakukan kritik terhadap partai yang berkuasa.

11
2.6 Peranan Organisasi Non-Partai
Organisasi non-partai adalah organisasi yang tidak menjadikan perebutan
jabatan publik sebagai tujuan utama mereka. Organisasi ini antara lain adalah
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan tinggi, lembaga riset, organisasi
kemasyarakatan (Ormas) dan kelompok kepentingan lain.

Organisasi non-partai inilah yang menjadi salah satu ujung tombak perjuangan
untuk membangun pemerintahan yang bersih dan demokratis dimasa depan.
Organisasi Non-Partai tidak bergantung pada birokrasi, norma, dan kepentingan-
kepentingan lain yang sering mengikat politisi dieksekutif maupun legislatif. Mereka
juga tidak bergantung pada model sentralisme birokrasi sehingga organisasi non-partai
lebih fleksibel dalam menentukan agenda pengawasan terhadap eksekutif maupun
legislatif. Secara organisional, mereka lebih ramping dan ditompang oleh tenaga
professional. Kelebihan ini membuat organisasi non-partai mampu bekerja lebih
efektif dalam melakukan pengawasan terhadap pejabat dan kebijakan yang
dihasilkannya.

Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa organisasi non-partai juga tidak terikat
oleh waktu pelaksanaan pemilihan, berbeda dengan partai yang lebih banyak
menyampaikan program mereka menjelang pelaksanaan peemilihan organisasi non-
partai dapat setiap saat menyampaikan program dan langsung melaksanakan program
tersebut. Kemudahan ini membuat organisasi non-partai lebih cepat menjalankan
kegiatan mereka dibanding partai politik di DPR yang terikat oleh berbagai aturan dan
kepentingan.

2.7 Media Massa

Media massa merupakan salah satu pemain penting dalam proses transisi
menuju demokrasi. Dewasa ini, peristiwa-peristiwa politik maupun non-politik dapat
dengan cepat dapat diketahui publik lewat media massa. Tingkat kebebasan media
massa yang cukup tinggi menciptakan masyarakat yang dapat menyadari apa yang
sesungguhnya terjadi. Kebebasan media saat ini memungkinkan masyarakat
mendapatkan beragam pilihan berita.

Media massa juga dapat memainkan peran dalam merumuskan agenda publik
yang tidak selalu menjadi perhatian para politisi. Tingkat kemampuan dan sarana yang
terbatas dari kalangan politisi menyebabkan kontribusi media massa menjadi
diperlukan. Hampir bisa dipastikan bahwa sebagian besar komunikasi yang
berlangsung di masyarakat ditopang oleh media massa. Bahkan para politisi maupun
tokoh masyarakat lain sangat bergantung pada media massa dalam menyebarkan
pesan-pesan mereka kepada khalayak yang lebih luas. Pengembangan pemerintahan
yang bersih bergantung pada kemampuan media menyalurkan pemikiran tentang
pemerintahan yang bersih. Namun, pemasok gagasan untuk media juga memainkan
peran strategis sebagai sumber informasi yang akan disebarkan kepada pemerintah dan
publik.
12
2.8 Anti Korupsi
Dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dan demokratis, gagasan anti-
korupsi merupakan tema yang sangat penting untuk dikembangkan dalam era menuju
demokrasi di Indonesia. Hal ini tentu saja, didasarkan pada realitas budaya korupsi
yang menggejala di pemerintahan maupun di masyarakat.

Di Indonesia, fenomena korupsi muncul dalam dua bentuk, yaitu state capture
dan korupsi administratif. State capture adalah aksi-aksi illegal oleh perusahaan
ataupun individu untuk mempengaruhi penyusunan hukum, kebijakan dan peraturan
demi keuntungan mereka sendiri. Korupsi administratif adalah pemberlakuan secara
sengaja ( baik oleh negara maupun perilaku non negara ) untuk mendistorsi hukum,
kebijakan dan peraturan yang ada demi keuntungan pribadi.

Korupsi di Indonesia telah menyatu dengan sistem kehidupan masyarakat.


Penyimpangan ini meliputi wilayah-wilayah sebagai berikut :

6. wilayah penegak hukum : berupa keadilan yang diperdagangkan, rendahnya


anggaran pengadilan, campur tangan politik, dan lemahnya yurisdiksi
7. wilayah bisnis : berupa campur tangan politik, manajemen yang buruk dan
kekebalan hukum pada perusahaan-perusahaan besar.
8. Wilayah partai politik : berupa sumbangan yang tidak terpantau, memeras uang
dari pelaku bisnis, dan tidak adanya kebijakan apapun dari partai berkenan dengan
hal-hal yang berpeluang terjadi distorsi.
9. Wilayah pegawaian : meliputi patronase dan nepotisme, skala gaji yang kacau,
kelebihan pegawai dan jual beli posisi.
10. Wilayah lembaga legislatif : meliputi anggota DPR menerima suap, anggota DPR
tidak punya kode etik, anggota DPR tidak mewakili pemilih, dan tidak adanya
pengawasan terhadap anggota DPR.
11. Wilayah kelompok masyarakat sipil : berupa campur tangan politik, modalitas
yayasan digunakan dengan curang dan LSM “plat merah” atau LSM non-sipil.
12. Wilayah pemerintah daerah : berupa warisan korupsi dari pemerintah pusat,
eksekutif penyuap legislatif, dan DPRD yang tidak dapat dilakukan supervisi
kepada eksekutif.
13. Wilayah sikap dan perilaku : berupa kelemahan dalam pelaksanaan standar-
standar etika, toleransi, terhadap perilaku illegal, penerimaan terhadap orang atau
insitusi yang kebal hukum, dan kelemahan dalam menjalankan kekuasaan.
14. Wilayah lain yang juga menjadi lahan korupsi : adalah manajemen SDM,
manajemen pengeluaran public, manajemen tata peraturan, dan wilayah audit
public seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau lembaga audit lain.

Begitu luas dan kompleksnya problem korupsi di Indonesia, sehingga hal ini
menuntut jalan keluar yang sistematik. Istilah yang lebih tepat untuk gerakan anti-
korupsi adalah menghancurkan sistem yang mendukung praktik korupsi, bukan
sekedar mengontrol praktik korupsi.

13
Usaha yang dapat dilakukan, antara lain adalah sosialisasi terus-menerus .

keseluruh lapisan masyarakat tentang praktik-praktik korupsi dan dampak yang di


akibatkannya. Perlu dibentuk berbagai organisasi masyarakat yang ditujukan untuk menjadi
pengawas (watch) bagi instansi-instansi negara yang dianggap paling korup dengan
membeberkan praktik-praktik korupsi yang ada. Masyarakat perlu ikut serta untuk menjamin
transparansi dalam keputusan-keputusan yang berdampak luas bagi masyarakat, misal
masalah APBD, Renstra, Perda, Pemilihan kepala daerah , dan sebagainya. di samping itu,
perlu juga membangun instansi-instansi multi-mitra (multi-stake-holders). Untuk melawan
korupsi , misalnya kerja sama sinergi antara legislatif, eksekutif, yudikatif, universitas,
organisasi sosial, organsasi adat, organisasi agama, serikat pekerja, serta sektor swasta.

2.9 Kepastian Hukum

Ketidakpastian hukum di negara transisi merupakan faktor penghambat utama


dari menciptakan pemerintahan yang bersih dan demokratis. Para penegak hukum
yang mudah tergoda oleh insentif materi dalam jumlah melimpah menyebabkan
mereka tidak peka terhadap tuntutan keadilan yang sangat sering di serukan publik.
Para hakim, jaksa, pengacara, dan polisi sering kali bekerja sama dengan politisi dan
pengusaha untuk membuat proses pengadilan terhadap tersangka tindak korupsi tidak
berjalan lancar. Perilaku anti hukum para penegak hukum sendiri dan kelemahan
kontrol terhadap lembaga yudikatif menyebabkan para penegak hukum leluasa berdiri
diatas hukum. Mereka memperlakukan ketentuan-ketentuan hukum sesuai dengan
kepentingan mereka sendiri maupun kelompoknya. Dengan kata lain, keadilan sering
kali dikorbankan demi kepentingan jangka pendek mereka.

Ketidakpastian hukum ini tentu mempersulit upaya untuk mengembangkan


pemerintahan bersih dan demokratis yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan
kesamaan warga di depan hukum. Dalam kenyataan, maling ayam sering kali
mendapat hukuman berbulan-bulan, sementara para koruptor dapat menikmati
kehidupan di alam bebas tanpa khawatir ditangkap penegak hukum. Kondisi
ketimpangan hukum ini sudah tentu sama sekali tidak kondusif bagi pengembangan
pemerintahan yang bersih dan demokratis. Sebaliknya, kondisi ini menjadi salah satu
penghalang utama proses pengembangan tersebut.

14
3.0 Otonomi Daerah

Visi kebijakan otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama,
yakni politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Dalam bidang politik, otonomi daerah
dimaksudkan sebagai proses lahirnya kader-kader pemimpin daerah yang dipilih
secara demokratis, dapat berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang
responsif terhadap aspirasi masyarakat banyak, dan adanya transparansi kebijakan dan
adanya kemampuan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada
asas pertanggungjawaban publik.

Berdasarkan pada visi tersebut, konsep otonomi daerah (berdasarkan UU


No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999) meliputi beberapa hal sebagai berikut
( Syaukani, dkk.,2002):

15. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan


domestik kepada daerah. Kecuali kewenangan bidang keuangan dan moneter,
politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan dan beberapa kebijakan
pemerintah yang bersifat strategis nasional, pada dasarnya semua bidang
pemerintahan lainnya dapat di desentralisasikan.
16. Penguatan peran DPRD dalam proses pemilihan dan penetapan kepala daerah.
Karenanya kewenangan DPRD dalam menilai keberhasilan atau kegagalan
kepemimpinan kepala daerah mesti dipertegas. Demikian juga, pemberdayaan
fungsi-fungsi DPRD dalam hal legislasi, representasi dan penyaluran aspirasi
masyarakat mutlak dilakukan. Dengan demikian DPRD bisa menjadi lembaga
penyalur aspirasi rakyat daerah yang benar-benar kredibel dan berkualitas.
17. Pembangunan tradisi politik yang sejalan dengan kultur lokal demi menjalin
tampilnya kepemimpinan dan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan
tingkat akseptabilitas masyarakat yang tinggi pula.
18. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan melalui pembenahan organisasi
dan institusi yang dimiliki sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah di
desentralisasikan, setara dengan bebas tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi
daerah, serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah.
19. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah, pengaturan yang lebih jelas
terhadap sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian pendapatan (
revenue) dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan
retribusi, dan tata cara serta syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.
20. Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi dari
pemerintah pusat yang bersifat block-grant, pengaturan pembagian sumber-sumber
pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan
prioritas pembangunan serta optimalisasi pemberdayaan masyarakat melalui
lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.
21. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang
kondusif terhadap upaya pemeliharaan dinamika sosial sebagai suatu bangsa>

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemerintahan yang bersih dan demokratis merupakan dambaan bangsa


Indonesia sejak lama. Mengingat semenjak Indonesia memasuki era transisi menuju
demokrasi di tahun 1999, citra negeri ini di dunia internasional terus terpuruk. Antara
tahun 1999 hingga 2003, Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat KKN yang
sangat buruk, bahkan paling buruk diseluruh asia. Agar pemerintahan bebas dari
rongrongan KKN tersebut, maka para pejabat pemerintah dan politisi baik di tingkat
eksekutif, birokrasi, badan legislatif, pusat maupun daerah, hendaknya mengindahkan
nilai-nilai moralitas.

Pemerintahan yang bersih dan demokratis adalah budaya yang tentunya tidak
bisa diperoleh dengan cara yang instan hanya dengan kesadaran morald dari para
pelakunya saja, akantetapi dibutuhkan suatu proses yang berkesinambungan yang
melibatkan suatu sistem besar yang diantaranya juga melibatkan masyarakat luas.

3.2 Saran

Terciptanya pemerintahan yang bersih dan demokratis bukan sekedar angan


dan cita-cita semata, akantetapi sudah menjadi sebuah keharusan bagi bangsa sebesar
Indonesia. Sebagai bagian dari masyarakat dan tentunya sebagai mahasiswa yang
salah satu fungsinya sebagai kontrol sosial, sebaiknya kita tidak hanya tajam ke atas
dan tumpul kebawah saja. Akan lebih baik jika kita tidak hanya mengkritisi
pemerintahan yang kurang bersih dan demokratis saja, tapi kita harus menjadi angin
perubahan yang menciptakan pemerintahan yang bersih dan demokratis di masa yang
akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Chamim, Asyukri Ibn, Bambang Cipto, Haedar Nashir, Istianah ZA, Khoiruddin Bashori,
Lilis Setiartiti, Muhammad Azhar, dan Said Tuhuleley. 2010. Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan
(Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah
2. Eprints.undip.ac.id>BAB_I-II diunduh pada jum’at, 29 September 2017 jam 13:49
3. www.academia.edu diunduh pada minggu, 08 Oktober 2017 jam 21:34

17
18

Anda mungkin juga menyukai